Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Studi Pada Kantor Pusat Unud).

(1)

TESIS

PENGARUH KEPUASAN KERJA

TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOUR

(Studi Pada Kantor Pusat Universitas Udayana)

I GEDE AGUS SUDARMAYASA

NIM. 1090662028

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

PENGARUH KEPUASAN KERJA

TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOUR

(Studi Pada Kantor Pusat Universitas Udayana)

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Manajemen

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GEDE AGUS SUDARMAYASA

NIM. 1090662028

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

Lembar Pengesahan

Tesis Ini Telah Disetujui Tanggal

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si NIP. 19590801 198601 2 001

Dr. I Gede Riana,SE,MM. NIP. 19631127 198601 1 001

Mengetahui,

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Ketua Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001

Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si NIP. 19590801 198601 2 001


(4)

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal ……..

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

Ketua : Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si

Anggota :

1. Dr. I Gede Riana, SE., MM.

2. Dr. I Gde Adnyana Sudibia. SE. Ak. M.Kes. 3. Prof. Dr.Wayan Gede Supartha SE.SU. 4. Dr. Putu Saroyini Piartini. SE., MM., Ak.


(5)

SURAT PERSYARATAN BEBAS PLAGIAT

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat Apabila di kemudian hari terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No 17 tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Januari 2016

(I Gede Agus Sudarmayasa)

NAMA : I Gede Agus Sudarmayasa

NIM : 1090662028

PROGRAM STUDI : Magister Manajemen

JUDUL TESIS : PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP

KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) (Studi Pada Kator Pusat Universitas Udayana)


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya/karunia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE., M.Si., sebagai pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program Magister Manajemen, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. I Gede Riana, SE, MM., sebagai pembimbing pendamping yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD., selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa. SE.,M.Si., sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister.


(7)

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si sebagai Ketua Program MM Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Dr. Gde Adnyana Sudibia. SE. Ak. M.Kes., Prof. Dr. Wayan Gede Supartha SE.SU., dan Dr. Putu Saroyini Piartini. SE., MM., Ak. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti sekarang ini.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada semua guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Drs. I Wayan Santiyasa, M.Si yang telah memberikan dorongan moril dan materiil di dalam melaksanakan studi S2. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logic dan kreatif. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada Saudara kandung yang tercinta, rekan mahasiswa dan mahasiswi Program Magister Manajemen Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Angkatan XXV lainnya, Istri tercinta Ni Nyoman Budiani serta putri tercinta Putu Ocha Raissa Putri dan Kadek Viola Devika Putri yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.

Semoga Ida Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak


(8)

kekurangan dalam penulisan tesis ini, meskipun telah diusahakan sebaik mungkin. Hal ini semata-mata disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dari penulis, namun penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi peneliti lainnya yang ingin melakukan penelitian tentang kepuasan kerja, komitmen organisasi ataupun Organizational Citizenship Behaviour (OCB) di kemudian hari.

Denpasar, Januari 2016 Penulis


(9)

ABSTRAK

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku ekstra yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional dan Organizational Citizenship Behaviour.

Penelitian ini dilakukan di kantor Rektorat Universitas Udayana dengan menggunakan sampel jenuh yaitu 57 orang pegawai non-PNS. Data dikumpulkan dengan melakukan interview dan penyebaran kuesioner. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis Partial Least Square.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh

positif signifikan terhadap komitmen organisasional dan Organizational

Citizenship Behavior. Hasil lain juga menunjukkan bahwa komitmen organisasional berpengaruh positif signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior. Implikasi penelitian ini menunjukkan bahwa perlu adanya usaha – usaha untuk meningkatkan kepuasan terhadap rekan kerja dan pastisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi - fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah.


(10)

ABSTRACT

Organizational citizenship behaviour is the behavior of the extra that are not part of the formal obligations of an employee's work, but support the functioning of the organization effectively. This study aimed to analyze the effect of job satisfaction on organizational commitment and Organizational citizenship behaviour.

This research was conducted at the office of the Rector of Udayana University using sample that 57 non-government employees. Data were collected by interviews and questionnaires. Subsequently collected data were analyzed using descriptive analysis and Partial Least Square.

The Results of this study concluded that job satisfaction is significant positive effect on organizational commitment and Organizational citizenship behaviour. Other results also indicate that organizational commitment is a significant positive effect on Organizational citizenship behaviour. The implications of this study indicate that the need for efforts to improve satisfaction with co-workers and increasing voluntary participation and support functions of the organization both professionally and social nature.


(11)

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ... i

PERSYARATAN GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRAC ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumasan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat penelitian ... 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior (OCB) ... 9


(12)

2.1.2 Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior

(OCB) ... 11

2.2. Kepuasan Kerja ... 11

2.2.1 Pengertian Kepuasan kerja ... 11

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan kerja ... 13

2.2.3 Dimensi Kepuasan Kerja ... 15

2.3. Komitmen Organisasi... 15

2.3.1 Pengertian Komitmen Organisasional ... 16

2.3.1 Jenis – Jenis Komitmen Organisasional ... 18

2.3.2 Dimensi Komitmen Organisasional ... 20

BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berfikir dan Konseptual ... 22

3.2. Hipotesis Penelitian ... 25

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 28

4.2. Lokasi Penelitan ... 28

4.3. Variabel Penelitian ... 29

4.3.1 Identifikasi Variabel ... 29

4.3.2 Difinisi Operasional Variabel ... 29

4.4. Pengumpulan Data ... 31

4.4.1 Jenis Data ... 31


(13)

4.3.3 Metode Pengumpulan Data ... 32

4.5. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

4.6. Instrumen Penelitian ... 34

4.6.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 34

4.7. Metode Analisis Data ... 35

4.7.1 Analisis Deskriptif ... 35

4.7.2 Analisis Inferensial ... 36

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Umum Rektorat Unud ... 40

5.2. Struktur Organisasi ... 41

5.3. Karakteristik Responden ... 43

5.4. Deskripsi Variabel Penelitian ... 45

5.4.1 Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja ... 46

5.4.2 Deskripsi Variabel Komitmen Organizasional ... 47

5.4.3 Deskripsi Variabel Organizational Citizenship Behaviour (OCB) ... 49

5.5. Analisis Partial Least Square (PLS) ... 50

5.5.1 Pemodelan Persamaan Struktural ... 50

5.5.2 Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model) ... 52

5.5.3 Goodness of Fit Model Struktural (Inner Model) ... 54

5.5.4 Hasil Pengujian Hipotesis ... 55

5.6. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57 5.6.1 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen


(14)

Organizational ... 57

5.6.2 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) ... 59

5.6.3 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) ... 60

5.7. Implikasi Penelitian ... 60

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan ... 64

6.2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(15)

DAFTAR TABEL

No. Nama Tabel Hal

5.1. Karakteristik Responden ... 43

5.2. Kriteria Interpretasi Rata-Rata Skor Indikator ... 45

5.3. Deskripsi Variable Kepuasan Kerja (X) ... 46

5.4. Deskripsi Variabel Komitmen Organizational (Y1) ... 48

5.5. Deskripsi Variable OCB (Y2) ... 49

5.6. Composite Reliability ... 52

5.7. Convergen Validity ... 53

5.8. Discriminat ... 54

5.9. Nilai R2 Variabel Endogen ... 55


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Hal

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 25

4.1. Diagram Alur Analisis ... 37

5.1. Struktur Organisasi ... 41

5.2. Hasil Output Partial Least Square (PLS) ... 51


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Nama Lampiran Hal

1. Kuesioner Penelitian ... 70

2. Validitas dan Realibilitas ... 75

3. Deskripsi Data Penelitian ... 80

4. Frekuensi Jawaban Responden ... 81


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Universitas Udayana (Unud) sebagai sebuah lembaga pemerintah yang bergerak dalam bidang pendidikan saat ini sudah berstatus sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Status tersebut telah menuntut Unud untuk selalu memberikan layanan prima dan mempunyai komitmen untuk meningkatkan kualitas layanan dan mutu pendidikan. Demi mewujudkan Visi dan Misi Unud sebagai perguruan tinggi yang bermutu perlu adanya pemanfaatan sumber daya yang ada dengan melibatkan seluruh komponen sivitas akademika. Komponen tersebut meliputi mahasiswa, dosen dan pegawai, haruslah mempunyai keterlibatan yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Pegawai dituntut mempunyai tanggung jawab untuk mencapai tujuan, memenuhi efisiensi dan produktivitas dengan mengupayakan kesesuaian kegiatan-kegiatan dengan tujuan yang telah ditentukan termasuk keterbukaan dan tanggung jawab pemanfaatan sumber daya secara optimal.

Kantor Pusat Universitas Udayana didukung oleh Pegawai PNS dan Pegawai Non-PNS yang berjumlah sebanyak 465 orang dengan rincian 249 orang pegawai PNS dan 216 orang Pegawai Non-PNS. Dengan memperhatikan perbandingan antara Pegawai PNS dan Non-PNS nampak jumlahnya hampir sama, sehingga peran dari Pegawai Non-PNS sangatlah besar untuk menjalankan administrasi Kantor Pusat Universitas Udayana. Dalam pelaksanaan tugas tersebut diperlukan sikap pegawai yang mampu berperilaku di luar peran (extra role


(19)

behaviour) yang saat ini sering dikaitkan dengan konsep Organizational

Citizenship Behaviour (OCB).

Unud sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi sudah selayaknya memperhatikan dan menciptakan sumber daya manusia yang memiliki perilaku di luar peran (extra role behavior). Oleh karena itu sangat diperlukan sebuah perubahan didalam pengelolaan sumber daya manusia khususnya peran institusi dalam upaya peningkatan kualitas sumber dayanya. Alasan tersebut menuntut urgensi penelitian terhadap antiseden OCB di Unud dalam rangka berupaya untuk memiliki sumber daya manusia yang handal dan berkualitas dalam melayani para

stakeholders.

Berdasarkan hasil penelitian awal dengan melakukan wawancara terhadap 10 orang pegawai Non-PNS yang ditugaskan di bawah lingkungan Kantor Pusat Universitas Udayana, ternyata semuanya (100 %) belum merasakan kepuasan kerja. Kepuasan kerja tersebut terutama berkaitan dengan penghasilan, karena penghasilan yang mereka terima masih di bawah UMR (Upah Miminum Regional) Kabupaten Badung, yang besarnya UMR tahun 2013 adalah sebesar Rp. 1.410.000,-. Upah / gaji yang mereka terima per bulan. Kondisi telah memicu dan menimbulkan ketidak puasan pegawai dalam bekerja. Hal lain yang sering memicu ketidak puasan kerja karena adanya pemberian tunjangan kinerja kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), sementara para pegawai Non-PNS tidak mendapatkannya seperti halnya PNS. Hal ini sering menimbulkan kecemburuan sosial antara PNS dengan Pegawai Non-PNS. Pegawai Non-PNS juga tidak memperoleh jaminan bahwa mereka nantinya akan diangkat menjadi PNS.


(20)

Artinya selama mereka bekerja di Universitas Udayana tidak mempunyai kesempatan promosi untuk menduduki jabatan tertentu. Kondisi ini telah menjadi dilema bagi pegawai Non-PNS di Universitas Udayana, karena jika selamanya bekerja sebagai pegawai Non-PNS, mereka hanya akan sebagai staf, karena kesempatan untuk menduduki jabatan struktural hanya dimiliki oleh PNS yang mempunyai NIP saja.

OCB merupakan perilaku ekstra yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi secara efektif (Robbins, 2009:40). Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang memiliki sikap mampu melakukan tugas lebih dari sekedar tugas biasa mereka yang mampu memberikan kinerja melebihi harapan. Selanjutnya Robbins (2009:41) mencontohkan sikap tersebut seperti membantu individu dalam tim, mengajukan diri untuk melakukan pekerjaan ekstra, menghindari konflik yang tidak perlu, dan menghormati semangat dan isi peraturan organisasi.

Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa keterlibatan karyawan dalam OCB memiliki hubungan yang positif dengan outcome organisasi seperti unit kerja. Selain itu OCB berpeluang untuk mendukung terciptanya social capital dalam organisasi, yang selanjutnya akan meningkatkan kinerja organisasi sekaligus menciptakan sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan (Padsakoff & Mackenzie, 1994).

Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang mampu bertindak melebihi tugas pekerjaan umum mereka sehingga dapat memberikan kinerja yang


(21)

melampaui perkiraan (Robbins, 2009:41). Dalam dunia kerja yang semakin berkembang dan dinamis, dimana tugas-tugas yang semakin banyak dilakukan dalam tim, lebih fleksibel, bernilai penting, diperlukan adanya karyawan yang mampu berperilaku diluar peran. Beberapa contoh seperti: membuat pernyataan yang konstruktif untuk tugas kelompok kerja mereka dan organisasi, membantu yang lain dalam timnya, menjadi relawan untuk aktivitas tugas ekstra, menghindari konflik yang tidak perlu, menunjukkan kepedulian, menghormati dan memaklumi beban dan gangguan terkait kerja yang kadang terjadi. Kondisi tersebut membuat organisasi sangat memerlukan karyawan yang bersedia melakukan hal yang bukan menjadi tugasnya. Menurut Robbins dan Judge, 2009:40) organisasi dengan karyawan yang memiliki perilaku diluar peran cenderung berkinerja lebih baik dari organisasi lain yang tidak memilikinya.

Secara umum OCB muncul diakibatkan karena karyawan mendapatkan kepuasan bekerja pada suatu organisasi. Kepuasan kerja merupakan suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya (Ivancevick et al., 2006). Terdapat keyakinan bahwa karyawan yang puas akan lebih produktif dibandingkan dengan karyawan yang tidak puas, walaupun masih banyak bukti yang mempertanyakan hubungan kausal tersebut (Robbins, 2009:42).

Penelitian Yoon dan Suh, (2003) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positip signifikan terhadap OCB. Kepuasan kerja tidak hanya terkait dengan keabsenan dan pengunduran diri, namun juga organisasi bertanggung jawab memberikan pekerjaan yang menantang dan secara intrinsik memberikan


(22)

penghargaan kepada karyawan. Oleh karena itu, kepuasan kerja lebih mencerminkan sikap dari pada perilaku. Sikap merupakan pernyataan evaluatif baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan, mengenai obyek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Farhan dan Niaz (2012) menemukan adanya hubungan positif antara kepuasan kerja dengan kinerja organisasi dan juga menunjukkan hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan Perilaku Organisasi, (Robbins, 2006:). Oleh karena itu, kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang membentuk OCB, pernyataan tersebut sangat logis yang menganggap bahwa kepuasan kerja merupakan penentu utama OCB karyawan (Robbins, 2006).

Kepuasan kerja yang ada di Kantor Pusat Universitas Udayana masih belum dirasakan oleh pegawai Non-PNS karena masih ada pegawai yang merasa tidak nyaman dalam bekerja di mana hal ini membuat pegawai Non-PNS tidak mempunyai komitmen terhadap organisasional. Sebenarnya mereka bekerja di Univesitas Udayana dengan komitmen berharap suatu saat nanti bisa diangkat menjadi PNS, hal ini sebenarnya tidak bisa menjadi jaminan untuk diangkat meskipun memiliki masa kerja yang lama. Padahal jika mereka mencari kerja di tempat lain mungkin akan mempunyai kesempatan memperoleh penghasilan yang lebih besar dari yang mereka terima dan bahkan mendapatkan kepuasan kerja sesuai keahlian dan bidangnya masing – masing. Akan tetapi karena faktor gengsi, hampir 90% pegawai Non-PNS Universitas Udayana masih bertahan.

Kepuasan kerja mendapatkan banyak perhatian dibandingkan dengan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan, komitmen organisasional semakin banyak


(23)

dibahas karena lebih terkait dengan persepsi karyawan terhadap organisasi di mana mereka bekerja. Meskipun kepuasan berkaitan dengan sikap terhadap pekerjaan dan komitmen berkaitan dengan level organisasi, beberapa hasil penelitian menyatakan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi memiliki hubungan yang kuat (Luthan, 2009:248).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen organisasional. Hal ini mengandung makna bahwasanya komitmen karyawan terhadap organisasi dapat ditingkatkan apabila karyawan merasa kebutuhannya terpenuhi dengan baik sehingga mereka merasa puas. Semakin baik kepuasan kerja yang dirasakan karyawan, maka komitmen organisasional karyawan akan semakin tinggi (Koh dan Boo, 2001). Kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka (Davis dalam Yuli, 2005).

Komitmen Organisasi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam membentuk OCB karyawan. Komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi pada keberhasilan dan kemajuan yang berkelanjutan. Penelitian yang dilakukan oleh Bolon (1997) menemukan bahwa komitmen afektif merupakan prediktor pada OCB. Cohen (2005) menemukan hubungan positif antara komitmen afektif dan komitmen normative terhadap OCB, dimana komitmen normative mempunyai hubungan yang lebih kuat daripada komitmen afektif, sementara komitment berkalanjutan mempunyai hubungan yang negatif terhadap kepatuhan. Wagner


(24)

dan Rush (2000) menemukan komitmen organisasi berpengaruh pada OCB. Ackfeldt dan Coote (2000) menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh pada perilaku menolong atau OCB. Demikian pula Gautam et al., (2004) menemukan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif pada OCB.

Secara teoritis, kepuasan kerja dan komitmen organisasi merupakan faktor penentu karyawan menunjukkan OCB (Luthans, 2009). Namun demikian, yang lebih penting untuk OCB adalah bahwa karyawan harus merasa diperlakukan secara adil, dan mendapat dukungan organisasi. Tanpa diperlakukan secara adil dan mendapatkan dukungan organisasi, karyawan tidak akan memberikan kinerja maksimal kepada organisasi. Alas an tersebut dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai OCB, khususnya mengenai anteseden - anteseden yang membentuknya. Semakin kuat komitmen karyawan terhadap organisasi, maka karyawan akan merasa rugi jika meninggalkan organisasi. Dengan demikian semakin kuat individu mempersepsikan dirinya sebagai bagian dari organisasi dan pekerjaannya, maka semakin mendekatkan sikap karyawan pada OCB.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut.

1) Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional? 2) Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap organizational citizenship

behavior?

3) Bagimana pengaruh komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior?


(25)

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional pegawai non-PNS.

2) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap

organizational citizenship behavior pegawai non-PNS.

3) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh komitmen organisasional terhadap organizational citizenship behavior pegawai non-PNS .

1.4. Manfaat Penelitian

1) Manfaat teoritis. Penelitian diharapkan dapat menjadi sebuah bukti empiris untuk penelitian di masa yang akan datang, maupun pembanding bagi peneliti lainnya yang melakukan penelitian yang sama. Penelitian ini nantinya juga diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam bidang ilmu manajemen sumber daya manusia terkait dengan kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan OCB.

2) Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pihak Universitas Udayana untuk merancang berbagai kebijakan, terutama kebijakan pada bidang sumber daya manusia yang berkaitan dengan kepuasan kerja, komitmen organisasional dan OCB.


(26)

Bab ini membahas beberapa teori yang mendasari penelitian ini. Teori-teori yang digunakan sebagai acuan merupakan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu membahas konsep yang nantinya akan mendasari hipotesis penelitian.

2.1. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 2.1.1. Pengertian OCB

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi

individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur- prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan "nilai tambah karyawan" dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag & Resckhe, 1997:1). Foote A, et al. (2008) menyatakan bahwa sikap dan kemurnian peran berhubungan positif dengan komitmen dan komitmen berhubungan positif dengan conscientiousness dan civic virtue.

Organ (1988:505) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem penghargaan dan bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi. Organ (1997:56) juga mencatat


(27)

bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) ditemukan sebagai alternatif penjelasan pada hipotesis kepuasan berdasarkan performance.

Van Dyne, dkk. (1998) mengusulkan konstruksi dari ekstra - role behavior

(ERB) yaitu perilaku yang menguntungkan organisasi dan atau cenderung

menguntungkan organisasi, secara sukarela dan melebihi apa yang menjadi tuntutan peran. Organ (1997) menyatakan bahwa definisi ini tidak didukung penjelasan yang cukup, "peran pekerjaan" bagi seseorang adalah tergantung dari harapan dan komunikasi dengan pengirim peran tersebut. Definisi teori peran ini menempatkan OCB dalam realisme fenomenologi, tidak dapat diobservasi dan sangat subyektif. Definisi ini juga menganggap bahwa intensi aktor adalah "untuk menguntungkan organisasi".

Borman dan Motowidlo (1993) mengkonstruksi contextual behavior tidak hanya mendukung inti dari perilaku itu sendiri melainkan mendukung semakin besarnya lingkungan organisasi, sosial dan psikologis sehingga inti teknisnya berfungsi. Definisi ini tidak dibayangi istilah sukarela, reward atau niat sang aktor melainkan perilaku seharusnya mendukung lingkungan organisasi, sosial dan psikologis lebih dari sekedar inti teknis. Jadi, dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa Organisational Citizenship Behavior (OCB) merupakan :

1)Perilaku yang bersifat sukarela bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi.

2)Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance, tidak diperintahkan secara formal.


(28)

3)Tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan sistem reward yang formal

2.1.2. Dimensi- dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali diajukan oleh Organ (1988:530), dengan mengemukakan lima dimensi primer dari OCB yang terdiri dari:

1) Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional. 2) Civic virtue, menunjukkan pastisipasi sukarela dan dukungan terhadap

fungsi - fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah. 3) Conscientiousness, berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang

melebihi standar minimum

4) Sportmanhip, berisi tentang pantangan-pantangan membuat isu-isu yang merusak meskipun merasa jengkel.

5) Courtesy, adalah perilaku meringankan problem-problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain.

2.2. Kepuasan Kerja

2.2.1. Pengertian kepuasan kerja

Keith Davis (1997:176) mengemukakan bahwa Job Satisfaction is a set of

fovorable or unforable feeling with wich employees view their work. Kepuasan

kerja adalah kumpulan perasaan enak dan tidak enak di mana karyawan menemukan suasana kerja mereka. Robbins (2006:103) mendefinisikan kepuasan


(29)

kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan membutuhkan interaksi dengan rekan sekerja dan para atasan, mematuhi peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standard kinerja, hidup dengan suasana kerja yang sering kali kurang dari ideal.

Kepuasan kerja merupakan sikap umum individu terhadap pekerjaannya sehingga lebih mencermikan sikap dari pada perilaku. Keyakinan bahwa karyawan yang puas lebih produktif daripada karyawan yang tidak puas menjadi prinsip dasar bagi para manajer maupun pimpinan (Robbins, 2006). Menurut Robbins (2006), masih banyak bukti yang mempertanyakan hubungan kausal tersebut, karena pada masyarakat maju mereka tidak hanya memperhatikan kuantitas hidup seperti peningkatan produktivitas dan perolehan materi, namun juga kualitasnya. Para peneliti yang memiliki nilai humanis yang kuat berpendapat bahwa kepuasan adalah tujuan resmi organisasi. Kepuasan tidak hanya secara negatif terkait dengan keabsenan dan pengunduran diri, namun menurut mereka, organisasi dibebani tanggung jawab untuk memberikan pekerjaan yang menantang dan secara intrinsik memberikan penghargaan pada karyawan.

Locke (2006) memberikan definisi komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif dan evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Menurut pendapat tersebut di atas kepuasan kerja itu adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaannya. Kepuasan kerja berpangkal dari aspek kerja, seperti upah,


(30)

kesempatan promosi, penyelia atau pengawasan serta hubungan dengan rekan kerja. Maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu ungkapan perasaan atau sikap seseorang terhadap pekerjaannya, terhadap kesempatan promosi, hubungan dengan rekan kerja, pengawasan dan perasaan puas terhadap pekerjaan itu sendiri. Pada intinya kepuasan kerja berkaitan erat dengan upaya

(effort) seseorang dalam bekerja. Karyawan yang tidak puas akan pekerjaan

cenderung untuk berperilaku tidak maksimal, tidak mencoba untuk melakukan hal-hal yang terbaik, serta jarang untuk meluangkan waktu dan berusaha ekstra dalam melakukan pekerjaannya.

Kepuasan kerja biasanya berhubungan dengan teori keadilan, psikologi dan motivasi. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh besar kecilnya penghargaan intrinsik dan ekstrinsik, keterlibatan dalam pekerjaan dan perceived equity (fair

reward). Besar kecilnya penghargaan, mungkin tidak akan menjadikan masalah

besar asal pemberiannya dipandang adil oleh karyawan yang menerimanya. Menyadari hal tersebut, maka salah satu sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia adalah terciptanya kepuasan kerja anggota organisasi yang lebih lanjut akan meningkatkan prestasi kerja. Dengan adanya kepuasan kerja dari karyawan maka diharapakan karyawan dapat melakukan pekerjaannya lebih maksimal dan mau melakukan pekerjaan diluar peran kerjanya sehingga dapat membantu proses pencapaian tujuan organisasi lebih baik.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yaitu faktor yang ada dalam diri karyawan dan faktor pekerjaannya.


(31)

1) Faktor yang ada dalam diri karyawan, antara lain Kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, usia, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, persepsi, dan sikap kerja. 2) Faktor pekerjaan antara lain jenis pekerjaan, struktur organisasi,

pangkat (golongan, kedudukan), mutu pengawasan, jaminan finansial (gaji), kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.

Sikap merupakan suatu pengevaluasian yang positif atau negatif, dari perasaan emosi, kecenderungan bertindak pro atau kontra terhadap objek sosial. Pengertian sikap tersebut sesuai dengan pendapat Krech; Crutchfield dan Ballachey, (1963) yang mengemukakan bahwa Enduring systems of positive or negative evaluations. Emotional feelings and pro or conaction tendencies with respect to social object.

Kelly G. Shaver, (2003) menjelaskan 3 (tiga) aspek sikap dengan mengemukakan tiga pertanyaan, yaitu:

1) What do you think about the attitude object? (apa pendapat anda

tentang sikap ?) hal ini merupakan penilaian kognitif

2) How do you feel about the attitude object? (Bagaimana perasaan anda

tentang objek sikap?) hal ini merupakan penilaian afektif.

3) How do you behave toward the attitude object? (Bagaimana anda

bertindak terhadap objek sikap?). Hal ini berkaitan dengan aspek kognitif.


(32)

Dalam, penelitian kepuasan kerja karyawan hanya mengukur sikap (sikap afektif) mereka terhadap pekerjaan, pengawasan kerja, balas jasa, dan pelaksanaan promosi jabatan. Hal ini karena kepuasan kerja lebih berkaitan dengan perasaan yang dirasakan oleh seseorang karyawan terhadap pelaksanaan kerja, pengawasan kerja, balas jasa dan pelaksanaan promosi jabatan. Sehingga dalam penelitian ini teori kepuasan kerja menggunakan teori yang dikembangkan oleh Locke dalam

2.2.3. Dimensi Kepuasan Kerja

Luthans (2006) yang tediri dari lima dimensi pekerjaan yang memiliki respon afektif yaitu

1) Pekerjaan itu sendiri, dalam hal di mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.

2) Gaji, sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi.

3) Kesempatan promosi, kesempatan untuk maju dalam organisasi

4) Pengawasan, kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.

5) Rekan kerja, tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknik dan mendukung secara sosial.

Penggunaan kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Locke (2001) dikarenakan dalam penelitian ini ingin mengukur kepuasan kerja yang memiliki respon afektif yaitu bagaimana persaaan karyawan terhadap objek sikap, seperti


(33)

kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi kerja, kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan dan kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang saling berhubungan.

Dengan adanya kepuasan kerja, maka diharapkan karyawan dapat melakukan pekerjaannya lebih maksimal dan mau melakukan pekerjaan diluar peran kerjanya sehingga dapat membantu proses pencapaian tujuan organisasi lebih baik. Hal ini dikemukakan juga oleh Martoyo dalam Aang Karyawan (2003) bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap : (1) tingkat absensi karyawan; (2) perputaran (turn over) tenaga kerja; (3) semangat kerja; (4) keluhan-keluhan; dan (5) masalah personalia yang vital lainnya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Cusbut dan Lowery (dalam Robbins, 2006:185) bahwa, apabila karyawan merasa terpuaskan dengan pekerjaan mereka, bisa menimbulkan berbagai macam reaksi, misalnya, berhenti, mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau meninggalkan sebagian dari tanggung jawab mereka.

2.3. Komitmen Organisasional

2.3.1. Pengertian Komitmen Organisasional

Tujuan kunci dari unit organisasi terkait dengan sumber daya manusia adalah mencari pengukuran yang dapat mengestimasikan secara akurat komitmen para karyawannya dan mengembangkan program-program serta kegiatan-kegiatan agar mampu meningkatkan komitmen organisasional (Zurnali, 2010). Menurut Greenberg dan Baron (2000:190), komitmen organisasi menggambarkan seberapa jauh seseorang itu mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya pada organisasinya


(34)

dan keinginan untuk tetap tinggal di organisasi itu. Mowday, R.T, Porter, L.W dan Steers R.M., (dalam Miner, 1982:124) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Sikap ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu:

1) Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

2) Kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi. 3) Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan di dalam

organisasi.

Robbins (2006) memandang komitmen organisasi merupakan salah satu sikap kerja. Karena ia merefleksikan perasaan seseorang (suka atau tidak suka) terhadap organisasi tempat ia bekerja. Robbins mendefinisikannya sebagai suatu orientasi individu terhadap organisasi yang mencakup loyalitas, identifikasi dan keterlibatan. Jadi, komitmen organisasi merupakan orientasi hubungan aktif antara individu dan organisasinya. Orientasi hubungan tersebut mengakibatkan individu (karyawan) atas kehendak sendiri bersedia memberikan sesuatu, dan sesuatu yang diberikan itu menggambarkan dukungannya bagi tercapainya tujuan organisasi.

Pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi dari beberapa ahli di atas mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu (karyawan) dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Di samping itu, komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan terhadap


(35)

organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan karyawan dengan perusahaan atau organisasi secara aktif. Karena karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.

2.3.2. Jenis – jenis Komitmen Organisasional

Mathis (2002), menyatakan jika para tenaga kerja berkomitmen pada organisasi, mereka mungkin lebih produktif. Komitmen organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam orgainisasi tersebut. Penelitian menyatakan bahwa kepuasan kerja dan komitmen orgainasional cenderung saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Apa yang disarankan dari penemuan ini adalah orang-orang yang relatif puas dengan pekerjaannya akan lebih berkomitmen pada organisasi dan orang-orang yang berkomitmen terhadap organisasi lebih mungkin untuk mendapat kepuasan yang lebih besar.

Meyer dan Allen (1991) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan (3) keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Selain itu dia menyatakan komitmen


(36)

organisasi bersifat multidimensi, sehingga terdapat perkembangan dukungan untuk tiga dimensi komitmen yaitu :

1) Affective Commitment, adalah keterikatan emosional karyawan,

identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi.

2) Continuance Commitment, adalah komitmen berdasarkan kerugian yang

berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit.

3) Normative Commitment, adalah perasaan wajib untuk tetap berada

dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan.

Mowday et al. (1979) menunjukkan hubungan antara komitmen organisasi dan hasil yang diinginkan seperti kinerja tinggi, tingkat pergantian karyawan yang rendah dan tingkat ketidakhadiran yang rendah. Juga terdapat bukti bahwa komitmen karyawan berhubungan dengan hasil lain yang diinginkan, seperti persepsi iklim, organisasi yang hangat serta mendukung dan menjadi anggota tim yang baik yang siap membantu. Sementara menurut Luthan (2006) bahwa sikap komitmen organisasi dibandingkan dengan kepuasan kerja adalah prediktor yang lebih baik dari variabel hasil yang diinginkan dan dengan demikian pantas menerima perhatian manajemen.

Meyer dan Allen (1993) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung


(37)

dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.

Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.

2.3.3. Dimensi Komitmen Organisasional

Steers (1996) mengembangkan sebuah model hubungan sebab akibat terjadinya komitmen terhadap organisasi. Selanjutnya dia mengemukakan ada tiga penyebab komitmen organisasi, yaitu: karakteristik pribadi (kebutuhan berprestasi, masa kerja/jabatan, dan lain-lain), karakteristik pekerjaan (umpan balik, identitas tugas, kesempatan untuk berinteraksi, dan lain-lain) dan pengalaman kerja. Model yang dikembangkan Steer kemudian dimodifikasi menjadi karakteristik pribadi (usia dan masa kerja, tingkat pendidikan, jenis


(38)

kelamin), karakteristik yang berkaitan dengan peran, karakteristik struktural dan pengalaman kerja.

Long (2000) menjelaskan bahwa program kepemilikan saham perusahaan bagi karyawan juga bisa menumbuhkan perasaan identifikasi terhadap tujuan-tujuan organisasi. Sedangkan Armstrong (2003:183) berpendapat bahwa tiga hal yang dapat mempengaruhi komitmen, yaitu rasa memiliki terhadap organisasi, rasa senang terhadap pekerjaan dan kepercayaan pada organisasi. Chusmir (dalam Jewell dan Siegall, 1998:519) berpendapat bahwa karakteristik keluarga juga menjadi salah satu penentu komitmen karyawan pada organisasi. Selain faktor-faktor di atas, faktor-faktor harapan pengembangan karir, lingkungan kerja dan gaji/tunjangan juga berpengaruh.

Berdasarkan atas beberapa pendapat di atas, maka dalam penelitian ini komitmen organisasi menggunakan dimensi komitmen yaitu : (1) Affective

Commitment, (2) Continuance Commitment, (3) Normative Commitment, yang

diadopsi dari Meyer dan Allen, (1991). Penggunaan komitmen organisasi yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen ini karena komitmen organisasi mengindikasikan keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi dan keyakinan tertentu, serta penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.


(1)

kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi kerja, kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan dan kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang saling berhubungan.

Dengan adanya kepuasan kerja, maka diharapkan karyawan dapat melakukan pekerjaannya lebih maksimal dan mau melakukan pekerjaan diluar peran kerjanya sehingga dapat membantu proses pencapaian tujuan organisasi lebih baik. Hal ini dikemukakan juga oleh Martoyo dalam Aang Karyawan (2003) bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap : (1) tingkat absensi karyawan; (2) perputaran (turn over) tenaga kerja; (3) semangat kerja; (4) keluhan-keluhan; dan (5) masalah personalia yang vital lainnya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Cusbut dan Lowery (dalam Robbins, 2006:185) bahwa, apabila karyawan merasa terpuaskan dengan pekerjaan mereka, bisa menimbulkan berbagai macam reaksi, misalnya, berhenti, mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau meninggalkan sebagian dari tanggung jawab mereka.

2.3. Komitmen Organisasional

2.3.1. Pengertian Komitmen Organisasional

Tujuan kunci dari unit organisasi terkait dengan sumber daya manusia adalah mencari pengukuran yang dapat mengestimasikan secara akurat komitmen para karyawannya dan mengembangkan program-program serta kegiatan-kegiatan agar mampu meningkatkan komitmen organisasional (Zurnali, 2010). Menurut Greenberg dan Baron (2000:190), komitmen organisasi menggambarkan seberapa jauh seseorang itu mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya pada organisasinya


(2)

dan keinginan untuk tetap tinggal di organisasi itu. Mowday, R.T, Porter, L.W dan Steers R.M., (dalam Miner, 1982:124) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Sikap ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu:

1) Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

2) Kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi. 3) Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan di dalam

organisasi.

Robbins (2006) memandang komitmen organisasi merupakan salah satu sikap kerja. Karena ia merefleksikan perasaan seseorang (suka atau tidak suka) terhadap organisasi tempat ia bekerja. Robbins mendefinisikannya sebagai suatu orientasi individu terhadap organisasi yang mencakup loyalitas, identifikasi dan keterlibatan. Jadi, komitmen organisasi merupakan orientasi hubungan aktif antara individu dan organisasinya. Orientasi hubungan tersebut mengakibatkan individu (karyawan) atas kehendak sendiri bersedia memberikan sesuatu, dan sesuatu yang diberikan itu menggambarkan dukungannya bagi tercapainya tujuan organisasi.

Pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi dari beberapa ahli di atas mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu (karyawan) dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Di samping itu, komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan terhadap


(3)

organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan karyawan dengan perusahaan atau organisasi secara aktif. Karena karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.

2.3.2. Jenis – jenis Komitmen Organisasional

Mathis (2002), menyatakan jika para tenaga kerja berkomitmen pada organisasi, mereka mungkin lebih produktif. Komitmen organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam orgainisasi tersebut. Penelitian menyatakan bahwa kepuasan kerja dan komitmen orgainasional cenderung saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Apa yang disarankan dari penemuan ini adalah orang-orang yang relatif puas dengan pekerjaannya akan lebih berkomitmen pada organisasi dan orang-orang yang berkomitmen terhadap organisasi lebih mungkin untuk mendapat kepuasan yang lebih besar.

Meyer dan Allen (1991) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan (3) keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Selain itu dia menyatakan komitmen


(4)

organisasi bersifat multidimensi, sehingga terdapat perkembangan dukungan untuk tiga dimensi komitmen yaitu :

1) Affective Commitment, adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi.

2) Continuance Commitment, adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit.

3) Normative Commitment, adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan.

Mowday et al. (1979) menunjukkan hubungan antara komitmen organisasi dan hasil yang diinginkan seperti kinerja tinggi, tingkat pergantian karyawan yang rendah dan tingkat ketidakhadiran yang rendah. Juga terdapat bukti bahwa komitmen karyawan berhubungan dengan hasil lain yang diinginkan, seperti persepsi iklim, organisasi yang hangat serta mendukung dan menjadi anggota tim yang baik yang siap membantu. Sementara menurut Luthan (2006) bahwa sikap komitmen organisasi dibandingkan dengan kepuasan kerja adalah prediktor yang lebih baik dari variabel hasil yang diinginkan dan dengan demikian pantas menerima perhatian manajemen.

Meyer dan Allen (1993) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung


(5)

dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.

Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.

2.3.3. Dimensi Komitmen Organisasional

Steers (1996) mengembangkan sebuah model hubungan sebab akibat terjadinya komitmen terhadap organisasi. Selanjutnya dia mengemukakan ada tiga penyebab komitmen organisasi, yaitu: karakteristik pribadi (kebutuhan berprestasi, masa kerja/jabatan, dan lain-lain), karakteristik pekerjaan (umpan balik, identitas tugas, kesempatan untuk berinteraksi, dan lain-lain) dan pengalaman kerja. Model yang dikembangkan Steer kemudian dimodifikasi menjadi karakteristik pribadi (usia dan masa kerja, tingkat pendidikan, jenis


(6)

kelamin), karakteristik yang berkaitan dengan peran, karakteristik struktural dan pengalaman kerja.

Long (2000) menjelaskan bahwa program kepemilikan saham perusahaan bagi karyawan juga bisa menumbuhkan perasaan identifikasi terhadap tujuan-tujuan organisasi. Sedangkan Armstrong (2003:183) berpendapat bahwa tiga hal yang dapat mempengaruhi komitmen, yaitu rasa memiliki terhadap organisasi, rasa senang terhadap pekerjaan dan kepercayaan pada organisasi. Chusmir (dalam Jewell dan Siegall, 1998:519) berpendapat bahwa karakteristik keluarga juga menjadi salah satu penentu komitmen karyawan pada organisasi. Selain faktor-faktor di atas, faktor-faktor harapan pengembangan karir, lingkungan kerja dan gaji/tunjangan juga berpengaruh.

Berdasarkan atas beberapa pendapat di atas, maka dalam penelitian ini komitmen organisasi menggunakan dimensi komitmen yaitu : (1) Affective Commitment, (2) Continuance Commitment, (3) Normative Commitment, yang diadopsi dari Meyer dan Allen, (1991). Penggunaan komitmen organisasi yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen ini karena komitmen organisasi mengindikasikan keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi dan keyakinan tertentu, serta penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.