ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH

(1)

commit to user

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN

BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH

(Studi Kasus dalam Putusan No. 332 K/PID/2006)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

HENDRA MEDY SETIAWAN NIM. E1107160

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN

BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH

(Studi Kasus dalam Putusan No. 332 K/PID/2006)

Oleh

HENDRA MEDY SETIAWAN NIM. E1107160

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Juli 2011 Dosen Pembimbing

Bambang Santoso, S.H., M. Hum. NIP.196202091089031001


(3)

commit to user

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN

BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH

(Studi Kasus dalam Putusan No. 332 K/PID/2006) Oleh

HENDRA MEDY SETIAWAN NIM. E1107160

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada

Hari :

Tanggal :

DEWAN PENGUJI

1. Kristiyadi, SH.,M.Hum : ... NIP. 19581225 198601 1001

2. Edy Herdyanto, SH.,MH : ... NIP. 19570629 198503 1002

3. Bambang Santoso, SH., M.Hum : ... NIP. 19620209 198903 1001

Mengetahui Dekan,

Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M. Hum. NIP. 195702031985032001


(4)

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Hendra Medy Setiawan

NIM : E1107160

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH (Studi Kasus dalam Putusan No.

332 K/PID/2006) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya

dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juli 2011 yang membuat pernyataan

Hendra Medy Setiawan NIM. E1107160


(5)

commit to user

ABSTRAK

HENDRA MEDY SETIAWAN. E1107160. ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR

PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI

(VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH (Studi Kasus dalam Putusan No. 332 K/PID/2006)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana argumentasi hukum

Penuntut umum sebagai dasar pengajuan Kasasi terhadap putusan bebas murni (vrijspraak) dalam perkara penyerobotan pekarangan rumah sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP dan bagaimana pengajuan Kasasi oleh Penuntut Umum terhadap putusan bebas murni (vrijspraak) dalam perkara penyerobotan pekarangan rumah tidak bertentangan dengan asas kepastian hukum bag terdakwa.

Penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum doctrinal. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan data sekunder atau studi kepustakaan. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa Terdakwa Drs. BUDI HARDJO Bin ABDUL RAHMAN telah diputus bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas perkara membuat keterangan palsu sesuai yang didakwakan dalam Pasal 266 (2) KUHP. Berdasarkan bukti-bukti dan fakta pada saat proses persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kurang cermat dalam mempertimbangkan putusannya, sehingga pada akhirnya terdakwa diputus bebas. Berdasarkan alasan-alasan yang diajukan oleh Penuntut Umum maka dilakukan upaya hukum Kasasi oleh Penuntut Umum kepada Mahkamah Agung. Dan dalam pertimbangannya Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.557/Pid.B/2005/PN.Jkt.Pst. tanggal 26 Oktober 2005 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut

Kata kunci: putusan, kasasi


(6)

commit to user

ABSTRACT

HENDRA MEDY SETIAWAN. E1107160. JURIDICAL ANALYSIS OF LAW ARGUMENTS OF GENERAL PROSECUTOR AS LEGAL BASIS FOR APPEALS SUBMISSION TOWARD PURE FREE VERDICT (VRIJSPRAAK) IN CASE OF MAKING FALSE STATEMENT OF HOME OWNERSHIP DEED (Case Studies in Verdict No. 332. K/PID/2006). Law Writing (Thesis). Sebelas Maret University Faculty of Law, March 2011.

This study aimed to determine how the legal argumentation of General Prosecutors as the basis for appeals submission against the pure acquittal (vrijspraak) in the case of annexation yard is in conformity with the provisions of the Criminal Procedure Code and how the submission of appeals by the General Prosecutor toward the pure acquittal (vrijspraak) in the case of annexation yard is not contradict to the principle of legal certainty for the defendant.

Research of law by the author includes the type of doctrinal law research. Doctrinal law research is law research conducted with secondary data or literature study. The materials are systematically arranged, examined and then compared and drawn a conclusion.

Based on research results obtained that the defendant, Drs. BUDI HARDJO Bin ABDUL RAHMAN, had been acquitted by the Panel of Judges of the Central Jakarta District Court for the case of making false statement charged Verse 2 Penal Code Article 266. Based on the evidences and facts during the trial, the Panel of Judges of the Central Jakarta District Court is less careful in considering its verdict. So, in the end the defendant was acquitted. Based on the reasons filed by the General Prosecutor then made the legal appeal by the General Prosecutor to the Supreme Court. In consideration of the Supreme Court

argued that the decision of the Central Jakarta District Court

No.557/Pid.B/2005/PN.Jkt.Pst October 26th 2005cannot be maintained anymore. Therefore, the case should be canceled and the Supreme Court will judge the case itself.

Key words: verdict, appeal


(7)

commit to user

MOTTO

Kalau anda pikir anda kalah, ya anda kalah. Kalau anda pikir anda

tidak berani, ya anda tidak berani. Kalau anda ingin menang, tetapi

berpikir tidak mungkin, hamper dapat dipastikan anda tidak akan

menang.

( John C Maxwell)

Keberanian bukanlah tiadanya rasa takut, tetapi kesadaran bahwa

tujuan kita lebih besar dari rasa takut itu”

“Kamu maju bukan dengan memperbaiki apa yang sudah terjadi

melainkan menggapai ke arah apa yang belum terjadi”


(8)

commit to user

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, kupersembahkan karya kecil ini kepada :

v Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karuniaNya, yang mengerti akan perasaanku dan menjawab akan semua doa. Terimakasih ya allah ku syukuri dan ku nikmati segala karuniaMu.

v Almarhum Papaku Wardoyo, Mamaku tercinta Endang Sri Winarni.

v Pembimbing skripsiku Bapak Bambang Santoso, S.H., M. Hum. yang telah sabar membimbing dan memberi pengarahan.

v Kakakku tersayang Yossy Octaviani, SH beserta suami Shonny Andriyano. SH., MH juga malaikat kecilku Jessica Odelia Andriyano dan Lydia Queena Andriyano.

v Kakakku tersayang Lusy Martha Subekti, A.Md beserta suami Ir. Wisnu Subarkah Dwi Wibowo juga bidadari kecilku Luwisa Wibowo.

v Karolina Jenio Kristi dengan segala support dan motivasi tiada henti kepada penulis.

v Sahabat serta Almamater Fakultas Hukum UNS.

v Pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


(9)

commit to user

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan penulisan hukum skripsi ini untuk melengkapi salah satu syarat dalam mencapai derajat sarjana (S1) dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan

judul “ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT

UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH (Studi Kasus

dalam Putusan No. 332 K/PID/2006)” Yang berisi tentang Pengajuan Kasasi

oleh Penuntut Umum terhadap Putusan bebas murni Pengadilan Negeri Jakarta Pusaat kepada Mahkamah Agung berdasarkan fakta-fakta dalam proses persidangan.

Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M. Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Harjono, S.H., M.H., selaku Ketua Program Non Reguler Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M. Hum. selaku pembimbing penulisan

skripsi yang dengan sabar serta perhatian yang tinggi telah berkenan membimbing dan memberikan saran-saran berguna bagi penulis.

5. Ibu TH Kus sunaryatun, S.H.MH selaku Pembimbing Akademik penulis.

6. Seluruh dosen dan staff di Fakultas Hukum UNS yang telah ikut berkontribusi dalam pencapaian gelar sarjana penulis.


(10)

commit to user

7. Almarhum Papaku Wardoyo, Mamaku tercinta Endang Sri Winarni atas

segala doa, kasih sayang, dukungannya serta perhatiannya selama ini kepada penulis.

8. Kakakku tersayang Yossy Octaviani, SH beserta suami Shonny Andriyano. SH., MH juga malaikat kecilku Jessica Odelia Andriyano dan Lydia Queena Andriyano atas doa dan dukungannya selama ini kepada penulis.

9. Kakakku tersayang Lusy Martha Subekti, A.Md beserta suami Ir. Wisnu Subarkah Dwi Wibowo juga bidadari kecilku Luwisa Wibowo atas doa dan dukungannya selama ini kepada penulis.

10. Karolina Jenio Kristi dengan segala support dan motivasi tiada henti kepada penulis. Thank you very much.

11. Teman-temanku yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, adekku Dewi dan Sherly serta saudara-saudaraku semuanya yang telah memberikan dukungannya kepada penulis.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu dengan lapang dada penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

DAFTAR ISITRAK . xi


(11)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Kerangka Teori ... 11

1. Tinjauan Umum Tentang Putusan ... 11

2. Tinjauan Tentang Upaya Hukum ... 13

3. Tinjauan Tentang Kasasi ... 19

4. Tinjauan Tentang Pemalsuan Surat ... 24

B. Kerangka Pemikiran ... 29


(12)

commit to user

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Argumentasi Hukum Penuntut Umum sebagai Dasar

Pengajuan Kasasi terhadap Putusan Bebas Murni (vrijspraak) dalam Perkara Membuat Keterangan

Palsu dalam Akta Kepemilikan Rumah ... 32

B. Kesesuaian Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung

dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Bebas dalam Perkara dengan

Ketentuan KUHAP ... 48

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ... 55 B. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(13)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

v Bagan Kerangka Pemikiran ... 29


(14)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangMasalah

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati kebhinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara. Sebagai Negara hukum bertujuan menciptakan adanya keamanan dan ketertiban, keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara serta menghendaki agar hukum ditegakkan, artinya hukum harus dihormati dan ditaati oleh siapapun tanpa kecuali baik oleh seluruh warga masyarakat, penegak hukum, maupun oleh penguasa Negara, sehingga segala tindakannya harus dilandasi oleh hukum.

Hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan erat satu sama lain, setiap tindakan yang melanggar hukum pidana akan dikenakan pidana sesuai dengan hukum yang berlaku, karena jelas di Negara kita ini adalah Negara hukum. Sehingga barang siapa yang bertindak salah supaya dituntut di muka pengadilan sesuai undang-undang yang berlaku.

Di setiap negara hukum, pelaku penyimpangan negara hukum diharuskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hukum pada umumnya dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum itu bukanlah merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya nonyuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktor-faktor di luar hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis.

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini ialah hukum pidana yang telah di kodifisir, yaitu sebagian besar dari aturan-aturannya telah disusun


(15)

commit to user

dalam satu kitab undang-undang (wetboek), yang dinamakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, menurut suatu sistem yang tertentu. Hukum pidana merupakan sistem sanksi yang negatif (Soedarto, 1977: 30). Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara (Moeljatno, 1987:1). Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa yang melanggar larangan tersebut (Moeljatno, 1969: 9). Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang yang menimbulkan kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat.

Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan siapapun yang melakukan pelanggaran hukum akan mendapat perlakuan yang sama tanpa perbedaan (equal treatment or equal dealing). Oleh karena itu, siapapun dan setiap orang harus diperlakukan secara sama tanpa diskriminasi dalam perlakuan dan perlindungan hukum (Yahya Harahap, 2002:2). Penjatuhan pidana bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam. Yang paling penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman. Setiap pelanggaran hukum harus dilakukan penegakan hukum. Misalnya dalam kasus pidana keterangan Palsu. Seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana atau pelanggaran hukum harus menjalani proses pidana.

Hakim memiliki berbagai pertimbangan dalam mengadili dan memutus suatu perkara, baik pertimbangan berdasarkan ketentuan dan perundangan yang berlaku atau pertimbangan kemanusiaan. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang tidak sebebas-bebasnya, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab, baik terhadap hukum (keadilan) maupun terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh hakim tersebut tidak jarang menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak-pihak yang berperkara. Keputusan yang diambil oleh hakim yang berada di tingkat lebih rendah sebagian besar belum


(16)

commit to user

memenuhi rasa keadilan pihak-pihak yang bersengketa, berbagai upaya hukum lanjutan dapat dilakukan oleh kedua belah pihak hingga akhirnya sampai ke Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Jika keputusan yang diambil oleh hakim pada Mahkamah Agung dirasa juga belum memenuhi rasa keadilan maka pihak-pihak yang berperkara dapat melakukan usaha terakhir yang disebut sebagai peninjauan kembali.

Dalam suatu negara hukum seperti di Indonesia, Pengadilan adalah suatu badan atau lembaga peradilan yang merupakan tumpuan harapan untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu jalan yang terbaik untuk mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam negara hukum adalah melalui lembaga peradilan tersebut. Dalam suatu lembaga peradilan, hakim memegang peranan penting karena hakim dalam hal ini bertindak sebagai penentu untuk memutuskan suatu perkara yang diajukan ke pengadilan.

Hakim dalam memutus suatu perkara memiliki kebebasan karena kedudukan hakim secara konstutisional dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25 yang berbunyi bahwa Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh dan campur tangan kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam Undang-Undang tentang kedudukan para hakim. Hal ini sesuai dengan ciri dari Negara hukum itu sendiri yaitu terdapat suatu kemerdekaan hakim yang bebas, tidak memihak dan tidak dipengaruhi oleh Kekuasaan Legislatif dan Eksekutif. Kebebasan hakim tersebut tidak dapat diartikan bahwa hakim dapat melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap suatu perkara yang sedang ditanganinya, akan tetapi hakim tetap terikat pada peraturan hukum yang berlaku.

Dalam hal kebebasan hakim ini, juga berarti bahwa hakim harus dapat memberi penjelasan dalam menerapkan Undang-Undang terhadap suatu perkara yang ditanganinya. Penjelasan tersebut diberikan berdasarkan penafsiran dari hakim itu sendiri. Penafsiran disini bukan semata-mata berdasaran akal, ataupun sebuah uraian secara logis, namun hakim dalam hal ini harus bisa memilih berbagai kemungkinan berdasarkan keyakinannya.


(17)

commit to user

Hakim sebagai penentu untuk memutuskan suatu perkara yang diajukan ke pengadilan, dalam menjatuhkan putusan harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Adapun pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut, di samping berdasarkan pasal-pasal yang diterapkan terhadap terdakwa sesungguhnya juga didasarkan atas keyakinan dan kebijaksanaan hakim itu sendiri. Hakim dalam mengadili suatu perkara berdasarkan hati nuraninya. Sehingga hakim yang satu dengan yang lain memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam menjatuhkan suatu putusan.

Terhadap putusan yang oleh Hakim pengadilan tingkat pertama, maka baik terdakwa atau penuntut umum diberikan hak untuk mengajukan keberatan atau menolak putusan atau yang dalam KUHAP dikenal dengan istilah upaya hukum. Lembaga upaya hukum ini di dalam KUHAP telah diatur secara lengkap dan terperinci. Hak untuk mengajukan upaya hukum merupakan hak baik bagi terdakwa maupun penuntut umum. Upaya hukum ini menurut KUHAP ada dua macam, yaitu upaya hukum biasa dan luar biasa. Salah satu jenis upaya hukum biasa ini disebut dengan kasasi.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan analisis yuridis mengenai pengajuan kasasi hal-hal yang memberatkan terdakwa dalam tindak pidana keterangan palsu. Untuk itu penulis terdorong untuk menulis penulisan

hukum dengan judul “ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM

PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI

TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH (Studi Kasus dalam Putusan No. 332 K/PID/2006)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana argumentasi hukum Penuntut Umum sebagai dasar pengajuan


(18)

commit to user

keterangan palsu akta kepemilikan rumah sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP ?

2. Apakah pertimbangan hakim Makamah Agung dalam memeriksa dan

memutus permohonan kasasi terhadap putusan bebas dalam perkara membuat keterangan palsu akta kepemilikan rumah sudah sesuai dengan KUHAP ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian sudah tentu memiliki tujuan yang jelas untuk dicapai, tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pengarahan dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui argumentasi hukum Penuntut Umum sebagai dasar

pengajuan kasasi terhadap putusan bebas murni (vrijspraak) dalam perkara membuat kerangan palsu akta kepemilikan rumah sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP.

b. Untuk kesesuaian pertimbangan hakim Makamah Agung dalam

memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan bebas dalam perkara pemalsuan akta kepemilikan rumah dengan ketentuan KUHAP.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh bahan hukum dan informasi sebagai bahan utama guna

menjawab permasalahan yang dikaji dalam menyusun karya ilmiah dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan ilmu pengetahuan dan

pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis sendiri khususnya dan dapat memberi manfaat bagi masyarakat pada umumnya.


(19)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu hukum terutama hukum pidana.

b. Untuk mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi, masukan bahan hukum ataupun literature bagi penulisan hukum selanjutnya yang berguna bagi para pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang diteliti

oleh penulis yaitu Analisis Yuridis Argumentasi Hukum Penuntut Umum Sebagai Dasar Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas Murni (Vrijspraak) Dalam Perkara Membuat Keterangan Palsu Akta Kepemilikan Rumah (Studi Kasus dalam Putusan No. 332 K/PID/2006). b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan

serta tambahan pengetahuan bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan bahan hukum sekunder atau studi kepustakaan. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini mengkaji tentang penerapan


(20)

commit to user

argumentasi hukum penuntut umum sebagai dasar penngajuan kasasi terhadap putusan bebas murni (vrijspraak).

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal yang keilmuan hukumnya bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22). Sifat preskriptif ini merupakan hal substansial yang tidak mungkin dapat dipelajari oleh disiplin lain yang obyeknya juga hukum.

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan doktrinal yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),

pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006:93).

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kasus (case approach) berkaitan dengan masalah yang dibahas yaitu perkara Keterangan Palsu dengan Putusan No. 332 K/PId/2006.

4. Jenis dan Sumber Penelitian Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, bahan hukum atau bahan pustaka yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam perbuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim


(21)

commit to user

(Peter Mahmud Marzuki, 2006: 141). Adapun yang penulis gunakan adalah :

1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Putusan Mahkamah Agung Nomor. 332 K/PID/2006

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan dan hasil karya ilmiah para sarjana yang relevan atau terkait dalam penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Bahan hukum

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum adalah dengan dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan bahan hukum dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti yang digolongkan sesuai dengan katalogisasi. Metode pengumpulan bahan hukum ini berguna untuk mendapatkan landasan teori yang berupa pendapat para ahli mengenai hal yang menjadi obyek penelitian seperti peraturan perundangan yang berlaku dan berkaitan dengan hal-hal yang diteliti.

Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Peneliti menggunakan teknik studi pustaka dengan mengumpulkan putusan-putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi, yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor. 332 K/PID/2006. Peneliti juga mendokumentasikan bahan-bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

6. Teknik Analisa Bahan hukum

Analisis bahan hukum merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi satu laporan. Di dalam sebuah penelitian


(22)

commit to user

hukum, pengelolaan bahan hukum hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematika terhadap bahan hukum tertulis. Sistematika berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis.

Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki metode deduktif sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006:47).

Teknik analisis yang digunakan oleh Penulis adalah secara deduktif, yaitu pengolahan bahan hukum dengan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Jhonny Ibrahim, 2006:393).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai keseluruhan dari isi penulisan hukum, maka penulis membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab. Adapun sistematika dari penulisan hukum ini sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, jadwal penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis menguraikant entang teori-teori yang melandasi penelitian hukum. Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan umum tentang pembuktian, putusan, tindak pidana tentang sumpah palsu,dan tinjauan tentang upaya hukum.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan.


(23)

commit to user BAB IV : PENUTUP

Bab ini akan berisi mengenai simpulan dan saran terkait dengan pembahasan permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(24)

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Putusan

a. Pengertian Putusan

Yang dimaksud dengan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Perumusan demikian, dapat kita baca dalam Pasal 1 butir 11 KUHAP.

Dalam perumusan pengertian putusan tersebut, telah tergambar tentang : Tata cara pengucapan putusan dan bentuk-bentuk putusan pengadilan. Putusan pengadilan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut, maka putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 195 KUHAP). Putusan yang diucapkan tidak menurut tatacara tersebut, disamping tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat, dapat dimintakan pembatalannya melalui penggunaan upaya hukum kasasi (Harun M. Husein, 1992:22). Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP, yang dapat dimintakan kasasi adalah putusan tingkat terakhir oleh pengadilan selain Mahkamah Agung.

b. Jenis Putusan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 11 KUHAP, bentuk-bentuk putusan pengadilan terdiri dari : Putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum dan putusan pemidanaan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 191 ayat (1), putusan yang mengandung pembebasan akan dijatuhkan pengadilan, bila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Perumusan pasal ini kurang tepat, karena putusan didasarkan atas surat dakwaan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) bahwa yang didakwakan dalam surat


(25)

commit to user

dakwaan adalah perbuatan (tindak pidana) yang dilakukan oleh terdakwa, bukan kesalahan terdakwa dalam melakuka perbuatan itu.

Perbuatan dan kesalahan terdakwa adalah obyek pembuktian dalam pemeriksaan sidang. Apabila dalam pemeriksaan sidang perbuatan yang didakwakan tidak terbukti, maka terdakwa diputus bebas (vrijspraak). Tetapi apabila yang tidak terbukti itu adalah kesalahan terdakwa (bukan perbuatan yang didakwakan), maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechts vervolging). Karena perbuatan yang telah terbukti tersebut tidak dapat dipersalahkan kepada terdakwa.

Apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang

didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tidak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2)). Dari ketentuan Pasal 191 ayat tersebut, jelaslah bahwa bila perbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana, terdakwa tidak dapat dipidana. Karena itu ia lepas dari segala tuntutan hukum. Mungkin saja perbuatan yang terbukti itu merupakan perbuatan yang termasuk lingkup keperbahan hukuman.

Bila kita kaitkan ketentuan Pasal 191 ayat (2), dengan ketentuan Pasal 191 ayat (1), maka seolah-olah ketentuan Pasal 191 ayat (2) tersebut menganulir ketentuan Pasal 191 ayat (1). Selain kedua bentuk putusan pengadilan tersebut di atas, terdapat bentuk ketiga, yaitu putusan yang mengandung pemidanaan. Pasal 193 ayat (1), menyatakan bahwa jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.


(26)

commit to user

2. Tinjauan Tentang Upaya Hukum

a. Pengertian Upaya Hukum

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau Penuntut Umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 12 KUHAP).

b. Jenis Upaya Hukum

1) Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan banding dan bagian kedua tentang pemeriksaan kasasi.

a) Pemeriksaan Tingkat Banding

Kalau Pasal 233 ayat (1) KUHAP ditelaah dan dihubungkan dengan Pasal 67 KUHAP, maka dapat disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri) dapat dimintakan banding ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan beberapa kekecualian. Kekecualian untuk mengajukan banding menurut Pasal 67 KUHAP tersebut ialah : (1) Putusan bebas (Vrijspraak)

(2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum

(3) Putusan pengadilan dalam acara cepat Sebenarnya tujuan banding itu ada dua :

(1) Menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya;

(2) Untuk pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu Oleh sebab itu banding sering disebut juga revisi.


(27)

commit to user

Pemeriksaan banding sebenarnya merupakan suatu

penilaian baru (judicium novum). Jadi, dapat diajukan saksi-saksi baru, ahli-ahli dan surat-surat baru.

Yang berhak mengajukan banding ialah terdakwa atau yang dikuasakan khusus untuk itu atau penuntut umum. Waktu untuk mengajukan banding ialah tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (Pasal 233 ayat (1) dan (2) KUHAP). Jika waktu tujuh hari telah lewat tanpa diajukan banding oleh yang bersangkutan dianggap telah menerima putusan (Pasal 234 ayat (1) KUHAP). Dalam hal ini panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara (Pasal 234 ayat (2) KUHAP).

Berhubung dengan tidak diperkenankannya banding terhadap putusan bebas (vrijspraak) itu, perlu diperhatikan adanya istilah “bebas murni” dan “bebas tidak murni” (zuivere vrijspraak en nietzuivere vrijspraak) dan “ lepas dari segala tuntutan hukum terselubung (bedekte ontslag van rechtsvervolging). Istilah-istilah tersebut sangat penting karena telah berkembang suatu yurisprudensi yang mengatakan bahwa bebas dari dakwaan (vrijspraak) tidak boleh dibanding berarti yang bebas murni (zuivere vrijspraak). Sedangkan yang bebas tidak murni (niet-zuivere vrijspraak) dapat dibanding.

b) Kasasi

Tujuan kasasi ialah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum. Kemudian dalam perundang-undangan Belanda tiga alasan untuk melakukan kasasi yaitu :


(28)

commit to user

a) Apabila terdapat kelalaian dalam acara (vormverzuim)

b) Peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya

c) Apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan menurut cara yang ditentukan undang-undang.

Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan:

a) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

b) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;

c) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas

wewenangnya.

Suatu permohonan kasasi dapat diterima atau ditolak untuk diperiksa oleh Mahkamah Agung, Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, suatu permohonan ditolak jika :

a) Putusan yang dimintakan kasasi ialah putusan bebas (Pasal 244 KUHAP) . Senada dengan ini putusan Mahkamah Agung tanggal 19-9-1956 Nomor. 70 K/Kr/1956.

b) Melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi

kepada panitera pengadilan yang memeriksa perkaranya, yaitu empatbelas hari sesudah putusan disampaikan kepada terdakwa (Pasal 245 KUHAP). Senada dengan itu, putusan mahkamah Agung tanggal 12-9-1974 Nomor. 521/K/Kr/1975.

c) Sudah ada keputusan kasasi sebelumnya mengenai perkara tersebut. Kasasi hanya dilakukan sekali (Pasal 247 ayat (4) KUHAP)

d) Permohonan tidak mengajukan memori kasasi (Pasal 248 ayat (1) KUHAP, atau tidak memberitahukan alasan kasasi kepada panitera, jika pemohon tidak memahami hukum (Pasal 248 ayat


(29)

commit to user

(2) KUHAP), atau pemohon terlambat mengajukan memori kasasi, yaitu empat belas hari sesudah mengajukan permohonan kasasi ( Pasal 248 ayat (1) dan (4) KUHAP).

e) Tidak ada alasan kasasi atau tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP tentang alasan kasasi.

Selain syarat-syarat yang ditentukan oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tersebut, juga perlu ditinjau yurisprudensi Mahkamah Agung yang berkaitan dengan penolakan kasasi seperti :

a) Permohonan diajukan oleh seorang kuasa tanpa kuasa khusus (Putusan Mahkamah Agung tanggal 11 September 1958 Nomor. 117 K/ Kr/1958.

b) Permohonan kasasi diajukan sebelum ada putusan akhir

pengadilan tinggi (Putusan Mahkamah Agung tanggal 17 Mei 1958 Nomor. 66 K/Kr/1958).

c) Permohonan kasasi terhadap putusan sela (Putusan Mahkamah

Agung tanggal 25 Februari 1958 Nomor. 320 K/Kr/1957.

d) Permohonan kasasi dicap jempol tanpa pengesahan oleh

pejabat berwenang (Putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Desember 1961 Nomor. 137 K/Kr/1961.

2) Upaya Hukum Luar Biasa

a) Pemeriksaan Tingkat Kasasi demi Kepentingan Hukum

Peraturan lama kasasi demi kepentingan hukum ini telah diatur bersama kasasi biasa dalam satu pasal, yaitu Pasal 17 Undang-undang Mahkamah Agung (Undang-Undang No. 1 Tahun 1950) yang mengatakan bahwa kasasi dapat dilakukan atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan Jaksa Agung karena jabatannya, dengan pengertian bahwa kasasi atas permohonan Jaksa Agung hanya semata-mata untuk kepentingan hukum dengan tidak dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi hanya dibedakan kasasi pihak dan kasasi


(30)

commit to user

karena jabatan Jaksa Agung. Kasasi karena jabatan inilah yang sama dengan kasasi demi kepentingan hukum sebagai upaya hukum luar biasa menurut KUHAP. Menurut Pasal 259 ayat (1) KUHAP, Jaksa Agung dapat mengajukan satu kali permohonan kasasi terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekutan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, demi kepentingan hukum. Sebagai upaya hukum luar biasa, kasasi demi kepentingan hukum itu maksudnya ialah untuk mencapai kesatuan penafsiran hukum oleh pengadilan.

Kasasi demi kepentingan hukum diajukan jika sudah tidak ada upaya hukum biasa yang dapat dipakai. Permohonan kasasi diajukan oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung melalui panitera yang telah memutus perkara tersebut dalam tingkat pertama, disertai risalah yang menjadi alasan, kemudian panitera meneruskan kepada yang berkepentingan (Pasal 260 KUHAP). Salinan keputusan Mahkamah Agung disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada pengadilan yang bersangkutan, disertai berkas perkara (Pasal 261 KUHAP). Ketentuan tentang kasasi demi kepentingan hukum bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum berlaku juga bagi peradilan militer (Pasal 262 KUHAP). Jadi, pada umumnya sama saja dengan kasasi biasa, kecuali dalam kasasi demi kepentingan hukum ini penasihat hukum tidak lagi dilibatkan. Jika Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi demi kepentingan hukum maka Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang lebih rendah, dan dengan demikian terjawablah keragu-raguan atau hal yang dipermasalahkan itu. (1) Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah

Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap

Mengenai perkara pidana, diatur dalam Pasal 9, yang mengatakan bahwa Mahkamah Agung dapat meninjau kembali


(31)

commit to user

suatu putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang mengandung pemidanaan, dengan alasan :

(a) Apabila dalam putusan-putusan yang berlainan terdapat keadaan-keadaan yang dinyatakan terbukti, akan tetapi satu sama lain bertentangan.

(b) Apabila terdapat sesuatu keadaan, sehingga menimbulkan persangkaan yang kuat, bahwa apabila keadaan itu diketahui pada waktu sidang masih berlangsung,putusan yang akan dijatuhkan akan mengandung pembebasan terpidana dari tuduhan, pelepasan dari tuntutan hukum atas dasar perbuatan bahwa perbuatan yang akan dijatuhkan itu tidak dapat dipidana, pernyataan tidak dapat diterimanya tuntutan jaksa untuk menyerahkan perkara ke persidangan pengadilan atau penerapan ketentuan-ketentuan pidana lain yang lebih ringan.

Dibanding dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang tersebut pada Pasal 263 ayat (2) KUHAP, maka terlihat keduanya hampir sama. Ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana itu mengatakan :

Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar : (a) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan

kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan; (b) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa

sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;


(32)

commit to user

(c) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Kemudian, ayat (3) Pasal 273 KUHP tersebut mengatakan bahwa atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.

Pasal 266 ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut :

(a) Apabila mahkamah Agung tidak membenarkan alasan

pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan

peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya,

(b) Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa :

(i) Putusan bebas

(ii) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum

(iii)Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum (iv) Putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang

lebih ringan.

3. Tinjauan Tentang Kasasi

a. Pengertian Kasasi

Kata kasasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh Mahkamah Agung terhadap


(33)

commit to user

putusan Hakim karena putusan itu menyalahi atau tidak sesuai benar dengan undang-undang.

Dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, dirumuskan bahwa yang dimaksud upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur undang-undang ini.

Dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP, dinyatakan bahwa pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud Pasal 244 dan 248 guna menentukan apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya ; apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang ; apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Pasal 244 mengatur tentang putusan pengadilan tingkat terakhir yang dapat dimintakan kasasi dan para pihak (terdakwa atau penuntut umum) yang dapat mengajukan permohonan kasasi. Pasal 248 mengatur tentang kewajiban mengajukan alasan dan memasukkan memori kasasi oleh permohonan kasasi.

Kalau pengertian kata kasasi dan pengertian upaya hukum tersebut di atas, kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP tadi, lantas kiranya dapat kita rumuskan bahwa yang dimaksud dengan upaya hukum kasasi itu adalah : hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan pada tingkat terakhir, dengan cara mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung guna membatalkan putusan pengadilan tersebut, dengan alasan (secara alternativ/komulatif) bahwa dalam putusan yang dimintakan kasasi tersebut, peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.


(34)

commit to user

b. Dasar atau alasan Kasasi

Bahwa yang dimaksud dengan alasan kasasi, adalah dasar atau landasan daripada keberatan-keberatan pemohon kasasi terhadap putusan pengadilan yang dimintakan kasasinya ke Mahkamah Agung. Alasan-alasan kasasi tersebut, oleh pemohon kasasi diuraikan dalam memori kasasi (Harun M. Husein, 1992:74).

Alasan-alasan kasasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP tersebut bersifat limitative. Karena itu pemohon kasasi tidak dapat mempergunakan alasan-alasan lain selain daripada yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Atau dengan perkataan lain, bahwa bila hendak mengajukan permohonan kasasi, pemohon kasasi harus mempergunakan alasan-alasan kasasi yang telah ditentukan undang-undang.

Apabila dalam pemeriksaan tingkat kasasi, Mahkamah Agung tidak melihat adanya kebenaran daripada alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon dan Mahkamah Agung sendiri tidak melihat adanya alasan lain untuk membatalkan putusan yang dimintakan kasasi, maka sudah tentu mahkamah Agung tidak dapat mengabulkan permohonan kasasi yang bersangkutan.

Dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP, ditentukan tentang alasan-alasan yang dapat dipergunakan oleh pemohon kasasi, untuk meminta agar Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan kasasi atas putusan yang dimintakan kasasi oleh pemohon. Alasan-alasan kasasi tersebut adalah : 1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan

tidak sebagaimana mestinya ;

2) Apakah benar cara mengadili tidak dilakukan menurut ketentuan undang-undang ;

3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Apabila pemohon kasasi mempergunakan alasan lain, selain daripada yang telah ditentukan undang-undang, maka Mahkamah Agung tidak dapat melakukan pemeriksaan pada tingkat kasasi atas permohonan


(35)

commit to user

tersebut. Karena kewenangan Mahkamah Agung pada pemeriksaan tingkat kasasi, hanya terbatas pada masalah-masalah penerapan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Permohonan kasasi demikian, akan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Mahkamah Agung. Penentuan alasan kasasi yang limitative ini dengan sendirinya serta

sekaligus membatasi wewenang Mahkamah Agung memasuki

pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi, terbatas hanya meliputi kekeliruan pengadilan atas ketiga hal tersebut. Diluar ketiga hal tadi undang-undang tidak membenarkan Mahkamah Agung menilai dan memeriksanya.

Alasan-alasan kasasi tersebut, sesuai dengan jenisnya harus diuraikan konkritisasinya dalam memori kasasi. Menguraikan secara konkrit tentang terdapatnya hal-hal yang memenuhi syarat sebagai alasan kasasi bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah. Banyak pemohon kasasi, meskipun telah merumuskan alasan-alasan kasasi sesuai dengan yang telah ditentukan undang-undang, tetapi dalam uraiannya untuk mendukung kebenaran alasan-alasan yang diajukannya itu, ia telah menguraikan hal-hal atau keadaan-keadaan yang tidak memenuhi alasan kasasi yang diajukannya. Umpamanya saja pemohon mengajukan alasan bahwa pengadilan telah keliru dalam menetapkan hukum pembuktian. Tetapi dalam uraian-uraian pendukung alasannya itu, pemohon mengemukakn tentang fakta-fakta yang terungkap di persidangan beserta penilaiannya terhadap fakta-fakta tersebut. Jadi pemohon tidak menguraikan tentang dimana terletak kekeliruan penerapan hukum pembuktian yang dilakukan oleh pengadilan. Pemohon hanya

mengemukakan tentang fakta-fakta dan bagaimana pendapat/

penilaiannya terhadap fakta-fakta tersebut. Misalnya pemohon

menguraikan: Berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan ahli dan petunjuk-petunjuk yang terungkap di persidangan, ia berkesimpulan bahwa perbuatan yang didakwakan telah terbukti.


(36)

commit to user

Dengan demikian, jelaslah bahwa uraian pemohon kasasi tersebut, menyangkut masalah fakta beserta penilaiannya atas fakta-fakta itu. Hal-hal yang bertalian dengan fakta-fakta beserta penilaiannya adalah kewenangan judex fictie dan hal ini tidak tunduk pada pemeriksaan kasasi. Mahkamah Agung tidak berwenang memeriksa dan menilai fakta-fakta tersebut, dalam hal ini Mahkamah agung hanya berwenang untuk memeriksa dan menilai penerapan hukum pembuktian yang dilaksanakan oleh pengadilan bawahan, untuk menentukan apakah benar telah terjadi kekeliruan atau kesalahan penerapan hukum pembuktian dalam pemeriksaan perkara yang bersangkutan.

c. Tata cara Pengajuan Kasasi

Telah ditetapkan tentang tatacara pengajuan permohonan kasasi menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sebagai berikut :

1) Cara mengajukan permohonan kasasi diatur dalam Pasal 245

KUHAP, yang menetapkan bahwa permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu 14 hari setelah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.

2) Permohonan kasasi tersebut oleh panitera dicatat dalam sebuah surat keterangan yang disebut akta permintaan kasasi, yang ditandatangani oleh pemohon kasasi dan panitera dan dicatat dalam suatu daftar yang dilampirkan pada berkas perkara.

3) Berdasarkan ayat (3) pasal tersebut, ditegaskan bahwa dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.


(37)

commit to user

4) Berdasarkan Pasal 247 ayat (4) ditegaskan pula bahwa permohonan kasasi hanya dapat diajukan satu kali. Peraturan lebih lanjut tentang hal ini, terdapat dalam Pasal 43 UUMA. Dalam pasal tersebut diatur tidak hanya tentang berapa kali permohonan kasasi dapat diajukan, tetapi diatur pula bahwa permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

4. Tinjauan Tentang Pemalsuan Surat

Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Apabila tindak pidana yang dilakukan oleh seorang militer tidak diatur dalam KUHPT, maka yang berlaku adalah KUHP kecuali ada penyimpangan. Tindak pidana pemalsuan surat tidak diatur secara jelas dalam KUHPT, maka yang berlaku adalah tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.

Tindak pidana pemalsuan surat diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP dirumuskan sebagai membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan suatu hak atau suatu perikatan atau suatu pembebasan dari utang atau surat yang ditujukan untuk membuktikan suatu kejadian, dengan tujuan atau maksud (oogmerk) untuk memakai surat itu atau untuk menyuruh orang lain memakainya seolah-olah surat itu tulen atau tidak dipalsu, dan lagi pemakaian itu dapat mengakibatkan suatu kerugian. Tindak pidana ini oleh Pasal 263 ayat (1) dinamakan (kualifikasi) pemalsuan surat (valschheid in geschrifl) dan diancam dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara.

Dengan demikian sesuai dengan bunyi perumusan Pasal 263 KUHP ayat (1) tidak setiap pemalsuan surat dapat dijatuhi pidana, menurut Wirjono Prodjodikuro diadakan pembatasan, yaitu dibatasi dua macam surat:

a. Surat yang dapat menerbitkan suatu hak atau suatu perikatan atau suatu pembebasan dari utang.

Surat yang dimaksudkan ialah surat perjanjian atau surat kontrak, seperti surat jual beli, surat sewa menyewa, surat penukaran barang, surat


(38)

commit to user

pinjaman uang, surat pemborongan kerja dan sebagainya. Ini semua memuat berbagai perjanjian yang mengandung timbulnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari masing-masing pihak

b. Surat yang ditujukan untuk membuktikan suatu tindakan.

Surat ini harus ditujukan untuk umum membuktikan sesuatu kejadian dan surat ini harus ada kekuatan pembuktian/ bewijskracht (Wirjono Prodjodikoro, 2002 : 184)

Unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat

Adapun unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) adalah sebagai berikut:

a. Unsur objektif yaitu

1) Membuat palsu/ memalsu

2) Memalsu terhadap :

a) Suatu surat yang dapat menerbitkan suatu hal. b) Surat yang dapat menerbitkan keterangan. c) Surat yang dapat membebaskan hutang.

d) Surat yang dapat membuktikan suatu perbuatan. e) Pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. b. Unsur subjektif.

1) Dengan maksud untuk mempergunakan surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.

2) Dengan sengaja. Dalam pasal ini secara jelas disebutkan kualifikasi dari perbuatan yang dilakukan karena pemalsuan surat dan dalam pasal tersebut disebutkan akibat dan perbuatanya yaitu jika pemakaiannya tersebut dapat menimbulkan kerugian.

Dari unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat terdapat istilah membuat surat palsu dan memalsukan surat dan dari kedua istilah itu terdapat pengertian yang berbeda. Adapun perbedaan adalah membuat surat Palsu yaitu berarti semula surat belum ada, lalu ia membuat surat itu sendiri sehingga seolah-olah sama dengan yang asli. Sedangkan pengertian memalsukan surat


(39)

commit to user

berarti bahwa surat itu sudah ada, kemudian surat itu ditambah, dikurangi atau dirubah isinya, sehingga surat itu tidak sesuai lagi dengan aslinya.

Unsur terpenting dan pemalsuan surat, bahwa ada tujuan untuk memakai surat itu, seolah-olah surat itu tulen dan tidak dipalsu, tetapi pemakaian ini harus pemakaian tertentu, yang dapat mengakibatkan kerugian tertentu. Tidak perlu bahwa kemudian surat itu benar-benar dipakai seperti yang dimaksudkan. Lebih-lebih tidak perlu pemakaian ini benar-benar merugikan. Yang menjadi unsur tindak pidana ini adalah hanya kemugkinan akan ada kerugian sebagai akibat dari pemakaian tertentu itu. Pemakaiannya ini dapat dilakukan oleh orang lain, yang juga dapat dihukum dengan hukuman sama, yaitu menurut ayat (2) Pasal 263 KUHP.

Pasal-Pasal Lain Dalam KUHP Yang Berhubungan Dengan Tindak Pidana Pemalsuan Surat.

Pasal-pasal yang berkaitan dengan pemalsuan surat antara lain

a. Pasal 264 KUHP.

Yaitu berkaitan dengan pemalsuan surat- surat tertentu. Pasal 264 ayat (1) pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara maksimum, jika ia lakukan dalam:

1) Akta otentik.

2) Surat hutang atau sertifikat hutang dari suatu negara atau bagiannnya ataupun dari suatu lembaga umum.

3) Surat saham atau surat hutang atau sertifikat saham/ sero atau sertifikat hutang dari suatu perkumpulan yayasan perseroan atau maskapai. 4) Talon, tanda bukti deviden atau tanda bukti dan salah satu surat yang

dirumuskan pada nomor 2 dan 3 diatas, ataupun didalam ‘tanda bukti penggantinya.

5) Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan dalam peredaran. Pasal 264 ayat (2), dengan pidana yang sama diancam barangsiapa dengan sengaja mengunakan salah satu surat yang dibuat secara palsu atau surat yang dipalsukan yang disebutkan pada ayat pertama, seolah-olah asli


(40)

commit to user

dan tidak dipalsukan, jika karena pengunaanya itu dapat menimbulkan kerugian. Dengan demikian Pasal 264 ayat 1 dan 2 KUHP itu erat hubungannya dengan Pasal 263, KUHP, sedangkan dalam pasal ini diperinci jenis-jenis surat yang dipalsukan sehingga jelas.

b. Pasal 266 KUHP

1) Barang siapa menyuruh memasukkan suatu keterangan palsu kedalam

suatu akta otentik tentang suatu tindakan dimana seharusnya akta itu (akan) menyatakan kebenaran, dengan maksud untuk mengunakan akta itu atau menyuruh orang lain untuk mengunakan seolah-olah keterangan itu sesuai dengan kebenaran, jika pengunaannya dapat menimbulkan kerugian diancam dengan pidana penjara maksimum tujuh tahun.

2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja sesuai dengan kebenaran, jika karena pengunaan itu dapat menimbulkan kerugian.

c. Pasal 268 KUHP

1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud menyesatkan penguasa umum atau penanggung (verzakerarr), diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud sama

memakai surat keterangan yang tidak benar dan tidak di palsu.

d. Pasal 269 KUHP

1) Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan tanda kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan atau keadaan lain, dengan maksud memakai atau menyuruh orang lain pakai surat itu supaya diterima dalam pekerjaan atau supaya dapat menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.


(41)

commit to user

2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan maksud yang

sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu.

e. Pasal 270 KUHP

1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu pas jalan atau surat pengantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan menurut ketentuan Undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia ataupun atas barangsiapa menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud memakai atau menyuruh orang lain pakai surat itu seolah-olah benar dan tidak dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang seolah-olah benar dan tidak palsu atau sesuai dengan kebenaran.

f. Pasal 271 KUHP

1) Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat pengantar bagi kerbau atau sapi, atau menyuruh beri serupa atas nama-nama palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang tidak benar atau yang dipalsu tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah benar dan tidak dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai denagn kebenaran.

g. Pasal 274 KUHP

1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat

keterangan seorang pejabat yang sah, tentang hak milik atau hak lainnya atas suatu barang, dengan maksud untuk memudahkan


(42)

commit to user

penjualan atau pengadaiannya atau untuk menyesatkan pejabat kehakiman atau kepolisian tentang asalnya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.

2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan maksud

tersebut, memakai surat keterangan itu seolah-olah benar dan tidak dipalsu.

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1 Skematik Kerangka Pemikiran Pembuktian di

Persidangan

Putusan

Upaya Hukum

Pengajuan Kasasi Alasan Kasasi

Pertimbangan Mahkamah Agung

Perkara Pemberian keeterangan palsu


(43)

commit to user

Penjelasan :

Proses pidana diawali dari sebuah penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Setelah itu dilakukan suatu penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Setelah adanya barang bukti yang cukup kemudian dilakukan penangkapan dan penahanan kepada tersangka. Proses selanjutnya adalah pembuatan BAP dari kepolisian yang kemudian berkas perkara tersebut diserahkan oleh penyidik kepada Penuntut Umum dan menyerahkan tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum. Penuntut Umum kemudian memeriksa dan membuat surat dakwaan yang selanjutnya dikirim ke Pengadilan Negeri bagian Panmud Pidana.

Selanjutnya dalam acara sidang yang pertama adalah pembukaan sidang yang dilanjutkan dengan pembacaan surat dakwaan oleh Penuntut Umum dan kemudian dilanjutkan dengan acara sidang yang berikutnya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Pengadilan yaitu eksepsi, jawaban atas eksepsi, putusan sela, pemeriksaan saksi, setelah pemeriksaan terhadap saksi dan barang bukti yang dianggap terkait erat dengan dugaan tindak pidana ditingkat pengadilan pertama (Pengadilan Negeri) dinyatan selesai, selanjutnya giliran berikutnya adalah menjadi hak Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan tuntutan terhadap terdakwa kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara itu, dan dalam acara sidang selanjutnya adalah pledoi, replik, duplik, dan yang terakhir adalah putusan.

Dalam perkara keterangan palsu ini setiap pihak yang tidak merasa puas oleh akan adanya putusan yang telah dijatuhakan hakim, maka para pihak dapat mengajukan upaya hukum untuk mendapatkan keadilan


(44)

commit to user

seperti yang mereka harapakan atau mereka inginkan. Upaya hukum selanjutnya yang harus ditempuh yakni upaya hukum banding. Tujuan dari diadakannya banding yaitu, pertama untuk menguji keputusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya, dan kedua untuk pemeriksaan baru untuk keseluruahan perkara itu. Oleh karena itu banding juga dapat disebut dengan revisi.

Berdasarkan putusan banding yang dilakukan oleh pengadilan tinggi apabila terdakwa dengan kuasa hukumnya dan atau Penuntut Umum merasa belum puas maka selanjutnya dilakukan upaya hukum kasasi. Tujuan dari dilakukannya upaya hukum ini adalah, pertama memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar hukum benar-benar dapat diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuan undang-undang. Kedua disamping tindakan korelasi yang dilakukan Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan kolerasi itu sekaligus menciptakan ”hukum baru” dalam bentuk yurisprudensi. Dan yang ketiga yaitu bertujuan untuk pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum.


(45)

commit to user

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Argumentasi Hukum Penuntut Umum sebagai Dasar Pengajuan

Kasasi terhadap Putusan Bebas Murni (vrijspraak) dalam Perkara Membuat Keterangan Palsu dalam Akta Kepmilikan Rumah

1. Deskripsi Kasus

Drs. BUDI HARDJO bin H. ABDUL RAHMAN, pada tanggal 9 Oktober 1990 di Kantor Notaris TRISNAWATI MULYA, SH. di Jakarta Pusat, telah melakukan tindak pidana dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menjual menukar atau menjadikan tanggungan hutang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah atau tanah partikelir atau sesuatu rumah, pekerjaan tanaman atau bibit tanah tempat orang menjalankan hak rakyat memakai tanah itu, sedangkan diketahuinya bahwa orang lain yang berhak atau turut berhak atas barang itu. Terdakwa Drs. BUDI HARDJO bin H. ABDUL RAHMAN telah melakukan tindak pidana Menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik tentang suatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu, dengan sengaja menggunakan akte itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenarnya, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

2. Identitas Terdakwa

Nama : Drs. BUDI HARDJO Bin ABDUL RAHMAN

Tempat lahir : Jakarta ;

Umur / tanggal lahir : 54 tahun / 7 Januari 1951 ;

Jenis kelamin : Laki-laki ;

Kebangsaan : Indonesia ;

Tempat tinggal : Jl. Jatibaru XII/5 RT.007/001, Kelurahan

Kampung Bali, Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat ;

Agama : Islam ;

Pekerjaan : Wiraswasta ;


(46)

commit to user

3. Dakwaan

KESATU :

Bahwa ia Terdakwa Drs. BUDI HARDJO bin H. ABDUL RAHMAN, pada tanggal 9 Oktober 1990 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Oktober 1990 di Kantor Notaris TRISNAWATI MULYA, SH. di Jakarta Pusat, atau setidak-tidaknya masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah melakukan tindak pidana “Dengan

maksud hendak mengungungkan diri sendiri atau orang lain dengan

melawan hak menjual menukar atau menjadikan tanggungan hutang

sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah atau tanah

partikelir atau sesuatu rumah, pekerjaan tanaman atau bibit tanah

tempat orang menjalankan hak rakyat memakai tanah itu, sedangkan

diketahuinya bahwa orang lain yang berhak atau turut berhak atas

barang itu”, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Pada tahun 1939, USIN bin JUM (kakek dari korban/CHAERUL SALEH) atas dasar kepercayaan telah membeli tanah dari pemiliknya yang bernama INTANG, tanah tersebut adalah tanah darat seluas 6.222 m2 terletak di Manggadua Abdat RT.12 RW.12 Kelurahan Manggadua Abdat, Kewedanaan Penjararingan, Jakarta Raya (kemudian wilayah tersebut berdasarkan SK Gubernur Jakarta Raya No. 1 b.3/30/1969, tanggal 1 Maret 1969 berubah menjadi Kelurahan Manggadua Selatan Jakarta Pusat, tanah tersebut dengan batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara : berbatasan dengan tanah eigendom Nomor 21718

- Sebelah Timur : berbatasan dengan saluran air/selokan

- Sebelah Selatan : berbatasan dengan tanah eigendom Nomor 2098

- Sebelah Barat : berbatasan dengan tanah Negara.

Sejak USIN Bin JUM meninggal dunia tahun 1950, lalu SALIM USIN (orang tua korban) sebagai pewaris tunggal membayar pajak atas tanah tersebut atas namanya kemudian ia menyuruh saksi NYAMAN bin SARMIN secara pisik menjaga/menunggui dan mengolah tanah tersebut dengan ditanami Singkong, Pepaya dan Kelapa. Sejak SALIM USIN meninggal


(47)

commit to user

dunia, korban/CHAERUL SALEH sebagai ahli waris mengakui memiliki tanah tersebut berdasarkan kepada:

a. Surat bukti pembayaran pajak atas tanah tersebut atas nama SALIM USIN b. Verponding Indonesia No. V.I.20/25 surat keterangan dari Gubernur

Kepala Daerah Jakarta Raya Nomor.72/35/P.V.I. tanggal 14 Oktober 1960.

c. Surat pernyataan Wakil Lurah Manggadua Selatan tanggal 20 Februari 1997.

Pada tahun 1971 atas suruhan H. ABDUL RAHMAN (Orang tua Terdakwa) maka bahan hukumng saksi JAYADI melarang dan menyuruh pergi saksi NYAMAN bin SARMIN (penggarap tanah milik SALIM ULIN/orang tua korban) untuk tidak lagi menggarapnya tanpa mendapat penggantian, kemudian tanah tersebut dipagar kawat berduri dan diganti dengan tembok batako setinggi 1,5 meter sehingga terjadi sengketa antara H. ABDUL RAHMAN dan SALIM USIN tanpa penyelesaian.

Selanjutnya pada tahun 1975 H. ABDUL RAHMAN berulang kali menemui Lurah dan Wakil Lurah Manggadua Selatan (saksi ABDUL HADI WAHAP/yang dalam jabatannya merangkap sebagai Sekretaris coordinator Ireda/Ipeda H. ABDUL RAHMAN meminta dibuatkan surat keterangan bukti kepemilikan atas nama tanah tersebut tetapi tidak diberi, karena pengakuannya diragukan, tidak jelas dan tidak mempunyai dasar.

Pada kenyataannya tahun 1980 H. ABDUL RAHMAN mengakui tanah tersebut adalah miliknya berdasarkan Sertifikat Hak Milik No.36 yang diterbitkan tahun 1962 atas dasar peralihan hak yang semula atas nama NONA berasal dari hak Eigendom Perponding No.4882 dengan surat ukur No.427, tanggal 25 Nopember 1958 seluas 6.240 M2.

Pada bulan Februari 1983 orang tua Terdakwa/H. ABDUL RAHMAN meninggal dunia, Terdakwa membuat fatwa ahli waris dari Pengadilan Negeri Agama Istimewa Jakarta Raya (Nomor.80/C/1983, tanggal 5 Maret 1983), lalu tanpa menghiraukan sengketa yang belum terselesaikan atas tanah tersebut Terdakwa telah meminta keterangan/membuat surat keterangan tidak


(48)

commit to user

sengketa, dari Kelurahan Manggadua Selatan Nomor.001/TN/MS/VIII/1985 yang ditambah hukuman oleh saksi UDJANG RAIS, selanjutnya pada tanggal 15 Februari 1990 berdasarkan fatwa waris dan surat keterangan tidak sengketa tersebut maka tanah dimaksud dibalik nama/dialihkan kepemilikannya atas nama Hj. DJUHRIAH (ibu kandung Terdakwa) beserta anak-anaknya (termasuk Terdakwa) dan Sertifikat tersebut dirubah menjadi Sertifikat Hak Milik Nomor.201.

Berdasarkan surat keterangan tidak sengketa dan fatwa waris tersebut pada tanggal 20 September 1990 bertempat di Jalan Gunung Sahari Raya No.60-63 dihadapan Notaris Ny. ERLY SUHANJOJO, dibuat akta perikatan jual beli atas tanah dimaksud antara Terdakwa dengan PT. Agung Sedayu Propertindo dengan harga Rp.500.000,- / m2 dengan akta pelepasan hak tanggal 9 Oktober 1990 dihadapan Notaris TRISNAWATI MULIA, SH yang dilanjutkan dengan pembayaran seharga Rp.3.020.000.000,-

Dalam klarifikasi atas tanah tersebut korban CHAERUL SALEH melaporkan ke Kantor Pertanahan Jatibaru dan kepada pihak Kelurahan Manggadua Selatan, yang selanjutnya pihak Walikota mengundang semua pihak termasuk PT. Agung Sedayu Propertindo, didalam perundingan semula PT. Agung Sedayu Propertindo bersedia membayar seluruh tanah milik korban dengan penawaran harga tertinggi Rp.250.000,- namun korban tidak mau menerima karena menganggap harga yang ditawarkan masih belum sesuai, sewaktu akan diadakan peninjauan lokasi PT. Agung Sedayu Propertindo keberatan, sehingga tidak ada penyelesaian dan pihak PT. Agung Sedayu Propertindo tetap menguasai tanah dengan cara mengadakan pembongkaran dengan paksa, selain itu didalam perundingan tersebut dari pihak Terdakwa tidak ada yang datang.

Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 385 ke 1 KUHP.

ATAU : KEDUA :


(49)

commit to user

Bahwa ia Terdakwa Drs. BUDI HARDJO bin H. ABDUL RAHMAN, pada tanggal 9 Oktober 1990 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Oktober 1990 di Kantor Notaris TRISNAWATI MULYA, SH. di Jakarta Pusat, atau setidak-tidaknya masih termasuk dalam daerah hukum

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah melakukan tindak pidana “Menyuruh

menempatkan keterangan palsu kedalam suatu akta autentik tentang

suatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu,

dengan sengaja menggunakan akte itu seolah-olah isinya cocok dengan

hal yang sebenarnya, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan

kerugian”, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Pada tahun 1939, USIN bin JUM (kakek dari korban/CHAERUL SALEH) atas dasar kepercayaan telah membeli tanah dari pemiliknya yang bernama INTANG, tanah tersebut adalah tanah darat seluas 6.222 m2 terletak di Manggadua Abdat RT.12 RW.12 Kelurahan Manggadua Abdat, Kewedanaan Penjaringan, Jakarta Raya (kemudian wilayah tersebut berdasarkan SK Gubernur Jakarta Raya Nomor. 1 b.3/30/1969, tanggal 1 Maret 1969 berubah menjadi Kelurahan Manggadua Selatan Jakarta Pusat, tanah tersebut dengan batas-batas akhir sebagai berikut :

- Sebelah Utara : berbatasan dengan tanah eigendom Nomor 21718 - Sebelah Timur : berbatasan dengan saluran air/selokan

- Sebelah Selatan : berbatasan dengan tanah eigendom Nomor 2098 - Sebelah Barat : berbatasan dengan tanah Negara.

Sejak USIN Bin JUM meninggal dunia tahun 1950, lalu SALIM USIN (orang tua korban) sebagai pewaris tunggal membayar pajak atas tanah tersebut atas namanya kemudian ia menyuruh saksi NYAMAN bin SARMIN secara pisik menjaga/menunggui dan mengolah tanah tersebut dengan ditanami Singkong, Pepaya dan Kelapa.

Sejak SALIM USIN meninggal dunia, korban/CHAERUL SALEH sebagai ahli waris mengakui memiliki tanah tersebut berdasarkan kepada : a. Surat bukti pembayaran pajak atas tanah tersebut atas nama SALIM USIN


(1)

commit to user

29. Foto copy kronologis pembebasan tanah Mangga Dua a/n SALIM HUSIN tanggal 28 Agustus 1996 yang diterangkan oleh A. SYUKUR RAMDAN ; 30. Foto copy surat dari PT Agung Sedayu Nomor : 008/ASPr/HK/XII/96

tanggal 12 Desember 1996 ;

31. Foto copy surat dari BPN Jakarta Pusat Nomor : 25/III/SP/P/2/97 tanggal 14 Januari 1997 pajak bulan Mei tahun 1939 a/n OESIN ;

32. Foto copy Akte Eigendom nomor 618/1959 ; 33. Foto copy Akte Eigendom nomor : 172/1959 ; 34. Foto copy Eigendom Verponding Nomor : 4882 ; 35. Foto copy buku tanah SHM Nomor : 36 ;

36. Foto copy salinan Akte Notaris Nomor : 94/Leg/Not/90 tanggal 26 September 1990 ;

37. Foto copy pelepasan Hak Nomor : 34 ;

38. Foto copy denah/gambar situasi tanah Nomor : 451/1992 ;

39. satu bendel Foto copy berkas yang diajukan sebagai bukti-bukti oleh Terdakwa seluruhnya tetap dilampirkan dalam berkas perkara ;

Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi Kepada Negara ;

3. Pembahasan

Hakim sebagai penentu untuk memutuskan suatu perkara yang diajukan ke pengadilan, dalam menjatuhkan putusan harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Adapun pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut, di samping berdasarkan pasal-pasal yang diterapkan terhadap terdakwa sesungguhnya juga didasarkan atas keyakinan dan kebijaksanaan hakim itu sendiri. Hakim dalam mengadili suatu perkara berdasarkan hati nuraninya. Sehingga hakim yang satu dengan yang lain memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam menjatuhkan suatu putusan.

Terhadap putusan yang oleh Hakim pengadilan tingkat pertama, maka baik terdakwa atau penuntut umum diberikan hak untuk mengajukan keberatan atau menolak putusan atau yang dalam KUHAP dikenal dengan istilah upaya hukum. Lembaga upaya hukum ini di dalam KUHAP telah diatur


(2)

commit to user

secara lengkap dan terperinci. Hak untuk mengajukan upaya hukum merupakan hak baik bagi terdakwa maupun penuntut umum. Upaya hukum ini menurut KUHAP ada dua macam, yaitu upaya hukum biasa dan luar biasa. Salah satu jenis upaya hukum biasa ini disebut dengan kasasi.

Upaya kasasi adalah hak yang diberikan hukum kepada terdakwa maupun kepada penuntut umum. Penggunaan hak tersebut tergantung sepenuhnya kepada terdakwa dan penuntut umum. Apabila mereka bisa menerima putusan yang dijatuhkan oleh hakim, mereka dapat tidak mempergunakan hak tersebut. Sebaliknya jika mereka tidak bisa menerima putusan tersebut, maka dapat mempergunakan hak untuk mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung.

Menurut M. Yahya Harahap (1988;1101), ada tiga tujuan utama dari lembaga upaya hukum kasasi, yaitu :

a. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan

Kasasi dimaksudkan untuk memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar peraturan hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuan undang-undang.

b. Menciptakan dan membentuk hukum baru

Disamping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan kaidah hukum baru dalam bentuk yurisprudensi. Hal demikian dikenal dengan istilah “judge making law”. Mahkamah Agung menciptakan hukum baru guna mengisi kekosongan hukum maupun dalam rangka mensejajarkan kebutuhan pesatnya perkembangan nilai dan kesadaran masyarakat. Kehidupan peradilan di Indonesia memang tidak menganut prinsip precedent, yaitu prinsip yang mengharuskan peradilan bawahan mengikuti putusan Mahkamah Agung sebagai peradilan kasasi. Dalam prakteknya, putusan Mahkamah Agung selalu dijadikan pedoman atau panutan. Setiap penyimpangan dari yurisprudensi, sudah pasti akan kembali diluruskan Mahkamah Agung dalam putusan kasasi. Dengan


(3)

commit to user

demikian secara psikologis pengadilan bawahan dalam mengambil putusan akan selalu cenderung mengkikuti dan mendekati putusan Mahkamah Agung.

c. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum

Tujuan lain dari pemeriksaan kasasi dimaksudkan untuk mewujudkan kesadaran keseragaman penerapan hukum. Dengan adanya keputusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, sedikit banyak akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak dalam penerapan hukum. Dengan adanya upaya hukum kasasi dapat dihindari adanya kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda oleh kebebasan kedudukan yang dimilikinya.

Pasal 253 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 KUHAP guna menentukan :

1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya.

2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang.

3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, misalnya pengadilan dilakukan di belakang pintu tertutup tanpa alasan menurut undang-undang. Mengenai melampaui batas wewenangnya adalah kewenangan badan-badan peradilan yang telah ditentukan dan diatur dalam perundang-undangan. Demikian halnya dengan penjatuhan hukuman telah ditentukan, jenis dan maksimal hukuman yang boleh dijatuhkan dan hal penanganan perkara, perkara apa saja yang dapat ditangani atau diperiksa dan diadili masing-masing badan peradilan. Bahkan proses penanganan perkara atau tata cara mengadili, dan syarat-syarat yang diperlukan untuk menjatuhkan hukuman telah ditentukan perundang-undangan.


(4)

commit to user

Menurut KUHAP suatu permohonan kasasi dapat ditolak untuk diperiksa oleh Mahkanah Agung. Menurut KUHAP, jika :

1) Putusan yang dimintakan kasasi ialah putusan bebas (Pasal 244 KUHAP).

2) Melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang memeriksa perkaranya, yaitu empat belas hari sesudah putusan disampaikan kepada terdakwa (Pasal 245 KUHAP).

3) Sudah ada keputusan kasasi sebelumnya mengenai perkara tersebut. Kasasi hanya dilakukan sekali.

4) Pemohon tidak mengajukan memori kasasi (Pasal 248 ayat (1) KUHAP, atau tidak memberitahukan alasan kasasi pada panitera, jika pemohon tidak memahami hukum (Pasal 248 ayat (2) KUHAP), atau pemohon terlambat mengajukan memori kasasi, yaitu empat belas hari sesudah mengajukan permohonan kasasi (Pasal 248 ayat (1) dan (4) KUHAP).

5) Tidak ada alasan kasasi atau tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP tentang alasan kasasi.


(5)

commit to user

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut :

1. Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi dengan alasan pada pokoknya adalah bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan kekeliruan karena tidak cermat dalam mempertimbangkan hal-hal yang ada di dalam proses persidangan. Dengan mengajukan beberapa alasan dari Penuntut Umum, dengan demikian Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan kesalahan, tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya.

2. Pertimbangan Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi dalam terhadap putusan bebas dalam perkara telah sesuai dengan ketentuan KUHAP, khususnya Pasal Dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP, ditentukan tentang alasan-alasan yang dapat dipergunakan oleh pemohon kasasi, untuk meminta agar Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan kasasi atas putusan yang dimintakan kasasi oleh pemohon. Alasan-alasan kasasi tersebut adalah :

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya ;

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilakukan menurut ketentuan undang-undang ;

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Apabila pemohon kasasi mempergunakan alasan lain, selain daripada yang telah ditentukan undang-undang, maka Mahkamah Agung tidak dapat melakukan pemeriksaan pada tingkat kasasi atas permohonan tersebut.


(6)

commit to user

B. Saran

1. Jaksa Penuntut Umum harus selektif dalam mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan bebas karena berpotensi melanggar asas kepastian mengingat berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP terhadap putusan bebas tidak dimintakan kasasi.

2. Penuntut Umum seharusnya lebih cermat lagi untuk mengajukan suatu alasan untuk mengajukan upaya hukum kasasi, apakah sudah sesuai dengan aturan yang ada di dalam KUHAP.

Menurut pendapat Penulis pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus perkara kasasi tentang kasus pemberian keterangan palsu dalam akta otentik kepemilikan rumah sudah tepat dan benar dengan berpegangan pada ketentuan Kasasi yang diatur di dalam KUHAP. Hakim kasasi sudah cukup mempertimbangan aspek keadilan bagi pemohon dengan menerima alasan-alasan kasasi yang diargumentasikan oleh Penuntut Umum.


Dokumen yang terkait

DASAR HUKUM DIAJUKANNYA UPAYA HUKUM KASASI OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS ( VRIJSPRAAK ) PADA PENERAPAN KUHAP TERKAIT AZAS KEPASTIAN HUKUM

0 5 17

DASAR HUKUM DIAJUKANNYA UPAYA HUKUM KASASI OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS ( VRIJSPRAAK ) PADA PENERAPAN KUHAP TERKAIT AZAS KEPASTIAN HUKUM

0 4 17

ANALISIS PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI GIANYAR DALAM PERKARA SUMPAH PALSU DAN PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

0 4 12

KAJIAN ATAS NALAR HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS YANG DIJATUHKAN OLEH PENGADILAN NEGERI SANGGAU DALAM PERKARA PERDAGANGAN ORANG

0 12 103

TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU

0 3 73

KAJIAN ANALISIS KOMPARATIF TENTANG UPAYA HUKUM KASASI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK).

0 1 20

TINJAUAN TENTANG PENGABAIAN BARANG BUKTI SURAT OLEH HAKIM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA MENEMPATKAN KETERANGAN PALSU KE DALAM AKTA AUTENTIK.

0 0 1

TELAAH NORMATIF KESALAHAN DALAM PENERAPAN HUKUM PEMBUKTIAN OLEH HAKIM SEBAGAI ALASAN HUKUM PENUNTUT UMUM MENGAJUKAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA MEMASUKKAN KETERANGAN PALSU DALAM AKTA OTENTIK.

0 0 15

KAJIAN ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM DALAM MENDALILKAN BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTIE ADALAH BEBAS TIDAK MURNI SEBAGAI ALAS HAK MENGAJUKAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA KEKERASAN TERHADAP BARANG SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN M

0 1 13

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI MASOHI DALAM MEMBUKTIKAN BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTIE BUKAN PUTUSAN BEBAS MURNI SEBAGAI ALASAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA KORUPSI (Studi Kasus dalam Putusan Mahk

0 0 14