Penyelesaian numeris masalah nilai batas menggunakan metode tembakan [linear shooting methods].

(1)

ABSTRAK

Masalah menyelesaikan suatu Persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu masalah nilai awal dan masalah nilai batas. Dalam masalah nilai awal, penyelesaian khusus persamaan diferensial diperoleh dari satu titik awal dan pada masalah nilai batas, penyelesaian khusus persamaan diferensial diperoleh dari dua nilai yang berbeda atau dari dua titik.

Dalam skripsi ini akan dipaparkan penyelesaian dari masalah nilai batas secara numerik dengan metode tembakan. Metode tembakan mereduksi masalah nilai batas menjadi dua masalah nilai awal. Selanjutnya kedua masalah nilai awal tersebut akan diselesaiakan dengan Metode Runge-Kutta. Penyelesaian dari dua masalah nilai awal tersebut akan ditambahkan sehingga diperoleh penyelesaian masalah nilai batas.

Metode tembakan sangat sederhana dan mudah untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah nilai batas. Masalah nilai batas yang direduksi menjadi dua masalah nilai awal akan mudah diselesaikan satu per satu.


(2)

ABSTRACT

The problem to solve a differential equation can be divided into two different problems, which are initial value problem and boundary value problem. The special solution of a differential equation in initial value problem is given by one point and in boundary value problem given by two different values or from two points.

This thesis discusses the solution of boundary value problem using shooting method. Linear shooting method reduce the boundary value problem into two initial value problems, then the fourth order Runge-Kutta used to solved the two initial value problems. The both solutions will be added to find the solution of boundary value problem.

Shooting method is very simple and easy to solve boundary value problem. Boundary value problem that reduce into two initial value problems will be easy to solve one by one.


(3)

PENYELESAIAN NUMERIS MASALAH NILAI BATAS MENGGUNAKAN METODE TEMBAKAN

( Linear Shooting Method )

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Disusun Oleh : Yuli Purwandari NIM : 013114009

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008


(4)

NUMERICAL SOLUTION OF BOUNDARY VALUE PROBLEM USING LINEAR SHOOTING METHOD

THESIS

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Sarjana Sains Degree

in Mathematics

By : Yuli Purwandari Student Number : 013114009

MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT FACULTY OF SCIENCE AND TECNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY 2008


(5)

(6)

(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila telah selesai

(dari suatu urusan) maka kerjakanlah dengan sungguh – sungguh (urusan yang

lain)

( QS. Alam Nasyrah 6-7)

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini kupersembahkan kepada :

™

Bapak dan Ibu yang kuhormati yang senantiasa mendoakan serta

memberikan dorongan moril maupun materiil

™

Mas Novi, Suamiku tercinta,yang selalu sabar memberi dukungan

™

Calon anakku tersayang.


(8)

(9)

ABSTRAK

Masalah menyelesaikan suatu Persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu masalah nilai awal dan masalah nilai batas. Dalam masalah nilai awal, penyelesaian khusus persamaan diferensial diperoleh dari satu titik awal dan pada masalah nilai batas, penyelesaian khusus persamaan diferensial diperoleh dari dua nilai yang berbeda atau dari dua titik.

Dalam skripsi ini akan dipaparkan penyelesaian dari masalah nilai batas secara numerik dengan metode tembakan. Metode tembakan mereduksi masalah nilai batas menjadi dua masalah nilai awal. Selanjutnya kedua masalah nilai awal tersebut akan diselesaiakan dengan Metode Runge-Kutta. Penyelesaian dari dua masalah nilai awal tersebut akan ditambahkan sehingga diperoleh penyelesaian masalah nilai batas.

Metode tembakan sangat sederhana dan mudah untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah nilai batas. Masalah nilai batas yang direduksi menjadi dua masalah nilai awal akan mudah diselesaikan satu per satu.


(10)

ABSTRACT

The problem to solve a differential equation can be divided into two different problems, which are initial value problem and boundary value problem. The special solution of a differential equation in initial value problem is given by one point and in boundary value problem given by two different values or from two points.

This thesis discusses the solution of boundary value problem using shooting method. Linear shooting method reduce the boundary value problem into two initial value problems, then the fourth order Runge-Kutta used to solved the two initial value problems. The both solutions will be added to find the solution of boundary value problem.

Shooting method is very simple and easy to solve boundary value problem. Boundary value problem that reduce into two initial value problems will be easy to solve one by one.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan Karunia-Nya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini berjudul “PENYELESAIAN NUMERIS MASALAH NILAI BATAS MENGGUNAKAN METODE TEMBAKAN”, yang disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Darma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang selalu menyertai hidupku dan Al Qur’an yang menjadi pedoman hidupku.

2. Bapak Y.G Hartono, S.Si, M.Sc dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingannya dengan penuh kesabaran kepada penyusun untuk menyelesaikan skipsi ini.

3. Bapak Herry Pribawanto, S.Si, M.Sc. sebagai dosen penguji 4. Bapak St. Eko Hari Parmadi, S.Si, M.Kom. sebagai dosen penguji

5. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.Sc., M.A., selaku Dekan FST-USD 6. Segenap dosen dan karyawan sekretariat FST yang telah mendidik dan

menyediakan fasilitas yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Ayah, Ibu dan adikku yang senantiasa memberikan semangat dan doa serta segala bantuan yang telah diberikan sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Mas Novi yang telah mendukung setiap saat, menemaniku dan mendengarkan keluh kesahku serta cinta yang begitu besar yang kau berikan.

9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2001, Rita, Fanya, Daniel, Teddy, Indah, Erika, Ray, Alam, Maria, Deta, Very, Ajeng dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.


(12)

(13)

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN HAK CIPTA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penulisan ... 3

E. Manfaat Penulisan ... 3

F. Metode Penulisan ... 4

G. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL A. Pengantar Persamaan Diferensial ... 6

1. Klasifikasi Persamaan Diferensial ... 10

2. Penyelesaian Persamaan Diferensial ... 11

B. Persamaan Diferensial Orde Dua ... 12

1. Penyelesaian Fundamental Persamaan Diferensial Linear Homogen ... 13

2. Bebas Linear dan Wronskian ... 19

3. Persamaan Diferensial Orde Dua Homogen ... 21


(15)

C. Reduksi Order ... 29

D. Masalah Nilai Batas Persamaan Diferensial Orde-2 ... 31

BAB III METODE RUNGE-KUTTA A. Metode Simpson ... 37

B. Metode Runge-Kutta Orde Empat ... 39

C. Analisis Galat ... 51

BAB IV PENYELESAIAN NUMERIS MASALAH NILAI BATAS MENGGUNAKAN METODE TEMBAKAN A. Metode Tembakan Linear ... 52

B. Penerapan dengan Program Matlab ... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 68


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 ... 33

Gambar 2.2 ... 33

Gambar 3.1 ... 37

Gambar 3.2 ... 38

Gambar 3.3 ... 45

Gambar 3.4 ... 46

Gambar 4.1 ... 60

Gambar 4.2 ... 62

Gambar 4.3 ... 64


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persamaan diferensial diperkenalkan oleh Gottfried Leibniz (1646 – 1716). Definisi dari persamaan diferensial biasa adalah persamaan yang memuat satu variabel bebas x dan satu fungsi yang tidak diketahui y dan satu atau lebih derivatif dari fungsi yang tidak diketahui tersebut.

Selanjutnya persamaan diferensial dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkatan atau orde, yakni tingkat tertinggi dari derivatif yang muncul dalam Persamaan Diferensial tersebut.

Persamaan diferensial mempunyai dua macam penyelesaian, yakni penyelesaian umum dan penyelesaian khusus. Penyelesaian umum adalah penyelesaian yang masih memuat konstanta dan penyelesaian khusus adalah penyelesaian yang tidak lagi memuat konstanta. Untuk menentukan penyelesaian khusus digunakan syarat – syarat bantu, yaitu syarat awal dan syarat batas. Persamaan diferensial dengan syarat awal disebut masalah nilai awal dan persamaan diferensial dengan syarat batas disebut masalah nilai batas. Perbedaan masalah nilai awal dan masalah nilai batas adalah masalah nilai awal merupakan persamaan diferensial yang penyelesaian khususnya diperoleh dari satu titik sedangkan masalah nilai batas adalah persamaan diferensial yang penyelesaian khususnya diperoleh pada dua nilai yang berbeda atau dari dua titik, titik – titik tersebut membatasi satu interval.


(18)

Masalah Nilai Batas dapat tidak mempunyai penyelesaian atau jika ada penyelesaiannya tidak tunggal. Masalah Nilai Batas bila mempunyai penyelesaian tunggal sulit untuk diselesaikan, karena tidak ada teori sederhana untuk menjamin penyelesaian tunggal pada Masalah Nilai Batas.

Untuk memperoleh penyelesaian Masalah Nilai Batas yang tidak tunggal adalah dengan pendekatan secara numerik. Prosedur numerik yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah Metode Tembakan (Linear Shooting Methods). Metode Tembakan adalah metode numerik yang digunakan untuk menghitung nilai yang dihasilkan dari penyelesaian khusus. Dengan menggunakan pendekatan secara numerik dengan Metode Tembakan, maka penyelesaian yang diperolah tidak hanya penyelesaian tunggal, tetapi akan menghasilkan beberapa nilai Penyelesaian.

Prosedur dari metode tembakan yaitu dengan memperkirakan nilai awal untuk turunan fungsi di titik awal dan menghasilkan suatu penyelesaian, kemudian menyesuaikan penyelesaian tersebut sehingga sesuai untuk nilai fungsi di titik batas.

Salah satu cara untuk menyelesaikan Masalah Nilai Batas dengan Metode Tembakan adalah dengan mereduksi persamaan menjadi dua Masalah Nilai Awal dan membentuk kombinasi linear dari penyelesaian tersebut sehingga diperolah penyelesaian Masalah Nilai Batas. Dalam metode ini juga akan digunakan metode Runge-Kutta. Metode Runge-Kutta adalah metode perhitungan yang praktis


(19)

karena tidak memerlukan penghitungan turunan dari fungsi, tetapi hanya memerlukan fungsi itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini dapat dituliskan dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut

1. Bagaimana untuk memperoleh penyelesaian Masalah Nilai Batas dengan Metode Tembakan ?

2. Bagaimana aplikasinya dengan menggunakan MATLAB ?

C. Pembatasan Masalah

Dalam skripsi ini hanya akan dibahas tentang Persamaan Diferensial Biasa Linear Orde-2 dengan Masalah Nilai Batas. Sedangkan Persamaan Diferensial Linear Orde-n tidak akan dibahas.

D. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang Persamaan Diferensial Linear Orde-2 serta metode penyelesaiannya.

E. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dalam skripsi ini adalah penulis dapat mengetahui dan memahami Persamaan Diferensial Linear Orde-2 metode penyelesaiannya secara numerik.


(20)

F. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari materi dari buku-buku acuan yang telah tersedia. Jadi dalam skripsi ini tidak ada penemuan baru.

G. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II Persamaan Diferensial Biasa

A. Pengantar Persamaan Diferensial B. Persamaan Diferensial Orde Dua D. Reduksi Order

C. Masalah Nilai Batas Persamaan Diferensial Orde-2 BAB III Metode Runge-Kutta Orde Empat


(21)

BAB V Penutup A. Kesimpulan B. Saran


(22)

BAB II

PERSAMAAN DIFERENSIAL

A. Pengantar Persamaan Diferensial Definisi 2.1.1

Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat derivatif – derivatif

atau turunan dari satu fungsi.

Contoh :

a. x

e dx

dy = 2

b. dy =

(

y2 +x

)

dx c. y"+4y =

(

x2 +1

)

3

1. Klasifikasi Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial dikelompokkan dalam beberapa cara. Jika

fungsi yang tidak diketahui hanya bergantung pada satu variabel bebas,

persamaan tersebut disebut Persamaan Diferensial Biasa.

Contoh Persamaan diferensial biasa :

a. dy=

(

y2+x

)

dx b. y"+4y=

(

x2+1

)

3 c. x2dy+3xdx+25dx

Persamaan di atas merupakan persamaan diferensial biasa dengan y

mewakili fungsi yang belum diketahui atau variabel tak bebas (dependent


(23)

Jika fungsi yang tidak diketahui bergantung pada dua atau lebih

variabel bebas, maka persamaan tersebut disebut persamaan diferensial

parsial.

Contoh Persamaan diferensial parsial :

a. =0

∂ ∂ + ∂ ∂

y u x u

b. t x

x u t

u

+ = ∂ ∂ + ∂ ∂

2 2 2 2

Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial, dengan u

mewakili satu fungsi yang belum diketahui atau variabel tak bebas dan y, x, t

mewakili variabel – variabel bebas

Selanjutnya persamaan diferensial diklasifikasikan berdasarkan orde

derivatif tertinggi yang muncul pada persamaan diferensial tersebut atau

sering disebut sebagai orde atau derajat.

Definisi 2.1.2

Orde dari persamaan diferensial adalah derajat / orde tertinggi yang muncul

pada persamaan diferensial.

Klasifikasi persamaan diferensial menurut orde atau derajatnya :

1) Persamaan Diferensial Orde-1

Bentuk umum persamaan diferensial Orde-1

(

x,y,y'

)

=0


(24)

Contoh :

a. t

dt dx

=

b. x'(t)=t2 −1

2) Persamaan Diferensial Orde-2

Bentuk umum dari persamaan diferensial Orde-2

(

x,y,y',y"

)

=0

F Contoh :

a. t

dt x d

− = 2 2

b. 4 0

3 2

2

= − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

+ x

dt dx dt

x d

3) Persamaan Diferensial Orde ke-n

Bentuk umum persamaan diferensial Orde ke-n

(

x,y,y',...,y(n)

)

=0

F

Definisi 2.1.3 :

Persamaan diferensial orde ke-n disebut linear dalam y jika persamaan

tersebut dapat ditulis dalam bentuk :

) ( ) ( ' ) ( )

( )

(x y a 1 x y( 1) a1 x y a0 x y f x

an n + n n− +K+ + =

dimana a0,a1,K,an dan f adalah fungsi kontinu dalam interval x dan 0

) (x


(25)

Definisi di atas menyebutkan bahwa persamaan diferensial biasa linear

jika kondisi berikut dipenuhi :

a. Fungsi yang belum diketahui dan derivatif – derivatifnya secara

aljabar berderajat satu.

b. Tidak ada hasil kali yang berkaitan dengan fungsi yang belum

diketahui dan derivatif – derivatifnya atau dua atau lebih derivatif.

c. Tidak ada fungsi transendental dari y, y’, y”, misalnya ey, cos y’ dan

seterusnya.

Persamaan diferensial yang tidak linear disebut nonlinear.

Contoh 2.1.1 :

a. Persamaan berikut ini adalah linear :

3 3 ' 3

" y y x

y − + =

0 5 "+yex+ = xy

Perhatikan bahwa pergantian variabel bebas dalam persamaan diferensial

tidak mempengaruhi klasifikasi linear.

b. Persamaan Diferensial Biasa Orde-1 :

(y’)3 + 2y = x

nonlinear karena derivatif pertama dari fungsi yang belum diketahui

berderajat tiga.

c. Persamaan Diferensial Orde-2 :

y” + 5y = cos y

nonlinear karena cos y adalah fungsi transendental dari fungsi yang belum


(26)

2. Penyelesaian Persamaan Diferensial

Definisi 2.1.4 :

Suatu keluarga berparameter-n dari penyelesaian persamaan diferensial

orde-n disebut penyelesaian umum dari persamaan diferensial jika semua

penyelesaian Persamaan Diferensial dapat diperoleh dari keluarga

berparameter-n.

Definisi 2.1.5 :

Suatu penyelesaian persamaan diferensial orde-n yang diperoleh dari

penyelesaian umum dengan menentukan nilai n parameter disebut

penyelesaian khusus.

Contoh 2.1.2 :

a. Penyelesaian umum dari y” + 9y = 0 adalah keluarga

berparameter-dua

y = c1 cos 3x + c2 sin 3x

Suatu penyelesaian khusus dapat diperoleh dengan mengambil dua

nilai parameter, misal c1 = 2 dan c2 = 1, diperoleh penyelesaian :

y = 2 cos 3x + sin 2x

b. Diketahui adalah penyelesaian umum dari

persamaan diferensial orde-dua y” – y’ – 2y = 0, carilah penyelesaian

khusus yang memenuhi y(0) = 2 dan y’(0) = -1.

x x

e c e c

y = 1 2 + 2


(27)

Diberikan nilai x = 0 untuk y dan y’, untuk menentukan y’,

penyelesaian yang diketahui diturunkan terhadap x, diperoleh :

y =2c1e2xc2ex

untuk menghitung c1 dan c2, dengan mensubstitusikan x = 0, y = 2 dan

x = 0, y’ = -1 ke persamaan yang sesuai, diperoleh :

2= c1 + c2

-1 = 2c1 – c2

dengan menyelesaikan persamaan untuk c1 dan c2 diperoleh

3 5 ; 3 1

2

1 = c =

c , sehingga penyelesaian khusus menjadi :

x x

e e

y = + −

3 5 3

1 2 □

Penyelesaian umum persamaan diferensial orde-n memuat n

konstanta sembarang untuk menentukan penyelesaian khusus ditentukan

n persamaan pada fungsi penyelesaian dan derivatif – derivatifnya dan kemudian menyelesaikan n konstanta sembarang. Ada dua metode

menetapkan Syarat – syarat bantu.

Definisi 2.1.6 :

1) Jika syarat bantu pada persamaan diferensial yang diketahui

berhubungan dengan sebuah nilai x, syarat itu disebut syarat awal.

Persamaan diferensial dengan syarat awalnya disebut Masalah Nilai


(28)

2) Jika syarat bantu pada persamaan diferensial yang diketahui

berhubungan dengan dua atau lebih nilai x, syarat itu disebut syarat

batas atau nilai batas. Persamaan diferensial dengan syarat batasnya

disebut Masalah Nilai Batas ( M N B ).

Contoh 2.1.3 :

a. y’ + y = 3 , y(0) = 1 adalah masalah nilai awal

b. y” + 2y = 0 , y(1) = 2, y’(1) = 3 adalah masalah nilai awal

c. y”- y’ + y = x3 , y(0) = 2, y(1) = -1

adalah masalah nilai batas Orde-2. □

B. Persamaan Diferensial Orde Dua

Persamaan diferensial orde-2 mempunyai Bentuk umum :

⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛ =

dx dy y x f dx

y d

, , 2

2

( 2.2.1 )

dengan f adalah fungsi yang diketahui. Biasanya variabel bebas dinotasikan

dengan t, karena dalam masalah – masalah fisika waktu dilambangkan

dengan t yang merupakan variabel bebas, tapi seringkali variabel bebas

juga dinotasikan dengan x dan variabel tak bebas dilambangkan dengan y.

persamaan ( 2.2.1 ) dikatakan linear jika fungsi f mempunyai bentuk

q t y

dx dy t p t g dx dy y x

f , , ⎟= ( )− ( ) − ( )

⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

( 2.2.2 )

jika f linear dalam y dan y’. g, p, q adalah fungsi dari variabel bebas x tapi

tidak bergantung pada y, maka persamaan ditulis :


(29)

atau

P(x)y” + Q(x)y’ + R(x)y = G(x) ( 2.2.4 )

Jika P(x)≠0, maka persamaan (2.2.4 ) dapat dibagi dengan P(x)

) (

) ( )

( ) ( ' ) (

) ( "

x P

x G y x P

x R y x P

x Q

y + + = ( 2.2.5 )

Persamaan ( 2.2.1 ) disebut non linear jika tidak dalam bentuk (2.2.3 )

atau (2.2.4 ). Persamaan diferensial orde-2 disebut homogen jika pada

persamaan (2.2.3), g(x) = 0 untuk semua x dan disebut nonhomogen

jikag(x)≠0.

1. Penyelesaian Fundamental Persamaan Diferensial Linear Homogen

Contoh 2.2.1 :

Carilah penyelesaian tunggal dari masalah nilai awal

y” + p(x)y’ + q(x)y = 0 ; y(x0) = 0 ; y’(x0) = 0 ( 2.2.7 )

dengan p dan q kontinu pada interval terbuka I dan x0 pada interval

tersebut fungsi maka y = Φ(x) = 0 untuk semua x di I, memenuhi

Persamaan Diferensial dengan ketunggalan dari Teorema 2.2.1 maka y

= Φ(x) merupakan penyelesaian tunggal persamaan diferensial.

Teorema 2.2.1

Jika y1 dan y2 adalah penyelesaian persamaan diferensial

y” + p(x)y’ + q(x)y = 0


(30)

juga merupakan penyelesaian persamaan diferensial diatas untuk

sebarang konstanta c1 dan c2.

Bukti :

Diketahui y1 dan y2 adalah penyelesaian persamaan diferensial orde-2,

maka :

y1” + p(x)y1’ + q(x)y1 = 0 ( karena y1 penyelesaian )

y2” + p(x)y2’ + q(x)y2 = 0 ( karena y2 penyelesaian )

Akan dibuktikan c1y1 + c2y2 juga penyelesaian

(c1y1 + c2y2 )” + p(x) (c1y1 + c2y2)’ + q(x) (c1y1 + c2y2) = 0

c1y1” + c2y2” + c1p(x)y1’ + c2p(x)y2’ + c1q(x)y1 + c2q(x)y2 = 0

c1 (y” + p(x)y1’ + q(x)y1) + c2 (y2” + p(x)y2’ + q(x)y2) = 0

c1 . 0 + c2 . 0 = 0

Jadi terbukti c1y1 + c2y2 juga penyelesaian dari persamaan diferensial

orde-2. ■

Contoh 2.2.2

Selesaikanlah persamaan y” – y = 0 ( 2.2.9)

Penyelesaian :

Persamaan (2.2.9) menunjukkan bahwa akan dicari suatu fungsi yang

turunan kedua dari fungsi tersebut sama dengan fungsi itu sendiri atau

y” = y. Suatu fungsi yang sesuai dengan persamaan tersebut misalnya fungsi eksponensial y1(x) = ex dan y2(x) = e-x, karena:

y1’(x) = ex sehingga y1”(x) = ex = y


(31)

Jadi kedua fungsi tersebut merupakan penyelesaian. □

Contoh 2.2.3

Buktikan apakah fungsi 2ex dan 5e-x juga penyelesaian persamaan pada

contoh 2.2.2 !

Penyelesaian :

y1’(x) = 2ex sehingga y1”(x) = 2ex = y

dan y2’(x) = 5e-x sehingga y2”(x) = 5e-x = y

dengan cara yang sama fungsi c1y1(x) = c1ex dan c2y2(x) =c2 e-x juga

memenuhi persamaan (2.2.9) untuk semua nilai konstanta c1 dan c2,

kemudian penjumlahan dari penyelesaian – penyelesaian tersebut juga

merupakan penyelesaian. Misalkan dengan fungsi 2ex dan 5e-x jika

dijumlahkan meka juga merupakan penyelesaian, karena :

y = 2ex - 5e-x

y’ = 2ex + 5e-x

y” = 2ex - 5e-x = y

Selanjutnya karena c1y1(x) dan c2y2(x) adalah penyelesaian, maka

demikian juga dengan fungsi

y = c1y1(x) + c2y2(x) = c1ex + c2 e-x (2.2.10)

untuk semua nilai c1 dan c2. Dengan mencari y” diperoleh :

y = c1ex + c2 e-x

y = c1ex + c2 e-x = y

Jadi dapat dilihat bahwa fungsi y1(x) = ex dan y2(x) = e-x adalah

penyelesaian dari persamaan (2.2.9) demikian juga kombinasi linear


(32)

Koefisien c1 dan c2 pada persamaan (2.2.8) adalah sebarang.

Persamaan tersebut merupakan keluarga penyelesaian yang tidak

terbatas dari persamaan (2.2.8). Hal ini memungkinkan untuk

mengambil contoh dari keluarga penyelesaian yang memenuhi masalah

nilai awal.

Contoh 2.2.4:

y” – y = 0 dengan y(0) = 2; y’(0) = 1 (2.2.11 )

Penyelesaian dari persamaan (2.2.11) adalah melalui titik (0,2) dan

pada titik tersebut mempunyai gradien m = -1. Pertama pada x = 0 dan

0 dan y = 2, dengan mensubstitusikan pada persamaan (2.2.10),

diperoleh :

c1 + c2 = 2

kemudian persamaan (2.2.10) diturunkan menjadi

y’ = c1ex - c2 e-x

substitusikan nilai x = 0 dan y’ = 1, diperoleh

c1 - c2 = -1

dengan menyelesaikan kedua persamaan di atas, dipeoleh

2 1

1 =

c dan

2 3

1 =

c

masukkan nilai c1 dan c2 ke persamaan (2.2.10), maka diperoleh

penyelesaian khusus dari persamaan (2.2.11) yaitu :

x x

e e

y = + −

2 3 2 1


(33)

Teorema 2.2.2

Jika y1 dan y2 adalah penyelesaian dari persamaan diferensial

y” + p(x)y’ + q(x)y = 0

dan

w = y1y2’ – y2y1’ ≠ 0

dengan

y(x0) = y0 ; y’(x0) = y0’

dengan syarat awal maka dapat ditemukan konstanta c1 dan c2

sedemikian hingga y = c1y1(x) + c2y2(x) memenuhi persamaan

diferensial dan nilai awal.

Bukti :

Persamaan Diferensial : y” + p(x)y’ + q(x)y = 0 (*)

y(x0) = y0 ; y’(x0) = y0’ (**)

y1 dan y2 penyelesaian P. D (*) dan menurut teorema 2.2.2

y = c1y1(x) + c2y2(x) juga penyelesaian P.D (*) maka

dengan mensubstitusikan y(x0) = y0 dan y’(x0) = y0’diperoleh

c1y1(x0) + c2y2(x0) = y0 (i)

c1y1’(x0) + c2y2’(x0) = y0’ (ii)

Dengan aturan Cramer diperoleh :

) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 0 ' 2 0 ' 1 0 2 0 1 0 ' 2 ' 0 0 2 0 1 x y x y x y x y x y y x y y

c = dan

) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 0 ' 2 0 ' 1 0 2 0 1 ' 0 0 ' 1 0 0 1 2 x y x y x y x y y x y y x y c =


(34)

( ) ( ) ( ) ( ) 0 )

( ) (

) ( ) (

0 2 0 ' 1 0 ' 2 0 1 0 , 2 0 , 1

0 2 0

1 =

= y x y x y x y x

x y x y

x y x y w

Jadi teorema terbukti. ■

Teorema 2.2.3 :

Jika y1 dan y2 adalah penyelesaian persamaan diferensial

y” + p(x)y’ + q(x)y = 0

dan jika pada titik x = x0, nilai wronskian dari y1 dan y2 tidak sama

dengan nol, maka keluarga penyelesaian y = c1y1(x) + c2y2(x) dengan

sebarang koefisien c1 dan c2 memuat setiap solusi Persamaan Diferensial

Bukti :

Misalkan y = Φ(x) penyelesaian lain dari persamaan diferensial y” + p(x)y’ + q(x)y = 0

y(x0) = y0 ; y’(x0) = y0’

maka

Φ” + p(x)Φ + q(x)Φ = 0

Φ(x0) = y0 Φ’(x0) = y’0

Dari Teorema 2.2.3 diketahui bahwa y = c1y1(x) + c2y2(x) juga

penyelesaian dari persamaan diferensial. Menurut Teorema 2.2.1

penyelesaian persamaan diferensial tunggal, maka Φ(x) = c1y1(x) +


(35)

Contoh 2.2.5 :

Buktikan bahwa y1 dan y2 adalah penyelesaian persamaan diferensial dan

tentukan apakah merupakan penyelesaian fundamental dari persamaan :

y” + 4y = 0 ; y1 = cos 2x ; y2 = sin 2x

penyelesaian :

(i) y1 = cos 2x (ii) y2 = sin 2x

y”1 = -2 sin 2x y’2 = 2 cos 2x

y”1 = -4 cos 2x y”2 = -4 sin 2x

substitusikan ke persamaan

(i) -4 cos 2x + 4 cos 2x = 0 (ii) -4 sin 2x + 4 sin 2x = 0

jadi y1 dan y2 adalah penyelesaian

Wronskian :

0 2 1 . 2 ) 2 sin 2 (cos 2 2 cos 2 2 sin 2

2 sin 2

cos )

)( ,

( 1 2 = 2 + 2 = = ≠

= x x

x x

x x

x y y w

jadi y1 dan y2 merupakan penyelesaian fundamental.

Penyelesaian umum dari y” + 4y = 0 adalah

y = c1y1(x) + c2y2(x) = c1 cos 2x + c2 sin 2x □

2. Bebas Linear dan Wronskian

Dua buah fungsi f(x) dan g(x) dikatakan bebas linear pada

interval I bila persamaan kombinasi linear dari dua fungsi tersebut,

m f(x) + n g(x) = 0 untuk setiap x I hanya dipenuhi oleh m = n = 0. Bila tidak demikian maka dikatakan f(x) dan g(x) bergantung linear.


(36)

Penyelesaian umum persamaan diferensial sebagai kombinasi

linear dengan Wronskian tidak sama dengan nol, berhubungan dengan

konseb bebas linear dari dua fungsi. Akan dilihat sistem persamaan

aljabar linear homogen berikut :

a11x1 + a12x2 = 0

a21x1 + a22x2= 0 (2.2.12 )

dan misalΔ = a11a22 – a12a21 adalah determinan dari koefisien –

koefisiennya. Kemudian x = 0, y = 0 adalah penyelesaian tunggal dari

sistem (2.2.12) jika dan hanya jika Δ≠0, selanjutnya sistem (2.2.12) mempunyai tak nol penyelesaian jika dan hanya jika Δ= 0.

Dua fungsi f dan g dikatakan bebas linear pada interval I jika

ada dua konstanata k1 dan k2, kedunnya tak nol, sehingga :

k1f(x) + k2g(x) = 0 (2.2.13 )

Untuk semua x pada interval I. Fungsi f dan g dikatakan bebas linear

pada interval I jika tidak tak bebas linear, sehingga persamaan (2.2.13)

berlaku untuk semua x di I hanya jika k1 = k2 = 0.

Contoh 2.2.6 :

Tunjukkan bahwa fungsi ex dan e2x bebas linear pada setiap interval

Penyelesaian :

Misal : k1ex + k2e2x = 0 ( 2.2.14 )

Untuk semua x pada interval, harus ditunjukkan bahwa k1 = k2 = 0. pilih

dua titik x0 dan x1 dimana x0 ≠ x1, dengan mensubstitusikan titik – titik tersebut pada persamaan (2.2.14), diperoleh :


(37)

k1ex0 + k2e2x0 = 0

k1ex1 + k2e2x1= 0 (2.2.15 )

Determinan dari koefisien – koefisiennya :

ex0e2x1 – e2x0ex1 = ex0ex1(ex1 – ex0)

Karena determinan tidak nol, maka penyelesaian tunggal dari

persamaan (2.2.15) adalah k1 = k2 = 0. jadi ex dan e2x bebas linear.

3. Persamaan Diferensial Orde-2 Homogen

Persamaan Diferensial Homogen mempunyai bentuk umum :

P(x)y” + q(x)y” + R(x) = 0

Persamaan diferensial linear orde-2 homogen dengan koefisien konstan

mempunyai bentuk umum :

(2.2.16 )

0 '

"+by+cy= ay

dengan a, b, c sembarang bilangan real.

Misalkan penyelesaian persamaan diatas berbentuk y = erx, dengan r

suatu parameter yang harus ditentukan, maka :

y’ = rerx

y” = r2erx

dengan mensubstitusikan y, y’ dan y” ke persamaan (2.2.16), sehingga

diperoleh :

( ) ( )

(

)

0

0 2

2

= +

+

= + +

rx rx rx rx

e c br ar

ce re b e r a


(38)

0

2 + + =

c br

ar (2.2.17 )

adalah persamaan karakteristik untuk persamaan (2.2.16). Parameter r

merupakan akar persamaan karakteristik dan y = erx penyelesaian dari

persamaan (2.2.16). Karena persamaan (2.2.17) adalah persamaan

kuadrat dengan koefisien - koefisien real, maka persamaan tersebut

mempunyai dua akar yang akar – akarnya bisa real dan berbeda, real

dan sama atau akar – akar kompleks.

a. Akar – akar Persamaan Real dan Berbeda

Akar – akar persamaan real dan berbeda jika b2 – 4ac positif.

Andaikan akar –akar persamaan dinotasikan dengan r1 dan r2 dimana

, kemudian y 2

1 r

r ≠ 1 = er1x dan y2 = er2x adalah penyelesaian dari

persamaan (2.2.16), maka

(2.2.18 ) x r x r e c e c x y c x y c

y 1 2

2 1

2 2 1

1 ( )+ ( )= +

=

juga merupakan penyelesaian. Untuk memeriksa bahwa persamaan di

atas juga penyelesaian, maka dapat diturunkan menjadi :

(2.2.19 )

x r x r e r c e r c

y 1 2

2 2 1 1 '= + dan (2.2.20) x r x r e r c e r c

y 1 2 2

2 2 2 1 1 '= +

dengan mensubstitusikan kedua persamaan di atas ke persamaan (2.2.16)

diperoleh : ) ( ) ( ) ( '

" 1 2 1 2 1 2

2 1 2 2 1 1 2 2 1 1 x r x r x r x r x r x r e c e c c e r c e r c b e r c e r c a cy by

ay + + = + + + + +

= c(ar br c)er1x c (ar br c)er2x 2 2 2 2 1 2 1


(39)

jumlah dari setiap sisipan pada ruas kanan pada persamaan di atas adalah

nol, karena r1 dan r2 adalah akar – akar dari persamaan (2.2.17). Jadi

penyelesaian umum dari persamaan (2.2.16) adalah persamaan (2.2.18).

Andaikan diberikan suatu nilai awal

y(x0) = y0 dan y’(x0) = y0

dengan mensubstitusikan x = x0 dan y = y0 pada persamaan (2.2.18),

diperoleh :

c1er1x0 +c2er2x0 = y0 ( 2.2.21)

kemudian x = x0 dan y’ = y’0 pada persamaan (2.2.19), diperoleh

c1r1er1x0 +c2r2er2x0 = y0'

dengan menyelesaikan kedua persamaan di atas, diperoleh

0 1

2 1

2 0 0 1

' rx

e r r

r y y

c

− −

= dan 2 0

2 1

0 1 0 1

' r x

e r r

y r y

c

− − =

Jadi dengan nilai dari c1 dan c2 pada persamaan di atas, maka persamaan

(2.2.18) merupakan suatu penyelesaian dari masalah nilai awal

ay” + by’ + cy = 0 dengan y(x0) = y0 ; y’(x0) = y0’

Contoh 2.2.7 :

Selesaikan y” + 5y’ + 6y = 0 dengan y(0) = 2 dan y’(0) = 3 !

Penyelesaian :

Misal : y = erx

y’ = rerx

y” = r2 erx


(40)

0 6 5

2 + + =

rx rx rx

e re e

r

diperoleh persamaan karakteristik : r2 + 5r + 6 = 0

(r + 2) (r + 3) = 0

r = -2 atau r = -3

Jadi y1 = e-2x dan y2 = e-3x adalah penyelesaian fundamental

sehingga penyelesaian umum : y c y c y ce x ce 3x

2 2 1 2 2 1 1

+

= + = substitusikan x = 0 dan y = 2, didapat

c1 + c2 = 2

dengan menurunkan penyelesaian umun dan mensubstitusikan x = 0 dan

y’ = 3, diperoleh

-2c1 - 3c2 = 3

dengan menyelesaikan persamaan (24 dan (25), diperoleh c1 = 9 dan c2 =

-7. Jadi penyelesaian khususnya adalah : y = 9e-2x – 7e-3x □

b. Akar – akar Persamaan Karakteristik Bilangan Kompleks

Suatu persamaan diferensial homogen

ay” + by’ + cy = 0 (2.2.22)

dimana a, b dan c adalah bilangan real, telah diketahui bahwa jika dicari

penyelesaian dari y = exr maka r adalah akar persamaan karakteristik dari

( 2.2.23 )

0

2 + + =

c br ar

andaikan diskriminan b2 – 4ac negatif, maka akar – akar persamaan

(2.2.23) adalah bilangan kompleks dan dinotasikan dengan

μ

λ i

r1 = + dan r2 =λ−iμ


(41)

a b

2

=

λ dan

a b ac

2

4 − 2

=

μ

sehingga y1(x)=e(λ=iμ)x dan y2(x)=e(λ−iμ)x (2.2.24) persamaan (2.2.24) diubah menjadi rumus Euler’s dengan menggunakan

deret Taylor untu ex disekitar x = 0 :

∞ = = 0 ! n n x n x

e dengan -∞< x < ∞

jika diasumsikan bahwa dapat disubstitusikan ix untuk mengganti x pada

persamaan di atas

∞ = = 0 ! ) ( n n ix n ix e =

∞ = ∞ = − − − − + − 0 1 1 2 1 2 )! 1 2 ( ) 1 ( )! 2 ( ) 1 ( n n n n n n n x i n x

karena cos x =

∞ = − 0 2 )! 2 ( ) 1 ( n n n n x

dan sin x =

∞ = − − − − 1 1 2 1 )! 1 2 ( ) 1 ( n n n n x

maka eix = cos x + i sin x (2.2.25)

persamaan (2.2.25) disebut sebagai rumus Euler’s. Variasi dari rumus

Euler’s adalah sebagai berikut. Jika x diganti dengan –x, maka :

e-ix = cos x - i sin x

jika x diganti dengan μx maka :

(2.2.26)

x i x

eiμx =cosμ + sinμ

jika x diganti dengan (λ+iμ)x, maka :

x i x i e e e(λ+μ) = λ μ

kemudian substitusikan ke persamaan (2.2.26), diperoleh

) sin (cos ) ( x i x e


(42)

= eλxcosμx+ieλxsinμx ( 2.2.27 ) fungsi y1(x) dan y2(x) pada persamaan (2.2.24) dan persamaan (2.2.27)

adalah penyelesaian dari persamaan (2.2.22) dengan mensubstitusikan

) ( cos 2 ) ( ) ( 2 1 x u x e x y x

y + = λx μ =

) ( sin 2 ) ( ) ( 2 1 x v x e i x y x

y − = λx μ =

denngan menghitung Wronskian dari u dan v

jika 0

) )( ,

(u v x = e2 x

w μ λ μ ≠0

jadi u(x) dan v(x) merupakan penyelesaian fundamental dari Persamaan

Diferensial. Penyelesaian Umum Persamaan Diferensial adalah :

) sin cos

(c1 x c2 x

e

y = λx μ + μ

Contoh 2.2.8 :

Selesaikan y” + y’ + y = 0 !

Penyelesaian :

Substitusikan y = erx ;

Persamaan karekteristik : r2 + r + 1 = 0

Akar – akar persamaan karakteristik :

r1,2 =

1 . 2 1 . 1 . 4 1

1± −

= 2 ) 1 ( 3 1 2 3

1 − ± −

= − ± −

= 3i

2 1 2 1 2 1 3 2 1 ± − = − ± −


(43)

diperoleh

2 1

− =

λ dan 3

2 1

=

μ

penyelesaian umum : 3 )

2 1 sin 3 2 1 cos

( 1 2

2 1 x c x c e

y = − x + □

c. Akar – akar Persamaan Karakteristik Real dan Sama

Suatu persamaan diferensial homogen dengan koefisien konstan

dengan persamaan karakteristik

( 2.2.28 )

0

2 + + =

c br ar

dimana a, b dan c adalah bilangan real, dikatakan mempunyai akar sama

dan real jika b2 – 4ac = 0. Sehingga akar – akarnya

r1 = r2 =

a b

2

Jadi hanya diperoleh satu penyelesaian yaitu y1

x a b e x y 2

1( )

=

sehingga harus dicari penyelesaian kedua yaitu y2(x) yang bebas linear.

Untuk mencari y2 digunakan metode d’Alembert. Karena y1(x) adalah

penyelesaian persamaan (2.2.22) dan demikian juga dengan cy1(x) untuk

semua c konstan, maka hal tersebut digunakan untuk mencari y2(x),

denngan mengganti c dengan v(x). Sehingga hasil dari v(x)y1(x) adalah

penyelesaian dari persamaan (2.2.22).

Andaikan : y2(x) = v(x) y1(x)

x a b e x v x y 2

2( ) ( )

− = x a b x a b e a b x v e x v x

y 2 2

2 2 ). ( ) ( ' ) ( ' = − + − −


(44)

x a b x a b x a b e x v a b e x v a b e x v x y 2 2 2 2 2

2 ( )

4 ) ( ' 2 ) ( " ) ( ' = − − − + −

substitusikan ke persamaan (2.2.22), diperoleh :

0 2 ' 4 ' 2 " 2 2 2 = ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ + ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ +

− − ax

b e cv v a b v b v a b v a b v a jadi 0 4 ) 4 ( 4 4 0 2 4 ' ) ( " 2 2 2 2 = − − = + − = = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − + + − + a ac b a ac b v c a b a b v b b av sehingga

av” = v” = 0

x a b e k x k y k x k dx v v k dx v v 2 2 1 2 2 1 1 ) ( ' " ' − + = + = = = =

diperiksa apakah y1 dan y2 bebas linear dengan wronskian

0 2 1 2 ) )( , ( 2 2 2 2 2 2

1 = ≠

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = − − − − − x a b a b x a b x a b x a b e e x a b e a b xe e x y y w

jadi diperoleh penyelesaian umum :

x a b x a b xe c e c x y 2 2 2 1 ) ( = − + −

Contoh 2.2.9 :


(45)

Penyelesaian :

Penyelesaian umum : y ce x cxe 2ax

4 1 2 4 1

− −

+ =

x x

x x x

xe c e

c e c y

xe c e c y

2 2 2 2 2 1

2 1 2 1

2 2

' − − −

− −

− +

− =

+ =

substitusikan x = -1 dan y = 2, diperoleh

c1e2 – c2e2 = 2

substitusikan x = -1 dan y’ = 1 pada y’, diperoleh

-2c1e2 + 3c2e2 =1

dengan menyelesaikan kedua persamaan di atas, diperoleh

c1 = 7e-2 dan c2 = 5e-2

Jadi penyelesaian khusus : y =7e−2e−2x+5e−2xe−2x

C. Reduksi Order

Persamaan Diferensial Linear Orde-2

y” + p(x)y’ + q(x)y = 0 ( 2.3.1 )

Jika y1(x) adalah penyelesaian dari persamaan (2.3.1), maka dengan

menggunakan metode d’Alembert dapat dicari y2(x). Karena y1(x)

penyelesaian maka :

y = v(x) y1(x)

y’ = v’(x)y1(x) + v(x)y’1(x)

y” = v”(x)y1(x) + 2v’(x)y’1(x) + v(x)y1” (x)

Dengan mensubstitusikan y, y’ dan y” ke persamaan (2.3.1), diperoleh


(46)

Karena y1 adalah penyelesaian dari persamaan (2.3.1) maka koefisien v =

0, sehingga :

y1v” + (2y’1 + py1)v’ = 0

Dengan mengandaikan u = v’ maka u’ = v”, sehingga

y1u’ + (2y’1 + py1)u = 0

Merupakan persamaan diferensial orde satu sehingga dapat diselesaikan

sebagai persamaan diferensial tk-1atau dengan variabel terpisah. Prosedur

ini disebut dengan reduksi order, karena langkah penyelesaiannya

dengan menggunakan persamaan diferensial orde satu.

Contoh 2.3.1 :

Misal y1(x) = x-1 penyelesaian dari 2x2 + 3xy’ – y = 0, carilah y2(x)!

Penyelesaian :

Misal : y = v(x)x-1 , maka

y ‘= v’x-1.-vx-2 ; y “= v”x-1 – 2v’x-2 + 2vx-3

dengan mensubstitusikan y, y’ dan y”, diperoleh

2x2(v”x-1 – 2v’x-2 + 2vx-3) + 3x(v’x-1 – vx-2) – vx-1

= 2xv” – v’ = 0

persamaan di atas direduksi menjadi persamaan diferensial orde satu

sehingga diperoleh penyelesaian :

v’(x) = cx1/2

v(x) = 2/3 cx3/2 + k


(47)

D. Masalah Nilai Batas Persamaan Diferensial Orde-2 Definisi 2.4.1 :

Persamaan diferensial dengan bentuk :

y” = f ( x, y, y’ ) untuk axb (2.4.1)

dengan nilai batas

y(a)=α dan y(b)=β (2.4.2)

disebut Masalah Nilai Batas

Masalah nilai batas adalah persamaan diferensial dengan

Penyelesaian khusus yang diperoleh pada dua nilai yang berbeda dari

variabel bebas. Berbeda dengan masalah nilai awal yang penyelesaian

khususnya diperoleh dari satu titik, masalah nilai batas diperoleh dari dua

titik. Titik – titik tersebut membatasi satu interval dimana masalah nilai

batas tersebut harus diselesaikan.

Definisi 2.4.2 :

Suatu penyelesaian masalah nilai batas adalah penyelesaian dari Persamaan

Diferensial yang memenuhi nilai batas yang didefinisikan sepanjang

interval yang diberikan.

Untuk menyelesaiakan suatu masalah nilai batas, ada dua langkah :

a. Mencari penyelesaian umum dari persamaan diferensial tersebut

b. Menentukan suatu nilai konstan pada penyelesaian umum sehingga


(48)

Contoh 2.4.1:

Selesaikan masalah nilai batas y”- y’ = 0 dengan nilai batas

y(0) = 1 dan y(2) = 0 !

Penyelesaian :

Misalkan : y = erx

y’ = rerx

y” = r2 erx

persamaan karakteristik : r2 – 1 = 0

akar – akar : r1 = 1 v r2 = -1

Penyelesaian Umum : y = c1ex + c2 e-x

Untuk x = 0 : c1 + c2 = 1 (*)

Untuk x = 2 : c1e2 + c2e-2 = 0 (**)

Selesaikan persamaan (*) dan (**) dengan mengalikan persamaan (*)

dengan e2, diperoleh

2 2

2

1 =1−

e e

e

c dan 2 2

2

2 =

e e

e c

diperoleh penyelesaian khusus :

x x

e e e

e e

e e

e

y ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

− + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

− −

= 1 2 2 2 2 2 2

Contoh 2.4.2 ( Model Difusi ) :

Difusi merupakan proses penghamburan atau penyebaran suatu zat

yang dapat terpisah dalam zat cair pada suatu tempat. Penyebaran tersebut


(49)

ke konsentrasi rendah. Proses tersebut berhenti jika konsentrasinya sudah

seimbang.

Perubahan konsentrasi dari titik ke titik merupakan turunan dari

konsentrasi tersebut terhadap posisi dan disebut dengan gradien konsentrasi.

Jika y(x) adalah konsentrasi di titik x, maka gradien konsentrasinya di titik x

adalah y’(x) dan aliran zat karena difusi adalah –Dy’(x).

area

konsentrasi konsentrasi

tinggi -Dc’(x) rendah

c

c’(x)<0

x

x

Gambar 2.1

Misalkan aliran air laut yang mengandung garam dengan konsentrasi

tinggi y0 melalui sebuah kanal ke air yang konsentrasi garamnya lebih rendah

yL. Andaikan bagian kanal tersebut berada pada koordinat x dan x +Δx.

A(x)

V(x) V(x +Δx)

x x + xΔ


(50)

Volume air yang mengalir per satuan waktu melalui kedua tembok

adalah hasil kali antara dari luas permukaan tembok dan kecepatan aliran air

pada kanan, yaitu AV. Dan kecepatan total dimana garam masuk karena

aliran air adalah hasil kali volume air dengan konsentrasi, yaitu AVy. Jadi

aliran garam yang masuk dari ruas kiri adalah :

A(x)V(x)y(x) Dan keluar dari ruas kanan

A(x +Δx) V(x +Δx) y(x + xΔ )

Aliran garam melalui suatu area karena difusi adalah –Dy’, maka rata – rata

difusi yang masuk melalui ruas kiri adalah : -A(x)-Dy’(x)

dan keluar dari ruas kanan : -A(x + xΔ )-Dy’(x + xΔ ) Jadi total garam yang keluar dari ruas kanan

-A(x +Δx)-Dy’(x +Δx) + A(x + xΔ ) V(x + xΔ ) y(x +Δx)

karena massa garam tidak dapat berubah menurut waktu, dan menurut hukum

keseimbangan, rata – rata masuk sama dengan rata – rata keluar (rate in =

rate out), maka

-A(x)-Dy’(x) + -A(x + xΔ )-Dy’(x + xΔ ) = -A(x + xΔ )-Dy’(x + ) + A(x +

x Δ x

Δ ) V(x + ) y(x

+

x Δ x

Δ )

dengan mengumpulkan ke ruas kanan dan membagi dengan Δx, diperoleh :

0 ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ' ) ( ) ( ' ) ( = Δ − Δ + Δ + Δ + + Δ − Δ + Δ + − x x y x V x A x x y x x V x x A x x y x A x x y x x A D


(51)

karena limit menjadi nol, maka diperoleh persamaan diferensial orde-2

dengan nilai batas : x Δ

-D (A (x)y’(x))’ + (A (x) V(x) y(x))’ = 0

dengan nilai batas c(0) = c0 , c(L) = cL □

Contoh 2.4.3 :

Selesaikan Model difusi

0 ' "+ =

Dy Vy ; y(0) = 28 dan y(L) = 0

dengan D = -1.09 x 10-9 m2/s ; V = 0.2778 m/s ; L = 4,000 m

penyelesaian :

Dy” – Vy’ = 0

Misal : y = erx

y’ = rerx

y” = r2 erx

persamaan karakteristik : r2D – rV = 0

r ( rD – V ) = 0

D V r

r1 =0∨ 2 =

penyelesaian umum : Dx

V

e c c y = 1+ 2

untuk x = 0 : c1 + c2= 28 (*)

untuk x = L : 1+ 2 =0

D VL

e c

c (**)


(52)

1 28

1 28 28

1

− = − + =

D VL

D VL

D VL

e e e

c

1 28

2

− − =

D VL

e c

diperoleh penyelesaian khusus :

1 28

1 28 ) (

− − − =

D VL

D Vx

D VL

D VL

e e e

e x

y


(53)

BAB III

METODE RUNGE - KUTTA

A. Metode Simpson

Prinsip dasar metode Simpson yaitu membagi interval (batas integral) ke dalam n subinterval. Selanjutnya untuk setiap subinterval dibuat kurva kuadratik yang menginterpolasi titik-titik di dalam subinterval tersebut. Nilai pendekatan integral diperoleh dengan menjumlahkan semua luas bidang yang dibatasi sumbu x dan kurva kuadratik tersebut pada semua subinterval.

Metode integrasi Simpson merupakan pengembangan metode integrasi

trapezoida, hanya saja daerah pembaginya bukan berupa trapesium tetapi berupa dua buah trapesium dengan menggunakan pembobot berat di titik tengahnya seperti telihat pada gambar berikut ini. Atau dengan kata lain metode ini adalah metode rata-rata dengan pembobot kuadrat.

Gambar 3.1 Pembagian kurva setiap dua buah trapezium dengan pembobot berat.


(54)

Bila menggunakan trapesium luas bangun di atas adalah :

(

1

)

(

1

)

(

1 2 1

2 2

2 − + + + + = − + + +

= h fi fi h fi fi h fi fi fi

L

)

(3.1.1)

Pemakaian aturan simpson dimana bobot fi sebagai titik tengah dikalikan dengan 2 untuk menghitung luas bangun diatas dapat dituliskan dengan:

(

1

)

(

1

)

(

1 4 1

3 2

3 2

3 − + + + + = − + + +

= h fi fi h fi fi h fi fi fi

L

)

(3.1.2)

perhatikan gambar berikut :

Gambar 3.2 Pembagian kurva dengan metode Simpson

Dengan menggunakan aturan Simpson, luas dari daerah yang dibatasi fungsi y=f(x) dan sumbu X dapat dihitung sebagai berikut :

(

)

(

)

(

)

(

)

(

n n

)

(

fn fn

)

h f f h f f h f f h f f h f f h L + + + + + + + + + + + + = − −

−2 1 1

4 3 3 2 2 1 1 0 2 3 2 3 _ 2 3 2 3 2 3 2 2 (3.1.3)

atau dapat dituliskan dengan : ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + +

=

n

igenap i iganjil

i f f f

f h

L 4 2


(55)

Algoritma Metode Integrasi Simpson adalah : a. Definisikan y = f(x)

b. Tentukan batas bawah (a) dan batas atas integrasi (b) c. Tentukan jumlah pembagi n

d. Hitung h = (b-a)/n

e. Hitung : ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

+ +

+

=

n

igenap i iganjil

i f f f

f h

L 4 2

3 0

B. Metode Runge – Kutta Orde Empat

Peninjauan metode perhitungan yang praktis dimulai dengan suatu kelas metode yang luas, yang dikenal dengan metode Runge-Kutta. Metode Runge-Kutta mempunyai tiga sifat yang utama :

1. Metodenya satu langkah: untuk mencapai yn+1 hanya diperlukan keterangan yang tersedia pada titik sebelumnya yaitu xn, yn.

2. Mendekati ketelitian metode deret Taylor sampai suku dalam hp, dimana nilai p berbeda, dan p ini disebut derajat dari metode.

3. Tidak memerlukan penghitungan turunan f(x, y) tetapi hanya memerlukan fungsi itu sendiri.

Sifat ketiga tersebut yang menyebabkan metode Runge-Kutta lebih praktis. Metode Runge-Kutta yang akan dibahas dalam Bab ini adalah Metode Runge-Kutta Orde-4. Metode Runge-Kutta Orde-4 mempunyai dua versi yang sering digunakan. Bentuk pertama yaitu berdasarkan aturan Simpson’s 1/3 dan ditulis sebagai berikut :


(56)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 1 2 h x k y hf

k n n (3.3.1)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 2 3 h x k y hf

k n n

k4 = hf(yn + k3, xn + h)

[

1 2 3 4

]

1 2 2

6 1 k k k k y

yn+ = n+ + + +

bentuk kedua berdasarkan pada aturan Simpson’s 3/8, dan ditulis : k1 = hf(yn, xn)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 3 , 3 1 2 h x k y hf

k n n (3.3.2)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + = 3 , 3 3 2 1 3 h x k k y hf

k n n

k4 = hf(yn + k1 – k2 + k3, xn + h)

[

1 2 3 4

]

1 3 3

8 1 k k k k y

yn+ = n+ + + +

dengan nilai n dimulai dari n = 0 dan iterasi berhenti jika nilai x sudah terpenuhi.

Contoh 3.2.1 :

Hitunglah y(1) dengan menyelesaikan 1 ) 0 ( , 1 1 ' 2 = + − = y y y

dengan metode Runge-Kutta orde-4 dengan h = 1 ! Penyelesaian :


(57)

2 1 1 ) , ( y x y f + − =

dengan y0 = 1 dan x0 = 0. Karena hanya diminta untuk satu interval maka penghitungan seluruhnya adalah :

n = 0 :

2 1 1 1 1 ) , ( 0 0

1 =hf y x =− + =−

k 64 . 0 ) ) 75 . 0 ( 1 ( 1 2 ,

2 0 2

1 0

2 =−

+ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + +

=hf y k x h

k

0.6838

) ) 68 . 0 ( 1 ( 1 2 ,

2 0 2

2 0

3 ⎟=− + =−

⎠ ⎞ ⎜

+ +

=hf y k x h

k

k4 = hf(y0 + k3, x0 + h) =- 0.9091 ) ) 3161 . 0 ( 1 ( 1

2 =−

+

1 0

[

1 2 2 2 3 4

]

6 1 k k k k y

y = + + + +

[

0.5 2(0.64) 2(0.6838) 0.9091

]

0.3238 6

1

1+ − − − − =

=

Contoh 3.2.2 :

Selesaikanlah y’ = xy + 1 ; y(0) = 0, dengan metode Runge-Kutta orde-4 dengan h = 0.2 pada x = 1 !

Penyelesaian :

Persamaan ditulis sebagai : f(y, x) = xy + 1 dengan y0 = 0 dan t0 = 0

untuk n = 0 dan x1 = 0.2 :

k1 = hf(y0, t0) = 0.2 (0 + 1) = 0.2

[

(0 0.1)(0 0.1) 1 0.202 2 . 0 2 , 2 0 1 0

2 ⎟= + + + =

⎠ ⎞ ⎜

+ +

=hf y k x h


(58)

[

(0 0.101)(0 0.1) 1

]

0.20202 2 . 0 2 , 2 0 2 0

3 ⎟= + + + =

⎠ ⎞ ⎜

+ +

= hf y k x h

k

k4 = hf(yn + k3, xn + h) = 0.2[(0 + 0.20202)(0 + 0.2) + 1] = 0.208

[

1 2 3 4

]

0

1 2 2

6 1 k k k k y

y = + + + +

=

[

0.2 2(0.202) 2(0.20202) 0.208

]

0.2026 6

1

0+ + + + =

untuk n =1 dan x2 = 0.4 :

k1 = hf(y1, x1) = 0.2 [(0.2026)(0.2) + 1] = 0.2081

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 1 1 1 2 h x k y hf k

= 0.2[(0.2026 + 0.10405)(0.2 + 0.1) + 1] = 0.2184

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 1 2 1 3 h x k y hf k

= 0.2

[

(0.2026+0.1092)(0.2+0.1)+1

]

=0.2187

k4 = hf(y1 + k3, x1 + h)

= 0.2[(0.2026 + 0.2187)(0.2 + 0.2) + 1] = 0.2337

[

1 2 3 4

]

1

2 2 2

6 1 k k k k y

y = + + + +

=

[

0.2081 2(0.2184) 2(0.2187) 0.2337

]

0.4219 6

1 2026 .

0 + + + + =

untuk n = 2 dan x3 = 0.6 :

k2 = hf(y2, x2) = 0.2 [(0.4219)(0.4) + 1] = 0.2337

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 2 1 2 2 h x k y hf k


(59)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 2 2 2 3 h x k y hf k

= 0.2[(0.4219 + 0.1269)(0.4 + 0.1) + 1] = 0.2549 k4 = hf(y2 + k3, x2 + h)

= 0.2[(0.4219 + 0.2549)(0.4 + 0.2) + 1] = 0.2812

[

1 2 3 4

]

2

3 2 2

6 1 k k k k y

y = + + + +

=

[

0.2337 2(0.2539) 2(0.2549) 0.2812

]

0.6773 6

1 4219 .

0 + + + + =

untuk n = 3 dan x4 = 0.8 :

k1 = hf(y3, x3) = 0.2 [(0.6773)(0.6) + 1] = 0.2813

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 3 1 3 2 h x k y hf k

= 0.2[(0.6773 + 0.1407)(0.6 + 0.1) + 1] = 0.3145

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = 2 , 2 3 2 3 3 h x k y hf k

= 0.2[(0.6773 + 0.1573)(0.6 + 0.1) + 1] = 0.3168 k4 = hf(y3 + k3, x3 + h)

= 0.2[(0.6773 + 0.3168)(0.6 + 0.2) + 1] = 0.3591

[

1 2 3 4

]

3

4 2 2

6 1 k k k k y

y = + + + +

=

[

0.2813 2(0.3145) 2(0.3168) 0.3591

]

0.9945 6

1 6773 .

0 + + + + =

untuk n = 4 dan x5 = 1 :


(60)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

+ +

=

2 , 2 4

1 4 2

h x k y hf

k

= 0.2[(0.9945 + 0.1796)(0.8 + 0.1) + 1] = 0.4113

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

+ +

=

2 , 2 4

2 4 3

h x k y hf k

= 0.2[(0.9945 + 0.2057)(0.8 + 0.1) + 1] = 0.416 k4 = hf(y4 + k3, x4 + h)

= 0.2[(0.9945 + 0.4160)(0.8 + 0.2) + 1] = 0.4821

[

1 2 3 4

]

4

5 2 2

6 1

k k k k y

y = + + + +

=

[

0.3591 2(0.4113) 2(0.4160) 0.4821

]

1.41067 6

1 9945 .

0 + + + + =

diperoleh penyelesaian untuk y’ = xy + 1 pada y(1) = y5 = 1.41067 n =

5

====================================================== | x | Peny.hampiran | Peny. eksak | P.eksak-P.hamp | Kesalahan relatif | ====================================================== |0.20 | 0.202687 | 0.204082 | 0.001395 | 0.683468 |

|0.40 | 0.422029 | 0.434783 | 0.012753 | 2.933260 | |0.60 | 0.677458 | 0.731707 | 0.054250 | 7.414109 | |0.80 | 0.994654 | 1.176471 | 0.181816 | 15.454397 | |1.00 | 1.410676 | 2.000000 | 0.589324 | 29.466213 |>>


(61)

Gambar 3.3 Grafik metode Runge kutta orde 4

Untuk h = 0.1 maka hasilnya n =

10

===================================================== | x | Peny.hampiran | Peny. Eksak | P.eksak-P.hamp | Kesalahan rel | ===================================================== |0.10 | 0.100334 | 0.100503 | 0.000169 | 0.167710 | |0.20 | 0.202688 | 0.204082 | 0.001394 | 0.682860 | |0.30 | 0.309164 | 0.314136 | 0.004972 | 1.582799 | |0.40 | 0.422032 | 0.434783 | 0.012751 | 2.932703 | |0.50 | 0.543826 | 0.571429 | 0.027602 | 4.830394 | |0.60 | 0.677461 | 0.731707 | 0.054246 | 7.413610 |


(62)

|0.70 | 0.826367 | 0.927152 | 0.100786 | 10.870447 | |0.80 | 0.994660 | 1.176471 | 0.181811 | 15.453930 | |0.90 | 1.187363 | 1.512605 | 0.325242 | 21.502120 | |1.00 | 1.410685 | 2.000000 | 0.589315 | 29.465725 |>>

Gambar 3.4 Grafik metode Runge kutta orde 4

Dari gambar 3.3 dan 3.4 dapat dilihat bahwa jika langkah h diperkecil n menjadi lebih banyak dan selisih antara penyelesaian hampiran dan penyelesaian eksaknya atau kesalahan relatifnya semakin besar. Jadi penyelesaiannya tidak akurat.


(63)

Aplikasi dari metode Runge-Kutta untuk Persamaan Diferensial Orde Dua untuk Masalah Nilai Awal adalah sebagai berikut. Misalkan suatu Persamaan Differensial orde-2 :

y”(x) + ay’(x) + by(x) = q(x) , y(0) = 1 , y’(0) = 0 (3.2.3) dimana a dan b adalah koefisien dan q(x) adalah fungsi yang diketahui dan diberikan nilai awal. Dengan mendifinisikan :

z(t) = y’(x) (3.2.4)

persamaan diatas dapat direduksi menjadi dua Persamaan Diferensial Orde-1 y’= f(y, z,x) = z , y(0) = 1

z = g(y, z,x) = -ay – by + q , z(0) = 0 (3.2.5) Metode Runge-Kutta orde –4 untuk persamaan diatas tersebut menjadi k1 = hf(yn, zn, xn) = hzn

l1 = hg(yn, zn, xn)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 1 1 2 h x l z k y hf

k n n n

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 1 1 2 h x l z k y hg

l n n n (3.2.6)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 21 2 3 h x l z k y hf

k n n n

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 2 2 3 h x l z k y hg

l n n n

k4 = hf(yn + k3, zn + l3, xn + h)

l4 = hg(yn + k3, zn + l3, xn + h)

[

1 2 3 4

]

1 2 2

6 1 k k k k y


(64)

[

1 2 3 4

]

1 2 2

6 1 l l l l z

zn+ = n + + + +

nilai n dimulai dengan n = 0 dan iterasi berhenti jika t terpenuhi.

Contoh 3.2.3 :

Hitunglah y(3) untuk y”+ y’ – 12y = 0 dengan y(2) = 2, y’(2) = 0 dan h = 0,5 !

Penyelesaian :

Dengan mendifinisikan : z(t) = y’(t)

y’ = f(y, z, t) = z , y(2) = 2 z’ = g(y, z, t) = -z +12y, z(2) = 0 akan diselesaikan dengan h = 0.5, x0 = 2 dan y0 = 2 n = 0 dan x1 = xn + h = 2 + 0,5 = 2,5

k1 = hf(y0, z0, x0) = hz0 = 0.5 ( 0 ) = 0

l1 = hg(y0, z0,x0)

= 0,5 [ 0 + 12(2)] = 12

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 0 1 0 1 0 2 h x l z k y hf k

= 0,5 (6) = 3

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 0 1 0 1 0 2 h x l z k y hg l

= 0,5 [ -6 + 12(2 + 0 )] = 9

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 0 21 0 2 0 3 h x l z k y hf k


(65)

= 0,5 (4,5) = 2,25 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 0 2 0 2 0 3 h x l z k y hg l

= 0,5 [-4,5 + 12(2 + 1,5)] = 18,75 k4 = hf(y0 + k3, z0 + l3,x0 + h)

= 0,5(18,75) = 9,375 l4 = hg(y0 + k3, z0 + l3, x0 + h)

= 0,5[-18,75 + 12 (4,25)] = 16,125

[

1 2 3 4

]

0

1 2 2

6 1 k k k k y

y = + + + +

[

0 2(3) 2(2,25) 9,375

]

5,3125 6

1

2+ + + + =

=

[

1 2 3 4

]

0

1 2 2

6 1 l l l l z

z = + + + +

[

12 18 37,5 16,125

]

13,94 6

1

0+ + + + =

=

untuk n = 1 dan x2 = 2,5 + 0,5 = 3 k1 = hf(y1, z1,x1) = hz1

= 0.5 (13,94 ) = 6,97 l1 = hg(y1, z1, x1)

= 0,5 [ -13,94 + 12(5,3125)] = 24,9

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 1 1 1 1 1 2 h x l z k y hf k

= 0,5 [13,94 + 12,45] = 13,195

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 1 1 1 1 1 2 h x l z k y hg l


(66)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 1 21 1 2 1 3 h x l z k y hf k

= 0,5 (33,78) = 16,89

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + = 2 2 , 2 1 2 1 2 1 3 h x l z k y hg l

= 0,5 [-33,78 + 12(11,91)] = 54,57 k4 = hf(y1 + k3, z1 + l3, x1 + h) = 0,5(68,51) = 34,255 l4 = hg(y1 + k3, z1 + l3, x1 + h) = 0,5[-68,51 + 12 (22,2)] = 98,95

[

1 2 3 4

]

1

2 2 2

6 1 k k k k y

y = + + + +

[

6,97 26,39 33,7 34,255

]

22,2117 6

1 3125 ,

5 + + + + =

=

[

1 2 3 4

]

1

2 2 2

6 1 l l l l z

z = + + + +

[

24,9 79,36 109,14 98,95

]

65.9 6

1 94 ,

13 + + + + =

=

Jadi y(3) = y2 = 22,2117

penghitungan atau iterasi berhenti jika x sudah terpenuhi, pertambahan x sesuai dengan h yang diketahui, dimana xn+1 = xn + h.

Metode Runge Kutta Orde Empat ini akan digunakan dalam Metode Tembakan untuk menyelesaikan dua masalah nilai awal yang diperoleh dari mereduksi masalah nilai batas.


(67)

C. Analisis Galat

Galat pada pemotongan dari metode Runge-Kutta untuk orde ke p adalah Khp+1 dimana K adalah konstan. Penurunan batas K bukanlah hal yang sederhana, dan selain itu perhitungannya memerlukan besaran yang tidak tampak. Salah satu kesukaran dari metode Runge-Kutta adalah kurang sederhananya cara penafsiran galatnya. Taksiran galat merupakan hasil tambahan dari perhitungan titik yang baru.

Tanpa taksiran galat pemotongan, sukar untuk memilih nilai h yang pantas. Suatu patokan dasar adalah demikian:

2 1 3 2 k k k k − −

menjadi lebih besar ( lebih besar dari ratusan ) maka h harus diperkecil.

Ambil yn harga yang “benar” pada jawab x = x0 + nh. Maka dari metode klasik orde keempat :

yn = yn(h) + Kh5

dimana superskrip (h) pada yn menunjukkan bahwa yn dihitung dengan ukuran selang h. Bila selanjutnya digunakan selang h/2, didapat :

5 2

2⎟⎠

⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ h k y y h n n

jika kedua persamaan dikurangkan :

( ) 2 5

16 15 Kh y y h n h

n − =− ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

dan galat pemotongan adalah :

= = ⎢⎣⎡ ⎟⎠− ⎥⎦⎤ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ) ( 2 5 15 16 h n h n T Kh y y E


(68)

BAB IV

PENYELESAIAN NUMERIK MASALAH NILAI BATAS MENGGUNAKAN METODE TEMBAKAN

Untuk menyelesaikan masalah nilai batas persamaan diferensial biasa

orde dua ada beberapa metode yang dapat dilakukan antara lain metode selisih

berhingga, metode elemen hingga, dan metode tembakan (shooting method).

Metode tembakan merupakan metode yang sederhana dan mudah digunakan.

Metode ini bekerja dengan cara mcrcduksi masalah nilai batas menjadi masalah

nilai awal.

Metode Tembakan sangat bergantung pada pemilihan nilai slope awal

yang tidak diketahui nilainya. Metode Tembakan akan berhasil pemakaiannya

bila pemilihan slope awal yang dipilih mendekati slope yang sebenarnya.

Disebut Metode Tembakan karena pada dasarnya metode ini dilakukan dengan

menembak satu nilai awal sebagai penyelesaian, apabila nilai tersebut kurang

sesuai maka akan ditembak satu nilai di atas nilai tersebut atau dibawah nilai

tersebut sampai pada akhirnya konvergen ke penyelesaian.

Pada Bab ini akan dibahas Penyelesaian Numerik Masalah Nilai Batas

menggunakan Metode Tembakan ( Linear Shooting Method ).

A. Metode Tembakan Linear

Andaikan suatu persamaan diferensial linear adalah suatu masalah nilai

batas yang berbentuk :


(69)

mempunyai penyelesaian tunggal y(x). Misalkan y'(a)=α. Nilai α belum

diketahui. Metode tembakan adalah menafsirkan nilai untuk y'(a)=α

sehingga menghasilkan suatu penyelesaian yang sesuai dengan nilai untuk y(b). Dengan kata lain, misal penyelesaian Masalah Nilai Awal dengan y'(a)=α adalah y(x, α), akan dicari nilai α sehingga y(b, α) = B.

Untuk mendekati penyelesaian persamaan (4.1.1) dengan metode

tem-bakan adalah dengan mereduksi persamaan (4.1.1) ke dalam dua masalah nilai

awal.

Misal y1(x) dan y2(x) adalh penyelesaian dari masalah nilai awal

0 ) ( ' ; ) ( ) ( ) ( ' ) ( " 1 1 1 1 1 = = + = a y A a y x qy x py x y (4.1.2) dan 1 ) ( ; 0 ) ( ) ( ) ( ' ) ( " 2 2 2 2 2 = = + = a y a y x qy x py x y (4.1.3)

misalkan y(x) = c1y1(x) + c2y2(x) adalah penyelesaian dari y”(x) = py’(x) + qy(x)

dilihat dari penyelesaian berikut :

y”(x) = c1y1(x) + c2y2(x)

= c1(py1(x) + qy1(x)) + c2(py2(x) + qy2(x))

= c1py1(x) + c1qy1(x) + c2py2(x) + c2qy2(x)

= p(c1y1(x) + c2y2(x)) + q(c1y1(x) + c2y2(x))

= py’(x) + qy(x)

masukkan nilai awal untuk x = a dalam penyelesaian y(x) = c1y1(x) + c2y2(x)

y(a) = c1y1(a) + c2y2(a)


(70)

y’(a) = c1y1(a) + c2y2(a)

= 0 + c2 = 1 (4.1.5)

sehingga diperoleh c1A = A maka nilai c1 = 1 dan c2 = 1

masukkan nilai batas untuk x = b kedalam penyelesaian y(x) = c1y1(x) + c2y2(x)

y(b) = c1y1(b) + c2y2(b) = B (4.1.6)

masukkan nilai c1 dan c2 kedalam persamaan di atas

jika c2 = 1, maka

c1y1(b) + y2(b) = B (4.1.7)

sehingga ) ( ) ( 1 2 1 b y b y B c = −

diperoleh penyelesaian ) ( ) ( ) ( ) ( )

( 1 2

1

2 y x y x

b y b y B x

y = − + (4.1.8)

atau jika c1 = 1, maka

y1(b) + c2y2(b) = B (4.1.9)

sehingga ) ( ) ( 2 1 2 b y b y c = B

diperoleh penyelesaian ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 1

1 y x

b y b y B x y x

y = + − (4.1.10)

untuk menyelesaikan y1(x) secara numerik dan memperoleh nilai dari y2(x) dari

persamaan (4.1.10), digunakan metode Runge-Kutta orde empat. Kemudian

nilai tersebut digunakan untuk mencari nilai dari wn, dengan :

) ( ) ( ) ( 2 2

1 y x

b y

b y B wn = −


(1)

x(j)=a+h*j; w(1,j)=y(j); x0=x(j); y0=y(j);

z(j)=x(j)/(1-(1*x(j)*x(j)/2)); err(j)=abs(y(j)-z(j));

rel(j)=(err(j)/z(j))*100; %membuat tabel

fprintf('\n|%3.2f | %9.6f | %10.6f | %10.6f | %10.6f |',x(j),w(j),z(j),err(j),rel(j))

end %grafik plot(x,w,'k') hold on plot(x,z,'o')

legend('Peny hampiran','Peny eksak',4); title('Grafik Metode Runge Kutta Orde 4') xlabel('Nilai x')


(2)

LAMPIRAN 2

Fungsi Metode Tembakan

1. Fungsi untuk persamaan 1

function U=Shooting1(a,b,h,u0,p0)

% Fungsi metode tembakan (shooting Method)

% input : f fungsi yang digunakan u' = z dan p' = (2x/1+x*x)p+(2/1+x*x)+1 % a adalah titik awal interval

% b adalah titik akhir interval

% h adalah ukuran langkah untuk maghitung nilai y pada interval % n adalah banyaknya langkah

n=(b-a)/h; x0=0;

for j=1:n

k1=h*feval('pers2',p0); l1=h*feval('pers3',u0,p0,x0); k2=h*feval('pers2',p0+l1/2);

l2=h*feval('pers3',u0+k1/2,p0+l1/2,x0+h/2); k3=h*feval('pers2',p0+l2/2);

l3=h*feval('pers3',u0+k2/2,p0+l2/2,x0+h/2); k4=h*feval('pers2',p0+l3);

l4=h*feval('pers3',u0+k3,p0+l3,x0+h); u(j)=u0+[k1+2*k2+2*k3+k4]/6; p(j)=p0+[l1+2*l2+2*l3+l4]/6; x(j)=a+h*j;


(3)

c(j)=u(j); x0=x(j); u0=u(j); p0=p(j); n=n+1; end U=u; plot(x,c,'k')

title('Grafik Metode Tembakan') xlabel('Nilai x')

ylabel('Nilai u')

2. Fungsi untuk persamaan 2

function V=Shooting2(a,b,h,v0,q0)

% Fungsi metode tembakan (shooting Method) % a adalah titik awal interval

% b adalah titik akhir interval

% h adalah ukuran langkah untuk maghitung nilai y pada interval % n adalah banyaknya langkah

n=(b-a)/h; x0=0;

for j=1:n

k1=h*feval('pers4',q0); l1=h*feval('pers5',v0,q0,x0); k2=h*feval('pers4',q0+l1/2);

l2=h*feval('pers5',v0+k1/2,q0+l1/2,x0+h/2); k3=h*feval('pers4',q0+l2/2);


(4)

l3=h*feval('pers5',v0+k2/2,q0+l2/2,x0+h/2); k4=h*feval('pers4',q0+l3);

l4=h*feval('pers5',v0+k3,q0+l3,x0+h); v(j)=v0+[k1+2*k2+2*k3+k4]/6; q(j)=q0+[l1+2*l2+2*l3+l4]/6; x(j)=a+h*j;

c(j)=v(j);

%fprintf('\n%3.2f %9.4f ',x(j),v(j));

x0=x(j); v0=v(j); q0=q(j); end

V=v;

%grafik plot(x,c,'k')

title('Grafik Metode Tembakan') xlabel('Nilai x')


(5)

LAMPIRAN 3

Program Menu Utama

%function m= menu_utama(B) clc

fprintf('Metode tembakan untuk masalah nilai batas\n')

fprintf('y"=(2x/(1+x*x))y+(2/(1+x*x))+1,dengan y(0)=1.25, y(2)=-0.95\n') fprintf('pada interval [0,2]\n')

fprintf('dengan input sebagai berikut : \n') B = input('B = ');

a = input('a = '); b = input('b = '); h = input('h = '); u0 = input('u0 = '); p0 = input('p0 = '); v0 = input('v0 = '); q0 = input('q0 = ');

U=Shooting1(a,b,h,u0,p0); V=Shooting2(a,b,h,v0,q0);

fprintf('======================================================== ===========\n')

fprintf('| x | u | w | v | Peny. Hampiran |\n')

fprintf('======================================================== ===========\n')


(6)

n=(b-a)/h; w=0; for j=1:n

w(j)=((B-U(n))./V(n)).*V(j); y(j) = U(j) +w(j);

x(j)=a+h*j;

fprintf('\n%3.2f %15.6f %15.6f %15.6f %15.6f ',x(j),U(j),w(j),V(j),y(j))