BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Karies dianggap sebagai penyakit infeksi, mudah menjalar, dan multifaktorial yang disebabkan oleh empat faktor yaitu, host, mikroorganisme, waktu, dan substrat. - Hubungan Karakteristik Sali

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Severe Early Childhood Caries (S-ECC)

  Karies dianggap sebagai penyakit infeksi, mudah menjalar, dan multifaktorial yang disebabkan oleh empat faktor yaitu, host, mikroorganisme, waktu, dan

  3,5,13

  substrat. Faktor-faktor tersebut berinteraksi dalam periode waktu tertentu dan menyebabkan ketidakseimbangan dalam demineralisasi serta remineralisasi antara

  7

  permukaan gigi dan lapisan plak. Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya mikroorganisme kariogenik utama, yaitu Streptococcus mutans,

  24 Lactobacillus, dan Streptococcus sobrinus. Bakteri tersebut berkolonisasi pada

  permukaan gigi dan menghasilkan asam dengan kecepatan yang lebih cepat dari kapasitas netralisasi biofilm dibawah pH kritis 5,5 selanjutnya menghancurkan

  5,10-11 enamel gigi.

  Istilah Severe Early Childhood Caries (S-ECC) menunjukkan suatu pola karies gigi yang akut, progresif, atau rampan. Pada anak di antara usia 3-5 tahun, terdapat satu atau lebih kavitas , kehilangan gigi akibat karies, terdapatnya tambalan (dmfs) dengan nilai > 4 (untuk usia 3 tahun), > 5 (untuk usia 4 tahun), > 6 (untuk usia

  1,9,12-13

  5 tahun) menunjukkan S-ECC. Early Childhood Caries (ECC) merupakan istilah yang menjelaskan suatu pola lesi karies yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu ECC dikenali juga sebagai baby bottle caries, nursing caries,

  

8-9

baby bottle tooth decay, dan bottle rot. Defenisi ECC menurut The American

Academy of Pediactric Academy (AAPD) adalah adanya lesi karies (kavitas atau non

  kavitas), adanya gigi yang hilang karena karies atau adanya gigi yang ditambal pada 1,9-12 gigi sulung anak usia 0-71 bulan.

  Menurut Drury et al., (cit.Cvetkovic), banyak ahli menerima defenisi ECC dan S-ECC sebagai jenis karies gigi sulung yang paling sering terjadi pada bayi dan anak usia prasekolah sedangkan istilah S-ECC saja untuk kondisi yang lebih parah, apabila banyaknya jumlah permukaan gigi sulung terkena keries terutama gigi

  8,10

  anterior yaitu insisivus rahang atas pada anak prasekolah. Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Selama masa anak-anak mempunyai risiko karies yamg paling tinggi ketika

  3 gigi mulai erupsi dan wanita menunjukkan nilai dmf yang lebih tinggi daripada pria.

  Di negara berkembang ECC dan S-ECC merupakan masalah yang signifikan dengan prevalensi yang terus meningkat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Seoul mencapai 56,6% dan 47% masing-masing. Meningkatnya prevalensi, menurut penelitian ECC di Iran pada anak usia 1-3 tahun menyatakan bahwa prevalensi karies

  17

  terlihat pada anak yang memiliki orangtua berpendidikan rendah. Hasil ini juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pemeliharan kesehatan orang tua terhadap

  28 kesehatan gigi dan mulut anaknya.

  ECC dan S-ECC dikenal juga sebagai gabungan penyakit dan kebiasaan, karena sering terjadi pada anak kecil yang menggunakan botol berisi cairan yang

  29

  mengandung gula agar bayi menjadi tenang dan mudah tidur. Pencegahan karies pada anak, terutama anak usia di bawah tiga tahun sangat melibatkan peran ibu, antara lain pada pola pemberian ASI, pola pemberian minuman dan makanan pendamping atau pengganti ASI, pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut anak serta

  11,28 perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut ibu.

2.2 Etiologi Severe Early Childhood Caries

  S-ECC adalah bentuk agresif karies gigi yang dimulai pada permukaan gigi yang biasanya tidak terpengaruh oleh kerusakan, seperti permukaan labial gigi

  10,13

  desidui rahang atas. Berbeda dengan karies gigi yang biasanya terdapat pada daerah retentif plak, sehingga kemungkinan ada faktor risiko khas yang terlibat dalam perkembangan S-ECC. Gejala pada S-ECC adalah pada permukaan gigi anterior di rahang atas terlihat berkapur (white spot) yang kemudian berubah menjadi warna

  28

  kecoklatan sampai hitam dan dapat meluas sampai ke gigi posterior. Etiologi S- ECC hampir sama seperti terjadinya proses karies pada gigi yang dipengaruhi oleh empat faktor penyebab utama, yaitu host (gigi dan saliva), bakteri, substrat, dan

  5-7,28 waktu (Gambar 1).

  30 Gambar 1. Diagram empat lingkaran faktor yang berperan dalam proses karies gigi

2.2.1 Faktor Host

  Faktor utama host berupa morfologi dan anatomi gigi serta saliva. Gigi merupakan jaringan paling keras yang dimiliki oleh tubuh, dikatakan paling keras karena komponen zat anorganik yaitu kristal hidroksiapatit lebih banyak

  3

  dibandingkan bagian tubuh lain seperti tulang. Pada kenyataannya walaupun gigi sangat keras, namun gigi sangat mudah mengalami kerusakan yang ditandai dengan

  5

  adanya karies gigi. Faktor risiko host yang akan menyebabkan karies adalah berkurangnya saliva di rongga mulut dan morfologi gigi (ukuran, bentuk permukaan, kedalaman fossa, dan fissura). Saliva adalah sistem pertahanan utama dari gigi

  23

  terhadap karies. Perubahan dalam kuantitas dan kualitas saliva memiliki efek pada lingkungan rongga mulut. Contohnya pada waktu malam saat anak tidur, produksi saliva akan berkurang dan ini mempercepat proses demineralisasi enamel terutama

  3

  anak yang mempunyai kebiasaan minum susu sambil tidur. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk. Permukaan gigi posterior yang kasar dan memiliki celah juga dapat menyebabkan

  10,24

  plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi (Gambar 2). Gigi desidui lebih mudah terserang karies daripada gigi permanen karena enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah

  31 mineralnya lebih sedikit dibandingkan gigi permanen.

  Gambar 2. Celah/fisure pada gigi yang

  32

  menjadi lokasi karies

2.2.2 Faktor Bakteri

  Rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan berbagi bakteri termasuk bakteri yang merupakan flora normal, tetapi apabila terdapat sisa makanan yang

  33

  melekat terus menerus pada gigi akan terjadi penumpukan plak. Alaluusua dan Malmivirta menemukan bahwa 91% dari anak-anak diklasifikasikan ke dalam kelompok risiko karies, dengan hanya didasarkan ada atau tidaknya plak yang

  28

  terlihat. Plak disini berperan penting yang menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak

  24

  dibersihkan. Bakteri kariogenik utama penyebab karies adalah Streptococcus

  

mutans dan Streptococcus sobrinus yang merupakan bakteri patogen, dapat

  berkolonisasi di permukaan gigi dan cepat menghasilkan asam dengan memfermentasi karbohidrat (substrat) lalu mengakibatkan penurunan pH rongga

  11,21 mulut, yang akan menyebabkan demineralisasi enamel.

  Pada anak yang mengalami ECC, jumlah Streptococcus mutans selalu melebihi 30% dari flora plak dibanding > 1% pada anak yang tidak mengalami ECC. Dari studi longitudinal, Loesche WJ, Eklund R, et al., menyatakan bahwa jumlah

  

Streptococcus mutans dalam plak meningkat 6-24 bulan sebelum karies terlihat

  secara klinis. Menurut Bratthall et al. Pada enamel yang sehat kadang-kadang dapat terjadi kolonisasi Streptococcus mutans dalam jumlah relatif banyak dan pada populasi yang free caries memiliki jumlah Streptococcus mutans yang banyak (Gambar 3). Hal ini dapat terjadi pada keadaan gigi relatif resisten terhadap serangan asam atau karena tidak mengkonsumsi diet kariogenik. Koloni Streptococcus mutans terbentuk pada permukaan enamel sejak usia 19-31 bulan, yang disebut oleh Caufield

  

et al., sebagai window of infectifity. Bila koloni tidak terbentuk pada masa ini,

  diperkirakan tidak akan terbentuk koloni Streptococcus mutans hingga usia sekitar 6

  11 tahun saat gigi molar tetap mulai erupsi.

  34 Gambar 3. Streptococcus mutans

2.2.3 Faktor Substrat

  Anak-anak yang menderita ECC biasanya memiliki kebiasaan mengkonsumsi gula dalam bentuk cairan dalam jangka waktu yang lama. Sukrosa, glukosa dan fruktosa yang terkandung dalam jus buah dan minuman manis lainnya dimetabolisme oleh Streptococcus mutans dan Lactobacillus dengan sangat cepat menjadi asam

  3

  organik yang akan mendemineralisasi struktur enamel dan dentin. Penggunaan botol

  28 bayi dapat menambah frekuensi terpaparnya permukaan gigi bayi dengan glukosa.

  Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Sisa makanan termasuk golongan karbohidrat (sukrosa, fruktosa, dan glukosa) apabila melekat terus pada gigi, akan difermentasi oleh bakteri menjadi asam. Apabila suasana di rongga mulut asam (pH 5,5) maka mineral kalsium dan fosor pada enamel gigi akan terlepas dari gigi lalu gigi menjadi rapuh dan akhirnya terbentuk

  21,28,31

  karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting membuktikan bahwa Streptococcus

  

mutans akan memetabolisme semua jenis karbohidrat yang akhirnya meningkatkan

  24 risiko karies.

2.2.4 Faktor Waktu

  Faktor waktu juga menentukan terjadinya karies dimana ketiga faktor diatas apabila dalam waktu yang lama dan saling berinteraksi, maka akan terjadi karies (Gambar 4). Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis yang

  8,31

  berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi sebuah kavitas cukup bervariasi, diperkirakan sekitar 6-48 bulan. Pada bayi yang memiliki resiko karies tinggi seperti bayi yang lahir prematur, atau lahir dengan berat badan di bawah normal dan bayi

  31 dengan gigi yang hipomineralisasi rentang waktunya dapat lebih sempit lagi.

  3 Gambar 4. Diagram faktor etiologi karies

2.3 Tahap Perkembangan S-ECC

  S-ECC ialah suatu penyakit yang serius, kadang menimbulkan rasa sakit dan berkembang dengan sangat cepat. Adapun gambaran klinis S-ECC terdiri dari empat

  21,28-29 tahap yaitu tahap inisial, tahap kedua, tahap ketiga, dan tahap keempat.

2.3.1 Tahap Inisial

  Pada tahap ini gigi mempunyai gambaran seperti kapur, lesi demineralisasi berwarna opak pada permukaan halus gigi sulung insisivus maksila. Biasanya terjadi

  21

  pada anak-anak berusia 10-20 bulan atau lebih muda. Terdapat garis putih yang menonjol terlihat pada daerah servikal dari permukaan vestibular dan palatal gigi sulung insisivus maksila (Gambar 5). Pada tahap ini, lesi masih bersifat reversibel tetapi sering tidak diketahui oleh orang tua maupun dokter gigi saat memeriksa

  29 rongga mulut anak. Lesi ini hanya dapat diketahui setelah seluruh gigi dikeringkan.

  Tahap ini sangat penting untuk segera dikenali, karena pada tahap ini tindakan

  8,21 preventif masih mempunyai arti yang sangat besar.

  35 Gambar 5. Tahap inisial

2.3.2 Tahap Kedua

  21 Tahap ini terjadi saat usia anak sudah mencapai 16-24 bulan. Dentin

  mengalami kerusakan apabila lesi putih pada insisivus berkembang dengan cepat menyebabkan enamel rusak. Dentin terpapar dan terlihat lunak dan berwarna kuning (Gambar 6). Pada molar sulung maksila terjadi lesi inisial pada permukaan servikal, proksimal, dan oklusal. Pada tahap ini anak mulai mengeluh giginya sensitif saat tersentuh makanan atau minuman yang dingin. Orang tua juga biasanya sudah 29 memberikan perhatiannya karena telah melihat perubahan warna pada gigi anaknya.

  35 Gambar 6. Tahap kedua

  2.3.3 Tahap Ketiga

  21 Tahap ketiga terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan. Lesi sudah luas pada

  salah satu insisivus maksila dan pulpa sudah teriritasi (Gambar 7). Anak akan merasa sakit spontan pada waktu malam. Pada tahap ini, molar sulung maksila pada tahap kedua sedangkan gigi molar sulung mandibula dan kaninus sulung maksila pada

  8,21 tahap inisial.

  35 Gambar 7. Tahap ketiga

  2.3.4 Tahap Keempat

  Tahap ini terjadi ketika anak sudah berusia 30-48 bulan. Mahkota gigi anterior maksila fraktur sebagai akibat dari rusaknya enamel dan dentin (Gambar 8). Pada tahap ini gigi insisivus sulung maksila biasanya sudah mengalami nekrosis dan molar satu sulung maksila berada pada tahap ketiga. Molar kedua desidui dan kaninus desidui maksila serta molar pertama desidui mandibula pada tahap kedua. Beberapa anak akan menderita tetapi tidak dapat mengekspresikan rasa sakitnya, mereka juga

  21,28-29 susah tidur dan menolak untuk makan.

  35 Gambar 8.

  Tahap keempat

2.4 Saliva

  Saliva adalah cairan oral yang kompleks yang dihasilkan oleh kelenjar saliva, dimana sekitar 90% saliva dihasilkan oleh kelenjar parotis dan submandibular, 5%

  10,36 oleh kelenjar sublingual dan sisanya merupakan kontribusi dari kelenjar minor.

  Kelenjar saliva dibagi atas 2 kelompok, yaitu : kelanjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor merupakan struktur berpasangan yang terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Sedangkan kelenjar saliva minor terdiri atas kelenjar labialis, kelenjar bukalis, kelenjar palatinus (kelenjar Weber), kelenjar retromolar (kelenjar Carmalat), dan kelenjar lingualis. Kelenjar lingualis dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : inferior apical (kelenjar Blandin Nuhn),

  25,37

taste buds (kelenjar Ebner), dan kelenjar lubrikasi posterior. Kelanjar parotis

  memproduksi 60-65% saliva yang bersifat serous (dengan kandungan 99% air) yang mengandung amilase, kelenjar submandibula mensekresikan 20-30% saliva yang bersifat mucin, dan kelenjar sublingual yang berukuran terkecil memproduksi saliva

  38 yang bersifat viscous dan kental.

2.4.1 Fungsi Saliva

  Sifat saliva merupakan lapisan berlendir yang menutupi mukosa dan gigi yang akan menjamin kelembapan dan retensi cairan sehingga mukosa tidak menjadi kering. Selain itu, lapisan ini juga menjaga agar jaringan mulut tetap licin sehingga berbicara

  24,39 dan menelan dapat dilakukan tanpa banyaknya pergeseran antara jaringan mulut. Saliva ini juga melindungi mukosa mulut terhadap rangsangan mekanis dan menghindarkan terjadinya kontak langsung antara mukosa dan mikroorganisme

  38

  mulut, serta memberikan retensi yang baik untuk protesa. Sifat saliva tersebut disebabkan oleh karena saliva mengandung sialoglikoprotein, yaitu zat putih telur yang berkonjugasi dengan membentuk molekul senyawa dengan satu atau lebih

  24,38 gugus heterosakarida.

  Fungsi saliva dapat disusun dalam lima kategori yang berguna untuk menjaga kesehatan mulut dan menciptakan keseimbangan ekologis, yaitu lubrikasi dan proteksi, dapar dan oral clearance, menjaga integritas gigi, aktivitas antibakteri, serta

  37-38

  rasa dan pencernaan. Saliva memproduksi tiga agen buffer, lima agen antibakteri, dan lima faktor yang mempengaruhi mineralisasi yang memiliki fungsi yang berbeda- beda, termasuk proteksi, buffering, pencernaan, pengecap, antimikroba, dan

  24,37-38 pertahanan integritas gigi.

  24,37

  Cara yang dilakukan saliva untuk melakukan peran pentingnya berupa : 1.

  Membentuk lapisan mukus pelindung pada membran mukosa yang akan bertindak sebagai barrier terhadap iritan dan akan mencegah kekeringan.

2. Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris, dan bakteri yang akhirnya akan menghambat pembentukan plak.

  3. Mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat, dan protein. Peningkatan kecepatan sekresi biasanya berakibat pada peningkatan pH dan kapasitas buffernya, oleh karena itu membran mukosa akan terlindung dari asam yang ada pada makanan dan pada waktu muntah. Selain itu, penurunan pH plak sebagai akibat dari organisme asidogenik akan dihambat.

  4. Membantu menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena kandungan kalsium dan fosfat. Saliva membantu menyediakan mineral yang dibutuhkan oleh enamel yang belum terbentuk sempurna pada saat awal setelah erupsi. Pelarutan gigi dihindari atau dihambat dan mineralisasi dirangsang dengan memperbanyak aliran saliva. Lapisan glikoprotein terbentuk oleh saliva pada permukaan gigi (acquired

  

pellicle) juga akan melindungi gigi dengan menghambat keausan karena abrasi dan

erosi.

  5. Sebagai cairan pelumas dengan jalan melapisi dan melindungi mukosa terhadap iritasi mekanis, kimiawi, termis, membantu kelancaran aliran udara, dan membantu pembicaraan dan penelanan makanan.

  6. Sebagai antimikroba dan juga mengontrol mikroorganisme rongga mulut secara spesifik misal dengan sIgA dan non spesifik misal dengan adanya lisozim, laktoferin, sialoperoksidase.

  7. Keseimbangan air, dalam keadaan dehidrasi aliran saliva akan menurun dan rongga mulut akan terasa kering, orang akan merasa haus sehingga ada signal untuk minum.

  8. Fungsi saliva sebagai pelindung, kandungan enzim lisozim yang bersifat bakterisid yang dapat menyebabkan dinding sel bakteri lisis, dimana fungsi dinding sel bakteri adalah untuk memberikan bantuan mekanis pada isi sel dan sebagai pelindung bakteri terhadap lingkungan sekitarnya.

2.4.2 Komposisi Saliva

  Komposisi saliva terdiri atas 94-99,5% air, bahan organik, dan bahan anorganik. Komponen organik saliva yang terutama adalah protein, selain itu masih ada komponen-komponen lain seperti lipid, urea, asam amino, glukosa, amoniak, dan

  40

  vitamin. Komponen anorganik saliva terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion

  • 2+ 2+ 2- + 2 24,37 +

  seperti Na , K , Ca , Mg , Cl , SO

  4 , H

  

2 PO

4 , dan HPO 4 . Komposisi saliva yang

  normal akan mempengaruhi keefektifan masing-masing fungsi saliva dalam

  41 mempertahankan kondisi yang konstan di lingkungan rongga mulut.

  Komposisi saliva dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang diterima. Misalnya bila memakan makanan yang mengandung banyak karbohidrat, maka kandungan amilase dalam campuran saliva akan meningkat. Komposisi saliva juga dipengaruhi

  37 oleh laju aliran saliva.

2.4.3 Kapasitas Buffer Saliva dan Derajat Keasaman (pH) Saliva

  Kapasitas buffer saliva menunjukkan kemampuan saliva mempertahankan pH tetap netral ketika mendapatkan asam dari lingkungan. Sifat ini bergantung pada kandungan bikarbonat dalam saliva yang juga bergantung pada laju aliran. Konsentrasi bikarbonat ini juga bekerja mengatur pH saliva. Oleh karena itu, kapasitas buffer dan pH meningkat seiring dengan peningkatan kecepatan laju

  37 aliran.

  Kapasitas buffer saliva merupakan faktor primer yang penting pada saliva untuk mempertahankan pH saliva berada dalam interval normal sehingga

  38

  keseimbangan mulut terjaga. Sistem buffer yang memberi kontribusi utama (85%) pada kapasitas total buffer saliva adalah sistem bikarbonat dan 15% oleh fosfat, protein, dan urea.

  Kapasitas buffer saliva dan pH saliva juga naik bersamaan dengan kenaikan kecepatan sekresi. Pada saat keadaan istirahat, pH saliva adalah 6,1 – 6,47 selanjutnya distimulasi pada sekresi saliva akan meningkat pH mencapai angka netral yaitu 7,62. Saliva juga mengandung sistem buffer bikarbonat (HCO ) yang sangat

  3-

  efektif. Dalam aliran darah perifer, kombinasi sodium bikarbonat, asam karbonat, dan gas karbon dioksida mengeluarkan proton (ion hidrogen) dari dalam sistem. saliva terdiri atas 5% karbondioksida larut, bandingkan dengan 1% dalam udara kamar

  • normal, dan terdapat dalam bentuk bikarbonat (H

  2 O + CO 2 = HCO 3 + H ) dan gas 30,40-41

  CO 2 larut.

  Konsentrasi ion bikarbonat dalam saliva pada keadaan istiahat mendekati 1 mmol/l dan meningkat sampai lebih dari 50 mmol/l saat distimulasi. Dengan meningkatnya konsentrasi ion bikarbonat, pH juga meningkat, demikian pula pada kapasitas buffer dan ini adalah titik kunci dalam interpretasi tes diagnostik. Akibat variasi di jurnal dalam jumlah aliran saliva, terdapat juga variasi dalam jumlah bikarbonat, pH serta kapasitas buffer. pH saliva terendah terjadi saat tidur dan sesaat setelah bangun, dan setelah itu terus bervariasi sepanjang hari. Sedikit peningkatan pH dan kapasitas buffer akan memfasilitasi remineralisasi serta beberapa pengaruh lain terhadap flora rongga mulut. Secara spesifik, keadaan ini akan menekan peningkatan jumlah mikroorganisme asidurik, khususnya Streptococcus mutans yang kariogenik serta Candida albicans. Berkurangnya sekresi saliva dan kapasitas buffer juga dipengaruhi malnutrisi dan berat badan lahir rendah yang termasuk lahir

  23 prematur yaitu predisposisi tingginya level kolonisasi Streptococcus mutans.

2.4.4 Laju Aliran Saliva

  Laju aliran saliva merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Pada keadaan normal, laju aliran saliva berkisar 0,05-1,8 ml/menit. Beberapa studi tentang laju aliran saliva yang tidak distimulasi pada individu yang sehat didapatkan rata-rata

  

whole saliva sekitar 0,3 ml/menit. Hasil di bawah 0,1 ml/menit dianggap sebagai

hiposalivasi, dan hasil di antara 0,1-0,25 ml/menit merupakan laju aliran rendah.

  Kelenjar saliva dapat distimulasi dengan cara mekanis yaitu pengunyahan, kimiawi yaitu dengan rangsangan rasa, neural yaitu melalui saraf simpatis dan parasimpatis, psikis, dan rangsangan rasa sakit. Bila dirangsang akan meningkat menjadi 2,5-5

  40

  ml/menit. Laju aliran normal saliva yang distimulasi adalah 1,0-3,0 ml/menit. Hasil di bawah 0,7 ml/menit dianggap sebagai hiposalivasi, dan hasil 0,7-1,0 ml/menit

  41 merupakan laju aliran rendah.

  Dari beberapa penelitian, ditemukan adanya hubungan laju aliran saliva, volume, pH, dan kapasitas buffer saliva. Laju aliran saliva sangat bervariasi tidak hanya dibandingkan dengan orang lain, tetapi juga pada individu yang sama tergantung waktu pemeriksaan, posisi tubuh, banyak cahaya, dan faktor lain. Navazesh et al menemukan bahwa laju aliran saliva yang tidak distimulasi memiliki kekuatan validitas prediksi yang sangat kuat untuk memperkirakan risiko karies.

  2+

  Saliva yang tidak distimulasi mengandung sedikit ion bikarbonat, dengan ion Ca

  2-

  yang lebih sedikit dan ion HPO 4 yang lebih banyak daripada di dalam plasma. Stimulasi refleks aliran saliva yang terjadi saat pengunyahan atau ketika mengonsumsi makanan asam dapat meningkatkan aliran saliva hingga lebih dari sepuluh kali. Setelah distimulasi, konsentrasi bikarbonat dapat meningkat hingga 60 kali. Penurunan kecepatan aliran saliva maksimun sampai kurang dari 0,7 ml/menit dapat meningkatkan risiko karies, tetapi hal ini juga bergantung pada interaksi faktor-

  41 faktor lain.

  Laju aliran saliva akan meningkat karena adanya rangsangan seperti rangsangan pengecapan, rangsangan psikologis, ataupun rangsangan akibat perawatan gigi. Selain itu, laju aliran saliva dipengaruhi oleh ritme sirkardian, yaitu irama jantung yang teratur dalam fungsi tubuh yang terjadi selama 24 jam. Laju aliran saliva yang meningkat akan menyebabkan konsentrasi sodium, kalsium, klorida, bikarbonat, dan protein meningkat, tetapi konsetrasi fosfat, magnesium, dan urea

  30,41

  akan menurun. Dengan meningkatnya komponen bikarbonat saliva, maka hasil metabolik bakteri dan zat-zat toksik bakteri akan larut dan tertelan sehingga keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies gigi akan menurun. Sebaliknya, bila aliran saliva menurun maka akan terjadi peningkatan frekuensi karies gigi. Penurunan laju aliran saliva dapat diikuti oleh peningkatan

  21

  jumlah Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Dengan demikian, aktivitas karies

  41 yang tinggi dapat dijumpai pada anak-anak yang laju aliran salivanya berkurang.

2.4.5 Volume Saliva Volume saliva yang disekresikan setiap hari diperkirakan antara 1,0-1,5 Liter.

  Seperti yang telah diketahui, bahwa saliva disekresi oleh kelenjar parotis,

  40

  submandibularis, sublingualis, dan kelenjar minor. Pada malam hari, kelenjar parotis sama sekali tidak berproduksi. Jadi, sekresi saliva berasal dari kelenjar submandibularis, yaitu lebih kurang 70% dan sisanya 30% disekresikan oleh kelenjar sublingualis dan kelenjar minor. Sekresi saliva dapat dipengaruhi oleh rangsangan

  41

  yang diterima oleh kelenjar saliva. Rangsangan itu didapatkan dari reaksi mekanis yaitu mengunyah permen karet ataupun makanan yang keras. Reaksi kimiawi dengan rangsangan seperti rasa asam, manis, asin, pahit, dan juga pedas. Reaksi psikis didapatkan dari stres yang akan menghambat sekresi saliva, dapat juga karena membayangkan makanan yang enak sehingga sekresi saliva meningkat. Rekasi neural berasal dari rangsangan yang diterima melalui sistem saraf otonom baik simpatis maupun parasimpatis, dan rangsangan sakit karena adanya peradangan, gingivitis, juga karena protesa yang akan menstimulasi sekresi saliva.

  Sekresi saliva sebenarnya tidak tergantung pada umur, tetapi pada efek samping dari obat-obatan tertentu yang dikonsumsi sehingga mengurangi aliran saliva. Sekresi saliva yang berkurang akan mengakibatkan mulut kering, penurunan pengecapan, kesukaran mengunyah dan menelan makanan. Sedangkan sekresi saliva yang berlebihan, yang ditandai dengan sekresi saliva encer seperti air yang keluar terus menerus sehingga mengakibatkan sudut mulut mengalami angular cheilitis dan dermatitis.

2.5 Saliva Sebagai Salah Satu Alat Diagnosis Karies

  Saliva sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya karies mempengaruhi

  34

  terjadinya karies dalam berbagai cara, yaitu : 1.

  Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut.

  2. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH, dan flouride ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi karies dini.

  3. Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat, serta kandungan amoniak, dan urea dalam saliva dapat menyangga dan menetralkan penurunan pH yang terjadi saat bakteri plak sedang memetabolisme gula. Kapasitas penyanga dan pH saliva erat hubungannya dengan kecepatan sekresinya. Nilai pH kelenjar parotis meningkat dari 5,7 ketika saliva tidak terangsang menjadi 7,4 pada saat tingkat produksi sedang tinggi. Peningkatan nilai pH seperti tersebut bagi kelenjar submandibula adalah dari 6,4 ke 7,1. Peningkatan tingkat kecepatan saliva juga mengakibatkan naiknya kapasitas buffernya. Pada kedua keadaan tersebut, penyebabnya adalah meningkatnya kadar natrium dan bikarbonat.

  4. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non imunologi seperti lysozime, lactoperoxydase, dan lactoferin mempunyai daya anti bakteri yang langsung terhadap mikroflora tersebut sehingga derajat asidogeniknya berkurang.

  5. Molekul immunoglobulin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang terdapat di dalam kelenjar saliva, sedangkan komponen protein lainnya diproduksi di lapisan epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya karies.

6. Protein saliva dapat meningkatkan ketebalan acquired pellicle sehingga dapat membantu menghambat pengeluaran ion fosfat dan kalsium dari enamel.

  7. Laju glikolisis yang dapat ditingkatkan dengan urea saliva, bikarbonat atau sialin, sehingga karbohidrat plak akan dimetabolisme lebih cepat dan mengurangi durasi paparan enamel pada tingkat pH kritis.

  Apabila saliva akan digunakan sebagai indikator pengukuran risiko karies, harus diperhatikan kondisi saliva dalam dua keadaan, yaitu sebelum distimulasi dan sesudah distimulasi. Saliva sebelum distimulasi adalah saliva yang diproduksi tanpa adanya rangsangan, sedangkan saliva setelah distimulasi adalah saliva yang disekresi setelah diberi rangsangan.

2.6 Kerangka Teori

  Etiologi

  Severe Early Childhood Caries (S-ECC)

  Non S-ECC Keadaan Gigi Anak

  Host Bakteri

  Substrat Waktu pH Laju Aliran

  Volume Kapasitas Buffer

  Gigi Saliva

2.7 Kerangka Konsep

  Karakteristik Saliva S-ECC

  Non S-ECC pH Saliva Laju Aliran Saliva

  Volume Saliva Kapasitas Buffer Saliva

  Usia Anak Jenis Kelamin Anak