MENGENAL PERADABAN ISLAM DI TURKI USMANI

MENGENAL PERADABAN ISLAM DI TURKI ;TURKI
USMANI; MELALUI PENDEKATAN HISTORIS
KNOWING ISLAMIC CULTURE IN TURKEY; TURKISH USMANI; THROUGH
HISTORICAL APPROACH

Oleh: Mahendra Aji W
Universitas Islam Indonesia
Hendraji0@gmail.com

Abstrak
Sebagai salah satu Dinasti terbesar di abad ke-13, Dinasti Usmaniyah memegang
penting tatanan kehidupan Islam kala itu. Dengan segala kekuatan dan kehebatan
nya, Dinasti Usmaniyah mampu mengalahkan Byzantium sehingga mampu
membangun negaranya sendiri bernama Dinasti Turki Usmani. Sebagai periode
dimana Islam sudah mencapai puncak kejayaannya sekaligus menjadi akhir dari
periode pertengahan, maka sangatlah penting untuk mengenal kembali
perkembangan Islam pada masa Turki Usmani. Turki Usmani atau dikenal dengan
Dinasti Usmaniyah bermula merupakan suatu suku kecil bernama Qoyigh Oghus
dengan Erthogrul sebagai pemimpinnya. Akibat desakan dari bangsa Mongol
akhirnya mereka melarikan diri untuk berlindung kepada suku Turki Saljuk di
dataran tinggi Asia kecil. Atas keberhasilan Erthogrul membantu Turki Saljuk

dalam emnghadapi bangsa Mongol, Usmaniyah diberi hadiah sebuah tanah di
Asia kecil yang kemudian berkembang menjadi sebuah negara besar bernama
Dinasti Turki Usmani. Turki Usmani dipimpin oleh banyak raja/sultan yang
mencapai 40 raja. Dalam perkembangannya, Turki Usmani dikenal sebagai negara
adidaya yang memiliki angkatan perang sangat tangguh dan kuat sehingga mampu
mengalahkan Byzantium Romawi dan memperluas kekuasaannya sampai dengan
beberapa wilayah di benua Eropa. Seiring pembangunan negaranya, Turki Usmani
mampu mendirikan sekolah-sekolah madrasah dan juga universitas untuk
menunjang pendidikan warganya. Bidang keagamaan, maritim, kesenian,
arsitektur dan kebudayaan pun sangat dikembangkan di dalam dinasti ini.
Kata Kunci:Turki Usmani, Usmani, Usmaniyah, Islam Periode Pertengahan

Abstract
As one of the greatest dynasties of the thirteenth century, the Ottoman dynasty
held the importance of the Islamic order of life at that time. With all its strength
and greatness, the Ottomans were able to defeat the Byzantines so as to build their
own country called the Ottoman Dynasty. As a period where Islam has reached its
heyday as well as the end of the mid-period, it is important to recognize the
development of Islam in Ottoman times. The Ottoman Empire, known as the
Ottomans, began as a small tribe called Qoyigh Oghus with Erthogrul as its

leader. As a result of Mongolian insistence they finally fled to shelter the Seljuq
Turks in the small Asian plateau. For the success of Erthogrul helping the Seljuq
Turks in the Mongols, the Ottomans were rewarded with a small Asian land which
later developed into a great country called the Ottoman Dynasty. The Ottoman
Empire was led by many kings / sultans who reached 40 kings. In its
development, Ottoman Turkey was known as a superpower that has a very strong
and powerful army so as to defeat the Roman Byzantium and expand its power up
to several regions in continental Europe. Along with the construction of his
country, the Ottoman Turks were able to establish madrasah schools as well as
universities to support the education of their citizens. The religious, maritime,
artistic, architectural and cultural fields were greatly developed within this
dynasty.
Keywords: Turkish Ottoman, Ottoman, Usmaniyah, Islamic education

BAB 1
PENDAHULUAN
Islam merupakan salah satu agama terbesar didunia dengan presentase
pemeluknya sebesar 22,32% dari total manusia didunia. Tersebar disegala benua
terutama di Asia dan Afrika, namun terdapat beberapa negara dengan populasi
penganut Islam terbanyak didunia yang mencapai 100% dari total seluruh

populasi manusia dinegara itu, diantara nya adalah negara Turki. Hampir 99,8%
populasi masyarakat Turki menganut agama Islam, tidak lain dan tidak bukan ini
disebabkan oleh sejarah peradaban yang pernah ada di negara ini[1]. Secara
definisi sendiri peradaban dapat diartikan sebagai seni, adat istiadat, kebiasaan,
kepercayaan, atau kebiasaan daam tradisi yang merupakan cara hidup masyarakat.
Konsep peradaban ini juga digunakan sebagai sinonim untuk budaya

yang

memiliki keunggulan dari kelompok tertentu. Membahas Negara Turki tidak jauh
dari sejarah peradaban Turki Usmani yang telah berlangsung sejak abad ke-13 M.
Diawali oleh masa dimana puncak kejayaan umat Islam tercapai yaitu pada masa
pemerintahan Abbasiyah, dimana pada saat itu banyak melahirkan para pemikirpemikir Islam[2]. Kemudian pada zaman pertengahan terjadi keruntuhan Khilafah
Abbasiyah di Baghdad akibat serangan tentara bangsa mongol yang kala itu
sangat ditakuti dimana-mana dan mulai berkembangnya tiga kerajaan besar,
diantara nya adalah Usmani di Turki. Tukri Usmani atau sering disebut Turki
Ottoman ini merupakan cikal bakal berdirinya negara Turki saat ini sebelum
runtuh dan digantikan oleh Republik Turki.
Turki Usmani atau lebih dikenal sebagai Dinasti Usmaniyah ini awal
mulanya merupakan sebuah suku kecil bernama Qoyigh Oghus yang menetap di

daerah Mongol dan di daerah utara negeri Cina kurang lebih 3 abad[3]. Kemudian
mereka pindah ke daerah Persia dan Iraq dan mulai masuk Islam pada abad ke9/10. Pada Abad ke-13 M mereka didesak oleh tentara Mongol karena pada saat
itu Mongol ingin menghancurkan umat Islam di daerahnya, sehingga mereka
melarikan diri ke Barat untuk meminta perlindungan dari orang-orang Turki
Seljuk. Dengan menetapnya di daerah Turki Seljuk maka otomatis para suku
Qoyish mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II yang merupakan pemimpin

1

Orthogul saat itu. Melalui inilah kemudian Usmaniyah mulai lahir dan
menjadikan dirinya sebagai Turki Usmani setelah kematian Sultan Alaudin II.
Sebagai periode dimana Islam sudah mencapai batas akhir kejayaan nya
pada waktu itu, maka sangatlah penting untuk mengenal perkembangan Islam
pada masa Turki Usmani. Dengan mengenal masa Turki Usmani maka para
pembaca akan mendapat gambaran bagaimana kekuatan Islam dahulu serta
bagaimana keadaan Islam dahulu yang berada pada masa akhir kejayaan nya
sebelum memasuki periode modern. Oleh karena itu peneliti memiliki gagasan
untuk memberikan ulasan mengenai peradaban Islam di Turki melalui perjalanan
sejarahnya.


BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Lahirnya Turki Usmani
Awal mula berdirinya Turki Usmani merupakan akhir dari masa periode
Khilafah. Berawal dari hancurnya Khilafah Abbasiyah dimana saat itu dikuasai
oleh Dinasti Seljuk di Baghdad dikarenakan tentara Mongol dan Tartar yang
mulai menyerang Baghdad sehingga Baghdad dapat dihancurkan dan dikuasai
dengan mudah. Maka dengan berakhirnya kekuasaan Abbasiyah ini dimulailah
babak baru dalam Islam, yaitu masa pertengahan[4]. Pada masa ini Mongol telah
menjadi kerajaan yang besar, wilayah nya berada dimana-mana bahkan wilayah di
kawasan Arab seperti Irak, Syria dan Persia Barat telah ditaklukan. Sebagai
sebuah kekuatan yang besar, Mongol bersikap kerasa terhadap suku-suku yang
berbeda agama terhadap mereka.
Turki Usmani pada mulanya merupakan sebuah suku kecil bernama suku
Qoyigh Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Suku
Qoyigh merupakan suku yang nomaden dimana selalu berpindah-pindah tempat.
Setelah dari daratan Cina mereka pindah ke Turkistan, Persia dan Iraq, lalu
mereka masuk Islam pada abad ke-9/10 saat menetap di Asia Tengah. Pada abad
ke-13 M, Mongol datang dan menyerang suku Qoyigh Oghus, akhirnya mereka
melarikan diri ke barat dan mencari perlindungan di antara saudara-saudaranya

yaitu orang-orang Turki Saljuk di dataran tinggi Asia kecil[5]. Dibawah pimpinan

2

Erthogrul mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II yang merupakan
pimpinan Dinasti Turki Saljuk yang pusat kekuasaannya di Konya, Anatolia,
Asia Kecil waktu itu. Disaat Dinasti Saljuk berperang melawan Romawi Timur
(Bizantium), Erthogrul bersama orang-orangnya membantu berperang sehingga
Dinasti Saljuk mengalami kemenangan. Atas keberhasilan dan bantuan dari
Erthogrul ini, Sultan Alaudin II memberikan imbalan sebuah tanah di Asia Kecil
yang berbatasan dengan Bizantium dan memilih Syukud sebagai ibukotanya.
Pada tahun 1289 M Erthogrul meninggal, kemudian kepemimpinan
dilanjutkan oleh anaknya yaitu Usman atas persetujuan Sultan Alaudin II. Pada
tahun 1300 M, bangsa Mongol kembali menyerang Dinasti Saljuk untuk
menguasai daerah dan Sultan Alaudin II mati terbunuh dalam pertempuran itu.
Akibatnya Dinasti Saljuk menjadi terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan
kecil.

Setelah


wafatnya

Sultan

Alaudin,

Usman

memproklamirkan

kemeredekaannya dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itu
itulah Dinasti Turki Usmani dianggap berdiri, dengan penguasa pertamanya yaitu
Usman bin Erthogrul sering disebut juga Usman I yang bergelar Padisyah AlUsman(raja besar keluarga Usman)[6]. Kemudian dipilihnya negeri Iskisyihar
menjadi pusar kerjaan. Setelah menjadi pemimpin Dinasti Saljuk, Usman mulai
memperluas daerah kekuasaannya, ia mengirim surat kepada raja-raja kecil untuk
memberitahukan bahwa sekarang ia seorang raja yang besar dan ia menawarkan
kepada raja-raja kecil itu untuk memilih salahsati diantara tiga perkara, yaitu
Islam, membayar jaziah dan perang. Namun terdapat beberapa raja yang tidak
tunduk dan meminta bantuan bangsa Tartar untuk menyerang Dinasti Saljuk.
Akan tetapi Usman tidak merasa takut, sehingga menyiapkan pasukannya dan

berakhir kemenangan untuk Usman. Setelah menjadi seorang raja yang besar,
setapak demi setapak wilayah kerajaannya dapat diperluas.
2.2 Tokoh-Tokoh Besar Turki Usmani
Didalam perkembangannya, Dinasti Turki Usmani memiliki banyak
silsilah raja yang bahkan mencapai 40 raja. Kesemua raja tersebut merupakan
keturunan-keturunan keluarga besar Usman yang setiap raja nya memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam hal menjadi seorang pemimpin

3

pemerintah. Berikut merupakan beberapa raja/sultan yang memiliki andil besar
didalam perkembangan Turki Usmani maupun Islam:
a. Sultan Usman bin Erthogrul (1290-1326 M)
Usman merupakan anak dari Erthogrul, pemimpin suku Qoyigh Oghus
saat berpindah ke daerah Turki Saljuk. Usman lahir tahun 1258 M di kota
Sogut barat laut Eskisherhir. Ia merupakan seorang yang sangat gigih dalam
perang dan juga sangat setia. Bahkan karena kesetiaan dan kegagagan
keperkasaannya, Sultan Alaudin II memberinya gelar “Bey” dibelakang
namanya. Sultan Alaudin juga memperbolehkan Usman untuk mencetak mata
uangnya sendiri dan selalu didoakan setiap khutbah Jum’at[7]. Sepeninggalnya

Erthogrul, Usman menggantikan posisinya dan menjadi raja sekaligus juga
pemrakarsa berdirinya Dinasti Turki Usmani setelah Sultan Alaudin II
meninggal dalam peperangan melawan bangsa Mongol. Usman merupakan raja
yang handal dalam bidang strategi perang dan juga berpolitik. Pada masa
pemerintahannya ia mampu memperluas kekuasaan sampai kota Qurah Hisyar
milik Imperium Romawi Timur, yang kemudian dijadikan sebagai ibukota
pemerintahan yang baru. Selain itu juga dalam bidang politik ia tidak serta
merta memaksa orang-orang untuk wajib masuk Islam, ia mengirimkan surat
kepada raja-raja kecil yang isinya adalah menawarkan 3 pilihan untuk dipilih
yaitu tunduk dan memeluk Islam, membayar jizyah atau diperangi.
b. Sultan Orkhan bin Usman(1326-1359 M)
Sultan Orkhan I merupakan salah satu dari dua anak Usman bin Erthogrul.
Ia sejak kecil dilatih ayahnya dalam hal berperang dan politik. Setelah ayahnya
meninggal, Sultan Orkhan naik tahta pada umur 42 tahun karena penunjukan
langsung oleh ayahnya. Sebelum menjadi seorang raja ia telah banyak
membantu perjuangan ayahnya terutama dalam hal peperangan. Dibawah
kekuasaannya, Turki Usmani mampu merebut kota Broessa yang kala itu
berada dibawah kekuasaan Romawi, Bizantium. Kota yang sudah diincar oleh
ayahnya, Usman, namun baru dapat dikalahkan saat dipimpin oleh Sultan
Orkhan. Pada masa pemerintahannya, ia berhasil mengalahkan dan menguasai

sejumlah kota di selat Dardanil. Tentara baru yang dibentuk oleh Orkhan I
diberi nama Inkisyaiah. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan dan

4

pakaian seragam. Di zaman inilah pertama kali dipergunakan senjata
meriam[8].
c. Sultan Murad I bin Orkhan(1359-1389 M)
Sultan Murad I adalah anak dari Sultan Orkhan I. Ia merupakan seorang
yang gigih dalam melakukan perluasaan kekuasaan kerajaan, ia dikenal sebagai
sosok yang sangat pemberani, dermawan, dan agamis. Ia selalu berlaku adil
kepada rakyatnya, mencintai jihad serta membangun masjid, sekolah-sekolah
dan tempat berlindung. Pada masa pemerintahannya, ia mampu memperluas
wilayahnya di Asia Kecil kemudian beberapa wilayah di benua Eropa. Di
Eropa, tentara yang Turki Usmani menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai
oleh kekasisaran Bizantium. Pada tahun 1360 M, ia mampu menguasai
Adrianopel (Edirne), sebuah kota yang sangat stategis di Balkan dan dianggap
sebagai kota kedua dalam kekaisaran Bizantium[9]. Karena banyaknya kotakota di Eropa yang ditaklukan oleh Sultan Murad I, waktu itu bangsa Eropa
menjadi cemas. Kemudian raja-raja Kristen Balkan meminta bantuan Paus
Urban II untuk membantu mengusir Turki Usman dari daratan Eropa, maka

terjadilah peperangan antara pasukan Islam dengan Kristen Eropa pada tahun
1362 M. Namun peperangan itu tetap dimenangkan oleh pasukan Sultan Murad
I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat Islam. Sultan Murad I menjadikan
kota ini sebagai ibu kota pemerintahannya sejak tahun 1366 M. Dengan
demikian, maka berpindahlah ibu kota pemerintahan Usmani ke Eropa dan
Adrianopel (Edirne) menjadi ibu kota pemerintahan Islam kala itu. Setelah itu
pasukan Murad I terus merapay untuk menguasai Eropa Timur seperti
Somakov, Sopia Monatsir dan Saloniki[10].
d. Sultan Bayazid I bin Murad(1389-1403 M)
Sultan Bayazid adalah putra dari Sultan Murad I, ia meneruskan
perjuangan ayahnya untuk memperluas wilayah kekuasaan Turki Usmani.
Hasilnya adalah ia dapat memperluas wilayahnya seperti Eiden, Sharukan, dan
Mutasya di Asia Kecil dan juga negri-negri bekas kekuasaan Bani Saluki. Pada
kala itu kekuatan Sultan Bayazid sangat besar pengaruhnya yang kemudian
membuat Paus menjadi cemas. Kemudia Paus Bonifacius melakukan
penyerangan terhadap pasukan Bayazid dan peperangan inilah yang menjadi

5

cikal bakal terjadinya Perang Salib[11]. Pada waktu itu tentara Salib terdiri dari
berbagai bangsa di Eropa, namun masih bisa dilumpuhkan oleh pasukan
Bayazid. Ekspansi yang dilakukan Sulatn Bayazid I sempat terhenti karena
adanya tekanan dan serangan dari pasukan Timur Lenk ke Asia kecil.
Pertempuran hebat terjadi antara tahun 1402 M dan pasukan Turki Usmani
mengalami kekalahan. Sultan Bayazid I dan putranya Musa tertangkap
kemudian ditawan dan meninggal dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403
M. Kekalahan tersebut mengakibatkan penguasa-penguasa Saljuk di Asia Kecil
sat persatu mulai melepaskan diri dari genggaman Dinasti Turki Usmani.
e. Sultan Muhammad I bin Bayazid(1403-1421 M)
Sultan Muhammad I naik tahta sepeninggal ayahnya Sultan Bayazid I, ia
dikenal juga sebagai Muhammad Jalabi[12]. Kekalahan Bayazid membawa
akibat buruk terhadap penguasa-penguasa yang semula berada dibawah
kekuasaan Turki Usmani, sehingga mereka saling berebut wilayah dan
melepaskan diri dari Turki Usmani. Namun Sultan Muhammad I mampu
mengatasinya, ia berusaha keras untuk menyatukan lagi Dinastinya. Berkat
usahanya, ia mampu mengangkat lagi nama Dinasti Turki Usmani dengan
menyusun lagi pemerintahan, memperkuat keamanan dan memperbaiki
kehidupan masyarakat. Namun tidak berselang lama ia pun meninggal pada
tahun 1421 M disaat umurnya masih 43 tahun.
f. Sultan Murad II bin Muhammad(1421-1451 M)
Sepeninggal Sultan Muhammad I, tahta kepemimpinan diteruskan oleh
anaknya, Sultan Murad II. Ia memiliki cita-cita besar untuk melanjutkan
perjuangan ayahnya untuk mempersatukan kembali kekuasaan Dinasti Turki
Usmani yang telah terpecah belah. Beberapa daerah yang dikuasainya adalah
Asia Kecil, Salonika Albania, Falokh dan Hongaria. Setelah bertambahnya
beberapa wilayah yang dapat dikuasai Islam, Paus Egenius VI kembali
menyerukan Perang Salib. Dalam perang tersebut pasukan Sultan Murad II
menderita kekalahan. Namun dengan bantuan anaknya bernama Muhammad,
perjuangan Sultan Murad II dapat dilanjutkan kembali yang pada akhirnya
keadaan dapat kembali berjalan normal. Sampai pada akhirnya kekuasaan
diserahkan kepada putranya yaitu Sultan Muhammad Al-Fatih[13].

6

g. Sultan Muhammad Al-Fatih (1451-1581 M)
Setelah Sultan Murad II meninggal dunia, pemerintahan Dinasti Turki
Usmani dipimpin oleh putranya Muhammad II atau sering dikenal sebagai
Muhammad Al-Fatih. Muhammad Al-Fatih berusaha untuk membangkitkan
kembali sejarah umat Islam dengan cara berusaha menaklukan Konstantinopel
yang merupakan ibukota Bizantium. Konstantinopel merupakan kota yang
sangat penting dan belum pernah bisa dikuasai raja-raja Islam sebelumnya.
Selama 9 bulan melakukan pengepungan terhadap kota itu dan akhirnya kota
Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam pada 29 Mei 1453 M dan Kaitsar
Bizantium tewas bersama para tentara Romawi Timur. Sebagai kota tempat
pusat kemegahan bangsa Romawi, Konstantinopel adalah negeri yang sangat
indah dan leaknya paling strategis di dunia saat itu. Kota ini merupakan titik
temu perdagangan antara Asia dan Eropa melalui Jalur Sutera (The Silk
Road)[14]. Setelah memasuki Konstantinopel disana terdapat sebuah gereja
bernama Aya Sofia yang kemudian dijadikan masjid bagi umat Islam.
Kemudian kota itupun dijadikan sebagai ibukota Turki Usmani dan berganti
nama menjadi Istanbul atau yang sering kita kenal sebagai Istanbul Turki. Pada
masa Sultan Muhammad Al-Fatih ilmu pengetahuan sangat digenjarkan,
terbukti dengan tersebarnya sekolah-sekolah dan akademisi-akademisi di
semua kota besar maupun kecil. Semua sekolah dan akademisi telah memiliki
kurikulum dan bersistem jurusan.

2.3 Kemajuan-Kemajuan Masa Turki Usmani
Kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki para Sultan Turki
Usmani dalam mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik bagi
kemajuan-kemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dengan cepat.
Kemajuan dalam perluasan wilayah ini diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam
bidang kehidupan lain yang penting juga, diantaranya:
a. Bidang Militer
Kekuatan militer kerajaan Turki Usmani mulai diorganisasi dengan baik
dan teratur sejak dahulu. Sejak kepemimpinan Ertoghul sampai Orkhan adalah
masa pembentukan kekuatan militer. Perang melawan Bizantium merupakan

7

awal didirikan pusat pendidikan dan pelatihan militer sampai dibentuk sebuah
kesatuan militer bernama Jenissari atau Inkisyariah. Selain itu ada juga prajurit
dari tentara kaum feudal yang dikirim kepada pemerintahan pusat bernama
militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi karena memeiliki peranan
penting dalam perjalanan ekspansi Pada abad ke-16 angkatan laut Turki
Usmani mencapai puncak kejayaannya. Bukti bahwa kuatnya militer Turki
Usmani adalah kemenangannya dalam mendapatkan kota Konstantinopel di
Bizantium[15].
b. Bidang Maritim
Setelah kota Konstantinopel dijadikan ibukota Turki Usmani, Istanbul
menjadi pusat pelayaran. Dinasti Turki Usmani tidak hanya tangguh di darat
namun juga di lautan, pada abad ke-16 M telah tersedia 150 unit kapal
dibangun dan memiliki kapal laut terbesar di dunia. Turki Usmani juga telah
menguasai Mediterania, Laut Hitam, dan Samudra Hindia. Pada masa
kejayaannya, Turki Usmani sempat menjadi Adikuasa yang disegani dunia baik
di darat dan di laut[16].
c. Bidang Kebudayaan
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perbaduan bermacam-macam
kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Byzantium dan Arab. Dari
kebudayaan Persia mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan
tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran
banyak diambil dari Byzantium. Dan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi,
sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan hurud diambil dari Arab[17].
d. Bidang Pendidikan
Sebagai bangsa yang berdarah militer, pendidikan pada masa kerajaan ini
banyak dikonsentrasikan kepada pendidikan pelatihan militer, sehingga
melahirkan tentara Yenissari dan menjadikan negara ini memiliki mesin perang
yang tangguh. Kehidupan keagamaan merupakan bagian terpenting dalam
sistem sosial dan politik pada masa kerajaan ini, para penguasa sangat terkait
dengan syariat islam. Pada masa ini berkembang ajaran-ajaran tarekat yang
paling besar, yakni tarekat al-Bektasyi dan al-Maulawy, kedua tarekat ini
mempunyai pengaruh pada wilayah yang berbeda, tarekat al-Bektasyi sangat

8

berpengaruh di kalangan tentara yenissari sementara al-Mulawy berpengaruh
besar dikalangan penguasa. Pada kalanya pendidikan islam mengalami
kemunduran pada abad pertengahan, orang-orang kurang giat memasukkan
anak-anak mereka ke madrasah dan mengutamakan mengirim mereka berlajar
ketrampilan secara praktis di perusahaan industri. Kebiasaan ini membuat
bertambah meningkatnya jumlah buta huruf di kerajaan Usmani. Oleh karena
itu Sultan Mahmud II mengeluarkan perintah agar anak sampai usia dewasa
jangan dihalangi untuk masuk madrasah. Reformasi pendidikan sekolah dasar
kembali dilakukan oleh Sultan Mahmud II dengan cara mewajibkan kehadiran
siswa di kelas, dibuatnya sistem kelas, membuka sekolah asrama bagi anakanak yatim dan mengawasi kualitas guru. Pada mas ini kesultanan Mahmud II
berhasil mendirikan beberapa sekolah diantaranya: sekolah militer, sekolah
teknik, sekolah kedokteran dan sekolah pembedahan. Pada mas kesultanan
Abdul Hamid berdiri pula berbagai perguruan tinggi, antara lain: Sekolah
hukum tinggi, sekolah tinggi keuangan, sekolah tinggi kesenian, sekolah tinggi
dagang, sekolah tinggi teknik, sekolah tinggi dokter hewan, sekolah tinggi
polisi dan Unversitas Istanbul[18].
e. Bidang Seni dan Arsitektur
Syair dan arsitektur daulah Usmaniyah yang hampir semua sultan Turki
memiliki minat yang besar. Terinspirasi dari Jalaluddin Rumi, seni bersyair di
Turki mulai berkembang. Banyak penyair-penyair ternama seperti Sultan
Walid, putra Jalaluddin Rumi, Yazzi Oghu sangat terkenal karena syairnya
tentang sejarah hidup Nabi Muhammad. Dalam bidang arsitektur, daulah
Usmaniyah mempunyai mahzab tersendiri yang disebut gaya Usmaniyah. Gaya
arsitektur ini muncul ketika Usmaniyah dapat mengalahkan kerajaan
Byzantium. Pertemuan arsitektur Byzantium dan Turki Usmaniyah telah
melahirkan gaya yang baru, perwujudannya dalam bentuk Qubah setengah
lingkaran dengan pilar-pilar yang besar seperti yang terlihat pada masjid
Istiqlal di Indonesia. Pad apust pemerintahan Usmani terdapat sebuah istana
negara yang sangat luas. Istana Istanbul “The Topkapi Saray” dibagi menjadi
bagian dalam dan bagian luar. Bagian dalam merupakan jantung imperium. DI
bagian dalam ini terdiri dari tempat tinggal sultan dan haremnya, kamar-kamar

9

pribadi dan kekayaan sang penguasa, dapur kerajaan, dan sekolahan untuk
melahir pesuruh dan budak untuk dipekerjakan di bagian dalam. Bagian luar
digunanakan untuk kantor administrasi kemiliteran dan sipil, kator bagi
kalangan ulama istana, staff dapur, pengrajin, dan tukang kebun yang menjaga
keindahan halaman istana sekaligus melakukan tugas-tugas kemiliteran[19].
f. Bidang Keagamaan
Masyarakat Turki Usmani jika dilihat dari sudut kepercayaannya dapat
dikelompokkan menjadi warga non muslim dan muslim. Warga non muslim di
Turki dilindungi oleh term-term yang bersifat umu, seperti term dhimmi (orang
yang dilindungi), sikap orang islam terhadap orang non muslim tidak seburuk
yang dilakukan orang non muslim terhadap umat Islam. Orang-orang kristen
diperbolehkan tetap mempunyai dan memelihara gereja-gerejanya. Dalam
masyarakat Turki agama Islam mempunyai peranan yang sangat besar di
bidang sosial dan politik. Ulama mempunyai tempat tertinggi di dalam
kerajaan dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat, sehingga fatwa
ulama menjadi hukum yang berlaku. Turki memiliki tradisi Islam yang kuat
karena mereka menganut Islam Sunni dengan berpegang pada Mazhab hanafi.
Intisari dari ajaran Sufi adalah cinta kepada Allah dan cinta kepada Nabi
Muhammad SAW, cinta kepada keluarga, cinta tanah air dan cinta kepada
seluruh umat manusia[20].
2.4 Faktor-Faktor Kemunduran Kerajaan Turki Usmani
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran Dinasti
Turki Usmani yang menjadi akhir dari periode Islam dan yang akan memulai
peradaban Islam jaman modern. Berikut adalah beberapa faktor-faktor
kemunduran Dinasti Turki Usmani:
1. Luasnya kekuasaan Turki Usmani membuat administrasi pemerintahan amat
rumit dan kompleks. Sementara dilain pihak memang pengaturannya tidak
ditunjang dengan sumber daya yang berkualitas, bahkan keinginan kerajaan
untuk memperluas daerahnya dengan peperangan terus menerus sehingga
banyak mengorbankan tenaga dan waktu bukannya dipakai untuk membangun
negara.

10

2. Heterogenitas penduduk, beragamnya penduduk baik ditinjau dari suku,
budaya, bahkan perbedaan agama menyebabkan pengaturannya pun beragam
pula.
3. Kelemahan para penguasa, lemahnya penguasa sepeninggal Sulaiman ALQanuni akibat dari kepemimpinan para sultan yang lemah sehingga membuat
negara hancur.
4. Budaya pungli, maraknya budaya pungli dikalangan para pejabat yan ingin
naik jabatan-jabatan penting, sehingga pudarlah moral para penguasa Turki.
5. Pemberontakan, akibat pemberontakan tentara Jenissari yang semula
pendukung kekuatan Turki Usmani, sekarang menjadi berbalik menyerang
Turki Usmani.
6. Merosotnya ekonomi, merosotnya perekonomian negara dikarenakan terlalu
banyaknya pengeluaran untuk peperangan.
7. Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi akibat terhentinya riset
kegiatan ilmu pengetahuan.
8. Peran serta para istri Sultan yang berkhianat.
9. Perang yang terjadi terus menerus dan berkesinambungan.

11

Daftar Pustaka
[1]

Wikipedi.

Islam

Menurut

Negara,

(Online),

(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Islam_menurut_agama,
diakses 26 Oktober 2017)
[2], [3], [6], [10], [17]

Muhlis. Peradaban Islam Mongol Turki dan Syafawi.

[4], [5], [8], [9], [11], Anonim. Sejarah Turki Usmani. Direktori File UPI:
[15]

Tarikh Islam

[7], [20]

Lestari, T. (2008). Kebijakan-Kebijakan Pemerintah
Usman Bin Erthogrol Pendiri Dinasti Turki Usmani.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Yogyakarta.

[18]

Mukarom. (2015). Pendidikan Islam pada Masa
Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M. UIN Sunan
Gunung Djati, Bandung. Jurnal Tarbiya, Volume 1(1),
hal 109-126.

[12], [13], [14], [16],

Fachrudin, Y. (2013). Turki Usmani. Progam Magister

[19]

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta

12