PERAN KELOMPOK BANI HASYIM DALAM GERAKAN REVOLUSI ABBASIYAH TAHUN (129 H/747 M).
PERAN KELOMPOK BANI HASYIM DALAM GERAKAN
REVOLUSI ABBASIYAH TAHUN (129 H/747 M)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
OLEH Edi Junaidi A02211010
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN AMPEL
SURABAYA
(2)
(3)
(4)
(5)
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan (libary research) yang berjudul tentang, Peran Kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revoluis Abbasiyah tahun (129 H/747 M). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga pertanyaan. Pertama. Bagaimanakah Sejarah lahirnya kelompok Bani Hasyim pada masa Bani Umayyah? Kedua. Bagaimanakah Latar Belakang kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M ? ketiga. Bagaimanakah peran kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M ?
Penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan di atas menggunakan pendekatan historis, dengan teori peran dan faksionalisme rasial atau kelompok Kebangsaan. Metode yang digunakan Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi, dan Historiografi.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pada tahun 747 M, merupakan gabungan semua kelompok baik dari kelompok Alawiyin sendiri, Abbasiyah maupun orang-orang Khurasan, semuanya bersatu untuk menggulingkan Dinasti Bani Umayyah, yang mengakibatkan dinasti tersebut kacau balau sehingga runtuh di tangan Abbasiyah. Abul Abbas as-shaffah, Ibrahim al-Iman dan Abu Muslim al-Khurasani merupakan tokoh-tokoh pendiri Dinasti Bani Abbasiyah ketika pemberontakan yang berpusat di daerah Khurasan.
(6)
ABSTRACT
This thesis is the result of research literature (libary research) entitled about, the role of Bani Hasyim in the Abbasid Revolution movement in (129 H / 747 M). This study aims to answer two questions as. First, How is history of the birth of the Bani Hashim group during the Umayyad ? Second, How is the Background of Bani Hashim group in the Abbasid revolution in 747 M ? Thirt, How is the role of the Bani Hashim group in the movement of the Abbasid revolution in 747 M ?
This reseach used to answer both of the quistion above, This study used historical approach, the role of theory and racial factionalism or ethnicity groups. Heuristic method used, source criticism, interpretation, and Historiography.
The study concluded that in the year 747 M, is a combination of all the good group of Alawiyin them selves, Abbasid and the people of Khurasan them selves, all of them united to overthrow the Dynasty Bani Umayyads. The dynasty that resulted in such disarray that the collapse of the Dynasty Bani Abbasid. Abul Abbas as-Shafah, Ibrahim al-Iman and Abu Muslim al-Khurasani the founding figures of the Abbasid Dynasty when the uprising centered in Khurasan.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMA PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
HALAMAN MOTTO………v
HALAMAN PERSEMBAHAN………...vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN ABSTRAKSI………...ix
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI………xi
DAFTAR ISI………xii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Kegunaan Penelitian... 12
E. Pendekatan Dan Kerangka Teoritik ... 12
F. Penelitian Terdahulu ... 14
G. Metode Penelitian... 15
H. Sistematika Bahasan... 19
BAB II : KELOMPOK BANI HASYIM DALAM LINTASAN SEJARAH………...20
A. Kelompok Bani Hasyim………..20
B. Pertentangan kelompok Bani Hasyim dengan Bani Umayyah………..22 C. Tokoh-tokoh Bani Hasyim yang Berperan dalam Revolusi…28
(8)
D. Kelompok-kelompok oposisi yang muncul pada masa Bani
Umayyah………..29
BAB III : REVOLUSI ABBASIYAH TAHUN 747 M………..36
A. Latar Belakang Revolusi Abbasiyah Tahun 747 M...36
B. Masa Daulah Umayyah………....40
1. Masa kejayaan Dinasti Umayyah...41
2. Masa Kehancuran Dinasti Umayyah...46
C. Barisan“Sakit Hati” Koalisi Syiah, Khurasan dan Abbasiyah.48 1. Pemberontakan Syiah………...48
2. Pusat pemberontakan di Khurasan...51
3. Gerakan revolusi Abbasiyah………..53
BAB IV: PERAN KELOMPOK BANI HASYIM DALAM GERAKAN REVOLUSI ABBASIYAH TAHUN 747 M………...59
A. Keputusan kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M………...59
B. Langkah-Langkah Bani Hasyim dalam revolusi Abbasiyah....62
C. Usaha Kelompok Bani Hasyim dalam Mendukung Revolusi Abbasiyah……….63
BAB V: PENUTUP……….68
A. Simpulan………..68
B. Saran ………....69 DAFTAR PUSTAKA
(9)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berjalannya waktu, Jatuhnya Dinasti Bani Umayyah pada tahun 750 M dan bangkitnya Dinasti Bani Abbasiyah telah menarik perhatiaan banyak sejarahwan Islam klasik. Para sejarahwan melihat bahwa kejadian itu unik dan menarik, karena bukan saja merupakan pergantian dinasti tetapi lebih dari itu adalah pergantiaan struktur sosial dan ideologi. Maka, banyak sejarahwan yang menilai bahwa kebangkitan Dinasti Bani Abbasiyyah merupakan suatu revolusi sosial yang dilakukakn oleh kelompok Bani Abbas. Revolusi sosial ini benar-benar mampu menjatuhkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah yang bertahan selama 90 tahun.1
Sejarah peralihan kekuasaan dari Dinasti Bani Umayyah kepada Dinasti Bani Abbas bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam berada di tangan mereka, karena mereka adalah keluarga Nabi yang terdekat. Tuntutan itu sebenarnya telah ada ketika wafatnya Rasulullalh. Tetapi tuntutan itu baru mengkristal (mengeras) ketika Bani Umayyah naik tahta dengan mngalahkan Ali bin Abi Thalib. Bani Hasyim yang menuntut kepemimpinan Islam itu paling tidak dapat digolongkan menjadi dua golongan besar.
Pertama golongan Alawi, keturunan Ali bin abi Thalib. Mereka ini dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: pertama keturunan dari Fatimah, dan yang kedua keturunan dari Muhammad bin Al-Hanafiyah. kedua adalah golongan 1
Moh. Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam (Malang: UMM Press, 2004), 61.
(10)
2
Abbasiyah (Bani Abbasiyah), keturunan al-Abbas paman Nabi tersebut. Perbedaan dari kedua golongan tersebut, paling tidak golongan Abbasiyah lebih mementingkan kemampuan politik yang lebih besar daripada golongan Alawiyyin.
Muawiyah memeluk agama Islam pada waktu terjadi fathu Mekah.2 Kedua orang tuanya memeluk Islam setelah Muawiyah, Ia bersahabat dengan Rasulullah dan menjadi juri tulis beliau. Ia menjabat sebagai gubernur di Damaskus setelah kematian saudaranya, Yazid bin Abi Sufyan tahun 19 Hijriyah, pada masa Umar bin Khathab.
Sepeninngal Rasulullah, Umayyah sesungguhnya telah menginginkan jabatan pengganti Rasul (Khalifah), tetapi mereka belum berani menampakkan cita-citanya itu pada masa Abu Bakar dan Umar. Baru setelah umar meninggal, yang penggantinya diserahkan kepada hasil musyawarah enam orang sahabat, Bani Umayyah menyokong pencalonan Utsman secara terang-terangan, hingga akhirnya Utsman dipilih. Sejak pada saat itu mulailah Bani Umayyah meletakkan dasar-dasar untuk menegakkan Khalifah Umayyah. Pada masa pemerintahan Utsman inilah Muawiyah mencurahkan segala tenaganya untuk memperkuat dirinya, dan menyiapkan daerah Damaskus sebagai pusat kekuasaannya dikemudian hari.3
Ia tetap menjadi gubernur di Suriah pada masa Ustman menjadi Khalifah, kemudian ia berselisih dengan Ali dan Hasan, kemudian masyarakat bergabung dengannya pada tahun 41 Hijriyah. Dengan demikian kekuasaan Muawiyah ( 2
Siti Maryam , dkk, Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Solo: LESFI, 2004), 68.
3
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), 27.
(11)
3
dalam bentuk pemerintahan, komandan perang dan kerajaan) berlangsung selama 40 tahun secara berturut-turut.4
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.5
Nama Dinasti Bani Umayyah sudah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syam bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting ditengah Qurays pada masa jahiliyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.6 Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin harb. Muawiyah di samping sebagai pendiri Daulah Umayyah juga sekaligus menjadi Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.
Muawiyah di pandang sebagai pembangun dinasti yang oleh sebagian besar sejarahwan awalnya di pandang negatif. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin di capai melalui cara yang curang, lebih dari itu, Muawiyah juga dituduh sebagai pengkhianat
perinsip-4
Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Ensiklopedi Sejarah Islam dari Masa Kenabian Sampai Daulah Mamluk (penerjemah: M. taufiq dan Ali Nurdin, Editor: Antar wijaya; Cet.1. Jakarta: Al- Kautsar, 2013), 174.
5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 45.
6
Ahmad Al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX (Jakarta: Akbar, 2006), 181.
(12)
4
perinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang mula-mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasan raja yang diwariskan turun-temurun. 7
Di atas segalanya jika dilihat dari sikap dan prestasi politiknya yang menakjubkan. Sesungguhnya Muawiyah adalah seorang pribadi yang sempurna dan pemimpin besar yang berbakat. Di dalam dirinya terkumpul sifat-sifat seorang penguasa, politikus, dan administrator.8
Muawiyah berhasil mendirikan Dinasti Bani Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di Siffin dan terbunuhnya khalifah Ali. Melainkan sejak semula gubernur Suriah itu memiliki “basis rasional” yang solid bagi landasan pembangunan politiknya di masa depan, yang mendapat dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang lama di perintah oleh Muawwiyah mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih, dan disiplin digaris depan dalam peperangan melawan Romawi. 9
Mereka bersama-sama dengan kelompok bangsawan kaya di Mekah dari keturunan Umayyah berada sepenuhnya di belakang Muawiyah dan memasukkannya sumber-sumber kekuatan yang tidak ada habisnya, baik moral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Negeri Suriah sendiri terkenal makmur dan menyimpan sumber alam yang melimpah, maka sumber kemakmuran dan suplai bertambah bagi Muawiyah.10
7
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, Ed.1,Cet. 2. 2010), 118.
8
Ibid., 119.
9
Ibid,. 119.
10
Ibid,. 119.
(13)
5
Latar belakang terbentuknya Dinasti Bani Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syiah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara tersembunyi-bunyi. Seperti di masa pertengahan kekuasaan Dinasti Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menguras kekuatan pemerintahan.11 Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Abbas. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syiah (para pengikut Ali). Dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Dinasti Bani Umayyah.
Perlawanan kaum Syiah tidak padam dengan terbunuhnya Husain, bahkan mereka menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syiah, diantaranya terjadinya pemberontakan Mukhtar di Kufah yang mendapat dukungan dari kaum Mawali pada tahun 685-687 M.12 Selain itu Bani Umayyah juga mendapat tantangan dari kaum Khawarij, dan meskipun gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan baik dari pihak Syiah maupun dari Khawarij dapat dipatahakan oleh Yazid tetapi tidak berarti menghentikan gerakan oposisi dalam pemerintahan Bani Umayyah.
Sebagaimana yang telah masyhur dalam sejarah, Daulah Bani Umayyah ini runtuh karena pemberontakan orang-orang Abbasiyah. Namun, sebelum itu juga pernah terjadi beberapa pemberontakan bahkan di awal-awal pemerintahan dinasti ini. Diantaranya keinginan penduduk Kufah mengangkat cucu Nabi
11
Ibid,. 136.
12
Khairudin Yujah Sawiy, Perebutan Kekuasaan Khalifah, Menyingkap dinamika dan sejarah politik kaum sunni ( Yogyakarta: Safria Insani Press: 2005), 46.
(14)
6
Muhammad sebagai Khalifah yang berujung dengan tewasnya beliau karena penghianatan orang-orang Kufah sendiri. Kemudian dakwah serupa yang juga didukung oleh orang-orang Syiah yang mengatas namakan cucu Husein bin Ali, yakni Zaid bin Ali bin Husein. Kemudian juga gerakan al-Hanafiyah yang mengatas namakan salah seorang ahlul bait, Muhammad bin Al-Hanafiyah.
Sejak saat itu isu keluarga Nabi Muhammad yang lebih berhak menjadi pemimpin dibanding orang-orang Umayyah terus digulirkan. Setelah kelompok Syiah yang mengusung keturunan Ali terus-menerus berusaha mengganggu stabilitas negara, muncul juga kelompok lain dari anak keturunan paman Nabi, al-Abbas bin Abdul Muthalib. Mereka inilah yang kemudian dikenal dengan Dinasti Bani Abbasiyah.
Golongan Syiah adalah pengikut-pengikut setia Ali bin Abu Talib, yang berkeyakinan, bahwa Ali-lah sebenarnya yang harus berhak menggantikan nabi Muhammad untuk khalifah umat Islam. Setelah beberapa masa keadaan umat Islam mulai tenteram dalam satu kesatuan pemerintahan di bawah Dinasti Bani Umayyah, mulailah kaum Alawiyyin mengadakan pemberontakan. Gerakan ini dimulai oleh Husain Ibn Ali.
Husain pindah bersama keluarga dan kelompok kecil pengikutnya dari Madinah menuju Irak (Kufah). Didorong oleh rasa khawatir akan adanya penyerangan dari pasukannya Husain bin Ali, maka Yazid bin Muawiyah memerintahkan Ubaidillah Ibn Yazid (Gubernur Basrah dan Kufah) untuk melumpuhkannya. Untuk melaksanakan tersebut disusunlah strategi penghadapan
(15)
7
terhadap rombongan Husain bin Ali dengan mengusahakan pasukan dibawah pimpinan al-Husain Ibn Tarmimi, al-Hurb Ibn Yazid dan Umar Ibn Sa’ad.
Pada mulanya diadakan semacam perundingan, tetapi karena Husain tetap pada pendiriannya, akhirnya peperangan tidak dapat terhindarkan. Dalam Pertempuran yang terjadi di Karbala suatu tempat di dekat Kufah pasukan Husain kalah dan Husain sendiri meninggal.13 Setelah peristiwa di Karbala tersebut, perlawanan kaum Alawiyyin bukannya menjadi surut, tetapi bahkan menjadi gigih dan pengikutnya semakin meluas dikalangan Umat Islam. Perlawanan terus menerus menjadi hingga sampai perlawanan terbesar yang dilakukan oleh Al-Mukhtar memperoleh banyak pengikut dari kaum Mawali, yakni umat Islam bukan Arab yang berasal dari Persia dan Armenia.
Gerakan kaum Alawiyin untuk merebut kekuasaan pada masa Dinasti Bani Umayyah merupakan Alawiyin yang paling kuat dan paling kompak. Gerakan tersebut berlanjut sampai jatuhnya Dinasti Bani Umayyah ke tangan Abbasiyah.14 Di dalam sejarah kebudayaan Islam, pembicaraan mengenai Syiah ini meliputi dua bidang: pertama, tentang kepercayaan-kepercayaan dan faham serta buah pikiran mereka, kedua tentang gerakan-gerakan yang dilakukan kaum Syiah untuk menyebut kaum Syiah untuk merebut kekuasaan. Nanti kita akan lihat bahwa perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam pikiran Syiah sebagian besar timbul pada masa pememerintahan Bani Umayyah.
Di dalam gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kaum Syiah untuk merebut kekuasaan pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah itu adalah merupakan
13
Ah. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Refleksi, dan Filosofis (Surabaya: CV. Indo Pramaha, 2012), 120.
14
Ibid., 121.
(16)
8
gerakan Syiah yang paling kuat, paling berani dan paling kompak, sehingga akhirnya dapat merobohkan Umayyah tersebut.15 Akan tetapi, walaupun Dinasti Bani Umayyah itu roboh karena kaum Syiah untuk mendirikan Daulah Alawiyah, namun hasil perjuangan tersebut jatuh ketangan bani Abbas dan tidak dinikmati oleh kaum Alawiyyin.
Kaum Syiah ialah orang-orang yang menyokong Ali Ibn Abi Thalib. Ali telah mempunyai penyokong-penyokong sejak masa-masa permulaan sesudah wafat Rasulullah. Mereka ini antara lain: jabir Ibn Abdillah, Huzaifah Ibnul yaman, Salman Alfarisi, Abu Zar al Ghifari dan lain-lain. Pada masa pemerintahan khalifah Marwan bin Muhammad (744-750 M), khalifah terakhir Dinasti Bani Umayyah, penuh perusuhan dan pemberontakan pada hampir seluruh wilayah Islam dewasa itu. Ahli-ahli sejarah mencatat, bahwa sekalipun Khalifah Marwan bin Muhammad itu seorang panglima perang yang perkasa, akan tetapi dia mewarisi suasana yang sudah memuncak sekali.
Pergolakan terbesar, yang berakibat pukulan terakhir terhadap kekuasaan Dinasti Bani Umayyah, datang dari arah Khurasan bermula dengan pemberontakan sekta Syiah disitu pada tahun 747 M dibawah pimpinan Jadik Ibn Ali Al-Zadi, lebih dikenal dengan panggilan al-Karmani. Suku besar Yaman, yakni suku-suku turunan Yaman di dalam wilayah Khurasan itu, berpihak kepada panglima al-Karmani hal itu di sebabkan Yaman sejak sekian lamanya berada di bawah pengaruh sekte Syiah aliran Zaidiyah.16
15
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta:PT. Pustaka Al Husna Baru, 2003), 143. 16
Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah (penerbit: Bulan Bintang Jakarta, 1977), 14
(17)
9
Pemerintahan Umayyah yang Arab-sentris memunculkan kekecewaan kepada kelompok masyarakat yang merasa dianaktirikan oleh penguasa. Orang Islam non arab pada umumnya dan khususnya orang Islam Persia. Memilih alasan kuat untuk merasa kecewa yang dikenal sebagai warga kelas dua, Mawali (mantan budak).17
Kelompok Mawali ini termasuk mereka yang tidak puas dengan pemerintahan diskriminatif dinasti Umayyah bersama kelompok Syiah dan gerakan-gerakan yang dipelopori oleh agen-agen cikal bakal gerakan Abbasiyah (terlepas dari motif-motif yang berbeda di antara mereka) yang segera memperkeruh berbagai kekalutan tatkala pemerintahan Dinasti Umayyah mulai rapuh. Kelompok yang disebut terakhir adalah para pendukung kuat Abu Hasyim, yang dibina oleh keluarga bani Abbas, yang bergerak dengan modus memperjuangkan tujuan-tujuan keluarga Nabi Mohammad.18
Sejak masa pendiriannya oleh Muawiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Bani Umayyah mengalami banyak gejolak terhadap kekuasaan, namun hal tersebut selalu bisa diatasi dengan cara-cara kekuasaan yang cenderung “bertangan besi”, hinggan Dinasti Bani Umayyah dibina dan dikembangkan oleh generasi penerusnya sampai mencapai puncak kejayaan terutama pada masa Abdul Malik dan anaknya, kemudian mengalami kemunduran dan pada glirannya menemui kehancuran ketika kekhalifahan dipimpin oleh Marwan bin Muhammad pada tahun 750 M.
17
Philip K. Hitti, The History of the Arabis, terjemahan dari bahasa Inggris oleh: tim serambi, (Jakarta: penerbit Serambi,2010), 253.
18
Ridlwan Abu bakar,dkk, Sejarah Peradaban Islam ( Surabaya: IAIN SA Press, September, 2013), 192.
(18)
10
Kemenangan ini menandai jatuhnya Daulah Umayyah setelah beberapa kekalahan dalam perang-perang sebelumnya. Khalifah Marwan II melarikan diri ke Mesir lalu ditangkap dan dieksekusi. Saat itu merupakan masa paling mengerikan bagi keturunan Umayyah. Mereka semua ditangkapi dan dibunuh, kecuali Abdurrahman al-Umawi yang berhasil melarikan diri ke Andalusia, Spanyol, lalu mendirikan kerajaan Bani Umayyah II. Setelah itu ia dikenal dengan nama Abdurrahman Ad-Dakhil.
Dinasti Bani Abbasiyah pun berdiri menggantikan Dinasti Bani Umayyah memimpin dunia Islam. Khalifah pertama mereka adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib atau yang dikenal dengan Abul Abbas as-Safah. Ia disebut dengan as-Safah yang berarti menumpahkan banyak darah karena ia banyak membunuh manusia sehingga dapat duduk di kursi khalifah.
Secara revolusioner, Dinasti Abbasiyah (750-1258) menggulingkan kekuasaan Daulah Umayyah, kejatuhan Daulah Umayyah disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya meningkatnya kekecewaan kelompok Mawali terhadap Daulah Umayyah, pecahnya persatuan antara suku bangsa Arab dan timbulnya kekecewaan masyarakat agamis dan keinginana mereka untuk memilki pemimpin kharismatik. Sebagai kelompok penganut Islam baru, mawali diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua, sementara bangsa Arab menduduki kelas bangsawan.
(19)
11
Golongan agamis merasa kecewa terhadap pemerintahan Bani Umayyah karena corak pemerintahannya yang sekuler. Menurut mereka, Negara seharusnya dipimpin oleh penguasa yang memiliki integritas keagamaan dan politik. Adapun perpecahan antara suku bangsa Arab, setidak-tidaknya ditandai dengan timbulnya fanatisme kesukuan Arab utara, yakni kelompok Mudariyah dengan kesukuan Arab Selatan, yakni kelompok Himyariyah. Disamping itu, perlawanan dari kelompok Syiah merupakan faktor yang sangat berperan dalam menjatuhkan Dinasti Bani Umayyah dan munculnya Dinasti Bani Abbasiyyah.19
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Sejarah lahirnya kelompok Bani Hasyim pada masa Bani Umayyah ?
2. Bagaimanakah Latar Belakang kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M ?
3. Bagaimanakah peran kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimanakah Sejarah lahirnya kelompok Bani Hasyim pada masa Bani Umayyah ?
2. Untuk mengetahui bagaimanakah Latar Belakang kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M
19
Adeng Muchtar Ghazali, Perjalanan Politik Umat Islam dalam Lintasan Sejarah (Cet.I, CV. Pustaka Setia; Bandung: 2004), 56.
(20)
12
3. Untuk mengetahui bagaimanakah peran kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis: Sebagai bahan pertimbangan dalam usaha pengembangan penulisan sejarah Islam.
2. Kegunaan Praktis: Untuk menambah wawasan dan cakrawala serta sebagai khazanah kepustakaan.
3. Kegunaan penulis: ini juga diharapkan bermanfaat dalam pengembangan dunia keilmuan Islam khususnya Sejarah Islam.
E.Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis. Penelitian sejarah tidak hanya sekedar mengungkap kronologis kisah semata, tetapi merupakan suatu pengetahuan tentang bagaimana peristiwa masa lampau terjadi.20 Dalam penulisan ini berupaya merekontruksi kejadian atau peristiwa sejarah yang sudah tidak ada saksi hidup sehingga hanya dapat melakukan kajian dari baerbagai kepustakaan. Sehingga dengan pendekatan historis akan didapatkan kronologis kejadian.
Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat mengungkapkan latar belakang sejarah, seputar keterkaitan peran kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun747 M.
20
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia, 1999), 7.
(21)
13
Sedangkan teori sendiri dipandang sebagai bagian pokok ilmu sejarah, yaitu apabila penulisan suatu peristiwa sampai kepada upaya melakukan analisis dari proses sejarah yang akan diteliti. Teori sering juga dinamakan kerangka refrensi atau skema pemikiran. Dalam pengertian lebih luas teori adalah suatu perangkat kaidah yang memandu sejarahwan dan melakukan penelitiannya, menyusun data dan juga dalam mengevaluasi dan melakukan penelitiannya, menyusun data dan juga dalam mengevaluasi penemuannya.21
Dalam hal ini penulis menggunakan teori peran dan faksionalisme rasial.
Di dalam teori peran yang dinyatakan oleh Biddle dan Tomas. Teori peran adalah mengedepankan peristiwa dengan pembawaan “lakon” oleh seorang pelaku dalam sandiwara. Orang yang membawakan peran disebut “pelaku” atau Penampil (performer). Kedua istilah itu sama-sama dapat menerangkan prihal pihak mana yang sedang membawakan perilaku peran. Namun diantara pihak-pihak mana yang mendapatkan akibat dari perilaku tersebut. Pihak pertama disebut (target) 22. Kelompok Bani Hasyim dalam hal ini sebagai pelaku pertama yaitu sebagai pihak yang disebut lakon dan yang menciptakan pelaku, sedangkan pihak kedua yang disebut sasaran dan yang mendapatkan akibat dari perilaku pihak pertama adalah Dinasti Bani Umayyah pada masa Khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II).
21
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), 7.
22
Edi Suhardono, Teori Peran Konsep, Derivasi dan Implikasinya (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), 7.
(22)
14
Di dalam Teori faksionalisme rasial atau teori kelompok Kebangsaan. Berdasarkan teori ini Dinasti Bani Umayyah pada dasarnya adalah sebuah monarki Arab yang mengutamakan kepentingan-kepentingan orang Arab dan melalaikan kepentingan-kepentingan orang-orang non Arab. Implikasi tindakan diskriminatif pihak penguasa tersebut menyebabkan orang-orang Mawali (orang-orang yang dimerdekakan) merasa kecewa dan menggalang kekuatan untuk menggulingkan Dinasti Umayyah yang ibu kotanya berpusat di Damaskus, dan pusat pemberontakannya berpusat di daerah Khurasan. Berdasarkan teori ini pula, jatuhnya Dinasti Umayyah merupakan kejatuhan kerajaan dan kepentingan Arab, sedangkan bangkitnya Dinasti Abbasiyah adalah merupakan kebangkitan bagi orang-orang Persia. 23
F. Penelitian Terhadulu
Tidak sedikit sumber yang membahas tentang, atau setidaknya berkaitan dengan sejarah Peran kelompok Bani Hasyim pada masa Umayyah pada Khalifah Marwan bin Muhammad, namun belum ada satupun yang secara khusus membahas tentang peran kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M. beberapa sumber yang dimaksud antara lain:
1. Skripsi: Pandangan Syiah Imamiyah Istna Asariyah tentang Ahlul Bait Nabi Mohammad SAW. Oleh Susapto tahun 2005. Di dalamnya membahas tentang bahwasanya yang berhak menggantikan nabi Muhammad setelah wafat adalah golongan Syiah (Ahlul bait) yang setia terhadap Ali bin Abi Thalib.
23
M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998) , 86.
(23)
15
2. Skripsi: Kaum Mawali dalam kebangkitan Dinasti Abbasiyah (720-809 M). Oleh Heni Kusumawati tahun 2004. Di dalamnya membahas tentang kekecewaan kelompok mawali yang di kelas duakan (dianaktirikan) terhadap Dinasti Umayyah. Dan kelompok Mawali tidak puas dengan pemerintahan Dinasti Umayyah.
3. Buku: Ah. Zakki Fuad, Sejarah peradaban Islam paradigma teks, Refleksi, dan filosofis. Surabaya: CV. Indo Pramaha, 2012. Di dalam bukunya membahas tentang konflik politik masa Dinasti Umayyah, pembangkangan kaum Syiah serta gerakan Bani Abbas dan penyerbuannya terhadap Dinasti Bani Umayyah.
G. Metode Penelitian
Penulisan imi adalah sebuah studi sejarah, maka metode yang digunakan adalah metode penelitian historis. Metode penelitian sejarah akan membahas tentang penelitian sumber, krtik, sintesis, sampai kepada penyajian hasil penelitian. Semua kegiatan atau proses ini harus mengikuti metode dan aturan yang benar. Adapun langkah-langkah yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Heuristik atau pengumpulan sumber
yaitu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah. Sejarah tanpa sumber maka tidak bisa bicara. Maka sumber dalam penelitian sejarah adalah hal yang paling utama yang akan menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa di pahami oleh orang lain.
(24)
16
Dalam tahap ini peneliti berusaha mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dengan melalui studi kepustakaan, yaitu bertujuan mengumpulkan data informasi dengan bantuan macam-macam material yang dapat di perpustakaan.24
Dalam hal ini penulis memperoleh sumber melalui riset kepustakaan meliputi buku-buku karangan ilmiah yang ditulis oleh para ahli yang relevan dengan masalah yang diteliti. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa melalui penelusuran dan penelaahan kepustakaan, dapat dipelajari bagaimana mengungkap buah pikiran secara sistematis dan kritis. Disamping itu data juga diperoleh dari sumber yang lain terkait dengan permasalahan-permasalahan yang dikaji. Sumber sekunder digunakan untuk membantu dan melengkapi data yangb tidak diperoleh dari sumber primer.
Adapun sumber primer dan sekunder antara lain: a. Sumber Data primer
Sumber primer merupakan sumber pertama dimana sebuah data dihasilkan.25 Maka dalam penelitian ini sumber data primer yang digunakan adalah sebagai berikut:
1). Tarikh aht- Thabari oleh Ibnu jarir At-Thabari (224-310 H) 2). Al-Kamil fit-Tarikh oleh Ibnu Atsir (W. 630 H)
3). Tarikh Khulafa’ oleh Imam As-suyuthi (849-911 H)
4). Muntadzim fit-Tarikh al-Muluk wal umam oleh Al-Jauzi (597 H)
24
Kartini Kartono, pengantar Metodologi Riset Sosial (bandung: Mandar Maju, 1990), 33.
25
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kualitatif dan Kuantitatif
(Surabaya: Air LanggaUniversity), 129.
(25)
17
b. Sumber data sekunder
Selain sumber data primer yang diperoleh dari berbagai literature, 1). Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah, Jakarta penerbit: Bulan Bintang, 1977.
2). A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2003.
3). Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2010.
2. Kritik Sumber
Adalah satu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel atau tidak, dan apakah sumber tersebut autentik atau tidak. Pada proses ini dalam metode sejarah disebut dengan istilah krtik intern dan ekstern. Kritik intern adalah suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan untuk melihat apakah isi sumber tersebut kredibel atau tidak. Sedangkan kritik ekstern adalah kegiatan sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapatkan autentik atau tidak. 3. Interpretasi atau penafsiran
Seringkali disebut juga dengan analisis sejarah sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Di dalam proses interpretasi sejarah, seorang peneliti harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang menyebabkan peristiwa. Data sejarah kadang mengandung beberapa sebab yang membantu mencapai hasil dalam berbagai bentuknya. Walaupun suatu sebab kadangkala dapat
(26)
18
mengantarkan pada hasil tertentu, tetapi mungkin juga sebab yang sama dapat mengantarkan pada hasil yang berlawanan dalam lingkungan lain. Dalam hal ini penulis akan menganalisis hasil informasi dari sumber yang berhubungan dengan peran kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M.
4. Historiografi atau penulisan
Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang dilakukan. Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah itu hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejak dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhirnya (penarikan kesimpulan).
Dalam buku lain historiografi merupakan tahap akhir metode sejarah, yang mana historiografi itu sendiri adalah menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk suatu kisah yang dipaparkan secara sistematis dan terperinci dengan menggunakan bahasa yang baik.26 Dalam hal ini penulis mencoba menuangkan laporan penelitian kedalam satu karya yang berupa skripsi. Penulisan ini diharapkan memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian ini dari awal hingga akhir tentang “ Peran kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyahtahun 747 M ”.
26
Louis Gottshalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: UI Press, 1981), 80.
(27)
19
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dari penelitian ini terdiri atas beberapa bab yang berisi antara lain sebagai berikut:
Dalam bab I adalah pendahuluan, ini dikemukakan beberapa pembahasan yang meliputi: Latar Belakang masalah, Rumusan Masalah, tujuan Penelitian, Kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka Teori, penelitian terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan. Kaitannya dengan bab selanjutnya adalah sebagai berikut pengantar dan merupakan ringkasan dari bab-bab selanjutnya.
Dalam bab II kelompok Bani Hasyim dalam lintasan sejarah sub bab yakni. Latar Belakang kelompok Bani Hasyim dalam menumbangkan Bani Umayyah tahun 747 M, Pertentangan kelompok Bani Hasyim dengan Bani Umayyah, Kelompok-kelompok oposisi yang muncul pada masa Bani Umayyah
Dalam Bab III Membahas tentang gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M sub bab yakni. Latar Belakang Revolusi Abbasiyah Tahun 747 M, masa Daulah Umayyah “Barisan Sakit Hati”: Koalisi Syiah, Khurasan dan Abbasiyah.
Dalam bab IV Peran kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M, sub bab yakni, keputusan kelompok Bani Hasyim dalam mendukung revolusi Abbasiyah, Usaha Kelompok Bani Hasyim dalam Mendukung Revolusi Abbasiyah
(28)
20
BAB II
KELOMPOK BANI HASYIM DALAM LINTASAN SEJARAH
A. Kelompok Bani Hasyim
Bani Hasyim merupakan anggota dari marga Bani Abdul Manaf, marga yang paling terhormat dalam suku Quraraish. Selain Bani Hasyim, cabang lainnya dari marga Bani Abdul Manaf adalah Bani Muthalib dan Bani Abdus Syams yang menurunkan Bani Umayyah. Selain itu Bani Hasyim juga menurunkan Bani Abbasiyah yang kemudian menjalankan kekhalifahan setelah mengalahkan Bani Umayyah.
Bani Hasyim merupakan salah satu marga penting di suku Quraish pada saat kelahiran Muhammad. Hal ini dikarenakan tugas Bani Hasyim untuk menjaga Ka'bah. Setelah meninggalnya kakek Nabi Muhammad yang bernama Abdul Muthalib, Abu Thalib, paman Muhammad menjadi kepala marga. Bani Hasyim dan Bani Umayyah selalu bersaing untuk mendapatkan kursi kepemimpinan. Namum ternyata kepemimpinan di menangkan kelompok Bani Hasyim.
Munculnya kelompok tersebut nantinya berdampak pada keturunan masing-masing. Dari kelompok Hasyim muncul keturunan Abbas dan Ali. Sedangkan dari Bani Umayyah muncul Muawiyah bin Abu sufyan serta keturunannya.
(29)
21
Secara kronologis, nama Abbasiyah menunjukkan nenek moyang al-Abbas, Ali bin Abi Thalib dan Nabi Muhammad. Hal ini menunjukkan kedekatan pertalian keluarga Bani Abbas dengan Nabi. Itulah sebabnya kedua keturunan ini sama-sama mengklaim bahwa jabatan khalifah harus berada ditangan mereka.1
Secara umum sebenarnya keturunan Ali bin Abi Thalib lebih dekat kepada Rasulullah karena Fatimah sebagai anak perempuan Rasul, dan Ali adalah sepupu sekaligus menantu beliau. Akan tetapi Bani Abbas merasa lebih berhak mewarisi Rasulullah karena beranggapan bahwa nenek moyang mereka adalah paman Rasulullah. 2
Setelah terbunuhnya Ali terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh keturunannya (Alawiyin) yaitu Husein bin Ali ketika menuntut kepemimpinan Yazid bin Muawiyah yang mengakibatkan terbunuhnya Husein di Karbala. Terjadi pemberontakan Mukhtar namun kemenagan diraih Dinasti Bani Umayyah. Serangan demi serangan namun dipatahkan oleh Dinasti Bani Umayyah.
Pendukung Alawiyin menuntut kematiannya Husein namun tidak berhasil, setelah itu muncul gerakan baru yang mengatasnamakan Bani Hasyim yaitu al-Abbas yaitu keturunan Bani Abbas. Dengan inilah terjadi kekuatan gabungan yang mengantarkan kalahnya Dinasti Bani Umayyah. Dengan berbagai kekecewaan yang di alami oleh orang Persia daerah Khurasan yang nantinya akan menjadi pusat pemberontakan orang-orang Abbas.
1
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 46.
2
Ibid.,46.
(30)
22
B. Pertentangan kelompok Bani Hasyim dengan Bani Umayyah
Muahammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab berasal dari kaum Quraisy yang merupakan keturunan langsung Nabi Ibrahim melalui Nabi Ismail. Selain Hasyim, Abdu Manaf memiliki tiga putera lainnya; Muthalib, Naufal dan Abdu Syams. Anak-anak Hasyim melalui putranya Abdul Muthalib disebut Hasyimiah. Abdul Muthalib sendiri memiliki beberapa putra dari istri berbeda, di antaranya: Abdullah (ayah Nabi Muhammad), Abu Thalib (ayah Ali bin Abi Thalib) dan Hamzah (pemimpin para syahid di masanya).
Lain kisah, Abdu Manaf pernah membeli dan memberikan seorang sahaya bernama Umayyah kepada Abdu Syams, saudara Hasyim. Umayyah, yang penyembah berhala sejak lahirnya, menghabiskan masa kecilnya di tengah-tengah orang Kristiani Romawi. Tuannya, Abdu Syams, karena menyukainya, menjadikannya sebagai anak angkat.
Sebelum meninggal, Abdu Manaf, sudah menyerahkan tanggung jawab dan tugas turun-temurunnya yang merupakan hak istimewanya, yaitu mengurus dan memelihara Ka’bah Suci, kepada Hasyim putra sulungnya yang sangat mulia karakter dan temperamennya. Namun putera angkat dari Abdu Syams yang bernama Umayyah (berasal dari Romawi) tidak menyenangi adanya kekuasaan terbagi pada Hasyim. Lalu melalui suatu sidang kekeluargaan, Umayyah mencoba menyingkirkan Hasyim, akan tetapi hal ini tidak mendapatkan persetujuan dari banyak pihak.
(31)
23
Umayyah, putra ‘Abd asy Syam, cemburu atas kebesaran dan martabat pamannya Hasyim. Ia lalu berusaha menarik simpati rakyat kepada dirinya dengan memberikan banyak hadiah kepada mereka. Namun, walaupun ia berusaha sekuat tenaga, ia tetap tidak dapat mendongkel Hasyim dari kedudukannya. Sebaliknya, uasaha untuk mencemari dan memfitanah Hasyim malah menambah kehormatan dan keagungan Hasyim dihati penduduk.3
Pertentangan kelompok Bani Hasyim dengan kelompok Bani Umayyah semakin menjadi ketika kekuasaan berada di tangan Umayyah, apalagi melihat dari peristiwa terbunuhnya keturunan Alawi yaitu Husein di Karbala. Maka dari itu di susunlah gerakan-gerakan baru yang mengatasnamakan Hasyim atau dikenal dengan Hasyimiyah. Berangkat dari situlah kelompok Bani Abbas memanfaat kelompok dari Ali dengan mengambil situasi ini dengan baik. Maka munculnya gerakan revolusi Abbasiyah yang secara besar-besaran, yang di bahas pada bab selanjutnya.
Api cemburupun terus membakar hati Umayyah, akhirnya Umayyah mendesak pamannya agar mereka mendatangi salah seorang Ahli nujum ditanah Arab, dan hanya orang yang bisa dikukuhkan yang mendapat kursi pemerintahan. Kehebatan Hasyim tidak membiarkan dirinya terlibat pertengkaran dengan keponakannya. Karena Umayyah sangat mendesak, Hasyim menyetujuinya dengan dua Syarat. Pertama pihak yang kalah dalam perkara itu harus menguburkan seratus ekor unta bermata hitam dalam musim haji. Kedua, ia juga harus meninggalkan Mekah selama sepuluh tahun. Ternyata, si ahli nujum Asfan
3
Ja’far Subhani, Ar-Risalah Kehidupan Rasulullah SAW, 73.
(32)
24
melihat Hasyim. Ia pun memujinya dan memberikan keputusan yang menguntungkannya. Karena itu, Umayyah terpaksa meninggalkan Mekah dan tinggal selama sepuluh tahun di Suriah.4
Sejatinya kepala marga dan kekuasaan di jazirah Arab dipimpin oleh satu keturunan yaitu Bani Abdul Manaf, seperti halnya permusuhan antara Dinasti Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah yang mana Umayyah diprakarsai oleh Muawiyah bin Abu Sufyan keturunan dari Abd Syams dan Abbasiyah diprakarsai oleh Abbas bin Abdul Mutallib keturunan dari Hasyim, sedangkan Hasyim dan Abd Syams bersaudara, mereka putra Abdul Manaf. Meskipun sesama saudara watak Qurays yang keras dengan didorong ambisi menjadi penguasa maka permusuhan tidak bisa dihindari. Puncak permusuhan terjadi pada masa Dinasti Umayyah berkuasa, ditandai dengan revolusi untuk menumbangkan kekuasaan Bani Umayyah. Secara garis besar kelompok revolusi bani Hasyim dibagi menjadi dua:
Pertama, kelompok Alawiyin. Alawi, keturunan Ali bin abi Thalib. Mereka ini dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: pertama keturunan dari Fatimah, dan yang kedua keturunan dari Muhammad bin Al-Hanafiyah.
Kedua, Al-Abbas. Kelompok Abbasiyah diawali oleh pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh keturunan Abbas, paman Nabi, yaitu Muhammad ibn Ali, kemudian Ibrahim ibn Muhammad sampai Abu Al-Abbas yang bergelar As-Saffah, terhadap pemerintahan Dinasti Bani Umayyah.
4
Ibid., 73. Bisa juga dilihat di Tarikh al-Kamil, Juz II, 10.
(33)
25
Pemberontakan-pemberontakan tersebut dilakukan secara terus- menerus dan terorganisasi sehingga pada akhirnya terjadi revolusi menggulingkan Dinasti Bani Umayyah.
Pada masa pemerintahan khalifah Hisyam Ibn Abdi Al-Malik muncul kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari golongan Syiah dan kaum Mawali yang merasa di kelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Pada waktu itu ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran.
Abdullah ibn al-Abbas pemimpin Bani Abbas dengan strategi ingin mengembalikan keturunan Ali ke atas singgasana kekhalifahan, akhirnya Abbas berhasil menarik dukungan kaum Syiah untuk mengorbankan perlawanan terhadap kekuasaan Bani Umayyah. Hingga akhirnya kelompok ini berhasil menumbangkan khalifah Marwan II Bin Muhammad sebagai khalifah terakhir Bani Umayyah di Damaskus. Abbas dengan kecerdikannya berhasil membentuk pemerintahan baru dan dia sendiri sebagai pemimpinnya.
Di akhir pemerintahan Bani Umayyah, geliat kelompok Syiah menguat. Di dalam barisan mereka, ikut serta pula kekuatan dari kalangan Bani Hasyim, khususnya keturunan Abbas bin Abdil Muththalib. Bani Hasyim adalah
(34)
26
orang keturunan Hasyim bin Abdi Manaf, salah seorang pemuka Quraisy sebelum Rasulullah lahir.
Perjuangan Bani Abbasiyah muncul karena adanya ketidakpuasan dari golongan Bani Hasyim dan Bani Abbasiyah terhadap pemerintahan Bani Umayyah. Ketidakpuasan ini timbul dari adanya persaingan antar kedua golongan, yaitu golongan Bani Abbasiyah dan golongan Bani Umayyah. Persaingan ini mendorong kedua belah pihak untuk saling menumbangkan antara yang satu dengan yang lain. Menurut para ahli pertentangan antara golongan Hasyim (golongan Abbasiyah) dengan golongan Bani Umayyah sudah ada sejak zaman Jahiliyah, yaitu nenek moyang dari golongan Hasyim dan golongan Umayyah. 5
Jadi apabila salah satu dari mereka berkuasa, maka akan menindas golongan yang dikuasai. Seperti yang dilakukan Bani Umayyah kepada Bani Abbasiyah pada saat itu. Perjuangan Bani Abbasiyah untuk menumbangkan Bani Umayyah dilakukan dengan rencana yang matang dan strategi yang mantap. Perjuangan ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap rahasia dan tahap terbuka.
Bersama kelompok Khawarij yang membenci kelakuan-kelakuan anggota Bani Umayyah, mereka menyiapkan dan melancarkan pemberontakan bersenjata terhadap pemerintahan Bani Umayyah. Dalam perjalanan waktu gabungan kelompok pemberontak menjadi keturunan Abbas sebagai pemimpin gerakan.
Didukung oleh keadaan-keadaan waktu itu, gerakan mereka berhasil menggulingkan kekuasaan Bani Umayyah. Lewat intrik-intrik politik, Bani Abbasiyah berhasil menyingkirkan kekuatan kolompok Khawarij dan Syiah.
5
Ja’far Subhani, Ar-Risalah Kehidupan Rasulullah Saw, (Jakarta: Lentera, penerjemah, Muhammad Hasyim & Meth Kieraha, 1996), 71.
(35)
27
Pergolakan terbesar yang menjadi pukulan terakhir bagi kekuasaan Umayyah ialah pembrontakan golongan Syiah di Khurasan pada tahun 747 M. Pembrontakan ini dpimpin oleh Jadik ibn Ali-al-Azadi, yang lebh dikenal dengan panggilan al-Karmani. Kelompok yang akan nanti mengadakan koalisi Syiah Khurasan dan Abbasiyah yang mengakibatkan terusirnya orang-orang Bani Umayyah yang ada di Khurasan.
Gerakan-gerakan perlawanan untuk kekuasaan Dinasti Bani Umayyah sebenarnya sudah dilakukan sejak masa-masa awal pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, hanya saja gerakan tersebut selalu digagalkan oleh kekuatan militer Bani Umayyah, sehingga gerakan-gerakan kelompok penentang tidak dapat melancarkan serangannya secara kuat. Tetapi di masa-masa akhir pemerintahan Dinasti Bani Umayyah gerakan tersebut semakin menguat seiring banyaknya protes dari masyarakat yang merasa tidak puas atas kinerja dan berbagai kebijakan pemerintahan Dinasti Bani Umayyah. Gerakan ini menemukan momentumnya ketika para tokoh dari Bani Hasyim melancarkan serangannya.
Para tokoh tersebut antara lain Muhammad bin Ali, salah seorang keluarga Abbas yang menjadikan kota Kufah sebagai pusat kegiatan perlawanan. Gerakan Muhammad bin Ali ini mendapat dukungan dari kelompok Mawali yang selalu ditempatkan sebagai masyarakat kelas dua. Selain itu, juga mendapat dukungan kuat dari kelompok Syiah yang menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh Dinasti Bani Umayyah. Akhirnya pada tahun 132 H/750 M, Marwan bin Muhammad dapat dikalahkan dan akhirnya meninggal di Fustat, Mesir pada 132 H/750 M. Sejak itu, secara resmi Dinasti Abbasiyah mulai berdiri.
(36)
28
C. Tokoh- tokoh Bani Hasyim yang berperan dalam Revolusi
Tokoh-tokoh sebelum gerakan revolusi secara besar-besaran, mereka juga disebut tokoh penggerak revolusi secara rahasia pada masa Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Bani Umayyah), dan juga mereka tokoh penggerak Abbas yang menuntut kekuasaan Bani Hasyim, merekalah yang nanti memimpin pemberontakan. Abu Muslim al-Khurasani merupakan yang sukses dalam mencari masa atau dukungan di daerah Khurasan. tokoh tersebut antara lain:
1. Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah 2. Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinya Ibrahim al-Iman 3. Keturunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasani.6
Tokoh-tokoh tersebut mewakili kelompoknya, Ibrahim al-Iman pemimpin Bani Abbas, Abu Salamah pemimpin Alawiyyah dan Abu Muslim Al-Khurasani pemimpin keturunan bangsa Persia. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari golongan Syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Pada waktu itu ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran, akhirnya pada tahun 132 H (750 M) tumbanglah daulah Umayyah dengan terbunuhnya khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad dan pada tahun itu berdirilah kekuasaan Dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw.
6
Musrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam (Bogor: Prenada Media,2003), 48.
(37)
29
D. Kelompok-kelompok oposisi yang muncul pada masa Bani Umayyah
Kelompok yang muncul pada masa Bani Umayyah ini sangat berpengaruh terhadap kekuasaannya, diantara kelompok yang memberontak antara lain:
1. Kelompok Syiah (pendukung keturunan Ali)
Kelompok Syiah adalah pengikut-pengikut setia Ali bin Abi Thalib, yang berkeyakinan, bahwa Ali-lah sebenarnya yang harus berhak menggantikan Nabi Muhammad untuk menjadi Khalifah Umat Islam.7Mereka juga berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah Imam dan Khalifah yang ditetapkan melalui nash (wahyu) dan wasiat Rasulullah.8 Syiah mulai muncul sejak wafatnya Nabi Muhammad saw. Hal tersebut tampak dari para keluarga, sahabat serta pengikut Ali yang percaya bahwa setelah Nabi wafat, jabatan khalifah dan kekuasaan Islam berada ditangan Ali.
Pada perkembangan selanjutnya, golongan Syiah memandang bahwa Ali adalah Al-Imam setelah Rasulullah saw. Termasuk urusan kekhalifahan adalah hak Ali melalui wasiat Rasulullah saw. Alasan Syiah mengunggulkan Ali adalah jalur keturunannya, orientasi spiritualnya serta hasil perjuangannya yang kemudian akan beralih pada anak dan keturunannya. Nash mengenai imamah Ali menjadi khalifah justru diyakini oleh Syiah bahwa kekhalifahan Ali telah dinashkan dalam al-Qur’an, juga salah dalam salah satu hadist yang berbunyi:
7
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah ( Jakrta: UI Press, 1986), 65.
8
Asywadie Syukur, Almilal Wa Al-Nihal, Aliran-Aliran Dalam Sejarah Umat Manusia (Surabaya: PT Bina Ilmu, t.t), 124.
(38)
30
ﻰﺳﻮ نورﺎھ ﺔ ﺰ ﺑ ﻰّ ﺖ ا
“Engkau bagiku seperti kedudukan Harun bagi Musa”
Di dalam Tarikhul Khulafa’ juga disebutkan bahwasanya, Imam At-Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abu Suraih atau Yazid bin Arqam dari Rasulullah juga bersabda:
هﻻﻮ ﻲ ﻓ هﻻﻮ ﺖ ﻛ
Yang artinya, barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpin, maka Ali adalah pemimpinnya.9
Di dalam peristiwa Ghadir Khum juga Rasulullah bersabda, yang diriwayatkan oleh Abu Thufail dia berkata: Ali mengumpulkan sejumlah orang di rahbah, kemudian mereka berkata: sungguh saya menyaksikan peristiwa itu. Sabdanya yang berbunyi:
ﻲ ﻓ هﻻﻮ ﺖ ﻛ هادﺎ دﺎ و هﻻاو لاو ﮭ ا هﻻﻮ
Artinya, barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah cintailah orang yang mencintainya, dan musuhilah orang yang memusuhinya.10
Kaum Syiah berkeyakinan bahwa sebenarnya nabi telah menunjuk calon penggantinya, dan calon tersebut adalah Ali. Menurut mereka penunjukan tersebut dilakukan Nabi dalam perjalan kembali dari haji wada’.
9
Imam As-Suyuthi, Tarikhul Khulafa’ (Kairo: Dar Al-Ghad al-Gadeed, 2007),170.
10
Ibid., 171.
(39)
31
Pada tanggal 18 H (623 M). Disuatu tempat yang bernama Ghadir Khum
(kolam Khum), dimana Nabi telah membuat pernyataan bersejarah yang telah diriwayatkan dalam berbagai versi.11
Dari sinilah pengikut Syiah banyak tertarik terhadap peran Ali yang selama ini menjadi pendobrak kemajuan umat Islam pada masa Nabi, Ali banyak berjasa terhadap kaum muslimin, dan juga Ali sebagai keluarga nabi, sehingga ketika nabi wafat tidak heran pengikut Ali banyak yang menjadikan khalifah. Dengan peristiwa di saqifah juga memunculkan konflik antara kaum Anshar dan Muhajirin, akan tetapi kejadian tersebut bisa terselesaikan. Dan juga peristiwa tahkim yang mengalahkan kelompok Ali dan akhirnya banyak yang keluar dari barisan Ali.
Pendukung Sayidina Ali (pengikut Sayidina Ali). Mereka menganggap Dinasti Bani Umayyah ini perebut kekuasaan dari keturunan Sayidina Ali. Pengabdian dan ketaatan mereka yang tulus terhadap keturunan Nabi berhasil menarik simpati publik. Mereka mendapat dukungan dari orang-orang disekelilingnya yang tidak puas terhadap pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, baik dari sisi politik, ekonomi, maupun sosial.
Setelah beberapa masa keadaan Umat Islam tenteram dalam satu kesatuan pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, mulailah kelompok kaum Syiah mengadakan pemberontakan. Gerakan ini dimulai oleh Husein Ibn Ali.
11
Sayyed Husein Muhammad Jafri, Awal dan Sejarah Perkembangan Islam Syiah: Dari Saqifah Sampai Imamah (Bandung: Pustaka Hidayah, 1989), 50.
(40)
32
Karena tertarik oleh bujukan-bujukan orang Irak yang tidak mengikuti kekhalifahan Yazid bin Muawiyah pada tahun 680 H. 12
Bebabagai penyerangan yang dilakukan oleh kelompok Syiah dari masa Husein hingga pasca Husein, yang mengakibatkan terbunuhnya Husein di Karbala. Pada tahun 747 M, kelompok Syiah mengadakan berbagai cara untuk menggulingkan Dinasti Umayyah, dan akhirnya memunculkan koalisi, yang disebut dengan koalisi Syiah, Khurasan dan Abbasiyah. Munculnya gerakan Syiah dipelopori dari sekte Zaidiyah, dengan tokoh penggeraknya dengan sebutan al-Karmani, kelompok ini sudah lama menaruh dendam terhadap dinasti ini, yang nantinya akan dibahas pada bab selanjutnya.
2. Kelompok Khawarij
Merupakan pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepekatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang Siffin tahun 37H/648 M, dengan kelompok Bughat (pemberontak) Muawiyah bin abu sufyan terkait masalah khalifah.
13
Memang berasal dari pengikut Ali yang menolak terhadap tahkim di daumatul Jandal, tetapi karena Ali bersedia mengikuti tahkim, maka mereka menarik diri keluar dari barisan Ali. Khawarij juga membenci dan meolak Muawiyah, karena di dipandang sebagai perampas kekuasaan. Sebagai konsekuensinya mereka menolak kedua belak pihak yang sedang berkuasa.
12
AH. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis, 119.
13
Harun Nasution, Teologi Islam, 11.
(41)
33
Perlawanan kaum Khawarij terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Farwah Al-Asja’i. Perlawanan ini dapat dilumpuhkan oleh penduduk Kufah. Perlawanan dilanjutkan oleh generasi-generasi selanjutnya di antaranya Syahib Ibn Yazid Al-Syaibani. Nafi’ Ibn Al-Azrak, Qathari Ibn Al-Fujjah, Abd. Rabih Al-Kabir. Perlawanan agak mereda ketika kekuasaan Dinasti Bani Umayyah dipegang Umar bin Abdul Aziz. Namun setelah Umar meninggal dunia perlawanan kaum Khawarij terhadap Bani Umayyah adalah gerakan oleh Abu Hamzah Al-Khariji di Makah pada tahun 129 H.14
3. Kelompok Mawali
Merupakan Mantan budak (kelompok yang dikelasduakan) adanya rasa kekecewaan dari orang Islam non Arab, karena mereka merasa dianak tirikan oleh penguasa. Mereka tidak memperoleh kesetaraan ekonomi dan sosial yang sama dengan orang Islam Arab, secara umum mereka diposisikan sebagai kalangan mawla (mantan budak), dan tidak selalu bebas dari kewajiban membayar pajak kepala yang biasa dikenakan terhadap non muslim.
Hal lain yang semakin menegaskan kekecewaan mereka adalah kesadaran bahwa mereka memiliki budaya yang lebih tinggi dan lebih tua, kenyataan ini bahkan diakui oleh orang Arab sendiri. Dikalangan kaum Mawali lahirlah satu gerakan rahasia yang terkenal dengan nama Asy-Syu’ubiyyah (kebangsaan) yang bertujuan melawan paham yang
14
AH. Zakki Fuad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, 118-119.
(42)
34
membedakan derajat kaum Muslimin yang sebetulnya mereka bersaudara. Hanya yang membedakan adalah ketaqwaan mereka serta banyak kaum Mawali yang bersikap membantu gerakan Bani Hasyim yang keturunan Alawiyin, bahkan juga memihak kaum Khawarij.15
4. Kelompok Abbasiyah
Merupakan Keturunan dari paman Rasulullah Keluarga Abbas, mulai bergerak aktif dan menegaskan mereka untuk menduduki pemerintahan dengan cerdik mereka bergabung dengan mendukung Ali dan menekangkan hak keluarga Hasyim. Dengan memanfaatkan kekecewaan publik dan menampilkan sebagai pembelah sejati agama Islam, para keturunan Abbas segera menjadi pemimpin gerakan anti Umayyah.16 Gerakan oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang Syiah dipimpin oleh Muhammad Bin Ali, ia telah di bai'ah oleh orang-orang Syiah sebagai imam.
Tujuan utama dari perjuangan Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan jabatan khalifah dari tangan Bani Umayyah, karena menurut keyakinan orang Syiah keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan Bani Umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Pada awalnya golongan ini memakai nama Bani Hasyim, belum menonjolkan nama Syiah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk mencari dukungan masyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini adalah
15
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), 67.
16
Philip k.Hitti, History of thdi Arabs, Terj. R cecep Lukman Yasin & Dedi Slamet Riyadi, ( Jakarta ; PT serambi Ilmu Semesta ,2008 ) , 315.
(43)
35
keturunan Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib. Keturunan ini bekerjasama untuk menghancurkan Bani Umayyah.
(44)
36
BAB III
GERAKAN REVOLUSI ABBASIYAH TAHUN 747 M
A. Latar belakang revolusi Abbasiyah tahun 747 M
Latar Belakang berdirinya Abbasiyah tidak lepas dari konflik dengan Dinasti Bani Umayyah yang mengakibatkan dinasti tersebut jatuh pada marga sendiri yaitu Abbasiyah yang merupakan marga Bani Hasyim sendiri. Peralihan kekuasaan dinasti tersebut sangat bedampak pada golongan Mawali yang merasa dikelasduakan oleh Umayyah, yang nantinya orang-orang Khurasan bergabung dengan Abbas.
Dinasti Abbasiyah ini didirikan pada tahun 132 H/ 750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah1, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, yaitu selama lima abad dari tahun 132 H – 650 H (750 M-1258M).2 As-Shafah juga dikenal dengan sebutan Abul Abbas, Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthallib bin Hasyim.3
Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandankan oleh bani Hasyim setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan
1
As-Shafah artinya sang penumpah darah. Menurut prof. Dr. Hamka, Abul Abbas Ash-Shafah dikenal sebagai orang yang masyhur karena kedermawanannya, kuat ingatannya, keras hati, tetapi sangat besar dendamnya kepada Dinasti Umayyah. Sehingga dengan tidak mengenal belas kasihan dibunuhnya keturunan-keturunan dinasti Umayyah. Lihat prof. Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam
(Jakarta: Bulan Bintang, Jilid II, 1981), 102.
2
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,138.
3
Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’, 246.
(45)
37
Rasulullah.4 Termasuk keturunan Ali yang memperjuangkan hak-hak kekuasaannya untuk memperjuangkan kekhalifahan tersebut.
Tiga proses utama yang merupakan pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah Saw, Abbas bin Abdul Muthallib. Dari nama Al-abbas paman Rasulullah inilah, nama ini disandarkan pada tiga pusat kegiatan yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan.5
Al-Iman Muhammad bin Ali merupakan tokoh peletak dasar-dasar berdirinya Dinasti Abbasiyah yaitu di kota Humaimah. Muhammad bin Ali sudah menyiapkan strategi perjuangan untuk menegakkan kekuasaan keluarga Rasulullah. Muhammad bin Ali Sebagai pimpinan pasukan membawa 150 orang dibawah pimpinanyang berjumlah 12 orang.6
Pada masa Umar bin Abdul Aziz ketika itulah gerakan dimulai secara sembunyi-sembunyi propaganda untuk menegakkan Bani Abbas. Pada masa Umar bin Abdul Azis sikap yang toleran menyebabkan suburnya propaganda-propaganda tersebut. Karena dimasa zaman Muawiyah bin Abu Sufyan itu didirikan dengan cara kekerasan. Maka dari itu bangkitlah Pelopor gerakan ini adalah Abdullah bin Abbas dan puteranya yang bernama Muhammad bin Ali.7 Gerakan ini dimulai di kota Humaimah yang tentram, bermukim di kota itu
4
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,138.
5
Ibid., 139.
6
Ibid., 139.
7
Zakki Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, reflektif, dan Filosofis, 129.
(46)
38
keluarga Bani Hasyim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun keluarga Abbas.8
Serangan ini tidak sampai disini, serangan demi serangan yang dilakukan Bani Abbas yang berkoalisi dengan orang-orang Khurasan. Serangan pertama kali dimulai dari arah Khurasan suatu daerah di Persia kemudian dilanjutkan di Kufah dan Irak.9 Pada tahun 747 M gerakan terbesar yang dilakukan oleh Bani Abbas merupakan gerakan yang sangat memikul kekalahan Dinasti Umayyah pada masa Marwan bin Muhammad pada (127-132 H/ 744-750 M) hingga tumbangnya Dinasti Bani Umayyah ini yang berpusat pemerintahannya di Damaskus.
Khalifah terakhir Dinasti Bani Umayyah yaitu Marwan bin Muhammad itu melarikan diri hingga ke Pusat di Mesir, dan akhirnya terbunuh di Gusir, wilayah Al Fayyum, tahun 132 H/ 750 M dibawah Salih bin Ali, seorang paman Al-Abbas. Dengan demikian, maka tumbanglah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah, dan berdirilah Dinasti Bani Abbasiyah yang dipimpin oleh Khalifah pertamanya yaitu Abul Abbas ash-Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.10
Sebagaimana yang telah masyhur dalam sejarah, Daulah Bani Umayyah ini runtuh karena pemberontakan orang-orang Abbasiyah. Namun, sebelum itu juga pernah terjadi beberapa pemberontakan bahkan di awal-awal pemerintahan dinasti ini. Diantara keinginan penduduk Kufah mengangkat cucu Nabi sebagai khalifah yang berujung dengan tewasnya beliau karena penghianatan orang-orang Kufah sendiri. Kemudian dakwah serupa yang juga didukung oleh orang-orang
8
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, 139.
9
Zakki Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, reflektif, dan Filosofis, 130.
10
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam III (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), 7.
(47)
39
Syiah (pendukung keturunan Ali)11 yang mengatasnamakan cucu Husein bin Ali, yakni Zaid bin Ali bin Husein. Kemudian juga gerakan al-Hanafiyah yang mengatasnamakan salah seorang ahlul bait, Muhammad bin al-Hanafiyah.
Sejak saat itu isu keluarga Nabi Muhammad yang lebih berhak menjadi pemimpin dibanding orang-orang Umayyah terus digulirkan. Setelah kelompok Syiah (pendukung keturunan Ali) yang mengusung keturunan Ali terus-menerus berusaha mengganggu stabilitas negara, muncul juga kelompok lain dari anak keturunan paman Nabi, Al-abbas bin Abdul Muthalib (Bani Hasyim). Mereka inilah yang kemudian dikenal dengan Gerakan Revolusi Abbasiyah.
Pada tahun 747 M, orang-orang Abbasiyah merasa saatnya untuk revolusi pun telah tiba. Propinsi pertama yang dikuasai Abbasiyah adalah propinsi Merv, karena banyak pendukung mereka di sana sehingga mudah melengserkan Amir kota Merv dari kepemimpinannya. Kemudian mereka beranjak menuju Kufah, salah satu kota basis pendukung mereka juga.
Pergolakan terbesar, yang berakibat serangan terakhir terhadap Dinasti Umayah, datang dari arah Khurasan. Bermula dari pemberontakan sekte Syiah (pendudkung keturunan Ali) pada tahun 129 H/747 M di bawah pimpinan Jadik Ibn Ali Al-Zadi, lebih dikenal dengan panggilan al-Karmani. Suku besar Yamani, yakni suku-suku turunan Yaman di dalam wilayah Khurasan, berpihak kepada
11
Syiah adalah pendukung keturunan Ali (Alawiyin) yang nantinya memperjuangkan hak-hak kekhalifahan yang nantinya bergabung dengan Bani Abbas didaerah Khurasan.
(48)
40
panglima al-Karmani. Hal ini di sebabkan Yaman sejak sekian lamanya berada dibawah pengaruh sekte Syiah (pendukung keturunan Ali) aliran Zaidiyah.12
Sebelum Abu Muslim al-Khurasani diangakat menjadi panglima, gerakan dakwah dilakukan secara diam-diam. Para da’i dikirim ke berbagai penjuru wilayah Islam dengan menyamar sebagai pedagang atau jamaah haji. Hal itu dilakukan karena belum berani melawan Dinasti Bani Umayyah secara terang-terangan. Setelah Abu Muslim al-Khurasani diangkat menjadi panglima, Ibrahim Al-Iman mendorong Abu Muslim al-Khurasani untuk merebut Khurasan dan menyingkirkan orang-orang Arab yang mendukung Dinasti Bani Umayyah secara besar-besaran pada tahun 747 M.
B. Masa Dinasti Bani Umayyah
Dalam perjalan sejarah ini, di dalam kekuasaan akan mengalami pasang surut. Namun di dalam kekuasannya pasti akan mengalami kemajuan dan kemunduran. Dalam hal ini Dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pemindahan ibu kota Madinah ke Damaskus merupakan sebab awal munculnya faktor kelamahan ini. Sebagaimana diketahui, Damaskus merupakan bekas ibukota Kerajaan Bizantium. Akibatnya, kehidupan bangsawan Bizantium mulai mempengaruhi dan akhirnya menjadi gaya hidup keluarga Dinasti Umayyah. Mereka terbiasa menjalani kehidupan mewah dan jauh dari gaya hidup Islami seperti dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
Berikut ini adalah potret masa kejayaan Dinasti BaniUmayyah dan masa kehanncuran Dinasti Bani Umayyah.
12
Joesoeef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah, 14.
(49)
41
1. Masa kejayaan Dinasti Bani Umayyah
Fase kejayaan Dinasti Bani Umayyah dimulai dari khalifah Umar bin Abdul Azis yang ditandai dengan perbaikan bidang administrasi negara, penaklukan, dan Pembangunan kota-kota, masjid dan perkantoran. Fase terakhir adalah fase kemunduran yang ditandai dengan para khalifah yang lemah yang lebih mementingkan kepentingan keluarga dan kurang memperhatikan kepentingan umum.13
Dinasti Bani Umayyah berdiri pada tahun 41 H/661 M. Dengan mengambil Damaskus sebagai ibu kota menggantikan Madinah al-Munawarah, dan berakhir kekuasaannya pada tahun 132 H/ 750 M. Pada masa Dinasti Bani Umayyah pemerintahannya bersifat perluasan wilayah, pembangunan fisik besar-besaran masa pemerintahannya berlangsung 92 tahun menurut tahun Hijriyah 90 tahun menurut tahun Masehi. Kekuasannya membentang dari pegunungan Thian Shan di sebelah Timur sampai pegunungan Pyrenees di sebelah barat.14
Masa kekuasaan Dinasti Bani Umayah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama Muawiyah bin Abu Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya. Berikut para khalifah Dinasti Bani Umayyah antara lain:15
13
Harun Nasution , Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya (Jakrta: UI-Press), 66-67.
14
Joesoef Sou’yb, Sejarah daulat abbasiah, 7.
15
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,121.
(50)
42
1. Muawiyah I bin Abu Sufyan (41-60H /661-679 M) 2. Yazid I bin Muawiyah (60–64H /679M-683 M) 3. Muawiyah II bin Yazid (64 H 683 M)
4. Marwan I bin Hakam (64-65 H /683 M-684 M) 5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H /684-705 M) 6. Al-Walid I bin Abdul Malik (86-96 H /705-714 M) 7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-101 H /714-717 M) 8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H /717-719 M) 9. Yazid II bin Abdul Malik (101-105 H /719-723 M) 10.Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H /723-742 M)
11.Al-Walid II bin Yazid bin Yazid II ( 125-126 H /742-743 M) 12.Yazid bin Walid bin abdul malik ( 126 H /743 M)
13.Ibrahim bin Alwalid II (126-127 H /743 M)
14.Marwan II bin Muhammad (127-132 H /744-750M)
Kejayaan Dinasti Bani Umayah pada masa pemerintahan Abdul Malik ini dianggap sebagai pendiri Dinasti Bani Umayyah kedua, karena mampu mencegah disintegrasi yang telah terjadi pada masa Marwan. Sebagai administator yang ulung, Abdul Malik berhasil menyempurnakan administrasi pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, masa penggantinya Walid I, merupakan periode kemenangan, kemakmuran dan kejayaan. Negara Islam meluas ke daerah barat dan timur, beban hidup masyarakat mulai ringan, pembangunan kota dan pendirian gedung-gedung umum seperti masjid dan perkotaan mendapat perhatian yang cukup serius.
(51)
43
Sepeninggal Umar II ke khalifahan mulai melemah dan akhirnya hancur. Para pengganti khalifah pengganti Umar II selalu mengorbankan kepentingan umum. untuk kesenangan pribadi. Perselisihan antara para putra mahkota, serta perselisihan di antara para pemimpin daerah (gubernur) merupakan sebab-sebab lain yang membawa kehancuran kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Abul Abbas mengadakan kerja sama dengan kaum Alawiyin yang dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani dan pasukan Muawiyah terjadi di Irak. Tidak lama kemudian Damaskus jatuh ketangan kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah.16
Dinasti Bani Umayyah menurut sebagian sejarahwan di pandang negatif keber hasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di siffin dicapai melalui cara yang curang. Muawiyah berhasil mendirikan Dinasti Bani Umayyah bukan hanya di karenakan kemenangan diplomasi di siffin dan terbunuhnya khalifah Ali. Di karenakan gubernur Suriah mempunyai “basis rasional” antara lain:
Pertama, berupa dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan keluarga Umayah sendiri. Dan juga mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih dan disiplin dalam peperangan melawan Romawi. Kedua, sebagai administator, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Ketiga Muawiyah mempunyai kemampuan menonjol sebagai negarawan yang sejati.
16
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, 66-67.
(52)
44
Pada masa Muawiyah diadakan perubahan-perubahan administrasi pemerintahan, dibentuk pasukan bertombak pengawal raja, dan dibangun bagian khusus di dalam masjid untuk pengamanan ketika melaksanakan shalat. Muawiyah juga juga mendirikan balai-balai pendaftaran dan menaruh perhatian atas jawatan pos, yang tidak lama kemudian berkembang menjadi suatu susunan teratur, yang menghubungkan berbagai bagian negara.17
Dinasti Bani Umayyah juga membentuk dewan sekretaris negara (Diwan al-Kitab) untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan, yang terdiri dari lima orang sekretaris yaitu: katib ar-Rasail, katib al-kharraj, katib al-jund, katib asy-Syurtah dan katib al-Qodi. Untuk mengurusi administrasi pemerintahan di daerah, diangkat seorang amir al-Umara
(gubernur jenderal) yang dibawahi beberapa amir sebagai penguasa satu wilayah.18
Pada masa Abdul Malik Ibn Marwan, jalannya pemerintahan ditentukan empat departeman pokok (diwan). Empat departeman (kementerian) antara lain:
1. Kementerian pajak tanah (diwan al-Kharraj) yang tugasnya mengawasi keuangan.
2. Kementerian Khatam (diwan al-Khatam) yang bertugas merancang dan mengesahkan ordonansi pemerintah.
17
Dudung Abdurrahman,Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: Fak. Adab 2002 ), 71.
18
A. Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 151.
(53)
45
3. Kementerian surat menyurat (diwan ar-Rasail), dipercayakan untuk mengontrol permasalahan di daerah-daerah dan semua saling berkomunikasi dari gubernur-gubernur.
4. Kementerian urusan perpajakan (diwan al-mustagallat)
5. (Diwan Al-barid) yang untuk pertama kali didirikan oleh khalifah Muawiyah yang menyediakan kuda dan unta untuk menyampaikan pesan-pesan dari pemerintah ke pos-pos yang menjadi bagian dari wilayah Imperium Islam, terus ini dilanjutkan pada zaman Abdul Malik.
Demikian menurut sejarahwan modern, Dinasti Bani Umayyah telah berhasil mempertahankan keutuhan dan keberlangsungan (kontitunitas) pemerintahan imperium Islam dengan sejumlah prestasi, sehingga mampu menjaga keutuhan Ummah. Dinasti Bani Umayah juga berhasil memperluas wilayah kawasan Islam dan berbagai penaklukan di area yang semisal pada masa pemerintahan Abdul Malik, Armenia, Andalusia, Khawarizm, dan Samarkand ditambahkan menjadi bagian dari wilayah-wilayah Islam.19
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun di barat, wilayah kekuasaannya membentang sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia,
19
Ridlwan Abu Bakar, dkk, Sejarah Peradaban Islam, 163.
(54)
46
Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenia, Uzbekistan, Kirgiztan dan di Asia Tengah.20
2. Masa Kehancuran Dinasti Bani Umayyah
Akibat ketidakpuasan kelompok Ummah, Pemerintahan Umayyah yang Arab-sentris memunculkan kekecewaan kepada kelompok masyarakt yang merasa dianaktiirikan oleh penguasa. Orang Islam non-Arab pada umumnya dan khususnya orang Islam Persia, memiliki alasan kuat untuk merasa kecewa yang dikenal sebagai warga kelas kedua, Maula (mantan budak).21 Mereka yang tidak puas dengan pemerintahan deskriminatif ini adalah kelompok Alawiyin dan gerakan belakangan yang dipelopori oleh gerakan Abbasiyah mempersulit keadaan ketika Dinasti Bani Umayyah segera menjemput hari-hari terakhirnya. Merekaa itu adalah keluarga Bani Abbas yang semula secara diam-diam memperjuangkan tujuan-tujuan keluarga nabi Muhammad.22
Akhirnya, Dinasti Bani Umayyah semakin lama semakin lemah dan semakin berubah, tepatnya ketika dinasti dipimpin oleh para penguasanya yang tidak memiliki kredibilitas untuk memimpin negara, sehingga mereka tidak mampu menanggulangi berbagai persoalan yang merong-rong negara. Setelah kejatuhan Dinasti Bani Umayyah, kekuasaan berpindah kepada Bani Abbasiyah.23
20
Ibid., 163.
21
Hitti, The History Of the Arabs, 353-354.
22
Marshal G.S. Hodgson, The Venture Of Islam: Iman dan Sejarah dalam Peradaban dunia (masa Klasik Islam,) buku kedua terjemahan bhs. Inggris oleh Dr. Mulyadi Kartanegara,(Jakarta: Paramadina, 2002), 52.
23
Yusuf Qardawi, Meluruskan Sejarah Umat Islam (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada, 2005), 119.
(55)
47
Hanya ada lima khalifah yang besar yang mampu memerintah dengan kuat. Mereka adalah Muawiyah, Abdul Malik. Al-Walid I, Umar II dan Hisyam. Hisyam adalah negarawan kelima yang besar dari Dinasti Bani Umayyah. Sebelum masa Hisyam, seperti ditunjukan oleh oleh Yazid II, para khalifah bahkan menghabiskan waktu untuk berburu dan minum anggur.
Mereka lebih sibuk dengan musik dan syair-syair dari pada al-Qur’an dan urusan agama. Karena harta kekayaan yang melipah, jumlah budak menjadi berlebihan. Akhirnya mereka tak bisa mengenadalikan hidupnya. Para khalifah juga tidak bisa lagi membanggakan darah bangsawan arabnya yang murni. Yazid III adalah khalifah Islam pertama yang ibunya seorang budak belian yang dimerdekakan. Semua itu telah melemahkan semangat dan daya juang keluarga Dinasti Bani Umayyah.
Menurut Badri Yatim ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya pada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain:24
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan.
2. Penindasan yang terus-menerus terhadap pengikut Ali pada khususnya dan kepada Bani Hasyim pada umumnya,
3. Pertentangan etnis antara Bani Qays dan Bani Kalb yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam makin meruncing sulit untuk menggalang persatuan dan kesatuan, serta memandang rendah kaum muslim yang bukan arab (mawali), sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan,
24
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 48-49.
(56)
48
4. Lemahnya pemerintahan daulah Umayyah yang disebabkan oleh sikap hidup mewah di antara para khalifahnya,
5. Adanya kekuatan baru yang dipelopori oleh turunan al-Abbas, yang mendapat dukungan dari Bani Hasyim dan golongan Alawiyin, serta kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Dinasti Bani Umayyah.
C.“Barisan Sakit Hati”: Koalisi Syiah (pendukung keturunan Ali ), Khurasan dan Abbasiyah
1. Pemberontakan Syiah (pendukung keturunan Ali)
Pada masa khalifah terakhir yaitu Marwan Bin Muhammad yang menjabat pada tahun (127-132H/744-750M) yang ibu kotanya di Damaskus. Pada masa itulah pemberontakan diluncurkan oleh sekte Syiah (pendukung keturunan Ali). Peristiwa yang terbesar pada masa Dinasti Bani Umayyah, datang dari arah Khurasan bermula dengan pemberontakan sekte Syiah pada tahun 129 H/747 M dibawah pimpinan al-Karmani. Suku besar Yamani yakni suku-suku turunan Yaman di dalam wilayah Khurasan itu, berpihak kepada panglima al-Karmani hal itu, disebabkan sejak sekian lamanya berada di bawah pengaruh sekte Syiah (pendukung keturunan Ali) Zaidiyah.25
Panglima al-Karmani dengan pasukannya pada akhirnya berhasil merebut dan menguasai kota Merv, tempat kedudukannya gubernur Khurasan. Emir Nashar Ibn Sayyar dengan sukunya terpaksa mundur ke kota Herat,
25
Joesoef Sou’yb, Sejarah daulat abbasiah, 14.
(57)
49
sebuah kota yang terkenal kukuh.26 Pemberontakan terus berkobar kelompok Syiah (pendukung keturunan Ali) berjuang di daerah Khurasan. Dalam hal ini kemenangan diraih oleh kelompok Alawi. Dengan demikian kelompok Alawi dapat meneruskan penyerbuannya di Khurasan hingga meliputi daerah Iraq, Syam dan Mesir.27
Gerakan ini didukung oleh dari golongan Alawi yang ingin menuntut balas atas tewasnya al-Karamani oleh Ibnu Sayyar dalam pertempuran merebut ibu kota Merv tahun 129 H/747 M. Gabungan antara pasukan Abu Muslim dan golongan Alawi ini dapat merebut kembali kota Merv, dan Ibnu Sayyar beserta pasukannya tewas di kota Sawwat tahun 131 H/749 M.28
Pertempuran ini banyak memakan korban dari pihak Nashr bin Sayyar maupun dari pihak al-Karmani yang mengakibatkan terbunuhnya harst bin Suraij dari pihak Nashr bin Sayyar. Terbunuhnya Harst bin Suraij adapun yang membunuhnya adalah al-Karmani, kemudian Amir Nashr mengirimkan Salim bin Ahwaz ke Karmani dalam menjalin hubungan, kemudian Salim bin Ahwaz berjumpa dengan Nuim As-Syaibani lagi berhenti di sekitar 1.000 orang laki-laki dari golongan Rabi’ah dan bertemu dengan Mohammad bin Mosanna 900 penunggang kuda. Al-Azd berjumpa dengan Ibnu bin Syaikh yang berada di antara 1.000 pemuda dan bertemu dengan al-Jarami as-S’ad, as-S’ad yang bersama dengan orang Yaman. Salim berkata kepada Muhammad bin Musanna, “ Wahai Muhammad katakan pada ulama ini: al-Karmani akan bergabung dengan kaummu, Muhammad menjawab: wahai
26
Ibid., 15.
27
A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 2, 138.
28
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), 83.
(58)
50
putra kanan Abi Ali anda mengatakan seperti ini mereka berperang dengan sangat. Adapun salim bi Ahwaz kalah dengan peperangan ini dan lebih 100 temannya terbunuh, adapun pihak al-Karmani yang terbunuh lebih dari 20 orang.29
Kota Merv dan seluruh kota Khurasan dikuasai oleh Abu Muslim al-Khurasani, sedangkan penduduk setempat mengangkat sumpah setia, baiat terhadap Abdullah ibn Muhammad yang dikenal dengan Abu Abbas as-Shaffah, pengganti Ibrahim Al-Iman yang wafat dalam penjara Dinasti Bani Umayyah. Semula Ali dan Utsman, dua orang putra al-Khurasani membaiat juga, namun karena terbukti kedua tokoh itu melakukan komplotan rahasia, maka dijatuhi hukuman mati akhir tahun 131 H/749 M.30
Abdullah ibn Ali memerintahkan saudaranya, Shaleh ibn Ali untuk melakukan pengejaran terhadap Marwan II di Mesir. Pasukan Abbasiyyah tidak mendapat perlawanan yang berarti dan penduduk setempat menyatakan kesetiaannya, baiat terhadap as-Saffah, khalifah pertama Bani Abbas. Akhirnya, Marwan II bersama pengiringnya ditemukan di sebuah biara di kota pelabuhan Busir. Marwan ditangkap dan dibunuh, kepalanya dikirim ke As-Saffah. Dengan demikian, maka berakhirlah Dinasti Bani Umayyah di Damaskus dan kekuasaan sepenuhnya di tangan As-Saffah.31
29
Ibnu Atsir, Al-kamil Fi-Tarikh, Juz 5, 32.
30
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, 83.
31
Lihat M. Masyhur Amin, Dinamika Islam (Yogyakarta: LKPSM, 1995), 89-91.
(59)
51
2. Pusat pemberontakan di Khurasan
Abu Muslim menghimpun seluruh kelompok yang menentang kekuasaan Dinasti Bani Umayyah di Khurasan. Dengan kepandaianya ia memanfaatkan pertentangan antara sesama orang Arab, yaitu orang Yaman dan orang Mudar, di Khurasan yang sudah berlangsung sejak zaman Hisyam bin Abdul Malik (724-743), putra Abdul Malik bin Marwan. Pada masa itu orang-orang Yaman mendapat kedudukan baik dalam pemerintahan di Khurasan karena gubernur Khurasan, As’ad bin Abdullah al-Qasri, berasal dari Yaman.
Orang-orang Mudar disisihkan dari pemerintahan sehingga mereka menjadi tidak menyukai orang-orang Yaman. Sebaliknya, ketika gubernur Khurasan dijabat oleh orang Mudar, maka orang-orang Yaman disingkirkan. Ketika Abu Muslim mulai bergerak di Khurasan, ia mendekati pemimpin orang-orang Yaman, al-Karmani, untuk bahu membahu menjatuhkan gubernur Khurasan, Nasr bin Sayyar, seorang keturunan Mudar. Dengan taktik adu domba, Gubernur Nasr bin Sayyar dapat dikalahkan. Setelah itu Abu Muslim dengan bantuan orang-orang Yaman dapat merebut kota Merv dan Nisabur serta mengalahkan kekuasaan Bani Umayah di Khurasan. Sementara itu Abu Abbas merebut pusat kekuasaan Bani Umayah di Damaskus sehingga khalifah terakhir Bani Umayyah, Marwan bin Muhammad, melarikan diri ke Mesir. Namun akhirnya ia dapat ditangkap oleh pasukan Abbasiyah yang mengejarnya.
(1)
68
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Dari penelitian yang penulis lakukan, diambil simpulan sebagai berikut:
1. Bani Hasyim merupakan anggota dari marga Bani Abdul Manaf, marga yang paling terhormat dalam suku Quraish. Lahirnya Bani Hasyim selalu mendapat tantangan dari Bani Umayyah ketika Bani Hasyim mendapat kursi kepemimpinan pada masa Umayyah. Setelah perpecahan Umat Islam masalah kepemimpinan dipegangng Bani Umayyah setelah keturunan Ali menyerahkan kepemimpinan kepada Bani Umayyah yaitu Hasan bin Ali. Pertentengan Bani Hasyim dengan Bani Umayyah tidak padam setelah terbunuhnya Husein, keturunan Alawiyin selalu memberontak kepada Dinasti Bani Umayyah yang nantinya bergabung dengan Abbasiyah yang mengatasnamakan keluarga Hasyim (Ahlul Bait). Tujuannya untuk mengembalikan kepemimpinan kepada Bani Hasyim.
2. Latar belakang kelompok Bani Hasyim bergabung dalam revolusi Abbasiyah karena Bani Hasyim Sudah siap untuk meluncurkan propaganda Bani Hasyim yang memperjuangkan Hak keturunan Alawi yaitu ahlul bait. Setelah Bani Hasyim menuntut, kelompok Abbas mendapat dukungan dari Alawiyin. Dengan adanya revolusi ini, yang di pelopori oleh Ibrahim bin Muhammad yang dilanjutkan saudaranya Muhammad bin Ali (As-shaffah) dengan
(2)
69
kadernya Abu Muslim al-Khurasani untuk merebut daerah Khurasan. Pada tahun 747 M semua golongan Alawiyin, Khurasan terutama orang Mawali menggabungkan diri dengan Bani Abbas terbentuklah gerakan revolusi Abbasiyah yang berpusat Khurasan.
3. Setelah berbagai kelompok dari Syiah (pendukung keturunan Ali), dan orang-orang Khurasan menggabungkan diri dengan Abbas, setiap kelompok mempunyai peran masing masing-masing. Dan mereka menyatukan diri dengan kelompok Bani Hasyim memutuskan untuk menjadikan Khurasan sebagai tempat untuk kegiatan propaganda secara terang-terangan pada tahun 747 M. keinginan dari kelompok Bani Hasyim untuk menjatuhkan Dinasti Bani Umayyah telah tercapai ketika kelompok yang lain sudah bergabung secara serentak, ini di karenakan Khurasan sudah lama menaruh kebencian terhadap Bani Umayyah. Berbagai tuntutan yang dilakukan oleh kelompok yang merasa dikelasduakan (Mawali) untuk menjatuhkan Dinasti tersebut.
B. Saran
Berikut ini saran yang dapat disampaikan yaitu:
1. Kajian mengenai peran kelompok Bani Hasyim dalam gerakan revolusi Abbasiyah tahun 747 M, merupakan kajian pustaka secara mendalam dan perlu penafsiran secara komprehensif. Mengenai kekuasaan yang terjadi pada masa Dinasti Bani Umayyah hingga runtuhnya tersebut. Umayyah runtuh karena keturunan dari Bani Hasyim yang menuntut kekuasaan yang ada di tangan Umayyah. Pertentangan yang terjadi pada saat itu merupakan
(3)
70
perpecahan antar marga sendiri, dan suatu saat dimenangkan marga Bani Hasyim.
2. Abbasiyah melanjutkan kekuasaan dari Bani Umayyah ketika dinasti tersebut runtuh. Perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah merupakan perubahan yang berdampak bagi kelompok yang merasa di kelasduakan (Mawali). Kajian ini cukup menantang bagi Mahsiswa terutama jurusan sejarah dan kebudayaan Islam. Mudaha-mudahan dengan adanya penelitian ini bisa disumbangkan menjadi karya ilmiah sebagai wujud khazanah ke ilmuan UIN Sunan Ampel Surabaya.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999.
Abu bakar, Ridlwan,dkk. Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: IAIN SA Press, September, 2013.
Al-Usyairi, Ahmad.Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.Jakarta: Akbar, 2006.
Amin, Samsul Munir.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: Amzah, 2010. As-Suyuthi, Imam. Tarikh Khulafa’.Jakarta: Pustaka Al-kautsar,
Penerjemah: Samson Rahman MA, 2000.
At-Thabari. Tarikh At-Thabari. Beirut-Libanon, Darul Kutub Al-Ilmiyah, t.t.
Atsir, Ibnu.Al-Kamil Fit-Tarikh. Beirut-Libanon, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995.
Al-Jauzi, Muntazdim fi tarikh Al-Muluk wal Umam. Beirut-Libanon, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1992.
Amin, M. Masyhur. Dinamika Islam (Yogyakarta: LKPSM, 1995
Bungin,Burhan.Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kualitatif dan Kuantitatif.Surabaya: Air LanggaUniversity.
Darsono, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam. Solo:Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003.
Fuad, Ah. Zakki.sejarah peradaban Islam paradigma teks, Refleksi, dan filosofis Surabaya: CV. Indo Pramaha, 2012.
Ghazali, Adeng Muchtar.Perjalanan Politik Umat Islam dalam Lintasan SejarahBandung:CV.Pustaka Setia,2004.
Gottshalk, Louis.Mengerti Sejarah.Jakarta: UI Press, 1981.
Hitti, Philip K. The History of the Arabis, terjemahan dari bahasa Inggris oleh:Tim Serambi, Jakarta: penerbit Serambi, 2014.
(5)
.
Harun, Maidir dkk.Sejarah Peradaban Islam.Padang: IAIN-IB Press, 2002.
Jafri, Sayyed Husein Muhammad.Awal dan Sejarah Perkembangan Islam
Syiah: Dari Saqifah Sampai Imamah.Bandung: Pustaka Hidayah,
1989.
Kartodirjo, Sartono.Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah.Jakarta: Gramedia, 1999.
Kartono, Kartini.pengantar Metodologi Riset Sosial.Bandung: Mandar Maju, 1990.
Mudzhar, M. Atho.Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan
Praktek.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Murodi, Ali.Islam di kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta :Logos 1999. Maryam, Siti dkk.Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga
Modern, Solo: LESFI, 2004.
Nasution,Harun.Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah .Jakarta: UI- Press, 1986.
_____________.Islam: Ditinjau Dari berbagai Aspeknya.Jakarta: UI-Press,1985.
Nurhakim, Moh. Sejarah dan Peradaban Islam. Malang: UMM Press, 2004.
Qardawi,Yusuf. Meluruskan Sejarah Umat Islam. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2005.
Sawiy, Khairudin Yujah. Perebutan Kekuasaan Khalifah, Menyingkap dinamika dan Sejarah politik kaum sunni.Yogyakarta:Safria Insani Press,2005.
Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Abbasiah.Jakarta:penerbit Bulan Bintang, 1977.
Suhardono, Edi.Teori Peran Konsep, Derivasi dan implikasinya.Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama, 1994.
Syalabi,A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2.Jakarta:PT. Pustaka Al Husna Baru, 2003.
(6)
_________.Sejarah dan Kebudayaan Islam III Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992.
________. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983),
Sunanto,Musrifah.Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Bogor: Prenada Media, 2003.
Syukur, Asywadie. Almilal Wa Al-Nihal, Aliran-Aliran Dalam Sejarah Umat Manusia. Surabaya: PT Bina Ilmu, t.t.
Syukur,Fatah.Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Ensiklopedi Sejarah Islam dari masa
Kenabian Sampai Daulah Mamluk.penerjemah: M. taufiq dan Ali
Nurdin, Editor: Antar wijaya; Jakarta: Al-Kautsar, 2013.
Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan dunia Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Yatim,Badri.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2008.