Usaha Kecil-Juli 2008

VOLUME VI JULI 2008

USAHA KECIL

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

Da ft a r I si

10 Provinsi siap lindungi pedagang kecil ------------------------------------------------------------

1


KUR tersalur Rp7,56 triliun ------------------------------------------------------------------------------

3

PTPN XI gandengn 1.012 usaha kecil----------------------------------------------------------------

4

Persyaratan KUR Memberatkan Pengusaha Kecil -----------------------------------------------

5

Peritel makin terbebani pungutan daerah -----------------------------------------------------------

6

PT Inti kembangkan inkubator usaha kecil ----------------------------------------------------------

7


HP bidik pasar UKM ---------------------------------------------------------------------------------------

8

Pengenaan agunan kredit usaha rakyat diklarifikasi ---------------------------------------------

9

Peritel makin terbebani pungutan daerah ----------------------------------------------------------- 11
Kenaikan Harga Elpiji Pukul UKM --------------------------------------------------------------------- 12
KUKM Agar Manfaatkan Industri Kreatif ------------------------------------------------------------- 13
Kenaikan Suku Bunga Tak Pengaruhi UKM -------------------------------------------------------- 14
Kemenkop & bank bentuk klinik UKM ---------------------------------------------------------------- 15
Kerajinan bambu Tuban gagal ekspor---------------------------------------------------------------- 16
Sistem Resi Gudang Bantu UKM Akses Kredit ---------------------------------------------------- 17
Perajin Bambu Butuh Pendampingan Inovasi ------------------------------------------------------ 18
Cawali Malang janji prioritaskan UMKM ------------------------------------------------------------- 19
UU UMKM disosialisasikan ------------------------------------------------------------------------------ 20
Evaluasi Pasar Modern ----------------------------------------------------------------------------------- 21

Minat peritel modern bermitra dengan UMKM minim -------------------------------------------- 22
'UKM mengedepankan konflik' ------------------------------------------------------------------------- 23
Pasar Modern Dibatasi ----------------------------------------------------------------------------------- 24
Kredit UMKM Yogyakarta Capai Rp 7,3 Triliun ---------------------------------------------------- 25
BTPN Garap UMKM – Syariah ------------------------------------------------------------------------- 26
99% Ekonomi Babel dari UMKM ----------------------------------------------------------------------- 27
Kenaikan BBM Berpotensi Pangkas Keuntungan UKM ----------------------------------------- 28
Pedagang kaki lima diperkuat -------------------------------------------------------------------------- 29
Pelaku Usaha Minta Insentif ---------------------------------------------------------------------------- 30
Dana Bergulir Gairahkan UMKM ----------------------------------------------------------------------- 31
Menimbang Urgensi Pendirian Bank UKM ---------------------------------------------------------- 33
PPh UMKM Dipotong 50%------------------------------------------------------------------------------- 36
Romantisme Kredit Mikro Era 1980-an--------------------------------------------------------------- 37

Perajin dambakan KUR----------------------------------------------------------------------------------- 39
Tukang jahit sepi order ----------------------------------------------------------------------------------- 40
Dana Bergulir Gairahkan UMKM ----------------------------------------------------------------------- 41
PPh UMKM Dipotong 50%------------------------------------------------------------------------------- 43
Kospin Jasa siap salurkan kredit usaha rakyat ---------------------------------------------------- 44
PON pamerkan produk UKM---------------------------------------------------------------------------- 45

25% Perajin jamu Cilacap setop produksi ----------------------------------------------------------- 46
Jam buka pasar modern besar akan diubah-------------------------------------------------------- 48
Prioritaskan Usaha Mikro -------------------------------------------------------------------------------- 49
Peritel diminta masukan hemat energi --------------------------------------------------------------- 51
UKM Muara Enim Dapat Kredit------------------------------------------------------------------------- 52
Pelaku UMKM Indonesia Tetap Optimistis ---------------------------------------------------------- 53
BI Dorong Penyaluran Kredit Mikro ------------------------------------------------------------------- 54
Kredit Mikro Rawan Politisasi --------------------------------------------------------------------------- 56
Pemodal besar incar bisnis ritel Indonesia ---------------------------------------------------------- 58
Perajin bordir banjir pesanan --------------------------------------------------------------------------- 60
UKM Indonesia optimistis bertumbuh----------------------------------------------------------------- 61
Omzet pasar tradisional anjlok 70% ------------------------------------------------------------------ 62
UMKM butuh dukungan modal ------------------------------------------------------------------------- 63
Baru Tiga Produk UKM Bebas Listing Fee ---------------------------------------------------------- 64
Pemulihan UKM Harus Diprioritaskan ---------------------------------------------------------------- 65
Omzet pengusaha ritel Kalbar turun 15% ----------------------------------------------------------- 66
20 Pengusaha di Jawa Timur raih UKM Award ---------------------------------------------------- 67
Batalnya dana bergulir ganggu UMKM --------------------------------------------------------------- 68
Pasar tradisional diarahkan jadi wisata -------------------------------------------------------------- 70
'Perbankan harus sinkron soal KUR'------------------------------------------------------------------ 71

UU UKM dorong kerja sama usaha besar & kecil ------------------------------------------------- 72
'Software akuntansi dapat tingkatkan akses UKM ke bank' ------------------------------------ 73

Bisnis I ndonesia

Selasa, 01 Juli 2008

1 0 Pr ov insi sia p lindungi pe da ga ng k e cil
JAKARTA: Sepuluh pemprov di Indonesia sepakat membuat perda yang mampu melindungi
pedagang kecil dari ancaman usaha yang makin terpuruk, menyusul geliat bisnis ritel modern
yang terus mengepung pasar tradisional dan warung.
Kesepakatan tersebut muncul dari hasil pertemuan kerja sama antarsepuluh provinsi mitra
praja utama (MPO) yang dihadiri kepala biro perekonomian setiap daerah, untuk
merumuskan muatan perda perpasaran yang dipatok selesai tahun ini.
Sepuluh kepala biro perekonomian yang rapat minggu lalu, merupakan wakil dari DKI
Jakarta, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
"Pasar tradisional harus diselamatkan, karena di dalamnya banyak pedagang dan pengusaha
kecil apa mau kita biarkan supaya mereka menjadi pengangguran [akibat tidak mampu
bersaing]," kata Asisten Perekonomian Pemprov DKI Jakarta Mara Oloan Siregar, baru-baru

ini.
Meskipun setiap pemprov akan membuat perda perpasaran sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi di daerahnya, tetapi mereka menghendaki adanya persamaan persepsi untuk
menindaklanjuti isi Perpres No. 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang terbit 27 Desember 2007.
Menyusul terbitnya perpres itu, pemerintah megamanatkan setiap daerah menyesuaikan dan
mengimplementasikannya, dan menerbitkan perda perpasaran pada tahun ini.
Menurut Oloan, dalam rapat MPO tersebut Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) dan
APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia) juga sepakat untuk menciptakan bisnis
ritel yang tidak saling mematikan, sehingga peritel besar, menengah dan kecil bisa samasama hidup.
Menyusul kesepakatan untuk menciptakan bisnis yang tidak saling mematikan, ada gagasan
agar pusat perbelanjaan modern juga ikut memperbaiki pasar tradisional.
Selain itu, sepuluh pemprov memberi perhatian kepada pengaturan kewajiban penyediaan
lahan oleh pengelola mal dan peritel modern bagi pedagang kecil.
"Kalau tidak ada itu [kewajiban pemberian lahan bagi pedagang kecil di mal dan toko modern]
apalagi [bentuk kepedulian peritel besar pada pedagang kecil]. Itu makanya kita cari bentuk
kemitraan. Buktinya mereka [Aprindo dan APPBI] mau sama-sama hidup," kata Oloan.
Selain itu, ada gagasan untuk membuat pasar tradisional yang mix use, seperti membangun
apartemen di atas pasar, Supaya pasar tradisional menjadi ramai pengunjungnya.
Sekretaris Umum DPP APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia) Ngadiran

mendesak isi perda perpasaran mengatur jarak toko modern dari pasar tradisional,
kepatuhan jam buka dan jam tutup toko modern, dan mengeluhkan strategi iming-iming
banting harga di iklan pada segelintir produk yang menyebabkan arus kunjungan konsumen
ke toko modern.
"Kami juga tidak menolak jika mix use dengan membangun apartemen atau department
strore di atas pasar tradisional. Tapi kami menolak jika digabungkan dengan hipermarket,"
tegas Ngadiran.

Berkhas

1

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Selasa, 01 Juli 2008

Ketua Umum APPBI A Stefanus Ridwan secara tegas menyatakan menolak kewajiban
memberikan lahan belanja kepada pedagang kecil secara gratis, menolak penetapan jarak

mal dan toko modern dari pasar tradisional. (linda.silitonga@bisnis.co.id)
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Berkhas

2

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Selasa, 01 Juli 2008

KUR t e r sa lur Rp7 ,5 6 t r iliun
JAKARTA: Hingga pertengahan Juni 2008, realisasi penyaluran dana program pola
penjaminan kredit usaha rakyat (KUR) mencapai Rp7,56 triliun dengan jumlah debitor
sebanyak 787.952 unit.
Realisasi penyaluran tersebut meningkat sekitar 10,1% dibandingkan dengan posisi akhir Mei
lalu, yakni mencapai Rp6,87 triliun dengan jumlah debitor atau penerima sebanyak 672.860

unit.
Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Departemen Perindustrian (Deperin) Fauzi Aziz
mengatakan sekitar 95% dari dana yang disalurkan sudah menyasar pelaku usaha dengan
modal Rp5 juta ke bawah.
"Pelaku usaha kecil seperti pedagang kaki lima sudah mulai bisa memanfaatkan KUR. Kami
optimistis dana KUR ini akan terserap habis pada tahun ini," katanya seusai mengikuti Rapat
Kerja Menteri Perindustrian dengan Komisi VI DPR, kemarin.
Dia optimistis KUR sebesar Rp15 triliun akan terserap. Fauzi memperkirakan dana yang
diprogramkan untuk tiga tahun dan disalurkan kepada 2 jutaan debitor akan habis pada tahun
ini. Serapan tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur, selanjutnya Jawa Barat dan Jawa
Tengah. (Bisnis/smu)

Berkhas

3

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia


Selasa, 01 Juli 2008

PTPN XI ga nde ngn 1 .0 1 2 usa ha k e cil
JAKARTA: PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI menggandeng 1.012 mitra usaha kecil dan
koperasi dengan dana senilai Rp47,31 miliar.
Perusahaan BUMN ini juga membantu sarana ibadah, peningkatan kesehatan, sarana dan
prasarana fisik, pendidikan dan bencana alam senilai Rp3,19 miliar.
Adig Suwandi, Sekretaris Perusahaan PTPN XI, mengatakan perusahaan ini memiliki bisnis
inti gula melalui pengoperasian 16 pabrik gula di Jatim dengan kapasitas giling 36.000 ton
tebu per hari.
Pada 2007 perusahaan menghasilkan gula sebanyak 432.000 ton atau 18% produksi
nasional yang mencapai 2,44 juta ton.
Dari giling 2008 diharapkan produksi meningkat menjadi 480.000 ton dan kualitas produk
stantar gula kristal putih. (Bisnis/faa)

Berkhas

4

Volume VI Maret 2008


Pikiran Rakyat

Selasa, 01 Juli 2008

Pe r sy a r a t a n KUR M e m be r a t k a n Pe ngusa ha Ke cil
Selasa, 01 Juli 2008 , 00:01:00
GARUT, (PRLM),- Menyusul bergulirnya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui Bank
Rakyat Indonesia (BRI), salah seorang anggota DPRD asal F-PKB/D, Achmad Bajuri,
mengaku sejak dua bulan terakhir ini rumahnya di Kampung Parakan Telu Desa Cibunar
Kec. Cibatu, kerap kebanjiran warga yang menyampaikan aspirasi kekecewaannya atas
pelayanan pihak BRI.
”Ternyata persyaratan KUR di daerah lebih rumit,” ujar Achmad Bajuri. Senin (30/6).
Padahal, kata Achmad Bajuri, persyaratan pengajuan untuk memperoleh dana KUR tersebut
yang nilainya kreditnya hanya Rp 5 juta ke bawah itu cukup berupa Kartu Tanda Penduduk
(KTP), Kartu Keluarga (KK), Surat Nikah (SN), pasfoto, dan Surat Keterangan Usaha (SKU)
yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh kepala desa setempat.
”Namun kenyataannya, warga yang ingin berusaha menghadapi persyaratan KUR
rumit,” ungkapnya.

yang

Menurut Achmad Bajuri, pihak BRI Garut telah menetapkan persyaratan KUR itu diluar
kebijakan BRI pusat. ”Selain para calon nasabah harus melengkapi persyaratan yang tadi,
juga diminta agunan atau jaminan berupa Akta Jual Beli (AJB) tanah, BPKB kendaraan dan
yang lainnya. Tentu saja hal tersebut sangat memberatkan warga,” kata Achmad Bajuri.
Berkaitan hal tersebut, kata Achmad Bajuri, pada saat pertemuan di Jakarta belum lama ini
dirinya sempat bertemu dengan Direktur Utama (Dirut) BRI pusat, Sofian Basir. ”Dia secara
tegas jika BRI di daerah mempersulit persyaratan pengajuan KUR agar jangan segan-segan
melaporkannya ke BRI pusat. KUR tak harus memakai agunan atau jaminan. Program itu
sengaja untuk membantu usaha rakyat kecil di daerah,” katanya.
Berdasarkan keterangan yang berhasil dihimpun, sejak program KUR tersebut digulirkan dua
bulan lalu, ratusan pedagang usaha kecil berbondong-bondong membuat persyaratan ke
pemerintahan desa berupa KTP, KK, SKU, untuk mengajukan dana KUR sesuai persyaratan
yang ditetapkan pihak BRI. Namun selang sebulan kemudian pihak BRI ke nasabah baru
meminta persyaratan berupa jaminan atau agunan.
Kepala Unit BRI Kec. Cibatu, Sulaeman membantah secara tegas jika pihaknya
mengharuskan adanya jaminan, atau agunan berupa AJB, sertifikat tanah, dan BPKB serta
yang lainnya dalam pengajuan dana KUR. ”Itu hanya persyaratan tambahan saja.
Seandainya calon nasabahnya tak memiliki AJB, sertifikat tanah, BPKB dan yang lainnya tak
menjadi masalah,” ujar Sulaeman.
Yang terpenting, kata Sulaeman, para calon kreditor itu memang benar mimiliki kegiatan
usaha yang layak. ”Penilaian layak tidaknya harus berdasarkan hasil survei yang dilakukan
oleh pihak bank. Dan perlu diingat lagi program KUR ini bukan hal yang baru berjalan dua
atau tiga bulan, melainkan sudah berlangsung sejak tahun 2000 lalu. Hanya besaran
kreditnya ketika itu maksimum Rp 3 juta, sedangkan sekarang ini hingga mencapai Rp 5
juta,” tuturnya. (E-35/A-14/A-147)***

Berkhas

5

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Rabu, 02 Juli 2008

Pe r it e l m a k in t e r be ba ni pungut a n da e r a h
JAKARTA: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengeluhkan makin besarnya
pengeluaran ritel modern untuk membayar pungutan daerah, menyusul pajak atas semua
keterangan yang isinya merupakan informasi bagi konsumen.
Menurut Tutum Rahanta, Ketua Harian Aprindo, pemungutan pajak daerah terkesan
berlebihan dalam menginterprestasikan hal-hal yang seharusnya tidak dikenai pajak.
"Masak tulisan bakery [menjelaskan ruang lahan belanja di toko modern yang menjual roti]
untuk memberi informasi kepada konsumen juga dipungut pajak, bahkan ada anggota yang
melaporkan tulisan keterangan tempat toilet dikenakan pajak juga," kata Tutum, baru-baru ini.
Sikap pemungut pajak yang antem kromong tersebut, jelas dia, dirasakan sejak dua hingga
bulan terakhir ini. Peritel merasakan pengenaan pajak secara 'membabi buta' tersebut
dirasakan di DKI Jakarta, dan satu kota yang berada di Jawa Timur.
Aprindo khawatir praktik tersebut diikuti oleh pemprov lainnya. Namun, ketika ditanyakan
persentase kenaikan pembayaran pajak yang dikeluarkan peritel modern dalam tiga bulan
terakhir ini, Tutum tidak bersedia memberikan jawaban.
Tutum hanya menjelaskan pengenaan pajak berbeda tergantung daerah dan luas toko.
Pengenaan pajak di ritel modern ada yang sebesar Rp2.000 hingga Rp5.000 per m2 per hari.
Di samping itu, gambar tanpa merek perusahaan, yang tujuannya untuk mempercantik
dinding mal, sekarang ini juga dikenakan pajak. Hal itu sebelumnya tidak pernah terjadi.
Kalangan peritel modern pada dasarnya tidak keberatan jika dikenakan pajak untuk
pendapatan asli daerah, yang akhirnya digunakan untuk pembangunan suatu daerah.
"Kami minta pemungutan pajak di toko modern dilakukan secara bijak."
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Berkhas

6

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Rabu, 02 Juli 2008

PT I nt i k e m ba ngk a n ink uba t or usa ha k e cil
BANDUNG: PT Inti menjajaki pendanaan lembaga keuangan nirlaba guna mengembangkan
inkubator bisnis miliknya yang bergerak di bidang usaha kecil menengah teknologi informasi.
Di sela-sela RICE Expo, kemarin, Darman Darwis, Kepala Unit Rice PT Inti, wadah inkubator
itu, mengungkapkan pengusaha mikro kerap kesulitan memperoleh dana dalam jumlah besar
karena bank enggan menyalurkan kredit kepada usaha kecil yang rata-rata tidak memiliki
kolateral.
Regional Information Technologi Center of Excelence yang berdiri sejak tiga tahun lalu itu
menampung pengusaha TI di seluruh Jawa Barat, dengan dana bersumber dari dana
tanggung jawab sosial perusahaan.
Hingga saat ini, belum ada perusahaan asuhan PT Inti yang memiliki skala usaha besar dan
kredibel. Hanya dua-tiga perusahaan skala kecil yang bisa mandiri.
Menurut dia, perbankan tidak pernah melihat fakta industri informasi dan telekomunikasi
nasional yang kini jadi rebutan pembiayaan sindikasi perbankan, pada awalnya memiliki
skala usaha tidak terlalu besar.
Apalagi, pemegang kebijakan di bank plat merah maupun swasta nasional masih memegang
prinsip kehati-hatian yang sangat kaku dan tidak memperhatikan karakter usaha TI yang unik.
"Usaha TI itu kan berdasarkan brainware, sisi intelektualitas dari pengusahanya. Ini kan sulit
divaluasi nilainya, juga tidak bisa dijadikan pertimbangan dalam penyaluran kredit dengan
kacamata konvensional," ujarnya.
Oleh Muhammad Sufyan
Bisnis Indonesia

Berkhas

7

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Kamis, 03 Juli 2008

H P bidik pa sa r UKM
MEDAN: Hewlett-Packard Indonesia membidik pasar usaha kecil menengah
meningkatkan penjualan produk perangkat lunak.

untuk

Jul Darmawan, Country Business Manager Supplies Business Imaging & Printing Groups
Hewlett-Packard, mengatakan pasar usaha kecil menengah berpotensi menyerap teknologi
Hewlett-Packard, apalagi selama ini bidang usaha kecil masih banyak yang belum banyak
tersentuh teknologi informasi.
''Untuk itu, kami akan mengedukasi UKM agar mereka bisa lebih menguasai teknologi
informasi sebagai salah satu sarana penting meningkatkan kinerja,'' ujarnya, Selasa.
Dengan lebih fokus menggarap pelaku usaha kecil, Hewlett-Packard optimistis dapat
meningkatkan penjualan produk khususnya wilayah di luar Jawa sekitar 15%-20% melalui
program small business. (Bisnis/k3)

Berkhas

8

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Kamis, 03 Juli 2008

Pe nge na a n a guna n k r e dit usa ha r a k y a t dik la r ifik a si
JAKARTA: Kementerian Koperasi dan UKM akan mengklarifikasi tindakan perbankan yang
masih mewajibkan calon debitor menyertakan jaminan hingga 200% dalam menyalurkan
kredit usaha rakyat (KUR).
Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Kementerian Koperasi dan UKM Choirul
Djamhari mengatakan dalam waktu dekat pihaknya segera berkoordinasi dengan bank
penyalur kredit usaha rakyat terkait dengan jaminan itu.
Konsep program kredit usaha rakyat yang diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada November 2007, memang tidak mewajibkan calon debitor melengkapi persyaratan
pinjaman dengan agunan.
Namun, praktiknya masih ada sejumlah bank penyalur mewajibkan calon debitor
menyertakan jaminan ketika pelaku usaha mikro, kecil menengah (UMKM) mengakses
pinjaman ke bank peserta kredit usaha rakyat, terutama di Jawa Tengah.
"Langkah pertama yang akan kami lakukan adalah mengirim surat kepada bank-bank yang
masih mempraktikkan kewajiban agunan terhadap pelaku sektor riil," ujar Choirul Djamhari
kemarin.
Setelah itu, ditindaklanjuti dengan upaya konkret. Misalnya mengambil keputusan untuk
diimplementasikan. Keputusan akan ditetapkan sidang komite kredit usaha rakyat di bawah
koordinasi Menteri Koordinator bidang Perekonomian.
Dengan tujuan itu pada 10 Juli mendatang Kementerian Negara Koperasi dan UKM akan
menjadi tuan rumah sidang komite kebijakan kredit usaha rakyat.
"Pertemuan tersebut diharapkan mampu meluruskan persoalan yang masih menghambat
akses kredit mikro, kecil, dan menengah," ujar Choirul.
Kebijakan sendiri
Pembahasan terhadap permasalahan tersebut akan melibatkan para pejabat tingkat Eselon I
dari instansi terkait, termasuk membahas kesiapan pengusaha kecil memanfaatkan dana
kredit usaha rakyat.
Agunan, kata Choirul, sebenarnya mencerminkan tingkat kepercayaan bank kepada calon
debitor.
Oleh karena itu bisa dipahami jika enam bank pelaksana program kredit berjaminan
pemerintah memiliki kebijakan sendiri dalam menyalurkan kredit.
Kredit usaha rakyat diluncurkan juga untuk menjembatani dilema pengusaha kecil mengakses pendanaan dari perbankan, ketika terjadi praktik kewajiban agunan untuk meminjam,
yang kemudian menimbulkan persoalan.
"Bisa saja pengusaha kecil merasa usahanya sudah feasible untuk mengajukan kredit usaha
rakyat. Di satu sisi bank mempunyai penilaian berbeda ketika hendak mengucurkan dananya.
Lalu ada permintaan agunan."

Berkhas

9

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Kamis, 03 Juli 2008

Untuk meluruskan permasalahan ini, Choirul berharap bisa tuntas setelah pertemuan
anggota komite kebijakan pada tingkat Eselon I. Kalau misalnya feasibilitas pengusaha kecil
terbukti, tapi pihak bank masih minta agunan, akan dicari lagi akar permasalahannya.
Oleh Mulia Ginting Munthe
Bisnis Indonesia

Berkhas

10

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Kamis, 03 Juli 2008

Pe r it e l m a k in t e r be ba ni pungut a n da e r a h
JAKARTA: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengeluhkan makin besarnya
pengeluaran ritel modern untuk membayar pungutan daerah, menyusul pajak atas semua
keterangan yang isinya merupakan informasi bagi konsumen.
Menurut Tutum Rahanta, Ketua Harian Aprindo, pemungutan pajak daerah terkesan
berlebihan dalam menginterprestasikan hal-hal yang seharusnya tidak dikenai pajak.
"Masak tulisan bakery [menjelaskan ruang lahan belanja di toko modern yang menjual roti]
untuk memberi informasi kepada konsumen juga dipungut pajak, bahkan ada anggota yang
melaporkan tulisan keterangan tempat toilet dikenakan pajak juga," kata Tutum, baru-baru ini.
Sikap pemungut pajak yang antem kromong tersebut, jelas dia, dirasakan sejak dua hingga
bulan terakhir ini. Peritel merasakan pengenaan pajak secara 'membabi buta' tersebut
dirasakan di DKI Jakarta, dan satu kota yang berada di Jawa Timur.
Aprindo khawatir praktik tersebut diikuti oleh pemprov lainnya. Namun, ketika ditanyakan
persentase kenaikan pembayaran pajak yang dikeluarkan peritel modern dalam tiga bulan
terakhir ini, Tutum tidak bersedia memberikan jawaban.
Tutum hanya menjelaskan pengenaan pajak berbeda tergantung daerah dan luas toko.
Pengenaan pajak di ritel modern ada yang sebesar Rp2.000 hingga Rp5.000 per m2 per hari.
Di samping itu, gambar tanpa merek perusahaan, yang tujuannya untuk mempercantik
dinding mal, sekarang ini juga dikenakan pajak. Hal itu sebelumnya tidak pernah terjadi.
Kalangan peritel modern pada dasarnya tidak keberatan jika dikenakan pajak untuk
pendapatan asli daerah, yang akhirnya digunakan untuk pembangunan suatu daerah.
"Kami minta pemungutan pajak di toko modern dilakukan secara bijak."
Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

Berkhas

11

Volume VI Maret 2008

Kompas

Kamis, 03 Juli 2008

Ke na ik a n H a r ga Elpij i Puk ul UKM
W a r ga M ula i Be r a lih k e Ga s 3 Kilogr a m
Kamis, 3 Juli 2008 | 00:27 WIB
Jakarta, Kompas - Kenaikan harga elpiji tidak saja memukul segmen rumah tangga, tetapi
juga pelaku usaha kecil dan menengah atau UKM. Ini adalah pukulan kedua setelah
kenaikan harga bahan bakar minyak sekitar satu bulan lalu. Mereka kebingungan menyiasati
agar usahanya tetap bertahan.
”Terus terang, hati saya sedih. Lalu, bagaimana usaha bisa untung,” kata penjual nasi
goreng, Neni (35), warga RW 08, Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Rabu (2/7).
Kebingungan serupa juga dialami warga Depok, Bekasi, dan berbagai daerah di Provinsi
Banten.
Neni semula menggunakan kompor minyak tanah. Ketika pemerintah mengumumkan
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada akhir Mei, dia beralih ke tabung gas 12
kilogram (kg). Harga nasi gorengnya dinaikkan Rp 1.000 per porsi menjadi Rp 6.000 per
porsi.
”Tiba-tiba sekarang harga elpiji 12 kg naik. Biasanya saya beli Rp 55.000 per tabung, tetapi
sekarang di pasaran harga jualnya Rp 65.000 sampai Rp 70.000. Saya sangat terpukul,” kata
ibu tiga anak itu dengan mata berkaca-kaca.
Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan, kenaikan
harga elpiji 12 kg diperkirakan terjadi sejak pemerintah memulai program konversi energi dari
minyak tanah ke gas tahun 2007. Sesuai dengan hukum ekonomi, ketika permintaan gas
meningkat, harga pun naik. Konsumen juga beralih ke gas 3 kg karena perbedaan harganya
cukup tinggi.
Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Muhammad
Nuradib meminta pemerintah agar membuat regulasi baru terkait dengan penggunaan elpiji 3
kg, 12 kg, dan 50 kg. Pengguna gas yang bukan jatahnya akan mendapat sanksi setimpal
sehingga diharapkan pasokan elpiji tepat sasaran.
Meningkat
Omzet penjualan elpiji tabung 3 kg di wilayah Kota Depok meningkat sekitar 10 persen. Hal
ini disebabkan sebagian warga ada yang beralih menggunakan elpiji 3 kg setelah Pertamina
menaikkan harga elpiji 12 kg sejak Selasa 1 Juli lalu.
”Omzet penjualan elpiji saya yang 3 kg naik menjadi 8.000- 9.000 tabung dari hanya sekitar
7.000 tabung per hari,” kata Haji Yahman, bos PT Raja Gas, perusahaan agen elpiji di
Kecamatan Sukmajaya, Depok, Rabu kemarin.
Yahman, Ketua Hiswana Migas Cabang Depok, juga mengatakan, omzet penjualan elpiji
tabung 3 kg di Depok meningkat sekitar 10 persen dari omzet sebelum kenaikan harga, yakni
sekitar 25.000 tabung per hari. (muk/COK/CAL/NEL)

Berkhas

12

Volume VI Maret 2008

Pikiran Rakyat

Kamis, 03 Juli 2008

KUKM Aga r M a nfa a t k a n I ndust r i Kr e a t if
Kamis, 03 Juli 2008 , 20:55:00
BANDUNG, (PRLM) - Pelaku koperasi dan usaha kecil menengah (KUKM) di Jawa Barat
harus mampu memanfaatkan pengembangan industri kreatif, terutama yang berpeluang
besar untuk meningkatkan "value added" (nilai tambah ekonomis) para pelaku usaha. Upaya
itu perlu terus didorong, apalagi saat ini sudah ada dukungan "blue print" pengembangan
ekonomi kreatif serta disahkannya UU UMKM.
"Era ekonomi nanti arahnya pada industri kreatif, sehingga UKM dan koperasi bisa lebih
meningkatkan produksi dan pemasarannya melalui pengembangan industri kreatif ini. Saya
kira, "blue print" pengembangan ekonomi kreatif itu dapat menjawab beberapa kendala klasik
yang dihadapi pelaku usaha selama ini," ujar Deputi Menteri Bidang Pemasaran dan Jaringan
Usaha Kemenneg KUKM, Ikhwan Asrin, di sela pembukaan "Cooperative Fair", terkait
"Peringatan Hari Koperasi tingkat Jabar 2008", di Lapangan Gasibu Bandung, Kamis (3/7).
Ia menjelaskan, besarnya potensi UKM dan koperasi di Jabar untuk mendorong
pengembangan industri kreatif ini cukup beralasan. Selain ditopang jumlah pelaku UKM yang
besar sekitar 7,2 juta unit usaha, juga memiliki sumber daya manusia yang kreatif di wilayah
Jabar ini terutama di kota Bandung sebagai ibu kota Jabar.
Pembukaan "Cooperative Fair 2008" dihadiri pula antara lain Ketua Dekopin Adi Sasono,
Gubernur Jabar H. Ahmad Heryawan, Kepala Dinas KUKM Jabar Drs. Mustopa Djamaludin
M.Si., Pinisepuh Gerakan Koperasi Jabar H. Danny Setiawan, Ketua Koperasi Sauyunan
Jabar H. Syafik Umar yang juga Pemimpin Umum HU "PR", Ketua Dekopinwil Jabar H. Wans
Ibrahim, unsur Muspida Jabar, serta sejumlah pelaku KUKM Jabar dan beberapa daerah lain
di Indonesia. (A-68/A-37)***

Berkhas

13

Volume VI Maret 2008

Tempo I nteraktif

Kamis, 03 Juli 2008

Ke na ik a n Suk u Bunga Ta k Pe nga r uhi UKM
Kamis, 03 Juli 2008 | 21:02 WIB
TEMPO Interaktif, BANDUNG:Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia Adi Sasono
memastikan, kenaikan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) yang diputuskan Bank Indonesia
hari ini tak akan berpengaruh besar bagi sektor KUKM. ”Bagi rakyat kecil bunga (bank) tidak
nomor satu, yang penting aksesnya tidak dipersulit,” kata Adi Sasono di Bandung, Kamis
(3/7).
Seperti diketahui, hari ini Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga bank
acuan (BI Rate) sebesar 25 basis point menjadi 8,75 persen. Sebulan sebelumnya, pada 5
Juni lalu, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 8,5 persen.
Adi mencontohkan, sektor Pedagang Kaki Lima (PKL) yang terjerat lintah darat dengan
bunga pinjaman mencapai 10 persen per bulannya. Pinjaman itu dikejar karena lebih
aksesnya dianggap lebih mudah. Dengan begitu, berapa pun kenaikan bunga yang
diberlakukan perbankan, bukan menjadi soal bagi pengusaha kecil.
Menurut Adi, kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) adalah konsekuensi akibat kenaikan
harga BBM yang tak bisa diimbangi oleh pergerakan sektor real. ”Untuk memulihkannya,
kuncinya ada pada kecepatan pelayanan dan kemudahan akses kredit,” kata Adi.
Mayoritas pelaku usaha dalam sektor real, kata Adi, adalah KUKM. Pergerakan sektor ini
diharapkan bisa mempercepat pemulihan di sektor perekonomian Indonesia. Untuk itu,
dibutuhkan keberpihakan pemerintah pada pengusaha kecil. ”Akses jangan dipersulit, jangan
dibikin lama, sebab mereka butuh keputusan cepat. Dan itu yang harus diusahakan oleh
negara,” kata Adi.
Ahmad Fikri

Berkhas

14

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Jumat, 04 Juli 2008

Ke m e nk op & ba nk be nt uk k linik UKM
JAKARTA: Kementerian Negara Koperasi dan UKM sedang berkonsolidasi dengan sejumlah
perbankan untuk membentuk klinik koperasi dan usaha kecil menengah (KUKM).
"Saat ini kami sedang berkonsolidasi dengan bank-bank sehingga bila dimungkinkan setiap
bank mempunyai klinik UKM," kata Deputi Menteri Negara Koperasi dan UKM Bidang
Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha, Chairul Djamhari, baru-baru ini.
Dia mengatakan konsep membuat klinik UKM cocok saat ini di mana pemerintah sedang
menggalakkan penyebaran program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Klinik UKMB nantinya akan
menjadi unit pendampingan bagi UKM oleh bank-bank penyalur kredit.
"Jadi diharapkan bank-bank bisa mendampingi UKM bukan hanya saat pengajuan kredit tapi
saat pemanfaatan dan pembayarannya," katanya.
Selain itu, keberadaan klinik UKM juga sebenarnya amat bermanfaat bagi perbankan itu
sendiri. "Sebab kalau KUKM didampingi maka potensi untuk menurunkan NPL
(nonperformance loan) atau kredit bermasalahnya semakin besar."
Oleh karena itu, pihaknya mendorong perbankan agar memanfaatkan sumber daya yang
telah ada baik tenaga maupun biaya karena pembentukan unit pendampingan berupa klinik
UKM tidak akan sia-sia.
Kementerian Negara Koperasi terus membahas kemungkinan pembentukan klinik UKM di
setiap perbankan. "Kita sedang mengarah ke sama dan sedang terus dirapatkan," katanya.
Jika pembahasan telah rampung dan matang maka pihaknya bersama dengan perbankan
pelaksana akan menyusun standar pelayanan minimum kepada KUKM oleh klinik tersebut.
Dengan demikian diharapkan akan jelas tugas pokok dan fungsi klinik UKM tersebut.
Menurut Chairul, bagaimana pun UKM masih tetap memerlukan pendampingan bukan hanya
oleh pemerintah tetapi juga pihak lain seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan
perguruan tinggi
Secara terpisah, Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Untung Tri
Basuki memastikan pelaku usaha sektor ril akan menjadi tuan rumah didaerahnya sendiri
setelah Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM) disahkan 10 Juni 2008.
Pengesahan UU itu diyakini mampu menciptakan situasi kondusif bagi aktivitas sektor riil
karena pada pasal 9 ditegaskan pemerintah dan pemerintah provinsi harus mengembangkan
sarana dan prasarana UMKM.
Oleh Mulia Ginting Munthe
Bisnis Indonesia

Berkhas

15

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Jumat, 04 Juli 2008

W I RAUSAH A

Ke r a j ina n ba m bu Tuba n ga ga l e k spor
TUBAN, Jawa Timur: Produk kerajinan mebel dan cenderamata berbahan baku bambu asal
Kab. Tuban, Jatim, gagal diekspor ke Taiwan karena pengawetannya tak memenuhi syarat.
Ketua Asosiasi Perajin Akar Jati dan Mebel Bambu Jatirogo Kab. Tuban Franki E.M.
mengatakan kerajinan bambu yang lama digeluti perajin di Jatirogo, Kab. Tuban, sejauh ini
masih mengandalkan pasar domestik.
Kerajinan berbentuk perahu, motor vespa, dan ballpoint berpeluang diekspor dengan harga
jual Rp20.000 hingga Rp200.000 per unit. Pedagang kerajinan asal Taiwan pernah
mendatangi sentra kerajinan bambu itu di Jatirogo, tetapi urung memberikan order karena tak
cocok dengan teknis pengawetan bambu.
“Calon pembeli itu tahu produk kami saat pameran Smesco di Jakarta pada 2006,” ujarnya
kepada Bisnis, kemarin. (Bisnis/k22)

Berkhas

16

Volume VI Maret 2008

Pikiran Rakyat

Jumat, 04 Juli 2008

Sist e m Re si Guda ng Ba nt u UKM Ak se s Kr e dit
Jum'at, 04 Juli 2008 , 19:41:00
BANDUNG, (PRLM) - Pemerintah siap mendorong sistem resi gudang (SRG) terutama untuk
membantu para petani dan pelaku usaha kecil menengah (UKM), dalam mengakses kredit ke
perbankan. Resi gudang ini merupakan dokumen atau surat bukti kepemilikan barang yang
disimpan di gudang, yang bisa digunakan sebagai agunan atau memenuhi syarat kolateral
dalam mengajukan kredit.
"Sistem resi gudang ini tidak saja membantu para petani dan pelaku usaha untuk mengakses
kredit, tapi juga bisa menguntungkan perbankan itu sendiri, karena ada kepastian agunan
dan kelayakan usaha," ujar Kepala Biro Pasar Fisik dan Jasa-Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi (Bappebti) Departemen Perdagangan, Sutriono Edi, di sela-sela Temu
Bisnis "Cooperative Fair", di Bandung, Jumat (4/7).
Menurut Sutriono, saat ini sudah ada beberapa daerah yang menerapkan SGR terutama
untuk membantu akses kredit ke perbankan, yaitu di Jombang (Jatim), Indramayu (Jabar)
dan Purwokerto (Jateng). "Ini sudah mulai berjalan sejak Mei 2008 lalu, dan ke depan
diarahkan bisa dikembangkan juga di daerah lain. Dengan mempunyai resi gudang, pelaku
usaha bisa mempunyai agunan. Adapun kredit yang bisa diterima, sekitar 70% dari nilai resi
gudang yang dimiliki," katanya.
Ia menjelaskan, SGR tidak hanya mendukung akses kredit tapi juga bisa memberikan banyak
manfaat lain, baik itu bagi petani, pengelola gudang, maupun bank. Bagi petani produsen,
antara lain bisa mendapatkan harga lebih baik dengan menunda waktu penjualan. Lalu, ada
kepastian kualitas dan kuantitas terhadap barang yang disimpan, mendapat pembiayaan
dengan cara tepat dan mudah, serta mendorong pelaku usaha untuk bekerja secara
berkelompok sehingga bisa meningkatkan posisi tawar.
Sedangkan manfaat bagi usaha pergudangan, SGR dapat mendorong tumbuhnya industri
pergudangan dan usaha terkait, serta memperoleh pendapatan dari jasa pergudangan. "Bagi
usaha perbankan dan asuransi, bisa menumbuhkan peluang baru jasa perbankan dan
asuransi di daerah. Selain itu ada perlindungan yang tinggi atas jaminan, aktivitas penyaluran
kredit lebih menguntungkan, serta jaminan bersifat likuid," tuturnya. (A-68/A-37)***

Berkhas

17

Volume VI Maret 2008

Kompas

Sabtu, 05 Juli 2008

UKM

Pe r a j in Ba m bu But uh Pe nda m pinga n I nov a si
Sabtu, 5 Juli 2008 | 03:00 WIB
Binjai, Kompas - Puluhan tahun bergerak dalam kerajinan bambu, para perajin bambu di
Desa Jati Utomo, Kecamatan Binjai, Kota Binjai, hanya mampu menghasilkan keranjang
buah dan dinding bambu. Para perajin butuh pendampingan inovasi agar bisa menghasilkan
model kerajinan bambu lainnya yang lebih bernilai ekonomi tinggi dan tahan lama.
”Kami senang sekali kalau ada yang mengajari. Selama ini tidak pernah ada yang mengajari
atau mendampingi kami,” tutur Misno (50), perajin bambu di Desa Jati Utomo di tepi jalan
raya Binjai-Langkat. Menurut Misno, Pemerintah Kota Binjai pun tidak pernah memberikan
perhatian kepada perajin.
Inovasi model kerajinan bambu bisa berbentuk keranjang anyaman bambu dengan warna
yang menarik untuk wadah-wadah kebutuhan rumah tangga, misalnya keranjang buah,
wadah pakaian kotor, dan tempat bumbu.
Pascakenaikan harga bahan bakar minyak, harga bambu yang berasal dari kawasan
Bahorok, Langkat, naik dari Rp 3.300 per batang menjadi Rp 4.000. Namun, harga keranjang
dan dinding bambu belum dinaikkan.
Keranjang masih dijual Rp 10.000 per tiga buah dan dinding bambu Rp 25.000 per lembar.
Kebanyakan perajin mempekerjakan ibu-ibu desa setempat dengan upah Rp 500 per satu
keranjang dan Rp 2.000 per lembar. Upah pekerja juga belum dinaikkan.
Noor (30), salah seorang pekerja, mengatakan, ia senang sekali jika ada yang mengajari
dirinya membuat barang-barang kerajinan rumah tangga. (WSI)

Berkhas

18

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Senin, 07 Juli 2008

Ca w a li M a la ng j a nj i pr ior it a sk a n UM KM
MALANG: Pengembangan ekonomi sektor usaha mikro kecil menengah dan pendidikan
menjadi perhatian kandidat wali kota-wakil Wali Kota Malang dalam Penyampaian Visi dan
Misi Calon Wali Kota-Calon Wakil Wali Kota Malang Periode 2008-2013.
Aries Pudjangkoro, Cawali Malang yang diusung Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional,
mengatakan jika dirinya terpilih sebagai Wali Kota Malang bersama wakilnya, Mohan Katelu,
akan mengembangkan perekonomian kerakyatan dengan berbasis informasi teknologi. "Iklim
dunia investasi juga agar lebih kondusif," katanya kemarin.
Subur Triono, Cawali Malang dari pasangan Fatchul Arifin-Subur Triono, mengatakan upaya
pengembangan industri kecil dan rumah tangga perlu menjadi perhatian sehingga terjadi
ketahanan ekonomi lokal.
Karena itu, keberadaan mal di Kota Malang perlu dikaji ulang. "Kalau perlu pembangunan
mal baru disetop, agar UMKM bisa berkembang."
Hasanuddin Latief, Cawali Malang yang diusung Partai Demokrat berpasangan dengan
Cawawali Arief Darmawan, juga mengusung tema pemberdayaan UMKM. Intinya, pihaknya
ingin UMKM di Kota Malang bisa bersaing di tingkat regional dan nasional.
Pihaknya berjanji menciptakan lapangan kerja sehingga menyerap 30.000 pengangguran
selama lima tahun.
Achmad Subchan, Cawali Malang yang dicalonkan PKS, berjanji menggeliatkan ekonomi
mikro dengan memberi insentif pada tingkat RW. Dia berjanji mengalokasikan Rp100 juta per
tahun kepada RW, jika terpilih menjadi wali kota.
Dia berjanji mengalokasikan Rp20 miliar per tahun untuk pembinaan UMKM dan koperasi.
"Kalau saya tidak merealisasikan janji selama tiga tahun, kami bersedia mundur."
Peni Suparto, Cawali Malang dari PDIP, juga berjanji meningkatkan sektor UMKM. Menurut
dia, upaya pengembangan UMKM bukan hanya janji, melainkan telah dilakukan lewat kerja
sama dengan Bank Indonesia, Perguruan Tinggi dan UMKM.
Implementasinya, pameran pelayanan terhadap UMKM yang dibuka Gubernur. Hasilnya,
penyaluran kredit menjadi lancar lagi sehingga pertumbuhan ekonomi Kota Malang yang
tinggi. (k24)
Bisnis Indonesia

Berkhas

19

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Selasa, 08 Juli 2008

W I RAUSAH A

UU UM KM disosia lisa sik a n
JAKARTA: Kementerian Koperasi dan UKM bersama Bank Indonesia dan Departemen
Keuangan menyosialisasikan UU tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di 11
kota besar.
"Informasi UU UMKM ataupun peraturan perkreditan dan penjaminan harus diketahui
masyarakat secara luas," ujar Akhmad Junaidi, Asisten Deputi Urusan Restrukturisasi Usaha
Kementerian Koperasi dan UKM, kemarin.
Khusus sosialisasi peraturan perkreditan, ketiga instansi terkait itu masih mencari input yang
tepat untuk mengatur regulasi untuk dituangkan melalui peraturan menteri keuangan.
Hal ini agar daerah yang sudah mendirikan lembaga penjaminan kredit mempunyai acuan
untuk operasionalnya. (Bisnis/mgm)

Berkhas

20

Volume VI Maret 2008

Kompas

Selasa, 08 Juli 2008

Eva lua si Pa sa r M ode r n
Pe da ga ng Pa sa r Tunt ut Pe r pr e s N om or 1 1 2 / 2 0 0 7 D it inj a u
Ula ng
Selasa, 8 Juli 2008 | 03:00 WIB
Jakarta, Kompas - Cepatnya pertumbuhan pasar modern membuat Wakil Ketua Fraksi Partai
Demokrat Achmad Husein Alaydrus meminta pemerintah mengevaluasi seluruh pasar
modern yang ada. Sebagian besar pasar modern itu dinilai melanggar Peraturan Daerah
Nomor 12 Tahun 2002 mengenai pasar modern.
”Pasar modern seharusnya berjarak minimal 2,5 kilometer dari pasar tradisional. Namun,
banyak pasar modern yang berdiri terlalu dekat, bahkan satu lokasi dengan pasar tradisional.
Banyak pedagang tradisional sudah rugi. Ini tidak adil bagi masyarakat,” kata Alaydrus.
Menurut dia, setiap pasar modern yang menyalahi aturan Perda No 12/2002 harus disegel.
Pejabat yang memberi izin berdirinya pasar modern itu juga harus mendapat sanksi yang
keras. Pelanggaran mereka telah menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi
masyarakat.
Hal senada diungkapkan Presiden Federasi Organisasi Pedagang Pasar Indonesia (FOPPI)
Sujianto, Senin (7/7), saat menutup Kongres FOPPI 2008 di Jakarta.
”Peraturan Presiden Nomor 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern juga harus ditinjau ulang. Terbukti makin banyak
penyimpangan terhadap perpres yang merugikan pedagang pasar tradisional di Indonesia,”
katanya.
Dalam Kongres FOPPI, para pedagang pasar perwakilan dari Pulau Jawa, Sumatera, dan
Kalimantan juga mengeluarkan maklumat yang ditujukan langsung kepada pemerintah.
Selain tuntutan peninjauan Perpres No 112/2007, isi maklumat lainnya adalah segera
menerbitkan sertifikat hak milik atas nama pedagang pemilik tempat usaha di pasar-pasar
tradisional.
”Penggusuran pasar jangan lagi ada. Serahkan pengelolaan dan pengembangan pasar
kepada pedagang. Usut tuntas kasus kebakaran pasar dan meminta Komisi Pemberantasan
Korupsi usut indikasi korupsi pada proyek pengelolaan pasar tradisional di seluruh
Indonesia,” kata Sujianto yang membacakan isi maklumat.
Pemerintah harus disiplin dalam memberi izin pendirian pasar modern di masa depan karena
nasib puluhan ribu pedagang kecil yang bernaung di 13.000 pasar dipertaruhkan.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Cabang Jakarta Hasan Basri
mengatakan, maraknya pasar modern di Ibu Kota membuat tujuh pasar tradisional mati dan
dua pasar hampir mati.
Ketujuh pasar mati itu adalah Pasar Blora, Pasar Cipinang Baru, Pasar Kramat Jaya, Pasar
Cilincing, Pasar Muncang, Pasar Prumpung Tengah, dan Pasar Sinar Utara. Pasar yang
hampir mati karena ditinggal sebagian besar pedagangnya adalah Pasar Karet Pedurenan
dan Pasar Sawah Besar. (ECA/NEL)

Berkhas

21

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Rabu, 09 Juli 2008

M ina t pe r it e l m ode r n be r m it r a de nga n UM KM m inim
SURABAYA: Minat perusahaan ritel untuk bekerja sama dengan usaha mikro kecil
menengah dinilai minim. Di Jawa Timur baru satu peritel besar yang bersedia menampung
lebih banyak produk pengusaha tersebut.
Penilaian itu disampaikan Kadis Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kota
Surabaya M. Taswin.
Menurut dia, dari sekitar 6.000 lebih usaha mikro kecil menengah di Surabaya, baru sekitar
200 usaha yang sudah mendapat akses ke jaringan Carrefour. Perusahaan yang sebagian
besar berskala industri rumah tangga ini menghasilkan sekitar 500 produk.
"Sebagian besar dari mereka bergerak di bidang makanan dan grocery," ujar Taswin kepada
Bisnis di Surabaya.
Menurut dia, masalah klasik yang sampai saat ini mengganjal perkembangan industri mikro
adalah pemasaran. Pasalnya secara umum mereka tidak mampu melakukan promosi karena
sebagaimana perusahaan yang sudah mapan.
"Umumnya modal pengusaha kecil ini terbatas sehingga tidak memungkinkan melakukan
promosi sendiri karena biayanya pasti akan sangat mahal," paparnya.
Karena itu, lanjutnya, perlu uluran tangan perusahaan ritel sekala besar dengan cara toko
modern tersebut bersedia menampung sebanyak-banyaknya produk UMKM. "Kami masih
menunggu itikad baik dari pemilik hipermarket lainnya yang mau bekerja sama dengan
UMKM," katanya.
Berdasarkan catatan Disperindag Surabaya jumlah ritel besar yang beroperasi di kota ini
cukup banyak. Hampir semua peritel besar di Jakarta memiliki gerai di Kota Pahlawan.
Gerai hipermarket tersebut di antaranya Alfa, yang sebagian jaringannya sudah berubah
menjadi Carrefour Express, Makro, Hypermart, Tops Supermarket, Carrefour, dan ritel lokal
Sinar Supermarket serta Alfamart dan Indomart.
Taswin membenarkan produk UMKM yang bisa ditampung oleh peritel besar adalah yang
dapat memenuhi kriteria seperti aman, bersih dan sebagainya. Itu sebabnya perlu ada
pembinaan atau program pendampingan baik dari pemerintah maupun dari perusahaan ritel
besar bersangkutan.
Oleh Dwi Wahyuni
Bisnis Indonesia

Berkhas

22

Volume VI Maret 2008

Bisnis I ndonesia

Rabu, 09 Juli 2008

'UKM m e nge de pa nk a n k onflik '
JAKARTA: Pakar manajemen pemasaran, Rhenald Kasali menilai pemerintah terlalu politis
menangani pelaku usaha kecil menengah, sedangkan UKM dinilai terlalu hegelian
(mengedepankan konflik).
"Pemerintah terlalu politis, sementara pelaku UKM cenderung mengedepankan konflik," kata
Rhenald, kemarin.
Menurut dia, pascakenaikan harga BBM tidak ada perhatian terhadap daya saing UKM
termasuk dalam hal cluster dan powerhouse. Pemerintah, katanya, sampai sejauh ini terlalu
berbelit-belit menangani UKM.
"Belum soal delivery cost budget yang tinggi dan terlalu banyak prosedur," katanya. (Antara)

Berkhas

23

Volume VI Maret 2008

Kompas

Rabu, 09 Juli 2008

Pa sa r M ode r n D iba t a si
Pa sa r La m a Te t a p Bisa Be r ope r a si
Rabu, 9 Juli 2008 | 01:35 WIB
Jakarta, Kompas - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membatasi izin pendirian pasar modern
baru agar tidak mematikan pasar tradisional. Namun, pemerintah tidak dapat menutup pasar
modern yang telanjur berdiri dekat dengan pasar tradisional karena sudah mendapat izin
resmi.
”Saya tidak akan menoleransi pendirian pasar modern yang jaraknya kurang dari 2,5
kilometer dari pasar tradisional. Saya mengenal semua lokasi di Jakarta sehingga dapat
menentukan izin pasar modern yang dapat disetujui atau yang tidak,” kata Gubernur DKI
Jakarta Fauzi Bowo, Selasa (8/7) di Balaikota DKI Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membatasi pendirian pasar modern pada radius 2,5
kilometer dari pasar tradisional melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2002.
Namun, pasar modern terus tumbuh pesat di berbagai sudut Jakarta. Dampaknya, omzet
para pedagang pasar tradisional turun drastis dan tujuh pasar tradisional tutup.
Namun, kata Fauzi, pihaknya tidak dapat menutup pasar modern yang sudah telanjur berdiri
dengan izin dari pemerintahan sebelumnya. Pemerintah juga tak dapat menghalangi
perpanjangan izin pasar modern jika semua syarat formal dipenuhi. Pemerintah hanya dapat
menolak permintaan izin pasar modern baru yang dekat dengan pasar tradisional.
Untuk menghadapi persaingan dengan pasar modern, kata Fauzi, para pedagang tradisional
juga diminta berubah seiring tuntutan konsumen. Fauzi mencontohkan pasar di Bumi
Serpong Damai yang rapi, bersih, dan tidak becek sebagai pasar tradisional yang diminati
konsumen.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Federasi Organisasi Pedagang Pasar Indonesia (FOPPI)
Cahya Suparno mengatakan, para pedagang tetap menuntut Pemerintah DKI Jakarta dan
pemerintah pusat menertibkan keberadaan pasar modern sesuai Peraturan Presiden Nomor
112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan,
dan Toko Modern.
”Yang kami minta adalah penegakan hukum. Dalam arti, semua pelanggaran lokasi pasar
modern, termasuk yang sudah terjadi, harus kena sanksi. Jikalau penegakan hukum tersebut
berdampak sosial atau ekonomi, itu adalah buah dari buruknya kinerja pemerintah sendiri.
Pemerintah harus bertanggung jawab,” kata Cahya Suparno.
Andreas FHS, Ketua Umum Aliansi Paguyuban Pedagang Pasar Surabaya (AP3S)
menyatakan turut mendukung tuntutan FOPPI. Selain meninjau ulang Perpres No 112/2007,
pemerintah juga harus menerima pedagang pasar tradisional sebagai mitra dan aset.
(ECA/NEL)

Berkhas

24

Volume VI Maret 2008

Pikiran Rakyat

Rabu, 09 Juli 2008

Kr e dit UM KM Yogy a k a r t a Ca pa i Rp 7 ,3 Tr iliun
Rabu, 09 Juli 2008 , 15:43:00
YOGYAKARTA, (PRLM).- Kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mendominasi
penyaluran dana perbankan ke pihak ketiga. Bank Indonesia (BI) Cabang Yogyakarta
mencatat 86% lebih dana bank tersalur ke pihak UMKM.
Saat presentasi di depan Gubernur DI.Yogyakarta di Kompleks Gubernuran Kepatihan, Rabu
(8/7), Kepala BI Cabang Yogyakarta, Tjahyo Oetomo menyatakan, nilai kredit bank sampai
triwulan pertama 2008 mencapai Rp 9,6 triliun, dengan tingkat rasio kredit bermasalah (non
performing loan/NPL) mencapai 5,07%.
"Dari total kredit yang disalurkan bank, UMKM memperoleh kredit Rp 7,3 triliun atau sekitar
86%,