KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN DAMPAK INTRODU

Prosiding

FNPKSI-V
KNV 15

KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN DAMPAK INTRODUKSI IKAN KACA
(Parambassis siamensis, Fowler 1937) DI DANAU TOBA
Dimas Angga Hedianto1) dan Endi Setiadi Kartamihardja2)
2)

1)
Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan
e-mail: dimas_brpsi@yahoo.com

ABSTRAK
Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan jenis ikan endemik Danau Singkarak yang berhasil
diintroduksi ke Danau Toba pada tahun 2003. Produksinya terus meningkat sepanjang tahun, hingga
puncaknya pada tahun 2012. Pada pertengahan tahun 2013, terjadi fenomena menarik dimana populasi
ikan bilih menurun tajam diikuti oleh peningkatan populasi ikan kaca (Parambassis siamensis) yang tidak
ekonomis dan berdampak negatif terhadap aktivitas nelayan sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk

mengkaji dampak kemunculan ikan kaca di Danau Toba melalui analisis beberapa aspek biologinya.
Data diperoleh dari hasil tangkapan nelayan menggunakan alat tangkap sulangat (lift-nets) pada bulan
Agustus 2014. Ikan kaca yang dianalisis memiliki kisaran panjang total antara 3,4 - 5,9 cm dengan berat
0,47 - 3,36 gram sebanyak 595 ekor. Ikan kaca memiliki pola pertumbuhan alometrik positif (p < 0,05)
yang tergolong omnivora cenderung karnivora (tingkat trofik 3,20 Β± 0,29) dengan makanan utama berupa
zooplankton (kelas Copepoda; jenis Cyclops sp.) (Ii = 86,41), makanan pelengkap berupa telur ikan
(Ii = 13,01), dan makanan tambahan berupa Insecta (Ii = 0,55), larva Insecta (Ii = 0,01), detritus
(Ii = 0,01), fitoplankton (Ii = 0,003) dan tumbuhan (Ii = 0,001). Ukuran ikan kaca jantan dan betina pada
saat 50% populasi matang gonad (L50) adalah 4,4 cm, nisbah kelamin 1 : 0,9 dengan fekunditas berkisar
antara 102 - 2.876 butir (diameter telur 0,15 - 1,23 mm) dengan tipe pemijahan bersifat total spawner.
Kemunculan ikan kaca di Danau Toba menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan populasi ikan
bilih melalui proses predasi telur ikan bilih yang telah dipijahkan ke perairan. Proses reproduksi yang
berlangsung cepat menjadikan populasi ikan kaca meningkat dalam waktu relatif singkat. Introduksi ikan
kaca di Danau Toba termasuk invasif karena bersifat negatif terhadap aspek ekologi dan ekonomi.

Kata kunci: ikan kaca, Parambassis siamensis, introduksi, invasif, Danau Toba
PENDAHULUAN
Danau Toba merupakan danau terluas
di Indonesia yang terletak di Propinsi
Sumatera Utara, terbentuk akibat karena

proses
vulcanotektonis
dengan
luas
permukaan 112.790 ha dan kedalaman
maksimum 530 m (Kartamihardja & Sarnita,
2010). Danau Toba dimanfaatkan oleh
banyak sektor, baik pariwisata, energi,
perhubungan dan perikanan. Kegiatan
perikanan
yang
berkembang
adalah
perikanan tangkap dan perikanan budidaya
di keramba jaring apung. Upaya pengelolaan
perikanan di Danau Toba telah banyak
dilakukan, khususnya untuk mendukung

FNPKSI - V


perikanan tangkap dimana salah satunya
adalah dengan cara introduksi jenis ikan
tertentu (Krismono & Sarnita, 2003).
Pada tahun 2003, ikan bilih
(Mystacoleucus
padangensis)
yang
merupakan jenis ikan endemik Danau
Singkarak berhasil diintroduksi ke Danau
Toba. Tujuan introduksi ikan bilih, selain
sebagai salah satu upaya konservasi
karena populasi ikan tersebut di habitat
aslinya mulai menurun, juga sebagai upaya
peningkatan produksi ikan di perairan umum
daratan (Kartamihardja & Purnomo, 2006).
Sejak diintroduksikan, kegiatan perikanan
tangkap ikan bilih telah menyerap banyak
tenaga kerja seperti nelayan, pengumpul,

139


Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

bersifat tidak ekonomis. Hal ini disebabkan
karena ikan tersebut memiliki duri dorsal dan
anal yang cukup tajam sehingga kurang
disukai sebagai ikan dikonsumsi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji dampak
kemunculan ikan kaca di Danau Toba melalui
analisis beberapa aspek biologinya.

pedagang, pengolah dan pemasaran hasil
serta berdampak positif terhadap ekonomi
dan sosial masyarakat sekitar Danau Toba
(Koeshendrajana, 2011). Puncaknya pada
tahun 2012, produksi tangkapan ikan bilih
di Danau Toba mencapai 45.000 ton
(Kartamihardja et al., 2013).
Pada pertengahan tahun 2013, terjadi
fenomena menarik dimana populasi ikan bilih

menurun tajam diikuti oleh peningkatan
populasi ikan kaca (Parambassis siamensis;
famili Ambassidae). Masuknya ikan kaca di
Danau Toba tergolong introduksi yang
bersifat tidak disengaja (unintentional
introduction) dan belum diketahui asal serta
cara masuknya ke perairan Danau Toba.
Perbandingan hasil tangkapan ikan bilih
dan ikan kaca menggunakan alat tangkat
sulangat (lift-nets) berkisar antara 1 : 5 sampai
1 : 16. Jika total tangkapan sulangat/malam
sebesar 50 kg, maka terdiri dari 3 kg ikan bilih
dan 47 kg ikan kaca. Hal ini sangat merugikan
nelayan dikarenakan ikan kaca cenderung

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Danau Toba,
Sumatera Utara pada bulan Agustus 2014
sebagai respon untuk mengetahui fenomena

kemunculan ikan kaca secara tiba-tiba
yang diikuti penurunan produksi ikan bilih
secara signifikan. Pengambilan ikan contoh
dilakukan di tiga lokasi yang merupakan
sentra produksi ikan bilih dimana saat ini
berganti menjadi ikan kaca yang meliputi:
(1)Ajibata (Kab. Simalungun), (2) Pangururan
(Kab. Samosir) dan (3) Tarabunga (Kab. Toba
Samosir) (Gambar 1).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Danau Toba

140

KNV 15

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

Pengumpulan Data


Analisis Data

Ikan contoh didapatkan dari hasil
tangkapan nelayan menggunakan alat
tangkap
sulangat
(liftt-nets)
yang
dioperasikan pada malam hari dengan
ukuran mata jaring < 1 inci. Identifikasi
jenis ikan didasarkan pada Kottelat et al.
(1993) dan situs Fishbase (Froese & Pauly,
2014). Ikan yang tertangkap diukur
panjang totalnya menggunakan papan
ukur dengan ketelitian 0,1 cm dan ditimbang
bobot tubuhnya menggunakan timbangan
digital dengan ketelitian 0,01 gram.
Ikan contoh kemudian dibedah
untuk diambil saluran pencernaan dan
gonadnya. Saluran pencernaan yang

diambil dimulai dari oesophagus hingga
anus. Sampel saluran pencernaan dan
gonad diawetkan menggunakan larutan
formalin 5%, kemudian dimasukkan
dalam plastik sampel dan diberi label.
Penentuan jenis kelamin berdasarkan ciri
reproduksi primer atau ditentukan melalui
organ reproduksinya dengan pembedahan.
Pengukuran diameter telur dilakukan
terhadap 300 butir telur dari masing-masing
bagian gonada (anterior, median dan
posterior) (Setyobudiandi et al., 2009).
Pengukuran diameter telur menggunakan
mikroskop binokuler pada perbesaran
10 x 4 yang dilengkapi mikrometer okuler.
Identifikasi jenis pakan alami diamati
menggunakan
mikroskop
binokuler
(makanan berukuran mikro) dan mikroskop

stereo (makanan berukuran makro) yang
mengacu pada Needham & Needham
(1963), Edmonson (1978) dan Quigley
(1977). Analisis jenis pakan alami dan
reproduksi ikan dilakukan di Laboratorium
Biologi Balai Penelitian Pemulihan dan
Konservasi Sumberdaya Ikan.

Hubungan panjang dan berat ikan
dianalisis menggunakan persamaan sebagai
berikut:

W = aLb .......................(1)
Keterangan:
W
= berat tubuh ikan (gram)
L
= panjang total ikan (cm)
a dan b = konstanta


Nilai konstanta b yang diperoleh dari
persamaan di atas diuji menggunakan uji t
(Zar, 1999). Apabila hasil uji didapat nilai
b = 3, maka pola pertumbuhan bersifat
isometrik. Apabila nilai b β‰  3, maka pola
pertumbuhan bersifat alometrik, jika b > 3
maka bersifat alometrik positif, sedangkan
jika b < 3 maka bersifat alometrik negatif
(Effendie, 1979).
Komposisi
makanan
dianalisis
menggunakan indeks bagian terbesar
(Indeks of Preponderance) (Natarajan &
Jhingran, 1961) dengan persamaan:

𝐼𝑖 =

(𝑉𝑖. 𝑂𝑖)
x 100 ................(2)

𝑛
𝑖 (𝑉𝑖. 𝑂𝑖)

Keterangan:
Ii = Indeks bagian terbesar (index of
preponderance)
Vi = Persentase volume makanan ikan jenis ke-i
Oi = Persentase frekuensi kejadian makanan
jenis ke-i
n = Jumlah organisme makanan ikan (i =
1,2,3,...n)

Penentuan tingkat trofik ikan contoh
didasarkan pada komposisi makanan dan
tingkat trofik dari fraksi pakan alami (prey)
yang dimanfaatkan oleh ikan contoh.
Analisis penentuan nilai tingkat trofik
menggunakan perangkat lunak TrophLab2K
(Christensen & Pauly, 1992; Pauly et al.,
1998):

KNV 15

141

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

Troph = 1 +

𝐺
𝑗 =1

ditentukan menggunakan gabungan dari
metode gravimetrik dan metode sub contoh
(Bagenal & Braum, 1978; Efendie, 1979)
dengan persamaan:

𝐷𝐢𝑖𝑗 βˆ— Troph𝑗 .........(3)

Keterangan:
Troph = Tingkat trofik jenis ikan
DCij
= Fraksi mangsa (prey) ke-i yang
dimanfaatkan ikan ke-j
Trophj = Tingkat trofik mangsa ke-j
G
= Jumlah kelompok mangsa yang
dimanfaatkan ikan ke-j

F=

........................ (5)

Keterangan:
F = Fekunditas (butir)
X = Jumlah telur dalam sebagian kecil dari
sampel gonad (butir)
G = Berat seluruh sampel gonad (gram)
Q = Berat sebagian kecil dari sampel sampel
gonad (gram)

Pendugaan ukuran panjang ikan pada
saat 50% populasi matang gonad (L50)
digunakan metode kurva logistik (King,
2012) dengan persamaan berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

P = 1/(1+exp[-r (L-Lc)]) ......... (4)

Sebaran Frekuensi
Panjang-Berat

Keterangan:
P = Probabilitas dari ukuran rata-rata ikan
tertangkap/matang gonad
r = slope
L = Panjang ikan
Lc = intercept atau (-slope)

Panjang Total (cm)
Gambar 2. Frekuensi sebaran panjang ikan kaca di Danau Toba

KNV 15

5,8 - 6,0

5,6 - 5,8

5,4 - 5,6

5,2 - 5,4

5,0 - 5,2

4,8 - 5,0

4,6 - 4,8

4,4 - 4,6

4,2 - 4,4

4,0 - 4,2

3,8 - 4,0

3,6 - 3,8

18.0
16.0
14.0
12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0

3,4 - 3,6

Frekuensi (%)

Hubungan

Ikan kaca yang dianalisis pada
penelitian ini berjumlah 595 ekor dengan
kisaran panjang total antara 3,4 - 5,9 cm
(rata-rata 4,6 cm) dengan berat tubuh
sebesar 0,47 - 3,36 gram (rata-rata 1,49
gram). Sebaran frekuensi panjang dari
ikan kaca di Danau Toba tersaji pada
Gambar 2.

Fekunditas
total
atau
mutlak
didefinisikan sebagai jumlah telur yang
terdapat dalam ovari ikan betina yang sudah
matang
(mature)
(Nikolsky,
1963),

142

dan

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

Hubungan
panjang-berat
dapat
memprediksi
status
nutrien
yang
dimanfaatkan oleh ikan melalui tampilan
pertumbuhan, dengan asumsi bahwa ikan
yang memiliki berat lebih besar daripada
ukuran panjang tertentu berada pada
kondisi yang lebih baik. Kondisi tersebut
pada akhirnya dapat menggambarkan
kesehatan dan indikator keberlanjutan
populasi suatu jenis ikan di alam. (Jones
et al., 1999). Dengan kata lain, pola
pertumbuhan alometrik positif ikan kaca
di Danau Toba berada pada kondisi yang
baik dan sebagai indikator bahwa
populasinya berada pada kondisi stabil.
Menurut Effendie (1979), faktor
yang mempengaruhi pola pertumbuhan
ikan adalah ukuran, makanan, suhu dan
lingkungan. Lebih lanjut, makanan dan
suhu air adalah faktor yang paling
mempengaruhi pola pertumbuhan ikan
(Effendie, 1997). Ikan kaca di Perairan
Nong Lang Sai (Thailand) memiliki
pola pertumbuhan isometrik (b = 2,952)
(Soontornprasit, 2015). Jenis ikan kaca
Ambasidae (Asiatic glassfishes) lainnya,
yaitu Parambassis ranga di India
memiliki pola pertumbuhan alometrik
negatif (Mahapatra et al., 2014), sedangkan
Chanda nama di Sungai Brahmaputra,
Bangladesh memiliki pola pertumbuhan
alometrik positif (Aktar, 2012).

Sebaran frekuensi panjang ikan
kaca menunjukkan adanya satu modus
pada selang panjang total antara 4,4 - 4,6 cm
sebesar 15,80%. Ukuran rata-rata ikan
kaca yang tertangkap didapat pada
ukuran 4,6 cm dengan berat tubuh ratarata sebesar 1,49 gram). Menurut Froese
& Pauly (2014), ikan kaca memiliki
panjang maksimum 6 cmSL. Ukuran
maksimum ikan ini di Sungai Mekong
(Kamboja) juga mencapai 6,0 cmSL
(Termvidchakorn & Hortle, 2013), di
Perairan Nang Lang Sai (Thailand)
bahkan
dapat
mencapai
9,4
cm
(Soontornprasit, 2015), sedangkan di Laos
sebesar 5,0 cmSL (Morioka et al., 2011).
Ikan kaca di Waduk Cirata, Jawa Barat
memiliki panjang total dan berat tubuh
rata-rata sebesar 5,0 cm dan 1,5 gram
(Satria et al., 1994).
Analisis hubungan panjang-berat
ikan kaca dilakukan pada 590 ekor ikan.
Hubungan panjang-berat ikan kaca di
Danau
Toba
mengikuti
persamaan
W = 0,01L3,09 (Gambar 3). Hasil uji-t
terhadap nilai b diperoleh thitung > ttabel
(P < 0,05) atau dengan kata lain pola
pertumbuhan ikan kaca bersifat alometrik.
Nilai b > 3 menunjukkan bahwa pola
pertumbuhan bersifat alometrik positif
yang berarti pertumbuhan bobot lebih
cepat daripada pertumbuhan panjangnya.
4.0
Berat Tubuh (gram)

3.5

W= 0,01L3,09
RΒ² = 0,90
n = 590

3.0

2.5
2.0
1.5
1.0

0.5
0.0
0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

Panjang Total (cm)

Gambar 3. Hubungan panjang-berat ikan kaca di Danau Toba

KNV 15

143

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

sebagai makanan utamanya (Satria et al.,
1994).

Kebiasaan Makanan dan Tingkat Trofik
Analisis kebiasaan makanan ikan
dilakukan pada 200 ekor sampel, dimana
93,5% berada pada kondisi lambung berisi.
Hal ini mengindikasikan bahwa ikan
yang tertangkap berada dalam fase waktu
aktif makan, yaitu malam hari. Ikan kaca
di Danau Toba memanfaatkan tujuh
kelompok pakan alami, yaitu berupa
fitoplankton,
zooplankton,
tumbuhan
(makrofita), Insecta, larva Insecta, telur
ikan dan detritus (Tabel 1).
Ikan kaca memanfaatkan zooplankton
sebagai makanan utama, terutama dari
kelas Copepoda (spesies dominan adalah
Cyclops sp.) (Ii = 86,41), makanan
pelengkap berupa telur ikan (Ii = 13,01),
sedangkan makanan tambahan berupa
Insecta (Ii = 0,55), larva Insecta (Ii = 0,01),
detritus (Ii = 0,01), fitoplankton (Ii = 0,003)
dan tumbuhan (Ii = 0,001) (Tabel 1).
Berdasarkan komposisi pakan alaminya
secara keseluruhan, ikan kaca memiliki
tingkat trofik sebesar 3,20 Β± 0,29 atau
masuk dalam kategori sebagai ikan
omnivora
yang
cenderung
bersifat
karrnivora (Stergiou &. Karpouzi, 2002).
Menurut Froese & Pauly (2014),
tingkat trofik ikan kaca adalah sebesar
3,30 Β± 0,5. Di Sungai Mekong (Kamboja)
yang merupakan salah satu lokasi
alaminya,
ikan
kaca
memanfaatkan
zooplankton dan larva insekta sebagai
makanan utamanya (Okutsu et al., 2011).
Di Danau Sun Moon (Taiwan), ikan kaca
memanfaatkan ikan (prey) dan
larva
serangga (Chironomidae) sebagai makanan
utama, sedangkan telur ikan dimanfaatkan
sebagai makanan pelengkap (Chen & Kuo,
2009). Di Waduk Cirata, ikan kaca
memanfaatkan
plankton
dan
detritus

144

Tabel 1. Komposisi pakan alami yang
dimanfaatkan ikan kaca di Danau
Toba
Indeks
Preponderance (Ii)
0,003
0,0004
4,3E-05
0,0003
0,0001
0,0015
0,0002
9,5E-06
0,0010
0,0001
0,0002
0,0010
0,0010

No.

Jenis Pakan Alami

1.

Fitoplankton
Chlorophyceae
Ankisthrodesmus sp.
Mougeotia sp.
Spyrogira sp.
Bacillariophyceae
Cymbella sp.
Frustulia sp.
Mastogloia sp.
Nitzschia sp.
Pinnularia sp.
Dinophyceae
Peridinium sp.

2.

Zooplankton
Rotifera
Trichocerca sp.
Cladocera
Bosmina sp.
Ceriodaphnia sp.
Moina sp.
Copepoda
Cyclops sp.
Tumbuhan
(Makrofita)
Insecta (Serangga)
Larva Insecta
Chironomus sp.

86,41
0,01
0,01
0,12
0,12
0,002
0,01
86,28
86,28

Telur Ikan
Detritus

13,01
0,01

3.
4.
5.
6.
7.

0,001
0,55
0,01
0,01

Analisis kebiasaan makanan ikan
kaca berdasarkan ukuran panjang tubuh
menunjukkan bahwa zooplankton (terutama
jenis Cyclops sp.) dan telur ikan adalah
jenis pakan alami yang dimanfaatkan
sebagai makanan utama dan atau

KNV 15

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

tingkat trofik ikan kaca pada berbagai
ukuran tergolong omnivora cenderung
karnivora (Stergiou &. Karpouzi, 2002).

100

Detritus
Telur Ikan

80

Larva Insecta
60

Insecta

40

Tumbuhan

20

Zooplankton

Fitoplankton
0

3,4-3,6
3,6-3,8
3,8-4,0
4,0-4,2
4,2-4,4
4,4-4,6
4,6-4,8
4,8-5,0
5,0-5,2
5,2-5,4
5,4-5,6
5,6-5,8
5,8-6,0

Index of Preponderance

pelengkap (Gambar 4). Tingkat trofik
cenderung menurun seiring peningkatan
panjang tubuh, berkisar antara 3,10 Β± 0,30 –
3,87 Β± 0,63 (Gambar 5). Seluruh nilai

Panjang Total (cm)

Gambar 4. Kebiasaan makanan ikan kaca berdasarkan ukuran panjang tubuh

5.0
Tingkat Trofik

4.5
4.0
3.5

3.0
2.5
5,8-6,0

5,6-5,8

5,4-5,6

5,2-5,4

5,0-5,2

4,8-5,0

4,6-4,8

4,4-4,6

4,2-4,4

4,0-4,2

3,8-4,0

3,6-3,8

3,4-3,6

2.0

Selang Kelas (cm)
Gambar 5. Tingkat trofik ikan kaca berdasarkan ukuran panjang tubuh

Komposisi
makanan
yang
dimanfaatkan oleh ikan kaca menurut
jenis kelamin (Gambar 6) dan lokasi
penelitian (Gambar 7) menunjukkan pola
kemiripan yang sama, yaitu zooplankton
(Cyclops sp.) dan telur ikan yang
dimanfaatkan sebagai makanan utama dan
pelengkap. Hanya ikan kaca di lokasi

penelitian di Pangururan (Kab. Samosir)
saja yang memiliki komposisi makanan
utama berbeda, yaitu memanfaatkan
insecta dengan makanan pelengkap berupa
telur ikan. Kesamaan komposisi makanan
ikan kaca berdasarkan lokasi penelitian
yang berbeda adalah telur ikan yang
dimanfaatkan sebagai makanan pelengkap.

KNV 15

145

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

Detritus

Telur Ikan

Index of Preponderance

100

Larva Insecta

80

Insecta
60

Tumbuhan
Zooplankton

40

Fitoplankton
20
0

Jantan

Betina

Gambar 6. Kebiasaan makanan ikan kaca berdasarkan jenis kelamin

Detritus
Index of Preponderance

100

Telur Ikan
Larva Insecta

80

Insecta
60

Tumbuhan

40

Zooplankton
Fitoplankton

20
0
Pangururan

Ajibata

Tarabunga

Gambar 7. Kebiasaan makanan ikan kaca berdasarkan lokasi penelitian

yang nyata, terutama untuk pakan alami
dalam kategori sebagai makanan utama.
Hal ini mirip dengan ikan kaca di Danau
Sun Moon, Taiwan dimana jenis makanan
utama yang dimanfaatkan berdasarkan
jenis kelamin, perubahan ukuran bahkan
musim tidak terjadi perubahan signifikan
(Chen & Kuo, 2009).

Adanya perbedaan makanan utama
dari ikan kaca berdasarkan lokasi penelitian
menunjukkan adanya makanan pengganti
bagi ikan kaca. Hal ini menunjukkan
bahwa ikan kaca mampu beradaptasi
dengan baik apabila terjadi pada pakan
alami di alam. Komposisi pakan alami yang
dimanfaatkan oleh ikan kaca berdasarkan
jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan

146

KNV 15

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

Menurut Termvidchakorn & Hortle
(2013), ikan kaca pada dasarnya termasuk
ikan mesopelagis yang bersifat karnivor
meskipun berukuran relatif kecil dengan
makanan utama berupa invertebrata air
dan zooplankton. Adanya telur ikan dalam
lambung ikan kaca menunjukkan bahwa
telur yang dimakan adalah jenis telur
melayang/terapung karena ikan kaca
termasuk ikan pelagis. Struktur komunitas
ikan di Danau Toba berdasarkan penelitian
dari Kartamihardja & Purnomo (2006) dan
Tarigan et al. (2013) menunjukkan bahwa
jenis ikan yang memiliki pola pemijahan
bukan pengasuh (non guarder), tipe telur
melayang dengan populasi tinggi adalah
ikan bilih.
Telur ikan bilih yang telah dibuahi
berwarna transparan dan tenggelam di dasar
sungai (di kerikil atau pasir), kemudian
hanyut terbawa arus air masuk ke danau
dengan puncak pemijahan dimulai tengah
malah hingga pagi hari (Kartamihardja &
Purnomo, 2006). Hal ini berbanding lurus
dimana ikan kaca aktif makan pada
malam hari (nokturnal) berdasarkan
kondisi lambung berisi yang didapatkan
pada penelitian ini. Oleh karena itu, besar
kemungkinan bahwa telur ikan yang
dimanfaatkan oleh ikan kaca adalah telur
ikan bilih yang bersifat melayang. Ukuran
telur yang ditemukan di lambung ikan
kaca memiliki ukuran diameter antara
0,2 - 0,8 mm berwarna transparan (Gambar 8).

Gambar 8. Contoh telur yang terdapat pada
lambung ikan kaca di Danau Toba

Fenomena penurunan populasi ikan
bilih disertai kemunculan ikan kaca ini
mirip
dengan
fenomena
penurunan
populasi β€œkilli fish” (Hemiculter leucisculus;
famili Cyprinidae dengan ukuran tubuh
hampir sama dengan ikan bilih) di Danau
Sun Moon, Taiwan pada tahun 2005 - 2006
(Lai, 2006). Penurunan populasi Hemiculter
leucisculus terjadi karena proses predasi
telur ikan tersebut yang telah dibuahi
dan dibuang ke perairan oleh ikan kaca.
Hal ini terjadi karena sifat telur ikan
Hemiculter leucisculus yang melayang di
perairan. Sifat ikan kaca yang suka
bergerombol akan memudahkan ikan ini
memakan telur ikan yang melayang
dalam waktu yang relatif singkat.
Persentase telur ikan yang dimanfaatkan
oleh ikan kaca meningkat pada saat
musim panas dan menurun saat musim
dingin (Chen & Kuo, 2009). Berdasarkan
aspek kebiasaan makanannya, ikan kaca
menjadi salah satu penyebab terjadinya
penurunan populasi ikan bilih melalui
proses predasi telur ikan bilih yang telah
dipijahkan ke perairan. Lebih lanjut,
proses predasi tersebut berdampak pada
terganggunya rekrutmen alami ikan bilih
di Danau Toba sehingga populasinya
menurun.

KNV 15

147

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

kaca di Perairan Nong Lang Sai, Thailand
adalah sebesar 7,03 cm. Nilai L50 tersebut
lebih besar daripada di Danau Toba,
karena ukuran maksimal ikan kaca
yang
tertangkap
sebesar
9,4
cm
(Soontornprasit, 2015).

Aspek Reproduksi

Probabilitas

Ukuran ikan kaca jantan dan betina
pada saat 50% populasi matang gonad
(L50) adalah 4,4 cm (Gambar 9). Pada
ukuran
tersebut
didapatkan
sekitar
35,3% berada di bawah nilai L50 dari
total tangkapan. Nilai L50 untuk ikan
1.0
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0

Jantan

Betina

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

Panjang Total (cm)

Gambar 9. Ukuran ikan kaca jantan dan betina pada saat 50% populasi matang gonad (L50)

ikan akan mengeluarkan telurnya sekaligus
bersamaan pada satu musim pemijahan.
Lebih lanjut, menurut Morioka et al. (2011),
ikan kaca termasuk single spawner,
yaitu jenis ikan yang hanya satu kali
melakukan pemijahan dalam seumur
hidupnya.

Nisbah kelamin ikan kaca di Danau
Toba berada pada keadaan seimbang,
yaitu 1 : 0,9. Fekunditas ikan kaca berkisar
antara 102 - 2.876 butir, diameter telur
0,15 - 1,23 mm (Gambar 10). Berdasarkan
sebaran diameter telurnya, ikan kaca
memiliki tipe pemijahan bersifat total
spawner atau pemijahan serempak dimana

Frekuensi (%)

50

40
30
20
10

0,15-0,20
0,20-0,25
0,25-0,30
0,30-0,35
0,35-0,40
0,40-0,45
0,45-0,50
0,50-0,55
0,55-0,60
0,60-0,65
0,65-0,70
0,70-0,75
0,75-0,80
0,80-0,85
0,85-0,90
0,90-0,95
0,95-1,00
1,00-1,05
1,05-1,10
1,10-1,15
1,15-1,20

0

Diameter Telur (mm)

Gambar 10. Sebaran diameter telur ikan kaca di Danau Toba

148

KNV 15

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

Life cycle ikan kaca tergolong
memiliki pertumbuhan yang sangat cepat,
dimana hanya dalam waktu 35 hari dapat
mencapai ukuran 3,5 cm dan telah mampu
memijah (Termvidchakorn & Hortle, 2013).
Di Danau Toba, ikan kaca pada ukuran
3,5 cm, baik ikan jantan maupun betina,
ditemukan pada kondisi awal matang
gonad (TKG III). Tingkat adaptasi ikan
kaca terhadap perairan sangat tinggi,
mampu hidup di perairan tropis dan
subtropis. Di Waduk Haebaru (Jepang),
ikan kaca invasif jenis Parambassis ranga
berkembang pesat dan dapat beradaptasi
di perairan subtropis dimana pada umur
satu tahun telah matang gonad dengan
panjang standar 2,7 cm (Ishikawa &
Tachihara, 2011). Ikan kaca mampu
tumbuh dengan cepat dan memiliki
umur yang pendek sehingga proses
reproduksi
dan rekrutmen berlangsung
cepat (Morioka et al., 2011; Okutsu et al.,
2011). Pertambahan suhu air akan
meningkatkan kecepatan pertumbuhan
ikan kaca di alam (Okutsu et al., 2011).
Masuknya ikan kaca yang ke
Danau Sun Moon di Taiwan berasal dari
ikan hias yang sudah dimasukkan dalam
jenis ikan asing invasif (invasive alien
fishes). Hal tersebut bisa saja mirip dengan
cara introduksi ikan kaca di Danau
Toba. Di beberapa negara, ikan kaca
dikategorikan sebagai ikan asing invasif
yang memerlukan adanya perhatian
khusus untuk pengendalian populasinya
agar tidak merugikan komunitas ikan asli,
seperti di Singapura (Ng & Tan, 2013)
dan Taiwan (Lai, 2006; Chen & Kuo, 2009).

KESIMPULAN
Kemunculan ikan kaca di Danau
Toba menjadi salah satu penyebab
terjadinya
penurunan
populasi
ikan
bilih melalui proses predasi telur ikan
bilih yang telah dipijahkan ke perairan.
Proses reproduksi yang berlangsung
cepat menjadikan populasi ikan kaca
meningkat dalam waktu relatif singkat.
Penurunan populasi ikan bilih yang
diikuti peningkatan populasi ikan kaca
berdampak terhadap turunnya aktivitas
dan pendapatan nelayan. Oleh karena itu,
introduksi ikan kaca di Danau Toba
termasuk invasif karena bersifat negatif
terhadap aspek ekologi dan ekonomi.

PERSANTUNAN
Tulisan ini merupakan kontribusi
dari penelitian β€œKegiatan Crash Program
Kajian terhadap Turunnya Populasi Ikan
Bilih (Mystacoleucus padangensis) dan
Naiknya Populasi Ikan Kaca-Kaca di
Danau Toba, Sumatera Utara” T.A. 2014
di Balai Penelitian Pemulihan dan
Konservasi Sumber Daya Ikan.

DAFTAR PUSTAKA
Aktar, N. 2012. Length-length and lengthweight relationships of elongate glass
perchlet, Chanda nama (Hamilton,
1822) in the River Old Brahmaputra,
Bangladesh. Thesis. Department Of
Fisheries Management. Bangladesh
Agricultural University, Mymensingh.
70 p.
Bagenal, T. B. & E. Braum. 1978. Eggs and
early life history. In Bagenal, T. (ed.).
Methods for Assessment of Fish

KNV 15

149

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

Kartamihardja, E. S. & A. Sarnita. 2010.
Populasi ikan bilih di danau tobakeberhasilan introduksi ikan, implikasi
pengelolaaan dan prospek masa
depan. Cetakan edisi ke-2. Pusat
Penelitian Pengelolaan Perikanan
dan Konservasi Sumberdaya Ikan.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kelautan dan Perikanan Kementerian
Kelautan dan Perikanan. 50 p.

Production in Freshwaters. Blackwell,
Oxford, England. 165-201.
Chen, C. H. & Kuo, S. R. 2009. Feeding
ecology of the exotic glass fish
(Parambassis siamensis) in Sun Moon
Lake. Endemic Species Research 11(2):
31–46.
Christensen, V. & D. Pauly. 1992. The
ECOPATH II-a software for balancing
steady-state ecosystem models and
calculating network characteristics.
Ecological Modelling 61: 169-185.

Kartamihardja, E. S., C. Umar, E. Prianto,
Y. Priatno, Z. Nasution & L. Sadiyah.
2013. Naskah akademik rancangan
peraturan daerah tentang pengelolaan
perikanan dan konservasi sumberdaya
ikan serta ekosistem Danau Toba
secara bersama. Puslit Pengelolaan
Perikanan & Konservasi Sumberdaya
Ikan, Badan Litbang Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Kelautan &
Perikanan. Jakarta. 42 p.

Edmonson, W. T. 1978. Freshwater biology.
2nd Ed. John Wiley & Sonc, Inc. New
York. 1.248 p
Effendie, M. I. 1979. Metode biologi
perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
112 p.
__________. 1997. Biologi perikanan.
Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.
157 p.

Kartamihardja, E. S. & K. Purnomo. 2006.
Keberhasilan introduksi ikan bilih
(Mystacoleucus
padangensis)
ke
habitatnya yang baru di Danau
Toba, Sumatera Utara. Prosiding.
Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur,
Purwakarta. 9 p.

Froese, R. & D. Pauly. Eds. 2014. FishBase.
World
Wide
Web
electronic
publication. www.fishbase.org, version
(06/2014).
Ishikawa, T. & K. Tachihara. 2011.
Reproductive biology, growth, and
age composition of non-native
Indian glassy fish Parambassis
ranga (Hamilton, 1822) in Haebaru
Reservoir,
Okinawa-jima
Island,
southern Japan. J. Appl. Ichthyol.
(2011): 1–7.

King,

Koeshendrajana, S. 2011. Kebijakan dan
strategi
pengelolaan
perikanan
tangkap di Danau Toba pasca
introduksi ikan bilih. J. Kebijak.
Perikan. Ind. 3(1): 1-12.

Jones, R. E., R. J. Petrell & D. Pauly. 1999.
Using
modified
length-weight
relationships to assess the condition
of fishes. Aquacultural Engineering
20: 261-276.

150

M. 2012. Fisheries biology,
assessment and management, 2nd
edition. Blackwell Publishing. Oxford,
UK. 396 p.

Kottelat, M., J. A. Whitten, S. N. Kartikasari
& S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater
fishes of Western Indonesia and

KNV 15

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

Okutsu, T., S. Morioka, J. Shinji &
P. Chanthasone. 2011. Growth
and reproduction of the glassperch
Parambassis siamensis (Teleostei:
Ambassidae) in Central Laos. Ichthyol.
Explor. Freshwaters 22(2): 97-106.

Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd.
Hongkong. 377 p.
Krismono, A. S. N. & A. Sarnita. 2003.
Penilaian ulang lima lokasi suaka
perikanan di Danau Toba berdasarkan
kualitas air dan parameter perikanan
lainnya. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia 9(3): 1-11.

Pauly,

Mahapatra, B. K., M. Pal, S. Bhattacharjee
& W. S. Lakra. 2014. Length-Weight
relationship and condition factor
of an indigenous ornamental fish,
Pseudambassis ranga (Hamilton, 1822)
from
East
Kolkata
Wetland.
International Journal of Fisheries
and Aquatic Studies 2(2): 173-176.

D., A. Trites, E. Capuli, &
V. Christensen. 1998. Diet composition
and trophic levels of marine mammals.
ICES J. Mar. Sci. 55: 467–481.

Quigley, M. 1977. Invertebrates of stream
and rivers, a key to identification.
Edward Arnold. Northampton. 84 p.
Satria, H., A. S. Sarnita & E.S. Kartamihardja.
1994. Aspek biologi dan analisis
karakteristik bentuk ikan kaca
(Chanda punctulata) di Waduk Cirata.
Bull. Penel. Perikan. Darat 12(2):
12-22.

Morioka, S., T. Okutsu, P. Phommachan
& P. Chanthasone. 2011. Case studies
on growth and reproduction of
progenetic small-sized fishes occurring
in Central Laos. Proceeding. Mekong
Workhop. Thailand. 21 p.

Setyobudiandi, I., Sulistiono, F. Yulianda,
C. Kusmana, S. Hariyadi, A. Damar,
A. Sembiring & Bahtiar. 2009.
Sampling dan analisis data perikanan
dan kelautan: terapan metode
pengambilan contoh di wilayah
pesisir dan laut. Cetakan 1. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 319 p.

Natarajan, A. V. & A. G. Jhingran. 1961.
Index of preponderance-a method
of grading the food elements in the
stomach analysis of fishes. Indian
Journal of Fisheries 8(1): 54-59.
Needham, J. G. & P. R. Needham. 1963.
A guide to the study of freshwater
biology, 5th Ed. Revised and Enlarged.
Holden Day, Inc. San Fransisco. 180 p.

Soontornprasit, K. 2015. Some Population
Dynamics Aspects of Parambassis
siamensis in the Nong Lang Sai
Wetland, Phayao Province. Khon Kaen
Agr. J. 43(1): 529-535.

Ng, P. X & H. H. Tan. 2013. Fish diversity
before and after construction of the
Punggol and Serangoon Reservoirs,
Singapore. Nature In Singapore 6:
19-24.

Stergiou K.I. & V.S. Karpouzi. 2002.
Feeding habits and trophic levels of
Mediterranean fish. Fish Biology and
Fisheries 11: 217–254.

Nikolsky, G. V. 1963. The ecology of fishes.
Transl. by L. Birkett. Academic Press.
New York. 352 p.

Tarigan, P. A., Yunasfi & A. Suryanti. 2013.
Struktur Komunitas Ikan di Sungai
Naborsahan, Danau Toba Sumatera

KNV 15

151

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan - V

Utara. Jurnal Aquacoastmarine 1(1):
13 p.
Termvidchakorn, A. & K. G. Hortle. 2013.
A guide to larvae and juveniles of
some common fish species from
the Mekong River Basin. MRC
Technical Paper No. 38. Mekong
River Commission, Phnom Penh.
234 p.
Zar J. H. 1999. Biostatistical analysis, 4th ed.
Prentice-Hall, Upper Saddle River, NJ,
USA. 663 p.

152

KNV 15