TAWURAN DI DUNIA PENDIDIKAN ITU HAL BIAS

TAWURAN DI DUNIA PENDIDIKAN ITU HAL BIASA
ERY FAIDA
2010-33-054
5B/PGSD
Sebuah Pengantar,
“Tawuran.” Ya, satu kata yang saat ini sedang marak-maraknya di media
massa. Begitu banyak siaran di televisi menanyangkan berita tentang
aksi kekerasan yang menyenggol nama pendidikan. Kita tahu sekarang
ini, dalam setahun kasus tawuran meningkat hampir 95% sejak tahun
2002-2011. Hal ini sangat tragis sekali karena tawuran tersebut
melibatkan anak-anak muda yang mempunyai intelektual tinggi yang
seharusnya menjadi generasi penerus bangsa tidak lagi bisa untuk
diunggulkan karena mereka lebih menonjolkan sikap egosentrisme pada
diri mereka.
Pada zaman ini, tawuran bagi para pelajar sudah bisa dikatakan menjadi
trend, kebanggaan, tradisi atau bahkan membudaya. Kebanyakan pelaku
tawuran adalah para pelajar SMA dan mahasiswa. Baik usia SMA maupun
mahasiswa, kita tahu bahwa dari segi usia masih terbilang sangat
labil, terutama SMA. Mereka sering mengalami periode yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan masalah dan luapan emosi sehingga
kelakuan mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini

remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan
membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran
tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai
cara sebagai penyaluran. Salah satu aksesnya yaitu “tawuran”
Tawuran pelajar atau mahasiswa dapat terjadi di mana saja, sperti di
jalan-jalan, di sekolah, di Universitas mereka, bahkan di perumahan
warga. Tidak ada tawuran yang menguntungkan, semua aksi tawuran
merugikan. Misalnya saja, tawuran terjadi di perumahan warga, maka
akan mengganggu ketenangan warga. Dan apabila tawuran terjadi di jaln
raya, akan menimbulkan macet dan pasti akan merusak properti jalan.
Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua.
Salah satu kasus yang lagi nge-booming adalah tawuran antara SMA 6 dan
SMA 70. Meskipun dari beberapa sumber berita menyebutkan bahwa tawuran
hanya berlangsung 15 menit saja, tetapi tawuran tersebut memakan satu
seorang nyawa. Dia bernama Alawy. Dia baru duduk di kelas X. Alawy
terkena
bacok
di
bagian
dada.

Sayang
sekali,
nyawanya
tak
terselamatkan saat dibawa lari menuju rumah sakit. Kasus Alawy ini
menambah panjang korban tawuran yang terjadi. Hingga bulan September
ini, dan korban yang meninggal akibat tawuran mencapai 26 orang
termasuk Alawy.
Kita semua juga sudah tahu tawuran antara SMA 6 dan SMA 70 itu sudah
menjadi warisan yang ditinggalkan dari kakak alumni yang mereka.
Seperti tidak ada rantai putus untuk mengakhiri warisan dari kakak

kelas mereka. Tetapi apakah benar tidak ada jalan lain yang digunakan
untuk mengakhiri perseteruan antar dua kelompok sekolah tersebut ?
Jika kita amati, kasus tawuran pelajar antar SMA 6 dan SMA 70 itu
hanya segelintir kasus tawuran yang terjadi di Indonesia. Pada 2011,
terjadi 139 kasus tawuran antarpelajar. Sebanyak 36 pelajar tewas
dalam serangkaian kasus tawuran tersebut. Di tahun 2012 hingga bulan
September ini, sudah terjadi 127 kasus tawuran antarpelajar. Sementara
jumlah pelajar yang tewas mencapai 26 orang.

Kemarin saja misalnya, pada tanggal 30 Agustus 2012 terjadi tawuran
antara pelajar SMKM Bogor dan SMK 39 di Klender yang juga
mengakibatkan seorang pelajar tewas. Padahal sehari sebelumnya tanggal
29 Agustus 2012 juga terjadi tawuran antara SMP 6 Buaran Klender
dengan SMA Kartika di Bintaro.
Beberapa kasus diatas adalah kasus tawuran yang terjadi pada pelajar
SMA. Belum lagi kasus para mahasiswa, yang seharusnya menjadi contoh
untuk adik-adik mereka juga tak kalah hebohnya. Beberapa hari kemarin
tepatnya tanggal 10 Oktober 2012 dalam sehari tercatat ada 2 kasus
tawuran tingkat mahasiswa. Yaitu kasus tawuran antara Fakultas Teknik
dan Fakultas Seni di Universitas Negeri Makassar (UNM) serta kasus
tawuran antara Fakultas Bahasa dan Fakultas MIPA di Sekolah Tinggi
Ilmu Keguruan (STIK) Muhammadiyah.
Apa yang terjadi dalam dunia pendidikan kita ? Ternyata tawuran para
mahasiswa pun juga ikut meramaikan catatan suram di dunia pendidikan.
Tak tanggung-tanggung, dalam peristiwa tawuran itupun juga menelan
korban jiwa. Apalagi di UNM telah ditemukan banyak senjata tajam dan
ganja di ruang-ruang kelas mereka. Dua buah motorpun dibakar hangus
sampai rusak total. Sampai-sampai rektor dari UNM membuat kebijakan
untuk meliburkan perkuliahan selama tiga hari karena takut ada insiden

susulan.
Insiden bermula saat seorang mahasiswa jurusan Teknik yang menjadi
korban hingga tewas itu duduk di area jurusan Seni. Tiba-tiba
sekelompok mahasiswa datang dan mengeroyok korban hingga raut wajahnya
hancur dan bibirnya sobek. Saat dibawa ke Rumah Sakit, nyawanya tidak
tertolong. Teman sejawat dari jurusan Teknik melakukan pembalasan
dengan datang menggunakan senjata tajam dan terjadilah baku hantam
antara dua jurusan tersebut. Insiden tersebut berlangsung sekitar 2
jam.
Di lain tempat, ada sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan yang juga
terjadi tawuran antara 2 fakultas. Herannya, Sekolah Tinggi tersebut
didirikan
untuk
mencetak
tenaga
kependidikan
alias
guru
yang
profesional. Tetapi apakah pantas seorang calon guru tersebut

berkelakuan seperti itu ?
Dari beberapa kasus tawuran diatas kita pasti berpikir. Apa sih
enaknya tawuran? Toh itu jelas merugikan semua pihak kan? Mengapa juga
para pelajar dan mahasiswa itu sering tawuran ketimbang memilih jalan

damai? Apa ada yang salah dalam dunia pendidikan di Indonesia? Dimana
peran sekolah ? Lalu, apa ada jalan untuk mencegah tawuran itu agar
tidak terulang kembali ?
Memahami arti “Tawuran”
Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “tawuran” itu dapat
diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Dalam
aplikasinya tentang kasus tawuran pelajar yang saat ini sedang ngebooming, tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang
yang sedang belajar.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja
digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja(Juvenile
Deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian dapat digolongkan
ke dalam dua jenis delikuensi yaitu delikuensi situasional dan
delikuensi sistematik.
Delikuensi Situasional yaitu perkelahian terjadi kerena adanya situasi

yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan biasanya muncul
akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara tepat.
Contohnya saja adalah tawuran di UNM, antara Fakultas Teknik dan
Fakultas Seni. Gara-gara teman mereka yaitu dari Fakultas Teknik
dihajar dan dikeroyok oleh Fakultas Seni, lalu dengan sigap teman
sejawat yang datang dari Fakultas Teknik langsung menyerbu balik
Fakultas Seni dan terjadilah baku hantam. Disini dapat dilihat, betapa
sigapnya Fakultas Teknik untuk menyerbu Fakultas Seni karena mereka
tidak berpikir panjang dan situasi tersebut mengharuskan mereka untuk
berkelahi.
Delikuensi Sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian berada di
dalam suatu organisasi tertentu atau genk. Disini ada aturan, norma,
dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti oleh anggotsnya termasuk
berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan
apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui pada
masa remaja akan cenderung sebuah genk yang mana dari pembentukan genk
inilah para remaja bebas melakukan apa saja tanpa adanya peraturanperaturan yang harus dipatuhi karena ia berada dilingkup kelompok
teman sebayanya. Contohnya pada paparan diatas, kasus tawuran pelajar
antara SMA 6 dan SMA 70. Genk terbentuk dari sekelompok remaja yang
terbiasa

berkumpul
bersama.
SMA,
adalah
salah
satu
fasilitas
terbentuknya
genk-genk
tersebut.
dan
seperti
yang
diketahui
sebelumnya, bahwa tawuran antara SMA 6 dan SMA 70 sudah merupakan
warisan yang ditinggal oleh kakak alumni mereka. Misalnya pada SMA 6,
mereka meninggalkan sesuatu yang bisa dibilang adalah aturan ataupun
hukum, bahwa sampai kapanpun musuh mereka adalah SMA 70 dan begitu
sebaliknya.
Banyak Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Tawuran


Sebagai anak muda, memang tidak puas kalau menyelesaikan masalah
dengan tawuran. Mereka enggan sekali berdamai dengan musuh mereka.
Gengsi bagi mereka lebih diutamakan. Tidak pandang bulu memang. Baik
anak yang berprestasi, rajin, bahkan anak berbakat pun juga sering
ikut tawuran. Remaja memang sulit sekali berpikir secara rasional.
Menurut teori, banyak sekali memang faktor yang menyebabkan mereka
lebih mengutamakan tawuran dibanding jalan untuk berdamai. Faktor
tersebut bisa dari dalam diri mereka(internal) dan dari luar diri
mereka(eksternal).
Faktor Internal
Faktor internal ini terjadi didalam diri individu itu sendiri yang
berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam
menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan semua pengaruh yang datang
dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak mampu
melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia
tidak dapat menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan,
ekonomi, budaya dan berbagai keberagaman lainnya yang semakin lama
semakin bermacam-macam. Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih
tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir

terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu,
ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya
perkelahian.
Mereka
biasanya
mudah
friustasi,
tidak
mudah
mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya.
Seorang remaja biasanya membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya
ditengah-tengah orang-orang sekelilingnya.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yaitu :
Faktor Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua
diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang
dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi remaja
maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang
datang dari keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga

bisa menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Suasana
keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta
hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis
bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
Salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya
orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak. Jadi disinilah
peran orangtua sebagai penunjuk jalan anaknya untuk selalu berprilaku
baik.
Faktor Sekolah
Sekolah tidak hanya untuk menjadikan
para siswa pandai secara
akademik namun juga pandai secara akhlaknya. Sekolah merupakan wadah
untuk para siswa mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah

juga bisa menjadi wadah untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini
dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran yang bermutu. Contohnya
disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki
cukup kesabaran dalam mendidik anak muruidnya akhirnya guru tersebut
menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru
oleh para siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi

seorang pendidik yang memiliki kepribadian yang baik.
Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku
remaja. Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik
akan menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan
yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para
remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya kegiatan
yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar
disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.
Tekanan Kelompok Sebaya
Tekanan kelompok sebaya berpengaruh kuat terhadap terjadinya tawuran
antar pelajar. Semua remaja pasti merasa cemas jika di tolak oleh
lingkungannya. Sehingga remaja tersebut berusaha untuk mencari
persetujuan dari kelompoknya dengan berbagai cara yang dapat di
gunakan, walaupun cara tersebut salah.
Remaja sangat peka terhadap nilai- nilai kelompok sebaya dalam
penampilan, prilaku, dan sikap. Jarang seorang remaja yang memiliki
kemauan ego yang kuat berdiri teguh, terpisah dari nilai-nilai
kelompok sebayanya. Suasana hatinya sebagian besar dari perjuangan
terus menerus untuk memenangkan peperangan itu dan untuk berada dalam
persetujuan kelompok sebayanya. Di kalangan remaja tawuran antar
pelajar biasanya di gunakan untuk menunjukkan siapa diantara mereka
yang terkuat, baik itu antara individu dan kelompok. Oleh karena itu
remaja rawan terhadap tawuran antar pelajar.
Dari beberapa faktor penyebab tawuran diatas, dapat dijabarkan lagi
menurut fakta dilapangan sekarang, yaitu :
Pendidikan Agama dinilai gagal, atau setidaknya belum mampu secara
maksimal dimanfaatkan sekolah untuk membentuk watak dan perilaku siswa
sesuai dengan harapan. Belakangan Mendikbud, Muhammad Nuh, menyatakan
akan memperbanyak penilaian aspek afektif siswa dari pada aspek
kognitifnya, semoga pernyataan ini segera dapat diwujudkan.
Tawuran disebabkan oleh kurikulum sekolah yang terlalu padat sehingga
guru hanya berpikir untuk mencapai target pengajaran, lalu lupa
memoles sisi spiritualitas dan moralitas siswa. Barangkali saat ini
orang akan mengaitkan masalah ini dengan tuntutan sertifikasi 24 jam
yang diwajibkan kepada guru. Para guru bukannya dituntut kualitas
mengajarnya, melainkan kuantitasnya. Maka tidak heran kalau kemudian
yang dipenuhi guru juga adalah aspek kuantitasnya.

Tawuran disebabkan oleh faktor lingkungan atau budaya sosial yang
tidak baik. Seperti yang disampaikan oleh wakil Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Wamendikbud), Musliar Kasim, bahwa kondisi sosial sangat
berperan dalam membentuk budaya siswa. Setidaknya demostrasi yang
sering berujung pada bentrokan, seperti yang sering dipertontonkan di
berbagai media, merupakan sesuatu yang tidak cocok untuk perkembangan
emosional remaja. Banyak sedikit mereka akan terpola dengan budaya
sosial yang tidak sehat ini dan mengemasnya dalam bentuk tawuran antar
pelajar.
Menurut pandangan para psikolog, tawuran dipicu oleh emosional para
siswa yang masih labih dan mencari jati diri. Mereka mudah terpancing
oleh stimulus negatif yang ada di sekitarnya, merasa tercabik harga
dirinya
jika
tidak
mengadakan
perlawanan
terhadap
orang
yang
merendahkannya, dan ada perasaan bangga
atau hebat jika dia mampu
membuat orang lain yang dianggap lawannya tertekan karena perlawannya.
Ada juga yang menilai bahwa tawuran boleh jadi disebabkan karena
maraknya kasus bullying di sekolah. Seperti ditegaskan Jusuf Kalla,
bullying dapat berpotensi menjadi pemicu tawuran. Ini memang benar
adanya, bullying bisa saja memunculkan dendam siswa jenior kepada
siswa senior yang boleh jadi memanfaatkan rekan-rekannya di sekolah
lain untuk melakukan balas dendam.
Penyebab tawuran adalah karena lemahnya pembinaan moral dan mentalitas
anak dalam keluarga. Bahwa pendidikan dan pembinaan akhlak dalam
keluarga kurang berjalan baik karena sebagian besar orang tua sibuk
kerja di luar rumah dari pagi sampai sore, bahkan hingga malam.
Kelupaan orang tua di rumah kemudian berdampak kepada kurangnya
perhatian kepada anak, sehingga mentalitas mereka tidak terbentuk
dengan baik.
Penyebab tawuran juga bisa dikarenakan semakin melemahnya upaya
pembentukan moral siswa oleh guru, lantaran ketakutan mereka terhadap
Undang-undang
Nomor
23
tahun
2002
tentang
perlindungan
anak.
Dampaknya, banyak guru yang terkesan membiarkan siswa yang terlihat
nakal. Akhirnya mereka ini secara moral tumbuh dan berkembang menjadi
sosok yang mudah terseret berbagai kasus penyimpangan.
Dengan adanya faktor-faktor yang cukup jelas tersebut, memungkinkan
bahwa remaja sangat sulit untuk move on dari yang namanya “tawuran”.
Tapi jika kita berpikir ulang, dimana peran sekolah ? Pendidikan
karakter yang selama ini digembar-gemborkan oleh semua pihak lembaga
akademisi gigit jari dengan maraknya tawuran yang saat ini terjadi.
Terbukti sekarang, kebijakan pemerintah tentang pendidikan dinilai
gagal. Pemerintah selalu mengedepankan aspek akademik bagi peserta
didik. Semua potensi pendidikan hanya diarahkan untuk mengejar nilai
ujian. Pendidikan karakter yang diberikan rasanya hanya sebagai angin
lalu saja. Tak ada manfaatnya jika pemerintah masih bersikuku seperti
itu.

Banyak fakta dilapangan, misalnya ada anak yang mendapat nilai jelek
pada waktu ujian, pasti dia akan menerima cap bahwa dia “bodoh”.
Sehingga pada implikasinya, mereka bisa melampiaskan dengan emosi
semata. Sekarang kita memetik kebijakan pemerintah yang selama ini
dibuat. Memetik hasil buah yang pahit.
Para remaja yang harusnya menjadi generasi muda tidak lagi bisa
diandalkan. Pasalnya saja, mereka harusnya bertindak sebagai pemersatu
bangsa, bahasa dan budaya bangsa kita. tetapi pada kenyataanya mereka
malah membudayakan aksi tawuran. Sungguh ironis sekali.
Peran Sekolah
Sekolah
sebagai
tempat
menimba
ilmu.
Sekolah
sebagai
tempat
bersosialisasi, dan sebagai pemahaman terhadap lintas budaya. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal, ke depan diharapkan agar lebih
mengedepankan pembentukan moral, di samping pembentukan intelektual.
Banyak terjadi, bahwa dengan adanya UU terhadap perlindungan anak dan
pelanggaran HAM, guru enggan menegakkan kedisiplinan siswa. Misalnya
saja, ada anak yang terlambat masuk sekolah hanya dibiarkan saja.
Tanpa adanya hukuman walaupun itu ringan. Dulu, kedisiplinan sangat
ditegakkan. Guru menjewer anak didiknya, menyuruh siswa berdiri di
depan kelas adalah hal yang sangat biasa. Tetapi sekarang, guru hanya
menjewer anak didiknya pun harus terkena kasus hukum lantaran
penegakan
UU
Perlindungan
Anak.
Lalu
bagaimana
cara
guru
mendisiplinkan anak didiknya ?
Mungkin hal tersebut harus menjadi renungan bagi pemerintah. Memang
perlu dikaji ulang, apakah ketentuan, peraturan dan kebijakan yang
selama ini di buat mempunyai dampak positif terhadap moral pendidikan
anak bangsa ?
Sekolah bisa lebih meningkatkan lagi pemahaman tentang lintas budaya.
Karena dengan adanya lintas budaya, maka para siswa tersebut bisa
melakukan interaksi sosial dengan kelompok lain. Penanaman pemahaman
lintas
budaya
yang
benar,
maka
akan
meminimalisir
terjadinya
bentrokan, tawuran antar sesama pelajar, karena dalamnya terdapat
cara-cara bersosialisisasi yang baik antara kelompok lain.
Selain itu, ada beberapa cara yang dilakukan sekolah dalam berperan
mencegah tawuran anak didiknya tersebut. Cara-cara itu antara lain :
Meneyelanggararakan kurikulum Pendidikan yang baik adalah yang bisa
mengembangkan
secara
seimbang
tiga
potensi,
yaitu
berpikir,
berestetika, dan berkeyakinan kepada Tuhan.
Sekolah yang siswanya terlibat tawuran perlu menjalin komunikasi dan
koordinasi
yang
terpadu
untuk
bersama-sama
mengembangkan
pola
penanggulangan
dan
penanganan
kasus.
Ada
abaiknya
diadakan
pertandingan atau cara kesenian bersama di antara sekolah-sekolah yang
secara “tradisional bermusuhan itu”

Memberikan pendidikan moral yang lebih untuk para pelajar, karena
sejatinya guru bukan hanya mengajar pengetahuan kepada para siswa
melainkan juga mendidik moral dan kelakuan para siswanya.
Menghadirkan seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar,
seperti hadirnya seorang guru, orang tua, teman sebaya yang dapat
mengarahkan para pelajar untuk selalu bersikap baik.
Memberikan perhatian lebih untuk para pelajar remaja yang sebenarnya
dalam proses pencarian jati diri.
Memfasilitasi pelajar baik dilingkungan rumah atau dilingkungan
sekolah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat diwaktu
luangnya. Contohnya seperti membentuk ikatan remaja masjid atau karang
taruna dan membuat acara-acara yang bermanfaat, mewajibkan setiap
siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuker di sekolahnya.
Meminimalisir Tawuran
Kita memang tahu, mencegah atau menghentikan aksi tawuran memang
sangat sulit sekali, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan
tetapi,
setidaknya
tawuran
itu
dapat
diminimalisir.
Upaya
meminilamisir tawuran dapat mencegah rentetan kasus tawuran dan
mencegah adanya koraban berjatuhan lagi.
Siapa yang dapat meminimalisir tawuran ? pasti jawabannya dari diri
mereka sendiri. Kalau diri mereka sadar akan sanga meruginya tawuran
itu, pasti mereka tidak akan melakukannya. Lalu, siapa yang bertugas
untuk menyadarkannya ? disini keluargalah yang paling penting untuk
memberikan kontrol diri bagi siswa selain sekolah. Dibawah ini adalah
cara-cara untuk mencegah atau setidaknya meminimalisir tindakan
tawuran itu.
Dalam lingkungan keluarga :
Mengasuh anak yang baik, penuh kasih sayang.
Menanamkan kedisiplinan yang baik.
Mengajarkan hal yang baik dan buruk.
Mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung jawab.
Mengembangkan harg diri anak, mengahrgai jika berbuat atau mencapai
prestasi tertentu.
Menciptakan suasana yang hangat dan bersahabat. Hal ini dapat membuat
anak rindu untuk pulang ke rumah
Meluangkan waktu yang lebih bersama keluarga
Orang tua tidak menjadi contoh yang baik dengan menunjukkan perilaku
agresif seperti memukul, mneghina dan mencemooh.
Memperkuat kehidupan beragama.
Memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Melakukan pembatasan dalam menonton adegan film yang terdapat tindakan
kekerasannya dan melakukan pemilahan permainan video game yang cocok
dengan usianya.

Orang tua menciptakan suasana demokratis dalam keluarga, sehingga anak
memiliki keterampilan sosial yang baik. karena kegagalam remaja dalam
emngasai keterapilan sosial akan menyebabkan ia sulit menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri,
dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku normatif(misalnya
sosial dan anti-sosial). Bahkan lebih ekstrim bisa menyebabkan
terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal,
tindakan kekerasan dsb.
Peran LSM dan Aparat Kepolisian
LSM disini melakukan kegiatan penyuluhan di sekolah-sekolah mengenai
dampak dan upaya yang perlu dilakukan agar dapat menanggulangi
tawuran. Aparat kepolisian juga andil dalam menganggukangi tawuran
dengan cara menempatkan petugas di daerah rawan dan melakukan razia
terhadap siswa yang membawa senjata tajam.
Melalui beberapa serentetan cara diatas, berharap tawuran pelajar yang
sekarang lagi ngebooming dapat di mininalisir.
REFERENSI
Buchori. 1985. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Aksara Baru
http://news.liputan6.com/read/443891/dua-mahasiswa-tewas-dalamtawuran-di-makassar (13 Oktober 2012 - 21:46)
http://psikologi-online.com/selamat-datang (19 Oktober 2012 - 20:31)
http://www.lintasgayo.com/29166/menyoal-tawuran.html (19 Oktober 2012
- 20:39)
http://www.antarakalbar.com/berita/306676/tawuran-pelajar-buktikegagalan-kebijakan-pendidikan (13 Oktober 2012 - 21:50)

sumber :
http://ephuandaa.blogspot.co.id/2012/11/paper-ilmiah-tawuranpelajar_3666.html?m=1