Pengaruh Komunikasi Orangtua dan Motivasi Belajar Terhadap Karakter Siswa Sekolah Menengah Atas Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi.

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI ORANGTUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KARAKTER SISWA

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS SWASTA DI KECAMATAN BEKASI TIMUR

KOTA BEKASI TESIS

Disusun Oleh: MARIYATUL QIBTIYAH

NIM : 2811011000037 Pembimbing :

PROF. Dr. RUSMIN TUMANGGOR, MA Dr. SUJIYO MIRANTO, M. Pd

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 1436 H/2015 M


(2)

(3)

(4)

(5)

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. PADANAN AKSARA

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

ب B Be

ت T Te

ث Ts Te dan es

ج J Je

H Ha dengan garis bawah

خ Kh Ka dan Ha

د D De

ذ Dz De dan Zet

ر R Er

ز Z Zet

س S Es

ش Sy Es dan Ye

ص S Es dengan garis bawah

ض D De dengan garis bawah

ط T Te dengan garis bawah

ظ Z Zet dengan garis bawah

ع „ Koma terbalik di atas hadap kanan

غ Gh Ge dan Ha

ف F Ef

ق Q Ki

ك K Ka

ل L El

م M Em

ن N En

ه H Ha

و W We

ء A Apostrof

ي Y Ye


(6)

B. VOKAL

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

◌-- A Fathah

◌-- I Kasrah

◌-- U Dammah

ي◌-- Ai A dan i

و◌-- Au A dan u

C. VOKAL PANJANG Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

ا-- Â A dengan Topi di atas

ي-- Î I dengan Topi di atas

و-- Û U dengan Topi di atas

D. KATA SANDANG

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لﺒ, dialihaksarakan menjadi huruf (l), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun

qamariyah. Contoh: al-syamsu bukan asy-syamsu dan al-jannah

E. SYADDAH/TASYDID

Syaddah/tasydîd dalam tulisan Arab dilambangkan dengan ◌, dalam alih

aksara dilambangkan dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syiddah.

Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada huruf-huruf syamsiyyah yang didahului

kata sandang. Misalnya kata ﺒ ﺴَ مﻮﱠtidak ditulis an-naum melainkan al-naum

F. TA MARBÛTAH

Ta marbûtah jika berdiri sendiri dan diikuti oleh kata sifat (na’at)

dialihaksarakan menjadi huruf (h). Namun, jika huruf tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf (t).

Contoh:

No Kata Arab Alih Aksara

1 ﻣﺪرﺳﺔ Madrasah

2 ﻟا ﺎﻣﻌﺔا ﻹﺳﻼﻣﯿﺔ Al-jâmi‟ah al- islâmiyyah 3 وﺣﺪ ةﻟاﻮ ﻮد Wihdat al-wujud


(7)

ABSTRAK

MARIYATUL QIBTIYAH, 2811011000037; Pengaruh Komunikasi Orangtua

dan Motivasi Belajar Terhadap Karakter Siswa Sekolah Menengah Atas Swasta

di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi.

Tesis ini membahas tentang pengaruh komunikasi orangtua dan motivasi belajar terhadap karakter siswa. Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas yakni komunikasi orangtua (X1) dan motivasi belajar (X2) dan satu variabel terikat yakni karakter siswa (X3). Hal yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh komunikasi orangtua dan motivasi belajar terhadap karakter siswa. Metode penelitian ini adalah kuantitatif yang bersifat kolerasional. Tempat penelitiannya adalah Sekolah Menengah Atas Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh langsung positif komunikasi orangtua terhadap karakter siswa. Besarnya pengaruh komunikasi orangtua terhadap karakter siswa Sekolah Menengah Atas Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi adalah sebesar 34,10%. Ini menunjukkan bahwa komunikasi orangtua memberikan kontribusi terhadap karakter siswa sebesar 34,10%.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh langsung positif motivasi belajar terhadap karakter siswa. Besarnya pengaruh motivasi belajar terhadap karakter siswa Sekolah Menengah Atas Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi adalah sebesar 33,90%. Ini menunjukkan bahwa motivasi belajar memberikan kontribusi terhadap karakter siswa sebesar 33,90%.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh langsung positif komunikasi orangtua terhadap motivasi belajar. Besarnya pengaruh komunikasi orangtua terhadap motivasi belajar siswa Sekolah Menengah Atas Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi adalah sebesar 56,90%. Ini menunjukkan bahwa komunikasi orangtua memberikan kontribusi terhadap motivasi belajar siswa sebesar 56,90%.

Kata Kunci: Komunikasi Orangtua, Motivasi Belajar, dan Karakter Siswa


(8)

ABSTRACT

MARIYATUL QIBTIYAH, 2811011000037; The Effect of Parent

Communication and Learning Motivation toward Student Character at Private

Senior High School in East Bekasi Bekasi City.

This thesis discussed the the effect of parent communication and learning motivation toward student character at private senior high school in east bekasi bekasi city. There were two independent variables in this study namely parent communication (X1) and learning motivation (X2). Additionally, there was one dependent variable which is student character (X3). This study was conducted in Senior High School. It was aimed to describe the extent to which parent communication and learning motivation affect the student character. It employed quantitative method, particularly the correlational one.

This study finds out that there is a positive direct effect of X1 on X3. The results of

this study indicate there is a direct positive influence on the student character of the parent communication. The magnitude of the effect of parental communication to the student character at Private Senior High School in East Bekasi Bekasi City is amounted to 34.10%. It shows that parental communication contributes to the student character of 34.10%.

This study finds out that there is a positive direct effect of X2 on X3. The results of

this study indicate there is a direct positive influence on the student character of the learning motivation. The magnitude of the effect of learning motivation to the student character at Private Senior High School in East Bekasi Bekasi City is amounted to 33.90%. It shows that learning motivation contributes to the student character of 33.90%.

This study finds out that there is a positive direct effect of X1 on X2. The results of

this study indicate there is a direct positive influence on the learning motivation of the parent communication. The magnitude of the effect of parent communivation to learning motivation at Private Senior High School in East Bekasi Bekasi City is amounted to 56.90%. It shows that parent communication contributes to learning motivation of 56.90%.

Keywords: Parent Communication, Learning Motivation, Student Character


(9)

ﺒ ة

ﻓﺒ

ﺪﺒ

و

ﻷﺒ

أ

،

2811011000037

ﺔر

،

ﺒﺬ

و

.

ب

رﺒ

س

ﺒ ﺔ

ﺒ ،

.

ﺮﺒ

أ

ﻷﺒ

و

ﺪﺒ

ﻓﺒ

ب

ﻓﺒ

ﺪﺒ

و

(X

1

)

ﻐﲑ

ن

نﺎ

و

،

ﺎﻓ

ﺒﲑ

ن

ن

ﻷﺒ

ﺒ ﺒ

ن

أ

ي

ﺬﺒ

و

. (X

3

)

،

ﺒو

(X

2

)

ي

ﺒو

.

ﺒ ﺔ

ﻓﺒ

ﺪﺒ

و

ﻷﺒ

ى

ﺒ ،

ﺒ ﺔ

س

رﺒ

نﺎ

و

.

ر

.

.

ل

أ

ن

كﺎ

أ

ًَﺒﺮ

ﺎﳚ

ًَﺎ

ًَﺒﺮ

ـ

ﻷﺒ

ب

و

ﺒ ﺔ

س

رﺒ

ب

ﺒ ﺔ

ﻷﺒ

أ ﺔ

و

م

ﺎﻬ

ﻷﺒ

ن

أ

ل

ﻬﻓ

. % 34

،

10

،

. % 34

،

10

ﺒ ﺔ

ب

.

ل

أ

ن

كﺎ

أ

ًَﺒﺮ

ﳚﺎ

ًَﺎ

ًَﺒ

ﻓﺒ

ب

و

ﺒ ﺔ

س

رﺒ

ب

ﺒ ﺔ

ﻓﺪ

ﺮأ

و

م

ﺎﻬ

ﻓﺒ

نأ

ل

ﻬﻓ

. % 33

،

90

،

. % 33

،

90

ﺒ ﺔ

ب

.

ل

أ

ن

كﺎ

أ

ًَﺒﺮ

ﳚﺎ

ًَﺎ

ًَﺒ

ﻷﺒ

ﻓﺒﺚ

ب

و

س

رﺒ

ب

ﻓﺒﺚ

ﻷﺒ

أ

و

مﺎ

ﻷﺒ

ن

أ

ل

ﻬﻓ

.

56

،

09

،

. % 56

،

90

ﻓﺒﺚ

ﺒ ﺔ

ب

ب

ﺒ ﺔ

،

ﻓﺒ

ﺒ ،

ﻷﺒ

:

ﺒ ﺔ


(10)

(11)

KATA PENGANTAR













  

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat Nya kepada penulis, shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga,sahabat dan ummatnya yang setia sampai akhir zaman, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Orangtua dan Motivasi Belajar terhadap Karakter Siswa di SMA Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi”.

Dalam penyelesaian tesis ini penulis banyak mengalami kendala karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga berbagai pihak memberikan motivasi, bantuan moril maupun material yang pada akhirnya kendala tersebut dapat diatasi, oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, MA

2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA

3. Ketua Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Dr. Fahriany, M. Pd

4. Sekretaris Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Dr. Jejen Musfah, MA

dan segenap civitas akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kuliah, juga pelayanan akademik khususnya Azkia Muharrom Albantani,M.Pd.I,selaku sekretaris ujian promosi tesis, semoga ilmu yang didapat penulis bermanfaat.

5. Dosen pembimbing Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, MA dan Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan nasihat yang berarti dalam penyelesaian tesis ini.

6. Penguji WIP I: Nurlena Rifa‟i, MA Ph.D, Dr. Kadir, M.Pd, Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd

7. Penguji WIP II: Nurlena Rifa‟i, MA, Ph.D, Dr. Khalimi, MA, dan Dr. Sita Ratnaningsih, M.Pd

8. Penguji Ujian Promosi Tesis: Dr. Sapiudin, MA, Dr. Khalimi, MA, dan Dr. Sita Ratnaningsih, M.Pd, yang telah memberikan masukan, arahan, saran serta bimbingan dalam perbaikan penulisan tesis.

9. Kepala SMA Bani Saleh Kota Bekasi Dra. Hj. N. Muhayyah 10. Kepala SMA YPI “45” Kota Bekasi Drs. Moh. Abdul Fatah

11. Kepala SMA Muhammadiyah 9 Kota Bekasi Drs. Ahmad Zainuri, M.Pd 12. Kepala SMA Korpri Kota Bekasi Drs. H. Hery Sujiyanto, M.Pd


(12)

13. Kepala SMA PGRI 1 Kota Bekasi Drs. H. Undang Sunarya, M.Pd, dan segenap dewan guru beserta staf yang telah mengizinkan penulis, bantuan serta kerja samanya dalam penelitian guna penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang teristimewa penulis persembahkan kepada yang tersayang Abah H. Muhammad Basuni dan Ummi Hj. Khumairoh serta keluarga besarku,atas segala pengorbanannya, panjatan doanya, perhatian, motivasi, serta kasih sayangnya kepada penulis terutama selama penyelesaian perkuliahan dan tulisan tesis ini.Terimakasih juga kepada teman-teman seperjuangan yang telah memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis.

Akhirnya penulis berdoa semoga Allah SWT membalas jasa dan amal baik mereka, serta di mudahkan segala urusannya.Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.Amin.

Jakarta, 08 Juli 2015

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI TESIS ... iii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan Penelitian ... 8

1. Identifikasi Masalah ... 8

2. Pembatasan Masalah ... 8

3. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Kajian Teori ... 10

1. Karakter Siswa ... 10

a. Pengertian Karakter ... 10

b. Pembentukan Karakter ... 12

2. Komunikasi Orangtua ... 16

a. Pengertian Komunikasi ... 16

b. Pengertian Orangtua ... 20

c. Komunikasi Orangtua... 23

3. Motivasi Belajar ... 28

a. Pengertian Motivasi... 28

b. Jenis dan Faktor Motivasi... 30

4. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 36

B. Kerangka Teoritik ... 37

C. Hipotesis Penelitian ... 40


(14)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Dasain dan Prosedur Penelitian ... 41

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

C. Populasi dan Sampel ... 43

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

E. Instrumen Penelitian ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 54

G. Penujian Statistik ... 56

H. Hipotesis Statistik ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Latar Penelitian ... 58

B. Deskripsi Data Penelitian ... 58

C. Data Hasil Penelitian ... 60

D. Pengujian Persyaratan Analisi Data ... 85

E. Hipotesis Penelitian ... 89

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 100

B. Implikasi ... 101

C. Rekomendasi ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Jumlah Siswa SMA Swasta ... 42

Tabel 2 Jadwal Kegiatam Penelitian ... 42

Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Karakter Siswa ... 45

Tabel 4 Uji Validitas Instrumen Karakter Siswa ... 46

Tabel 5 Kisi-kisi Instrumen Komunikasi Orangtua ... 48

Tabel 6 Uji Validitas Instrumen Komunikasi Orangtua ... 50

Tabel 7 Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar ... 52

Tabel 8 Uji Validitas Instrumen Motivasi Belajar... 53

Tabel 9 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 59

Tabel 10 Responden Berdasarkan Pendidikan Orangtua... 59

Tabel 11 Responden Berdasarkan Status Pegawai Orangtua ... 59

Tabel 12 Skala Penafsiran Rata-rata ... 60

Tabel 13 Distribusi Frekuensi Karakter Siswa ... 61

Tabel 14. Hasil Deskriptif Karakter Siswa Tabel 15. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator Religius dan Jujur ... 62

Tabel 16. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator Toleransi dan Disiplin ... 62

Tabel 17. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator Kerja Keras dan Kreatif ... 63

Tabel 18. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator Mandiri dan Demokratis ... 63

Tabel 19. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator Rasa ingin Tahu dan Semangat Kebangsaan ... 64

Tabel 20. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator cinta tanah air dan menghargai prestasi... 64

Tabel 21. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator bersahabat dan komunikatif... 65

Tabel 22. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator Cinta Damai dan Gemar Membaca ... 65

Tabel 23. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator Peduli Lingkungan Sosial dan Tanggung Jawab ... 66

Tabel 24. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator bela orangtua... 67

Tabel 25. Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Indikator bela negara ... 67

Tabel 26. Rekapitulasi Hasil Jawaban Responden terhadap Karakter siswa dalam Masing-Masing Indikator ... 68

Tabel 27. Jawaban Responden terhadap Karakter Siswa ... 68

Tabel 28. Distribusi frekuensi Skor Variabel Komunikasi Orangtua... 69

Tabel 29. Jawaban Responden terhadap komunikasi orang tua ... 70

Tabel 30. Hasil Deskriptif Komunikasi orangtua ... 71


(16)

Tabel 31. Jawaban Responden terhadap Komunikasi orangtua dalam

Indikator kedua belah pihak saling dekat, dan saling menyukai ... 72 Tabel 32. Jawaban Responden terhadap Komunikasi orangtua dalam

Indikator adanya keterbukaan dan dukungan yang positif pada

anak ...72 Tabel 33. Jawaban Responden terhadap Komunikasi orangtua dalam

Indikator kesenangan dan mempengaruhi sikap... 73 Tabel 34. Jawaban Responden terhadap Komunikasi orangtua dalam

Indikator Authotarian (Cenderung bersikap bermusuhan) ... 73

Tabel 35. Jawaban Responden terhadap Komunikasi orangtua dalam

Indikator Permissive (Cenderung berprilaku bebas) ... 74

Tabel 36. Jawaban Responden terhadap Komunikasi orangtua dalam Indikator Authoritative (Cenderung terhindar dari kegelisahan

dan kekacauan) ... 74 Tabel 37. Jawaban Responden terhadap Komunikasi orangtua dalam

Indikator mau mendengarkan ... 75 Tabel 38. Jawaban Responden terhadap Komunikasi orangtua dalam

Indikator menggunakan empati ... 75 Tabel 39. Jawaban Responden terhadap Komunikasi orangtua dalam

Indikator memberikan kebebasan dan dorongan ... 76 Tabel 40. Rangkuman Hasil Jawaban Responden terhadap Komunikasi

orangtua dalam Masing-Masing Indikator ... 76 Tabel 41. Distribusi frekuensi Skor Variabel Motivasi Belajar ... 77 Tabel 42. Hasil Deskriptif Motivasi belajar ... 78 Tabel 43. Jawaban Responden pada Indikator adanya perasaan

menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut ... 79 Tabel 44. Jawaban Responden pada Dimensi adanya hasrat dan keinginan

berhasil ... 80 Tabel 45. Jawaban Responden pada Dimensi adanya harapan dan cita-cita

masa depan ... 80 Tabel 46. Jawaban Responden pada Dimensi ulet dalam menghadapi

kesulitan... 81 Tabel 47. Jawaban Responden pada Dimensi lebih senang bekerja secara

mandiri... 81 Tabel 48. Jawaban Responden pada Dimensi adanya lingkungan belajar

yang kondusif ... 82 Tabel 49. Jawaban Responden pada Dimensi adanya kegiatan yang

menarik dalam belajar ... 82 Tabel 50. Jawaban Responden pada Dimensi adanya penghargaan dalam

belajar ... 83 Tabel 51. Jawaban Responden pada Dimensi memberi ulangan dan

mengetahui hasil ... 83 Tabel 52. Jawaban Responden pada Dimensi senang mencari dan

memecahkan masalah soal-soal... 84 Tabel 53. Rekapitulasi Hasil Jawaban Responden terhadap Motivasi

belajar dalam Masing-Masing Indikator ... 84


(17)

Tabel 54. Jawaban Responden terhadap Motivasi belajar ... 85

Tabel 55. Hasil Uji Normalitas Variabel Karakter siswa ... 86

Tabel 56. Hasil Uji Normalitas Variabel Komunikasi orangtua ...86

Tabel 57. Hasil Uji Normalitas Variabel Motivasi belajar ... 87

Tabel 58. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data ... 87

Tabel 59. Hasil Uji Linieritas Data Variabel X1 atas Variabel X3 ... 87

Tabel 60. Hasil Uji Linieritas Data Variabel X2 atas Variabel X3 ... 88

Tabel 61. Hasil Uji Linieritas Data Variabel X1 atas Variabel X2 ... 88

Tabel 62. Rangkuman Hasil Uji Linieritas ... 89

Tabel 63. Coefficients ... 90

Tabel 64 Coefficients ... 91

Tabel 65 Model Summary ...92

Tabel 66 Model Summary ... 92


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Desain Penelitian ... 41

Gambar 2 Poligon Karakter Siswa ... 93

Gambar 3 Poligon Komunikasi Orangtua ... 94

Gambar 4 Poligon Motivasi Belajar ... 96


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 104

Lampiran 2 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 115

Lampiran 3 Data Hasil Penelitian ... 141

Lampiran 4 Hasil Perhitungan Data dengan Program SPSS ... 154

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian ... 160


(20)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi ditandai dengan kemajuan tekonologi informasi yang memberikan banyak perubahan dan tekanan dalam segala bidang. Dunia pendidikan yang secara filosofis dipandang sebagai alat atau wadah untuk mencerdaskan dan membentuk watak manusia agar lebih baik manusiawi, karena tidak sedikit orang yang berpendidikan pun , sudah mulai bergeser atau disorientasi, salah satunya dikarenakan kurang siapnya pendidikan terkadang kurang manusia terhadap sesamanya, untuk mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat, (Dunia Pendidikan.com). Sehingga pendidikan mendapat krisis dalam hal kepercayaan dari masyarakat, dan lebih ironisnya lagi bahwa pendidikan sekarang sudah masuk dalam krisis pembentukan karakter (kepribadian), hal ini terlihat dalam realita masih banyak siswa setingkat SMA/SMK sering muncul dalam media masa dalam aksi tawuran dan pengrusakan fasilitas sekolah dan fasilitas umum.

Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya atau alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga sekaligus sebagai proses alih

nilai (transfer of value). Artinya bahwa pendidikan, di samping proses pertalian

dan transmisi pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan dan pembentukan kepribadian atau karakter masyarakat, (Jurnal Pendidikan.com). Dalam rangka internalisasi nilai-nilai budi pekerti kepada siswa, maka perlu adanya optimalisasi pendidikan.

Fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini seperti yang tertuang dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang berbunyi: "Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".

Amanat UU Sisdiknas di atas bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Tujuan pendidikan nasional ini sangat kental dengan pembentukan karakter anak bangsa, (Jurnal Pendidikan.com). Sekolah adalah tempat bersemayamnya pembentukan karakter tersebut. Menurut Fitri (2012:20) karakter dapat diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri, karkter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.


(21)

2

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang suka berkomunikasi satu dengan lainnya, selain mahluk sosial manusia memiliki perasaan sayang satu dengan yang lainnya, dan sifat yang kurang bagus adalah memiliki rasa ego yang tinggi, hal ini sesuai dengan kodrat manusia bahwa manusia diciptakan untuk memimpin atau sebagai khalifah bagi mahluk yang ada di muka bumi ini, sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat Lukma:13-14























 



 









 











 





   

Artinya:















 



13. “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

14. “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu”.

Makna kandungan ayat di atas sebenarnya bahwa Manusia diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orangtuanya serta dilarang untuk mempersekutukan Tuhan. Dan Allah telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orangtuanya, karena banyak anak yang berbuat durhaka kepada orangtuanya, hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik pengetahuan agamanya kurang atau dapat juga pengaruh lingkungan, sehingga dapat membentuk watak atau karakter yang kurang baik. Watak atau tabiat manusia sebenarnya dapat dirubah melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal seperti pendidikan di kelurga, akan sangat mempengaruhi bentuk, pola, karakter dari manusia itu sendiri. Biasanya terjadi pengaruh yang signifikan di mana pendidikan semakin tinggi akan semakin baik terhadap pembentukan karakter manusia.

Karakter dalam kontek bahasa Indonesia berarti tabiat atau kebiasaan, sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari pada yang lain. Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) adalah proses

mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga berbentuk unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Demikian karakter dapat membedakan satu orang dengan yang lainnya.


(22)

3

Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan eksis. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya mengejawantahkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif, pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah mencapai tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Secara historis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah, baik pada zaman penjajahan maupun pada zaman kemerdekaan. Secara sosiokultural, pembangunan karakter bangsa merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural.

Membagun karakter tidak mudah dilaksanakan secara instan, perlu proses pembelajaran dan pembiasaan untuk membentuk watak yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa sehingga menjadikan peserta didik sebagai manusia seutuhnya yang mandiri. Usaha membangun karakter tidak hanya butuh waktu yang panjang tapi juga memerlukan pendekatan komprehensif yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, mulai sejak kecil di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Pendidikan berbasis karakter mulai disinggung dan bahkan dibicarakan oleh para pakar pendidikan, psikolog dan birokrat pemerintahan, melihat berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat yang dapat disaksikan melalui tayangan berbagai media di antaranya adalah banyaknya tawuran pelajar dimana-mana, banyaknya pelajar yang melakukan free sex/sek bebas, hamil di luar nikah, ayah kandung memperkosa anaknya, anak kandung memperkosa ibunya, terjadinya pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur, adanya sodomi anak-anak di bawah umur, korupsi merajalela dari Pemerintahan Pusat sampai Pemerintahan Daerah, (Ahmad Sudrajat, 2013).

Menurut laporan Kompas, bahwa kasus yang masih teringat adalah kasus pemerkosaan dengan modus baru melalui media sosial, di mana remaja putri ditipu oleh kenalannya di media sosial seperti yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya sangat mengkhawatirkan. Kejahatan yang terindikasi muncul pada 2010 ini jumlahnya bertambah setiap tahun. Menurut data penanganan kasus di Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menunjukkan, pemerkosaan pada remaja putri oleh kenalannya di media sosial mulai muncul tahun 2011 sebanyak 36 kasus. Tahun 2012, sebanyak 29 kasus dan pada Januari-Maret 2013 ini jumlahnya naik lagi menjadi 37 kasus.

Kasus yang diungkapkan di atas tersebut membuktikan nilai-nilai akhlak, moral, sudah hancur, terjadi degradasi moral anak sudah tidak lagi hormat


(23)

4

kepada orangtua, anak durhaka terhadap orangtua, ibu-ibu banyak durhaka kepada suaminya dan sebaliknya suami tidak segan-segan menyakiti atau menganiaya istrinya bahkan sampai tega membunuh istrinya sendiri. Angka kriminalitas juga semakin tinggi di negeri ini hal ini juga disebabkan degradasi nilai-nilai moral, orang menjadi kejam, kasar, rakus, menurunnya rasa belas kasihan terhadap sesama. Kasus-kasus di atas ditengarai, bahwa selama ini pendidikan di Indonesia hanya berbasiskan pada hasil belajar yang bersifat kognitif, artinya seberapa besar kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya, sementara itu karakter atau budi pekerti dan akhlak diabaikan dalam proses pembelajaran.

Kondisi yang memprihatinkan di atas, tentu saja menggelisahkan semua komponen bangsa, termasuk Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan Dharma Shanti Hari Nyepi 2010, Presiden menyatakan, Pembangunan karakter (character building) amat penting dalam

membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan mulia. Bangsa Indonesia ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia, yang dapat dicapai apabila masyarakatnya juga merupakan masyarakat yang baik (good society), dan masyarakat idaman yang dapat diwujudkan manakala

manusia-manusia Indonesia merupakan manusia yang berakhlak baik, manusia yang bermoral, dan beretika baik, serta manusia yang bertutur dan berperilaku baik pula.

Karakter seseorang terbentuk sejak dini, dalam hal ini peran keluarga tentu sangat berpengaruh. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat. Bagi setiap orang dalam keluarga (suami, istri, dan anak-anak) mempunyai proses sosialisasi untuk dapat memahami, menghayati budaya yang berlaku dalam masyarakatnya. Pendidikan dalam keluarga sangat penting dan merupakan pilar pokok pembangunan karakter seorang anak. Pendidikan dasar wajib dimiliki tidak hanya oleh masyarakat kota, tetapi juga masyarakat pedesaan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih dihormati karena dianggap berada di strata sosial yang tinggi. Kualitas seseorang dilihat dari bagaimana dia dapat menempatkan dirinya dalam berbagai situasi.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.


(24)

5

Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, salah satunya slam mengajarkan bagaimana umatnya harus memiliki sikap dan karakter yang positif. Dalam hal ini yang berkenaan dengan ajaran agama tentang character building (pembangunan karakter) yang dimaksud kaitan ibadat dan akhlak. Akhlak merupakan tonggak kebangkitan umat, bangsa dan negara, Orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, akan tetap tenang dalam kebenarannya baik dalam keadaan suka maupun duka. Sekalipun ia mengalami kegagalan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, ia tidak akan mengadakan reaksi yang agresif dan membabi buta dengan semboyan “tujuan menghalalkan segala cara“, sabar menanti dan rela menerima cobaan hidup dari Allah SWT dan bertawakkal kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imron:17

 Artinya:

   17. “(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur”.

Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakat. Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi juga merupakan prasyarat kehidupan manusia. Kehidupan manusia akan tampak hampa bila tidak ada komunikasi. Jadi pada dasarnya manusia telah melakukan tindakan komunikasi sejak ia lahir ke dunia. Seorang bayi dapat menangis atau merengek kepada ibunya ketika ia merasa haus atau lapar. Secara tidak langsung ia telah menyampaikan pesan melalui tangisan atau rengekannya tersebut.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat untuk mengasuh, mendidik, membina dan membimbing anak- anak ke arah yang lebih baik, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Steakholder sekolah adalah orangtua siswa, di mana orangtua dalam hal ini telah menyerahkan dan mempercayakan anaknya ke sekolah dengan harapan, sekolah akan memberikan pendidikan yang baik atau “terbaik”. Sebaliknya sekolah berharap agar orangtua memberikan dukungan terhadap usaha sekolah dalam memberikan yang terbaik bagi anak-anak tersebut. Demikian pula masyarakat dengan berbagai ragam dan tingkatannya memiliki harapan-harapan serupa sebagaimana harapan sekolah (pemerintah) dan orangtua. Masyarakat mengharapkan agar sekolah menyediakan dan memberikan pelayanan pendidikan yang baik atau “terbaik” bagi kepentingan anak-anaknya.

Persoalan yang muncul adalah komunikasi orangtua dengan anaknya banyak mengalami hambatan, baik dari pihak orangtua maupun dari anaknya sendiri. Orangtua yang seharusnya memberikan semangat, motivasi dan


(25)

6

nasehat terkadang tidak dapat diterima oleh anaknya, anak merasa orangtua menasehati seperti halnya menasehati anak kecil yang masih duduk di Sekolah Dasar, sementara anak merasa sudah dewasa. Sementara itu ketika anaknya mengeluh dan mengutarakan isi hatinya melalui komunkasi, terkadang orangtua sudah memberikan kesimpulan bahkan memvonis anaknya itu bersalah dan tidak paham, kejadian seperti inilah yang menyebabkan antara orangtua dan anaknya jarang melakukan komunikasi, bahkan dapat dikatakan sebagai hambatan komunkiassi orangtua dengan anaknya.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi pembentukan karakter siswa adalah motivasi belajar, karena pada dasarnya karakter dapat terbentuk melalaui pendidikan dan lingkungan keluarga. Apabila guru di sekolah tidak memberikan motivasi yang kuat terhadap anak didiknya, maka pembentukan karakter siswa tidak maksimal.

Motivasi adalah dorongan yang muncul ketika seseorang memiliki keinginan atau kebutuhan yang dicita-citakannya, jika dikaitkan dengan motivasi belajar adalah siswa akan berusaha untuk belajar dengan sungguh- sungguh, apabila siswa tersebut memiliki keinginan yang kuat untuk berhasil, misalnya keinginannya untuk menjadi dokter, siswa akan serius untuk belajar agar cita-cita menjadi dokter tercapai. Sardiman (2011:75) menyatakan bahwa motivasi belajar merupakan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan. Dengan kata lain bahwa seseorang yang memiliki motivasi akan mempunyai gairah atau semangat selama melakukan aktifitas dalam belajar. Motivasi sangat penting untuk dimiliki oleh seorang siswa. Siswa yang bermotivasi tinggi akan memiliki energi yang banyak untuk melakukan kegiatan belajar.

Motivasi belajar pada hakikatnya adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, dan motivasi belajar mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seorang siswa dalam mewujudkan cita-citanya. Motivasi belajar tidak dapat lepas dari masalah-masalah psikologi dan fisiologi, karena keduanya ada saling keterkaitan. Menurut Hamalik (2003:163-166) guru dalam memberikan dan membangkitkan motivasi siswa, perlu memahami prinsip-prinsip motivasi belajar adalah sebagai berikut: (1) Pujian lebih efektif dari pada hukuman, (2) Motivasi intrinsik lebih efektif daripada ekstrinsik, (3) Motivasi mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain, (4) Pemahaman yang jelas terhadap tujuan belajar akan merangsang motivasi, (5) Tekanan kelompok sebaya lebih efektif dalam motivasi dari pada tekanan dari orang dewasa, dan (6) Motivasi yang besar erat hubungannya dengan kreativitas.

Tinggi rendahnya motivasi juga dapat dipengaruhi oleh peran orangtua sebagai sifat ekstrinsik dari motivasi itu sendiri. Dalam hal ini orangtua memegang peranan penting untuk membimbing anak menjadi manusia yang berkualitas, sebagai orangtua yang bertanggung jawab atas masa depan dan perkembangan anak-anaknya sudah sewajarnya mengetahui hal-hal apa yang dapat meningkatkan motivasi anak-anaknya guna mencapai hasil belajar yang memuaskan. Hubungan yang baik dan komunikasi timbal-balik antara orangtua


(26)

7

dan anak akan membantu mempermudah orangtua dalam memenuhi kebutuhan anak. Selain itu orangtua lebih mempunyai banyak waktu berkumpul dengan anaknya daripada dengan guru atau teman sebayanya yang hanya bertemu di sekolah, sehingga orangtua mempunyai banyak waktu untuk memonitor dan memberikan pengaruh (tingkah laku maupun perkataan) terutama yang positif kepada anak-anaknya, sebab pengaruh yang datang dari orangtua akan selalu diperhatikan oleh anak-anaknya.

Peran orangtua dan tingkah laku orangtua adalah motivator bagi anak dalam belajar, bila ingin anak berhasil dalam prestasinya orangtua harus terlebih dahulu menunjukkan perbuatan yang dapat membangkitkan motivasinya. Kelalaian orangtua dalam memonitor kegiatan belajar anak dapat menimbulkan dampak lebih buruk lagi. Dalam hal ini bukan saja anak tidak mau belajar melainkan juga ia cenderung menyimpang, seperti anti sosial. Hubungan acuh tak acuh tanpa kasih sayang akan menimbulkan frustasi / penyesalan yang mendalam dalam hati anak. Menurut Imam Ghazali (2011:28) Orangtua adalah kerabat paling dekat dan, karena itu, kewajiban orangtua adalah kewajiban paling besar.

Orangtua yang sangat keras terhadap anaknya menimbulkan tekanan- tekanan batin pula pada anak. Hubungan yang baik antara orangtua-anak adalah hubungan yang penuh pengertian yang disertai bimbingan dan bila perlu hukuman yang mendidik. Semuanya ini dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. Ada beberapa aspek penting peranan orangtua dalam membantu meningkatkan motivasi belajar anak yaitu menciptakan suasana rumah tangga yang rukun dan damai, komunikasi timbal-balik, penghargaan, pujian, dan perasaan gembira.

Berdasarkan hasil survei di lapangan kasus yang terjadi di beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta di Kelurahan Bekasi Jaya Kota Bekasi yaitu:

1. Siswa kurang hormat dengan guru yang tidak mengajar pada kelasnya, sudah ditangani guru BK dan wali kelas.

2. Anak tidak sepaham dengan orangtua dalam hal pemilihan sekolah yang mengakibatkan anak tersebut berontak dan berbuat kekacauan di sekolah, sudah ditangani guru BK dengan memanggil orangtua, dengan membuat Surat Pernyataan.

3. Siswa banyak yang terlambat di hari Senin dengan alasan kurang menyukai Upacara Senin, sudah ditangani guru BK dan wali kelas, dengan membuat Surat Pernyataan. (Sumber: Hasil wawancara dengan guru

BK di SMA Bani Saleh dan SMA Muhammadiyah 09, Kota Bekasi)

Kasus-kasus di atas dan beberapa permasalahan atau kasus siswa yang telah ditangani oleh sekolah, khususnya oleh wali kelas dan guru BK. Dengan demikian kasus tersebut dapat diselesaikan dan tidak diulang kembali. Namun yang dapat digambarkan dari kasus di atas bahwa telah terjadi pelanggaran pada sistem sosial, yang berujung pada permasalah karakter siswa. Di mana karakter atau tabiat atau akhlak siswa harus menjadi karakter yang baik yang terbentuk baik di rumah ataupun sekolah.


(27)

8

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka penulis memiliki ketertarikan untuk meneliti lebih jauh tentang: “Pengaruh Komunikasi Orangtua dan Motivasi Belajar terhadap Karakter Siswa Sekolah

Menengah Atas (SMA) Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi.

B. Permasalahan Penelitian 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka penulis dapat mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

a. Komunikasi orangtua, komunikasi yang terjadi antara orangtua dengan anaknya kurang harmonis, karena orangtua mengganggap anak telah dewasa sehingga dalam berkomunikasi juga tidak menunjukkan adanya kasih sayang, sementara anak ingin diperlakukan seperti layaknya orang dewasa.

b. Motivasi belajar, merupakan dorongan yang muncul jika seseorang mempunyai keinginan dan kebutuhan yang dicita-citakannya. Motivasi belajar anak rendah karena perhatian orangtua minim. Indikator yang terlihat dengan motivasi belajar rendah memiliki prestasi kurang bagus. c. Karakter siswa, merupakan akhlak yang terbentuk karena faktor

lingkungan sekolah dan lingkungan rumah. Karakter siswa kurang baik dengan memunculkan berbagai persoalan seperti; anak berani melawan dengan orangtua baik dengan ucapan maupun dengan kekerasan fisik. d. Pendidikan Agama, merupakan landasan utama dalam kehidupan

manusia. Apabila tidak diberikan pendidikan agama dari anak SMA akan bermasalah bagi anak dan orangtuanya sendiri seperti; anak tidak menghargai guru bahkan orangtuanya sendiri, anak banyak melanggar aturan agama dan aturan negara, seperti berbuat asusila, keonaran dan lain-lain.

2. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimunculkan agar penelitian yang dilakukan penulis menjadi terfokus pada persoalan yang diteliti oleh penulis, oleh sebab itu penulis membatasainya pada variabel:

a. Komunikasi orangtua dengan anak tidak harmonis/kurang harmonis. b. Motivasi belajar siswa masih rendah.

c. Karakter siswa sebagian masih menyimpang dari norma agama dan negara.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka perumusan masalah yang diajukan sebagai berikut:

a. Apakah komunikasi orangtua berpengaruh langsung terhadap karakter siswa SMA swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi? b. Apakah motivasi belajar berpengaruh langsung terhadap karakter

siswa SMA swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi?

c. Apakah komunikasi orangtua berpengaruh langsung terhadap motivasi belajar siswa SMA swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi?


(28)

9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis: a. Pengaruh komunikasi orangtua terhadap karakter siswa.

b. Pengaruh motivasi belajar terhadap karakter siswa.

c. Pengaruh komunikasi orangtua terhadap motivasi belajar siswa. 2. Manfaat Penelitian

a. Kegunaan Penelitian secara Akademis

1) Hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan ilmu manajemen atau administrasi pendidikan, sehingga penulis dapat menguji kebenaran dari suatu teori yang berkaitan dengan variabel komunikasi orangtua, motivasi belajar dan karakter siswa.

2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau bahan pustaka oleh mahasiswa pascasarjana yang sedang menyusun tesis. 3) Bagi Guru. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai umpan balik

(feed back), sehingga dapat memberikan masukan kepada guru dalam

meningkatkan pendidikan akhlak, moral dan budi pekerti, bahwa faktor komunikasi orangtua dan motivasi belajar sangat berperan. 4) Bagi Kepala Sekolah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dan acuan dalam meningkatkan pendidikan akhlak, moral dan budi pekerti, artinya kepala sekolah dapat mempertimbangkan dan mengambil langkah-langkah yang tepat berdasakan hasil penelitian tersebut dan dapat merealisasikannya. 5) Bagi Kantor Dinas Terkait. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan

sebagai bahan masukkan dalam menentukan peraturan atau kebijakan dalam meningkatkan pendidikan akhlak, moral dan budi pekerti ke arah yang lebih baik, terutama dalam pembentukan karakter siswa. b. Kegunaan Penelitian secara Terapan (Applied)

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan yang selama ini masih belum maksimal untuk dilaksanakan di sekolah. 2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gagasan yang

positif terhadap peraturan yang akan diregulasi.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan sekolah dengan diberlakukannya peraturan sekolah.


(29)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Kajian Teori

Kajian teori merupakan penjelasan dan paparan mengenai variabel penelitian, yaitu variabel komunikasi orangtua, motivasi belajar dan karakter siswa. Dalam kajian teori ini adalah teori yang mendukung dan memperkuat penelitian yang dilakukan oleh penulis, sehingga penulis dapat menjawab keraguan dari perumusan masalah.

1. Karakter Siswa

a. Pengertian Karakter

Istilah karakter terkadang dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif bukan netral. Sedangkan Karakter dalam Kamus bahasa Indonesia merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.

Karakter sering diasosiasikan dengan istilah dengan temperamen yang lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang

bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan individu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.

Karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti kepribadian atau akhlak (Oxford). Secara etimologis, karakter artinya adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral. Secara terminologis, karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter dapat dianggap sebagai nilai- nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia. Lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat-istiadat, dan estetika. Menurut Samani dan Hariyanto (2011:41) karakter adalah “perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam


(30)

11 11

berindak.” Kamus Bahasa Indonesia, menyatakan bahwa karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sedangkan menurut Jack Corley dan Thomas Phillip seperti dikutip Samani dan Hariyanto (2011:42) bahwa “karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral.”

Zubaedi (2011:8) menyatakan bahwa karakter merupakan ”keseluruhan disposisi kodrati dan disposisi yang telah dikuasai secara stabil yang mendefinisikan seorang individu dalam keseluruhan tata perilaku psikisnya yang menjadikannya tipikal dalam cara berpikir dan bertindak.” Menurut Lickona (2013:74) dalam memahami pendidikan karakter perlu mengetahui apa itu pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa

sedemikian rupa, sehingga berbentuk unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Ibarat sebuah huruf dalam alfabet yang tak pernah sama antara yang satu dengan yang lain, demikianlah orang-orang yang berkarakter dapat dibedakan satu dengan yang lainnya (termasuk dengan yang tidak/belum berkarakter atau berkarakter tercela).

Menurut para ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah watak, tabiat, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan

sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Istilah pembangunan secara mendasar bukan saja dilihat sebagai suatu proses yang menghasilkan suatu output tertentu, tetapi mengedepankan bagaimana aliran proses itu mempertimbangkan kaidah- kaidah ilmiah sehingga arahnya dapat diperkirakan (planned

development). Itu sebabnya seluruh faktor, yakni fisik, lingkungan,

sosial, dan ekonomi harus dapat dikenali untuk dapat dioptimalkan dalam rangka mengantarkan perubahan seperti yang di kehendaki atau di rencanakan. Uraian konseptional tersebut kemudian dilengkapi dengan penerapan perencanaan pembangunan di Indonesia.

Menurut Rogers seperti dikutip Makmun (2009:3) menyatakan “Secara sederhana pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak suatu bangsa”.

Berdasarkan uraian teori karakter dan pembangunan, maka kata pembangunan karakter dapat disimpulkan sebagai mengukir atau


(31)

12 12

memahat jiwa seseorang dalam mencapai perubahan yang berguna menuju suatu keluaran (output) yang diinginkan.

b. Pembentukan Karakter

Bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional.

Upaya mewujudkan pendidikan karakter sesungguhnya sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu;

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”(SPN, 2003). Berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, di mana disebutkan bahwa pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik

sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral

knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good

(moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan

karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan.

Nilai dalam pendidikan karakter begitu penting keberadaanya. Dalam pendidikan karakter, nilai harus menjadi core (intisari) dari

pendidikan itu sendiri. Penanaman nilai terpuji dalam pendidikan karakter dalam sebuah lembaga pendidikan mempunyai penekanan yang berbeda. Jumlah dan jenis nilai yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain, tergantung kepentingan dan kondisinya masing-masing. Sebagai contoh, nilai toleransi, kedamaian, dan kesatuan menjadi sangat penting untuk lebih ditonjolkan karena kemajemukan bangsa dan negara. Tawuran


(32)

13 13

antarwarga, tawuran antaretnis, dan bahkan tawuran antarmahsiswa, masih menjadi fenomena yang terjadi dalam kehidupan ini.

Perbedaan jumlah dan jenis nilai dalam karakter tersebut juga dapat terjadi karena pandangan dan pemahaman yang berbeda sebagai contoh, nilai cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya tidak ditonjolkan, karena ada pandangan dan pemahaman bahwa nilai tersebut telah tercermin ke dalam pilar-pilar nilai yang lainnya.

Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional, pendidikan karakter dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Secara lebih khusus pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama dalam Kemdiknas (2010:5), yaitu;

1) Pembentukan dan Pengembangan Potensi

Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.

2) Perbaikan dan Penguatan

Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter manusia dan warga negara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejahtera. 3) Penyaring

Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.

Pendidikan karakter dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Menurut Fitri (2012:24), bahwa tujuan pendidikan karakter antara lain adalah:

1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;

2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;

3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;


(33)

14 14

4) Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan; 5) Mengembangkan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar

yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan.

Sekolah atau satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Satuan pendidikan dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010:9-10) terdapat 18 nilai yang harus dikembangkan sekolah dalam menentukan keberhasilan pendidikan karakter, yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin,(5) kerja keras, (6)kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat dan komunikatif, (14) cinta damai,(15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab.

Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya adalah evaluasi atau proses pembelajaran secara terus menerus dari individu untuk menghayati peran dan kebebasannya bersama dengan orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia. Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praktis dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin bertumbuh ketika motivasi dalam diri individu menjadi pendorong semangat bagi perilaku moralnya dalam kebersamaan dengan orang lain.

Secara sederhana, fokus pendidikan hanya tiga, yaitu membangun pengetahuan, membangun keterampilan (skill), dan membangun karakter.

Dari ketiga elemen pendidikan intnya hanya satu yakni berbasis, adalah karakter. Pendidikan di Indonesia cukup berhasil dalam membangun pengetahuan (sain dan teknologi), cukup berhasil juga dalam membangun keterampilan; namun pendidikan kita ternyata menunjukan indikasi kegagalan dalam membangun karakter. Untuk menjawab persoalan di atas, Tilaar (1990:19-23) mengemukakan pokok-pokok paradigma baru pendidikan sebagai berikut:

“(1) pendidikan ditujukan untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yang demokratis; (2) masyarakat demokratis memerlukan pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis; (3) pendidikan diarahkan untuk


(34)

15 15

mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global; (4) pendidikan harus mampu mengarahkan lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu serta demokratis; (5) di dalam menghadapi kehidupan global yang kompetitif dan inovatif, pendidikan harus mampu mengembangkan kemampuan berkompetisi di dalam rangka kerjasama; (6) pendidikan harus mampu mengembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebhinekaan masyarakat, dan (7) yang paling penting, pendidikan harus mampu mengIndonesiakan masyarakat Indonesia sehingga setiap insan Indonesia merasa bangga menjadi warga negara Indonesia”.

Paradigma baru pendidikan di atas mengisyaratkan bahwa tanggung jawab pendidikan tidak lagi dipikulkan kepada sekolah, akan tetapi dikembalikan kepada masyarakat dalam arti sekolah dan masyarakat sama-sama memikul tanggung jawab. Dalam paradigma baru ini, masyarakat yang selama ini pasif terhadap pendidikan, tiba-tiba ditantang menjadi penanggung jawab pendidikan. Tanggung jawab ini tidak hanya sekedar memberikan sumbangan untuk pembangunan gedung sekolah dan membayar uang sekolah, akan tetapi yang lebih penting masyarakat ditantang untuk turut serta menentukan jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, termasuk meningkatkan mutu pendidikan dan memikirkan kesejahteraan tenaga pendidik agar dapat memberikan pendidikan yang bermutu kepada peserta didik. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah karena banyak kendala yang mempengaruhi, antara lain: (1) bagi masyarakat hal ini merupakan masalah baru sehingga perlu proses sosialisasi; (2) bagi masyarakat yang tinggal di ibukota propinsi, kotamadya dan kabupaten, masalahnya lebih sederhana karena tingkat pendidikan dan ekonomi relatif baik,sehingga tidak sulit menyeleksi orang-orang yang akan duduk pada posisi tanggung jawab ini; (3) bagi masyarakat yang tinggal di ibukota kecamatan dan desa masalahnya menjadi rumit karena tingkat pendidikan masyarakatnya rendah dengan kondisi kehidupan miskin.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kararter siswa dalam penelitian ini adalah suatu usaha yang dilakukan guru dalam rangka membentuk kepribadian bangsa melalui pendidikan karakter siswa, sehingga output yang dinginkan dapat terwujud, dapat diukur melalui dimensi: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin,(5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat dan komunikatif, (14) cinta damai,(15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab.


(35)

16 16

2. Komunikasi Orangtua a. Pengertian Komunikasi

Mendeteksi kapan dan bagaimana komunikasi pertama kali dipandang sebagai faktor yang penting dalam kehidupan manusia. Berdasarkan sejarah, komunikasi diekspresikan dan berperan dalam kehidupan manusia yaitu pada abad 5 SM dalam tulisan klasik bangsa Mesir dan Babilonia atau tampak pada kitab perjanjian lama (Bible).

Begitu juga pada masayarakat Yunani yang melakukan kehidupan demokratis dengan komunikasi oral. Menurut Hardjana (2003:10) seorang manusia hidup di dunia ini perlu adanya komunikasi untuk menyampaikan pesan atau maksud yang hendak diungkapkan, karena tanpa komunikasi maka kehidupan tak akan berlangsung.

Komunikasi pada hakikatnya merupakan suatu proses dalam penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.

Kata komunikasi juga berasal dari akar kata latin cum yaitu kata

depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan

yang berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda cummunio

yang dalam bahasa Inggris menjadi communion dan berarti kebersamaan,

persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. Karena untuk bercummunio diperlukan usaha dan kerja, dari itu dibuat kata kerja communicare yang berarti membagi sesuatu dengan orang lain, memberikan sebagian kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman. Kata kerja communicare itu pada

akhirnya dijadikan kata kerja benda communicatio, atau bahasa Inggris

communication, dan dalam bahasa Indonesia diserap menjadi

komunikasi. Maka secara harfiah Hardjana (2003:10) menyatakan bahwa, komunikasi berarti pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran, atau hubungan.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Ruben dan Steward (2005:19) mengemukakan mengenai komunikasi manusia yaitu: Human communication is the process through which individuals in relationships, group, organizations and societies, respond

to and create messages to adapt to the environment and one another.

(Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu- individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain).


(36)

17 17

Menurut kelompok sarjana komunikasi seperti dikutip Cangara (2008:19-20) bahwa komunikasi adalah:

“Suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang- orang mengatur lingkungannya dengan: (1) membangun hubungan antar sesama manusia, (2) melalui pertukaran informasi, (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain, (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.”

Menurut Hovland seperti dikutip Muhammad (2008:2) mengatakan bahwa: “Cummunication is the process by which an individual transmits

stimuly (usually verbal) to modify the behavior of other individuals”.

Maksud kutipan di atas lebih menekankan pada proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal. Louis Forsdale ahli komunikasi pendidikan seperti dikutip Muhammad (2008:2) mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara seperti itu sistem dapat didirikan. Pemberian signal dalam komunikasi dapat dilakukan dengan maksud tertentu atau dengan disadari dan dapat juga terjadi tanpa disadari.

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya, melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut. Dengan komunikasi pesan atau tujuan yang disampaikan akan tercapai bila komunikasi yang terbina berjalan dengan lancar, sebaliknya bila terjadi miskomunikasi, maka akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan yang hendak dicapai. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Effendy (2004:79) bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media).

Muhammad (2008:2-4) memberikan beberapa pengertian komunikasi seperti yang dikutip di bawah ini:

1) Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain (Hovlan, Janis dan Kelly).

2) Komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara dan diubah (Forsdale).

3) Komunikasi adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain


(37)

18 18

4) Komunikasi adalah proses dengan mana simbol verbal dan simbol non-verbaldikirm, diterima dan diberi arti (William J.

Seller).

Hovland, Janis, & Kelley seperti dikutip Santoso dan Setiansah (2010:5) mendefinisikan: “Komunikasi adalah suatu proses di mana seorang individu (komunikator) mentransmisikan stimulus untuk mempengaruhi tindakan orang lain. Anderson, mengemukakan: Komunikasi adalah proses di mana kita memahami dan dipahami orang lain. Hal ini berjalan secara dinamis, terus berubah dan berganti, tergantung situasi terkait”. Maksud kutipan tersebut menekankan bahwa komunikasi dapat memberikan pengertian di antara masing-masing komunikator.

Komunikasi mengandung tujuan tertentu; ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media, baik media massa seperti surat kabar, radio, televisi atau film, maupun media nonmassa, misalnya surat, telepon, papan pengumuman, poster, spanduk dan sebagainya, dengan kata laian tujuan komunikasi, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku

(behavior). Jadi ditinjau dari segi isi penyampaian pernyataan,

komunikasi yang bertujuan bersifat informatif dan persuasif. Komunikasi persuasif (persuasive communication) lebih sulit daripada komunikasi

informatif (informative communication), karena memang tidak mudah

untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang atau sejumlah orang.

Pengertian komunikasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar komunikasi seperti dikutip Mulyana (2008:68-69) sebagai berikut:

1) Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima (Theodore M. Newcomb).

2) komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang- lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate) (Carl I. Hovland).

3) Komunikasi adalah komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator (Raymond S. Ross).

4) Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana? (Harold Lasswell).

Berdasarkan definisi Lasswell dalam Mulyana (2008:69-71) di atas terdapat lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain yaitu;


(38)

19 19

1) Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, sumber harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke dalam seperangkat simbol verbal atau non verbal.

2) Pesan yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima, merupakan seperangkat simbol verbal dan non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber.

3) Saluran atau media yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pengirim pesan akan memilih saluran bergantung pada situasi, tujuan yang hendak dicapai dan jumlah penerima pesan yang dihadapi.

4) Penerima sering disebut juga sasaran atau tujuan. Penerima pesan ini akan menterjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal dan non verbal yang ia terima menjadi gagasan. 5) Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima

pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang, gagasan itu diolahnya menjadi pesan dan dikirmkan melalui media tertentu kepada orang lain sebagai penerima. Penerima menerima pesan dan sesudah mengerti isi pesan kemudian menanggapi dan menyampaikan tanggapannya kepada pengirim pesan. Dengan menerima tanggapan dari si penerima pesan itu, pengirim pesan dapat menilai efektivitas pesan yang dikirmnya. Berdasarkan tanggapan itu pengirim dapat mengetahui apakah pesannya dimengerti dan sejauhmana pesannya dimengerti oleh orang yang dikirimi pesan itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses yang timbal balik antara si pengirim kepada si penerima yang saling mempengaruhi satu sama lain dan didalamnya terdapat informasi, pesan, gagasan, ide, pikiran dan perasaan.

William I. Gorden seperti dikutip Mulyana (2008:5) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu: komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasi instrumental.

1) Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial berfungsi untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain.

2) Komunikasi Ekspresif

Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut


(39)

20 20

menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi). Perasaan-perasaan tersebut dikomunikasikan terutama melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun terutama lewat perilaku nonverbal.

3) Komunikasi Ritual

Komunikasi yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara

kelahiran, sunatan, ulang tahun (nyanyi Happy Birthday dan

pemotongan kue), pertunangan (melamar, tukar cincin), siraman, pernikahan (ijab-qabul, sungkeman, saweran), hingga upacara kematian.

4) Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai tujuan: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, mengubah perilaku atau menggerakkan tibdakan, dan juga menghibur. Bila diringkas, semua tujuan disebut membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung

muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak diketahui.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses menyampaikan pesan atau imformasi dari seseorang kepada orang lain sehingga saling dapat memahimi informasi tersebut. Informasi dapat disampaikan melalui bahasa oral (percakapan) maupun bahasa tubuh atau bahasa isyarat.

b. Pengertian Orangtua

Keluarga sebagai sistem sosial terkecil, memiliki pengaruh luar biasa dalam hal pembentukan karakter suatu individu. “Keluarga merupakan produsen dan konsumen sekaligus, dan harus mempersiapkan dan menyediakan segala kebutuhan sehari-hari seperti sandang dan pangan. Setiap keluarga dibutuhkan dan saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka dapat hidup lebih senang dan tenang.”Keluarga memiliki definisi tersendiri bagi orang Jawa. “Bagi orang Jawa, keluarga merupakan sarung keamanan dan sumber perlindungan.” Menurut Daradjat (2014:35) bahwa Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.

Keluarga merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan karakter yang dilakukan oleh orangtua dan orang dewasa lain dalam keluarga terhadap anak sebagai anggota keluarga sehingga diharapkan dapat terwujud keluarga berkarakter mulia yang tecermin dalam perilaku


(40)

21 21

keseharian. Proses itu dapat dilakukan melalui komunitas keluarga dan partisipasi keluarga dalam pengelolaan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama di mana orangtua bertindak sebagai pemeran utama dan panutan bagi anak. Proses itu dapat dilakukan dalam bentuk pendidikan, pengasuhan, pembiasaan, dan keteladanan. Pendidikan karakter dalam lingkup keluarga dapat juga dilakukan kepada komunitas calon orangtua dengan penyertaan pengetahuan dan keterampilan, khususnya dalam pengasuhan dan pembimbingan anak. Menurut Djamarah (2004:85) orangtua adalah pendidik dalam keluarga. Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Oleh karena itu bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.

Menurut Daradjat (2014:67) bahwa suatu kehidupan keluarga yang baik, sesuai dan tetap menjalankan agama yang dianutnya merupakan

“Persiapan yang baik untuk memasuki pendidikan sekolah, oleh karena itu melalui suasana keluarga yang demikian itu tumbuh perkembangan efektif anak secara “benar”sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Keserasian yang pokok harus terbina adalah keserasian antara ibu dan ayah, yang merupakan komponen pokok dalam setiap keluarga. Keduanya merupakan unsure yang saling melengkapi dan isi mengisi yang membentuk suatu keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan suatu keluarga”.

Orangtua dan anak itu pada hakikatnya bersatu, mereka satu dalam jiwa, terpisah dalam raga. Raga mereka boleh terpisah, tetapi jiwa mereka tetap bersatu sebagai dwi tunggal yang kokoh bersatu. Kesatuan jiwa orangtua dan anak tidak dapat dipisahkan oleh dimensi ruang, jarak, dan waktu. Tidak pula dapat dicerai-beraikan oleh lautan, daratan, dan udara, pertalian darah antara keduanya kokoh dalam keabadian. Menurut Lickona (2013:42) orangtua adalah guru moral pertama anak-anak, pemberi pengaruh yang paling dapat bertahan lama: Anak-anak berganti guru setiap tahunnya, tetapi mereka memiliki satu orangtua sepanjang masa pertumbuhan. Hubungan orangtua anak juga mengandung signifikansi emosional khusus, yang bisa menyebabkan anak-anak merasa dicintai dan berharga atau sebaliknya merasa tidak dicintai dan tidak berharga.

Menurut Levine seperti dikutip Sjarkawi (2006:20-21) menegaskan bahwa “kepribadian orangtua akan berpengaruh terhadap cara orangtua tersebut dalam mendidik dan membesarkan anaknya yang pada gilirannya juga akan berpengaruh terhadap kepribadian si anak tersebut. Ada sembilan tipe kepribadian orangtua dalam membesarkan anaknya yang juga dapat berpengaruh pada kepribadian si anak, yaitu sebagai berikut:

1) Penasihat moral, terlalu menekankan pada perincian, analisis, dan moral.


(1)

160 160 160


(2)

161 161 161


(3)

162 162 162


(4)

163 163 163


(5)

164 164 164


(6)

165 165 165


Dokumen yang terkait

Tinjauan hukum islam terhadap perjudian : kajian perbandingan qanun Maisir di Aceh dan perda perjudian di Kota Bekasi

1 29 109

Keterampilan Bertanya Guru dalam Meningkatkan Aktivitas belajar Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah At-taqwa 06 Bekasi.

1 10 196

Pengaruh Sarapan Terhadap Konsentrasi Belajar Siswa Di Kelas Viii Sekolah Menengah Pertama Negeri 20 Bekasi

32 157 64

Pengaruh Perhatian Orangtua dan Lingkungan Sekolah terhadap Penyimpangan Perilaku Remaja di Sekolah Menengah Atas Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi

0 3 179

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL, KOMITMEN ORGANISASI, DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SWASTA DI KOTA METRO

0 20 19

Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi

1 7 92

PENGARUH LINGKUNGAN SEKOLAH DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI SISWA Pengaruh Lingkungan Sekolah Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Kelas XI Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Menengah Atas Negeri

0 2 18

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN SIKAP TERHADAP MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi Jawa Barat.

0 1 38

Kemampuan komunikasi antar pribadi dan motivasi mengajar terhadap kinerja guru sekolah menengah atas Jakarta Timur

0 0 7

PENGARUH IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI YOKOBENTO CABANG KOTA BEKASI

0 0 15