BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan Saintifik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Yang Signifikan antara Pendekatan Saintifik Metode Discovery dengan Metode Inquiry terhadap Hasil Belajar IPA Siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pendekatan Saintifik

2.1.1.1 Pengertian Pendekatan Saintifik

  Menurut Hosnan (2014) pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, meganalisis data (menalar), menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang di temukan. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak tergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

  Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Pendekatan pembelajaran ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang melandasi penerapan metode ilmiah.

  Menurut majalah Forum Kebijakan Ilmiah yang terbit di Amerika pada tahun 2004 sebagaimana dikutip Wikipedia menyatakan bahwa pembelajaran ilmiah mencakup strategi pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan siswa dalam proses berpikir dan penggunaan metode yang teruji secara ilmiah sehingga dapat membedakan kemampuan siswa yang bervariasi. Penerapan metode ilmiah membantu guru mengindentifikasi perbedaan

2.1.1.2 Karakterisrik Pendekatan Scientific

  Menurut Hosnan (2014) Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut.

  1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

  2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

  3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

  4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.

  5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.

  6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

  7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

2.1.1.3 Langkah-langkah pendekatan saintifik

  Menurut Hosnan (2014) pendekatan saintifik siswa dituntut untuk melakukan pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengamati

  Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

  Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

  Menurut Hosnan (2014) Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.

  a.

  Menentukan objek apa yang akan diobservasi.

  b.

  Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi.

  c.

  Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder.

  d.

  Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi.

  e.

  Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.

  f.

  Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat- alat tulis lainnya.

  Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut.

  a.

  Observasi biasa (common observation). Pada observasi biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.

  b.

  Observasi terkendali (controlled observation). Seperti halnya observasi didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Mereka juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada observasi terkendali pelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek yang diobservasi.

  c.

  Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Di bidang pengajaran bahasa, misalnya, dengan menggunakan pendekatan ini berarti peserta didik hadir dan “bermukim” langsung di tempat subjek atau komunitas tertentu dan pada waktu tertentu pula untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat, termasuk melibakan diri secara langsung dalam situasi kehidupan mereka.

  Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini.

  a.

  Observasi berstruktur. Pada observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan oleh secara sistematis di bawah bimbingan guru.

  b.

  Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku atau rijid mengenai apa yang harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang diobservasi.

  Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini.

  a.

  Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.

  b.

  Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogensubjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan.

  c.

  Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.

2. Menanya

  Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

  Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.

  Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif.

  Menurut Hosnan (2014) bertanya merupakan salah satu pintu masuk untuk memperoleh pengetahuan. Karena itu bertanya dalam kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa.

  a.

  Fungsi bertanya 1.

  Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik

  2. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.

  3. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.

  4. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.

  5. Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

  6. Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.

  7. Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.

  8. Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.

  9. Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

  b.

  Kriteria pertanyaan yang baik Pertanyaan-pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang bisa diterima dan dipahami siswa dengan baik. Menurut Hosnan (2014) kriteria pertanyaan yang baik memiliki beberapa unsur, diantaranya sebagai berikut: 1.

  Singkat dan jelas 2. Menginspirasi jawaban 3. Memiliki fokus.

  4. Bersifat probing atau divergen 5.

  Bersifat validatif atau penguatan 6. Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang.

  7. Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif.

  c.

   Bedakanlah...

   Siapkanlah...

   Tulislah contoh...

   Carilah hubungan...

   Demonstrasikanlah...

   Buatlah...

   Tunjukkanlah...

   Gunakanlah...

  (application

   Penerapan

   Berikanlah interpretasi...

   Ubahlah...

   Bandingkan...

   Simpulkan...

   Terjemahkanlah...

   Terangkahlah...

  Tingkatan Pertanyaan Menurut Hosnan (2014) tingkat-tingkat pertanyaan dalam pembelajaran pendekatan saintifik yaitu sebagai berikut :

   Di mana...

Tabel 2.1 Tingkatan Pertanyaan Pendekatan Saintifik Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan Kognitif yang lebih rendah

   Pengetahuan

  (knowledge)

   Apa...

   Siapa...

   Kapan...

   Sebutkan...

  (comprehension)

   Jodohkan atau pasangkan...

   Persamaan kata...

   Golongkan...

   Berilah nama...

   Dll.

   Pemahaman

   Klasifikasikanlah...

  

Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan

Kognitif yang lebih tinggi

   Apa yang terjadi seaindainya…

   Bandingkan…

   Nilailah…

   Berilah alasan…

   Kritiklah…

   Setujukah anda…

   Alternatif mana yang lebih baik…

   Berilah pendapat…

  (evaluation)

   Evaluasi

   Kembangkan…

   Bagaimana kita dapat memperbaiki…

   Bagaimanakita dapat memecahkan…

   Analisis (analysis)

   Tulislah…

   Rancanglah...

   Susunlah…

   Ciptakanlah…

   Bentuk…

   Sintesis (synthesis)  Ramalkanlah…

   Berilah alasan-alasan…

   Tunjukkanlah sebabnya…

   Identifikasikan…

   Mengapa…

   Kemukakan bukti-bukti…

   Analisislah...

   Bedakanlah…

3. Menalar

  Menurut Hosnan (2014) Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif.

  Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.

  Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik:

  1. Guru menyusun bahan pembelajaran 2.

  Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah.

  3. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis.

  4. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan

  diamati 5. Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki 6. Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.

  7. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.

  8. Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

  4. Mencoba

  Menurut Hosnan (2014) Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus melakukan percobaan atau menunjukan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-

  Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

  Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini.

  a.

  Persiapan 1.

  Menentapkan tujuan eksperimen 2. Mempersiapkan alat atau bahan 3. Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didikserta alat atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran 4. Memertimbangkanmasalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul

  5. Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa-tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan.

  b.

  Pelaksanaan 1.

  Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil dengan baik.

  2. Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran.

  c.

  Tindak lanjut 1.

  Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru 2. Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik 3. Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen.

4. Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen.

  5. Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan

5. Networking (membentuk jejaring).

  Menurut pandangan Robin Fogarty (Hosnan, 2014), Networking merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandalkan kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk keterampilan baru setelah siswa melakukan studi lapangan dalam situasi,kondisi, maupun konteks yang berbeda-beda.

  Menurut Hosnan (2014) Networking adalah kegiatan siswa untuk membentuk jejaring pada kelas. Kegiatan belajarnya adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

  Kegiatan membentuk jejaring ini semua siswa secara proporsional akan mendapatkan kewajiban dan hak yang sama. Siswa akan terlatih untuk menjadi narasumber, menjadi orang yang akan mempertahankan gagasannya dipercaya. Para siswa melakukan kegiatan Networking ini harus dengan perasaan riang dan gembira tanpa ada rasa takut dan tekanan dari siapapun. Guru akan melakukan penilaian otentik dalam proses pembelajaran ini dan penilaian hasil Pembelajaran. Siswa yang aktif dan berani mengemukakan gagasan/pendapatnya secara ilmiah tentu akan mendapatkan nilai yang lebih baik. Siswa yang masih mempunyai rasa takut dan kurang percaya diri akan terlatih sehingga menjadi pribadi yang mandiri., dan pribadi yang bisa dipercaya. Semua kegiatan pembelajan akan kembali kepada pencapaian ranah pembelajaran yaitu ranah sikap, ranah kognitif dan ranah ketrampilan.

2.1.2 Metode Discovery

2.1.2.1 Pengertian Metode Discovery

  Menurut Hosnan (2014) discovery adalah merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

  Hamalik (2011: 131-132) menyatakan bahwa : “Metode Discovery atau metode belajar penemuan juga disebut “proses pengalaman” adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa dibawa ke dalam suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suat u prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas”.

  Menurut Sund (Roestiyah, 2008:20) menyatakan bahwa

  

discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu

  konsep atau prinsip. Yang dimaksud dengan proses mental tersebut antara lain ialah : mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur membuat kesimpulan dan sebagainya. Dalam teknis ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

  Menurut (Burner dalam Mulyatiningsih, 2012: 235) mengemukakan menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri.

  Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa discovery adalah suatu metode pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme berpusat pada siswa, yang menuntut siswa untuk menemukan jawaban sendiri terhadap masalah yang diberikan oleh guru dengan cara mencari informasi atau melakukan percobaan melalui proses pemberian masalah, pemberian rangsangan, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, menarik kesimpulan, dalam pembelajaran ini guru bertindak sebagai fasilitator, nara sumber dan penyuluh kelompok.

2.1.2.2 Langkah-Langkah Metode Discovery

  Menurut Syah (Hosnan, 2014:289), ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar-mengajar metode discovery secara umum yaitu :

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Discovery No. Langkah pembelajaran discovery Keterangan

  1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang)

  Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.

  2. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

  Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis ( jawaban hipotesis). Data collection (pengumpulan data) Ketika eksplorasi berlangsung, guru 3. juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak- banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

  4. Data pocessing (pengolahan data) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya.Selanjutnya ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklarifikasi, ditabulsi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

  5. Verification (pembuktian) Pada tahap ini, peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktkan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.

  6. Generalization (menarik Tahap generalisasi/menarik kesimpulan/generalisasi) kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memerhatikan hasil verifikasi.

2.1.2.3 Kelebihan Dan Kekurangan Metode Discovery

  Menurut Roestiyah (2008: 20-21) Metode Discovery memiliki kelebihan sebagai berikut :

  1. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.

  2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

  3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar siswa.

  4. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

  5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.

  6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

  7. Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja: membantu bila diperlukan. (Roestiyah, 2008: 20) Kekurangan metode Discovery menurut Roestiyah (2008: 21) adalah sebagai berikut :

  1. Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.

  Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui sekitarnya dengan baik.

  2. Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil.

  3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik

  4. Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa

  5. Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara kreatif. (Roestiyah, 2008: 21).

2.1.3 Metode Inquiry

2.1.3.1 Pengertian Metode Inquiry

  Menurut Sanjaya, (2007:196) bahwa pendekatan inquiry adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang dipertanyakan.

  Menurut Francesco Redi dalam Noehi Nasution, (2008:5.9) berpendapat

  

inquiry adalah suatu pendekatan yang menggunakan cara bagaimana atau jalan

  apa yang harus ditempuh oleh murid dengan bimbingan guru untuk sampai pada penemuan-penemuan, dan bukan penemuan itu sendiri.

  Menurut Widi Rahardja, (2002:75) pendekatan inquiry adalah suatu cara penyajian bahan ajar dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah, untuk menemukan penyebabnya dengan melalui pelacakan data/informasi dengan pemikiran yang logis,kritis, sistematis dalam rangka mencari tujuan pengajaran.

  Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa inquiry adalah suatu metode pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis dengan memberi kesempatan pada siswa untuk mencari penyelesaian sendiri terhadap masalah yang dihadapi siswa melalui proses orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis dan merumuskan kesimpulan. Dengan demikian siswa belajar dengan mengamati fenomena, menemukan masalah, dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan penyelesaian masalah sendiri.

  Menurut Wina Sanjaya, (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa tujuan yang menjadi ciri utama dari pendekatan inquiry, yaitu :

  1. Pendekatan inquiry menekankan kepada aktivitas peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan sendiri dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran, artinya pendekataninquiry menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pembelajaran itu sendiri.

  2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan, sehingga dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator dan motifator belajar peserta didik. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan teknik bertanya, karena dalam proses pembelajaran dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa.

  3. Tujuan untuk menggunakan pendekataninquiry adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental diri siswa. Dengan demikian, dalam pembelajaran inquiry siswa tidak dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

2.1.3.2 Langkah Langkah Metode Inquiry

  Langkah-langkah pendekatan pembelajaran inquiry menurut Hosnan (2014: 342), secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan metode

  inquiry dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Inquiry No. Langkah pembelajaran Inquiry Keterangan

  1. Orientasi Langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini mengkondisikan agar siswa siswa pembelajaran. Pendidik merangsang dan mengajak peserta didik untuk berfikir memecahkan masalah. Keberhasilan strategi ini sangat tergantung pada kemaampuan peserta didik untuk beraktifitas dalam memecahkan masalah.

  2. Merumuskan Masalah. Langkah yang membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat.

  3. Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu masalah yang sedang di kaji. Sebagai jawaban sementara hipotesis perlu diuji kebenarannya dan harus memiliki landasan berfikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.

  4. Mengumpulkan Data Aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pengumpulan data memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikir siswa.

  5. Menguji Hipotesis Menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. kebenaran jawaban yang diberikan harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat di pertanggungjawabkan.

  6. Merumuskan Kesimpulan Proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa mana data yang relevan.

2.1.3.3 Kelebihan Dan Kekurangan Metode Inquiry

  Kelebihan Pendekatan Pembelajaran Inquiry menurut Sudjana, (2004:155) yaitu: 1.

  Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan menggunakan untuk hasil akhir.

  2. Perkembangan cara berpikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari jawaban, dan menyimpulkan/memproses keterangan dengan pendekatan

  inquiry dapat di kembangkan seluas-luasnya.

  3. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga dapat mengembangkan pendidikan demokrasi

  Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Inquiry menurut Sudjana, (2004:155) yaitu: 1.

  Belajar mengajar dengan pendekatan inquiry memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Bila anak tersebut kurang cerdas maka hasilnya kurang efektif.

2. Pendekatan inquiry kurang cocok pada anak yang usianya terlalu muda.

  Karena dalam pembelajaran menggunakan pendekataninquiry ini tidak diterapkan pada kelas rendah yaitu kelas 1, 2, dan 3 SD/MI pembelajarannya tidak akan tercapai. Karena dalam pembelajaran menggunakan pendekatan inquiry ini memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Sehingga diterapkan pada kelas 4 SD sampai dengan perguruan tinggi.

2.1.4 Hasil Belajar

2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar

  Menurut Aunurrachman (2009:36) menyatakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajar sendiri dalam bentuk suatu aktifitas tertentu. Aktifitas ini menunjukkan pada keaktifan seorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu baik pada aspek-aspek jasmaniah maupun aspek mental yang terjadinya perubahan pada dirinya.

  Hasil belajar siswa menurut W. Winkel (dalam Psikologi Pengajaran 1989:82) adalah keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni prestasi belajar siswa di sekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka. Untuk mengetahui perkembangan sampai di mana hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam belajar, maka harus dilakukan evaluasi. Untuk menentukan kemajuan yang dicapai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu pada tujuan yang telah ditentukan sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh strategi belajar mengajar terhadap keberhasilan belajar siswa.

  Menurut Winarno Surakhmad (dalam Interaksi Belajar Mengajar, 1980:25) hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau menentukan keberhasilan siswa. Dengan belajar manusia memperoleh keterampilan, kemampuan sehingga terbentuklah sikap dan bertambahlah ilmu pengetahuan. Jadi Hasil belajar itu adalah suatu hasil nyata yang dicapai oleh siswausaha menguasai kecakapan jasmani dan rohani di sekolah yang diwujudkanbentuk raport pada setiap semester.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dalam sejumlah kemampuan atau kompetensi terhadap pengetahuan, ketrampilan, dan untuk mengetahui perkembangan sampai mana hasil yang telah dicapai oleh seseorang dengan cara melakukan evaluasi sehingga dapat terbentuklah sikap dan bertambahlah ilmu pengetahuan yang baru.

  2.1.4.2 Pentingnya Hasil Belajar

  Sebagaimana dikemukakan oleh Douglas Bentos (Kustiani, 2006:20) yaitu:

  “To learn is to change, to demonstrate change a person capabilities must

change. Learning has taken place when students: a. Know more than they know

before, b. Understand what they have not understood before, c. Develop a skill

that was not develop before, or e. Appreciate a subject that they have not

a ppreciatebefore”.

  Kutipan tersebut dapat diartikan bahwa hasil belajar harus menunjukkan perubahan keadaan menjadi lebih baik, sehingga dapat bermanfaat untuk: (a) menambah pengetahuan, (b) lebih memahami sesuatu yang belum dipahami sebelumnya, (c) lebih mengembangkan keterampilannya, (d) memiliki pandangan yang baru atas sesuatu hal, (e) lebih menghargai sesuatu daripada sebelumnya. Mengacu dari kutipan dari Douglas Benton dapat disimpulkan bahwa istilah hasil belajar merupakan perubahan dari peserta didik sehingga terdapat perubahan dari segi pengetahuan, sikap dan keterampilan.

  2.1.4.3 Cara Mengukur Hasil Belajar

  Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2009:120) siswa tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian, sebagai berikut:

  a. penilaian ini dapat mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dalam waktu tertentu.

  b. tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar atau hasil belajar siswa yang dilakukan pada setengah semester. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.

  c. tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua bahan pelajaran yang dilakukan pada akhir semster. Tujuannya adalah untuk menetapkan tarap atau tingkat keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (rangking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.

  Berdasarkan jenis-jenis penilaian di atas, penelitian ini menggunakan jenis penilaian tes formatif karena hasil belajar yang dinilai hanya satu pokok bahasan saja yaitu pada standar kompetensi (SK) 11. Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan ingkungan, teknologi, dan masyarakat. dengan kompetensi dasar (KD) 11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan teknologi yang digunakan.

2.2 Kajian Penelitian Relevan

  Laksmi, Javid Nama Ayu (2012) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Implementasi Metode Discovery Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.

  Penelitian ini berfokus pada ada atau tidaknya pengaruh penerapan metode pembelajaran discovery terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan metode discovery terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga maka dilakukan penelitian eksperimen dengan desain nonequivalent control group design. Pada uji perbedaan rata-rata dengan Independent-Samples T Test didapat nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu sebesar 2,154 dengan t tabel sebesar 2,004 maka ada perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan melihat signifikansi, pada hasil uji t adalah 0,036 atau lebih kecil dari 0,05 maka terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil penelitian didapat bahwa implementasi metode discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.

  Suyono, (2 012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan

  Metode Inquiry dalam Pembelajaran IPA terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Kanjengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan metode inquiry dalam pembelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN Kanjengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora semester II tahun ajaran 2011/2012. Dari analisis data yang diperoleh bahwa sekor t adalah 2.647 dengan probalitas signifikasi 0,011 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan untuk pembelajaran dengan menggunakan metode inquiry. Perbedaan rata-ratanya kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol berkisar 1.874 sampai 14.192 dengan perbedaan rata- rata 8.04. Dari hasil uji t-tes disimpulkan bahwa metode inquiri berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV SDN Kajengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Tahun Ajaran 2011/2012.

  Tutik (2011) dalam skripsinya yang berjudul “ Pengaruh Pemanfaatan Metode Inquiry Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Siwal 01

  2010/2011”, menyimpulkan bahwa didalam penelitiannya, ada pengaruh pemanfaatan metode inquiry terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Siwa 01 yang nampak pada hasil rata-rata kelas eksperimen dari hasil pretest sebesar 71,40, setelah dilakukan treatmen dan siswa diberi tes, rata-rata kelas menjadi 76,20, dengan t hitung sebesar 2,451 dan t table sebesar 2,406 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,022. Karena tingkat signifikansi pada T-test lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang nyata terhadap prestasi belajar siswa dalam pembelajaran dengan pemanfaatan metode inquiry dan pembelajaran konvensional. Jadi pemanfaatan metode inquiry dalam pembelajaran itu berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V pada semester 2 di SD Negeri Siwal 01 pada semester II tahun ajaran 2010/2011. Didalam penelitiannya jumlah siswa kelas V ada 15 siswa di kelas eksperimen, 12 siswa di kelas kontrol.

2.3 Kerangka Pikir

  Pembelajaran IPA menggunakan metode inquiry dan discovery sangat memungkinkan siswa dapat terlibat secara langsung dalam proses belajar mengajar (PBM) sehingga siswa lebih tertarik dengan mata pembelajaran IPA. Selain itu, dengan metode inquiry dan discovery, siswa dimungkinkan untuk mengalami sendiri bagaimana caranya menemukan pengetahuan-pengetahuan yang baru dan bagaimana cara meraih pengetahuan melalui kegiatan mandiri.

  Berdasarkan uraian diatas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA dengan metode discovery dan inquiry pada dasarnya adalah untuk mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh penggunaan metode inquiry dengan metode discovery terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN 1 dan 2 Jlarem, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.

  Adapun skema kerangka pikir sebagai berikut : Kelompok

  Hasil belajar Ada atau control

  Kelompok Metode tidak

  Metode kontrol

  discovery

  perbedaan

  discovery

  peng- gunaan metode

  Pretest Posttest discovery dengan metode

  Hasil belajar Inquiry

  Kelompok Metode terhadap eksperimen

  Kelompoke

  Inquiry hasil

  Metode ksperimen belajar

  Inquiry

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

  Langkah yang dilakukan peneliti adalah menentukan kelompok eksperimen dan kelompok control. Selanjutnya, melakukan pretest pada kelompok eksperimen dan kelompok control. Menganalisis hasil pretest dari kelompok eksperimen dan kelompok control dengan uji homogenitas untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan dari kedua kelompok tersebut. Dari uji homogenitas akan diketahui bahwa kedua kelompok homogen, maka bisa diberi perlakuan.

  Skema kerangka pikir diatas dapat diperoleh keterangan bahwa kelompok kontrol adalah kelompok yang dalam pembelajarannya dilakukan menggunakan metode discovery. Kelompok eksperimen dilakukan pembelajaran dengan metode

  

inquiry. Metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses belajar

  mengajar guru memperkenan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.

  Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tersebut selanjutnya diberi soal posttest setelah diberikan treatmen (perlakuan). Posttest merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.

  Bandingkan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dan guru dalam kegiatan belajar mengajar yang sudah dilakukan. Dengan melihat hasil belajar antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen dapat diketahui perbedaan hasil belajarnya, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa terdapat atau tidaknya perbedaan antara metode discovery dengan metode inquiry terhadap hasil belajar.

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka pikir, maka diajukan hipotesis penelitian, yaitu ada perbedaan yang signifikan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik metode discovery dengan metode Inquiry pada pelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa kelas 4 SDN 1 Jlarem dan SDN 2 Jlarem, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Berikut adalah hipotesis yang dibuat dalam penelitian ini: Ho : Tidak terdapat perbedaaan yang signifikan antara pendekatan saintifik melalui metode inquiry dengan metode discovery terhadap hasil belajar

  IPA siswa kelas 4 SD tahun ajaran 2014-2015. Ha : Terdapat perbedaaan yang signifikan antara pendekatan saintifik melalui metode inquiry dengan metode discovery terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD tahun ajaran 2014-2015.

Dokumen yang terkait

4.1 Hasil Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Pembelajaran Permainan Ular Tangga Berdasar Teori Dienes pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SD

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Pembelajaran Permainan Ular Tangga Berdasar Teori Dienes pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SD

0 0 119

1 PEMANFAATAN INTERNET OLEH SISWA DI SMP NEGERI 1 BULU TEMANGGUNG Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemanfaatan Internet oleh Siswa di SMP Negeri 1 Bulu Temanggung

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Buku Nirmana dalam Fotografi Flatlay Menggunakan Teori Nirmana

3 5 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) untuk Meningkatkan Keterampilan Bekerjasama Siswa dalam Pelajaran TIK

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kesiapan Siswa dalam Menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer: Studi Kasus di SMK N 3 Salatiga

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Media Informasi Sosialisasi Pemeriksaan Ibu Hamil di Kota Salatiga

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Film Dokumenter Sejarah Terpisahnya Pulau Nusalaut dan Pulau Ambalau di Maluku Menggunakan Teknik Rekonstruksi

0 1 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Video Promosi Goa Kreo Ungaran Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah

0 2 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Technology Pendagogical Content Knowledge (TPACK) dalam Evaluasi Minat terhadap Penggunaan Teknologi Informasi dan Komputer: Studi Kasus SMA Negeri 1 Tengaran

0 8 18