Usaha Kecil-Januari 2008
VOLUME VI JANUARI 2008
USAHA KECIL
Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).
Da ft a r I si
Jendela UMKM dan Koperasi ---------------------------------------------------------------------------
1
Penjualan UKM Babel Rp340 miliar-------------------------------------------------------------------
3
Usaha Kecil Mulai Tersendat ---------------------------------------------------------------------------
4
Kemitraan ritel dengan usaha kecil paling telat 2009 --------------------------------------------
6
Mencermati tren kelahiran 'bayi' sejumlah raksasa ritel -----------------------------------------
7
Mengemas Pasar Tradisional Berbasis Budaya dan Wisata -----------------------------------
9
Perpres Pasar Masih Diragukan ----------------------------------------------------------------------- 12
Sejumlah UKM dan Tempat Usaha Tutup ----------------------------------------------------------- 13
'Ciptakan iklim positif buat UKM' ----------------------------------------------------------------------- 14
Kredit UMKM Rp83 miliar dicairkan ------------------------------------------------------------------- 15
Produktivitas UMKM Dapat Meningkat melalui Koperasi --------------------------------------- 16
Produktivitas UMKM Dipacu----------------------------------------------------------------------------- 17
Minyak Langka, Buruh UKM Dirumahkan ----------------------------------------------------------- 18
Pemerintah Tetap Tidak Pedulikan Pasar Tradisional ------------------------------------------- 19
2008, Kredit Bukopin Tetap Andalkan UMKM ------------------------------------------------------ 20
Draf PMK UMKM tidak atur dana bergulir ----------------------------------------------------------- 21
'Perpres Perpasaran dorong penerapan trading term' ------------------------------------------- 22
Sumut gelar pameran berkala UKM------------------------------------------------------------------- 23
Perajin Ukiran Kesulitan Bahan Baku ---------------------------------------------------------------- 24
Dana bergulir UMKM Sulut Rp9 miliar---------------------------------------------------------------- 25
Kementerian PDT berambisi bangun 25.000 keuangan mikro -------------------------------- 26
'Larang peritel dekat pasar jual bahan pokok' ------------------------------------------------------ 27
Produk UKM Dominasi Ekspor Yogyakarta --------------------------------------------------------- 28
Tepun terigu UKM di Ujung Tanduk, Ayo Selamatkan! ------------------------------------------ 29
Usaha Kecil Guncang ------------------------------------------------------------------------------------- 32
PMK modal UKM perlu optimalkan dana bergulir ------------------------------------------------- 34
Kesiapan UKM Pendukung Terus Ditingkatkan---------------------------------------------------- 35
Mendongkrak Daya Beli, Memberdayakan KUKM ------------------------------------------------ 36
7 UKM di Jababeka peroleh penguatan modal ---------------------------------------------------- 38
Visit Musi dan Bayang-bayang UKM------------------------------------------------------------------ 39
Sertifikasi Tanah Lambat, Akses Kredit Terbatas ------------------------------------------------- 41
Disiapkan, Skema KTA untuk UKM ------------------------------------------------------------------- 42
'Peritel tidak adil soal merek toko' --------------------------------------------------------------------- 43
UKM Malaysia lebih antisipatif -------------------------------------------------------------------------- 44
Belum Sentuh UMKM ------------------------------------------------------------------------------------- 45
120 Usaha kecil roti gulung tikar ----------------------------------------------------------------------- 46
'Dekopin agar urus pasar tradisional' ----------------------------------------------------------------- 48
Devisa kerajinan Bali US$229 juta -------------------------------------------------------------------- 49
Industri Kecil Terpuruk ---------------------------------------------------------------------------------- 50
KUKM Tahu Ditawari Kredit ----------------------------------------------------------------------------- 51
62 BMT prakarsai perusahaan modal ventura ----------------------------------------------------- 52
Visit Musi Belum Berdampak bagi UKM ------------------------------------------------------------- 53
Industri Kecil Terancam Gulung Tikar ---------------------------------------------------------------- 54
Syarat Kredit UKM Masih Berat ------------------------------------------------------------------------ 56
'Industri kecil harus naikkan harga' -------------------------------------------------------------------- 57
'Pasar ritel asing di menengah atas' ------------------------------------------------------------------ 58
'Trading term ritel modern langgar perpres' --------------------------------------------------------- 59
Pemberdayaan UKM Butuh Kordinasi ---------------------------------------------------------------- 61
Perajin Sutra Butuh Modal ------------------------------------------------------------------------------- 62
"Sauyunan" Perhatikan UMKM ------------------------------------------------------------------------- 63
Produk UKM Jabar Siap Menembus Pasar Afsel ------------------------------------------------- 64
Pikiran Rakyat
Rabu, 02 Januari 2008
Je nde la UM KM da n Kope r a si
" M e w uj udk a n D e m ok r a si Ek onom i de nga n Kope r a si"
Pengantar
Mengawali tahun 2008, "Pikiran Rakyat" bekerja sama dengan Ikopin membuka rubrik
Jendela UMKM & Koperasi. Rubrik ini akan menampilkan artikel konsepsional, tematik, sajian
khusus mengenai kegiatan koperasi, usaha kecil dan menengah usaha/koperasi syariah, dan
program inkubasi bisnis secara berkala.
Sehubungan dengan itu, kami mengundang para pelaku usaha untuk mengirimkan berbagai
informasi atau masalah yang tengah dihadapi dalam praktik usaha untuk dikaji dalam rubrik
ini. Informasi itu akan menjadi bahan yang berguna untuk pelaku UMKM lainnya. Untuk hasil
tersebut dapat disampaikan ke LPPM Ikopin di Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor,
telefon (022) 7796033 faks. (022) 7796033 atau "e-mail" [email protected].
Pada kesempatan pertama, Redaksi menampilkan tulisan lepas Ketua Dewan Penyantun
Ikopin, Prof. Dr. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita dengan judul "Mewujudkan Demokrasi
Ekonomi dengan Koperasi". Semoga rubrik ini bermanfaat bagi pembaca.
Redaksi
DI tengah euforia masyarakat ekonomi kita terhadap sistem kapitalisme --walaupun dalam
banyak kesempatan, sistem ini dicerca-- boleh jadi saya termasuk orang masih berkeyakinan
bahwa koperasi adalah bentuk ideal sistem ekonomi kita. Selain alasan yang sangat pribadi,
yakni pengalaman ibu saya yang lama berkecimpung dalam gerakan koperasi dan beliau
berhasil mampu memberi manfaat bagi kesejahteraan anggota koperasinya, juga ada alasan
lain yang lebih bersifat konsepsional.
Pertama, keyakinan bahwa demokrasi politik saja tidak mencukupi karena harus disertai
demokrasi ekonomi. Kedua, ekonom penerima nobel, Amartya Sen (2000), menyatakan
adanya relasi antara demokrasi ekonomi dan usaha mengatasi kemiskinan. Ketiga, reformasi
yang saat ini terus berjalan belum sepenuhnya berjalan dalam bidang ekonomi.
Harus diakui, perekonomian dunia tidak dapat menghindar dari kecenderungan pasar bebas.
Namun, kedaulatan ekonomi tidak bisa hanya bergantung pada mekanisme pasar semata.
Faktanya mekanisme pasar itu tidak mampu menghasilkan kesejahteraan yang berkeadilan.
Pasar bebas cenderung memperkuat kedudukan yang kuat, yang pada akhirnya hanya
menciptakan kegagalan pasar.
Koperasi sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi masyarakat hingga saat ini masih
memiliki peran penting. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, peran koperasi masih
diperhitungkan.
Di beberapa kawasan Asia seperti Jepang maupun Taiwan, perekonomian rakyat
berkembang sehat dan terkait erat dengan sistem perekonomian secara nasional. Amerika
yang sangat kapitalis sekalipun, dalam menjalankan ekonominya ternyata menerapkan
konsep dan prinsip-prinsip koperasi sebagai organisasi ekonomi yang digerakkan atas
keswadayaan anggota.
Kita pun punya pengalaman, koperasi terbukti telah mampu menjadi katup penyelamat,
menghadapi ekses paling buruk di masyarakat akibat krisis ekonomi sepuluh tahun yang lalu.
Di saat industri modern kita bertumbangan akibat terpaan badai ekonomi, ternyata koperasi
mampu memberikan layanan ekonomi dan sosial kepada para anggotanya. Koperasi tetap
mampu menjalankan roda ekonominya, baik aktivitas produksi maupun konsumsinya, dengan
relatif baik.
Berkhas
1
Volume VI Januari 2008
Pikiran Rakyat
Rabu, 02 Januari 2008
Koperasi merupakan gerakan yang tumbuh berdasarkan kepentingan bersama. Ini
mengandung makna, bahwa dinamika koperasi harus selaras dengan tujuan yang telah
ditetapkan bersama. Ajaran ekonomi kelembagaan dari John Commons menekankan,
keanggotaan koperasi tidak berdasarkan kekuatan modal, tetapi berdasar pada pemilikan
usaha betapa pun kecilnya. Walaupun demikian, koperasi berbeda dengan organisasi
swadaya (self-help organization) lainnya (Hanel, 1985:36).
Koperasi melalui pendidikan
Peran anggota merupakan indikator penting dalam mengenali koperasi secara universal.
Anggota adalah pemilik sekaligus pelanggan atau pengguna jasa ekonomi koperasi. Kedua
peran tersebut menjadi kriteria identitas (identity criterion) bagi koperasi. Peran atau identitas
ganda (dual identity) koperasi menunjukkan bahwa yang melakukan kerja sama (cooperation)
adalah manusia atau anggotanya. Baik pada saat mengelola maupun pada saat
memanfaatkan hasil usaha koperasi. Peran unik dari anggota inilah yang dijadikan acuan
dalam mengenali sistem koperasi di berbagai negara.
Walaupun saat ini terjadi indikasi perapuhan peran itu, tetapi sampai saat ini saya
berkeyakinan, bahwa koperasi akan, dapat, dan harus berkembang dalam suasana
kemandirian yang demokratis. Artinya, berkembang atau tidaknya koperasi sangat
bergantung pada seberapa kuat fundamen internal mendukung ketercapaian tujuan
berkoperasi. Faktanya selama ini, baik koperasi yang berhasil maupun koperasi yang
mengalami kegagalan, lebih banyak disebabkan oleh kerapuhan internal organisasi.
Kalaupun ada kontribusi lingkungan strategis eksternal koperasi terhadap kegagalan
koperasi, justru sering diakibatkan oleh "pisau bermata dua" kebijakan yang digulirkan.
Sekarang masalahnya dari mana kita harus membenahi benang kusut pembangunan
koperasi. Dan menempatkan koperasi dalam posisi yang sejati sebagai sistem demokrasi
ekonomi. Menurut hemat saya, ini harus dimulai dengan memerhatikan secara serius
penyelenggaraan pendidikan sumber daya manusia koperasi. Lembaga pendidikan yang
kokoh dan tangguh akan meniscayakan kinerja koperasi yang senyatanya di masa depan.
Untuk itu, perhatian dan dukungan yang serius untuk tumbuhnya institusi pendidikan koperasi
yang bermutu harus menjadi perhatian kita bersama dan menjadi agenda nasional.
Pendidikan koperasi harus diarahkan pada peningkatan kompetensi dan komitmen
berkoperasi karena dengan kompetensi dan komitmen SDM yang tinggi, koperasi akan
memperoleh keunggulan-keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain,
seperti kesediaan menjaga nama baik koperasi, sekaligus mampu mengembangkan
manajemen profesional yang berkarakter nilai-nilai koperasi.***
Berkhas
2
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Kamis, 02 Januari 2008
Pe nj ua la n UKM Ba be l Rp3 4 0 m ilia r
PANGKALPINANG: Sektor usaha kecil dan menengah di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung pada 2007 membukukan transaksi Rp340 miliar dan keuntungan Rp135 miliar.
"Dari sisi pertumbuhan usaha baru mencapai 3%," kata Kepala Sub Dinas Perindustrian,
Dinas Perindagkop dan UKM Provinsi Bangka Belitung, Herry, Selasa.
UKM di provinsi ini tercatat 2.230 unit, yang di antaranya bergerak di bidang industri kerupuk
kemplang, kericu, getas, wedang jahe, pempek, kerajinan berbahan baku timah, kain tenun
cual, jasa perbengkelan, elektronik dan teknologi informasi.
Di luar yang terdaftar di Disperindag, diperkirakan ada lebih banyak lagi industri kecil, tetapi
pihaknya sulit melakukan pendataan karena menjadi kewenangan dari kabupaten dan kota.
(Antara)
Berkhas
3
Volume VI Januari 2008
Republika
Kamis, 03 Januari 2008
Usa ha Ke cil M ula i Te r se nda t
Se ba gia n m e r e k a t ut up k a r e na t a k punya m inya k t a n a h .
BANDUNG -- Kelangkaan minyak dalam dua pekan terakhir, mulai membuat usaha kecil di
Kota Bandung 'tersengal'. Sebagian mereka telah menutup tempat usahanya untuk
sementara waktu.
''Sudah tiga hari ini saya tidak lagi buka warung nasi kuning. Habis sudah persediaan minyak
saya,'' tutur Atin Supriatin (36 tahun), warga Titimplik, Kota Bandung saat mengantre minyak
tanah di depan Pasar Cihaurgeulis, Rabu (2/1). Otomatis, menurut dia, dalam tiga hari ini
dirinya sama sekali tidak memperoleh penghasilan.
Untuk bisa membuka kembali warung nasinya, Atin rela mengantre berjam-jam di agen
penyalur minyak. Sejak pukul 06.00 WIB bersama sekitar seratus warga yang lain dia
berbaris di agen tersebut. Dia pun berharap sangat besar krisis minyak tanah ini tidak
berkepanjangan sehingga usahanya bisa kembali lancar.
Hal serupa juga dikemukakan seorang pembuat roti untuk skala industri rumah tangga asal
Cihaurgeulis, Tatang Suryana (26). Dia juga mengaku sudah tiga hari terakhir, usaha
pembuatan rotinya terhenti karena tidak mendapatkan minyak tanah.
Pertamina area Bandung meminta kepada 250 agen di Bandung, Cimahi, Sukabumi, Cianjur,
dan Sumedang memprioritaskan penyaluran minyak tanah di tingkat rumah tangga. Bahkan
jika perlu, penyaluran minyak ke pengecer dihentikan sampai kelangkaan minyak tanah di
lima daerah itu teratasi.
Demikian disampaikan Sales Representatif Ritel BBM Sales Pertamina Area Bandung, Zibali
Hizbul Masih, kepada Republika, Rabu (2/1). Dalam waktu dekat ini, rencananya Pertamina
akan memberlakukan operasi pasar (OP) minyak tanah. ''Akan dilakukan dalam waktu dekat
ini, tapi kami baru akan melakukan rapat,'' kata dia.
Berdasarkan data yang dimiliki Pertamina, kelangkaan terjadi pada sepekan sebelum
pergantian tahun. Hal ini terjadi karena dua faktor. Pertama, kata Zibali, di masyarakat terjadi
rumor harga BBM akan naik, sehingga masyarakat ataupun pengecer panik dan membeli
minyak tanah dalam jumlah besar.
Kedua, lanjut Zibali, pasokan dari Pertamina saat perayaan Natal dan Tahun Baru berhenti.
Karena tidak ada penyaluran, minyak tanah di tingkat pengecer kosong, sehingga
masyarakat menyerbu pangkalan dan terjadilah antrean panjang.
Zibali menjelaskan, sebenarnya pasokan minyak tanah banyak. Namun penyalurannya diatur
oleh kuota, sehingga pihaknya tidak bisa mengeluarkan pasokan seenaknya. Hingga kini,
pasokan minyak tanah di lima daerah masih normal, yakni sebanyak 2.500 kilo liter per hari.
Untuk mengatasi persoalan ini, Pertamina sudah melakukan koordinasi dengan agen
ataupun Hiswana Migas dan pemerintah daerah. Ia pun menyanggah pada 23 Januari 2008
mendatang pasokan seluruh pangkalan akan dihentikan.
Sementara itu, ratusan warga Kecamatan Padalarang dan Cipatat terlihat antre di salah satu
agen minyak tanah di Kecamatan Padalarang. Meskipun hujan turun dengan deras, warga
tetap antre. ''Sudah dua minggu tidak ada minyak tanah di warung-warung. Jadi, biarpun
hujan, yang penting minyak tanahnya dapat,'' ujar Enti, warga Desa Ciburuy, Kecamatan
Padalarang, Rabu (2/1).
Berkhas
4
Volume VI Januari 2008
Republika
Kamis, 03 Januari 2008
Kelangkaan minyak tanah di Kabupaten Karawang semakin parah. Sejak Rabu (2/1) sekitar
pukul 09.00 WIB, ratusan warga antre minyak tanah di sejumlah pangkalan. Bahkan, di
beberapa tempat penjualan, dalam waktu tiga jam minyak tanah tersebut langsung habis.
Selain itu, dalam antre minyak tanah sempat diwarnai kericuhan.
Ketua DPC Hiswana Migas Purwakarta, Auh Solehudin, menyatakan, distribusi minyak tanah
untuk wilayah Purwakarta, Subang, dan Karawang, belum mendapatkan pengurangan.
Pasalnya, wilayah Purwasuka belum kebagian jatah konversi gas elpiji.
Kondisi serupa juga terjadi di Tasikmalaya. Selain sulit diperoleh, menurut Rodiah, harga
minyak tanah terus melambung. Harga satu liter minyak tanah, kata dia, rata-rata Rp 3.000
per liter. ''Sebelumnya paling mahal hanya Rp 2.500 per kg,'' kata dia. ren/win/mus/rfa/irf
()
Berkhas
5
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Jumat, 04 Januari 2008
Ke m it r a a n r it e l de nga n usa ha k e cil pa ling t e la t 2 0 0 9
JAKARTA: Toko modern dan pusat belanja wajib melakukan kemitraan dengan usaha kecil
paling lambat akhir 2009, menyusul diterbitkannya Perpres No. 112/2007 tentang Penataan
dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern pada 27 Desember
2007.
Berdasarkan pasal 18 ayat (5) Perpres Perpasaran, pusat belanja dan toko mo-dern yang
beroperasi wajib melaksanakan program kemitraan paling telat dua tahun sejak Perpres
Perpasaran diterbitkan pada 27 Desember 2007.
"Program kemitraan dalam perpres dituangkan dalam bentuk kerja sama pasok barang, dan
terkait untuk mendapatkan izin," kata Direktur Bina Pasar dan Distribusi Ditjen Perdagangan
Dalam Negeri Departemen Perdagangan Gunaryo, kemarin.
Gunaryo menjelaskan hanya usaha skala kecil yang dimasukkan dalam program kemitraan
itu sesuai dengan UU No. 9/1995 tentang Usaha Kecil, sedangkan usaha menengah dan
besar digolongkan dalam kerja sama.
"Kalau usaha kecil dengan usaha menengah dan besar itu disebut kemitraan. Sedangkan
usaha menengah dan besar itu digolongkan dalam kerja sama."
Dalam kesempatan terpisah, Sekjen Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) Tutum
Rahanta mendukung kebijakan pemerintah yang mewajibkan peritel modern bermitra dengan
usaha kecil.
"Sekarang pun sudah berjalan kemitraan [di ritel modern]," tegas Tutum.
Tutum menjelaskan peran pemasok usaha kecil dan menengah (UKM) di toko modern
berkisar 25% hingga 50% dari total barang yang dijual.
Pemasok UKM di department store kelas menengah menyuplai lebih dari 50% jenis barang,
sedangkan dept. store kelas atas hanya 25%-30%, sementara itu minimarket, supermarket,
dan hipermarket, pasokan dari UKM berkisar 30%.
Dari Perpres No. 112/2007 yang menyebutkan soal kemitraan ada di pasal 9. Isi pasal
tersebut mengatakan peritel harus membuat perjanjian kerja sama dengan pemasok dengan
tidak memungut biaya administrasi pendaftaran barang (selama ini populer dengan istilah
listing fee).
Pasal 9 juga menjelaskan pembayaran kepada pemasok kecil dilakukan secara tunai atau
jika ada alasan teknis dapat dilakukan selambatnya 15 hari setelah dokumen penagihan
diterima, dengan memperhitungkan biaya risiko dan bunga untuk pemasok usaha kecil.
Dalam pasal 13 menjelaskan untuk memperoleh izin IUP2T (izin usaha pengelolaan pasar
tradisional), IUPP (izin usaha pusat perbelanjaan), IUTM (izin usaha toko modern) harus
dilengkapi dengan rencana kemitraan dengan usaha kecil. ([email protected])
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia
Berkhas
6
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Jumat, 04 Januari 2008
M e nce r m a t i t r e n k e la hir a n 'ba y i' se j um la h r a k sa sa
r it e l
Setelah didahului oleh pesaingnya, akhirnya Carrefour siap-siap untuk melakoni bisnis toko
modern dengan skala areal luas belanja yang lebih kecil, pascaakusisi PT Alfa Retailindo Tbk
(Alfa).
Sebenarnya desas-desus Carrefour bakal 'mencaplok' Alfa Retailindo sudah terdengar Juli
2007. Isu tersebut merebak di sela-sela finalisasi negosiasi akuisisi Alfa Retailindo oleh PT
Ramayana Lestari Sentosa Tbk.
Kabar akuisisi Alfa Retailindo oleh Carrefour makin kencang berembus sebulan terakhir.
Sementara itu, upaya Ramayana untuk membeli Alfa Retailindo telah terhenti sejak
memasuki minggu terakhir September.
Namun, setiap kali diminta konformasinya, dengan piawai pihak Alfa ataupun Carrefour
menutupi rencana itu. Isu kemudian mengerucut pada rencana Carrefour membuka format
supermarketnya yang bermerek Champion dengan cara mengakuisisi Alfa.
Ketika ditanyakan kebenarannya, Komisaris PT Alfa Retailindo Tbk Djoko Susanto sampai
bersumpah akan menyediakan rumah Rp1 miliar jika isu itu terbukti.
Sementara itu, Christian Charitat, Direktur Operasional PT Carrefour Indonesia secara tegas
menyatakan tidak mungkin Carrefour memboyong Champion ke Indonesia.
"Supermarket itu kompetitor Carrefour. Jadi kenapa harus membawa Champion ke
Indonesia," jelas Christian Charitat saat ditemui di Lampung belum lama ini.
Sampai akhirnya kedua perusahaan tersebut mengumumkan di media (19 Des.) telah terjadi
nota kesepahaman pada 17 Des., dan Carrefour akan membeli 75% saham Alfa. Dalam
pengumumannya Carrefour menjelaskan kegiatan usaha di Indonesia adalah supermarket
dan hipermarket.
Merek hipermarket
Jika memang bukan dengan cara menggotong merek supermarketnya ke Indonesia pasca
akuisisi, berarti besar kemungkinan merek yang akan dipakai oleh Carrefour untuk 29 toko
Alfa adalah sama dengan merek hipermarketnya (Carrefour).
Alfa memiliki format hipermarket yang diberi merek Alfa Toko Gudang Rabat dengan luas
toko di atas 6.000 m2 , sedangkan format supermarketnya bermerek Alfa Supermarket
dengan luas gerai 2.000-3.000 m2 .
Bila itu benar terjadi berarti sama dengan pesaing yang lain, Carrefour akan gencar
melakukan ekspansi untuk gerai hipermarket yang kompak, atau dengan gerai yang luasnya
lebih kecil.
Dugaan tersebut sejalan dengan isu yang dilontarkan para pemasok Carrefour, bahwa
raksasa ritel ini akan mengoperasikan gerai yang lebih kecil dengan merek sama, yang
mereka sebut sebagai baby Carrefour.
Berkhas
7
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Jumat, 04 Januari 2008
Gaya ekspansi
Masalahnya, gaya hipermarket masuk ke skala supermarket kerap membuat konsumen
kecele. Mereka datang ke toko bermerek hipermarket dengan harapan lebih murah, nyatanya
toko itu berformat supermarket.
Sebaliknya jika diyakini masih masuk dalam format hipermarket, jumlah produk yang dipajang
amat terbatas. Tidak seperti di hipermarket yang bisa menjumpai segala macam keperluan
(one stop shopping).
Berdasarkan Perpres Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern, ada batas luasan areal yang berimpitan dari beberapa format toko modern.
Misalnya, toko dengan luas 5.000 m2 bisa dikelompokkan sebagai supermarket atau
hipermarket,sedangkan toko dengan luas 400 m,2 bisa masuk dalam kelompok supermarket
dan minimarket.
Carrefour belakangan ini semakin mendekati batas minimal luas gerai hipermarket sesuai
dengan perpres, yaitu dengan mengoperasikan Carrefour Cikokol yang luas gerainya hanya
5.071 m2.
Dari dokumen hasil pendataan Depdag, dari 23 toko Carrefour yang ditelusuri terdiri dari luas
10.000 m2 (1 toko), 9.000 m2 (4 toko), 8.000 m2 (9 toko), 7.000 m2 (2 toko), 6.000 m2 (5
toko), 5.000 m2 (2 toko).
"Bila Carrefour membuka outlet baru, dalam sekejap akan melesat penjualannya. Apalagi
minat Carrefour turun ke [format toko] lebih bawah, jadi lebih cepat lagi," papar Sekjen
Aprindo (Asosiasi Pengusaha ritel Indonesia) Tutum Rahanta.
Keperkasaan Carrefour tampak dari laporan majalah Retail Asia. Pada 2006, dengan 24 toko
Carrefour mampu menduduki peringkat kedua perolehan omzet di Indonesia, yakni Rp7,23
triliun.
Bisa dibayangkan, omzet Carrefour jika mengambil alih 29 toko Alfa, plus sejumlah
pembukaan gerai baru.
Anggota KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Syamsul Maarif memproyeksikan
Carrefour akan mendominasi industri ritel di Indonesia. (linda.silitonga@bisnis. co.id)
Oleh Linda T. Silitonga
Wartawan Bisnis Indonesia
Berkhas
8
Volume VI Januari 2008
Suara Pembaruan
Jumat, 04 Januari 2008
M e nge m a s Pa sa r Tr a disiona l Be r ba sis Buda y a da n
W isa t a
Pengantar
Menyambut Visit Indonesia Year 2008, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
melancarkan sejumlah jurus untuk menjaring wisatawan. Tidak semua jurus menggunakan
formula baru. Tahun ini, Pasar Tradisional diberdayakan sebagai salah satu potensi wisata.
Tentu saja, formatnya mesti berbasis budaya. Jika digarap dengan sangat serius, bukan
mustahil potensinya memang besar.
SP/Ruht Semiono
Pasar terapung di Sungai Barito, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, merupakan salah satu
pasar tradisional yang unik dan dapat menjadi salah satu tujuan wisata.
Masyarakat mendefinisikan pasar sebagai tempat transaksi jual beli, baik pasar tradisional
maupun pasar modern. Meskipun, ada banyak bingkai yang bisa digunakan untuk melihat
maksud dan tujuan dari keberadaan pasar. Hakekatnya, pasar adalah suatu sistem, bagian
dari komponen-komponen yang terkait dengan bidang lain seperti, kehidupan ekonomi, sosial
budaya, teknologi, bahkan agama suatu masyarakat.
Menengok tujuan awalnya, pasar tradisional didirikan untuk tujuan sosialisasi antar
masyarakat. Sosialisasi ini dimaksudkan untuk membangun komunikasi dan relasi antar
masyarakat sekitar, bahkan sebagai tempat untuk bertukar dan menyebarkan informasi.
Pasar sebagai tujuan sosialisasi ini berdampak pula dengan barang-barang yang
diperjualbelikan. Misalnya, Anda akan kesulitan menemukan jajanan khas orang Sumatera
Utara seperti lepet, atau ombus-ombus, di pasar Beringharjo, Jogjakarta. Begitu pun
sebaliknya.
Sementara, dalam kegiatan ekonomi, dan kehidupan masyarakat, pasar menjadi pranata
penting. Keberadaan pasar tak lepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat. Pembeli
membutuhkan penjual, dan sebaliknya. Pemenuhan kebutuhan akan barang-barang ini pun
memerlukan tempat yang praktis untuk bertransaksi.
Secara umum, pasar tradisional dan pasar modern dibedakan dengan kondisi fisik bangunan
yang berbeda. Parahnya, kesan becek, bau, kotor, dan sumpek melekat kuat pada pasar
tradisional. Kesemrawutan juga mewarnai wajah pasar hingga ke lingkungan sekitar, dan
tentunya menimbulkan kemacetan lalu lalang kendaraan yang melintas.
Sementara, pasar modern memiliki bangunan megah, fasilitas menunjang yang memadai,
dan nyaman. Selain dapat menyediakan kebutuhan dengan lengkap, pasar modern dapat
memberikan kemudahan dalam sistem pembayaran seperti pembayaran tunai, debet dari
kartu ATM, ataupun kredit. Dengan demikian, pasar modern menjadi pilihan utama
masyarakat dewasa ini. Selain nyaman, kehadiran pasar modern kian menjamur dan mudah
ditemui dimana saja. Bahkan pasar modern sekelas minimarket mudah dijumpai hingga ke
daerah perkampungan rumah-rumah penduduk.
Alhasil, keberadaan pasar tradisional semakin tersingkirkan. Kondisi ini juga dirasakan
pemerintah setelah lebih dari empat tahun belakangan. Pasar-pasar tradisional semakin
terpuruk, hingga banyak diantaranya yang gulung tikar.
Berkhas
9
Volume VI Januari 2008
Suara Pembaruan
Jumat, 04 Januari 2008
Apalagi regulasi atau aturan hukum yang ada tidak cukup kuat membela rakyat kecil.
Pemerintah setempat, yang wilayahnya dipenuhi dengan hypermarket, mal, dan mart juga
tidak cukup lihai melihat fenomena ini sebagai awal keterpurukan pasar tradisional.
Sementara, aturan main lebih memprioritaskan kepentingan pemilik modal daripada rakyat
kecil sebagai pengguna pasar tradisional.
Antropolog Universitas Indonesia, Semiarto Adji yang ditemui SP jelang pembukaan kegiatan
Lokakarya Pemberdayaan Pasar Tradisional di Era Hypermarket mengatakan, dilihat dari sisi
ekonomi, masyarakat terbagi dua yakni, masyarakat sederhana dan masyarakat kompleks.
Masyarakat sederhana yakni, kaum petani, dan rakyat kecil, sedangkan masyarakat kota,
dan pemilik modal digolongkan Adji sebagai masyarakat kompleks.
Fenomena keterpurukan pasar tradisional ini, tak lepas dari isu eksploitasi masyarakat
sederhana oleh masyarakat kompleks. Ujung-ujungnya, masyarakat sederhana tadi akan
semakin terkikis dan bukan tidak mungkin lenyap begitu saja.
Hal serupa juga disampaikan Sri-Edi Swasono, ketika ditemui SP dalam pembukaan
Lokakarya Pemberdayaan Pasar Tradisional di Era Hypermarket di Balairung, Gedung Sapta
Pesona -Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat,
Rabu (28/11). Menurut Edi, kehadiran sejumlah hypermarket, mal, bahkan minimarket bukan
saja menggusur pasar tradisional dengan alasan modernisasi, tapi juga menelantarkan rakyat
kecil lewat sejumlah pembangunan dan penggusuran. Hal ini tak ubahnya dengan upaya
memberantas orang miskin, bukan pengentasan kemiskinan.
Berangkat dari beragam alasan yang melatarbelakanginya, pemerintah kini bersama-sama
mengumpulkan kekuatan dan berupaya membangun kembali pasar tradisional. Lagi lagi,
lewat kegiatan pemberdayaan pasar tradisional, lokakarya, dan workshop. Kegiatan ini
berulang-ulang digongkan. Namun, kali ini pemberdayaan pasar tradisional akan didasarkan
dari aspek budaya dan wisata. Usaha pemerintah ini diawali dengan sosialisasi pasar
tradisional di kota Depok, Juni 2004 lalu, dan bergulir ke sebelas kota-kota lain di Indonesia.
Upaya ini terus berlanjut hingga kepada kegiatan Lokakarya Pemberdayaan Pasar
Tradisional di Era Hypermarket yang diselenggarakan di Jakarta, 28 - 30 November 2007.
Di sisi lain, pemerintah juga tengah berupaya meningkatkan sektor pariwisata negara. Melalui
pasar tradisional berbasis budaya dan wisata, diharapkan dapat membantu perkembangan
sektor pariwisata. Sektor ini merupakan satu dari sekian sektor lain yang selama ini
memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara dan diandalkan sebagai
sumber devisa negara.
Direktur Tradisi Ditjen NBSF Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, I Gusti Nyoman Widja
mengatakan, untuk menjembatani sektor ekonomi dan pariwisata inilah, pemerintah
menganggap pasar tradisional yang berbasis budaya dan wisata menjadi sangat potensial
untuk dikembangkan sebagai aset wisata.
Sebut saja, Pasar Beringharjo di Jogjakarta. Pasar yang dibangun tahun 1758 ini memiliki
nilai sejarah, ekonomi, dan budaya. Contoh lain, pasar Sukawati di Bali. Di pasar Sukawati,
bukan cuma fisik bangunan pasar yang khas daerah setempat, tapi juga barang-barang yang
diperjualbelikan disana berbau kultur Bali. Seperti penjualan lukisan, pakaian khas Bali,
asesoris perak, patung kayu hingga lukisan.
Ada pula pasar yang para pedagangnya menjual barang sejenis seperti, pasar batu akik,
pasar barang antik, pasar ikan dan pasar bunga. Di pasar ini, segala jenis barang yang
diperjualbelikan sangat homogen.
Berkhas
10
Volume VI Januari 2008
Suara Pembaruan
Jumat, 04 Januari 2008
Pasar-pasar inilah yang coba digalakkan pemerintah, selain memberikan kontribusi di sektor
ekonomi, pasar berbasis budaya dan wisata diyakini mampu menarik kunjungan wisatawan,
baik mancanegara maupun lokal.
Terintegrasi
Bicara mengenai pasar tradisional berbasis budaya dan wisata, ada banyak aspek terkait
yang harus diperhatikan tentunya. Misalnya, fisik bangunan. Menurut Direktur Jenderal Nilai
Budaya, Seni, dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Muklis Paeni, setiap pasar
tradisional memiliki ciri bangunan fisik yang khas. Baiknya, lanjut Muklis, pasar tradisional
nanti diarahkan ke ciri fisik yang khas dengan wilayah setempat. Bahkan, barang-barang
yang dijual pun harusnya menggambarkan kultur setempat.
Tidak jauh berbeda dengan yang diharapkan Meutia F Swasono. Ditemui SP di Jakarta, barubaru ini, dia mengatakan, penting untuk memperhatikan kondisi fisik bangunan dengan
mempercantik penataan ruangnya.
Pasar antik yang terletak di Jalan Surabaya, Menteng, misalnya. Pasar yang menjual barangbarang antik ini bisa dikategorikan dalam pasar tradisional berbasis budaya dan wisata.
Setiap hari selalu saja ada orang bule terlihat disana. Hal ini tentunya baik dikembangkan.
Tapi dengan pengelolaan seperti sekarang, bagaimana para wisatawan bisa nyaman
berbelanja dan berwisata mata jika kendaraan yang mereka parkir di bahu jalan justru
menimbulkan kemacetan. Klakson setiap kendaraan yang melintas jadi menimbulkan
kebisingan tentunya. Seharusnya tersedia parkir yang nyaman di wilayah setempat. Jika
suasana nyaman tercipta, ke depannya, masyarakat sekitar justru berpeluang besar untuk
membuka usaha lain, jajanan misalnya. Aspek lain yang penting diperhatikan adalah
kekhasan dari pasar tersebut. Misalnya, Pasar Minggu yang awalnya ditujukan sebagai pasar
pusat jual-beli buah-buahan yang kini berubah jadi sarang angkutan umum. [CNV/U-5]
Berkhas
11
Volume VI Januari 2008
Kompas
Sabtu, 05 Januari 2008
Pe r pr e s Pa sa r M a sih D ir a guk a n
But uh Ke t e ga sa n Pe m da
Jakarta, Kompas - Peraturan presiden yang dinantikan untuk menyelesaikan konflik
kepentingan pasar modern dan pasar tradisional akhirnya diterbitkan. Akan tetapi, efektivitas
Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan, dan Toko Modern ini diragukan.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam jumpa pers "Kinerja Departemen
Perdagangan Tahun 2007" di Jakarta, Jumat (4/1), mengatakan, di pengujung tahun 2007,
Perpres No 112/2007 merupakan pencapaian penting yang dilakukan pemerintah.
Perpres itu diperkuat dengan Perpres No 111/2007 tentang Perubahan Atas Perpres No
77/2007 mengenai daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di
bidang penanaman modal.
Mari mengatakan, lokasi pusat perbelanjaan, baik modern dan toko modern maupun pasar
tradisional, haruslah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten dan kota.
Perpres ini bertujuan menciptakan ketertiban persaingan dan menyeimbangkan kepentingan
produsen, pemasok, dan konsumen dalam penyelenggaraan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan, dan toko modern.
Menyangkut pola kemitraan, Menperdag menegaskan, "Kemitraan antara pemasok usaha
kecil maupun menengah dan pasar modern dilakukan atas dasar perjanjian tertulis yang
berbahasa Indonesia dan memegang asas berkeadilan."
Selain itu, perpres tersebut mengharuskan adanya aturan menyangkut aneka masalah yang
selama ini mencerminkan ketidakadilan bagi pemasok, di antaranya potongan harga reguler,
harga tetap, harga khusus, harga promosi, biaya promosi, serta distribusi dan administrasi.
Sanksi
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta Hasan Basri
meragukan sanksi yang bakal dikenakan menyangkut masalah zonasi keberadaan pasar
atau toko modern yang menghambat pertumbuhan pasar tradisional.
"Kita akan lihat implementasi. Apabila zonasi diberlakukan secara abu-abu oleh pemerintah
daerah, APPSI akan menggugat pemda maupun pemerintah pusat," tegas Hasan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa menilai
perpres tersebut diduga bakal menuai keragu-raguan dalam implementasinya. Oleh karena
itulah, dalam perjalanan waktu, pengusaha besar maupun kecil seharusnya memiliki
kesamaan visi untuk bisa tumbuh bersama tanpa harus saling mematikan.
Kepala Subdirektorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Metropolitan Departemen
Pekerjaan Umum Firman Hutapea menegaskan, "Persoalan zonasi sangat bergantung pada
ketegasan pemda. Prinsipnya, hipermarket tidak boleh berada di lingkungan permukiman
penduduk." (OSA/HAR)
Berkhas
12
Volume VI Januari 2008
Kompas
Sabtu, 05 Januari 2008
D AM PAK BAN JI R
Se j um la h UKM da n Te m pa t Usa ha Tut up
Solo, Kompas - Banjir yang melanda beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti di Kota Solo
dan sekitarnya, Kabupaten Kudus dan sekitarnya, serta di Kota Semarang, juga merendam
sejumlah kawasan industri kecil dan menengah di sana. Akibatnya, sejumlah tempat usaha
tutup dan pengusaha rugi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun pada Jumat (4/1), tempat kerja sekitar 20 perajin
dandang dan kompor di Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Solo, terendam dan ditutup
sejak 26 Desember 2007. Di kawasan Juanda dan sekitarnya, beberapa pertokoan dan
pabrik pun terendam.
Ketua Kelompok Usaha Dandang Kompor Semanggi FX Hartoyo mengemukakan, tempat
usaha dandang dan kompor di daerah itu tergenang sekitar seminggu. "Tempat kerja, bahan
baku, dan alat-alat kerja terendam. Sebagian harus kami perbaiki," ujar Hartoyo, yang tempat
usahanya rugi Rp 10 juta.
Sumartono Hadinoto (51), pemilik pabrik aplikator aluminium, kaca arsitektur, plafon gipsum,
dan perlengkapan interior di Jalan Juanda 150, Solo, mengemukakan pula, sejak banjir
Desember lalu, kantornya tutup karena terendam air.
"Sebagian karyawan saya tidak masuk karena rumah mereka juga ikut terendam. Kami baru
mulai operasi lagi mulai 2 Januari 2008. Sebagian permintaan konsumen saya terpaksa
ditunda karena situasi banjir ini," ujarnya,
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Kota Solo Febria Roekmini
menyatakan, pihaknya sejauh ini masih mendata jumlah UKM di Kota Solo yang terganggu
akibat bencana banjir.
Rugi miliaran
Banjir juga merendam kawasan industri di Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol,
Kabupaten Sukoharjo, selama beberapa hari. Kerugian diperkirakan puluhan miliar rupiah.
Di salah satu titik kawasan, yakni di Jalan Industri I, Telukan, terdapat lebih dari 40 pabrik
besar yang terendam banjir setinggi dada orang dewasa. Pabrik-pabrik itu memproduksi
plastik, mebel, garmen, sampai barang cetakan.
Galih Agus Satmoko dari CV Multi Cipta Busana yang memproduksi pakaian anak-anak
untuk pasar dalam dan luar negeri mengungkapkan, perusahaannya rugi sekitar Rp 1,4
miliar. Sebesar Rp 1 miliar adalah kerugian akibat kerusakan bahan-bahan produksi, seperti
benang dan kain, pakaian jadi siap kirim, mesin- mesin, dan alat bantu produksi. Adapun Rp
400 juta lainnya adalah kerugian akibat pabrik tidak bisa berproduksi dua minggu, serta
kerusakan instalasi listrik di bangunan gedung.
"Sebenarnya, kami merencanakan produksi lagi hari Kamis kemarin. Namun banyak sekali
yang harus dibersihkan, dan mesin belum selesai diperbaiki sehingga Senin pekan depan
baru akan produksi lagi," kata Galih.
Sebagian areal Lingkungan Industri Kecil (LIK) Bugangan Baru di Semarang Utara, yang
berada di tepi Jalan Raya Kaligawe dan Kali Tenggang, sudah 10 hari ini juga tergenang
banjir. (SON/EKI/WHO)
Berkhas
13
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Senin, 07 Januari 2008
'Cipt a k a n ik lim posit if bua t UKM '
TULUNGAGUNG, Jawa Timur: Ketua DPR-RI Agung Laksono mengatakan pemerintah harus
mampu menciptakan iklim yang lebih baik bagi tumbuhnya usaha kecil dan menengah (UKM)
dalam berbagai bidang di Indonesia, karena usaha skala itu sangat penting menciptakan
lapangan kerja, menyerap investasi, dan sebagian mampu menghasilkan produk yang layak
ekspor.
Hal itu dia sampaikan saat berdialog dengan para perajin batu alam berupa batu marmer di
Desa Campurdarat, Kecamatan Campurdarat, Tulungagung, Jawa Timur, pekan lalu.
Agung juga mengukuhkan kepengurusan Asosiasi Perajin Batu se-Indonesia (Apbindo)
periode 2008-2012 yang dipimpin Ketua Umum Ahmad Umar.
Menurut Apbindo, Jawa Timur mengekspor sekitar 1.000 kontener setiap tahun berisi hasil
kerajinan batu dari berbagai daerah, 50% di antaranya berasal dari Tulungagung. (Antara)
Berkhas
14
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Senin, 07 Januari 2008
Kr e dit UM KM Rp8 3 m ilia r dica ir k a n
SRAGEN: Kredit usaha mikro kecil dan menengah sebesar Rp83,15 miliar telah dicairkan
melalui kerja sama Linkage Program Bank Umum dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di
Wilayah Eks Karesidenan Surakarta.
Pimpinan Bank Indonesia Solo Dewi Setyawati mengatakan hal itu di sela-sela mendamping
Deputi Gubernur Bank Indonesia Ardhayadi M, ketika me-nyerahkan bantuan banjir di
Sragen, pekan lalu.
Bank Indonesia terus berupaya untuk mendorong kerja sama dalam bentuk keterkaitan
program antara Bank Umum dan BPR dalam rangka meningkatkan penyaluran kredit kepada
UMKM.
Linkage program merupakan sinergi antara Bank Umum dan BPR untuk memadukan
kekuatan yang dimiliki sekaligus mengatasi kelemahan yang ada untuk saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Bank Umum memiliki kekuatan dalam pendanaan, tapi sering menghadapi kesulitan dalam
menyalurkan kreditnya kepada UMKM karena keterbatasan kantor dan jumlah personel. BPR
yang tersebar di berbagai pelosok daerah lebih mudah menjangkau UMKM, tetapi terbatas
dalam pendanaan. (Antara)
Berkhas
15
Volume VI Januari 2008
Jurnal Nasional
Selasa, 08 Januari 2008
Pr oduk t iv it a s UM KM D a pa t M e ningk a t m e la lui
Kope r a si
Padang | Selasa, 08 Jan 2008
TAHUN ini Dinas Koperasi (Diskop) dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Provinsi Sumatera
Utara (Sumut) menargetkan pertumbuhan produktivitas usaha mikro kecil menengah (UMKM)
mencapai 18 persen.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumut, Ridwan Siregar mengatakan, produktivitas
dapat dihitung dari pertumbuhan koperasi dan unit UMKM pada tahun ini atau dengan
penambahan volume usaha UKM yang telah lama berdiri dan berkembang. “Dengan dana
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) sebesar Rp5,3 miliar dan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) yang diajukan
sebesar Rp14 miliar, kita harapkan mampu meningkatkan produktivitas kerja terutama UMKM
berkisar 16-18 persen,” katanya kepada wartawan di Medan Senin, (7/1).
Dia mengatakan, jika produktivitas tumbuh, suntikan modal langsung atau melalui koperasi
akan lebih mudah diperoleh sehingga pertumbuhan unit usaha UMKM yang baru sebanyak
332.750 lebih mudah tercapai. Peningkatan produktivitas UMKM juga akan menyerap tenaga
kerja yang menjadi sasaran dibidang koperasi dapat bertumbuh 15 persen dan wujud
koperasi berkualitas akan bertambah 671 koperasi pada tahun ini dapat tercapai. “Sesuai
target, Diskop dan UKM menargetkan pertumbuhan koperasi hingga 2009 mencapai 3.382
koperasi. Sepanjang 2008, kami menargetkan pertumbuhan 671 koperasi,” ujarnya.
Untuk mencapai hal tersebut, pihaknya akan fokus untuk memperbaiki kualitas mulai dari
sumber daya manusia (SDM) hingga manajemen mulai dari perbaikan administrasi kegiatan,
koordinasi program dan teknis diperbaiki hingga kelembagaan. “Perbaikan-perbaikan ini juga
dapat memudahkan koperasi mendapatkan bantuan dari perbankan karena dinilai telah
profesional yang kemudian akan disalurkan ke UMKM melalui metode simpan pinjam atau
lainnya. Upaya ini juga untuk membuat sektor rill bergerak optimal,” ucapnya seraya
menambahkan pemerintah kabupaten dan kota harus mendukung dengan regulasi yang
berpihak,” katanya
Berkhas
16
Volume VI Januari 2008
Seputar I ndonesia
Selasa, 08 Januari 2008
Pr oduk t iv it a s UM KM D ipa cu
MEDAN(SINDO) – Tahun ini Dinas Koperasi (Diskop) dan Usaha Kecil Menengah (UKM)
Sumut menargetkan pertumbuhan produktivitas UMKM mencapai 18%.
Kepala Diskop dan UKM Provsu Ridwan Siregar mengatakan, produktivitas tersebut dapat
dihitung dari pertumbuhan koperasi dan unit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) pada
tahun ini.Selain itu,bisa juga dengan penambahan volume usaha UKM yang telah lama
berdiri dan berkembang.
”Dengan dana anggaran pendapatan belanja negara (APBN) melalui daftar isian
pelaksanaan anggaran (DIPA) sebesar Rp5,3 miliar dan anggaran pendapatan belanja
daerah (APBD) yang diajukan sebesar Rp14 miliar, kita harapkan mampu meningkatkan
produktivitas kerja terutama UMKM berkisar 16%-18%,” ujar Ridwan kepada wartawan di
ruang kerjanya, kemarin.
Dia mengatakan, jika produktivitas telah tumbuh, maka suntikan modal langsung atau melalui
koperasi akan lebih mudah diperoleh sehingga pertumbuhan unit usaha UMKM yang baru
sebanyak 332.750 lebih mudah tercapai. Peningkatan produktivitas UMKM juga akan
menyerap tenaga kerja yang menjadi sasaran di bidang koperasi dapat bertumbuh 15% dan
wujud koperasi berkualitas akan bertambah 671 koperasi pada tahun ini dapat tercapai.
”Sesuai target, Diskop dan UKM menargetkan pertumbuhan koperasi hingga 2009 mencapai
3.382 koperasi. Sepanjang 2008, kami menargetkan pertumbuhan 671 koperasi,” sebutnya.
Untuk mencapai hal tersebut, pihaknya akan fokus memperbaiki kualitas mulai dari sumber
daya manusia (SDM), manajemen mulai dari perbaikan administrasi kegiatan, koordinasi
program dan teknis diperbaiki hingga kelembagaan.
”Perbaikan ini juga dapat memudahkan koperasi mendapatkan bantuan dari perbankan
karena dinilai telah profesional yang kemudian akan disalurkan ke UMKM melalui metode
simpan pinjam. Upaya ini juga untuk membuat sektor riil bergerak optimal,” ucapnya, seraya
mengatakan pemerintah kabupaten (pemkab) dan kota harus mendukung dengan regulasi
yang berpihak.
Ketua Forum Daerah (Forda) UKM Sumut Cahyo Pramono menyatakan, pada dasarnya
upaya untuk mengembangkan usaha kecil sangat diterima, tapi yang penting adalah berapa
besar jangkauan pengembangan tersebut.
”Kalau dilihat sebenarnya produktivitas UKM atau UMKM sudah cukup bagus, tapi jika
memang ada yang berkeinginan untuk membuatnya lebih bagus tentu kita terima. Hanya,
berapa banyak yang akan dijangkau karena jumlahnya tidak sedikit dan bagaimana
kelanjutannya,” jelasnya. (jelia amelida)
Berkhas
17
Volume VI Januari 2008
Republika
Rabu, 09 Januari 2008
M inya k La ngk a , Bur uh UKM D ir um a hk a n
SUKABUMI -- Dampak kelangkaan minyak tanah tak hanya dirasakan kalangan rumah
tangga. Dunia usaha, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM), juga mulai terpukul
dengan krisis tersebut. Ratusan buruh UKM di Kota Sukabumi harus dirumahkan. Pasalnya,
kegiatan usaha UKM sangat tergantung pada minyak tanah.
Salah seorang pelaku UKM pembuat makanan ringan, Ade Sopyan (46 tahun) warga
Kampung Inti Kaya, Subangjaya, Cikole, Kota Sukabumi mengaku, sudah tiga hari ini tidak
berproduksi. ''Sejak Sabtu (5/1) lalu total semua proses produksi berhenti karena belum
mendapatkan pasokan minyak tanah,'' ujar dia, Selasa (8/1).
Ditambahkan Sopyan, kegitaan usahanya sangat tergantung pada minyak tanah dan tidak
bisa digantikan dengan bahan bakar lain. Kebutuhan minyak tanah per harinya, kata dia,
mencapai dua drum (per drum 200-220 liter). Saat ini, dia hanya menerima satu drum minyak
tanah per minggunya.
Akibat kondisi tersebut, Sopyan mengaku terpaksa merumahkan sekitar 80 buruh yang
dipekerjakannya. ''Kerugian sepanjang tiga hari ini mencapai Rp 300 juta,''kata dia. Usaha
Sopyan itu antara lain membuat sukro merek 'Lingga Sari' dijual hingga ke daerah Jakarta,
Bandung, dan daerah lainnya. Berbeda dengan di Sukabumi, kelangkaan minyak di
Tasikmalaya memaksa pedagang kecil mengurangi porsi dagangannya. Hal tersebut
dilakukan agar kenaikan harga minyak tanah tidak sampai membuat mereka merugi.
''Kalau harus tetap seperti biasa, saya tidak akan sanggup untuk berjualan. Dengan cara
seperti itu saja keuntungan yang saya dapat tidak terlalu besar,'' kata Rendi (34 tahun),
penjual gorengan di Jl Siliwangi, Selasa (8/1). Sementara itu, operasi pasar (OPM) minyak
tanah di Kota Bandung belum bisa mencegah terjadinya antrean warga. Khusus di Bandung
timur, sejumlah agen penjualan minyak tanah masih diserbu warga.
Hasil pantauan Republika menunjukkan, sejumlah agen yang dijejali pembeli itu di antaranya
terletak di Perumahan Cijambe, Sindanglaya, Cicukang, dan Ujungberung. Setiap pembeli
minyak tanah hanya diberi jatah tiga liter. Harga yang ditetapkan sejumlah agen tersebut
antara Rp 2.500 per liter hingga Rp 3.200 per liter.
Salah seorang pengantre minyak tanah di Sindanglaya, Idah Aidah (35 tahun), menjelaskan,
hingga kini minyak tanah masih langka. Menurut dia, ungkapan sejumlah pejabat tentang
ketersediaan minyak tanah yang aman, tidak sesuai dengan kenyataan di tengah
masyarakat.
Bahkan, imbuh Idah, saat ini setiap pembeli hanya diberi jatah tiga liter. Minyak tanah
sebanyak tiga liter, tutur dia, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama dua hari.
''Setelah habis, kami akan kembali antre untuk mendapatkannya,'' ungkap dia Selasa (8/1). n
rig/mus/san
()
Berkhas
18
Volume VI Januari 2008
Suara Pembaruan
Rabu, 09 Januari 2008
Pe m e r int a h Te t a p Tida k Pe dulik a n Pa sa r Tr a disiona l
[JAKARTA] Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menilai, pemerintah masih
tetap kurang peduli kepada pedagang pasar tradisional, meskipun Perpres Nomor 111 Tahun
2007 tentang Daftar Negatif Investasi dan Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Pasar
Modern aktif diberlakukan 27 Desember 2007 lalu. Terbukti, selama 2,5 tahun perpres
digodok, pemerintah tidak pernah berniat memperbaiki kondisi pasar tradisional agar bisa
bersaing dengan retail modern.
Hal tersebut dikemukakan Sekretaris APPSI Ngadiran kepada SP, Selasa (8/1). Menurutnya,
kehadiran Perpres 111/2007 dan 112/2007 hanya diperuntukan bagi peritel modern,
pemasok, dan produsen barang. Sementara kalangan pedagang tradisional tetap mendapat
gambaran "abu-abu" atau tidak tegas mengenai zonasi (jarak) pasar tradisonal dan pasar
retail modern.
"Bagi pedagang pasar tradisional yang terpenting adalah jarak. Pendirian pasar retail modern
seharusnya tidak merugikan pedagan kecil dan warung pemukiman, atau mematikan rezeki
orang. Faktor vital tersebut yang justru belum dijembatani oleh pemerintah," papar Ngadiran.
Selama kurun waktu 2007, terdapat 48 pasar tradisional dari total 151 pasar di DKI Jakarta
yang omzetnya susut akibat pendirian atau menjamurnya pasar retail modern. Kebanyakan
pasar retail modern, seperti Carrefour, Giant, dan yang lainnya didirikan dekat dengan pasar
tradisional dan warung pemukiman.
Contohnya, Carrefour bergandengan dengan Pasar Kramat Jati, jelas sudah melanggar
Perpres 112/2007 dan Perda Nomor 2 Tahun 2002. Jarak antara Carrefour dan
USAHA KECIL
Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).
Da ft a r I si
Jendela UMKM dan Koperasi ---------------------------------------------------------------------------
1
Penjualan UKM Babel Rp340 miliar-------------------------------------------------------------------
3
Usaha Kecil Mulai Tersendat ---------------------------------------------------------------------------
4
Kemitraan ritel dengan usaha kecil paling telat 2009 --------------------------------------------
6
Mencermati tren kelahiran 'bayi' sejumlah raksasa ritel -----------------------------------------
7
Mengemas Pasar Tradisional Berbasis Budaya dan Wisata -----------------------------------
9
Perpres Pasar Masih Diragukan ----------------------------------------------------------------------- 12
Sejumlah UKM dan Tempat Usaha Tutup ----------------------------------------------------------- 13
'Ciptakan iklim positif buat UKM' ----------------------------------------------------------------------- 14
Kredit UMKM Rp83 miliar dicairkan ------------------------------------------------------------------- 15
Produktivitas UMKM Dapat Meningkat melalui Koperasi --------------------------------------- 16
Produktivitas UMKM Dipacu----------------------------------------------------------------------------- 17
Minyak Langka, Buruh UKM Dirumahkan ----------------------------------------------------------- 18
Pemerintah Tetap Tidak Pedulikan Pasar Tradisional ------------------------------------------- 19
2008, Kredit Bukopin Tetap Andalkan UMKM ------------------------------------------------------ 20
Draf PMK UMKM tidak atur dana bergulir ----------------------------------------------------------- 21
'Perpres Perpasaran dorong penerapan trading term' ------------------------------------------- 22
Sumut gelar pameran berkala UKM------------------------------------------------------------------- 23
Perajin Ukiran Kesulitan Bahan Baku ---------------------------------------------------------------- 24
Dana bergulir UMKM Sulut Rp9 miliar---------------------------------------------------------------- 25
Kementerian PDT berambisi bangun 25.000 keuangan mikro -------------------------------- 26
'Larang peritel dekat pasar jual bahan pokok' ------------------------------------------------------ 27
Produk UKM Dominasi Ekspor Yogyakarta --------------------------------------------------------- 28
Tepun terigu UKM di Ujung Tanduk, Ayo Selamatkan! ------------------------------------------ 29
Usaha Kecil Guncang ------------------------------------------------------------------------------------- 32
PMK modal UKM perlu optimalkan dana bergulir ------------------------------------------------- 34
Kesiapan UKM Pendukung Terus Ditingkatkan---------------------------------------------------- 35
Mendongkrak Daya Beli, Memberdayakan KUKM ------------------------------------------------ 36
7 UKM di Jababeka peroleh penguatan modal ---------------------------------------------------- 38
Visit Musi dan Bayang-bayang UKM------------------------------------------------------------------ 39
Sertifikasi Tanah Lambat, Akses Kredit Terbatas ------------------------------------------------- 41
Disiapkan, Skema KTA untuk UKM ------------------------------------------------------------------- 42
'Peritel tidak adil soal merek toko' --------------------------------------------------------------------- 43
UKM Malaysia lebih antisipatif -------------------------------------------------------------------------- 44
Belum Sentuh UMKM ------------------------------------------------------------------------------------- 45
120 Usaha kecil roti gulung tikar ----------------------------------------------------------------------- 46
'Dekopin agar urus pasar tradisional' ----------------------------------------------------------------- 48
Devisa kerajinan Bali US$229 juta -------------------------------------------------------------------- 49
Industri Kecil Terpuruk ---------------------------------------------------------------------------------- 50
KUKM Tahu Ditawari Kredit ----------------------------------------------------------------------------- 51
62 BMT prakarsai perusahaan modal ventura ----------------------------------------------------- 52
Visit Musi Belum Berdampak bagi UKM ------------------------------------------------------------- 53
Industri Kecil Terancam Gulung Tikar ---------------------------------------------------------------- 54
Syarat Kredit UKM Masih Berat ------------------------------------------------------------------------ 56
'Industri kecil harus naikkan harga' -------------------------------------------------------------------- 57
'Pasar ritel asing di menengah atas' ------------------------------------------------------------------ 58
'Trading term ritel modern langgar perpres' --------------------------------------------------------- 59
Pemberdayaan UKM Butuh Kordinasi ---------------------------------------------------------------- 61
Perajin Sutra Butuh Modal ------------------------------------------------------------------------------- 62
"Sauyunan" Perhatikan UMKM ------------------------------------------------------------------------- 63
Produk UKM Jabar Siap Menembus Pasar Afsel ------------------------------------------------- 64
Pikiran Rakyat
Rabu, 02 Januari 2008
Je nde la UM KM da n Kope r a si
" M e w uj udk a n D e m ok r a si Ek onom i de nga n Kope r a si"
Pengantar
Mengawali tahun 2008, "Pikiran Rakyat" bekerja sama dengan Ikopin membuka rubrik
Jendela UMKM & Koperasi. Rubrik ini akan menampilkan artikel konsepsional, tematik, sajian
khusus mengenai kegiatan koperasi, usaha kecil dan menengah usaha/koperasi syariah, dan
program inkubasi bisnis secara berkala.
Sehubungan dengan itu, kami mengundang para pelaku usaha untuk mengirimkan berbagai
informasi atau masalah yang tengah dihadapi dalam praktik usaha untuk dikaji dalam rubrik
ini. Informasi itu akan menjadi bahan yang berguna untuk pelaku UMKM lainnya. Untuk hasil
tersebut dapat disampaikan ke LPPM Ikopin di Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor,
telefon (022) 7796033 faks. (022) 7796033 atau "e-mail" [email protected].
Pada kesempatan pertama, Redaksi menampilkan tulisan lepas Ketua Dewan Penyantun
Ikopin, Prof. Dr. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita dengan judul "Mewujudkan Demokrasi
Ekonomi dengan Koperasi". Semoga rubrik ini bermanfaat bagi pembaca.
Redaksi
DI tengah euforia masyarakat ekonomi kita terhadap sistem kapitalisme --walaupun dalam
banyak kesempatan, sistem ini dicerca-- boleh jadi saya termasuk orang masih berkeyakinan
bahwa koperasi adalah bentuk ideal sistem ekonomi kita. Selain alasan yang sangat pribadi,
yakni pengalaman ibu saya yang lama berkecimpung dalam gerakan koperasi dan beliau
berhasil mampu memberi manfaat bagi kesejahteraan anggota koperasinya, juga ada alasan
lain yang lebih bersifat konsepsional.
Pertama, keyakinan bahwa demokrasi politik saja tidak mencukupi karena harus disertai
demokrasi ekonomi. Kedua, ekonom penerima nobel, Amartya Sen (2000), menyatakan
adanya relasi antara demokrasi ekonomi dan usaha mengatasi kemiskinan. Ketiga, reformasi
yang saat ini terus berjalan belum sepenuhnya berjalan dalam bidang ekonomi.
Harus diakui, perekonomian dunia tidak dapat menghindar dari kecenderungan pasar bebas.
Namun, kedaulatan ekonomi tidak bisa hanya bergantung pada mekanisme pasar semata.
Faktanya mekanisme pasar itu tidak mampu menghasilkan kesejahteraan yang berkeadilan.
Pasar bebas cenderung memperkuat kedudukan yang kuat, yang pada akhirnya hanya
menciptakan kegagalan pasar.
Koperasi sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi masyarakat hingga saat ini masih
memiliki peran penting. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, peran koperasi masih
diperhitungkan.
Di beberapa kawasan Asia seperti Jepang maupun Taiwan, perekonomian rakyat
berkembang sehat dan terkait erat dengan sistem perekonomian secara nasional. Amerika
yang sangat kapitalis sekalipun, dalam menjalankan ekonominya ternyata menerapkan
konsep dan prinsip-prinsip koperasi sebagai organisasi ekonomi yang digerakkan atas
keswadayaan anggota.
Kita pun punya pengalaman, koperasi terbukti telah mampu menjadi katup penyelamat,
menghadapi ekses paling buruk di masyarakat akibat krisis ekonomi sepuluh tahun yang lalu.
Di saat industri modern kita bertumbangan akibat terpaan badai ekonomi, ternyata koperasi
mampu memberikan layanan ekonomi dan sosial kepada para anggotanya. Koperasi tetap
mampu menjalankan roda ekonominya, baik aktivitas produksi maupun konsumsinya, dengan
relatif baik.
Berkhas
1
Volume VI Januari 2008
Pikiran Rakyat
Rabu, 02 Januari 2008
Koperasi merupakan gerakan yang tumbuh berdasarkan kepentingan bersama. Ini
mengandung makna, bahwa dinamika koperasi harus selaras dengan tujuan yang telah
ditetapkan bersama. Ajaran ekonomi kelembagaan dari John Commons menekankan,
keanggotaan koperasi tidak berdasarkan kekuatan modal, tetapi berdasar pada pemilikan
usaha betapa pun kecilnya. Walaupun demikian, koperasi berbeda dengan organisasi
swadaya (self-help organization) lainnya (Hanel, 1985:36).
Koperasi melalui pendidikan
Peran anggota merupakan indikator penting dalam mengenali koperasi secara universal.
Anggota adalah pemilik sekaligus pelanggan atau pengguna jasa ekonomi koperasi. Kedua
peran tersebut menjadi kriteria identitas (identity criterion) bagi koperasi. Peran atau identitas
ganda (dual identity) koperasi menunjukkan bahwa yang melakukan kerja sama (cooperation)
adalah manusia atau anggotanya. Baik pada saat mengelola maupun pada saat
memanfaatkan hasil usaha koperasi. Peran unik dari anggota inilah yang dijadikan acuan
dalam mengenali sistem koperasi di berbagai negara.
Walaupun saat ini terjadi indikasi perapuhan peran itu, tetapi sampai saat ini saya
berkeyakinan, bahwa koperasi akan, dapat, dan harus berkembang dalam suasana
kemandirian yang demokratis. Artinya, berkembang atau tidaknya koperasi sangat
bergantung pada seberapa kuat fundamen internal mendukung ketercapaian tujuan
berkoperasi. Faktanya selama ini, baik koperasi yang berhasil maupun koperasi yang
mengalami kegagalan, lebih banyak disebabkan oleh kerapuhan internal organisasi.
Kalaupun ada kontribusi lingkungan strategis eksternal koperasi terhadap kegagalan
koperasi, justru sering diakibatkan oleh "pisau bermata dua" kebijakan yang digulirkan.
Sekarang masalahnya dari mana kita harus membenahi benang kusut pembangunan
koperasi. Dan menempatkan koperasi dalam posisi yang sejati sebagai sistem demokrasi
ekonomi. Menurut hemat saya, ini harus dimulai dengan memerhatikan secara serius
penyelenggaraan pendidikan sumber daya manusia koperasi. Lembaga pendidikan yang
kokoh dan tangguh akan meniscayakan kinerja koperasi yang senyatanya di masa depan.
Untuk itu, perhatian dan dukungan yang serius untuk tumbuhnya institusi pendidikan koperasi
yang bermutu harus menjadi perhatian kita bersama dan menjadi agenda nasional.
Pendidikan koperasi harus diarahkan pada peningkatan kompetensi dan komitmen
berkoperasi karena dengan kompetensi dan komitmen SDM yang tinggi, koperasi akan
memperoleh keunggulan-keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain,
seperti kesediaan menjaga nama baik koperasi, sekaligus mampu mengembangkan
manajemen profesional yang berkarakter nilai-nilai koperasi.***
Berkhas
2
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Kamis, 02 Januari 2008
Pe nj ua la n UKM Ba be l Rp3 4 0 m ilia r
PANGKALPINANG: Sektor usaha kecil dan menengah di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung pada 2007 membukukan transaksi Rp340 miliar dan keuntungan Rp135 miliar.
"Dari sisi pertumbuhan usaha baru mencapai 3%," kata Kepala Sub Dinas Perindustrian,
Dinas Perindagkop dan UKM Provinsi Bangka Belitung, Herry, Selasa.
UKM di provinsi ini tercatat 2.230 unit, yang di antaranya bergerak di bidang industri kerupuk
kemplang, kericu, getas, wedang jahe, pempek, kerajinan berbahan baku timah, kain tenun
cual, jasa perbengkelan, elektronik dan teknologi informasi.
Di luar yang terdaftar di Disperindag, diperkirakan ada lebih banyak lagi industri kecil, tetapi
pihaknya sulit melakukan pendataan karena menjadi kewenangan dari kabupaten dan kota.
(Antara)
Berkhas
3
Volume VI Januari 2008
Republika
Kamis, 03 Januari 2008
Usa ha Ke cil M ula i Te r se nda t
Se ba gia n m e r e k a t ut up k a r e na t a k punya m inya k t a n a h .
BANDUNG -- Kelangkaan minyak dalam dua pekan terakhir, mulai membuat usaha kecil di
Kota Bandung 'tersengal'. Sebagian mereka telah menutup tempat usahanya untuk
sementara waktu.
''Sudah tiga hari ini saya tidak lagi buka warung nasi kuning. Habis sudah persediaan minyak
saya,'' tutur Atin Supriatin (36 tahun), warga Titimplik, Kota Bandung saat mengantre minyak
tanah di depan Pasar Cihaurgeulis, Rabu (2/1). Otomatis, menurut dia, dalam tiga hari ini
dirinya sama sekali tidak memperoleh penghasilan.
Untuk bisa membuka kembali warung nasinya, Atin rela mengantre berjam-jam di agen
penyalur minyak. Sejak pukul 06.00 WIB bersama sekitar seratus warga yang lain dia
berbaris di agen tersebut. Dia pun berharap sangat besar krisis minyak tanah ini tidak
berkepanjangan sehingga usahanya bisa kembali lancar.
Hal serupa juga dikemukakan seorang pembuat roti untuk skala industri rumah tangga asal
Cihaurgeulis, Tatang Suryana (26). Dia juga mengaku sudah tiga hari terakhir, usaha
pembuatan rotinya terhenti karena tidak mendapatkan minyak tanah.
Pertamina area Bandung meminta kepada 250 agen di Bandung, Cimahi, Sukabumi, Cianjur,
dan Sumedang memprioritaskan penyaluran minyak tanah di tingkat rumah tangga. Bahkan
jika perlu, penyaluran minyak ke pengecer dihentikan sampai kelangkaan minyak tanah di
lima daerah itu teratasi.
Demikian disampaikan Sales Representatif Ritel BBM Sales Pertamina Area Bandung, Zibali
Hizbul Masih, kepada Republika, Rabu (2/1). Dalam waktu dekat ini, rencananya Pertamina
akan memberlakukan operasi pasar (OP) minyak tanah. ''Akan dilakukan dalam waktu dekat
ini, tapi kami baru akan melakukan rapat,'' kata dia.
Berdasarkan data yang dimiliki Pertamina, kelangkaan terjadi pada sepekan sebelum
pergantian tahun. Hal ini terjadi karena dua faktor. Pertama, kata Zibali, di masyarakat terjadi
rumor harga BBM akan naik, sehingga masyarakat ataupun pengecer panik dan membeli
minyak tanah dalam jumlah besar.
Kedua, lanjut Zibali, pasokan dari Pertamina saat perayaan Natal dan Tahun Baru berhenti.
Karena tidak ada penyaluran, minyak tanah di tingkat pengecer kosong, sehingga
masyarakat menyerbu pangkalan dan terjadilah antrean panjang.
Zibali menjelaskan, sebenarnya pasokan minyak tanah banyak. Namun penyalurannya diatur
oleh kuota, sehingga pihaknya tidak bisa mengeluarkan pasokan seenaknya. Hingga kini,
pasokan minyak tanah di lima daerah masih normal, yakni sebanyak 2.500 kilo liter per hari.
Untuk mengatasi persoalan ini, Pertamina sudah melakukan koordinasi dengan agen
ataupun Hiswana Migas dan pemerintah daerah. Ia pun menyanggah pada 23 Januari 2008
mendatang pasokan seluruh pangkalan akan dihentikan.
Sementara itu, ratusan warga Kecamatan Padalarang dan Cipatat terlihat antre di salah satu
agen minyak tanah di Kecamatan Padalarang. Meskipun hujan turun dengan deras, warga
tetap antre. ''Sudah dua minggu tidak ada minyak tanah di warung-warung. Jadi, biarpun
hujan, yang penting minyak tanahnya dapat,'' ujar Enti, warga Desa Ciburuy, Kecamatan
Padalarang, Rabu (2/1).
Berkhas
4
Volume VI Januari 2008
Republika
Kamis, 03 Januari 2008
Kelangkaan minyak tanah di Kabupaten Karawang semakin parah. Sejak Rabu (2/1) sekitar
pukul 09.00 WIB, ratusan warga antre minyak tanah di sejumlah pangkalan. Bahkan, di
beberapa tempat penjualan, dalam waktu tiga jam minyak tanah tersebut langsung habis.
Selain itu, dalam antre minyak tanah sempat diwarnai kericuhan.
Ketua DPC Hiswana Migas Purwakarta, Auh Solehudin, menyatakan, distribusi minyak tanah
untuk wilayah Purwakarta, Subang, dan Karawang, belum mendapatkan pengurangan.
Pasalnya, wilayah Purwasuka belum kebagian jatah konversi gas elpiji.
Kondisi serupa juga terjadi di Tasikmalaya. Selain sulit diperoleh, menurut Rodiah, harga
minyak tanah terus melambung. Harga satu liter minyak tanah, kata dia, rata-rata Rp 3.000
per liter. ''Sebelumnya paling mahal hanya Rp 2.500 per kg,'' kata dia. ren/win/mus/rfa/irf
()
Berkhas
5
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Jumat, 04 Januari 2008
Ke m it r a a n r it e l de nga n usa ha k e cil pa ling t e la t 2 0 0 9
JAKARTA: Toko modern dan pusat belanja wajib melakukan kemitraan dengan usaha kecil
paling lambat akhir 2009, menyusul diterbitkannya Perpres No. 112/2007 tentang Penataan
dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern pada 27 Desember
2007.
Berdasarkan pasal 18 ayat (5) Perpres Perpasaran, pusat belanja dan toko mo-dern yang
beroperasi wajib melaksanakan program kemitraan paling telat dua tahun sejak Perpres
Perpasaran diterbitkan pada 27 Desember 2007.
"Program kemitraan dalam perpres dituangkan dalam bentuk kerja sama pasok barang, dan
terkait untuk mendapatkan izin," kata Direktur Bina Pasar dan Distribusi Ditjen Perdagangan
Dalam Negeri Departemen Perdagangan Gunaryo, kemarin.
Gunaryo menjelaskan hanya usaha skala kecil yang dimasukkan dalam program kemitraan
itu sesuai dengan UU No. 9/1995 tentang Usaha Kecil, sedangkan usaha menengah dan
besar digolongkan dalam kerja sama.
"Kalau usaha kecil dengan usaha menengah dan besar itu disebut kemitraan. Sedangkan
usaha menengah dan besar itu digolongkan dalam kerja sama."
Dalam kesempatan terpisah, Sekjen Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) Tutum
Rahanta mendukung kebijakan pemerintah yang mewajibkan peritel modern bermitra dengan
usaha kecil.
"Sekarang pun sudah berjalan kemitraan [di ritel modern]," tegas Tutum.
Tutum menjelaskan peran pemasok usaha kecil dan menengah (UKM) di toko modern
berkisar 25% hingga 50% dari total barang yang dijual.
Pemasok UKM di department store kelas menengah menyuplai lebih dari 50% jenis barang,
sedangkan dept. store kelas atas hanya 25%-30%, sementara itu minimarket, supermarket,
dan hipermarket, pasokan dari UKM berkisar 30%.
Dari Perpres No. 112/2007 yang menyebutkan soal kemitraan ada di pasal 9. Isi pasal
tersebut mengatakan peritel harus membuat perjanjian kerja sama dengan pemasok dengan
tidak memungut biaya administrasi pendaftaran barang (selama ini populer dengan istilah
listing fee).
Pasal 9 juga menjelaskan pembayaran kepada pemasok kecil dilakukan secara tunai atau
jika ada alasan teknis dapat dilakukan selambatnya 15 hari setelah dokumen penagihan
diterima, dengan memperhitungkan biaya risiko dan bunga untuk pemasok usaha kecil.
Dalam pasal 13 menjelaskan untuk memperoleh izin IUP2T (izin usaha pengelolaan pasar
tradisional), IUPP (izin usaha pusat perbelanjaan), IUTM (izin usaha toko modern) harus
dilengkapi dengan rencana kemitraan dengan usaha kecil. ([email protected])
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia
Berkhas
6
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Jumat, 04 Januari 2008
M e nce r m a t i t r e n k e la hir a n 'ba y i' se j um la h r a k sa sa
r it e l
Setelah didahului oleh pesaingnya, akhirnya Carrefour siap-siap untuk melakoni bisnis toko
modern dengan skala areal luas belanja yang lebih kecil, pascaakusisi PT Alfa Retailindo Tbk
(Alfa).
Sebenarnya desas-desus Carrefour bakal 'mencaplok' Alfa Retailindo sudah terdengar Juli
2007. Isu tersebut merebak di sela-sela finalisasi negosiasi akuisisi Alfa Retailindo oleh PT
Ramayana Lestari Sentosa Tbk.
Kabar akuisisi Alfa Retailindo oleh Carrefour makin kencang berembus sebulan terakhir.
Sementara itu, upaya Ramayana untuk membeli Alfa Retailindo telah terhenti sejak
memasuki minggu terakhir September.
Namun, setiap kali diminta konformasinya, dengan piawai pihak Alfa ataupun Carrefour
menutupi rencana itu. Isu kemudian mengerucut pada rencana Carrefour membuka format
supermarketnya yang bermerek Champion dengan cara mengakuisisi Alfa.
Ketika ditanyakan kebenarannya, Komisaris PT Alfa Retailindo Tbk Djoko Susanto sampai
bersumpah akan menyediakan rumah Rp1 miliar jika isu itu terbukti.
Sementara itu, Christian Charitat, Direktur Operasional PT Carrefour Indonesia secara tegas
menyatakan tidak mungkin Carrefour memboyong Champion ke Indonesia.
"Supermarket itu kompetitor Carrefour. Jadi kenapa harus membawa Champion ke
Indonesia," jelas Christian Charitat saat ditemui di Lampung belum lama ini.
Sampai akhirnya kedua perusahaan tersebut mengumumkan di media (19 Des.) telah terjadi
nota kesepahaman pada 17 Des., dan Carrefour akan membeli 75% saham Alfa. Dalam
pengumumannya Carrefour menjelaskan kegiatan usaha di Indonesia adalah supermarket
dan hipermarket.
Merek hipermarket
Jika memang bukan dengan cara menggotong merek supermarketnya ke Indonesia pasca
akuisisi, berarti besar kemungkinan merek yang akan dipakai oleh Carrefour untuk 29 toko
Alfa adalah sama dengan merek hipermarketnya (Carrefour).
Alfa memiliki format hipermarket yang diberi merek Alfa Toko Gudang Rabat dengan luas
toko di atas 6.000 m2 , sedangkan format supermarketnya bermerek Alfa Supermarket
dengan luas gerai 2.000-3.000 m2 .
Bila itu benar terjadi berarti sama dengan pesaing yang lain, Carrefour akan gencar
melakukan ekspansi untuk gerai hipermarket yang kompak, atau dengan gerai yang luasnya
lebih kecil.
Dugaan tersebut sejalan dengan isu yang dilontarkan para pemasok Carrefour, bahwa
raksasa ritel ini akan mengoperasikan gerai yang lebih kecil dengan merek sama, yang
mereka sebut sebagai baby Carrefour.
Berkhas
7
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Jumat, 04 Januari 2008
Gaya ekspansi
Masalahnya, gaya hipermarket masuk ke skala supermarket kerap membuat konsumen
kecele. Mereka datang ke toko bermerek hipermarket dengan harapan lebih murah, nyatanya
toko itu berformat supermarket.
Sebaliknya jika diyakini masih masuk dalam format hipermarket, jumlah produk yang dipajang
amat terbatas. Tidak seperti di hipermarket yang bisa menjumpai segala macam keperluan
(one stop shopping).
Berdasarkan Perpres Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern, ada batas luasan areal yang berimpitan dari beberapa format toko modern.
Misalnya, toko dengan luas 5.000 m2 bisa dikelompokkan sebagai supermarket atau
hipermarket,sedangkan toko dengan luas 400 m,2 bisa masuk dalam kelompok supermarket
dan minimarket.
Carrefour belakangan ini semakin mendekati batas minimal luas gerai hipermarket sesuai
dengan perpres, yaitu dengan mengoperasikan Carrefour Cikokol yang luas gerainya hanya
5.071 m2.
Dari dokumen hasil pendataan Depdag, dari 23 toko Carrefour yang ditelusuri terdiri dari luas
10.000 m2 (1 toko), 9.000 m2 (4 toko), 8.000 m2 (9 toko), 7.000 m2 (2 toko), 6.000 m2 (5
toko), 5.000 m2 (2 toko).
"Bila Carrefour membuka outlet baru, dalam sekejap akan melesat penjualannya. Apalagi
minat Carrefour turun ke [format toko] lebih bawah, jadi lebih cepat lagi," papar Sekjen
Aprindo (Asosiasi Pengusaha ritel Indonesia) Tutum Rahanta.
Keperkasaan Carrefour tampak dari laporan majalah Retail Asia. Pada 2006, dengan 24 toko
Carrefour mampu menduduki peringkat kedua perolehan omzet di Indonesia, yakni Rp7,23
triliun.
Bisa dibayangkan, omzet Carrefour jika mengambil alih 29 toko Alfa, plus sejumlah
pembukaan gerai baru.
Anggota KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Syamsul Maarif memproyeksikan
Carrefour akan mendominasi industri ritel di Indonesia. (linda.silitonga@bisnis. co.id)
Oleh Linda T. Silitonga
Wartawan Bisnis Indonesia
Berkhas
8
Volume VI Januari 2008
Suara Pembaruan
Jumat, 04 Januari 2008
M e nge m a s Pa sa r Tr a disiona l Be r ba sis Buda y a da n
W isa t a
Pengantar
Menyambut Visit Indonesia Year 2008, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
melancarkan sejumlah jurus untuk menjaring wisatawan. Tidak semua jurus menggunakan
formula baru. Tahun ini, Pasar Tradisional diberdayakan sebagai salah satu potensi wisata.
Tentu saja, formatnya mesti berbasis budaya. Jika digarap dengan sangat serius, bukan
mustahil potensinya memang besar.
SP/Ruht Semiono
Pasar terapung di Sungai Barito, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, merupakan salah satu
pasar tradisional yang unik dan dapat menjadi salah satu tujuan wisata.
Masyarakat mendefinisikan pasar sebagai tempat transaksi jual beli, baik pasar tradisional
maupun pasar modern. Meskipun, ada banyak bingkai yang bisa digunakan untuk melihat
maksud dan tujuan dari keberadaan pasar. Hakekatnya, pasar adalah suatu sistem, bagian
dari komponen-komponen yang terkait dengan bidang lain seperti, kehidupan ekonomi, sosial
budaya, teknologi, bahkan agama suatu masyarakat.
Menengok tujuan awalnya, pasar tradisional didirikan untuk tujuan sosialisasi antar
masyarakat. Sosialisasi ini dimaksudkan untuk membangun komunikasi dan relasi antar
masyarakat sekitar, bahkan sebagai tempat untuk bertukar dan menyebarkan informasi.
Pasar sebagai tujuan sosialisasi ini berdampak pula dengan barang-barang yang
diperjualbelikan. Misalnya, Anda akan kesulitan menemukan jajanan khas orang Sumatera
Utara seperti lepet, atau ombus-ombus, di pasar Beringharjo, Jogjakarta. Begitu pun
sebaliknya.
Sementara, dalam kegiatan ekonomi, dan kehidupan masyarakat, pasar menjadi pranata
penting. Keberadaan pasar tak lepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat. Pembeli
membutuhkan penjual, dan sebaliknya. Pemenuhan kebutuhan akan barang-barang ini pun
memerlukan tempat yang praktis untuk bertransaksi.
Secara umum, pasar tradisional dan pasar modern dibedakan dengan kondisi fisik bangunan
yang berbeda. Parahnya, kesan becek, bau, kotor, dan sumpek melekat kuat pada pasar
tradisional. Kesemrawutan juga mewarnai wajah pasar hingga ke lingkungan sekitar, dan
tentunya menimbulkan kemacetan lalu lalang kendaraan yang melintas.
Sementara, pasar modern memiliki bangunan megah, fasilitas menunjang yang memadai,
dan nyaman. Selain dapat menyediakan kebutuhan dengan lengkap, pasar modern dapat
memberikan kemudahan dalam sistem pembayaran seperti pembayaran tunai, debet dari
kartu ATM, ataupun kredit. Dengan demikian, pasar modern menjadi pilihan utama
masyarakat dewasa ini. Selain nyaman, kehadiran pasar modern kian menjamur dan mudah
ditemui dimana saja. Bahkan pasar modern sekelas minimarket mudah dijumpai hingga ke
daerah perkampungan rumah-rumah penduduk.
Alhasil, keberadaan pasar tradisional semakin tersingkirkan. Kondisi ini juga dirasakan
pemerintah setelah lebih dari empat tahun belakangan. Pasar-pasar tradisional semakin
terpuruk, hingga banyak diantaranya yang gulung tikar.
Berkhas
9
Volume VI Januari 2008
Suara Pembaruan
Jumat, 04 Januari 2008
Apalagi regulasi atau aturan hukum yang ada tidak cukup kuat membela rakyat kecil.
Pemerintah setempat, yang wilayahnya dipenuhi dengan hypermarket, mal, dan mart juga
tidak cukup lihai melihat fenomena ini sebagai awal keterpurukan pasar tradisional.
Sementara, aturan main lebih memprioritaskan kepentingan pemilik modal daripada rakyat
kecil sebagai pengguna pasar tradisional.
Antropolog Universitas Indonesia, Semiarto Adji yang ditemui SP jelang pembukaan kegiatan
Lokakarya Pemberdayaan Pasar Tradisional di Era Hypermarket mengatakan, dilihat dari sisi
ekonomi, masyarakat terbagi dua yakni, masyarakat sederhana dan masyarakat kompleks.
Masyarakat sederhana yakni, kaum petani, dan rakyat kecil, sedangkan masyarakat kota,
dan pemilik modal digolongkan Adji sebagai masyarakat kompleks.
Fenomena keterpurukan pasar tradisional ini, tak lepas dari isu eksploitasi masyarakat
sederhana oleh masyarakat kompleks. Ujung-ujungnya, masyarakat sederhana tadi akan
semakin terkikis dan bukan tidak mungkin lenyap begitu saja.
Hal serupa juga disampaikan Sri-Edi Swasono, ketika ditemui SP dalam pembukaan
Lokakarya Pemberdayaan Pasar Tradisional di Era Hypermarket di Balairung, Gedung Sapta
Pesona -Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat,
Rabu (28/11). Menurut Edi, kehadiran sejumlah hypermarket, mal, bahkan minimarket bukan
saja menggusur pasar tradisional dengan alasan modernisasi, tapi juga menelantarkan rakyat
kecil lewat sejumlah pembangunan dan penggusuran. Hal ini tak ubahnya dengan upaya
memberantas orang miskin, bukan pengentasan kemiskinan.
Berangkat dari beragam alasan yang melatarbelakanginya, pemerintah kini bersama-sama
mengumpulkan kekuatan dan berupaya membangun kembali pasar tradisional. Lagi lagi,
lewat kegiatan pemberdayaan pasar tradisional, lokakarya, dan workshop. Kegiatan ini
berulang-ulang digongkan. Namun, kali ini pemberdayaan pasar tradisional akan didasarkan
dari aspek budaya dan wisata. Usaha pemerintah ini diawali dengan sosialisasi pasar
tradisional di kota Depok, Juni 2004 lalu, dan bergulir ke sebelas kota-kota lain di Indonesia.
Upaya ini terus berlanjut hingga kepada kegiatan Lokakarya Pemberdayaan Pasar
Tradisional di Era Hypermarket yang diselenggarakan di Jakarta, 28 - 30 November 2007.
Di sisi lain, pemerintah juga tengah berupaya meningkatkan sektor pariwisata negara. Melalui
pasar tradisional berbasis budaya dan wisata, diharapkan dapat membantu perkembangan
sektor pariwisata. Sektor ini merupakan satu dari sekian sektor lain yang selama ini
memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara dan diandalkan sebagai
sumber devisa negara.
Direktur Tradisi Ditjen NBSF Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, I Gusti Nyoman Widja
mengatakan, untuk menjembatani sektor ekonomi dan pariwisata inilah, pemerintah
menganggap pasar tradisional yang berbasis budaya dan wisata menjadi sangat potensial
untuk dikembangkan sebagai aset wisata.
Sebut saja, Pasar Beringharjo di Jogjakarta. Pasar yang dibangun tahun 1758 ini memiliki
nilai sejarah, ekonomi, dan budaya. Contoh lain, pasar Sukawati di Bali. Di pasar Sukawati,
bukan cuma fisik bangunan pasar yang khas daerah setempat, tapi juga barang-barang yang
diperjualbelikan disana berbau kultur Bali. Seperti penjualan lukisan, pakaian khas Bali,
asesoris perak, patung kayu hingga lukisan.
Ada pula pasar yang para pedagangnya menjual barang sejenis seperti, pasar batu akik,
pasar barang antik, pasar ikan dan pasar bunga. Di pasar ini, segala jenis barang yang
diperjualbelikan sangat homogen.
Berkhas
10
Volume VI Januari 2008
Suara Pembaruan
Jumat, 04 Januari 2008
Pasar-pasar inilah yang coba digalakkan pemerintah, selain memberikan kontribusi di sektor
ekonomi, pasar berbasis budaya dan wisata diyakini mampu menarik kunjungan wisatawan,
baik mancanegara maupun lokal.
Terintegrasi
Bicara mengenai pasar tradisional berbasis budaya dan wisata, ada banyak aspek terkait
yang harus diperhatikan tentunya. Misalnya, fisik bangunan. Menurut Direktur Jenderal Nilai
Budaya, Seni, dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Muklis Paeni, setiap pasar
tradisional memiliki ciri bangunan fisik yang khas. Baiknya, lanjut Muklis, pasar tradisional
nanti diarahkan ke ciri fisik yang khas dengan wilayah setempat. Bahkan, barang-barang
yang dijual pun harusnya menggambarkan kultur setempat.
Tidak jauh berbeda dengan yang diharapkan Meutia F Swasono. Ditemui SP di Jakarta, barubaru ini, dia mengatakan, penting untuk memperhatikan kondisi fisik bangunan dengan
mempercantik penataan ruangnya.
Pasar antik yang terletak di Jalan Surabaya, Menteng, misalnya. Pasar yang menjual barangbarang antik ini bisa dikategorikan dalam pasar tradisional berbasis budaya dan wisata.
Setiap hari selalu saja ada orang bule terlihat disana. Hal ini tentunya baik dikembangkan.
Tapi dengan pengelolaan seperti sekarang, bagaimana para wisatawan bisa nyaman
berbelanja dan berwisata mata jika kendaraan yang mereka parkir di bahu jalan justru
menimbulkan kemacetan. Klakson setiap kendaraan yang melintas jadi menimbulkan
kebisingan tentunya. Seharusnya tersedia parkir yang nyaman di wilayah setempat. Jika
suasana nyaman tercipta, ke depannya, masyarakat sekitar justru berpeluang besar untuk
membuka usaha lain, jajanan misalnya. Aspek lain yang penting diperhatikan adalah
kekhasan dari pasar tersebut. Misalnya, Pasar Minggu yang awalnya ditujukan sebagai pasar
pusat jual-beli buah-buahan yang kini berubah jadi sarang angkutan umum. [CNV/U-5]
Berkhas
11
Volume VI Januari 2008
Kompas
Sabtu, 05 Januari 2008
Pe r pr e s Pa sa r M a sih D ir a guk a n
But uh Ke t e ga sa n Pe m da
Jakarta, Kompas - Peraturan presiden yang dinantikan untuk menyelesaikan konflik
kepentingan pasar modern dan pasar tradisional akhirnya diterbitkan. Akan tetapi, efektivitas
Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan, dan Toko Modern ini diragukan.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam jumpa pers "Kinerja Departemen
Perdagangan Tahun 2007" di Jakarta, Jumat (4/1), mengatakan, di pengujung tahun 2007,
Perpres No 112/2007 merupakan pencapaian penting yang dilakukan pemerintah.
Perpres itu diperkuat dengan Perpres No 111/2007 tentang Perubahan Atas Perpres No
77/2007 mengenai daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di
bidang penanaman modal.
Mari mengatakan, lokasi pusat perbelanjaan, baik modern dan toko modern maupun pasar
tradisional, haruslah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten dan kota.
Perpres ini bertujuan menciptakan ketertiban persaingan dan menyeimbangkan kepentingan
produsen, pemasok, dan konsumen dalam penyelenggaraan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan, dan toko modern.
Menyangkut pola kemitraan, Menperdag menegaskan, "Kemitraan antara pemasok usaha
kecil maupun menengah dan pasar modern dilakukan atas dasar perjanjian tertulis yang
berbahasa Indonesia dan memegang asas berkeadilan."
Selain itu, perpres tersebut mengharuskan adanya aturan menyangkut aneka masalah yang
selama ini mencerminkan ketidakadilan bagi pemasok, di antaranya potongan harga reguler,
harga tetap, harga khusus, harga promosi, biaya promosi, serta distribusi dan administrasi.
Sanksi
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta Hasan Basri
meragukan sanksi yang bakal dikenakan menyangkut masalah zonasi keberadaan pasar
atau toko modern yang menghambat pertumbuhan pasar tradisional.
"Kita akan lihat implementasi. Apabila zonasi diberlakukan secara abu-abu oleh pemerintah
daerah, APPSI akan menggugat pemda maupun pemerintah pusat," tegas Hasan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa menilai
perpres tersebut diduga bakal menuai keragu-raguan dalam implementasinya. Oleh karena
itulah, dalam perjalanan waktu, pengusaha besar maupun kecil seharusnya memiliki
kesamaan visi untuk bisa tumbuh bersama tanpa harus saling mematikan.
Kepala Subdirektorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Metropolitan Departemen
Pekerjaan Umum Firman Hutapea menegaskan, "Persoalan zonasi sangat bergantung pada
ketegasan pemda. Prinsipnya, hipermarket tidak boleh berada di lingkungan permukiman
penduduk." (OSA/HAR)
Berkhas
12
Volume VI Januari 2008
Kompas
Sabtu, 05 Januari 2008
D AM PAK BAN JI R
Se j um la h UKM da n Te m pa t Usa ha Tut up
Solo, Kompas - Banjir yang melanda beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti di Kota Solo
dan sekitarnya, Kabupaten Kudus dan sekitarnya, serta di Kota Semarang, juga merendam
sejumlah kawasan industri kecil dan menengah di sana. Akibatnya, sejumlah tempat usaha
tutup dan pengusaha rugi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun pada Jumat (4/1), tempat kerja sekitar 20 perajin
dandang dan kompor di Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Solo, terendam dan ditutup
sejak 26 Desember 2007. Di kawasan Juanda dan sekitarnya, beberapa pertokoan dan
pabrik pun terendam.
Ketua Kelompok Usaha Dandang Kompor Semanggi FX Hartoyo mengemukakan, tempat
usaha dandang dan kompor di daerah itu tergenang sekitar seminggu. "Tempat kerja, bahan
baku, dan alat-alat kerja terendam. Sebagian harus kami perbaiki," ujar Hartoyo, yang tempat
usahanya rugi Rp 10 juta.
Sumartono Hadinoto (51), pemilik pabrik aplikator aluminium, kaca arsitektur, plafon gipsum,
dan perlengkapan interior di Jalan Juanda 150, Solo, mengemukakan pula, sejak banjir
Desember lalu, kantornya tutup karena terendam air.
"Sebagian karyawan saya tidak masuk karena rumah mereka juga ikut terendam. Kami baru
mulai operasi lagi mulai 2 Januari 2008. Sebagian permintaan konsumen saya terpaksa
ditunda karena situasi banjir ini," ujarnya,
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Kota Solo Febria Roekmini
menyatakan, pihaknya sejauh ini masih mendata jumlah UKM di Kota Solo yang terganggu
akibat bencana banjir.
Rugi miliaran
Banjir juga merendam kawasan industri di Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol,
Kabupaten Sukoharjo, selama beberapa hari. Kerugian diperkirakan puluhan miliar rupiah.
Di salah satu titik kawasan, yakni di Jalan Industri I, Telukan, terdapat lebih dari 40 pabrik
besar yang terendam banjir setinggi dada orang dewasa. Pabrik-pabrik itu memproduksi
plastik, mebel, garmen, sampai barang cetakan.
Galih Agus Satmoko dari CV Multi Cipta Busana yang memproduksi pakaian anak-anak
untuk pasar dalam dan luar negeri mengungkapkan, perusahaannya rugi sekitar Rp 1,4
miliar. Sebesar Rp 1 miliar adalah kerugian akibat kerusakan bahan-bahan produksi, seperti
benang dan kain, pakaian jadi siap kirim, mesin- mesin, dan alat bantu produksi. Adapun Rp
400 juta lainnya adalah kerugian akibat pabrik tidak bisa berproduksi dua minggu, serta
kerusakan instalasi listrik di bangunan gedung.
"Sebenarnya, kami merencanakan produksi lagi hari Kamis kemarin. Namun banyak sekali
yang harus dibersihkan, dan mesin belum selesai diperbaiki sehingga Senin pekan depan
baru akan produksi lagi," kata Galih.
Sebagian areal Lingkungan Industri Kecil (LIK) Bugangan Baru di Semarang Utara, yang
berada di tepi Jalan Raya Kaligawe dan Kali Tenggang, sudah 10 hari ini juga tergenang
banjir. (SON/EKI/WHO)
Berkhas
13
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Senin, 07 Januari 2008
'Cipt a k a n ik lim posit if bua t UKM '
TULUNGAGUNG, Jawa Timur: Ketua DPR-RI Agung Laksono mengatakan pemerintah harus
mampu menciptakan iklim yang lebih baik bagi tumbuhnya usaha kecil dan menengah (UKM)
dalam berbagai bidang di Indonesia, karena usaha skala itu sangat penting menciptakan
lapangan kerja, menyerap investasi, dan sebagian mampu menghasilkan produk yang layak
ekspor.
Hal itu dia sampaikan saat berdialog dengan para perajin batu alam berupa batu marmer di
Desa Campurdarat, Kecamatan Campurdarat, Tulungagung, Jawa Timur, pekan lalu.
Agung juga mengukuhkan kepengurusan Asosiasi Perajin Batu se-Indonesia (Apbindo)
periode 2008-2012 yang dipimpin Ketua Umum Ahmad Umar.
Menurut Apbindo, Jawa Timur mengekspor sekitar 1.000 kontener setiap tahun berisi hasil
kerajinan batu dari berbagai daerah, 50% di antaranya berasal dari Tulungagung. (Antara)
Berkhas
14
Volume VI Januari 2008
Bisnis I ndonesia
Senin, 07 Januari 2008
Kr e dit UM KM Rp8 3 m ilia r dica ir k a n
SRAGEN: Kredit usaha mikro kecil dan menengah sebesar Rp83,15 miliar telah dicairkan
melalui kerja sama Linkage Program Bank Umum dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di
Wilayah Eks Karesidenan Surakarta.
Pimpinan Bank Indonesia Solo Dewi Setyawati mengatakan hal itu di sela-sela mendamping
Deputi Gubernur Bank Indonesia Ardhayadi M, ketika me-nyerahkan bantuan banjir di
Sragen, pekan lalu.
Bank Indonesia terus berupaya untuk mendorong kerja sama dalam bentuk keterkaitan
program antara Bank Umum dan BPR dalam rangka meningkatkan penyaluran kredit kepada
UMKM.
Linkage program merupakan sinergi antara Bank Umum dan BPR untuk memadukan
kekuatan yang dimiliki sekaligus mengatasi kelemahan yang ada untuk saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Bank Umum memiliki kekuatan dalam pendanaan, tapi sering menghadapi kesulitan dalam
menyalurkan kreditnya kepada UMKM karena keterbatasan kantor dan jumlah personel. BPR
yang tersebar di berbagai pelosok daerah lebih mudah menjangkau UMKM, tetapi terbatas
dalam pendanaan. (Antara)
Berkhas
15
Volume VI Januari 2008
Jurnal Nasional
Selasa, 08 Januari 2008
Pr oduk t iv it a s UM KM D a pa t M e ningk a t m e la lui
Kope r a si
Padang | Selasa, 08 Jan 2008
TAHUN ini Dinas Koperasi (Diskop) dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Provinsi Sumatera
Utara (Sumut) menargetkan pertumbuhan produktivitas usaha mikro kecil menengah (UMKM)
mencapai 18 persen.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumut, Ridwan Siregar mengatakan, produktivitas
dapat dihitung dari pertumbuhan koperasi dan unit UMKM pada tahun ini atau dengan
penambahan volume usaha UKM yang telah lama berdiri dan berkembang. “Dengan dana
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) sebesar Rp5,3 miliar dan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) yang diajukan
sebesar Rp14 miliar, kita harapkan mampu meningkatkan produktivitas kerja terutama UMKM
berkisar 16-18 persen,” katanya kepada wartawan di Medan Senin, (7/1).
Dia mengatakan, jika produktivitas tumbuh, suntikan modal langsung atau melalui koperasi
akan lebih mudah diperoleh sehingga pertumbuhan unit usaha UMKM yang baru sebanyak
332.750 lebih mudah tercapai. Peningkatan produktivitas UMKM juga akan menyerap tenaga
kerja yang menjadi sasaran dibidang koperasi dapat bertumbuh 15 persen dan wujud
koperasi berkualitas akan bertambah 671 koperasi pada tahun ini dapat tercapai. “Sesuai
target, Diskop dan UKM menargetkan pertumbuhan koperasi hingga 2009 mencapai 3.382
koperasi. Sepanjang 2008, kami menargetkan pertumbuhan 671 koperasi,” ujarnya.
Untuk mencapai hal tersebut, pihaknya akan fokus untuk memperbaiki kualitas mulai dari
sumber daya manusia (SDM) hingga manajemen mulai dari perbaikan administrasi kegiatan,
koordinasi program dan teknis diperbaiki hingga kelembagaan. “Perbaikan-perbaikan ini juga
dapat memudahkan koperasi mendapatkan bantuan dari perbankan karena dinilai telah
profesional yang kemudian akan disalurkan ke UMKM melalui metode simpan pinjam atau
lainnya. Upaya ini juga untuk membuat sektor rill bergerak optimal,” ucapnya seraya
menambahkan pemerintah kabupaten dan kota harus mendukung dengan regulasi yang
berpihak,” katanya
Berkhas
16
Volume VI Januari 2008
Seputar I ndonesia
Selasa, 08 Januari 2008
Pr oduk t iv it a s UM KM D ipa cu
MEDAN(SINDO) – Tahun ini Dinas Koperasi (Diskop) dan Usaha Kecil Menengah (UKM)
Sumut menargetkan pertumbuhan produktivitas UMKM mencapai 18%.
Kepala Diskop dan UKM Provsu Ridwan Siregar mengatakan, produktivitas tersebut dapat
dihitung dari pertumbuhan koperasi dan unit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) pada
tahun ini.Selain itu,bisa juga dengan penambahan volume usaha UKM yang telah lama
berdiri dan berkembang.
”Dengan dana anggaran pendapatan belanja negara (APBN) melalui daftar isian
pelaksanaan anggaran (DIPA) sebesar Rp5,3 miliar dan anggaran pendapatan belanja
daerah (APBD) yang diajukan sebesar Rp14 miliar, kita harapkan mampu meningkatkan
produktivitas kerja terutama UMKM berkisar 16%-18%,” ujar Ridwan kepada wartawan di
ruang kerjanya, kemarin.
Dia mengatakan, jika produktivitas telah tumbuh, maka suntikan modal langsung atau melalui
koperasi akan lebih mudah diperoleh sehingga pertumbuhan unit usaha UMKM yang baru
sebanyak 332.750 lebih mudah tercapai. Peningkatan produktivitas UMKM juga akan
menyerap tenaga kerja yang menjadi sasaran di bidang koperasi dapat bertumbuh 15% dan
wujud koperasi berkualitas akan bertambah 671 koperasi pada tahun ini dapat tercapai.
”Sesuai target, Diskop dan UKM menargetkan pertumbuhan koperasi hingga 2009 mencapai
3.382 koperasi. Sepanjang 2008, kami menargetkan pertumbuhan 671 koperasi,” sebutnya.
Untuk mencapai hal tersebut, pihaknya akan fokus memperbaiki kualitas mulai dari sumber
daya manusia (SDM), manajemen mulai dari perbaikan administrasi kegiatan, koordinasi
program dan teknis diperbaiki hingga kelembagaan.
”Perbaikan ini juga dapat memudahkan koperasi mendapatkan bantuan dari perbankan
karena dinilai telah profesional yang kemudian akan disalurkan ke UMKM melalui metode
simpan pinjam. Upaya ini juga untuk membuat sektor riil bergerak optimal,” ucapnya, seraya
mengatakan pemerintah kabupaten (pemkab) dan kota harus mendukung dengan regulasi
yang berpihak.
Ketua Forum Daerah (Forda) UKM Sumut Cahyo Pramono menyatakan, pada dasarnya
upaya untuk mengembangkan usaha kecil sangat diterima, tapi yang penting adalah berapa
besar jangkauan pengembangan tersebut.
”Kalau dilihat sebenarnya produktivitas UKM atau UMKM sudah cukup bagus, tapi jika
memang ada yang berkeinginan untuk membuatnya lebih bagus tentu kita terima. Hanya,
berapa banyak yang akan dijangkau karena jumlahnya tidak sedikit dan bagaimana
kelanjutannya,” jelasnya. (jelia amelida)
Berkhas
17
Volume VI Januari 2008
Republika
Rabu, 09 Januari 2008
M inya k La ngk a , Bur uh UKM D ir um a hk a n
SUKABUMI -- Dampak kelangkaan minyak tanah tak hanya dirasakan kalangan rumah
tangga. Dunia usaha, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM), juga mulai terpukul
dengan krisis tersebut. Ratusan buruh UKM di Kota Sukabumi harus dirumahkan. Pasalnya,
kegiatan usaha UKM sangat tergantung pada minyak tanah.
Salah seorang pelaku UKM pembuat makanan ringan, Ade Sopyan (46 tahun) warga
Kampung Inti Kaya, Subangjaya, Cikole, Kota Sukabumi mengaku, sudah tiga hari ini tidak
berproduksi. ''Sejak Sabtu (5/1) lalu total semua proses produksi berhenti karena belum
mendapatkan pasokan minyak tanah,'' ujar dia, Selasa (8/1).
Ditambahkan Sopyan, kegitaan usahanya sangat tergantung pada minyak tanah dan tidak
bisa digantikan dengan bahan bakar lain. Kebutuhan minyak tanah per harinya, kata dia,
mencapai dua drum (per drum 200-220 liter). Saat ini, dia hanya menerima satu drum minyak
tanah per minggunya.
Akibat kondisi tersebut, Sopyan mengaku terpaksa merumahkan sekitar 80 buruh yang
dipekerjakannya. ''Kerugian sepanjang tiga hari ini mencapai Rp 300 juta,''kata dia. Usaha
Sopyan itu antara lain membuat sukro merek 'Lingga Sari' dijual hingga ke daerah Jakarta,
Bandung, dan daerah lainnya. Berbeda dengan di Sukabumi, kelangkaan minyak di
Tasikmalaya memaksa pedagang kecil mengurangi porsi dagangannya. Hal tersebut
dilakukan agar kenaikan harga minyak tanah tidak sampai membuat mereka merugi.
''Kalau harus tetap seperti biasa, saya tidak akan sanggup untuk berjualan. Dengan cara
seperti itu saja keuntungan yang saya dapat tidak terlalu besar,'' kata Rendi (34 tahun),
penjual gorengan di Jl Siliwangi, Selasa (8/1). Sementara itu, operasi pasar (OPM) minyak
tanah di Kota Bandung belum bisa mencegah terjadinya antrean warga. Khusus di Bandung
timur, sejumlah agen penjualan minyak tanah masih diserbu warga.
Hasil pantauan Republika menunjukkan, sejumlah agen yang dijejali pembeli itu di antaranya
terletak di Perumahan Cijambe, Sindanglaya, Cicukang, dan Ujungberung. Setiap pembeli
minyak tanah hanya diberi jatah tiga liter. Harga yang ditetapkan sejumlah agen tersebut
antara Rp 2.500 per liter hingga Rp 3.200 per liter.
Salah seorang pengantre minyak tanah di Sindanglaya, Idah Aidah (35 tahun), menjelaskan,
hingga kini minyak tanah masih langka. Menurut dia, ungkapan sejumlah pejabat tentang
ketersediaan minyak tanah yang aman, tidak sesuai dengan kenyataan di tengah
masyarakat.
Bahkan, imbuh Idah, saat ini setiap pembeli hanya diberi jatah tiga liter. Minyak tanah
sebanyak tiga liter, tutur dia, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama dua hari.
''Setelah habis, kami akan kembali antre untuk mendapatkannya,'' ungkap dia Selasa (8/1). n
rig/mus/san
()
Berkhas
18
Volume VI Januari 2008
Suara Pembaruan
Rabu, 09 Januari 2008
Pe m e r int a h Te t a p Tida k Pe dulik a n Pa sa r Tr a disiona l
[JAKARTA] Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menilai, pemerintah masih
tetap kurang peduli kepada pedagang pasar tradisional, meskipun Perpres Nomor 111 Tahun
2007 tentang Daftar Negatif Investasi dan Perpres Nomor 112 Tahun 2007 tentang Pasar
Modern aktif diberlakukan 27 Desember 2007 lalu. Terbukti, selama 2,5 tahun perpres
digodok, pemerintah tidak pernah berniat memperbaiki kondisi pasar tradisional agar bisa
bersaing dengan retail modern.
Hal tersebut dikemukakan Sekretaris APPSI Ngadiran kepada SP, Selasa (8/1). Menurutnya,
kehadiran Perpres 111/2007 dan 112/2007 hanya diperuntukan bagi peritel modern,
pemasok, dan produsen barang. Sementara kalangan pedagang tradisional tetap mendapat
gambaran "abu-abu" atau tidak tegas mengenai zonasi (jarak) pasar tradisonal dan pasar
retail modern.
"Bagi pedagang pasar tradisional yang terpenting adalah jarak. Pendirian pasar retail modern
seharusnya tidak merugikan pedagan kecil dan warung pemukiman, atau mematikan rezeki
orang. Faktor vital tersebut yang justru belum dijembatani oleh pemerintah," papar Ngadiran.
Selama kurun waktu 2007, terdapat 48 pasar tradisional dari total 151 pasar di DKI Jakarta
yang omzetnya susut akibat pendirian atau menjamurnya pasar retail modern. Kebanyakan
pasar retail modern, seperti Carrefour, Giant, dan yang lainnya didirikan dekat dengan pasar
tradisional dan warung pemukiman.
Contohnya, Carrefour bergandengan dengan Pasar Kramat Jati, jelas sudah melanggar
Perpres 112/2007 dan Perda Nomor 2 Tahun 2002. Jarak antara Carrefour dan