PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM MENGAKOMODASI KEBERAGAMAN SISWA DAN DAMPAKNYA TERHADAP INKLUSIFITAS, PARTISIPASI, MOTIVASI BELAJAR DAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DI KELAS INKLUSIF: PENELITIAN TINDAKAN COLABORATIF DI SEKOLAH X JAKARTA TIMUR.

(1)

“PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM

MENGAKOMODASI KEBERAGAMAN SISWA DAN DAMPAKNYA TERHADAP INKLUSIFITAS, PARTISIPASI, MOTIVASI BELAJAR DAN

TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DI KELAS INKLUSIF”

(PENELITIAN TINDAKAN COLABORATIF DI SEKOLAH X JAKARTA TIMUR)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

Oleh :

Dinar Westri Andini NIM 1201256

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

(3)

================================================================== PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM MENGAKOMODASI KEBERAGAMAN SISWA DAN DAMPAKNYA TERHADAP INKLUSIFITAS, PARTISIPASI,

MOTIVASI BELAJAR DAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DI KELAS INKLUSIF (PENELITIAN TINDAKAN COLABORATIF DI SEKOLAH X JAKARTA TIMUR)

Oleh Dinar Westri Andini S.Pd UNJ Jakarta, 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Kebutuhan Khusus

© Dinar Westri Andini 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(4)

Terhadap Inklusifitas, Partisipasi, Motivasi Belajar dan Tingkat Pemahaman Siswa Di Kelas Inklusif”

Setiap anak, baik karena gangguan perkembangan fisik/mental maupun cerdas/bakat istimewa berhak untuk memperoleh pendidikan seperti layaknya

anak-anak “normal” lainnya dalam lingkungan yang sama (Education for All). Hal ini

diartikan bahwa anak-anak yang “normal” maupun yang dinilai memiliki kebutuhan khusus sudah selayaknya dididik bersama-sama dalam sebuah keberagaman yang ada di dalamnya. Pendidikan yang bermutu haruslah memperhatikan karakteristik setiap siswanya dan tidak bisa menyamaratakan satu dengan yang lainnya. Pendidikan seharusnya bisa mengakomodasi dari semua perbedaan tersebut, bisa memberikan kebutuhan dari masing-masing siswa dan juga mengajak semua anak untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pelaksanaan dalam proses belajar mengajar di kelas, masih belum mampu memberikan kebutuhan dari masing-masing anak. Guru masih menganggap bahwa semua murid memiliki kemampuan yang sama dan belum tahu cara mengetahui kemampuan dari masing-masing muridnya tersebut. Sistem pengajaran yang diberikan juga terlihat monoton dan masih berpusat pada guru. Seolah-olah guru hanya sebagai pusat sumber belajar, tanpa memberikan kesempatan dari semua muridnya untuk berperan aktif. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian dalam memecahkan permasalahan dalam mengakomodasi keberagaman siswa di kelas dengan melibatkan seluruh siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah “Apakah penerapan model differentiated instruction dapat mengakomodasi keberagaman siswa-siswa di kelas sehingga akan berpengaruh terhadap inklusifitas, partisipasi,

motivasi belajar dan tingkat pemahaman siswa di kelas?”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pembelajaran di kelas yang beragam tingkat kemampuan, ketertarikan dan gaya belajar dengan menerapkan model differentiated

instruction tersebut. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Inklusif X Jakarta Timur

dengan murid kelas 3 sebagai subjeknya. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan tingkat inklusifitas yang sebelumnya rendah yaitu pada nilai 21,4 dari 48 skor ideal yang diharapkan menjadi 45,48. Begitu pula dengan partisipasi, motivasi belajar dan juga tingkat pemahaman siswa di kelas inklusif mengalami peningkatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model

differentiated instruction pelaksanaan pembelajaran di kelas menjadi efektif dengan

memperlihatkan partisipasi antar siswa, motivasi belajar yang bagus sebagai cermin kelas inklusif serta adanya peningkatan pemahaman siswa di kelas.


(5)

diversity Student and all the effects to Inclusivitas, Participation, Learning Motivation and Understanding Level Students in the Inclusive Classroom.

Every child, whether due to physical development disorders/mental as well as intelligent/gifted students are entitled to have education as other children in the same environment (Education for All). This means that all the mainstream children are viewed as mainstream and considered as special needs need to have the same chance to learn in all diversity that they possess. Qualified education must have a good

understanding in each student’s character and uniqueness and may not equalized each student as the same individual. Education must be able to accommodate towards to all those differences, and must provide all the students need as well encouraging them to actively participate in the learning process. The teaching process in class is still

not giving the best support towards each student’s need. Most teachers still have a

mindset that all students must have the same ability and has no clue how to probe the

students need. The teaching process that’s been given are usually seems monotone and still using the teacher centered procedure, this procedure will hampering the critical thinking of students. In this research, will implemente one of the model is differentiating instruction. The question in this research "Does the application of differentiated instruction models can accommodate the diversity of the students in the class so that it will affect the inclusiveness, participation, motivation and level of understanding student learning in the classroom?". This study aims to determine the effectiveness of classroom teaching diverse levels of ability, interest and learning style by applying the model of differentiated instruction. This study was conducted in East Jakarta X Inclusive Schools with Grade 3 students in the subject. The final results of this study showed increases in the level of inclusiveness of the previous low of 21.4 from 48 in value are expected to be the ideal score of 45.48. Similarly, participation, motivation to learn and also the level of understanding of students in inclusive classrooms has increased. It can be concluded that by applying the model of differentiated instruction in the classroom implementation to be effective by showing participation among students, which is a great motivation to learn as a mirror inclusive classrooms and an increase in the understanding of students in the class. Key words : Differentiate Instruction, Diversity Student, and Inclusive


(6)

Halaman

PERNYATAAN ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Rumusan Permasalahan ... 9

D. Pertanyaan Penelitian ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 10

BAB II Differentiated Instruction dan Dampaknya terhadap Inklusifitas, Partisipasi, Motivasi dan Tingkat Pemahaman Siswa A. Landasan Teori Differentiated Instruction ... 13

B. Prinsip Dasar Differentiated Instruction... 14

C. Prosedur Pelaksanaan Model... 26

D. Makna Pendidikan Inklusif... 39

E. Inklusifitas ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 54

B. Prosedur Penelitian ... 56


(7)

BAB IV

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Studi Pendahuluan... 72

1. Proses Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas ... 73

2. Keberadaan Peserta Didik ... 74

3. Implikasi Teori & Kenyataan ... 96

B. Perencanaan & Pelaksanaan Differentiated Instruction... 103

1. Prosedur Penerapan Differentiated Instruction... 103

2. Mengembangkan Rencana Pembelajaran ... 105

3. Pelaksanaan Model Differentiated Instruction ... 113

C. Interpretasi Hasil Penelitian ... 137

D. Implikasi Hasil Penelitian ... 140

KESIMPULAN 1. Kesimpulan hasil penelitian …... 142

2. Rekomendasi penelitian... 145

DAFTAR REFERENSI ... 148


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hak semua anak, terbuka untuk semuatanpa memandang latar belakang setiap individudikarenakan mereka tumbuh dari lingkungan dan budaya yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi geografis tempat tinggalmereka. Pendidikan seharusnya bisa memenuhi dan memberikan kebutuhan-kebutuhan dari setiap keberagaman tersebut.

Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih menyamaratakan dari keberagaman murid dan kurang bisa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari setiap individu anak tersebut. Sebenarnya pendidikan nasional harus berupaya dan menciptakan keseimbangan antara pemerataan kesempatan dan berkeadilan. Pemerataan kesempatan artinya membuka kesempatan yang seluas-luasnya terhadap semua anak dari berbagai latar belakang untuk mendapatkan hak pendidikan yang sama. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “pendidikan adalah hak dari semua warga, pemerintah bertanggung jawab atas biaya juga menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan –peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. (DEPDIKBUD, 2003:12)

Merujuk dari pernyataan tersebut di atas, setiap warga juga berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang bisa memenuhi kebutuhan dari setiap peserta didiknya. Berpuluh-puluh tahun lamanya sampai dengan saat ini, sebagian praktek pelaksanaanpendidikan di Indonesia masih belum banyak perubahan, masih menerapkan sistem pembelajaran lama yang menganggap semua anak adalah sama dan pelaksanaanpembelajaran lebih berpusat pada guru, tanpa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam belajar. Siswa hanya duduk diam mendengarkan guru. Guru seolah-olah hanya mengajar satu orang murid saja di dalam satu kelas, sedangkan ada kurang lebih 30-40 siswa


(9)

yang mempunyai keunikan, kemampuan dan keberagaman pengalaman belajar yang berbeda. Proses pembelajaran yang terjadi hanya sekedar transfer pengetahuan dari guru ke murid, sehingga gurulah yang menjadi pusat perhatian dan menghambat kebebasan dalam mempelajari suatu hal yang lebih luas. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Zukhrofi dalam Freire, yang mengungkapkan bahwa:

“Pendidikan yang diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa pun dalam banyak bentuk hanya menjadi wahana

transfer of knowledge belaka”.

(http://www.mediapembelajaransekolah.com/2013/06/pendidikan-kaum-tertindas-dan-realita.html)

Sistem pendidikan lama ini seharusnya sudah harus bergeser untuk lebih memperhatikan setiap peserta didiknya.Selain dari sistem pendidikan yang belum mengalami perubahan, tuntutan kurikulum yang masih kaku dan menyamaratakan semua peserta didik juga menjadi tambahan permasalahan dalam memberikan pendidikan yang berkualitas. Setiap peserta didik mempunyai tingkat kemampuan dan kebutuhan yang berbeda. Sehingga seharusnya sistem sekolah yang bersifat fleksibel untuk bisa beradaptasi dari setiap kemampuan dan kebutuhan peserta didiknya terus dikembangkan. Tidak jarang anak-anak merasa frustasi dan akhirnya tidak memiliki motivasi untuk belajar, karena tuntutan yang terlalu tinggi melebihi kemampuan mereka. Seharusnya setiap murid datang ke sekolah untuk belajar dan mengalami pengalaman-pengalaman yang menyenangkan tetapi dengan adanya sistem yang tidak dilakukan pembahuruan dari masa ke masa akan menjadi salah satu penyebab semakin menurunnya kualitas generasi muda yang akan datang ini.

Pendidikan haruslah sadar bahwa, setiap anak adalah unik dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak yang lainnya. Pendidikan, seharusnya bisa mengakomodasi dari semua perbedaan ini, terbuka untuk semua dan memberikan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap individu serta memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang sama. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan


(10)

pendidikan dan pemerintah wajib untuk menyediakan saranan dan prasarana pendidikan yang menunjang keberlangsungan pendidikan”. (DEPDIKBUD, 2003:13).

Pernyataan tersebut di atas sekaligus harus memperhatikan keberagaman dari setiap individu murid, karena setiap murid tumbuh di lingkungan dan budaya yang berbeda sesuai dengan kondisi geografis tempat tinggal mereka.Tidak menutup kemungkinan bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus di mana memiliki keterbatasan fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa maupun keterbatasan lainnya juga harus mendapatkan hak yang sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan pada Konvensi PBB yang diadakan pada tahun 1989, yang mendeklarasikan “bahwa semua anak berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun”. Deklarasi tersebut dilanjutkan dengan Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi dalam Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994 yang memberikan kewajiban bagi sekolah untuk mengakomodasi semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus. Adanya pernyataan tersebut, berkembanglah pemikiran pendidikan inklusif sebagai upaya untuk memberikan hak yang sama bagi semua anak dalam mendapatkan pendidikan. (Deklarasi International tentang Hak Asasi Manusia, 1948 dan Konvensi International tentang Hak Anak, 1989). Sehingga pemerataan pendidikan dan kesempatan dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai harus terus dikembangkan. Sarana dan Prasarana yang menunjang serta kualitas pendidikan perlu terus ditingkatkan sehingga bisa benar-benar memberikan pendidikan yang berkualitas bagi generasi muda penerus bangsa.

Selanjutkan Konvensi dilanjutkan dengan pernyataan resmi UNESCO tentang pendidikan untuk semua (Education for All/EFA) yang dideklarasikan di Jomtien Thailand tahun 1990. Kemudian di Dakar Senegal tahun 2000, dinyatakan bahwa pendidikan untuk semua harus mempertimbangkan kebutuhan mereka yang miskin dan tidak beruntung, termasuk yang berkebutuhan khusus (UNESCO,2000).


(11)

Pernyataan dan deklarasi tersebut telah mendorong untuk implementasi pendidikan inklusif sebagai upaya untuk memberikan hak yang sama bagi semua dalam memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.

Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dengan keragaman budaya, bahasa, agama, suku dan tingkat ekonomi yang sangat heterogen maka pendidikan di satu daerah dengan daerah lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing daerah tersebut. Masih banyak pendidikan yang belum mempunyai kualitas yang sesuai untuk mengakomodasi semua perbedaan dari anak didiknya. Terlebih dengan bertambahnya tingkat anak berkebutuhan khusus yang terus meningkat dari tahun ke tahun, menambah permasalahan yang harus dipikirkan dan dilakukan jalan keluar secepatnya. Hal tersebut menjadi perhatian kita semua dalam meningkatkan efisien dan keefektifan dari pendidikan di Indonesia sehingga bisa mengakomodasi dari semua perbedaan yang ada ini.

Hadirnya sistem pendidikan inklusif ini akan sangat bermakna dalam menampung semua peserta didik yang beragam dan dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda termasuk anak berkebutuhan khusus untuk bersama-sama belajar dalam satu kelas yang sama dan menjadi bagian dari kelas tersebut. Sekolah inklusif akan memberikan dan menyediakan program pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didiknya. Dengan demikian dituntut kerjasama antara guru regular dan guru khusus sebagaimana yang dinyatakan Johnsen H. dan Skjorten (2003:288) bahwa :

Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusif menyebabkan adanya tuntutan yang besar terhadap guru reguler maupun guru pendidikan khusus. Ini menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajar materi yang samakepada semua peserta didik di kelas menjadi mengajar setiap peserta didik sesuai dengan kebutuhan individualnya.

Korelasi yang harus dilaksanakan adalah bahwa semua sistem di sekolah baik kurikulum dan pembelajaran harus dirancang dan dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu sekolah inklusif Jakarta Timur, diperoleh fakta bahwa pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah tersebut yang mengatasnamakan menjadi sekolah


(12)

inklusif masih belum sesuai dalam proses aplikasi di lapangannya. Penunjukan yang dinilai asal menunjuk sekolah tanpa diberikan bekal dan juga persiapan yang matang sangat terkesan terburu-buru. Sehingga berdampak besar pada murid dan juga guru.

Internal sekolah yang meliputi kepala sekolah, guru dan juga semua staf kalangan sekolah belum diberikan bekal yang kuat akan informasi dan juga pemahaman yang baik mengenai apa itu sekolah inklusif beserta pelaksanaannya sehingga mereka lebih merasa keberatan dan juga beberapa menolak dengan sistem pendidikan inklusifyang diberlakukan tersebut.

Kurangnya pemahaman bahwa dalam sekolah inklusif harus bisa menerima berbagai keberagaman murid sekaligus anak berkebutuhan khusus tanpa terkecuali dan bagaimana penanganan dari setiap karakteristik anak berkebutuhan khusus dengan keberagaman mereka tersebut berdampak pada proses pembelajaran serta cara mengajar guru di kelas. Guru masih menerapkan sistem lama yang menganggap semua murid sama serta belum bisa memberikan kebutuhan dari masing-masing murid sesuai dengan keberagaman dan kebutuhannya.Ketidaktahuan guru dan juga kompetensi yang tidak terus dibangun mengakibatkan ketidaksesuaian dengan harapan untuk menciptakankelas inklusif. Kenyataan ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan berkenaan dengan implementasi pendidikan inklusif, menunjukkan bahwa “pendidikan inklusif masih dipahami secara beragam dan umumnya disamakan dengan pendidikan integrasi” (Sunanto, dkk, 2008:24).

Dalam kelas inklusif tersebut (jenjang kelas 3) terdapat lebih dari 40 siswa dengan keberagaman kemampuan yang berbeda-beda. Dari informasi guru, terdapat lebih dari 5 murid yang belum mampu membaca dan menulis, serta 2 anak berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan fisik dan hambatan visual. Sedangkan target kurikulum yang harus dicapai dari semua anak masih disama ratakan.

Dalam proses pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru juga masih memberikan materi yang sama kepada semua siswa, termasuk beberapa murid yang belum memiliki kesiapan dalam pemahaman maupun ketrampilan membaca


(13)

dan menulis, begitu pula pada anak berkebutuhan khusus. Sehingga beberapa siswa di kelas belum mampu mencapai target yang diharapkan dikarenakan kemampuan dasar yang belum mereka kuasai. Anak berkebutuhan khusus yang ada dalam kelas tersebut juga hanya diam tanpa mengerjakan tugas apapun. Sehingga terkesan kurang diperhatikan dan tanpa dilakukan pendekatan ataupun tindakan apapun. Selama mengajar guru juga tidak pernah melakukan tindakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan murid-muridnya atau melakukan identifikasi dan juga asesmen pada peserta didiknya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tentang konsep, kebijakan dan praktek inklusif di sekolah yang menunjukkan bahwa: “hampir semua sekolah tidak melakukan identifikasi dan asesmen sebagai dasar untuk pembelajaran di kelas inklusif” (Dyah, S. 2007: 56).

Dalam proses belajar mengajar,guru juga hanya menggunakan satu sumber pembelajaran yang ia dapatkan dari lembar kerja siswa yang telah ditetapkan di sekolah tersebut. Metode yang digunakan selama mengajar lebih menggunakan metode ceramah yang terbilang efektif menurut guru diterapkan dalam menyampaikan materi. Metode tersebut terkesan lebih praktis dan tidak membutuhkan material yang banyak sehingga kelas akan tetap rapi dan teratur. Metode lain seperti parktek dan diskusi terkesan akan mempersulit guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dan membuat kelas menjadi gaduh serta berantakan. Sistem yang seharusnya sudah ditinggalkan masih dipakai terus menerus dan turun menurun sampai sekarang ini. Hal ini sesuai yang diungkapkan dalam Arends (2008:109) bahwa “faktanya guru-guru masa kini masih diharapkan mengikuti kurikulum yang telah dipreskripsikan dalam batas-batas pembagian umur dan tingkat kelas tradisional dan pengelompokkan kemampuan, dalam bentuk apapun masih menjadi praktek standar di banyak sekolah”.

Pembelajaran di kelas idealnya memberikan peluang bagi semua siswa untuk dapat mengembangkan potensi dirinya serta mengembangkan kemampuan interaksi sosial antar siswa di kelas, di mana setiap siswa bisa saling berinteraksi dan membantu satu dengan yang lainnya. Siswa yang memiliki pemahaman yang baik akan membantu teman lain yang belum memahami materi yang dipelajari. Vaughn dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa “...student are powerful


(14)

teachers of each other” (Smith, 1998: 335), yaitu bahwa seorang peserta didik

adalah guru yang hebat bagi peserta didik lainnya.

Pada umumnya guru-guru masih menganggap bahwa dalam satu kelas memiliki karakteristik yang homogen, sehingga menganggap murid-murid sama. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dari pendidik memahami karakteristik keberagaman diantara peserta didik mereka. Serta bagaimana mengakomodasi keberagaman peserta didik, sehingga semua peserta didik akan mendapatkan pembelajaran dan bisa belajar sesuai dengan kemampuan juga kebutuhannya.

Di dalam kelas inklusif, guru harus sadar bahwa di kelas tersebut memiliki keberagaman dan pendidik bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Mau tidak mau guru harus bisa menciptakan kelas yang inklusif, sesuai dengan yang diungkapkan oleh Arends (2008:45) bahwa “differential treatment refers to differences in

educational experiences of the majority race, class, culture or gender to those of

minorities”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa keberagaman mengacu pada

perbedaan latar belakang termasuk pada mereka yang minoritas atau yang memiliki kebutuhan khusus.

Dari uraian tersebut di atas, maka diperlukan suatu penelitian yang membahas bagaimana cara pemecahan masalah yang berhubungan dengan keragaman siswa di kelas dengan menerapkan salah satu modeldifferentiated

instructionyang dapat mengakomodasi keberagaman siswa di kelas tersebut.

Dalam kelas yang berdiferensiasi, guru harus berusaha memulai pengajaran dengan berdasarkan minat, kebutuhan serta kesiapan (pada tingkat mana posisi siswa) dan kemudian menggunakan banyak model mengajar dan penataan instruksional untuk memastikan bahwa siswa bisa meraih potensinya. Dalam Arends (2008:123) menjelaskan bahwa “Di kebanyakan kelas reguler, guru kemungkinan besar akan menemukan rentang sejauh tiga sampai lima tahun dalam hal perbedaan kemampuan serta perbedaan berbagai tipe intelegensi dan gaya belajar”. Untuk memenuhi kebutuhan dan keberagaman siswa di kelas inklusif tersebut, perlu dilakukan asesmen. Dalam differentiated instruction harus terus melakukan asesmen. Dengan asesmen tersebut guru akan mendapatkan


(15)

informasi dari hari ke hari tentang apa yang sudah dipelajari siswa dan pengetahuan tentang kapan peserta didik akan mempelajari hal yang baru.Diharapkan dengan menerapkan model tersebut maka perbedaan dan keberagaman setiap individu di kelasdilihatdaritingkatkesiapan, ketertarikandangayabelajar akan bisa terakomodasi sehingga berdampak adanya peningkatan terhadap inklusifitas, partisipasi/interaksi siswa, motivasi dalam belajar dan tingkatpemahaman siswa di kelas.

B. Fokusdan Rumusan Masalah Penelitian

1. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi focus permasalahan adalah keberagaman siswa dilihat dari tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar yang masih belum terakomodasi dalam proses pembelajaran di kelas. Sehingga perlu dilakukan penerapan salah satu model pembelajaran yang bisa mengakomodasi keberagaman siswa di kelas tersebut. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah Differentiated Instruction yang akan diterapkan dalam penelitian ini.

Masalah penting yang terjadi dalam pelaksanaan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah pembelajaran yang belum bisa mengakomodasi semua peserta didik yang ada di dalamnya terutama siswa yang berkebutuhan khusus. Sistem pembelajaran yang dilakukan secara tradisional dan lebih menggunakan metode ceramah sangat berdampak kurang efektif bagi anak-anak yang belum memiliki kesiapan terlebih bagi anak berkebutuhan khusus. Mereka akan cenderung pasif dan tidak memiliki pemahaman apapun mengenai materi yang diajarkan.

Dalam penelitian ini, differentiated instructionyang diterapkan dikatakan berhasil mengakomodasi keberagaman siswa dan efektif, jika menunjukkan adanya peningkatan pemahaman siswa, motivasi belajar dan juga interaksi siswa di kelas inklusif.


(16)

2.Rumusan Permasalahan

Berdasarkanfokus penelitian di atas, makarumusan permasalahan dalam penelitian ini adalahApakah penerapanDifferentiated Instruction dapat mengakomodasi keberagaman siswa-siswa di kelas sehingga akan mempengaruhi Inklusivitas pada partisipasi/interaksi antar siswa, motivasi belajar, dan tingkat pemahaman dalam memahami topik di kelas ?”.

C. PertanyaanPenelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi tingkat pemahaman, ketertarikan (interest) dan learning profile siswa di kelas inklusif?

2. Apakah model pembelajaran berdiferensiasi dapat mengakomodasi keberagaman siswa di kelas, bukan hanya pada perbedaan tingkat kemampuan yang tinggi melainkan pada rentang kemampuan yang jauh di bawah kemampuan rata-rata anak di kelas?

3. Apakah ada perubahan akibat dari pelaksanaan model pembelajaran berdiferensiasi padapelaksanaan inklusifitas terutama pada partisipasi/interaksi, motivasi dan tingkat pemahaman siswa di kelas setelah menerapkan model pembelajaran berdiferensiasi? 4. Bagaimana dampak dari penerapan model pembelajaran

berdiferensiasi terhadap inklusifitas di kelas inklusif?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan dalam pembelajaran di kelas pada siswa yang beragam dilihat dari tingkat kesiapan, ketertarikan (interest) dan juga gaya belajar siswa di kelas dengan menerapkan model differentiated instruction. Secara terperinci tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dampak penerapan pembelajaran berdiferensiasi dalam mengakomodasi keberagaman siswa di kelas inklusif dilihat dari tingkat pemahaman (kesiapan siswa), ketertarikan dan gaya belajar.


(17)

2. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran berdiferensiasi terhadap peningkatan kemampuan partisipasi/interaksi siswa di kelas.

3. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran berdiferensiasi terhadap peningkatan motivasi siswa di kelas.

4. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran berdiferensiasi terhadap tingkat pemahaman siswa di kelas.

5. Untuk mengetahui dampak penerapan model pembelajaran berdiferensiasi terhadap inklusifitas dalam pelaksanaan di kelas inklusif.

E. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan memberikan wawasan dan pengetahuan baru kepada berbagai kalangan khususnya kalangan akademisi dan semua pihak dalam menerapkan pendidikan yang bisa mengakomodasi keberagaman dari setiap individu muridnya.

2. Secara praktis dapat memberikan pemahaman kepada guru dalam memenuhi kebutuhan dari masing-masing peserta didiknya, sehingga akan menciptakan pendidikan yang bermutu. Bermutu dalam hal bisa memenuhi kebutuhan serta sesuai dengan kemampuan peserta didik.

F. Definisi Operasional

Dalam memahami hal-hal yang akan dilakukan dalam penelitian ini, maka beberapa penjelasan akan diuraikan secara singkat, antara lain :

1. Model Differentiated Instruction yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah guru melakukan pembelajaran berdasar kepada keberagaman siswa di kelas. Langkah-langkah dalam menerapkan model ini, terlebih dahulu guru melakukan asesmen pada keberagaman murid dalam hal kesiapan/pemahaman,


(18)

ketertarikan, dan profile belajar (gaya belajar dan kecerdasan majemuk) . Dari kemampuan yang berbeda tersebut, guru akan melakukan analisa kurikulum untuk dilakukan modifikasi. Setelah itu guru merencanakan penyampaian konten materi dengan membuat perencanaan-perencanaan aktivitas yang disesuaikan berdasarkan informasi, apakah melalui kegiatan belajar kelompok ataupun belajar individual. Sehingga setiap anak akan mendapatkan kesempatan dalam meraih konten, memproses suatu ide dan meningkatkan hasil belajar untuk bisa lebih belajar dengan efektif. 2. Akomodasi yang dimaksudkan adalah memenuhi kebutuhan belajar

siswa sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang dimiliki setiap siswa di kelas berdasarkan keberagaman yang telah disebutkan. 3. Inklusifitas yang dimaksudkan adalah kondisi suasana kelas yang

bisa melibatkan semua peserta didik untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, termotivasi dalam belajar untuk memperoleh kesempatan yang sama di kelas sesuai dengan kemampuannya, sehingga akan tercipta kelas yang ramah. Ramah dalam hal menyesuaikan kemampuan, memberikan kesempatan belajar sesuai dengan ketertarikan dan gaya belajar siswa. Dalam memberikan pembelajaran yang ramah, sesuai dengan pernyataan sebagai berikut :

Pembelajaran inklusif merupakan pembelajaran dimana guru dan peserta didik belajar bersama sebagai suatu komunitas, guru menempatkan peserta didik sebagai pusat pembelajaran, guru mendorong partisipasi aktif peserta didik agar belajar, dan guru memiliki minat untuk memberikan layanan pembelajaran yang terbaik (UNESCO, 2004:4)

4. Partisipasi antar siswa di dalam kelas yang dimaksudkan adalah bahwa setiap murid harusnya memiliki keterlibatan dalam diskusi, rasa saling berbagi, bekerjasama, saling menghargai dan saling tolong menolong antar teman yang satu dengan teman lainnya.


(19)

5. Motivasi Belajar yang dimaksudkan adalah kemampuan dan kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas dengan tekun dimana siswa memperlihatkan ketahanan duduk dalam mengerjakan tugas dan memperlihatkan usaha mengerjakan tugas yang optimal dengan menyelesaikannya tepat waktu. Selain itu siwa terlihat mengikuti pembelajaran di kelas dengan memperlihatkan sikap-sikap seperti selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dengan baik, memiliki semangat dalam mempelajari topik dengan memperlihatkan sikap ingin tahu dan tidak ada sikap mengindari tugas yang diberikan tetapi justru terus mengembangkan sikap selalu bekerja dan mampu mempertahankan perhatiannya dalam proses pembelajaran di kelas.

6. Tingkat pemahaman terhadap topik pembelajaran yang dimaksudkan adalah setiap anak memiliki tingkat kemampuan pemahaman dan pengalaman belajar yang berbeda dalam memahami suatu hal. Bahwa menurut proses kognitif dari Bloom ada beberapa kategori tingkat pemahaman siswa dimulai dari tingkat mengetahui atau mendefinisikan, pemahaman dengan menjelaskan suatu topik tertentu, aplikasi dengan mengilustrasikan/mengaplikasikan, analisis yaitu memecahkan masalah, evaluasi yaitu mampu merekomendasikan dan yang terakhir sintesis dimana siswa mampu menciptakan atau mengubah sesuatu menjadi hal yang bermanfaat.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas mengenai pokok-pokok yang berhubungan dengan metode penelitian atau prosedur kegiatan penelitian. Adapun pokok-pokok yang akan dibahas meliputi : (1) Metode Penelitian, (2) Prosedur Penelitian, (3) Subjek dan Lokasi Penelitian, (4) Teknik Pengumpulan Data dan (5) Analisis Data.

A. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan penelitian tindakan, di mana dalam penelitian tindakan ini berfokus pada pencarian solusi masalah yang dihadapi secara spesifik, adanya isu-isu permasalahan yang dihadapi setiap hari sehingga akan mendapatkan solusi yang terbaik untuk meningkatkan kualitas dari pendidik itu sendiri. Penelitian tindakan menurut Mills (2011) dalam Creswell (2012:577) adalah penelitian yang sistematis yang dilakukan oleh guru atau individu lain dalam dunia pendidikan untuk mendapatkan informasi dan kemudian meningkatkan cara mengajar dan bagaimana murid-murid bisa belajar dengan baik. Peneliti tindakan bertujuan mencari jalan keluar untuk meningkatkan cara dalam mengajar berdasarkan dari isu-isu atau permasalahan yang mereka temui. Peneliti tindakan juga menggambarkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, mengumpulkan serta menganalisis data, dan melakukan perubahan berdasarkan apa yang ditemukan (Creswell, 2012:577). Selian itu penelitian tindakan juga memberikan jawaban yang berguna bagi para guru atau tenaga pendidik di suatu sekolah dan memberikan masukan yang berharga bagi peningkatan mutu dari apa yang telah dilakukan secara nyata (Mills, 2000:56).

Sedangkan menurut Kemmis danTaggart dikutip oleh Denzin dan Lincoln (2009 : 470), penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian yang reflektif diri dan kolektif yang dilakukan oleh para pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan praktik pendidikan dan praktik sosial mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktek-praktek mereka dan terhadap situasi tempat-tempat praktek tersebut dilakukan, yang mencakup sebuah spiral siklus reflektif diri yang


(21)

berupa upaya, merencanakan sebuah perubahan, mempelajari dan mengamati proses dan konsekuensi tersebut, kemudian merencanakan ulang, mempelajari dan mengamati, mengkaji dan seterusnya. Zuber dan Skerrit (1996:2) mengemukakan penelitian tindakan sebagai tindakan kolaboratif, penemuan mandiri yang penting yang dilakukan oleh praktisi (guru, atau pengelola sekolah) pada masalah-masalah yang penting pada praktek pembelajaran yang mereka laksanakan. Mereka memiliki masalah dan merasa bertanggungjawab untuk memecahkan masalah tersebut melalui kerjasama tim dengan menjalankan proses siklus sebagai berikut : (1) Perencanaan, (2) Melaksanakan tindakan, (3) observasi, (4) Refleksi. Keempat tahapan tersebut merupakan tahapan pokok dalam penelitian tindakan ini (Zuber dan Skerrit, 1996:2).

Alasan penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kolaboratif dikarenakan adanya permasalahan-permasalahan yang belum terpecahkan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif. Pembelajaran seharusnya dapat mendorong semua siswa berpartisipasi secara aktif dalam belajar di kelas termasuk anak berkebutuhan khusus. Selama ini sering kali, anak berkebutuhan khusus hanya datang ke kelas tanpa ikut berpartisipasi aktif dan guru lebih menyerahkan tanggung jawab dalam mengajar anak berkebutuhan khusus kepada guru khusus. Sehingga terkesan anak berkebutuhan khusus tidak menjadi bagian dari kelas itu sendiri. Dengan melakukan penelitian tindakan ini diharapkan, dapat memberikan kesempatan kepada guru atau pendidik dalam merefleksi apa yang sudah dilakukan. Saling bekerjasama menjadi satu tim untuk bisa memecahkan permasalahan terhadap realita di lapangan sehingga penelitian tindakan ini akan mengubah dan mengevaluasi cara lama menjadi lebih baik dan ideal. Penelitian tindakan ini juga seringkali diartikan sebagai pengembangan staff, untuk mengembangkan dan meningkatkan guru mejadi guru yang profesional dan juga memecahkan permasalahan sekolah.


(22)

B. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menerapkan model pengajaran berdiferensi yang telah ada untuk mengakomodasi beberagaman siswa di kelas di lihat dari tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar siswa di kelas sehingga akan diketahui dampak secara langsung terhadap pemahaman siswa, motivasi belajar dan juga interaksi murid di kelas. Adapun proses pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua tahapan besar, yaitu (1) Tahap studi pendahuluan. Dalam tahap ini ditujukan untuk mengetahui kondisi atau gambaran nyata di lapangan (sekolah) penyelenggara inklusif serta mengetahui dampak positif dan negatif dalam proses pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh guru, melakukan asesmen terhadap siswa di kelas 3 mengenai tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar, kemudian merencanakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan temuan tersebut. (2) Tahap pelaksanaan Model Pengajaran berdiferensiasi yang akan mengetahui dampaknya terhadap peningkatan pemahaman, motivasi belajar dan interaksi siswa di kelas. Pada tahap ini akan dilalui melalui beberapa siklus sampai benar-benar ditemukan cara yang ideal dalam mengakomodasi keberagaman siswa dan dampaknya terhadap pemahaman, motivasi dan interaksi siswa tersebut. Setiap siklus akan melalui beberapa tahapan-tahapan sesuai dengan tahapan penelitian tindakan dengan memulai (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan dan (4) refleksi. Lebih jelasnya prosedur penelitian yang akan dilakukan dijelaskan pada bagan berikut :


(23)

ida

Bagan 3.1 Prosedur Penelitian

Tahap 1 Study pendahuluan dengan menggambarkan proses pembelajaran di kelas

 Kondisi Awal pelaksanaan inklusif (Melakukan pengukuran indeks pelaksanaan inklusif)  Melihat kondisi anak

melalui asesmen  Merencanakan

Tahap 2

Siklus 1

Siklus 2

rancangan awal DI

Menganalisa kurikulum dari data yang didapat

Pelaksanaan Tahap 1 Pelaksanaan Tahap 2 Pelaksanaan Tahap 3 Pelaksanaan Perencanaan 1

Memonitor Pelaksanaan Perencanaan 1 dan Dampaknya (observasi Dampak, mengecek semua data dan instrument yang dibuat)

Menjelaskan adanya kemungkinan penyesuaian terhadap pelaksanaan dan model pembelajaran berdiferensiasi

Membuat perencanaan baru

Pelaksanaan Tahap 1 Pelaksanaan Tahap 2 Pelaksanaan Tahap 3 Pelaksanaan Perencanaan 2

Memonitor Pelaksanaan Perencanaan 2 dan Dampaknya (observasi Dampak)

Menjelaskan adanya kemungkinan kegagalan terhadap pelaksanaan dan dampaknya (2)

Menemukan Rancangan Model yang bisa mengakomodasi keberagaman dan diketahui dampaknya


(24)

Seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa dari bagan tersebut di atas, pertama-tama peneliti akan melakukan study pendahuluan dengan mengeksplorasi mengenai pembelajaran di kelas dan gambaran siswa di kelas, sehingga akan didapatkan informasi hal positif dan negative dari siswa terhadap hasil penerapan dari proses pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh guru sebelumnya. Kemudian dari gambaran nyata tersebut, peneliti akan mengidentifikasi area focus dari penelitian yang akan dilakukan dengan melakukan pengumpulan data melalui observasi langsung, dari dokumen-dokumen sekolah dan juga wawancara. Data yang di dapat kemudian akan dianalisis dan dinterpretasikan dengan menjelaskan dan mendeskripsikan data tersebut. Kemudian peneliti merancang tahap ke-2 dengan memulai perencanaan penerapan model pembelajaran diferensiasi yang akan diterapkan pada kelas tersebut,Tindakan, Pengamatan sampai refleksi yang terangkum pada satu siklus penelitian. Untuk menjelaskan lebih detail mengenai proses setiap siklus akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini dilakukan rencana tindakan yang akan dilakukan, mulai dari bagaimana cara mencari data keberagaman murid di kelas dengan membuat dan menyiapkan instrument soal/wawancara dan juga menyiapkan instrument dalam tahap pengamatan nantinya. Selain itu pada tahap ini juga akan menjelaskan mengenai apa saja sarana dan prasaran yang diperlukan dalam proses tindakan nanti, setting ruangan yang akan mendukung pelaksanaan pengajaran diferensiasi ini. Persiapan tersebut antara lain :

1) Peneliti akan melakukan diskusi bersama dengan guru kelas untuk menjelaskan permasalahan yang didapatkan selama observasi dalam studi pendahuluan, kemudian akan merumuskannya menjadi fokus penelitian dan mendiskusikan rencana selanjutnya.

2) Memberikan pengarahan dan penjelasan kepada guru mengenai model pengajaran diferensiasi yang akan diterapkan pada salah satu kelas di sekolah mereka.


(25)

3) Menyiapkan lembar instrument dalam mengidentifikasi keberagaman siswa dilihat dari kesipan, ketertarikan dan gaya belajar siswa.

4) Mengidentifikasi setiap karakteristik siswa (level kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar) dengan melakukan asesmen dan wawancara kepada murid (bagi murid yang belum bisa membaca dan mengisi instrument)

5) Menyiapkan standart kurikulum dan melakukan modifikasi sesuai dengan kemampuan siswa berdasarkan hasil asesmen, sekaligus merencanakan dan menentukan masing-masing konten (isi), proses pengajaran dan bagaimana penilaiannya dari masing-masing anak. 6) Menyusun program individual berdasarkan dari asesmen dengan

memodifikasi kurikulum.

7) Merencanakan metode dan teknik pengajaran dengan menyiapkan beberapa aktivitas yang akan dilakukan dan melampirkannya pada program individual sekaligus melengkapi lembar kerja siswa dan memasukkannya ke dalam satu file.

8) Menyiapkan sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam proses pengajaran nanti.

9) Merencanakan setting ruangan kelas dalam proses pembelajaran nanti.

10) Menyiapkan instrument observasi dan juga penilaian berdasarkan pemahaman, motivasi belajar dan interaksi siswa.

b. Tindakan/Pelaksanaan

Pada tahap ini, pelaksanaan tindakan yang dilakukan langsung oleh peneliti dan guru yang merupakan implementasi dari pengajaran diferensiasi menurut perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Adapun tindakan yang dilakukan antara lain :

1) Menyiapkan dan mengatur setting kelas, posisi tempat duduk siswa, sarana prasarana yang diperlukan.


(26)

3) Melakukan pengamatan atau observasi dengan mengamati tingkah laku siswa, respon siswa pada saat pembelajaran dengan melakukan pencatatan singkat.

c. Pengamatan

Pengamatan akan dilakukan secara langsung maupun berdasarkan hasil dokumentasi yang telah didapatkan pada saat proses pelaksanaan. Peneliti dan juga guru akan mengamati bersama-sama proses pelaksanaan dan akan mengadakan diskusi serta mengamati perubahan-perubahan yang terjadi setelah mempraktekkan pembelajaran berdiferensiasi tersebut. d. Refleksi

Tahap selanjutnya adalah refleksi dan membuat evaluasi dari proses pelaksanaan tersebut. Sehingga akan ditemukan beberapa hal yang mungkin membutuhkan perbaikan dan terlihat dampak dari pelaksanaan yang telah dilakukan untuk merancang perencanaan selanjutnya. Pada tahap ini, peneliti akan melakukan beberapa proses, antara lain :

1) Analisis Data

Dari rekaman yang telah dibuat, maka perlu diputar kembali video tersebut, sekaligus melakukan diskusi dengan teman sejawat mengenai hasil yang didapat. Diskusi bisa berupa kesuksesan, kegagalan maupun hambatan yang dialami selama proses pelaksanaan tersebut.

2) Memilih Data

Hasil data yang diperoleh akan dipilah-pilah mana data yang berhubungan dengan penelitian dan mana yang kurang berhubungan sehingga akan benar-benar dibutuhkan dan dapat dijadikan acuab dalam penyusunan laporan penelitian nantinya. Data yang mungkin kurang berhubungan akan tetap disimpan, jika sewaktu-waktu nantinya data tersebut digunakan kembali.

3) Menyusun langkah-langkah Perbaikan

Dari pemilihan data akan terlihat beberapa data mengenai permasalahan dan hambatan yang terjadi, sehingga langkah


(27)

selanjutnya adalah menyusun kembali perencanaan untuk memperbaiki pelaksanaan awal agar hasil yang lebih optimal lagi.

C. Subjek dan Lokasi Penelitian

1. Subjek

Subjek penelitan sebagai fokus dalam penelitian ini adalah guru kelas 3 dan peserta didik kelas 3 yang berjumlah 42 murid di sekolah Inklusif Jakarta Timur.

2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang akan dipilih dalam menyelenggarakan penelitian ini adalah Sekolah Dasar di sekitar kota Jakarta Timur, dengan pemilihan kelas yang di dalamnya memiliki peserta didik berkebutuhan khusus maupun peserta didik yang memiliki tingkat keberagaman yang berbeda-beda.

D. Teknik Pengumpulan data dan Instrumen

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model pembelajaranberdiferensiasi dalam mengakomodasi perbedaan dan keberagaman murid dalam tingkat kesiapan, ketertarikan (interest) serta gaya belajar siswa yang terjadi di satu kelas serta dampaknya terhadap pemahaman siswa, motivasi belajar, interaksi siswa serta pelaksanaan inklusifitas di kelas.

Tahap 1

Teknik pengumpulan data pada Tahap 1(study pendahuluan) adalah : 1. Observasi

Pada kegiatan ini dengan melakukan observasi di kelas, dengan melihat bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, partisipasi dari murid, observasi dokumen-dokumen kelas seperti hasil nilai anak, data absensi dan dokumen-dokumen yang dibuat guru seperti RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran). Dari data yang didapat kemudian akan


(28)

dimasukkan ke dalam instrumen pelaksanaan pendidikan inklusif dan kemudian akan diukur sejauh mana pelaksanaan inklusivitas di sekolah tersebut.

Adapun instrument untuk mengukur pelaksanaan pembelajaran siswa di kelas tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen pedoman observasi indeks inklusif dimensi Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas

No. Indikator Dimensi Pelaksanaan

Ruang Lingkup Nomor Soal 1. Perencanaan

pembelajaran

a. Guru

merencanakan pembelajaran b. Adanya material c. Pembelajaran

kelompok atau individual d. Berbagai metode e. Adanya alternatif

dalam belajar

1. a, b, c, d dan e

2. Pendukung Partisipasi Murid

a. Membangun partisipasi murid untuk saling berbagi b. Membangun

partisipasi menghubungkan pengalaman belajar c. Memberikan

kesempatan dengan berbagai cara

2. a, b, c, d dan e

3. Mengembangkan Pemahaman Murid

a. Kebebasan dalam eksplorasi

b. Alternatif cara dalam

mengembangankan pemahaman siswa c. Adanya pilihan

3. a, b, c, d dan e

4. Keterlibatan Siswa di kelas

a. Menjelaskan pembelajaran b. Saling hormat c. Mengembangkan

pemahaman

4. a, b, c, d dan e


(29)

dengan berbagai cara

d. Menangkal komentar negatif 5. Kolaborasi Murid a. Murid terlibat

dalam membuat peraturan kelas b. Murid bertanggung

jawab dalam kelancaran belajar

5. a, b, c, d dan e

6. Dilakukan Asesmen untuk mendukung pencapaian siswa

a. Memunculkan minat belajar b. Guru menciptakan

rasa senang c. Melakukan

penilaian dengan berbagai cara

6. a, b, c, d dan e

7. Kedisiplinan kelas a. Tidak adanya hukuman b. Ketegasan dan

konsistensi

c. Keterlibatan murid dalam membuat peraturan kelas

7. a, b, c, d dan e

8. Perencanaan Program termasuk IEP bagi ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)

a. Adanya kerjasama partner

b. Adanya kolaborasi c. Modifikasi

kurikulum dan mengajar

8. a, b, c, d dan e

9. Kolaborasi Partner atau guru

a. Adanya kerjasama dalam menyusun program belajar b. Pembagian tugas

yang adil

c. Memperlakukan murid dengan adil

9. a, b, c, d dan e

10. PR (pekerjaan rumah) mendukung belajar siswa

a. Tujuan pemberian PR jelas

b. Memberikan kesempatan untuk saling bekerjasama

10. a, b, c, d dan e

11. Belajar di luar kelas a. Adanya media alat peraga

b. Kesempatan untuk belajar keluar kelas

11. a, b, c, d dan e


(30)

dengan berbagai cara

12. Melihat keberagaman sebagai kekuatan

a. Menghubungkan pengalaman belajar b. Adanya tutor teman

sebaya c. Pilihan tugas

12. a, b, c, d dan e

13. Penggunaan Sumber Daya yang ada

a. Kesempatan untuk berbagi

b. Mengundang staff sebagai pembicara c. Mendorong

kemandirian

13. a, b, c, d dan e

14. Pengembangan sumber, partisipasi guru dalam pembuatan program pembelajaran

a. Penggunaan fasilitas secara adil b. Meminimalkan

hambatan siswa c. Penggunaannya secara fleksibel

14. a, b, c, d dan e

15. Perbedaan diantara peserta didik digunakan sebagai sumber untuk mendukung kegiatan belajar dan berpartisipasi

a. Mengembangkan Sikap toleransi

15. a, b, c, d dan e

16. Sumber-sumber belajar diberikan secara adil (misal : menyadari sumber daya untuk Anak Berkebutuhan Khusus)

a. Penggunaan

sumber daya secara bijak

b. Penggunaan

sumber daya secara adil

c. Adanya

administrasi yang rutin

16. a, b, c, d dan e

Kriteria penilaian pada instrument tersebut di atas, adalah (a) jika memperlihat pelaksanaan terjadi maka diberikan nilai 3, (b) jika memperlihat pelaksanaan ragu-ragu maka diberikan nilai 2, (c) dan jika memperlihatkan pelaksanaan tidak terjadi maka diberikan nilai 1.


(31)

Kisi-kisi dari kuesioner ini masih sama pada lembar observasi di atas. Dengan membagikan lembar kuesioner mengenai pelaksanaan pendidikan inklusif pada beberapa komponen internal sekolah. Kuesioner yang diberikan ini akan menjadi data penguat dari hasil observasi serta pengukuran pelaksanaan pendidikan inklusif di kelas.

3. Wawancara tidak terstruktur

Pertanyaan yang diberikan berupa point-point yang mendukung dalam lembar observasi dan juga kuesioner. Adapun pertanyaan yang diberikan adalah :

a. Persiapan yang dilakukan guru sebelum mengajar

b. Apa saja yang dilakukan guru untuk mengetahui kemampuan masing-masing siswa

c. Upaya yang dilakukan guru untuk membantu anak-anak yang berkesulitan bisa belajar

d. Pendekatan atau metode belajar seperti apa yang dirasa efektif dan bisa menjangkau semua murid

e. Strategi apa yang dilakukan guru dalam memenuhi kebaragaman siswa

Tahap 2

Pada tahap kedua peneliti melakukan asesmen dengan membuat instrument asesmen dari tingkat kemampuan siswa (kesiapan), ketertarikan dan gaya belajar. Selain itu pada proses pelaksanaan, peneliti menggunakan instrument penilaian tingkat pemahaman, motivasi dan interaksi sambil melakukan observasi, dengan melakukan pengisian lembar observasi dengan point-point indikator sebagai acuan penilaian serta patokan refleksi pada siklus 1, siklus 2 dan siklus 3.Pengumpulan data pada tahap ke-2, peneliti juga melakukan perekaman video, berupa data proses dari siklus-siklus yang dilakukan yang akan menjadi bahan diskusi dalam refleksi dari tiap akhir siklus.


(32)

Adapun instrumen kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar siswa tersebut antara lain :

a. Instrumen mengetahui tingkat kesiapan siswa

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen mengetahui Tingkat Kesiapan Siswa

No Indikator Ruang Lingkup Nomor Soal

1. Tingkat kemampuan berpikir/pemahaman

a. Menggali Pengalaman belajar siswa b. Pemahaman

Membaca

1

1,2,3,4,5

2. Kemampuan menulis Menulis 1,2,3,4,5

b. Instrumen mengetahui Ketertarikan siswa

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen mengetahui Ketertarikan siswa

No. Indikator Ruang Lingkup No. Soal

1. Mengetahui ketertarikan dalam belajar topik

Topik yang menjadi

ketertarikan dalam belajar

1

2. Mengetahui ketertarikan dalam mengerjakan tugas

Area

Ketertarikan siswa (dalam bidang seni, olah raga, bahasa)

2

c. Intrumen mengetahui “Learning profile” siswa

Profil belajar merupakan cara dimana seseorang atau murid bisa be;ajr dengan baik dan efektif. Profil belajar dikategorikan menjadi 2 yaitu Gaya belajar dan juga kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh


(33)

individu tersebut. Adapun instrumen masing-masing dari setiap kategori adalah sebagai berikut :

1) Instrumen Gaya Belajar yang dipengaruhi oleh lingkungan, emosi, interaksi dan kebutuhan fisik seperti nyala lampu, temperatur, bergerak atau diam.

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Gaya Belajar

2) Instrumen Berdasarkan Kecerdasan Majemuk

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Majemuk

No. Indikator Ruang Lingkup No Soal

1. Lingkungan 1) Lingkungan yang

tenang

2) Lingkungan yang berisik

1

2

2. Ketekunan a. Pekerja keras

b. fleksibel

c. Mudah Menyerah

3, 5, 6, 7, 4, 9 8

3. Tipe Belajar a. Individual

b. Kelompok c. Bergerak d. Diam

11 12 15 16

No. Indikator Ruang Lingkup No Soal

1. Musik a. Bernyanyi

b. Dengar Musik 1


(34)

d. Instrumen mengetahui tingkat pemahaman siswa

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrumen Tingkat Pemahaman Siswa

No. Indikator

Tingkat pemahaman

Ruang Lingkup No Soal

c. Bermain instrumen

2. Kinestetik a. Kerajinan tangan b. olah raga

c. drama

2

3. Linguistik a. Berbicara

b. Membaca c. Menulis

3

4. Logical matematika a. Berhitung b. Memecahkan

masalah

c. Taktik dan Strategi

d. Investigasi

4

5. Visual Spatial a. Membuat Peta b. Craft

c. Desain

5

6. Interpersonal a. Empati

b. Kepemimpinan c. Mechanical

6

7. Intrapersonal a. Berpendapat

b. Manajemen Diri 7

8. Naturalis a. Binatang

b. Tumbuhan


(35)

kognitif

1. Pengetahuan a. Menyebutkan b. Membuat daftar c. Mendefinisikan d. Melabel

1

2. Pemahaman a. Menjelaskan b. Membandingkan c. Menyimpulkan

2

3. Aplikasi a. Mengilustrasikan b. Mengaplikasikan c. Diagram

3

4. Analisis a. Menganalisa

b. Mengkategorisasikan c. Memecahkan Masalah

4

5. Evaluasi a. Menilai

b. Merekomendasikan c. Memprediksi

5

6. Syntesis a. Menciptakan b. Mengubah

6

e. Instrumen mengukur motivasi belajar siswa

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Instrumen Mengukur Motivasi Belajar Siswa

No. Indikator Ruang Lingkup No. Soal

1. Ketahanan Mengerjakan Tugas

a. Dalam waktu yang lama

1

b. Berusaha mencari tahu

3

2. Usaha a. Tidak mudah

menyerah

3


(36)

3. Pencapaian a. Konsisten 1,2,3,4 b. Tepat waktu 4

f. Instrumen mengetahui Partisipasi dan interaksi siswa di kelas

Tabel 3.8 Kisi-Kisi Instrumen Mengetahui Partisipasi dan Interaksi Siswa

No. Indikator Ruang

Lingkup

No. Soal

1. Keterlibatan Mental/Kognitif 1, 2, 3, 4, 5

Fisik 6,7

2. Kooperatif Mengikuti

aturan

1, 2, 3, 4, 5, 7

Menghargai 6

g. Kisi-Kisi pengukuran indeks pelaksanaan inklusivitas di kelas

Dalam kisi-kisi indeks pelaksanaan inklusi sama dengan tahap 1 (tabel 3.1)

E. Teknik Analisis data

Sesuai dengan tabel yang telah digambarkan tersebut di atas, pada tahap 1 dengan mengumpulkan data kualitatif dengan melakukan observasi langsung di dalam kelas dan melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru dan juga guru khusus, untuk mendapatkan gambaran nyata proses pembelajaran di kelas inklusi. Sedangkan analisis data yang digunakan dalam tahap 1 adalah analisis deskriptif karena memaparkan fenomena-fenomena yang terjadi. Adapun hasil dari analisis data pada tahap 1 ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam merumuskan area yang menjadi fokuslangkah-langkah penerapan model pembelajaran diferensiasi di sekolah inklusi Jakarta Timur. Pada tahap ke-2 dengan menganalisa rekaman video yang telah direkam pada saat pelaksanaan dan


(37)

kemudian melakukan diskusi dengan rekan sejawat yang melakukan kolaborasi terhadap hasil yang di dapat dari setiap siklus yang telah dilakukan. Diskusi meliputi hal-hal yang menunjukkan keberhasilan, hambatan dan atau mungkin kegagalan yang dijumpai setiap siklusnya dengan mengisi angket sikap motivasi, pemahaman siswa serta interaksi siswa di kelas. Dari hasil diskusi tersebut, maka akan menjadi panduan dalam merencanakan tahapan perencanaan terhadap apa yang akan dilakukan pada siklus berikutnya.


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bagian bab ini akan menjelaskan mengenai (1) Kesimpulan hasil penelitian,(2) Rekomendasi penelitian. Masing-masing pembahasan tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan berfokus dari tujuan penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain :

1. Kondisi Awal Pembelajaran

Proses pembelajaran yang dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Penyelenggara Inklusi X Jakarta Timur masih melakukan penerapan model pembelajaran yang berpusat pada guru. Semua siswa belum diberikan kesempatan untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran. Partisipasi siswa sangat tidak terlihat. Murid-murid lebih sering duduk dan mendengarkan penjelasan guru. Begitupula dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di dalam kelas tersebut, lebih sering duduk pasif tanpa mengerjakan suatu tugas apapun. Gurupun menganggap bahwa model pembelajaran yang berpusat pada guru ini sangat cocok diterapkan di kelas, dikarenakan bisa lebih mengontrol semua anak dan kelaspun tidak menjadi ribut atau berantakan.

Dari hasil kondisi awal pembelajaran di kelas inklusif tersebut sama sekali belum mencerminkan pelaksanaan inklusifitas yang diharapkan. Di dalam kelas belum terlihat adanya partisipasi siswa, kerjasama, saling membantu serta saling menghargai satu sama lainnya. Dengan menerapkan model differentiated instruction ini, terlihat adanya aktivitas kelas yang inklusif dimana memperlihatkan adanya partisipasi, kerjasama antar siswa satu dengan yang lainnya, peningkatan motivasi siswa yang bagus


(39)

dengan memberikan kegiatan yang menarik bagi siswa dan juga adanya peningkatan pemahaman siswa dalam memahami materi yang diberikan.

Dalam penelitian ini, dapat membuktikan bahwa dengan menerapkan model differentiated instruction, pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif menjadi efektif dengan memperlihatkan peningkatan tingkat inklusifitas dari sebelumnya 21,4 menjadi 45,48 dari skor ideal 48.Selain itu juga adanya peningkatan dari partisipasi siswa di kelas, motivasi belajar dan tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.

2. Kondisi Keberagaman siswa

Berdasarkan dari studi pendahuluan, bahwa siswa-siswa di kelas III Sekolah X Jakarta Timur yang berjumlah 42 siswa memiliki keberagaman yang berbeda-beda, termasuk adanya dua siswa yang berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan fisik dan juga intelektual. Dilihat dari Kemampuan akademik dari murid di kelas 3 juga cukup beragam. Mayoritas semua murid selain siswa berkebutuhan khusus memiliki kemampuan rata-rata. Satu anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan visual juga memiliki kemampuan rata-rata, anak tersebut sudah bisa membaca dan menulis, hanya memerlukan jarak pandang yang dekat dalam membaca.

Pada penelitian awal telah dilakukan asesmen pada ketiga area yaitu 1) Readiness (kesiapan) 2)Ketertarikan dan 3) Profile belajardengan memberikan kuesioner kepada semua siswa. Dari data yang di dapat bahwa tingkat kesiapan siswa sangat beragam, ada satu anak yang memang termasuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki kemampuan pemahaman yang sangat jauh dari teman-temannya di kelas, serta ada 11 murid yang masuk ke dalam tingkat frustasi, di mana siswa-siswa tersebut kesulitan dalam memahami materi yang diberikan berhubungan dengan


(40)

pengetahuan yang belum mereka dapat sebelumnya. Sedangkan ada 26 murid yang masih memerlukan bimbingan dalam mempelajari topik dan ada 2 siswa yang masuk ke dalam tingkat independent, yang berarti bahwa kedua siswa tersebut sudah memiliki pengetahuan sebelumnya.

Selain kesiapan yang beragam, cara belajar atau gaya belajar serta ketertarikan dari semua siswa di kelas 3 tersebut juga bermacam-macam. Ketertarikan siswa mayoritas senang dengan kegiatan yang berhubungan dengan menggambar, bernyanyi serta membuat puisi. Sedangkan cara bagaimana mereka belajar sebagian besar siswa kelas 3 SDN X Jakarta Timur memiliki kecerdasan linguistik, di mana siswa-siswa tersbut senang dengan kegiatan membaca, menulis, berbicara dan lain-lain.

Keberagaman tersebut bisa diakomodasi dengan menerapkan model differentiated instruction ini. Dimana guru mendesain aktivitas pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang beragam dan memunculkan kegiatan saling bekerjasama antar teman yang satu dengan teman yang lainnya, sedangkan guru bisa fokus pada murid lain yang membutuhkan bantuan. Sehingga pelaksanaan pembelajaran di kelas menjadi efektif.

3. Model differentiated instruction dan Dampaknya terhadap Inklusifitas Khususnya Pada Partisipasi, Motivasi dan Pemahaman Siswa

Penerapan model ini berawal dengan melakukan asesmen pada ketiga area yang telah disebutkan, sehingga akan didapatkan hasil informasi dari setiap siswa untuk merancang proses pembelajaran di kelas, dari mulai konten yang akan disampaikan, cara menyampaikannya (proses pembalajarannya) apakah melalui kelompok besar, kelompok kecil atau secara individual. Selain itu juga sebagai penentu bagaimana mengevaluasi atau melakukan


(41)

penilaian terhadap masing-masing siswa berdasarkan dari ketiga aspek tersebut, yaitu pada kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar.

Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model differentiated instruction, telihat adanya peningkatan pada partisipasi siswa, di mana siswa saling berkolaborasi, kerjasama, saling membantu dan juga menghargai. Motivasi siswa dalam belajar juga sangat tinggi, terlihat dari hasil tugas yang mereka kerjakan dengan baik dan bersemangat untuk mengerjakannya. Pemahaman siswa yang tadinya belum memahami materi yang diajarkan, dengan saling berkolaborasi, bekerjasama dengan teman akhirnya memiliki pemahaman yang lebih bagus. Begitupula pada anak berkebutuhan khusus yang tadinya hanya diam, akhirnya dengan mengikuti differentiated

instruction, siswa tersebut bisa ikut berpartisipasi dengan bantuan

teman-temannya yang lain serta memiliki pemahaman sesuai dengan tingkat kesiapannya.

Suasana kelas menjadi saling berpartisipasi dan bekerjasama yang memperlihatkan suasana inklusifitas yang diharapkan. Tingkat inklusifitas pada dimensi pelaksanaan dilihat dari awal penelitian sampai dengan pelaksanaan putaran kedua mengalami peningkatan yang cukup bagus. Mulai dari indeks inklusif 21,4 sampai pada pelaksanaan akhir terlihat 45,48. Di mana pada penelitian ini indeks inklusif ideal mencapai skor 48. Semakin mendekati nilai skor tertinggi tersebut, maka proses pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif semakin baik dan ideal. B. Rekomendasi penelitian

Rekomendasi dari hasil penelitian ini disampaikan kepada Guru, Sekolah & Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan.

1. Guru

Diharapkan guru bisa melaksanakan dan menerapkan model


(42)

mengajar dengan menerapkan pola yang lama, sehingga bisa memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar di kelas serta memunculkan sikap saling kerjasama, berpartisipasi dan saling menghargai.Secara tidak langsung akan membentuk karakter siswa-siswanya untuk menjadi pribadi yang saling menghargai, menghormati dan bekerjasama. Pengaturan kelas bisa dibuat kelompok-kelompok kecil sehingga terbentuk kerjasama dan partisipasi dari semua siswa di kelas. Dari kerjasama tersebut akan terbentuk tutor teman sebaya yang akan membantu murid yang belum menguasai materi menjadi lebih memahami, sekaligus bagi teman yang memberikan pengarahan akan lebih memahami apa yang sudah ia pahami. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa belajar melalui proses interaksi antara guru dan teman sebaya (Arends, 2008:47).

2. Sekolah &Kepala Sekolah

Inti dari pendidikan inklusif adalah adanya partisipasi semua murid untuk saling belajar bersama di dalam setting kelas yang sama, memberikan kesempatan yang sama untuk dapat belajar dan berinteraksi dengan teman-temannya yang lain. Dari temuan penelitian bahwa dengan menerapkan model differentiated

instruction, maka semua anak bisa berpartisipasi aktif, berinteraksi

dan meningkatkan pemahaman dari pengetahuan masing-masing murid. Oleh karena itu, pimpinan sekolah dan pihak sekolah perlu mensosialisasikan, mempublikasikan penerapan model

differentiated instruction ini di kelas sebagai salah satu cara

pelaksanaan pembelajaran yang ideal di kelas, sehingga akan terus terbina dan tercapai apa yang menjadi tujuan pendidikan. Salah satunya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang bersifat berkesinambungan dan terus menerus, sehingga meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan wawasan guru serta semua staff


(43)

dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif yang bermutu dan berkualitas.

3. Dinas Pendidikan

Model pembelajaran differentiated instruction ini bisa dijadikan alternatif pilihan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru bisa secara mandiri melaksanakan dan mengakomodasi kebutuhan siswa di kelas, mengingat belum semua sekolah yang memiliki guru khusus dalam membantu mengakomodasi siswa berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, diharapkan Dinas Pendidikan bisa mensosialisasikan model penerapan differentiated instruction ini bagi semua sekolah, untuk mempersiapkan pada tahun 2015 bahwa semua sekolah adalah penyelenggara inklusif.

4. Bagi Peneliti

Kekurangan pada penelitian ini adalah belum dilakukannya cara penilaian yang adil bagi semua siswa. Selain partisipasi, motivasi belajar dan keterlibatan siswa di kelas inklusif yang menjadi fokus pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif, perlu adanya penilaian yang bersifat adil. Selanjutnya diharapkan bagi peneliti berikutnya bisa melanjutkan untuk melakukan pengembangan model pembelajaran ini yang bisa dilakukan secara luas serta bagaimana membuat penilaian yang bersifat adil kepada semua murid di kelas yang beragam.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching,

and Assessing. New York: Addison Wesley Longman.

Arends, R. I. (2007). Learning To Teach Belajar Untuk Mengajar. New York : McGraw Hill Companies.

Arum, Wahyu Sri Ambar. (2005). Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan

Implikasinya Bagi Penyiapan Tenaga Kependidikan, Jakarta: Dirjendikti.

Bintang bangsaku. (2005)Prinsip-Prinsip Pembelajaran di Sekolah Inklusi-Tuna

Laras,

(http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pembelajaran-di-sekolah-inklusi-tuna-laras) (Januari 20, 2014)

Booth, T and Ainscow, M. (2002) Index for inclusion developing learning and

participation in schools. CSIE.

Corbett, Jenny. (2001). Supporting Inclusive Education a Connective Pedagogy, London and New York: ASCD.

Creswell, J.W. (2012). Education Research : Planning, Conducting and

Evaluationg Quantitative and Qualitative Research. Boston : Pearson

Education.

Creswell, J.W. (2010). Research Design Pendekatan Kuantitatif dan kualitatif dan

Mixed. Achmad Fawaid (Penterjemah). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Chapman, C and King, R.(2003). Differentiated Instructional Strategies for

Wrting in the Content Areas. California : Corwin Press.

Denzin, Norman K. & Lincolin. (2009). Handbook of Qualitative Research Edisi Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Anak Berkebutuhan Khusus, 2006. (http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=55) (Januari 20,2014)

Direktorat Pembinaan SLB. (2006).Model Pembelajaran dan Pendidikan

PenyelenggaraanPendidikanInklusif.

(http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=55) (Februari 12, 2014)

Direktorat Pembinaan SLB. (2006)Kegiatan belajar mengajar di sekolah Inklusif,. (http://www.ditplb.or.id/profile.php) (Januari 12,2014)

Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Manajemen Sekolah Dalam Pendidikan

Inklusi, 2006. (http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=54) (Januari 12,2014)


(45)

Drapeau, Patti.( 2004). Differentiated Instruction Making It Work: research-based

methods for classroom, USA: Corwin Press.

Hollas. (2005). Differentiating Instruction in a whole Group Setting. USA : Crystal Springs Books.

Iim Imandala. (2009). Lahirnya Sekolah Inklusi,

(http://pendidikankhusus.wordpress.com/2009) (Januari 12,2014) Ifdlali, Pendidikan Inklusi (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus),

(http://smanj.sch.id/index.) (Januari 12,2014)

International Symposium Inclusion and the Removal Barriers Leaning,

Participation and Development, 2006.

(http://www.idpeurope.org/symposium/symposium recommendations) (Januari 12,2014)

Karten, Toby J. (2005). Inclusion Strategies That Work!: Research-Based

Methods for the Classroom, California: Corwin Press.

Kauffman.1995.Inclusion of all students, Baltimor: Brookes Publishing,

Karten, Toby J. (2005). Inclusion Strategies That Work!: Research-Based

Methods for the Classroom, California: Corwin Press,

Mangunsong, Frida.(2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan

Khusus, Depok Kampus Baru UI: LPSP3.

Moore.(1998).Educating Students with Disabilities in General Education

Classroom: a summary of research, Alaska: Department of Education,

Teaching and Learning Support,

McLeskey, James & Waldron, Nancy L. (2000) .Inclusive Schools in Action, Alexandria: ASCD.

Miarso, Yusufhadi. (2005).Sarana dan Prasarana di sekolah unggulan di DKI

Jakarta, Jakarta: Dinas Dikmenti DKI,

Nasution S. (1999). Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara.

Pintrich, Paul R. & Schunk Dale H.(....). Motivation In Education. Theory,

Research, and Applications, 2nd Edition. Prentice Hall

Rathvon, N.(1996).Unmotivated Child. Helping your Underachiever Become a

Successful Student.New York:Fireside

Renold dan Birch (1988),Lembaga Pers Mahasiswa DIANNS, Inklusi, Solusi atau


(46)

Sigit, Anak Berkebutuhan Khusus, 2009.

(http://gulit1.wordpress.com/2009/03/05/anak-berkebutuhan-khusus/) (Januari 12,2014)

Subban, P. (2006). Differentiated Instruction : A research basis. International Education Journal.

Stowe, Cynthia M. (2005).Understanding Special Education, U.S.A: ASCD. Scruggs, T.&Mastropieri.(2000).Teacher perceptions of mainstreaming/inclusion:

A research synthesis, USA: ASCD.

Thompson, S.J.,Quenemoen, R.F., Thurlow, M.L. & Ysseldyke, J.E. (2001).

Alternate Assessments for Students with Disabilities. California: Corwin

Press.

Tomlinson, A. (2001). How to Differentiate Instruction in Mixed-ability

Classrooms. 2nd edition. Alexandria : ASCD.

Tomlinson, A and Brighton C. (2003). Differentiating Instruction in Response to

Student Readiness, Interst, and Learning Prifile in Academically Diverse Clasrooms : A Review of Literature. Journal for the education of the

Gifted. Vol. 27. No. 2/3. pp 119-145.

Tanpa Nama. (2004). Mengenal Pendidikan Terpadu, Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Dirjendikdasmen.

Waldron, Karen A. (1996).Introduction to a special education: The Inclusive

Classroom, USA, Delmar Publisher.

Wirartha, M. (2006). Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis. Yogyakarta : Andi Offset.

Zuber, Ortrun, Skerrit. (1996). New Direction in Action Research, London: Falmer Press


(47)

(1)

mengajar dengan menerapkan pola yang lama, sehingga bisa memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar di kelas serta memunculkan sikap saling kerjasama, berpartisipasi dan saling menghargai.Secara tidak langsung akan membentuk karakter siswa-siswanya untuk menjadi pribadi yang saling menghargai, menghormati dan bekerjasama. Pengaturan kelas bisa dibuat kelompok-kelompok kecil sehingga terbentuk kerjasama dan partisipasi dari semua siswa di kelas. Dari kerjasama tersebut akan terbentuk tutor teman sebaya yang akan membantu murid yang belum menguasai materi menjadi lebih memahami, sekaligus bagi teman yang memberikan pengarahan akan lebih memahami apa yang sudah ia pahami. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa belajar melalui proses interaksi antara guru dan teman sebaya (Arends, 2008:47).

2. Sekolah &Kepala Sekolah

Inti dari pendidikan inklusif adalah adanya partisipasi semua murid untuk saling belajar bersama di dalam setting kelas yang sama, memberikan kesempatan yang sama untuk dapat belajar dan berinteraksi dengan teman-temannya yang lain. Dari temuan penelitian bahwa dengan menerapkan model differentiated instruction, maka semua anak bisa berpartisipasi aktif, berinteraksi dan meningkatkan pemahaman dari pengetahuan masing-masing murid. Oleh karena itu, pimpinan sekolah dan pihak sekolah perlu mensosialisasikan, mempublikasikan penerapan model differentiated instruction ini di kelas sebagai salah satu cara pelaksanaan pembelajaran yang ideal di kelas, sehingga akan terus terbina dan tercapai apa yang menjadi tujuan pendidikan. Salah satunya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang bersifat berkesinambungan dan terus menerus, sehingga meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan wawasan guru serta semua staff


(2)

147

dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif yang bermutu dan berkualitas.

3. Dinas Pendidikan

Model pembelajaran differentiated instruction ini bisa dijadikan alternatif pilihan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru bisa secara mandiri melaksanakan dan mengakomodasi kebutuhan siswa di kelas, mengingat belum semua sekolah yang memiliki guru khusus dalam membantu mengakomodasi siswa berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, diharapkan Dinas Pendidikan bisa mensosialisasikan model penerapan differentiated instruction ini bagi semua sekolah, untuk mempersiapkan pada tahun 2015 bahwa semua sekolah adalah penyelenggara inklusif.

4. Bagi Peneliti

Kekurangan pada penelitian ini adalah belum dilakukannya cara penilaian yang adil bagi semua siswa. Selain partisipasi, motivasi belajar dan keterlibatan siswa di kelas inklusif yang menjadi fokus pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusif, perlu adanya penilaian yang bersifat adil. Selanjutnya diharapkan bagi peneliti berikutnya bisa melanjutkan untuk melakukan pengembangan model pembelajaran ini yang bisa dilakukan secara luas serta bagaimana membuat penilaian yang bersifat adil kepada semua murid di kelas yang beragam.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing. New York: Addison Wesley Longman.

Arends, R. I. (2007). Learning To Teach Belajar Untuk Mengajar. New York : McGraw Hill Companies.

Arum, Wahyu Sri Ambar. (2005). Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan Implikasinya Bagi Penyiapan Tenaga Kependidikan, Jakarta: Dirjendikti. Bintang bangsaku. (2005)Prinsip-Prinsip Pembelajaran di Sekolah Inklusi-Tuna

Laras,

( http://www.bintangbangsaku.com/content/prinsip-prinsip-pembelajaran-di-sekolah-inklusi-tuna-laras) (Januari 20, 2014)

Booth, T and Ainscow, M. (2002) Index for inclusion developing learning and participation in schools. CSIE.

Corbett, Jenny. (2001). Supporting Inclusive Education a Connective Pedagogy, London and New York: ASCD.

Creswell, J.W. (2012). Education Research : Planning, Conducting and Evaluationg Quantitative and Qualitative Research. Boston : Pearson Education.

Creswell, J.W. (2010). Research Design Pendekatan Kuantitatif dan kualitatif dan Mixed. Achmad Fawaid (Penterjemah). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Chapman, C and King, R.(2003). Differentiated Instructional Strategies for Wrting in the Content Areas. California : Corwin Press.

Denzin, Norman K. & Lincolin. (2009). Handbook of Qualitative Research Edisi Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Anak Berkebutuhan Khusus, 2006. (http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=55) (Januari 20,2014)

Direktorat Pembinaan SLB. (2006).Model Pembelajaran dan Pendidikan PenyelenggaraanPendidikanInklusif.

(http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=55) (Februari 12, 2014)

Direktorat Pembinaan SLB. (2006)Kegiatan belajar mengajar di sekolah Inklusif,. (http://www.ditplb.or.id/profile.php) (Januari 12,2014)

Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Manajemen Sekolah Dalam Pendidikan Inklusi, 2006. (http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=54) (Januari 12,2014)


(4)

149

Drapeau, Patti.( 2004). Differentiated Instruction Making It Work: research-based methods for classroom, USA: Corwin Press.

Hollas. (2005). Differentiating Instruction in a whole Group Setting. USA : Crystal Springs Books.

Iim Imandala. (2009). Lahirnya Sekolah Inklusi,

(http://pendidikankhusus.wordpress.com/2009) (Januari 12,2014) Ifdlali, Pendidikan Inklusi (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus),

(http://smanj.sch.id/index.) (Januari 12,2014)

International Symposium Inclusion and the Removal Barriers Leaning,

Participation and Development, 2006.

(http://www.idpeurope.org/symposium/symposium recommendations) (Januari 12,2014)

Karten, Toby J. (2005). Inclusion Strategies That Work!: Research-Based Methods for the Classroom, California: Corwin Press.

Kauffman.1995.Inclusion of all students, Baltimor: Brookes Publishing,

Karten, Toby J. (2005). Inclusion Strategies That Work!: Research-Based Methods for the Classroom, California: Corwin Press,

Mangunsong, Frida.(2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Depok Kampus Baru UI: LPSP3.

Moore.(1998).Educating Students with Disabilities in General Education Classroom: a summary of research, Alaska: Department of Education, Teaching and Learning Support,

McLeskey, James & Waldron, Nancy L. (2000) .Inclusive Schools in Action, Alexandria: ASCD.

Miarso, Yusufhadi. (2005).Sarana dan Prasarana di sekolah unggulan di DKI Jakarta, Jakarta: Dinas Dikmenti DKI,

Nasution S. (1999). Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara.

Pintrich, Paul R. & Schunk Dale H.(....). Motivation In Education. Theory, Research, and Applications, 2nd Edition. Prentice Hall

Rathvon, N.(1996).Unmotivated Child. Helping your Underachiever Become a Successful Student.New York:Fireside

Renold dan Birch (1988),Lembaga Pers Mahasiswa DIANNS, Inklusi, Solusi atau Masalah, 2009. (http://lpmdianns.com) (Januari 12,2014)


(5)

Sigit, Anak Berkebutuhan Khusus, 2009.

(http://gulit1.wordpress.com/2009/03/05/anak-berkebutuhan-khusus/) (Januari 12,2014)

Subban, P. (2006). Differentiated Instruction : A research basis. International Education Journal.

Stowe, Cynthia M. (2005).Understanding Special Education, U.S.A: ASCD. Scruggs, T.&Mastropieri.(2000).Teacher perceptions of mainstreaming/inclusion:

A research synthesis, USA: ASCD.

Thompson, S.J.,Quenemoen, R.F., Thurlow, M.L. & Ysseldyke, J.E. (2001). Alternate Assessments for Students with Disabilities. California: Corwin Press.

Tomlinson, A. (2001). How to Differentiate Instruction in Mixed-ability Classrooms. 2nd edition. Alexandria : ASCD.

Tomlinson, A and Brighton C. (2003). Differentiating Instruction in Response to Student Readiness, Interst, and Learning Prifile in Academically Diverse Clasrooms : A Review of Literature. Journal for the education of the Gifted. Vol. 27. No. 2/3. pp 119-145.

Tanpa Nama. (2004). Mengenal Pendidikan Terpadu, Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Dirjendikdasmen.

Waldron, Karen A. (1996).Introduction to a special education: The Inclusive Classroom, USA, Delmar Publisher.

Wirartha, M. (2006). Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis. Yogyakarta : Andi Offset.

Zuber, Ortrun, Skerrit. (1996). New Direction in Action Research, London: Falmer Press


(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan penilaian autentik untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa (sebuah studi penelitian tindakan kelas di SD Negeri III Jati Asih Bekasi)

0 7 212

Profesionalisme guru pendidikan Agama Islam hubunganya dengan motivasi belajar siswa : studi kasus di sma pgri 3 jakarta

0 6 74

Pengaruh motivasi belajar Terhadap hasil belajar siswa pada bidang Studi Sejarah Keudayaan Islam (SKI) di MTS N 19 Jakarta

5 34 107

Penggunaan Alat Peraga "Blok Pecahan" Dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas III SDN Cakung Barat 04 Pagi

0 18 0

Pengaruh Komunikasi Orangtua dan Motivasi Belajar Terhadap Karakter Siswa Sekolah Menengah Atas Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi.

0 5 184

PENGARUH KEAKTIFAN BERORGANISASI SISWA DI SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X DAN XI Pengaruh Keaktifan Berorganisasi Siswa Di Sekolah Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas X Dan Xi Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kartasura Tahun Ajaran 2015/

0 3 15

KONTRIBUSI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP MOTIVASI DAN DAMPAKNYA PADA HASIL BELAJAR Kontribusi Lingkungan Sekolah Dan Tingkat Pendidikan Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Dampaknya Pada Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Neger

0 2 13

PENGARUH PARTISIPASI SISWA DALAM MODEL PEMBELAJARAN “PAKEM” DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI PADA Pengaruh Partisipasi Siswa dalam Model Pembelajaran "PAKEM"dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi pada Siswa Kelas X

0 1 16

PENERAPAN PENDEKATAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMA.

1 9 46

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SEKOLAH DENGAN MOTIVASI SISWA DALAM BELAJAR DI KELAS X AKUNTANSI SMK NEGERI 22 JAKARTA TIMUR - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 9