PEMBELAJARAN PADA MASA BANI ‘ABBASIYAH (750-1258 M).

(1)

PEMBELAJARAN PADA MASA BANI ‘

ABBA<SIYAH

(750-1258 M)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh :

FIKA FITROTIN KAROMAH NIM. F03213046

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL --- i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN --- ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING --- iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI --- iv

PEDOMAN TRANSLITERASI --- v

ABSTRAK --- vi

KATA PENGANTAR --- vii

DAFTAR ISI --- --ix

BAB I PENDAHULUAN --- 1

A. Latar Belakang Masalah --- 1

B. Rumusan Masalah --- 8

C. Definisi Operasional --- 9

D. Tujuan Penelitian --- 11

E. Manfaat Penelitian --- 12

F. Metode Penelitian --- 12

G. Sistematika Penulisan--- 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA --- 24


(7)

1. Pembelajaran Kontekstual --- 24

2. Pembelajaran Langsung (directinstruction) --- 32

3. Pembelajaran Kooperatif (cooperativelearning) --- 35

4. Pembelajaran Berbasis Masalah --- 39

B. Tinjauan Sejarah Pendidikan Pada Masa Bani ‘Abba>siyah --- 42

1. Gerakan Penerjemahan Buku-buku berbahasa Asing --- 42

2. Bai>t al-H{ikmah --- 44

3. Lembaga Pendidikan --- 45

BAB IIIPROFIL BANI ‘ABBA<SIYAH --- 54

A. Sejarah Berdirinya Bani ‘Abba>siyah --- 54

B. Kepemimpinan Bani ‘Abba>siyah --- 61

C. Kebangkitan Intelektual Pada Masa Bani ‘Abba>siyah --- 68

BAB IV PEMBELAJARAN PADA MASA BANI ABBA<SIYAH DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN PADA MASA SEKARANG --- 79

A. Pembelajaran Pada Masa Bani ‘Abba<siyah --- 79

1.Pembelajaran di Kutta>b --- 79

2.Pembelajaran di Masjid --- 83


(8)

B. Relevansi Pembelajaran Pada Masa Bani ‘Abba<siyahdengan

Pembelajaran Pada Masa Sekarang --- -- 96

1. Pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz{a>miyah - 97 2. Pembelajaran Pada Masa Sekarang --- 104

3. Persamaan Pembelajaran Pada Masa Bani ‘Abba>siyah Dengan Pembelajaran Pada Masa Sekarang --- 114

4. Perbedaan Pembelajaran Pada Masa Bani ‘Abba>siyah Dengan Pembelajaran Pada Masa Sekarang --- 117

5. Relevansi Pembelajaran Pada Masa Bani ‘Abba>siyah Dengan Pembelajaran Pada Masa Sekarang --- 119

BAB V PENUTUP --- ---122

A. Kesimpulan --- --122

B. Saran --- 124

DAFTAR KEPUSTAKAAN --- - 126 DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(9)

ABSTRAK Kata kunci: pembelajaran, Bani‘Abba>siyah

Sejarah telah mencatat bahwa masa Daulah‘Abba>siyah adalah masa keemasan Islam terutama dalam bidang pendidikan. Pada masa ini telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Pada umumnya pembelajaran yang digunakan pada masa Bani ‘Abba>siyah cenderung menggunakanparadigma pembelajaran yang terpusat pada guru (konservatif). Hal ini terlihat dari beberapa metode pembelajaran yang digunakan pada masa Bani

‘Abba>siyah,seperti: metode lisan, hafalan, pengulangan, dan tulisan.

Berangkat dari fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pembelajaran pada masa Bani ‘Abba>siyah, karena pada masa tersebut dengan metode konservatif mampu melahirkan ilmuan muslim dari berbagai bidang keahlian. Sehingga hal ini menggugah penulis untuk melakukan penelitian tentang pembelajaran pada masa Bani ‘Abba>siyah dan mencari relevansinya dengan pembelajaran pada masa sekarang.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis. Data dan informasi yang didapatkan dari berbagai referensi akan diolah, dianalisis dalam rangka untuk menemukan pembelajaran pada masa Bani

‘Abba>siyah. Sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah contentanalysis. Teknik pengumpulan data dan informasi menggunakan metode dokumentasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kutta>b metode yang digunakan ialah pengulangan dan hafalan. Metode ini merupakan bagian dari model pembelajaran langsung. Jadi pembelajaran yang digunakan di Kutta>b ialah model pembelajaran langsung. Sedangkan di Masjid menggunakan metode h{alaqah (diskusi) dan talaqqi (ceramah). Jadi pembelajaran yang digunakan di Masjid ialah model pembelajaran kooperatif dan pembelajaran langsung. Adapundi Madrasah Niz{a>miyahmetode mengajarnya menggunakan metode ceramah, tanya jawab. Metode ini termasuk dari model pembelajaran langsung. Sedangkan metode lain yang digunakan di Madrasah Niz{a>miyah ialah metode diskusi, koresponden jarak jauh, dan r{ihlah ilmiah. Metode ini merupakan bagian dari model pembelajaran berbasis masalah dan kontekstual. Jadi model pembelajaran yang digunakan di Madrasah Niz{a>miyah ialah model pembelajaran langsung, pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran kontekstual. Sementara itu, terdapat relevansi antara pembelajaran pada masa Bani ‘Abba>siyah dengan pembelajaran pada masa sekarang, Metode hafalan dan pengulangan memiliki relevansi dengan metode sorogan dan muh{afadlah,metode ceramah memiliki relevansi dengan metode bandongan, serta metodeh{alaqahmemiliki relevansi dengan metode diskusi (muh{adlarah, bah{thulmasa’>il).


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang berbeda dengan ciptaan Allah SWT lainnya. Manusia satu-satunya ciptaan Allah SWT yang paling dimuliakan dan melebihi makhluk-makhluk lainnya. Kelebihan manusia diantara makhluk lainnya ialah mempunyai akal dan daya kehidupan yang dapat membentuk peradaban.

Manusia adalah makhluk yang selalu menginginkan kesempurnaan baik secara lahir maupun batin. Untuk mencapai kesempurnaannya, manusia dituntut untuk bergaul dengan orang lain dan alam semesta yang senantiasa berubah-ubah, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mempertahankan kehidupannya. Usaha-usaha untuk menemukan diri ini dapat dilakukan dengan meningkatkan rasa ingin tahunya dengan melakukan kegiatan belajar.1

Manusia setiap saat membutuhkan pengetahuan dan pengalaman dari alam semesta sampai ia menemukan cara bertindak yang tepat untuk mempertahankan kehidupannya. Untuk kebutuhan belajar ini diperlukan pengaruh dari luar. Pengaruh ini disebut dengan istilah pendidikan. Karenanya,


(11)

2

pendidikan adalah suatu yang esensial bagi manusia. Dengan pendidikan manusia bisa belajar mempelajari alam semesta demi mempertahankan kehidupannya. Karena pentingnya pendidikan, Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting dan tinggi.

Umat manusia dalam sejarahnya telah memperlihatkan tentang pentingnya pendidikan. Hal ini dapat ditelusuri sejak dari masa rasul hingga masa sekarang ini. Kegiatan yang dilakukan Rasullah seperti mengadakan ta’li>m (pembelajaran) kepada para sahabatnya, guna mengetahui ajaran-ajaran Islam. Sehingga rasul membuat kompleks belajar Dar al-Arqa>m, ini semua merupakan salah satu bukti besarnya perhatian rasul terhadap pendidikan.

Pendidikan dan pengajaran terus tumbuh dan berkembang pada masa Khulafaur Rashidin, masa Bani Umayyah, dan masa Bani ‘Abba>siyah. Pada masa awal Daulah ‘Abba>siyah, pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat pesat di seluruh negara Islam. Sehingga lahir beberapa lembaga pendidikan baik formal maupun non formal, seperti: kuttab, masjid, rumah ulama, dan madrasah-madrasah yang tidak terhitung banyaknya. Bahkan madrasah berdiri dari kota hingga ke desa. Anak-anak dan orang dewasa berlomba-lomba menuntut ilmu pengetahuan, berkunjung ke pusat-pusat


(12)

3

pendidikan dengan meninggalkan kampung halaman mereka demi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.2

Masa Daulah ‘Abba>siyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa tersebut umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Pendidikan anak-anak dimulai di rumahnya masing-masing, dan ada pula yang belajar di Kutta>b. Ketika anak mulai bisa bicara, maka seorang ayah wajib mengajarinya untuk mengucapkan kalimat tauhid. Dan ketika ia berumur enam tahun ia mesti diajari untuk melaksanakan salat wajib. Pada usia itu pulalah dimulainya pendidikan formal.3

Di dalam pendidikan terdapat proses pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses yang kompleks yang di dalamnya melibatkan berbagai unsur yang dinamis. Pembelajaran terjadi karena adanya interaksi antara beberapa unsur. Adapun beberapa unsur tersebut antara lain: guru, peserta didik, metode

2 Ibid., 10.


(13)

4

pembelajaran, kurikulum, materi, serta lingkungan pembelajaran. Beberapa unsur pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih atau menentukan model pembelajaran.

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir mulai dari strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang disajikan secara khas oleh guru. Merujuk pada hal ini perkembangan model pembelajaran terus mengalami perubahan dari model tradisional menuju model yang lebih modern (mutakhir). Model pembelajaran berfungsi untuk memberikan situasi pembelajaran yang tersusun rapi untuk memberikan suatu aktivitas kepada siswa guna mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar dalam kegiatan proses pembelajaran.

Pada masa Bani ‘Abba>siyah terdapat beberapa lembaga pendidikan yang dijadikan sebagai pusat pembelajaran. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut dikelompokkan menjadi beberapa tempat berdasarkan jenjang pendidikannya, mulai dari lembaga pendidikan tingkat rendah (Kutta>b), lembaga pendidikan tingkat menengah (Masjid), dan lembaga pendidikan tingkat tinggi (Madrasah Niz{a>miyah). Ketiga lembaga pendidikan ini menerapkan metode pembelajaran yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran dan tingkat pendidikan yang berbeda pula.


(14)

5

Adapun model pembelajaran yang digunakan pada masa Bani

‘Abba>siyah cenderung menggunakan model pembelajaran yang terpusat pada guru (konvensional atau konservatif). Hal ini terlihat dari beberapa metode pembelajaran yang digunakan pada masa Bani ‘Abba>siyah. Pada masa Bani

‘Abba>siyah metode pembelajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu lisan, hafalan, dan tulisan.

Pada metode lisan, antara lain berupa dikte, ceramah, qira’ah, dan diskusi. Metode dikte (imla) adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman, karena dengan dikte ini murid mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki. Metode ceramah disebut juga metode al-sama>’, sebab dalam metode ceramah guru menjelaskan isi buku dengan hafalan sedangkan murid mendengarkannya. Metode qira’ah biasanya digunakan untuk belajar membaca, sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini.

Metode menghafal merupakan ciri umum pendidikan pada masa ini. Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya, sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran berulang kali


(15)

6

sampai dia menghafalnya.4 Sehingga dalam proses selanjutnya, murid akan mengeluarkan kembali dan mengkontekstualisasikan pelajaran yang dihafalnya. Sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat merespons, mematahkan lawan atau memunculkan sesuatu yang baru.

Pada masa Bani ‘Abba>siyah, metode tulisan dianggap metode yang paling penting pada masa ini. Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkopian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan pengetahuan murid semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi proses penguasaan ilmu pengetahuan juga sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks, karena pada masa ini belum ada mesin cetak. Dengan pengkopian buku-buku, kebutuhan terhadap teks buku sedikit teratasi.5

Diantara ciri khas pendidikan Islam periode klasik adalah teacher oriented, bukan institution oriented. Kualitas suatu pendidikan tergantung kepada guru, bukan kepada lembaga. Murid-murid bebas mengikuti suatu pelajaran yang mereka kehendaki. Mereka memilih suatu pengajian berdasarkan guru atau ulama yang mengajarnya, bukan lembaganya. Oleh karena itu, mereka tidak

4 George Maksidi, The Rise of Colleges: Institutions of Learning in Islam and The West (Edinburg:

Edinburg University Press, 1981), 104.


(16)

7

harus belajar di masjid-masjid saja, tetapi bisa saja di perpustakaan, toko buku, rumah ulama, atau tempat terbuka.6

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran pada masa Bani ‘Abba>siyah adalah model pembelajaran konvensional atau konservatif. Pada proses pembelajaran konservatif dilakukan sebagaimana umumnya guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya.

Pada masa Bani‘Abba>siyah pertemuan antara guru dan siswa dilakukan secara langsung dalam satu kelas yang menciptakan berbagai efek sosial maupun psikologi bagi peserta didik tersebut. Tatap muka oleh guru dapat dirasakan sebagai perhatian, teguran, maupun pengawasan. Sementara itu bahan-bahan pembelajaran diberikan oleh guru setahap demi setahap, satu kalimat demi satu kalimat dijelaskan oleh guru dengan intonasi tertentu. Sehingga siswa dapat memahami dari intonasi-intonasi yang disampaikan olehnya.

Jika model pembelajaran konvensional diperhatikan secara lebih seksama, dapat diketahui bahwa suatu proses pembelajaran tidak hanya menekankan pada aspek ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki sejumlah

6 Iskandar Engku, Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014),


(17)

8

manfaat lain yang juga penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Akan tetapi model pembelajaran konvensional saat ini telah banyak dikritik karena pengembangan potensi siswa kurang diperhatikan. Fenomena-fenomena proses pembelajaran pada masa Bani ‘Abba>siyah ini membuat penulis tergugah untuk meneliti lebih lanjut bagaimana pembelajaran pada masa bani ‘Abba>siyah. Oleh karena itu, dalam penulisan tesis ini penulis mengambil judul “Pembelajaran pada masa Bani‘Abba>siyah (750-1258 M)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan rincian fenomena yang terdapat pada latar belakang masalah di atas, maka selanjutnya peneliti akan merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz>{amiyah pada masa Bani‘Abba>siyah ?

2. Bagaimana Relevansi Pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz>{amiyah pada masa Bani ‘Abba>siyah dengan pembelajaran pada masa sekarang ?


(18)

9

C. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi salah pengertian dalam judul tesis ini, maka ditegaskan beberapa istilah di bawah ini:

1. Pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz>{amiyah pada masa Bani

‘Abba>siyah

Kutta>b adalah sejenis tempat untuk memberikan pelajaran tingkat rendah. Di Kutta>b hanya mengajarkan keterampilan-keterampilan dasar menulis dan membaca. Al-Qur’an menjadi titik pusat pelajaran yang diberikan di Kutta>b kepada peserta didik mulai dari membaca dan menulis teks Arab. Metode pembelajarannya menggunakan metode menghafal, lisan, dan tulisan.

Masjid selain difungsikan sebagai tempat ibadah, Masjid dijadikan tempat kegiatan proses belajar mengajar berlangsung. Pendidikan yang bertempat di Masjid ini merupakan lanjutan dari pendidikan di Kutta>b (pendidikan tingkat menengah). Materi pelajaran yang diberikan oleh guru kepada murid di masjid adalah pengembangan dari materi yang diberikan di Kutta>b, seperti: materi tentang al-Qur’an, shair-shair, puisi Arab, fiqih, hadith, ilmu nah{w-s{arraf, balaghah, ilmu berhitung, dan lain-lain. Metode pembelajarannya berbentuk lingkaran (h{alaqah) mengelilingi guru.


(19)

10

Madrasah Niz{a>miyah merupakan madrasah yang pertama kali muncul dalam sejarah pendidikan Islam yang berbentuk lembaga pendidikan dasar sampai perguruan tinggi yang dikelola oleh pemerintah. Di Madrasah ini materi pelajaran hanya fokus pada bidang kajian keagamaan khususnya bidang fiqih bermadhhab Shafi’e dan teologi bermadhab Ash’ariyah. Metode pembelajarannya cenderung menggunakan pola diskusi dan sejenisnya. Jadi madrasah ini tidak mengkaji filsafat dan ilmu umum lainnya.

2. Bani‘Abba>siyah

Kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia.7

Daulah ‘Abba>siyah didirikan oleh keturunan ‘Abba>s paman Rasulullah, yaitu ‘Abdullah al-Saffa>h ibn Muhammad ibn Ali ibn ‘Abdullah al-‘Abba>s. Selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan politik, sosial, dan kultur budaya yang terjadi pada masa-masa tersebut.


(20)

11

Popularitas Daulah ‘Abba>siyah mencapai puncaknya pada masa khalifah Harun Al-Rashi>d (786 M-809 M) dan puteranya Al-Ma’mu>n (813 M-833 M). Kekayaan yang dimiliki khalifah Harun Al-Rashi>d dan puteranya Al-Ma’mu>n digunakan untuk kepentingan sosial, seperti lembaga pendidikan, kesehatan, rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasan. Al-Ma’mu>n

khalifah yang cinta kepada ilmu dan banyak mendirikan sekolah.8 Daulah ‘Abba>siyah berhasil menjalankan kekhalifahan Islam selama 5 abad yaitu mulai dari tahun 750-1258 M.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz>{amiyah pada masa Bani‘Abba>siyah.

2. Mendeskripsikan relevansi pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz>{amiyah pada masa Bani ‘Abba>siyah dengan pembelajaran pada masa sekarang.


(21)

12

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Memberikan informasi tentang pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz>{amiyah pada masa Bani‘Abba>siyah.

b. Memberikan kontribusi secara ilmiah mengenai pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz>{amiyah pada masaBani‘Abba>siyah.

2. Manfaat praktis

a. Memberi pengalaman moril dan tambahan khazanah tentang pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz>{amiyah pada masa Bani‘Abba>siyah.

b. Menambah kecintaan terhadap pengetahuan kesejarahan, sehingga akan terus tertarik untuk mendalami dan mengambil nilai nilai baru bagi perkembangan pendidikan Islam selanjutnya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini jika dilihat dari datanya, maka menggunakan penelitian kualitatif analisis deskriptif. Metodologi kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan data


(22)

13

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku yang diamati.9 Sedangkan menurut Imron Arifin, penelitian kualitatif pada dasarnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka dan berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.10

Adapun penelitian deskiptif adalah penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.11 Jadi, penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.

Penelitian kualitatif analisis deskriptif merupakan jenis penelitian paling tepat dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang tidak bermaksud untuk menguji suatu hipotesis. Penelitian ini hanya menggambarkan dan menganalisis secara kritis terhadap pembelajaran pada masa Bani‘Abba>siyah.

Berdasarkan tempat atau latar penelitian, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan atau library research. Menurut Mestika Zed, penelitian kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah

9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 4. 10 Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial dan Keagamaan (Malang: Kalimasada, 1996),

22.


(23)

14

bahan penelitian.12

Adapun ciri-ciri utama dari penelitian kepustakaan adalah:

a. Peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data angka dan bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan dan saksi mata (eye witness) berupa kejadian, orang, atau benda-benda lainnya.

b. Data pustaka bersifat siap pakai, artinya peneliti tidak pergi kemana-mana, tapi berhadapan langsung dengan bahan sumber yang sudah tersedia di perpustakaan.

c. Data pustaka umumnya bersifat sekunder, artinya peneliti memperoleh bahan dari tangan kedua dan bukan data orisinil dari tangan pertama di lapangan.

d. Kondisi data pustaka tidak dibatasi ruang dan waktu, artinya kapanpun penelitian dilakukan, data tersebut tidak akan pernah berubah.13

Dengan demikian, penelitian dilakukan dengan melakukan kajian pustaka terhadap pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz{a>miyah pada masa Bani‘Abba>siyah.

Berdasarkan sifat masalah kajian dalam penelitian ini, maka pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini ialah menggunakan pendekatan historis. Penelitian historis ini ialah proses

12 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), 3. 13 Ibid., 4-5


(24)

15

penelitiannya meliputi: pengumpulan dan penafsiran fenomena yang terjadi pada masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna dalam rangka memahami, meramalkan, dan mengendalikan fenomena-fenomena tertentu.14

Jadi, penelitian historis adalah penelitian terhadap peristiwa-peristiwa yang telah berlalu, dan peristiwa tersebut telah direka ulang dengan menggunakan sumber primer sebagai bentuk bukti dan kesaksian sejarah dari pelaku sejarah yang berupa peninggalan-peninggalan bersejarah dan catatan dokumen-dokumen.

Pengkajian dokumen teks merupakan kajian yang menitik beratkan pada analisis atau interpretasi bahan tertulis berdasarkan konteksnya. Untuk mendapatkan tingkat kredibilitas data yang tinggi, maka peneliti harus yakin bahwa dokumen yang berbentuk naskah-naskah tertentu itu otentik. Penelitian historis ini bersifat komparatif, yaitu menunjukkan hubungan dari beberapa peristiwa yang sejenis dengan menunjukkan persamaan dan perbedaannya. Jadi, penelitian historis ini memiliki tujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif.

2. Data dan Sumber Data

Data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.15 Data yang

14 Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), 21. 15 Buna’i,


(25)

16

dicari dalam penelitian ini ialah data tentang pembelajaran dan sejarah Daulah Bani ‘Abba>siyah yang bersumber dari buku dan literatur lainnya sebagai pendukung. Data lain yang ingin peneliti dapatkan dalam penelitian ini ialah data tentang pembelajaran pada masa Bani ‘Abba>siyah, data tentang relevansi pembelajaran pada masa Bani ‘Abba>siyah dengan pembelajaran pada masa sekarang.

Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber data dan masih memerlukan analisis lebih lanjut.16 Data ini merupakan data pokok

yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku Sejarah Peradaban Islam karya Badri Yatim, The History of Arabs karya Philip K. Hitti, kitabTa<ri<kh al-Tura<th al-Arabi< karya Fua<d Sarki<n, dan kitab al- Ta>ri>kh{ al- Islami> al-Daulah al-‘Abba>siyah karya Mahmud Tha>kir . Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data dengan cara mengkaji langsung buku dan kitab tersebut yang di dalamnya terdapat penjelaskan


(26)

17

tentang kepemimpinan dan pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz{a>miyah pada masa Bani ‘Abba>siyah.

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan.17 Data yang dimaksud disini adalah data penunjang dari data

primer. Jadi, data sekunder adalah data yang sudah ada atau data hasil penelitian dari pihak lain seperti: buku-buku ilmiah, jurnal, atau peraturan yang mempunyai hubungan dengan penelitian ini.18 Data skunder ini digunakan untuk mendukung data atau informasi dari data primer.

Sumber data sekunder ini meliputi buku-buku tentang model-model

pembelajaran, kitab-kitab sejarah Islam maupun sejarah pendidikan Islam,

dan buku-buku ilmiah, khususnya buku-buku pendidikan, buku-buku metode penelitian, majalah, jurnal dan beberapa hasil penelitian terdahulu,

serta dokumen yang lain yang ada relevansinya dengan penulisan tesis ini.

Diantara judul bukunya adalah: model pembelajaran, sejarah pendidikan islam, asas-asas pendidikan islam, ilmu pendidikan dalam perspektif Islam, kelengkapan Ta>ri>kh Nabi Muhammad SAW, History of the Arab, Higher Learning in Islam, Islam Education.

17 Ibid., 88.

18 Suharsimi Arikunto,


(27)

18

3. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.19 Cara menunjukkan pada segala sesuatu yang

sifatnya abstrak, tidak dapat diwujudkan dalam benda yang terlihat oleh mata, akan tetapi hanya dapat dipertontonkan penggunaannya. Kegiatan pengumpulan data merupakan langkah penting dalam suatu penelitian sebagai suatu bagian untuk dapat menjawab persoalan penelitian.

Banyak cara atau metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data. Namun, yang menjadi persoalan dalam suatu penelitian adalah ketika harus memilih cara yang baik, efektif dan efesien untuk mendapatkan data yang tepat bagi persoalan penelitian. Sehingga dapat memudahkan peneliti dalam menyajikan data yang valid. Selain itu pula, hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan metode pengumpulan data adalah peneliti juga sudah memikirkan bagaimana data akan dianalisis.

Karena penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan, maka metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah dokumentasi.20 Dokumentasi yaitu mencari dan menggali data dari bahan-bahan bacaan atau pustaka yang berkaitan dengan pembelajaran dan sejarah Bani ‘Abba>siyah.

4. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dalam kegiatan penelitian ini selanjutnya dianalisis supaya bisa diambil kesimpulan atau pengertian. Adapun metode

19 Ibid., 134. 20 Ibid., 231.


(28)

19

analisis yang peneliti gunakan adalah metode analisis kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong definisi metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.21

Dengan kata lain analisis kualitatif adalah menganalisis data dengan menggambarkan data melalui kata-kata atau kalimat yang berupa pembahasan sehingga dapat ditafsirkan, dibandingkan dan untuk diambil suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan content analysis dalam melakukan analisis data. content analysis adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan valid data dengan memperhatikan konteksnya.

Content analysis dapat digunakan pada teknik analisis data kuantitatif maupun kualitatif, tergantung pada sisi mana peneliti ingin memanfaatkannya. Dalam penelitian kualitatif misalnya analisis isi ini ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keajekan isi data kualitatif, bagaimana peneliti memahami data, menerjemahkan dan memberikan suatu kesimpulan.

Selanjutnya dalam analisis data secara kualitatif ini penulis menggunakan pendekatan cara berfikir induktif. Berfikir induktif adalah proses berfikir untuk menemukan pengetahuan yang bersifat umum atau


(29)

20

kesimpulan yang bersendikan atas pengamatan atau pengetahuan yang bersifat khusus.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu :

a. Deduktif

Metode ini merupakan metode dengan pembahasan yang berangkat dari realitas yang bersifat umum kepada suatu pemaknaan yang bersifat khusus. Metode ini digunakan untuk menguraikan data yang bersifat umum lalu dijabarkan secara khusus.22 Disini penulis akan menyajikan data secara umum tentang pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz{a>miyah pada masa Bani‘Abba>siyah.

b. Induktif

Metode ini merupakan kebalikan dari metode deduktif yaitu pembahasan bermula dari data-data yang bersifat khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.23 Metode ini diterapkan guna

memperoleh kesimpulan tentang pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz{a>miyah pada masa Bani ‘Abba>siyah secara khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.

22 Sutrisno Hadi, Metode Research I (Yogyakarta: Andi Offset, 1987), 42. 23 Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, 43.


(30)

21

c. Interpretasi

Proses interpretasi data dalam penelitian dapat dilakukan dengan mengkonfirmasi, menghubungkan, membandingkan, serta menelaah data yang sudah ada. Perbandingan yang dimaksudkan dalam kegiatan ini ialah membandingkan teori yang digunakan dalam kajian pustaka terhadap temuan penelitian. Hasil interpretasi data ini dapat berupa penguatan terhadap suatu teori yang ada, menambah atau menemukan konsep baru.

Dalam kegiatan ini, peneliti mengoptimalkan diri bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi satuan yang dapat dikelola, dan memberi makna terhadap data yang kemudian hasilnya dapat diceritakan kepada orang lain. Jadi, hasil interpretasi data ini dapat dimungkinkan menambah teori lain selain teori yang sudah ada dalam kajian pustaka, sehingga dapat memperkaya perbendaharaan ilmu.

d. Komparasi

Dalam kegiatan ini, peneliti ingin membandingkan beberapa peristiwa-peristiwa sejenis yang telah tejadi pada masa lampau dengan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi atau bahkan sedang berkembang pada saat ini, sekaligus untuk mencari letak hubungannya antara peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau dengan peristiwa sekarang.


(31)

22

Selain itu pula, peneliti ingin mengetahui kontribusi peristiwa pada masa lampau terhadap peristiwa masa kini. Hal yang dimaksudkan di sini ialah untuk membandingkan pembelajaran yang diterapkan di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah Niz{a>miyah pada masa Bani ‘Abba>siyah dengan pembelajaran pada masa sekarang, serta untuk mencari relevansinya.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan hasil penelitian yang dilaksanakan, maka akan dikemukakan secara garis besar sistematika penulisan tesis dan materi-materi yang dibahas antara lain:

Bab I Pendahuluan. Bab ini merupakan kerangka dasar tesis, yang terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, definisi operasional, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Kajian pustaka yang membahas tentang: tinjauan model-model pembelajaran, dan tinjauan sejarah pendidikan pada masa Bani ‘Abba>siyah.

Bab III Profil Bani ‘Abba>siyah. Dalam bab ini berisi tentang sejarah berdirinya Bani ‘Abba>siyah, kepemimpinan Bani ‘Abba>siyah, dan kebangkitan intelektual pada masa Bani ‘Abba>siyah.

Bab IV Pembelajaran pada masa Bani ‘Abba>siyah dan relevansinya dengan pembelajaran pada masa sekarang. Pada bab ini penulis akan membahas tentang


(32)

23

pembelajaran pada masa Bani ‘Abba>siyah, dan relevansi pembelajaran pada masa Bani ‘Abba>siyah dengan pembelajaran pada masa sekarang.

Bab V Penutup. Merupakan bagian akhir dari tesis ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Daftar Kepustakaan

Pembahasan selanjutnya akan penulis deskripsikan kajian teoritik yang berkaitan dengan judul penelitian tesis ini utamanya pembahasan tentang model-model pembelajaran, sejarah pendidikan, dan lembaga pendidikan yang berkembang pada masa Bani ‘Abba>siyah.


(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Model-model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.1 Model-model pembelajaran menurut Trianto dalam bukunya yang berjudul “Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik” dan Rusman dalam bukunya yang berjudul “Model-model Pembelajaran” terdiri dari: model pembelajaran kontekstual,pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran berbasis masalah. Adapun penjelasan tentang model-model pembelajaran tersebut ialah sebagai berikut:

1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching & Learning ) a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang dapat membantu guru untuk mengaitkan antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajarinya dengan

1Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta: Prestasi


(34)

25

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat.2 Berangkat dari konsep ini, maka pembelajaran ini diharapkan memberikan hasil belajar yang lebih bermakna. Siswa didorong untuk memahami makna belajar, manfaat belajar, dan mengetahui cara mencapainya. Sehingga lambat laun mereka akan sadar bahwa apa yang mereka pelajari sangat berguna bagi kehidupan mereka.

Pembelajaran kontekstual ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks yang sesuai dengan situasi nyata lingkungan siswa, dan dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang logis dan bermanfaat.3 Pemaduan antara materi pelajaran dengan fenomena kehidupan yang biasa dialami oleh siswa dalam model pembelajaran ini akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam bagi siswa dan siswa akan kaya pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya.

Pemanfaatan pembelajaran kontekstual ini akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi aktif dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Proses pembelajaran ini akan berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami bukan hanya sekedar transfer pengetahuan dari guru kepada siswa saja. Jadi tugas guru dalam pembelajaran ini

2Sardiman, A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 222. 3Trianto, Model-model Pembelajaran, 104.


(35)

26

membantu siswa untuk mencapai tujuan belajar. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Guru memiliki tugas untuk mengelola kelas secara jitu supaya kelas menjadi kondusif untuk proses pembelajaran.

b. Komponen Pembelajaran Kontekstual

Komponen pembelajaran kontekstual meliputi: menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making meaningful

connections), mengerjakan pekerjaan yang berarti (doing significant

work), melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated

learning), mengadakan kolaborasi (collaborating), berpikir kritis dan

kreatif (critical and creative thinking), memberikan layanan secara individual (nurturing high the individual), mengupayakan pencapaian standar yang tinggi (reaching high standards), dan menggunakan asesmen autentik (usingauthenticassessment).4

c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual

Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik tertentu yang tentu saja akan berimplikasi pada adanya perbedaan dalam mendesain yang disesuaikan dengan model yang akan diterapkannya. Ada tujuh prinsip pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh seorang guru, seperti: konstruktivisme, penemuan (inkuiri), pertanyaan (questioning), masyarakat belajar

4Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru (Jakarta: Rajawali


(36)

27

(learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection),

penilaian sebenarnya (authenticassessment).

1) Konstruktivisme (Contructivism)

Teori konstruktivistik ini mempercayai bahwa kemampuan individu dalam membentuk dan menyusun sendiri pengetahuannya. Hal ini disebabkan pengetahuan merupakan suatu bentuk hasil konstruksi atau bentukan aktif individu itu sendiri.5 Jadi, proses penyusunan pengetahuan individu tersebut dilakukan melalui kemampuan siswa dalam berpikir dan menghadapi tantangan, menyelesaikan, dan membangun sebuah konsep pengetahuan yang utuh dari keseluruhan pengalaman nyata yang pernah dialami.

Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna jika secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh siswa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang luas sehingga mampu memberikan ilustrasi yang dapat merangsang siswa agar aktif dalam mencari, melakukan, dan menemukan sendiri kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengalaman hidupnya.

5Muhamad Irham, Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi dalam Proses


(37)

28

2) Penemuan (Inkuiri)

Teori penemuan ini menyatakan bahwa belajar untuk menemukan sesuatu sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, sehingga dengan sendirinya memberikan hasil yang positif. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya akan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.6 Kegiatan ini dapat dimulai dengan perumusan masalah, pengumpulan data dan menganalisisnya, menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, dan memberikan kesimpulan. Jadi, dalam proses pembelajaran siswa hendaknya belajar secara partisipasi aktif dengan beberapa konsep-konsep, prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan percobaan untuk menemukan relevansinya antara konsep yang dipelajari dengan pengalaman hidup mereka.

3) Pertanyaan (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa selalu dimulai dengan aktivitas bertanya. Bagi siswa bertanya merupakan salah satu strategi penting dalam model pembelajaran ini. Dengan bertanya dalam pembelajaran ini dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir


(38)

29

siswa. Penerapan kegiatan bertanya dalam model pembelajaran ini harus difasilitasi oleh guru. Kebiasaan siswa dalam menggunakan pertanyaan akan mendorong siswa pada peningkatan mutu dan produktivitas pembelajaran.

Adapun tujuan penerapan bertanya dalam pembelajaran ini tidak lain hanya dalam rangka menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon kepada siswa, mengetahui sejauh mana tingkat keingintahuan siswa, memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki

guru, menyegarkan kembali pengetahuan siswa,

mengkonfirmasikan tentang sesuatu yang telah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahui.7

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Maksud dari konsep masyarakat belajar ini ialah guru membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman belajarnya.8 Konsep ini menyarankan agar hasil belajar diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki tiap siswa. Sehingga dapat diperoleh pengetahuan yang utuh dari berbagai keragaman pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki tiap-tiap siswa. Jadi, hasil yang

7Ibid., 110.


(39)

30

diperoleh dari konsep belajar ini akan menyetarakan pengetahuan dan pengalaman semua siswa, memiliki kesadaran akan pentingnya hidup kebersamaan ditengah-tengah perbedaan, menghilangkan sikap prejudis, stereotip, dan etnosentris.

5) Pemodelan (Modeling)

Dalam pembelajaran kontekstual guru bukan satu-satunya model, akan tetapi pemodelan itu dapat dirancang dengan melibatkan siswa berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki guru cenderung akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen.9 Oleh karena itu, pembuatan model ini dapat dijadikan pilihan untuk mengembangkan pembelajaran supaya siswa bisa memenuhi harapannya dengan utuh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh guru.

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir atau perenungan tentang apa yang baru dipelajari dan berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu.10 Jadi kegiatan refleksi di sini merupakan respon siswa terhadap kejadian, aktifitas terhadap pengetahuan yang dimiliki dan baru diterima oleh

9Ibid.


(40)

31

mereka. Pengetahuan yang bermakna dapat diperoleh dari proses. Sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dapat diperluas melalui konteks pembelajaran yang dapat diperluas secara bertahap.

Penerapan refleksi di kelas dapat dilakukan diakhir pembelajaran dengan menyisakan waktu bagi siswa untuk merefleksikan materi yang telah disampaikan oleh guru. Pada saat refleksi siswa diberikan kesempatan untuk mencerna, menghayati, membandingkan, dan menimbang dengan dirinya sendiri.

7) Penilaian Sebenarnya (AuthenticAssessment)

Penilaian merupakan proses pengumpulan data dan informasi yang bisa memberikan gambaran terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya data dan informasi yang lengkap, maka semakin akurat pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman belajar siswa.11 Guru dengan cermat akan mudah mengetahui kemajuan, kemunduran, dan kesulitan belajar siswa.

Dengan demikian guru akan mudah untuk melakukan usaha-usaha perbaikan dan penyempurnaan pada proses bimbingan belajar dalam langkah berikutnya. Penilaian ini


(41)

32

merupakan tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual untuk dijadikan sebagai bagian integral yang sangat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran.

2. Pengajaran Langsung (Direct Instruction) a.Pengertian Pengajaran Langsung

Model pengajaran langsung ialah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, dan selangkah demi selangkah.12 Model pembelajaran ini berdasarkan pada teori belajar behavioristik yang digagas oleh Albert Bandura, Skinner, dkk.

Teori belajar behavioristik ini berpandangan bahwa sebuah bentuk perubahan yang dialami siswa dalam bentuk perubahan kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara guru dengan siswa.13 Belajar yang dialami oleh siswa lebih menekankan pada gejala atau fenomena jasmaniah yang terlihat dan dapat diukur. Meskipun terjadi perubahan mental pada siswa setelah belajar, maka faktor tersebut tidak diperhatikan dan tidak dianggap sebagai hasil belajar, karena hal tersebut tidak dapat diukur.

12Trianto, Pembelajaran, 29. 13Irham, Psikologi Pendidikan, 147.


(42)

33

Dengan demikian inti dari belajar behavioristik ini belajar akan terjadi akibat adanya interaksi guru dengan siswa yang dapat diamati dan diukur. Penerapan teori belajar ini biasanya menggunakan penguatan diakhir pembelajaran.

Ada beberapa keunggulan terpenting dari pengajaran langsung ini seperti: adanya fokus akademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi terhadap perkembangan siswa, sistem manajemen waktu, dan atmosfer akademik yang relatif stabil.14 Dengan adanya fokus yang kuat terhadap problematika di bidang akademik dapat menciptakan keterlibatan siswa yang semakin kuat, menghasilkan, dan memajukan prestasi belajar siswa.

Pengajaran langsung ini dapat berbentuk metode ceramah, demonstrasi, latihan, praktek, dan kerja kelompok. Pengajaran langsung ini digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Oleh karena itu, penyusunan waktu yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus seefesien mungkin, sehingga guru dapat merancang seefektif mungkin waktu yang akan digunakannya.

b.Pelaksanaan Pengajaran Langsung

Pembelajaran langsung dapat diterapkan di bidang studi apapun terutama pada mata pelajaran yang berorientasi pada penampilan,

14Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


(43)

34

kinerja, menulis, dan membaca. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran langsung seperti: merumuskan tujuan, memilih isi, melakukan analisis tugas, dan merencanakan waktu dan ruang.

Adapun pelaksanaanpembelajaran langsung dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menyampaikan tujuan dan menyiapkan siswa. 2) Presentasi dan demonstrasi.

Dalam sebuah presentasi menyebarkan sumber pada pembelajar yang komunikasinya dikendalikan oleh sumber dengan respon segera dengan pembelajar. Keuntungan dari presentasi ini penyajian materi dapat disampaikan satu kali saja bagi siswa untuk didengarkan, dicatat oleh siswa. Sedangkan kelemahannya ialah tidak semua siswa merespon penuh materi yang dipresentasikan.15

3) Memberikan latihan terbimbing.

4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. 5) Memberikan kesempatan latihan mandiri.

15Sharon E. Samaldino, dkk., Instructional Technology and Media for Learning, Terj. Arif


(44)

35

3. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) a.Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif ialah bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dengan bekerja sama dalam kelompok-kelompok tertentu secara kolaboratif dengan struktur kelompok yang heterogen. Ada dua tanggung jawab yang dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran ini yaitu: siswa belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar.16 Ada lima unsur yang perlu diperhatikan dalam pembelajarankooperatif ini ialah: saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

Dengan model pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi dan komunikasi yang dilakukan oleh guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa lainnya. Melalui pembelajaran kooperatif ini siswa akan terlibat secara partisipasi aktif dalam suatu kelompok untuk mengkomunikasikan terkait materi yang sedang dipelajari dengan siswa lainnya.

Adapun teori belajar yang melandasi pembelajaran kooperatif ini ialah teori belajar konstruktivisme. Teori belajar ini menyatakan bahwa pengetahuan merupakan sesuatu bentuk hasil konstruksi aktif individu itu sendiri yang dalam proses penyusunan pengetahuan


(45)

36

individu dilakukan melalui kemampuan siswa dalam berpikir dan menghadapi tantangan, menyelesaikan, dan membangun sebuah konsep pengetahuan yang utuh dari keseluruhan pengalaman nyata yang pernah dialami.17

Dalam pembelajaran ini guru berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman siswa yang lebih tinggi. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa saja, akan tetapi guru harus membangun pengetahuan dalam pikiran mereka. Sedangkan siswa memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka sendiri.

Adapun yang menjadi karakteristik dari pembelajaran kooperatif ini ialah: ketika dilihat dari tujuan yang hendak dicapai dalam model pembelajaran ini tidak hanya melihat kemampuan akademik saja dalam penguasaan materi pelajaran, akan tetapi adanya unsur kerja sama untuk menguasai materi tertentu. Pembentukan kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan dan latar belakang sosial siswa, dan pemberian penghargaan lebih diorientasikan pada kelompok.18

17Irham, Pendidikan, 167-168. 18Rusman, Pembelajaran, 209.


(46)

37

b.Model-model Pembelajaran Kooperatif

1) Student Teams Achievement Divisions (STAD)

Student Teams Achievement Divisions merupakan strategi

pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kelompok peserta didik dengan tingkat kemampuan yang beragam untuk saling bekerja sama dalam rangka mewujudkan tujuan pembelajaran. Para peserta didik dalam satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Fokusnya ialah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan juga sebaliknya. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok.19

2) Jigsaw Learning

Dalam model ini guru membagi satuan informasi besar menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil sehingga setiap kelompok mempunyai tanggung jawab terhadap penguasaan tugas yang diberikan oleh guru. Adapun materi yang cocok untuk disajikan dalam model ini adalah materi yang dapat dipetakan menjadi beberapa bagian.


(47)

38

3) Group Investigation

Semua anggota dari tiap-tiap kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi oleh mereka.20 Tiap kelompok menentukan apa saja yang akan dilakukan dan menentukan pula siapa saja yang akan melaksanakannya. Serta direncanakan pula bagaimana cara mempresentasikannya di depan kelompok lain.

4) Make a Match(Membuat Pasangan)

Strategi ini merupakan kegiatan kooperatif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik, klasifikasi, fakta, tentang objek tertentu. Gerakan fisik yang dominan dalam strategi ini dapat membantu mendinamiskan kelas yang jenuh penuh membosankan.21 Model pembelajaran ini mudah dikenal dengan sebutan sortir kartu (cardsort).

5) Teams-Games-Tournament (TGT)

Strategi pembelajaran ini dikembangkan oleh Slavin yang bertujuan untuk membantu peserta didik mereview dan menguasai materi pelajaran. Dalam strategi pembelajaran ini sangat memungkinkan peserta didik dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dasar pencapaian, interaksi positif antar peserta didik, harga diri, serta penerimaan terhadap

20Ibid., 402.

21Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta,


(48)

39

keberagaman orang lain.22 Dalam pembelajaran TGT, setiap anggota kelompok yang terdiri dari peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi diminta untuk mempelajari materi terlebih dahulu bersama dengan kelompok belajarnya. Setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba-lomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaiannya didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.

4. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) a.Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu bentuk pembelajaran inovatif, karena dalam pembelajaran ini kemampuan berpikir siswa sangat dioptimalkan melalui proses kerja kelompok yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikir secara berkesinambungan.23 Dalam pembelajaran ini siswa diharapkan mampu memiliki beberapa kompetensi seperti: meneliti, mengemukakan pendapat, menerapkan pengetahuan dan pengalaman,

memunculkan ide-ide cemerlang, membuat keputusan,

mengorganisasikan ide-ide, dan membuat hubungan-hubungan.

22Huda, Model-model Pengajaran, 197. 23Rusman, Pembelajaran, 229.


(49)

40

Model pembelajaran ini dapat kita pahami sebagai pembelajaran yang dapat diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Jadi, model pembelajaran ini merupakan salah satu bentuk peralihan dari paradigma pengajaran menuju paradigma pembelajaran dengan fokusnya pada pembelajaran siswa bukan pada pengajaran guru.

Adapun yang menjadi karakteristik pembelajaran berbasis masalah ini ialah: permasalahan menjadi awal dalam proses pembelajaran, permasalahan yang diangkat ialah permasalahan yang ada di dunia nyata, permasalahan membutuhkan persepsi ganda, permasalahan yang diangkat mampu menantang kemampuan siswa, belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama, belajar kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif, dan pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama penting dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.24 Strategi belajar ini mudah dikenal dengan istilah teknik debat dalam rangka memperoleh pengetahuan dan informasi secara utuh.

b.Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah

1) Tugas perencanaan. Dalam fase ini guru perlu menetapkan tujuan seperti: keterampilan menyelidiki, membantu siswa menjadi pelajar yang mandiri. Selain itu guru perlu merancang situasi


(50)

41

masalah dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki. Selanjutnya guru juga perlu mengorganisasikan sumber daya dan rencana logistik yang dapat memungkinkan siswa bekerja dengan beragam material dan peralatan baik dilaksanakan di kelas, perpustakaan ataupun laboratorium.25

2) Tugas Interaktif. Dalam hal ini siswa diorientasikan pada masalah untuk dilakukan suatu penyelidikan terhadap masalah penting dan untuk menjadikan siswa sebagai pelajar yang mandiri. Selain itu guru mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan berkelompok dan saling membantu untuk menyelidiki masalah bersama. Hal ini jelas membutuhkan bimbingan dari guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas pelaporan. Guru juga membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan suatu masalah. Guru pada tahap akhir membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka lakukan.26

3) Lingkungan belajar dan tugas-tugas manajemen. Dalam pembelajaran ini guru harus menyampaikan aturan, tata krama,

25Trianto, Pembelajaran Inovatif, 73. 26Ibid., 74.


(51)

42

dan sopan santun yang jelas untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika melakukan penyelidikan di manapun.27

4) Asessmen dan evaluasi. Teknik penilaian yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah ini dengan menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang diperoleh dari penyelidikan, perumusan pertanyaan, dan perumusan hipotesa mereka.28

B. Tinjauan Tentang Sejarah Pendidikan Pada Masa Bani‘Abba>siyah

Selanjutnya akan penulis uraikan mengenai sejarah pendidikan pada masa Bani ‘Abba>siyahmulai dari pembentukan intelektual sampai pada lembaga-lembaga pendidikan yang dikembangkan berdasarkan jenjang pendidikan rendah (Kutta>b), lembaga pendidikan menengah (Masjid), dan lembaga pendidikan tinggi (Madrasah Niz{a>miyah). Adapun penjelasannya ialah sebagai berikut:

1. Gerakan Penerjemahan

Gerakan penerjemahan manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama dari buku-buku Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab berawal dari ketertarikan umat Islam terhadap kebudayaan Yunani. Meskipun kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak masa Bani Umayyah, pada masa Bani „Abba>siyah kegiatan penerjemahan dioptimalkan secara besar-besaran, sehingga pada masa tersebut mencapai

27Ibid., 75. 28Ibid., 76.


(52)

43

puncak masa keemasan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Para ilmuwan diutus ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai bidang ilmu, terutama filsafat dan kedokteran.

Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan Bani „Abba>siyah adalah khalifah al-Mans{ur yang juga membangun ibukota Baghdad. Ia mempekerjakan orang-orang Persia yang baru masuk Islam seperti Nawbaht, Thrahim al-Fazari dan Ali ibn Isa untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang astrologi (ilmu perbintangan) yang sangat berguna bagi kafilah dagang baik melalui darat maupun laut.

Selain itu manuskrip berbahasa Yunani, seperti Logika karya Aristoteles, Almagest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dan Gerasa, Geometri karya Euclid juga diterjemahkan.29 Manuskrip-manuskrip lain baik yang berbahasa Yunani klasik, Yunani Bizantium, bahasa Persia (Pahlavi), bahasa Neo-Persia, serta bahasa Syiria juga diterjemahkan.

Gerakan penerjemahan ini sangat diperhatikan besar oleh khalifah. Karena para khalifah sangat menganggap penting usaha tersebut. Maka khalifah mendirikan lembaga khusus untuk kegiatan penerjemahan para sarjana dan dokter. Sehingga mereka dapat mengetahui dasar-dasar ilmu

29Siti Maryam, Sejarah Islam dan Masa Klasik hingga Modern (Yogyakarta: Jurusan SPI Fak.


(53)

44

pengetahuan orang Yunani dan percobaan-percobaan yang ditambahkan padanya dari pemikiran-pemikiran Persia dan India.30

Dengan demikian, kegiatan penerjemahan karya-karya pemikiran Yunani telah menyebabkan semaraknya dunia pendidikan Islam di masa klasik, meskipun pendidikan di masa klasik tidak sekompleks pendidikan modern. Pendidikan Islam di masa klasik telah mencapai masa keemasan dalam sepanjang sejarah. Jadi, kegiatan penerjemahan karya-karya asing merupakan salah satu upaya agar pendidikan Islam maju dan berkembang. Karya-karya hasil terjemahan dapat menggugah rasa ketertarikan umat Islam untuk mempelajari dan mengambil hal yang sesuai dengan ajaran Islam.

2. Bai>t al-H{ikmah (Perpustakaan dan Observatorium)

Bai>t al-H{ikmahmerupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun

al-Rashi>d, Institusi ini bernama Khizanah al-Himah(khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Sejak tahun 815 M, al-Makmu>nmengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bai>t al-H{ikmah.31 Pada masa pemerintahan

al-Makmu>n, Bai>t al-H{ikmahdipergunakan lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang diperoleh dari Persia, Bizantium,

30Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islami ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979 ), 20. 31Iskandar Engku, Sejarah Pendidikan Islami (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), 22.


(54)

45

Etiopia dan India. Bahkan Bai>t al-H{ikmahjuga difungsikan sebagai pusat kegiatan pembelajaran, riset astronomi dan matematika.

Sejak pertengahan abad ke-19, Bai>t al-H{ikmahdikuasai satu madhhab penerjemah di bawah bimbingan Hunayn Ibn Ishaq. Mereka menerjemahkan karya-karya keilmuan lain. DiBai>t al-H{ikmahjuga terdapat observatorium astronomi untuk meneliti perbintangan. Begitu banyak karya-karya warisan Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Jadi pada masa tersebut penerjemahan dilakukan secara besar-besaran. Sehingga hal tersebut menjadikan Islam sebagai pewaris pustaka hellenisme ketiga setelah Greek dan latin Christenton.32

Dengan demikian, pada masa Bani ‘Abba>siyah banyak melahirkan tokoh intelektual dan penulis orisinil baik dalam bidang filsafat maupun bidang hukum lainnya. Mereka tidak hanya menerjemahkan saja, akan tetapi mereka telah mengembangkan dengan melakukan perenungan, pengamatan ilmiah, dan memadukan dengan ajaran Islam. Sehingga mereka mampu menghasilkan karya-karya umat Islam murni dan asli.

3. Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan merupakan tempat untuk memperoleh berbagai ilmu pengetahuan. Dengan hadirnya lembaga pendidikan, maka proses belajar mengajar sudah mendapatkan legalitas tersendiri dari pihak-pihak pengembang pendidikan. Sehingga proses pelaksanaan

32Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintas Sejarah, Terj. Jamhuri (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,


(55)

46

pendidikan sudah lebih terstruktur dengan baik. Hal ini dapat memudahkan guru dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada setiap individu yang sudah disesuaikan dengan tingkat kemampuannya masing-masing.

Adapun lembaga pendidikan yang berdiri pada masa Bani „Abba>siyahterdapat tujuh lembaga, diantaranya adalah:33

a. Lembaga pendidikan dasar (Kutta>b) b. Lembaga pendidikan masjid (Masjid)

c. Kedai pedagang kitab (al-Bawanit al-Waraqin) d. Tempat tinggal para sarjana (Mana>zil al-Uama) e. Sanggar seni dan sastra

f. Perpustakaan (Da>r al-Kutub Wa Da>r al-Ilm) g. Lembaga pendidikan sekolah (Madrasah)

Lembaga pendidikan tersebut memiliki karakteristik masing-masing dan materi kajian juga masing-masing-masing-masing. Kemudian lembaga pendidikan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, seperti:

a. Tingkat Pendidikan Rendah (Kutta>b)

Kutta>b adalah sejenis tempat untuk memberikan pelajaran tingkat rendah. Di Kutta>b hanya mengajarkan keterampilan-keterampilan dasar menulis, membaca, dan menghafal materi pelajaran. Al-Qur’an

33Hasan Abd al-„Al, al-Tarbiyah al-Isla>miyah Fi> al-Qarn al-Rabi> al-Hijri> (Tttp: Da>r Fikr


(56)

47

menjadi titik pusat pelajaran yang diberikan di Kutta>b kepada peserta didik mulai dari membaca dan menulis teks Arab.

Selain al-Qur’an, di Kutta>b anak juga mendapatkan pelajaran cerita orang saleh terdahulu, shair, dan ilmu berhitung, pokok-pokok agama (wudhu’, salat, dan puasa), menulis, kisah orang-orang besar, membaca dan menghafal shair-shair, menghitung, dan pokok-pokok ilmu nah{w dan s{arraf. Metode pembelajaran yang digunakan di

Kutta>bialah: metode lisan, tulisan, dan hafalan.

Sedangkan waktu belajar di Kutta>b dilaksanakan pada pagi hari hingga waktu salat Ashar mulai hari sabtu sampai hari Kamis.34 Hari Jum’at merupakan hari libur. Selain hari Jum’at, hari libur juga pada setiap tanggal 1 Shawal dan tiga hari pada hari raya Idul Adha. Jam pelajaran biasanya dibagi tiga. Pertama, pelajaran al-Qur’an dimulai dari pagi hari hingga waktu Dhuha. Kedua, pelajaran menulis dimulai pada waktu dhuha hingga waktu Dzuhur. Setelah itu anak-anak diperbolehkan pulang untu makan siang. Ketiga, pelajaran ilmu lain seperti nah{w, bahasa Arab, shair, berhitung dimulai setelah Dzuhur hingga akhir siang (Ashar).35

Materi untuk pendidikan dasar (Kutta>b) pada masa Bani „Abba>siyah terdapat unsur demokrasinya, seperti pemilahan materi pelajaran wajib (Ijba>ri) meliputi: al-Qur’an, salat, doa, pokok-pokok

34Ibid., 133-134.


(57)

48

ilmu nah{w, membaca dan menulis,dan materi pelajaran pilihan (Ikhtiya>ri>) meliputi: berhitung, ilmu nah{w dipelajari secara tuntas, shair-shair, dan ta>ri>khArab. Hal ini berbeda dengan masa sekarang yang muatan materi pelajaran pada tingkat dasar dan menengah semua materinya bersifat wajib, tidak ada materi pilihan. Materi pilihan itu baru muncul pada jenjang Perguruan Tinggi.

b. Tingkat Sekolah Menengah (Masjid)

Pada masa Bani „Abba>siyahMasjid selain difungsikan sebagai tempat ibadah, Masjid juga dijadikan tempat kegiatan proses belajar mengajar berlangsung. Pendidikan yang bertempat di Masjid ini merupakan lanjutan dari pendidikan di Kutta>b(pendidikan tingkat rendah).

Pada tingkat pendidikan menengah disediakan materi pelajaran yang mencakup materi: al-Qur’an, bahasa Arab, sastra, fiqih, tafsir, hadith, nah{w, s{arraf, balaghah, ilmu eksak, mantiq, falak, ta>ri>kh, ilmu kedokteran, dan musik.36 Sedangkan kurikulum tingkat pendidikan ini mengalami perbedaan yang disesuaikan dengan otonomi daerah masing-masing. Sedangkan model pembelajarannya berbentuk lingkaran (h{alaqah) mengelilingi guru.


(58)

49

c. Tingkat Perguruan Tinggi(MadrasahNiz{a>miyah)

Madrasah Niz{a>miyahsebagailembaga pendidikan tinggi terpenting di Baghdad.Madarasah ini merupakan lembaga pendidikan resmi karena pemerintah terlibat dalam menetapkan tujuan, menggariskan kurikulum, memilih guru, dan memberikan dana teratur kepada madrasah.

Pada praktek pendidikannya, Madrasah Niz{a>miyahtidak memungut biaya pendidikan kepada setiap pelajar atau mahasiswa, karena biaya pendidikan sudah tercukupi dari pemerintah. Madrasah ini dapat disamakan dengan perguruan tinggi di masa sekarang. Hal ini dikarenakan tim pengajarnya merupakan ulama besar yang terkemuka.

MadrasahNiz{a>miyah didirikan tahun 457-459 H/1065-1067 M abad ke IV oleh Niz{am al-Mulk dari Dinasti Saljuk.37Niz{am al-Mulk adalahseorangPerdana Menteri Dinasti Saljuk pada masa pemerintahan Alp Arseloan dan Sultan Malik Syah. Madrasah

Niz{a>miyah merupakan madrasah yang pertama kali muncul dalam sejarah pendidikan Islam yang berbentuk lembaga pendidikan dasar sampai perguruan tinggi yang dikelola oleh pemerintah.

MadrasahNiz}a>miyah} didirikan dengan tiga tujuan, diantaranya ialah sebagai berikut:


(59)

50

1) Menyebarkan pemikiran sunni untuk menghadapi dari tantangan pemikiran shi’ah}.

2) Menyediakan guru-guru sunni yang cakap untuk mengajarkan

madhhabsunni dan menyebarkannya ke tempat-tempat lain. 3) Membentuk kelompok pekerja sunni untuk berpartisipasi dalam

menjalankan pemerintahan, khususnya di bidang peradilan dan manajemen.38

Jadi, tujuan pendirian madrasah Niz}a>miyahialah untuk membangun sistem madrasah yang baik dan berprestasi serta mencetak calon-calon ulama dan birokrat yang berwawasan dan mendukung madhhab Shafi’e dan teologi Ash’ariyah, menolak sisi ekstrim dari aliran pemikiran lain dan mengambil jalan tengah dalam persoalan agama. Di sisi yang lain motivasi berdirinya Madrasah

Niz}a>miyah{ dikarenakan adanya motivasi agama, ekonomi dan politik. TujuanNiz{am al-Mulk mendirikan madrasah Niz{a>miyah untuk memperkuat pemerintahan Turki Saljuk dan untuk menyiarkan madhhab sunni. di madrasah Niz{a>miyah hanya mengkaji ilmu keagamaan khususnya di bidang fiqih madhhab sunni dan teologi madhhab Ash’ariyah. Jadi di madrasah Niz{a>miyah tidak mengkaji filsafat dan disiplin ilmu lainnya. Karena hal itu disesuaikan dengan tujuan berdirinya madrasah tersebut. Madrasah Niz{amiyah menjadi


(60)

51

pusat pendidikan tinggi penting di Baghdad. Keberhasilan mendirikan madrasah ini menjadi prestasi tersendiri pada abad ke-4 H.Madrasah

Niz{a>miyah mampu bertahan selama tiga abad.

Kurikulum dan materi pelajaran yang diberikan di Madrasah

Niz}a>miyah{adalah disesuaikan dengan tujuan utama berdirinya madrasah ini, yaitu untuk menyebarkan paham sunni. Kurikulum dibuat tidak lepas dari faktor sosiologi, politik, ekonomi yang melingkupi masyarakat tertentu. Jadi materi pelajaran Madrasah

Niz}a>miyah{fokus kepada materi keagamaan tepatnya ilmu-ilmu Shari’ah dan teologi berhaluan Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah sangat diprioritaskan.

MadrasahNiz}a>miyah{memiliki tugas pokok tersendiri yaitu mengajarkan fikih yang sejalan dengan Ahlu Sunnah Wa

al-Jama’ah. Melalui madrasah ini penanaman ideologi sunniyang

dilakukan Dinasti Saljuk dapat berjalan secara efektif. Terutama dalam mempertahankan stabilitas pemerintahan dari bahaya pemberontakan yang mengatasnamakan aliran Islam tertentu yang berideologi berbeda dengan Dinasti Saljuk.

Di Madrasah Niz{>amiyah tidak mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat duniawi. Akan tetapi, lebih terfokus pada ilmu agama terutama fikih. Adapun madhhab fikih yang menonjol ialah madhhab Shafi’e dan teologi Ash’ariyah. Keduanya secara aktif dipelajari.


(61)

52

Meskipun yang menonjol madhhab Shafi’e, madhhab yang lain juga tetap dipelajari dengan adanya imam-imam khusus untuk masing-masing madhhab.39

Kurikulum yang diberikan di Madrasah Niz{>amiyah ialah berpusat pada al-Qur’an (membaca, menghafal, dan menulis), sastra Arab, sejarah Nabi Muhammad SAW, berhitung, fiqih, Us{ul al-fiqh

dengan menitik beratkan pada madhhab Shafi’e dan teologi Ash’ariyah. Jadi, di Madrasah Niz{>amiyah hanya mempelajari ilmu agama dan tidak mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Setiap guru yang mau mengajar menggunakan silabus (ta’liqah) berdasarkan catatan perkuliahan. Mahasiswa dapat menyalin ta’liqah tersebut dalam proses dikte.

Adapun guru pengajar di Madrasah Niz{>amiyah ialah sebagai berikut:40

1) Abu Ishak al-Syirazi (W. 476 H/ 1083 M) 2) Abu Nashr al-Shabbagh (W. 477 H/ 1084 M) 3) Abu Qasim al-A’lawi (W. 482 H/ 1089 M) 4) Abu Abdullah al-Thabari (W. 495 H/ 1101 M) 5) Abu Hamid al-Ghazali (W. 505 H/ 1111 M) 6) Radliyud Din al-Qazwaini (W. 575 H/ 1179 M) 7) Al-Firuzabadi (W. 817 H/ 1414 M)

39Nizar, Sejarah, 161. 40Yunus, Sejarah, 75.


(62)

53

Pada pembahasan berikutnya akan penulis uraikan mengenai profil Daulah Bani „Abba>siyah mulai dari sejarah berdirinya hingga pada kemajuan yang dicapai pada periode tertentu, sehingga menjadikan Daulah Bani Abba>siyah tenar dan menjadi kiblat peradaban orang-orang Eropa.


(63)

BAB III

PROFIL DINASTI ‘ABBA<SIYAH

Dalam pembahasan kali ini, penulis akan menguraikan secara rinci tentang profil Bani „Abba>siyah mulai dari sejarah berdirinya, kepemimpinan pada masa-masa tertentu yang disertai dengan peran dan prestasi yang dicapainya, hingga pembentukan intelektual pada masa Bani „Abba>siyah. Karena masa ini merupakan puncak peradaban tertinggi yang pernah diraih oleh umat islam yang ditandai dengan torehan tinta emas. Sehingga pada masa ini dikenal dengan masa keemasan.

Banyak intelektual muslim lahir pada masa Bani „Abba>siyah tepatnya sejak pemerintahan khalifah Harun al-Rashi>d dan al-Makmu>n. Tokoh-tokoh intelektual tersebut memberikan sinyal ilmu pengetahuan seluruh penjuru dunia sampai pada saat ini. Adapun uraian mengenai sejarah berdirinya Bani „Abba>siyah, kepemimpinannya, dan pembentukan intelektualnya ialah sebagai berikut:

A. Sejarah Berdirinya Dinasti ‘Abba<siyah

Perubahan sosial budaya yang berlangsung cepat di Timur Tengah abad pertama Hijriyah menumbuhkan berbagai konflik. Hal ini disebabkan karena adanya pembagian antara tentara yang aktif dengan warga pemukiman, kalim dari kelompok mawali>, asimilasi atau perpaduan antara Arab dan non Arab. Selain itu pula muncul sejumlah sektarianisme keagamaan. Konflik tersebut mendesak khalifah untuk mengubah diri keluar dari kualisi kelompok menjadi


(64)

55

sebuah bentuk imperium baru di Timur Tengah yang dibakukan dan dilegitimasi dalam term Islam sebagaimana yang terjadi pada masa imperium dinasti „Abba<siyah.1

Jika ditelusuri dari akar sejarahnya, yaitu sejak dinasti „Abba<siyahberhasil melengserkan dinasti Umayyah, ternyata mereka telah berhasil membuka lembaran baru dalam perkembangan sejarah peradaban Islam. Keberhasilan ini dapat dicapai karena kecerdikan dan kemampuan Abu< al-„Abba<s al-Saffa>h. Beliau menjadikan gerakan yang ia pimpin mendapat simpati dan dukungan dari berbagai kelompok oposan yang sampai pada akhirnya dinasti Umayyah berhasil digulingkan.

Keberhasilan yang dicapai oleh dinasti „Abba<siyah ini jika ditelusuri dari akar sejarah peradaban Islam paling tidak disebabkan oleh adanya beberapa faktor pendukung. Adapun faktor-faktor tersebut ialah :2

1. Adanya intensitas kekecewaan kelompok mawali> terhadap Dinasti Umayyah.

2. Pecahnya persatuan antar suku bangsa.

3. Munculnya kekecewaan masyarakat agamis serta adanya keinginan mereka untuk memiliki pemimpin yang kharismatik. Dari kalangan masyarakat agamis, mereka merasa kecewa terhadap pemerintahan dinasti

1Ira M. Lapidus

, Sejarah Sosial Umat Islam, Terj. Ghufron a. Mas’adi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), 81.

2K. Ali, Sejarah Islam : Tarikh Pra Modern, Terj. Gufron A. Masadi (Jakarta: Raja Grafondo


(1)

123

Madrasah Niz{a>miyah sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi atau

Perguruan Tinggi pada masa Bani ‘Abba>siyah. Di madrasah ini hanya

mengajarkan materi keagamaan khususnya bidang fiqih dan teologi berhaluan sunni. Adapun metode pembelajaran yang digunakan di madrasah ini ialah metode ceramah, hafalan dan tanya jawab. Metode tersebut merupakan bagian dari model pembelajaran langsung. Selain itu pula, di Madrasah ini menggunakan metode diskusi (al-muh{a>d{arah), metode koresponden jarak jauh (al-ta’li>m al-mura>silah), metode rih{lah ilmiah.

Ketiga metode ini memiliki letak persamaan yaitu sama-sama menitik beratkan pada konstruksi aktif siswa dalam proses pembelajarannya. Ketiga metode ini hanya berbeda pada tahap pelaksanaannya. Namun, secara esensial memiliki satu tujuan. Jadi, model pembelajaran yang digunakan di Madrasah Niz{a>miyah ialah model pembelajaran langsung, pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran kontekstual.

2. Pada pelaksanaan pembelajaran di Kutta>b, Masjid, dan Madrasah

Niz{a>miyah ternyata memiliki keterkaitan dengan pembelajaran pada masa sekarang terutama pembelajaran yang terjadi diberbagai pondok pesantren. Metode hafalan dan pengulangan memiliki relevansi dengan metode sorogan dan muh{afad{ah, metode ceramah memiliki relevansi


(2)

124

dengan metode bandongan, serta metode h{alaqah memiliki relevansi dengan metode diskusi (muh{adlarah, bah{thulmasa’>il).

B. Saran

Ada beberapa hal yang perlu kami sarankan dalam mengakhiri penulisan tesis ini diantaranya ialah:

1. Sebelum guru melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar, maka terlebih dahulu seorang guru harus benar-benar mengetahui kemampuan dasar, karakteristik, dan perbedaan latar sosial dari setiap peserta didik. Karena hal tersebut dapat menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan model, metode, strategi, dan teknik mengajar guru.

2. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, seharusnya guru tidak hanya

menggunakan metode ceramah, tanya jawab, hafalan (model

pembelajaran langsung), karena masih banyak model dan metode pembelajaran lainnya yang dapat mengkonstruk kemampuan siswa dalam memperoleh pengetahuan.

3. Sebaiknya guru dapat menggunakan metode ceramah, hafalan, dan tanya jawab pada materi-materi tertentu khususnya materi yang sifatnya deklaratif dan prosedural. Jadi tidak semua materi cocok untuk metode ceramah, hafalan, dan tanya jawab.

4. Guru hendaknya tidak menggunakan metode ceramah dan tanya jawab pada tiap-tiap pertemuan. Karena metode tersebut dapat mengakibatkan siswa mudah jenuh dan membosankan.


(3)

125

5. Terdapat beberapa model pembelajaran yang berkembang pada masa sekarang ini. Model pembelajaran ini sudah beralih dari pola behavioristik

menuju kunstruktivistik. Jadi, dalam kegiatan belajar di sini seorang guru benar-benar menjadi fasilitator atau penghubung komunikasi antara siswa yang satu dengan siswa lainnya pada saat proses pembelajaran berlangsung.

6. Guru harus terampil dalam mengelola pembelajaran terutama dalam hal pemilihan metode mengajar yang sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.


(4)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

‘Al, al-Abd,Hasan.al-Tarbiyah al-Isla>miyah Fi> al-Qarn al-Rabi>’ al-Hijri>, Tttp,Da>r al-Fikr al-Arabi>, Tth.

A.M, Sardiman.Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, Rajawali Pers, 2011.

Akmansyah, M. Madrasah Nidzhamiyah, Jakarta, Rajawali Pers, 2004.

Ali, K.Sejarah Islam : Tarikh Pra Modern, Terj. Gufron A. Mas’adi, Jakarta,

Raja Grafondo Persada, 1997.

Amin, MunirSamsul. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Amzah, 2010.

Arifin, Imron. Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial dan Keagamaan,

Malang, Kalimasada, 1996.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Produk, Jakarta, Renika Cipta, 2006.

Asrohah, Hanun. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, PT Logos Wacana Ilmu, 1999.

Bruce, Joyce, & Marsha Weil.Models of Teaching Fifth Edition, USA, Allyn and Bacon A Simon & Scuster Company, 1980.

Buna’i. Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan, Pamekasan, STAIN

Press, 2006.

Darsono.Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam, Surakarta, Tiga Serangkai, 2004.

Departemen Agama Republik Indonesia. al-Qur’an Dan Terjemahnya, Surabaya, MAHKOTA, 1989.

Djamarah, BahriSyaiful. Guru & Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta, Rineka Cipta, 2010.

Engku, Iskandar. Et al. Sejarah Pendidikan Islami, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2014.


(5)

127

Fahmi,HasanAsma. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islami , Jakarta, Bulan Bintang, 1979.

Hadi, Sutrisno. Metode Research I, Yogyakarta, Andi Offset, 1987.

Hitti, K.Philip. History of The Arabs, London, The MacMillan Press Ltd., 1974.

Huda, Miftahul. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2013.

Irham, Muhamad,Novan Ardy Wiyani.Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran, Yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2013. Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, Jakarta, Gaung Persada Press, 2008.

Lapidus,M.Ira. Sejarah Sosial Umat Islam, Terj. Ghufron a. Mas’adi, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1999.

Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel. BahanAjar Pendidikan Dan Latihan Profesi Guru, Surabaya, LPTK UIN Sunan Ampel, 2015.

Lewis,Bernard.Bangsa Arab dalam Lintas Sejarah, Terj. Jamhuri, Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1988.

Maksidi, George.The Rise of Colleges: Institutions of Learning in Islam and The West, Edinburg, Edinburg University Press, 1981.

Maryam,Siti.Sejarah Islam dan Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta, Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2003.

Moleong, J. Lexy.Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007.

Nata, Abuddin. Manajemen Pendidikan, Bogor, Kencana, 2003, Nizar,Samsul. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana, 2007.

Rusman. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme


(6)

128

Samaldino,E. Sharon. Dkk. Instructional Technology and Media for Learning, Terj. Arif Rahman, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2012.

Sarki>n, Fua>d. Ta>ri>kh al-Tura>th al-Arabi>, jilid 1 juz 3, Riyad, Idarah al-Thaqafah, 1991.

Subagyo,Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 2004.

Sunanto,Musyrifah. Sejarah Islam Klasik, Bogor, Prenada Media, 2003. Suwendi.Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2004.

Suwito. Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana, 2005.

Syalabi,A. Sejarah dan Kebudayaan Islam III, Terj. Muhammad Labib Ahmad, Jakarta, Pustaka al-Husna Baru, 2003.

. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973.

Tha>kir, Mahmud. Al- Ta>ri>kh al- Islami> al-Daulah al-Abba>siyah, Juz 5. Beirut, al-Maktabul al-Islami, 1991.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta, Djambatan, 1992.

Trianto. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta, Prestasi Belajar, 2007.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004.

Yunus, Mahmud.Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Hidakarya Agung, 1979. Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2004.