PANCASILA SEBAGAI DAN PEMERSATU INDONESIA

PANCASILA SEBAGAI PEMERSATU
INDONESIA

TUGAS AKHIR

STIMIK “AMIKOM”
Yogyakarta

Dipersembahkan Oleh :

Nama
NIM
Kelompok
Progam studi
Jurusan
Dosen

1

: Aji Setiawan
: 11.01.2876

:B
: D3
: Teknik Informatika
: Irton,SE,M.Si

PANCASILA SEBAGAI PEMERSATU
INDONESIA

Abstraksi

Pancasila as Uniting Nations. Pancasila as the source of all sources of law in
Indonesia, has a value contained in it which has been described in the Preamble of the
1945 Constitution as a source of national law as a whole Indonesia's political transition
from a colonial society into the national community, Pancasila has a very important
function. Without the Pancasila, the national society we will never achieve substantial as
we have today. in addition to realizing the importance of unity for the survival of the
nation, also showed an understanding that differences
it's a reality that can not be eliminated by humans. Real difference is the lesson to be
disukuri, and not something that should be rejected. Furthermore, it should be removed
of this earth. The difference is also natural that there are everywhere, in

every country and in any country. Responding to these realities, the solution can not
help but make a difference there is a property that is really
must be enforced by promoting national unity and integrity above private interests of
the class and area

2

Latar Belakang Masalah
Di masa sekarang ini, nilai nilai luhur Pancasila tampaknya sudah banyak di
tinggalkan. Banyak sekali terjadi penyimpangan penyimpangan yang terjadi di mana
mana. Hal ini tentu sangatlah mengkhawatirkan. Dimana Pancasila sudah tak menjadi
sesuatu yang dianggap penting. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
yang berlaku di Indonesia, memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang telah
dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik
hukum nasional Indonesia. Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca
amandemen UUD 1945 belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental
dari Pancasila dan UUD 1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi
terhadap hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum
terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang
disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non

diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum.
Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai
kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita
mengadakan perbandingan dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara,
yang mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita.
Tampaknya, Pancasila masih kurang dipahami benar oleh sebagian bangsa Indonesia.
Padahal, maraknya korupsi, suap, main hakim sendiri, anarkis, sering terjadinya konflik
dan perpecahan, dan adanya kesenjangan sosial saat ini, kalau diruntut lebih
disebabkan belum dipahaminya, dihayati, dan diamalkannya Pancasila.

3

Rumusan Masalah
Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945 belum
mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan UUD 1945
yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai
pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap berbagai perbedaan
pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang disertai kualitas kejujuran
yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non diskriminatif dan persamaan di
hadapan hukum.

Padahal sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus
senantiasa berdasarkan atas hukum. Selama ini terdapat berbagai macam ketentuan
yang berkaitan dengan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan termasuk teknik
penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Dilihat dari tanggung jawab generasi, pengamalan Pancasila dalam era tinggal
landas nanti pada dasarnya adalah tanggung jawab Generasi Penerus. Bahkan dalam
sejarah perkembangannya Pancasila sendiri ingin menggantikan Pancasila dengan
Peraturan hukum yang lain dan sering kali diwarnai konflik sosial politik baik dalam
aras horizontal maupun vertikal, dengan latar belakang yang cukup beragam seperti
SARA.
Hal ini terjadi dalam peristiwa pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948
dan peristiwa G 30. Bahkan ketika era reformasi tiba meruntuhkan Orde Baru, Pancasila
pun ikut terdorong ke belakang. Pancasila dianggap tidak bisa lagi dipergunakan di
dalam mengelola negara dan bangsa. Bahkan untuk menyebutkannya saja orang
menjadi segan termasuk pejabat-pejabat pemerintah. Tetapi pada masa orde baru
Pancasila diproklamasikan sebagai asas tunggal.Bahkan Akhir-akhir ini muncul isu yang
mengkhawatirkan, yakni adanya orang-orang yang ingin mengganti Pancasila. Ada juga
perbincangan untuk membela Pancasila. Semua itu menandakan adanya kesadaran

akan pentingnya Pancasila di negara Indonesia untuk dilestarikan.

4

Pendekatan
Sila ketiga Pancasila, yakni Sila Persatuan Indonesia. Artinya,bahwa Pancasila
sangat menekankan dan menjunjung tinggi persatuan bangsa. Bangsa Indonesia juga
memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan, sebagai bukti-buktinya
bangunan candi Borobudur, Candi Prambanan, dan sebagainya, tulisan sejarah tentang
pembagian kerajaan, Kahuripan menjadi Daha dan Jenggala, Negara nasional Sriwijaya,
Negara Nasional Majapahit, semboyan bersatu teguh bercerai runtuh, crah agawe
bubrah rukun agawe senthosa, bersatu laksana sapu lidi, sadhumuk bathuk sanyari
bumi, kaya nini lan mintuna, gotong royong membangun negara Majapahit,
pembangunan rumah-rumah ibadah, pembangunan rumah baru, pembukaan ladang
baru menunjukkan adanya sifat persatuan. Hal ini berarti, bahwa Pancasila juga
menjadi alatpemersatu bangsa. Disebutnya sila Persatuan Indonesia sekaligus juga
menunjukkan, bahwa bangsa Indonesia memiliki perbedaanperbedaan. Apakah itu
perbedaan bahasa (daerah), suku bangsa,budaya, golongan kepentingan, politik, bahkan
juga agama. Artinya,bahwa para pemimpin bangsa, terutama mereka yang terlibat
dalam penyusunan dasar negara, sangat mengerti dan sekaligus juga sangat

menghormati perbedaan yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Mereka juga
menyadari bahwa perbedaan sangat potensial menimbulkan perpecahan bangsa, dan
oleh sebab itu mereka juga sangat menyadari pentingnya persatuan bagi bangsa
Indonesia. Pencantuman Sila Persatuan bagi bangsa Indonesia selain menyadari
pentingnya persatuan bagi kelangsungan hidupbangsa, juga menunjukkan adanya
pemahaman bahwa perbedaanitu suatu realita yang tidak mungkin dihilangkan oleh
manusia.Perbedaan sesungguhnya adalah suatu hikmah yang harus disukuri, dan bukan
sesuatu yang harus diingkari. Apalagi harus dihilangkan
dari muka bumi ini.
Perbedaan adalah juga kodrati yang ada di mana-mana, dinegara manapun juga
dan di bangsa manapun juga. Menyikapi realita semacam ini, jalan keluarnya tidak
dapat tidak adalah menjadikan perbedaan yang ada sebagai suatu kekayaan yang justru
harus dijunjung tinggi dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa di atas
kepentingan pribadi, golongan maupun daerah.

5

Dalam wacana nasional maka barometer yang harus dijunjung tinggi adalah
kepentingan nasional, dan bukan kepentingan yang lebih kecil, lebih rendah, ataupun
yang lebih sempit. Dengan kesadaran semacam ini, maka terlihat jelas bahwa persatuan

bangsa sesungguhnya nilai luhur yang seharusnya dijunjung tinggi oleh semua umat
manusia. Karena pada hakekatnya, perpecahan atau pertikaian justru akan
menghancurkan umat manusia itu sendiri.Seloka Bhineka tunggal Ika memang sangat
tepat untuk direnungkan kembali esensi dan kebenaran yang terkandung di dalamnya.
Karena pada hakekatnya semua bangsa, semua manusia memerlukan persatuan dan
kerjasama di antara umat manusia. Kerjsama butuh persatuan, dan persatuan butuh
perdamaian. Oleh sebab itu perpecahan sebagai lawan dari persatuan mutlak perlu
dihindari dan disingkirkan dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dari penjelasan ini, kita semakin tahu dan sadar, bahwa Sila Persatuan Indonesia sangat
tepat dicantumkan dalam dasar negara, mengingat kebenaran dan kebutuhan yang
dihadapi oleh seluruh umat manusi

Pembahasan
Apa yang menjadi dasar materiilnya, hingga Bung Karno menyimpulkan
Pancasila adalah sarana pemersatu bangsa? Mengapa diperlukan sarana pemersatu
bangsa? Kenyataan di lapangan menunjukan, bahwa bangsa lndonesia terdiri dari
ratusan suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai budayanya sendiri-sendiri yang
menunjukkan kekhususannya. Selain itu, keyakinan agama bangsa Indonesia tidak
hanya satu, tetapi lebih. Ada yang Islam, Katolik, Protestan, Buddha, Hindu dsb. Masingmasing menganggap agamanya lah yang benar.
Pendirian politik bangsa 1ndonesia juga tidak satu dalam perjuangan untuk

mencapai kemerdekaan. Ada yang nasionalis, ada yang agamis dan ada yang marxis.
Menurut Bung Karno Pancasila itu beliau gali dari bumi Indonesia. Itu tidak berarti
Pancasila itu telah menjadi sistem masyarakat di masa lalu di Indonesia letapi didalam
sistem yang tidak pancasilais di masa lalu itu telah lahir benih-benih Pancasila.
Ini lah beberapa faktanya. Lihat lah dalam masyarakat komune primitif
kepercayaan yang dominan ketika itu ialah dinamisme (percaya kepada yang gaib);
animisme (yang mengajarkan dalam semua benda terdapat roh); dan politeisme (yang
memuja dewa-dewa). Belum ada agama tauhid (monoteisme). Selain itu, di zaman
6

pemilikan budak tidak ada kemanusiaan yang adil dan beradab. Budak diperlakukan
seperti binatang saja. Adanya perbudakan itu melahirkan keinginan untuk hapusnya
perbudakan yang tidak manusiawi, yang
tidak adil dan tidak beradab itu.
Di jaman feodal tidak ada keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Yang ada hanya
keadilan bagi tuan-tuan feodal dan bangsawan. Kaum tani hamba dan pengrajin
menentang sistem sosial yang tidak adil itu. Timbul lah pikiran dan perlawanan supaya
keadilan sosial juga berlaku bagi mereka.
Persatuan bangsa lndonesia juga tidak ada di masa komune primitif di zaman
pemilikan budak, juga di zaman feodal. nemang ada kerajaan yang berusaha

"mempersatukan" seluruh Indonesia, dalam arti tunduk di bawah telapak kaki mereka.
Persatuan dibawah kerajaan itu bukan lah persatuan, tetapi persatuan. Persatuan yang
dipaksakan, bukan berdasar kesadaran. Persatuan bangsa Indonesia yang berdasarkan
kesadaran lahir dan berkembang sejak awal Abad XX.
Kerakyatan atau demokrasi pada zaman pemilikan budak hanya berlaku bagi tuantuan budak dan golongan merdeka. Bagi budak-budak berlaku hukum diktatur. Di
zaman feodal kerakyatan atau demokrasi hanya berlaku bagi tuan-tuan feodal dan
bangsawan. Bagi tani hamba berlaku hukum diktatur. Justru karena ketidak adilan itu
maka muncul perjuangan dari golongan yang tertindas untuk kerakyatan atau
demokrasi. Tidak hanya di bidang politik, tapi juga di bidang ekonomi.
Jadi yang digali Bung Karno dari bumi Indonesia bukan lah sebuah sistem yang telah
pernah berlaku di masa lalu, kemudian terbenam, melainkan aspek-aspek yang sedang
tumbuh dalam masyarakat yang timpang itu. Jadi, Pancasila bukan lah sistem yang telah
pernah terdapat di bumi Indonesia dimasa lalu.
Menurut Bung Karno, sila-sila dalam Pancasila masih merupakan suatu
program yang harus diperjuangkan pelaksanaannya. Tanpa diperjuangkan Pancasila
tidak akan menjadi kenyataan. Perjuangan itu diperlukan karena kaum penghisap dan
penindas akan menyabotnya. Sebab, berjalannya Pancasila akan merugikan mereka. Ini
sesuai dengan pidato lahirnya Pancasila yang diucapkan Bung Karno 1 Juni 1945,
"Jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila menjadi realiteit, janganlah lupa
syarat menyelenggarakannya,ialah perjuangan, perjuangan, sekali lagi perjuangan."


7

Untuk mewujudkan Pancasila dalam realitas, Bung Karno sebagai penggali
Pancasila memberikan tafsiran tentang apa yang beliau gali tersebut. Menurut Bung
Karno dalam pidato kenegaraan 17 Agustus 1960 mengemukakan bahwa "Manipol
adalah pemancaran dari Pancasila. Usdek (UUD1945, Sosialismes Demokrasi, Ekonomi
dan Kepribadian -pen.) adalah pemancaran dari Pancasila. Manipol, Usdek dan
Pancasila adalah terjalin satu sama lain--Manipol, Usdek dan Pancasila tak dapat
dipisahkan satu sama lain. Jika saya harus mengambil kias--, maka saya katakan:
Pancasila adalah semacam Qurannya dan Manipol Usdek adalah semacam hadishadisnya.( Awas! Saya tidak mengatakan bahwa Pancasila adalah Quran, dan bahwa
Manipol dan Usdek adalah hadis). Quran dan hadis merupakan satu kesatuan--maka
Pancasila dan Manipol dan Usdek merupakan satu kesatuan."

"Quran dijelaskan dengan hadis. Pancasila dijelaskan dengan Manipol
serta intisarinya yang bernama Usdek," kata Bung Karno.

Jelasnya, Pancasila adalah sosialisme dan demokrasi. Bukan kapitalisme dan
fasisme. Dibawah prinsip sosialisme dan demokrasi itulah penghayatan dan
pengamalan Pancasila sebagai sarana pemersatu bangsa dandengan persatuan

berdasarkan Nasakom.Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam Pembukaan UUD 1945
sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia.Pancasila
mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu berkembang secara
dinamis. Dengan perkataan lain, Pancasila menjadi dasar yang statis, tetapi juga menjadi
bintang tuntunan (lightstar) dinamis. Dalam kapasitasnya Pancasila merupakan cita-cita
bangsa yang merupakan ikrar segenap bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil maupun spirituil.
Akhir-akhir ini muncul kesadaran baru tentang betapa pentingnya Pancasila
digelorakan lagi, yang sudah beberapa lama seperti dilupakan. Sejak memasuki masa
reformasi, maka apa saja yang berbau orde baru boleh dibuang dan atau dijauhi.
Reformasi seolah-olah mengharuskan semua tatanan kehidupan termasuk ideologinya
agar supaya diubah, menjadi idiologi reformasi. Siapapun kalau masih berpegang
pandangan lama, semisal Pancasila, maka dianggap tidak mengikuti zaman.
8

Pancasila pada orde baru dijadikan sebagai tema sentral dalam menggerakkan
seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman itu berupa butir-butir
pedoman berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang ada pada butir-butir P4 tersebut
sebenarnya tidak ada sedikitpun yang buruk atau ganjil, oleh karena itu, menjadi mudah
diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.
Hanya saja tatkala memasuki era reformasi, oleh karena pencetus P4 tersebut
adalah orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus dibuang,
sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap sebagai alat
untuk memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa yang bersangkutan
jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannyadianggap tidak ada gunanya lagi,
kemudian ditinggalkan.
Sementara itu, era reformasi belum berhasil melahirkan idiologi pemersatu bangsa
yang baru. Pada saat itu semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan yang
dianggap korup, menyimpang, dan otoriter, dan kemudian haraus diganti dengan
semangat demokratis. Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-undang dasar
1945 harus diamandemen. Beberapa hal yang masih didanggap sebagai identitas
bangsa, dan harus dipertahankan adalah bendera merah putih, lagu kebangsaan
Indonesia raya, dan lambang Buirung Garuda. Lima prinsip dasar yang mengandung
nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara, yang selanjutnya disebut
Pancasila, tidak terdengar lagi, dan apalagi P4.
Namun setelah melewati sekian lama masa reformasi, dengan munculnya
idiologi baru, semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran baru, bahwa
ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk
digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu bangsa yang
tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila dianggap sebagai alat
pemersatu, karena berisi cita-cita dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan
diwujudkan oleh bangsa ini.

9

Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku
bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah dan kepulauan yang
sedemikian luas, maka tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat. Tali
pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang dipahami,
dipercaya dan bahkian diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur.
Memang setiap agama pasti memiliki ajaran tentang gambaran kehidupan ideal,
yang masing-masing berbeda-beda. Perbedaan itu tidak akan mungkin dapat
dipersamakan. Apalagi, perbedaan itu sudah melewati dan memiliki sejarah panjang.
Akan tetapi, masing-masing pemeluk agama lewat para tokoh atau pemukanya, sudah
berjanji dan berekrar akan membangun negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu.
Sebagai salah satu peranannya yang merupakan Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia, sudah seharusnya Pancasila menjadi
tolak ukur untuk menentukan pembentukan landasan-landasan hukum lain seperti
misalnya Undang-Undang. Tetapi untuk membentuk peraturan perundang-undangan
yang baik, diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata
cara penyiapan dan pembahasan, teknik, penyusunan maupun
pemberlakuannya.Indonesia sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan
dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan
harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang berlaku di Indonesia. Ada faktor
kesinambungan yang sangat mendasar yang kita anggap luhur dan menyatukan kita
sebagai bangsa. Faktor kesinambungan yang mendasar itu ialah Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Intisari dari faktor kesinambungan yang sangat mendasar inilah
yang tidak boleh berubah. Yang kita lakukan adalah melaksanakan dan
mengamalkannya secara kreatif dalam menjawab tantangan-tantangan baru yang terus
menerus muncul dalam perkembangan masyarakat kita dan masyarakat dunia yang
sangat dinamis. Tanpa Pancasila, NKRI akan hilang. Pancasila adalah tonggak pemersatu
bangsa Indonesia yang sudah teruji dan terbukti. Ibaratnya Pancasila itu adalah roh, dan
NKRI adalah jiwanya sehingga tanpa Pancasila maka NKRI ibarat benda mati, seperti
pajangan saja. Demikian pandangan Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS), Denny
Tewu yang dihubungi Senin (9/5) sore terkait munculnya kembali pembahasan
sejumlah pihak terhadap nilai-nilai Pancasila, apakah masih menjadi napas kehidupan
10

berbangsa dan bernegara? Khususnya terkait dengan maraknya pemberitaan tentang
NII.
Semangat bangsa yang meluntur untuk menerapkan pancasila sebagai alat
pemersatu bangsa bisa jadi awal bubarnya NKRI, tegasnya.Lebih jauh dia memandang,
empat pilar kita dalam berbangsa dan bernegara yakni UUD 1945, Pancasila, Bhineka
Tunggal Ika dan NKRI, itu suatu kesatuan. Diawali dengan komitmen
berbangsa yang tercantum dalam pembukaan UUD’45, yakni, kehendak untuk

merdeka, lepas dari penjajahan dalam bentuk apapun dengan cara kita bersatu (NKRI)
mengedepankan kedaulatan rakyat (Bhineka Tunggal Ika) dengan dasar sila-sila dalam
Pancasila.
“Karena itulah berbagai uu dan peraturan pemerintah atau perda tidak boleh

bertentangan dengan 4 pilar ini agar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat
berjalan baik! Empat pilar ini tidak dapat diganti dengan hal-hal lain kalau NKRI mau
dipertahankan,” tegasnya lagi.

Mengenai gerakan NII yang terus marak berkembang di Indonesia, dia tidak merasa
heran karena lemahnya penerapan dan implementasi Pancasila. “Lemahnya penerapan
itu akan menyuburkan gerakan-gerakan seperti NII dan isme-isme lainnya,”
sambungnya. (ics)

Dalam peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat nasional,
Pancasila telah menjalankan fungsinya yang sangat penting. Tanpa Pancasila,
masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita
miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita mengadakan perbandingan
dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara, yang mencapai
kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita. Selain itu , Pancasila telah
menjadi obyek aneka kajian filsafat, antara lain temuan Notonagoro dalam kajian filsafat
hukum, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah
dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat
dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif
suatu agama karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan ciri khas bangsa Indonesia")
diakui adanya unsur universal yang biasanya diklim ada dalam setiap agama.
Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang
11

menguasai hukum dasar negara. Suasana kebatinan itu di antaranya adalah cita-cita
negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
Pancasila mengandung nilai-nilai dasar seperti tentang cita-cita, tujuan, dan
nilai-nilai instrumental yang merupakan arahan kebijakan, strategi, sasaran yang dapat
disesuaikan dengan tuntutan zaman. Ada cita-cita untuk mewujudkan persatuan yang
melindungi dan meliputi seluruh bangsa, mengatasi paham golongan, mengatasi segala
paham perseorangan, mewujudkan keadilan sosial, dan negara yang berkedaulatan
rakyat.
Mengenai hal evidensi atau isyarat yang tak dapat diragukan mengenai Pancasila
terdapat naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata "Bhinneka Tunggal Ika" dalam
lambang negara Republik Indonesia. Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila
menjadi "defining characteristics" = pernyataan jatidiri bangsa = cita-cita atau
tantangan yang ingin diwujudkan = hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam
jatidiri ada unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri. Namun dengan
menjadikan Pancasila jatidiri bangsa tidak dengan sendirinya jelas apakah nilai-nilai
yang termuat di dalamnya sudah terumus jelas dan terpilah-pilah.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, selalu
mengalami polemik-polemik dalam permasalahan hukum misalnya mengenai PerdaPerda dalam bulan-bulan terakhir ini. Dimulai dengan petisi yang disampaikan 56
anggota DPR yang meminta pemerintah mencabut perda-perda yang ditengarai
bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Belum lagi petisi ini ditanggapi, telah
ada lagi kontra-petisi dari 134 anggota DPR lainnya yang justru meminta supaya tidak
dengan mudah mencabut perda-perda seperti itu.
Adanya perda-perda itu dilihat sebagai kebutuhan dari daerah yang
menetapkannya. Bagi sebagian orang, keberadaan perda ini disambut gembira. Tetapi
bagi yang lainnya, mencemaskan. Setidaknya di daerah-daerah yang penduduknya tidak
terlalu lazim dengan hal-hal bernuansa Islam, seperti NTT, Sulawesi Utara, Papua, dan
seterusnya. Bahkan, ada yang mengancam untuk melepaskan diri dari NKRI. . Tidak
mudah memperoleh jawaban bagi sebuah negeri yang masyarakatnya sangat majemuk
ditinjau dari berbagai segi: suku, agama, ras, etnis, dan golongan.

12

Munculnya berbagai peraturan daerah yang secara substansial bertumpang
tindih dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan sistim kodifikasi hukum
publik nasional semakin menghambat penerapan sistim hukum nasional dan merusak
instrument penegakan hukum dalam struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, UU Otonomi Daerah ikut mendorong timbulnya perda-perda yang dinilai
tidak selalu sejalan dengan Pancasila dan Konstitusi. Di beberapa daerah, perda-perda
itu dinilai sebagai solusi menyelesaikan berbagai kemelut bangsa. Kendati penyusunan
perda-perda itu terkesan praktis, yaitu untuk menjawab kepentingan-kepentingan
tertentu di daerah, namun di belakangnya terkandung hal-hal yang bersifat ideologis.
Ketidakpastian, ikonsistensi, diskriminasi/tebang pilih dan kelambanan dalam
penegakan hukum telah menimbulkan kondisi ketidakpercayaan terhadap hukum dan
aparat hukum, terutama dengan dengan semakin marak dan terbukanya kegiatan dan
atau tindakan melawan hukum yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum
dengan mengatasnamakan suku, agama dan/atau daerah yang pada gilirannya
mengakibatkan terjadinya kerugian, ketidak-nyamanan, keresahan dan hilangnya rasa
aman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Selain itu, belum berjalannya reformasi sikap mental, perilaku dan rasa pengabdian di
kalangan serta institusi penegak hukum menimbulkan kekuatiran yang mendalam akan
semakin sulitnya mewujudkan supremasi hukum di Indonesia sebagai Negara yang
berdasarkan hukum.
Semakin berkembangnya egoisme, oportunisme dan primordialisme yang
terefleksi dari berbagai kegiatan kelompok masyarakat, elit politik di berbagai daerah
dan kebijakan publik berbagai pemerintah daerah semakin mengikis rasa kebangsaan
dan mempersulit tumbuh kembangya sistim hukum nasional yang berbasis pada nilainilai kebhinekaan sebagai ciri utama dan kepribadian bangsa Indonesia.
Perkembangan-perkembangan yang telah diuraikan diatas tadi merupakan sebagian
kecil masalah-masalah yang sering timbul dalam hal mempersoalkan hukum-hukum
yang ingin ditegakkan di Indonesia. Apakah hal-hal yang bersifat ideolgis ataukah halhal yang bersifat konkret?
Kita harus sungguh-sungguh mengonkretkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Termasuk juga di dalam menghasilkan berbagai produk hukum. Pada waktu lalu
Pancasila sudah dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Kalau benarbenar ingin merevitalisasikannya, kita harus konsisten melaksanakan prinsip ini.
13

Indonesia adalah sebuah novum di dalam sejarah. Ia terdiri dari sekumpulan orang
dengan derajat kemajemukan yang tinggi, namun ingin bersatu menyelesaikan berbagai
persoalan bersama. Inilah keindonesiaan itu. Inilah yang mesti terus-menerus dibina.
Keindonesiaan mesti tertanam di dalam hati sanubari setiap anak bangsa yang berbedabeda ini sebagai miliknya sendiri. Hanya dengan demikianlah kita bisa maju terus ke
depan.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Begitu pentingnya Pancasila bagi kehidupan bangsa dan Negara kita.Salah satu
peranan Pancasila adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Nilainilai yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam Pembukaan UUD 1945
sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Pancasila
merupakan azas atau prinsip hukum yang merupakan sumber nilai dan sumber norma
bagi pembentukan hukum derivatnya atau turunannya seperti undang-undang dasar,
undang-undang, Perpu, Peraturan Pemerintah; Perda, dan seterusnya. Hal demikian ini
dapat kita simak dari rumusan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan: “Pancasila

merupakan sumber dari segala hukum”. Pancasila mengandung nilai dasar yang bersifat
tetap, tetapi juga mampu berkembang secara dinamis. Dengan kata lain, Pancasila

menjadi dasar yang statis, tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis.
Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber kaidah hukum yang
mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan
atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara.
Selain itu Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang
menguasai hukum dasar negara.

14

Saran
Untuk menjaga agar Pancasila tetap terpelihara dan lestari, maka harus
dilakukan peningkatan pemahaman pada semua lapisan masyarakat. Yang lebih penting
lagi, para pemimpin harus menjadi teladan dalam pengamalan Pancasila. Pancasila akan
menjadi ideologi yang kuat apabila diamalkan dalam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menuju negara aman, damai, tentram, adil,
makmur dan sejahtera dalam semua aspek kehidupan terutama dalam penegakan
hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.

Refrensi
http://bersamatoba.com/tobasa/politik/kelahiran-pancasila-idiologi-pemersatubangsa.html
http://rachma-taskblog.blogspot.com/2009/05/makalah-pancasila-pancasilasebagai.html
http://rektor.uin-malang.ac.id/index.php/artikel/1823-pancasila-sebagai-pemersatubangsa.html
https://veryapriyanto.wordpress.com/2011/03/18/pancasila-sebagai-pemersatubangsa/
http://www.minihub.org/siarlist/msg00049.html
Media Indonesia, 01 Juni 2011
VIVAnews, Jumat, 27 May 2011 15:14 Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa

15