Penerapan penilaian autentik untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa (sebuah studi penelitian tindakan kelas di SD Negeri III Jati Asih Bekasi)

(1)

(Studi Eksperimen di SMP Muhamadiyah 22 Setiabudi Pamulang)

DisusunOleh: TUTI ALAWIAH NIM: 106017000555

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini mengkaji pembelajaran terpadu model terkait (connected)

terhadap pemahaman konsep matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman konsep matematika siswa dalam materi bangun datar dengan menggunakan pembelajaran terpadu model terkait (connected). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain

Randomized Two-Group Design Posttest Only. Subyek yang diteliti adalah siswa kelas VII SMP Muhamadiyah 22 Setiabudi Pamulang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah tes essay sebanyak 7 soal yang sesuai dengan indikator pemahaman konsep matematika pada dimensi translation, interpretation, dan extrapolation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran terpadu model terkait (connected) berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematika siswa. Pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran terpadu model terkait (connected) lebih tinggi dari pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Pembelajaran Terpadu, Model Terkait (Connected), Pemahaman Konsep Matematika.


(6)

ii

Math Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teachers’ Training, State Islamic University Syarif hidayatullah Jakarta.

This study discusses about the influence of integrated learning with connected model toward math conceptual understanding. The aim of this study is to know the students’ math conceptual understanding of in the material of Bangun Datar through integrated learning with connected model. The method used in this study is quasi-experiment by randomized two-group posttest only design. The subject is a number of students at VII grade Junior High School of Muhamadiyah 22 Setiabudi Pamulang. The sampling used cluster random sampling. Meanwhile, the instrument used to collect the data is essay test as 7 question to the indicator concerning math conceptual understanding related to dimensions of translation, interpretation, and extrapolation. The result of this study shows that the integrated learning with connected model has influenced to

the students’ math conceptual understanding. The students’ math conceptual

understanding which is taught through integrated learning with connected model

is higher than students’ math conceptual understanding in their study implemented

through the conventional learning.

Key words: Integrated Learning, Connected Model, Math Conceptual Understanding


(7)

iii

yang telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di SMP Muhamadiyah 22 Setiabudi Pamulang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari betul banyaknya kekurangan yang dapat ditemukan, walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari kesalahan tersebut.

Skripsi ini dapat terselesaikan tentunya dengan adanya bantuan dan dorongan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, yaitu:

1. Bapak Prof.Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

2. Ibu Maifalinda Fatra M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Abdul Muin, S.Si,M.Pd, Dosen pembimbing I yang telah bersedia

meluangkan waktunya dan dengan penuh kesabaan memberikan bimbingan, nasehat, dan arahan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

5. Bapak Firdausi, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang dengan kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing, memberikan saran, masukan serta arahan kepada penulis.

6. Seluruh dosen jurusan pendidikan matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama


(8)

iv Jakarta.

8. Bapak Drs. Hudaefi, Kepala Sekolah SMP Muhamadiyah 22 Setiabudi Pamulang yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini, serta Bapak Suswardi, S.Pd,S.Pd,MM guru matematika yang telah memberikan arahan dalam penelitian skripsi ini.

9. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, ayahanda H.Muzani Rifa’i dan Ibunda Iyoh yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendoakan, serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Kakakku Lilis Muslihah dan Akhmad Thobari serta Adikku Akhmad Enas Munasir, Diva Shakilah, Siti Salma dan Fatma Azzahra yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.

10. Abdurrahman Setia Permana yang telah memberikan dukungan, semangat dan doanya kepada penulis

11. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah (Fitria, Mardiyah, Neneng Milati, Rina Triana J.A, Rossa Amelia, Siti Nurhayati, Tika Mufrika, Ratna Puspitasari dan Ikhsan Saeful Munir,) yang bersama-sama saling memberikan semangat dan doa kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan Pendidikan Matematika 2006.

12. Sahabat-sahabat di kost-an tercinta (Ika Rohmawati, Siti Habibah Egiyantinah, Dini Khoerunnisa, Neng Syifa Faujiah, Rela Agustin, Yeni Gustri dan Fatma Aulia Zahro) yang saling memberikan semangat, nasehat, dan doa kepada penulis. Terima kasih pula atas kebersamaan kalian selama ini, dengan kehadiran dan canda tawa yang selalu menghiasi hari-hari penulis. 13. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah semua ini penulis serahkan semoga kebaikan mereka mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari


(9)

v

Jakarta, April 2011

Penulis


(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORETIS A. Pembelajaran Matematika ... 7

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 7

2. Pengertian dan Karakteristik Matematika ... 9

3. Pengertian Pembelajaran Matematika ... 10

B. Pembelajaran Terpadu Model Connected ... . 12

1. Pengertian Pembelajaran Terpadu ... 12

2. Urgensi Pembelajaran Terpadu ... 13

3. Tujuan Pembelajaran Terpadu ... 15

4. Karakteristik Pembelajaran Terpadu ... 16

5. Pembelajaran Terpadu Model Connected ... 18

6. Langkah-Langkah (Sintaks) Pembelajaran Terpadu Model Connected ... 21

C. Pembelajaran Konvensional ... 23


(11)

vii

G. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode dan Desain Penelitian ... 32

C. Populasi Dan Teknik Pengambilan Sampel ... 33

D. Instrumen Penelitian ... 33

1. Definisi Konseptual Pemahaman Konsep Matematika ... 34

2. Definisi Operasional Pemahaman Konsep Matematika ... 34

3. Kisi-kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 35

4. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Teknik Analisis Data ... 41

1. Uji Prasyarat Analisis ... 41

2. Uji Hipotesis ... 43

G. Hipotesis Statistik ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 45

1. Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 45

2. Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 47

3. Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 49

B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis ... 51

1. Uji Normalitas ... 52

2. Uji Homogenitas ... 53


(12)

viii

A. Kesimpulan ... 59 B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

ix

Table 3.2 Kriteria Skor Pemahaman Konsep Matematika ... 34

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Konsep Matematika ... 35

Tabel 3.4 Klasifikasi Taraf Kesukaran Tes ... 37

Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda Tes ... 38

Table 3.6 Rekapitulasi Hasil Validitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Instrumen Tes ... 39

Table 4.1 Distribusi Frekuensi Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Kelas Eksperimen ... 46

Table 4.2 Skor Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen untuk Tiap Dimensi ... 47

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Kelas Kontrol ... 47

Table 4.4 Skor Pemahaman Konsep Kelas Kontrol untuk Tiap Dimensi ... 48

Tabel 4.5 Statistik Hasil Penelitian ... 49

Table 4.6 Rekapitulasi Skor Rata-Rata Tiap Dimensi Pemahaman Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 52

Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 53


(14)

x

Gambar 4.1 Kurva Distribusi Nilai Hasil Posttest Kemampuan Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 50


(15)

xi

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 90

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 108

Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 149

Lampiran 5 Soal Uji Coba Instrumen Pemahaman Konsep Matematika ... 150

Lampiran 6 Jawaban Uji Coba Instrumen Pemahaman Konsep Matematika . 153 Lampiran 7 Instrumen Pemahaman Konsep Matematika ... 159

Lampiran 8 Perhitungan Uji Validitas Instrumen Tes ... 161

Lampiran 9 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes ... 163

Lampiran 10 Perhitungan Uji Daya Pembeda Instrumen Tes ... 165

Lampiran 11 Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 167

Lampiran 12 Nilai Posttes Kelas Ekseperimen dan Kontrol ... 169

Lampiran 13 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Ekseperimen ... 170

Lampiran 14 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 175

Lampiran 15 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 180

Lampiran 16 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 182

Lampiran 17 Perhitungan Uji Homogenitas ... 184

Lampiran 18 Perhitungan Pengujian Hipotesis Statistik ... 186

Lampiran 19 Tabel Koefisien Korelasi “r” product Moment ... 188

Lampiran 20 Tabel Luas Kurva Normal ... 189

Lampiran 21 Tabel Nilai Harga Kritis Chi Square ... 190

Lampiran 22 Tabel Harga Kritis Distribusi F ... 191

Lampiran 23 Tabel Harga Kritis Distribusi t ... 193

Lampiran 24 Surat Bimbingan Skripsi ... 194

Lampiran 25 Surat Izin Observasi ... 195

Lampiran 26 Surat Izin Penelitian ... 196


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan suatu negara pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila bidang pendidikan mendapat perhatian, penanganan dan prioritas yang baik dari pemerintah, masyarakat maupun para pengelola pendidikan. Pendidikan diharapkan mampu membentuk sumber daya manusia yang terampil, kreatif dan inovatif. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan Indonesia yang menyatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Tujuan pendidikan yang dimaksud di atas adalah tujuan akhir yang ingin dicapai oleh semua lembaga pendidikan baik formal, nonformal maupun informal, mulai dari jenjang taman kanak-kanak hingga sekolah menengah umum bahkan sampai perguruan tinggi. Sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan formal mempunyai tanggung jawab penuh dalam mewujudkan tujuan tersebut. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok, ini berarti berhasil atau

1

Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, (Jakarta: Tamita Utama, 2004), h.7


(17)

tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar dan pembelajaran di sekolah.

Di sekolah proses belajar dan pembelajaran meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan diantaranya ilmu agama, bahasa, sosial, sains dan matematika. Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting karena banyak hal di sekitar kita yang selalu berhubungan dengan matematika, oleh karenanya matematika harus diajarkan dengan tepat dan benar. Ada banyak alasan mengapa siswa harus belajar matematika, diantaranya pendapat Cornelius yaitu:

Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) Sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) Sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.2

Begitu pentingnya matematika untuk dipelajari menempatkan matematika sebagai induk dari ilmu penegetahuan lainnya (ratunya ilmu) yang harus dikuasai oleh setiap siswa.

Akan tetapi realitanya masih banyak anggapan-anggapan miring tentang matematika. Ruseffendi (Gusni: 2006) menyatakan “… matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi,

kalau bukan sebagian mata pelajaran yang dibenci”.3

Hal ini berdampak pada hasil belajar yang belum memuaskan, seperti dikutip dari hasil studi The Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2009 yang menyatakan bahwa rata-rata skor matematika siswa Indonesia berada pada urutan ke-61 dari 65 negara dengan nilai rata-rata adalah 371.4

Salah satu faktor penyebab kurangnya penguasaan materi matematika bagi siswa diantaranya adalah masih banyak guru yang menerapkan pembelajaran konvensional, dalam prosesnya guru menerangkan materi dengan metode

2

Mulyono Abdurraman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet.II, h.253

3

Gusni Satriawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP” dalam ALGORITMA Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol.1, Juni 2006, h. 102

4

http://www.straitstimes.com/STI/STIMEDIA/pdf/20101207/PISA2009-MOEFinal.pdf, 6


(18)

ceramah, siswa duduk manis mendengarkan dan mencatat konsep-konsep abstrak yang disampaikan oleh guru tanpa bisa mengkritisi apa arti konsep itu, lalu konsep itu biasanya sudah dalam bentuk persamaan matematika yang diterapkan pada kasus-kasus khusus. Saat latihan mereka biasa mengerjakan soal-soal yang setipe dengan yang dicontohkan guru namun pada saat ada soal yang membutuhkan pemahaman konsep mereka mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya. Ini dikarenakan siswa terbiasa mencatat dan menghafal suatu konsep tanpa mengetahui bagaimana pembentukan konsep itu berlangsung. Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataan mereka sering kali tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Menurut Depdiknas (Suryanti: 2007) menyatakan bahwa:

Sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah.5

Padahal dalam pembelajaran matematika konsep tidak bisa diterima begitu saja tanpa pemahaman dan penalaran. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang guru ke kepala siswa akan tetapi siswa sendirilah yang harus aktif mencerna setiap pengetahuan yang diperolehnya.

Selain itu guru di sekolah mengajarkan materi pelajaran secara terpisah-pisah atau kurang adanya pengintegrasian dari setiap sub pokok bahasan sehingga pemahaman siswa tentang suatu konsep kurang mendalam, padahal proses belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual baik di dalam maupun antar mata pelajaran, akan memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan lebih bermakna dan siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang lebih efektif yang mampu mengintegrasikan konsep-konsep dalam satu pengalaman belajar yang bermakna.

5

Suryanti, dkk, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Di Kelas Rendah” dalam Laporan Penelitian Universitas Negeri Surabaya, November, 2007, h. 2


(19)

Pembelajaran terpadu model terkait (connected) adalah pembelajaran dengan cara menghubungkan satu topik ke topik yang lain, satu konsep ke konsep yang lain, satu keterampilan ke keterampilan yang lain tetapi masih dalam satu mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Bermakna disini memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahamai konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan konsep dalam intra mata pelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Terpadu Model Terkait (Connected) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas

VII di SMP Muhamadiyah 22 Setiabudi Pamulang

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang tertuang dalam latar belakang masalah, maka identifikasi masalahnya adalah:

1. Hasil belajar matematika yang masih rendah.

2. Matematika adalah pelajaran yang dirasakan sulit dan tidak menyenangkan oleh siswa.

3. Proses pembelajaran masih cenderung menggunakan metode konvensional. 4. Pemahaman konsep matematika siswa rendah.

5. Siswa lebih banyak menghafal rumus daripada memahami konsep matematika.

C.

Batasan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang diterangkan dalam latar belakang dan identifikasi masalah serta agar penelitian ini terarah maka penelitian ini hanya dibatasi pada:

1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII SMP Muhamadiyah 22 Setiabudi Pamulang tahun ajaran 2010/2011 dengan pokok bahasan Bangun Datar


(20)

meliputi Persegi Panjang, Persegi, Jajargenjang, Belah Ketupat, Layang-Layang dan Trapesium.

2. Pembelajaran Terpadu Model Connected disini adalah salah satu model pembelajaran terpadu yang mengaitkan antara suatu konsep dengan konsep yang lain satu topik ke topik yang lain, satu keterampilan ke keterampilan yang lain tetapi masih dalam satu mata pelajaran.

3. Pemahaman konsep matematika siswa diukur dari hasil posttest pada pokok bahasan Bangun Datar, berdasarkan kategori pemahaman yang hendak dicapai yaitu kategori pemahaman menurut Bloom yang meliputi translation,

interpretation dan extrapolation.

D.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pemahaman konsep matematika siswa yang diterapkan

Pembelajaran Terpadu Model Connected?

2. Bagaimana pemahaman konsep matematika siswa yang diterapkan Pembelajaran Konvensional?

3. Apakah terdapat pengaruh Pembelajaran Terpadu Model Connected terhadap pemahaman konsep matematika siswa?

E.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pemahaman konsep matematika siswa yang diterapkan Pembelajaran Terpadu Model Connected

2. Mengetahui pemahaman konsep matematika siswa yang diterapkan Pembelajaran Konvensional

3. Mengetahui pengaruh pembelajaran matematika dengan Pembelajaran Terpadu Model Connected terhadap pemahaman konsep matematika siswa


(21)

F.

Manfaat Penelitian

Dengan mengadakan penelitian tentang pengaruh pembelajaran terpadu model connected terhadap pemahaman konsep matematika siswa diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi guru, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam memilih pendekatan pembelajaran dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep matematika

2. Bagi siswa, diterapkannya pembelajaran dengan pembelajaran terpadu model

connected diharapkan dapat memberi pengalaman baru dalam belajar dan siswa akan lebih termotivasi serta dapat memahami konsep-konsep matematika dengan baik.

3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan sebagai masukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.


(22)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIS

A.

Pembelajaran Matematika

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah kata yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Ada banyak pengertian belajar yang diberikan oleh para ahli psikologi dan pendidikan, masing-masing dari mereka memberikan rumusan yang berbeda sesuai dengan bidang keahliannya.

Belajar menurut James O. Wittaker menyatakan bahwa “Belajar sebagai

proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau

pengalaman”.1

Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas dari itu, yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan

pengubahan kelakuan. Menurut Morgan “Belajar adalah setiap perubahan yang

relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan

atau pengalaman”.2

Belajar tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak tetapi perilaku yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Perubahan yang terjadi karena pengalaman akan membedakan dengan perubahan lain yang disebabkan oleh perubahan fisik, baik karena pengaruh obat-obatan atau penyakit tertentu.

Selain itu menurut Drs. Slameto “Belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya”.3

Tujuan belajar dari pengertian ini prinsipnya sama yaitu memperoleh suatu perubahan dalam tingkah laku, akan tetapi cara atau usaha pencapaiannya berbeda. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara

1

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Cet.II, h.12

2

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Problematika Belajar Dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet.VIII, h.13

3

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar…,h.13


(23)

individu dengan lingkungan, dalam interaksi ini terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan berupa penambahan pengetahuan sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Seseorang dikatakan belajar jika setelah aktifitas belajar orang tersebut memperoleh perubahan dalam dirinya yaitu dengan kepemilikan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan sikap baru. Perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku dan bersifat permanen, perubahan akibat minum-minuman atau kecelakaan yang sifatnya perubahan fisik bukanlah kategori belajar yang dimaksud.

Sedangkan pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru.

Menurut Dimyati dan Mudjiono “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara

terprogram dalam desain intruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif

yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.4

Pembelajaran berbeda dengan mengajar. Mengajar yaitu mentransfer ilmu dari seorang guru kepada muridnya, murid secara pasif menerima informasi yang disampaikan oleh guru sedangkan dalam proses pembelajaran sumber belajar tidak hanya dari guru semata, siswa belajar secara aktif mencari dan menemukan pengetahuan sendiri baik dari buku pelajaran, teman atau pun lingkungan. Dalam pembelajaran ada tiga komponen yang saling berinteraksi yaitu guru (pendidik), siswa (peserta didik) dan kurikulum. Ketiga komponen ini saling melengkapi guna mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.

Dalam pembelajaran berdasarkan paham konstruktivisme guru bukan mentransfer pengetahuan dalam bentuk jadi akan tetapi guru membantu siswa membentuk pengetahuannya. Dalam teori ini siswa memegang peranan yang

4


(24)

sangat penting, siswa dituntut untuk aktif mencari dan menemukan pengetahuan sendiri dari apa yang dialaminya.

Ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme menurut Driver dan Bell adalah sebagai berikut:5

1. Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan 2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa 3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi

secara personal

4. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas

5. Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari melainkan seperangkat pembelajaran, materi dan sumber.

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa, sehingga terjadi transfer pengetahuan dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Dalam prosesnya siswa diposisikan sebagai subjek yang terlibat aktif dalam pembentukan pengetahuan.

2. Pengertian dan Karakteristik Matematika

”Matematika dikenal sebagai suatu ilmu pengetahuan yang abstrak, yang dapat dipandang sebagai menstrukturkan pola berpikir yang sistematis, kritis,

logis, cermat dan konsisten.”6

Dikatakan abstrak karena konsep, pengertian dan definisi yang ada di dalamnya terdiri atas gagasan yang bersifat abstrak atau tidak nyata. Matematika juga dikenal sebagai disiplin ilmu yang penalarannya bersifat deduktif, artinya pola penalarannya berlangsung dari hal-hal yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang khusus.

5

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2009), cet ke-II, h. 92

6

Tim Penulis PEKERTI bidang MIPA, Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Matematika diperguruan Tinggi, (Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka, 2001), h.5


(25)

Ada beberapa ciri-ciri/karakteristik matematika, yaitu sebagai berikut:7 a. Adanya dua komponen yang saling berkaitan erat dan sama pentingnya dalam

matematika yaitu materi dan pola berpikir (penalaran). Mempelajari matematika dilakukan dengan mengikuti pola pikir matematika, dan pola pikir matematika hanya dapat dipelajari dan dilatihkan melalui mempelajari materi matematika

b. Pengembangan teori matematika dilakukan dengan pola berpikir deduktif dan induktif, serta menggunakan berbagai teknik dan metode matematika

c. Sekalipun abstrak, berbagai konsep matematika merupakan pengabstrakan situasi nyata atau ditimbulkan oleh kebutuhan penyelesaian permasalahan dalam situasi nyata.

d. Aspek teori dan aspek penerapan adalah dua aspek matematika yang sangat berkaitan erat

e. Dalam teori matematika terdapat rantai-rantai konsep yang tidak dapat diputus begitu saja

f. Adanya keterkaitan antara suatu pelajaran matematika dengan pelajaran matematika lainnya.

3. Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada siswanya yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa tentang matematika yang beragam agar terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut.

Kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD sampai SMA, adalah sebagai berikut:8

7

Tim Penulis PEKERTI bidang MIPA, Hakikat Pembelajaran MIPA… h.14-15

8

Suhendra, dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran MATEMATIKA, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h.9.5-9.6


(26)

a. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep (koneksi matematika) dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

b. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.

c. Menggunakan penalaran pada pola, sifat, atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dalam pernyataan matematika.

d. Menunjukkan kemampuan strategis dalam membuat (merumuskan), menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Cobb mengatakan bahwa dari perspektif konstruktivis belajar matematika

bukanlah suatu proses „pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati melainkan

tentang mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan konseptual. Cobb juga mengatakan belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.9

Implementasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran, menurut Hanburry mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu: (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.10

9

Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2003), h.76

10

Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan individual Siswa,…, h.94


(27)

B.

Pembelajaran Terpadu Model Connected

1. Pengertian Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang terkait secara harmonis untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa. Menurut Beans (Udin: 2006) pembelajaran terpadu berasal dari kata ”integrated teaching and learning” atau ”integrated curriculum approach” yang dikemukakan oleh John Dewey sebagai

usaha untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswa dan kemampuan pengetahuannya.11 Hadisubroto (Trianto: 2010) mengatakan bahwa

Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam belajar anak, maka pembelajaran akan lebih bermakna.12 Bermakna disini memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami. Pembelajaran terpadu dikembangkan menurut paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Dalam pembelajaran terpadu, guru berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktifitas belajar. Selain itu menurut

Ujang Sukandi mengatakan bahwa ”Pembelajaran terpadu pada dasarnya

dimaksudkan sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan materi beberapa

mata pelajaran dalam satu tema”.13

Tema yang digunakan harus aktual, dekat dengan dunia siswa dan ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Tema ini

11

Udin Syaefuddin Sa’ud, dkk, Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: UPI Press, 2006), h.4

12

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta:Bumi Aksara, 2010), h.56

13


(28)

menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pelajaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan tema adalah sebagai berikut:14 a. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan

untuk memadukan banyak mata pelajaran.

b. Tema harus bermakna, yaitu harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.

c. Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis siswa.

d. Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak, agar siswa termotivasi untuk belajar.

e. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi selama belajar.

f. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi).

g. Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu adalah mengelola pembelajaran yang mengintegrasikan materi dari beberapa mata pelajaran dalam satu topik pembicaraan yang disebut tema.

2. Urgensi Pembelajaran Terpadu

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan suatu kurikulum yang memberikan kesempatan penuh kepada sekolah untuk merancang dan merencanakan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan sekolah tersebut, pemerintah hanya menetapkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang merupakan hasil refleksi, pemikiran dan pengkajian ulang dari kurikulum sebelumnya. Dengan adanya kurikulum ini diharapkan peserta didik mempunyai kompetensi yang siap pakai dan dapat bersaing dimasa mendatang.

14

Asep Herry Hernawan, dkk, Materi Pokok Pembelajaran Terpadu di SD Modul 1-6, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h.1.14


(29)

Pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, terutama pada jenjang Pendidikan Dasar, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTS) tetapi juga tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan pada tingkat Pendidikan Menengah Umum (SMA/MA) maupun Pendidikan Menengah Kejuruan (SMK/MAK) hal ini tergantung pada kecenderungan materi yang akan dipadukan dalam suatu tema tertentu. Pembelajaran terpadu dikemas dengan tema atau topik tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal oleh siswa. Konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek bidang kajian sehingga konsep yang dipelajari oleh siswa bersifat menyeluruh dan bermakna. Pembelajaran terpadu memiliki arti penting dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu:15

a. Dunia anak adalah dunia nyata

Tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dengan tahap berpikir nyata. Dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak melihat pelajaran berdiri sendiri, akan tetapi suatu kesatuan yang utuh. Mereka melihat objek atau peristiwa yang di dalamnya memuat sejumlah konsep/materi beberapa mata pelajaran. Misalnya saat mereka belanja di pasar mereka akan dihadapkan dengan suatu perhitungan (Matematika), aneka ragam makanan sehat (IPA), dialog tawar menawar (Bahasa Indonesia), harga yang naik turun (IPS), dan beberapa mata pelajaran lain.

b. Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu peristiwa/objek lebih terorganisir

Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu objek sangat bergantung pada pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Masing-masing anak selalu membangun sendiri pemahaman terhadap konsep baru, dan orang tua memberikan kemudahan sehingga peristiwa belajar dapat berlangsung. Anak dapat gagasan baru jika pengetahuan yang disajikan selalu berkaitan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya.

15


(30)

c. Pembelajaran akan lebih bermakna

Pembelajaran akan bermakna jika pelajaran yang sudah dipelajari siswa dapat dimanfaatkan untuk mempelajari materi selanjutnya. Pembelajaran terpadu sangat berpeluang untuk memanfaatkan pengetahuan sebelumnya. Inilah kelebihan dari pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu mampu memadukan konsep yang satu dengan yang lainnya, pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan pengetahuan yang baru diperolehnya, sehingga pembelajaran akan semakin bermakna.

d. Memberi peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan diri

Pengajaran terpadu memberi peluang siswa untuk mengembangkan tiga ranah sasaran pendidikan secara bersamaan. Ketiga ranah sasaran pendidikan itu meliputi sikap (jujur, teliti, tekun, terbuka terhadap gagasan ilmiah), keterampilan (memperoleh, memanfaatkan, dan memilih informasi, menggunakan alat, bekerja sama, dan kepemimpinan), dan ranah kognitif (pengetahuan).

e. Memperkuat kemampuan yang diperoleh

Kemampuan yang diperoleh dari satu mata pelajaran akan saling memperkuat kemampuan yang diperoleh dari mata pelajaran lain, sehingga pembentukan konsep akan semakin baik.

f. Efisiensi waktu

Guru dapat menghemat waktu dalam menyusun persiapan mengajar. Tidak hanya siswa, guru pun dapat belajar lebih bermakna terhadap konsep-konsep sulit yang akan diajarkan.

3. Tujuan Pembelajaran Terpadu

Pendekatan terpadu dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat:16

16

Sukayati, Pembelajaran Tematik di SD Merupakan Terapan dari Pembelajaran Terpadu, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan dan Penataran Guru (PPPG) Matematika, 2004), h. 4


(31)

a. Dengan adanya keterpaduan antara berbagai konsep, maka pembelajaran terpadu diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna

b. Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah dan memanfaatkan informasi

c. Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan

d. Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain

e. Dengan menggunakan tema yang dekat dengan kehidupan siswa, pembelajaran terpadu diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar

f. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

4. Karakteristik Pembelajaran Terpadu

Adapun karakteristik dari pembelajaran terpadu adalah sebagai berikut:17 a. Holistik

Gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran diamati dan dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Fokus pembelajaran diarahkan kepada tema-tema yang paling dekat yang berkaitan dengan kehidupan siswa. Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari berbagai sisi. Hal ini akan membuat siswa menjadi lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada di depan mereka.

b. Bermakna

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembelajaran terpadu mengkaji suatu topik dari berbagai aspek, dalam prosesnya konsep-konsep yang saling berkaitan dipadukan sehingga memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep yang saling berhubungan yang disebut dengan skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari dan pemahaman yang semakin utuh, selain itu juga akan mengakibatkan pada

17


(32)

pembelajaran yang fungsional, siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata yang muncul di dalam kehidupannya.

Hasil yang nyata yang didapat dari segala konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih bermakna.

c. Otentik

Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajari. Hal ini disebabkan di dalam belajar mereka melakukan kegiatan secara langsung, mereka memahami dari hasil belajar mereka sendiri, hasil interaksinya terhadap fakta dan peristiwa bukan sekedar hasil pemberitahuan guru. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh siswa sifatnya menjadi lebih otentik. Misalnya dalam pembelajaran IPA hukum pemantulan cahaya diperoleh siswa melalui kegiatan eksperimen. Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan katalisator yang memberikan kemudahan dalam belajar dan memberi bimbingan arah mana yang harus dilalui siswa dan memberikan fasilitas seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan siswa bertindak sebagai aktor pencari informasi dan pengetahuan. Dengan adanya pengalaman langsung ini siswa dihadapkan pada suatu yang nyata/konkret sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

d. Aktif

Pembelajaran terpadu menekankan kepada keaktifan siswa dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang lebih optimal. Siswa diberi kesempatan yang luas untuk aktif dalam melakukan aktivitas pengumpulan sumber belajar atau informasi yang diperlukan guna menunjang dan mendukung topik pembelajaran. Dengan demikian aktivitas belajar dapat sepenuhnya mengarah kepada proses pembelajaran yang berbasis si-pembelajar sendiri (student centered) bukan lagi berbasis pada guru (teacher centered). Pembelajaran terpadu juga harus mempertimbangkan hasrat, minat dan kemampuan siswa sehingga mereka


(33)

termotivasi untuk belajar secara terus menerus. Pembelajaran terpadu bukan semata-mata merancang aktivitas-aktivitas dari masing-masing mata pelajaran yang saling berkaitan akan tetapi pembelajaran terpadu juga harus bisa mewadahi pertimbangan-pertimbangan di atas. Pembelajaran terpadu bisa dikembangkan dari suatu tema yang disepakati bersama dengan melirik aspek-aspek kurikulum yang bisa dipelajari secara bersama melalui pengembangan tema tersebut.

5. Pembelajaran Terpadu Model Connected

Istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sebuah kegiatan.18 Joyce mengemukakan bahwa:

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum, dan lain-lain.19

Arends mengemukakan bahwa “Model pembelajaran mengacu pada

pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, sintaksnya, lingkungannya, dan system pengelolaannya”.20

Dari definsi-definisi yang dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada pendidik di kelas dalam pengaturan pengajaran ataupun pengaturan lainnya.

Pembelajaran terpadu model connected adalah salah satu model pembelajaran terpadu yang dikembangkan di Indonesia, dimana model ini mengintegrasikan antara materi/konsep yang satu dengan materi/konsep yang lain tetapi dalam satu mata pelajaran. Hadisubroto mengemukakan bahwa:

18

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran,… h.175

19

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. II. h.22

20


(34)

Pembelajaran terpadu model terkait adalah pembelajaran yang dilakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, dan dapat juga mengaitkan pekerjaan hari itu dengan hari yang lain atau hari berikutnya dalam suatu bidang studi.21

Model ini dilandasi anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Model ini mengaitkan sejumlah konsep pada satu KD (Kompetensi Dasar) dengan konsep-konsep yang ada pada KD yang lainnya. Kaitan-kaitan yang terjadi dapat secara spontan atau direncanakan terlebih dahulu. Disini guru harus jeli dalam memadukan konsep-konsep atau topik-topik yang saling berkaitan dan harus mampu merancang kegiatan pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan dan kesiapan anak. Dengan adanya pemaduan ini konsep dari suatu pelajaran akan semakin utuh, bermakna dan efektif.

Gambar 2.1

Pola keterhubungan menurut Fogarty22

21

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu…, h.39- 40

22

Suyono, dkk, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu SMP Berbasis Eksplorasi Alam” dalam Laporan Universitas Negeri Surabaya, April, 2009, h.13

KD, indikator dan konsep

KD, indikator dan konsep KD, indikator

dan konsep

KD, indikator dan konsep


(35)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu model

connected adalah model pembelajaran terpadu yang secara sengaja menghubungkan unsur-unsur yang terkait dalam satu bidang studi, unsur-unsur tersebut dapat berupa konsep, topik, prinsip atau keterampilan. Selain itu juga pembelajaran terpadu harus mampu mengakomodir kebutuhan siswa.

Pembelajaran terpadu model connected memiliki keunggulan dibanding dengan model pembelajaran lain, Beberapa keunggulan pembelajaran terpadu model connected menurut Fogarty, antara lain sebagai berikut:23

1. Dengan pengintegrasian ide-ide interbidang studi, maka siswa mempunyai gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu

2. Siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadi proses internalisasi

3. Mengintegrasikan ide-ide dalam interbidang studi memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki serta mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan masalah.

Selain itu Hadisubroto mengemukakan bahwa keunggulan dari model connected adalah: (a) adanya hubungan atau kaitan antara gagasan-gagasan di dalam satu bidang studi, murid-murid mempunyai gambaran yang lebih komprehensif dan beberapa aspek tertentu mereka pelajari secara lebih mendalam; (b) konsep-konsep kunci dikembangkan dengan waktu yang cukup sehingga lebih dapat dicerna oleh murid-murid; (c) kaitan-kaitan dengan sejumlah gagasan di dalam satu bidang studi memungkinkan murid untuk dapat mengkonseptualisasi kembali dan mengasimilasi gagasan secara bertahap; (d) model connected tidak menggangu kurikulum yang berlaku.24

23

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu…, h.40-41

24

Tisno Hadi Subroto dan Ida Siti Herawati, Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), h. 1.22


(36)

6. Langkah-langkah (Sintaks) Pembelajaran Terpadu Model connected Pada dasarnya langkah-langkah pembelajaran terpadu mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahap-tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap penilaian.25 Pembelajaran terpadu juga dapat direduksi dari berbagai model pembelajaran lain seperti model pembelajaran langsung (direct instructions), model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) maupun model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning).

a. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan harus direncanakan sebaik mungkin sesuai dengan kondisi dan potensi siswa. Pada tahap ini dilakukan pemetaan kompetensi dasar dan indikator yang dianggap dapat dipadukan satu sama lain, selain itu pada tahap ini disusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pembelajaran terpadu. Langkah-langkah dalam pengembangan tahap perencanaan secara terperinci dijelaskan sebagai berikut:

Langkah 1:

Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran matematika yang akan dihubungkan.

Langkah 2:

Mempelajari standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari pokok bahasan yang akan dihubungkan. Pada tahap ini dilakukan pengkajian atas standar kompetensi dan kompetensi dasar pada sub pokok bahasan yang memungkinkan untuk diajarkan secara terpadu, kegiatan dilanjutkan dengan mempelajari materi pokok yang telah ditetapkan pada setiap kompetensi dasar yang bisa dihubungkan.

Langkah 3:

Membuat bagan matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema/topik pemersatu. Bagan keterhubungan dalam hal ini untuk menunjukkan kaitan atau jaringan tema/topik dengan kompetensi dasar yang dapat dipadukan.

25Udin Syaefuddin Sa’ud, dkk,


(37)

Langkah 4:

Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) terpadu model terkait. RPP tersebut merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah ditentukan pada silabus pembelajaran. Dalam RPP model terkait KD dan indikator yang hendak dicapai tidak hanya dari satu materi pokok pembahasan, akan tetapi dihubungkan dengan KD dan indikator dari pokok pembahasan materi yang lain, selain itu harus dicantumkan tema yang akan digunakan. b. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan mencakup pendekatan metode atau cara yang dapat digunakan dalam pembelajaran terpadu yang meliputi (1) kegiatan pendahuluan, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan akhir/tindak lanjut.

1) Kegiatan pendahuluan

Kegiatan Pendahuluan berfungsi untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa belajar dengan baik. Kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya menciptakan kondisi-kondisi awal pembelajaran yang kondusif, melakukan apersepsi, dan pre-test. Penciptaan kondisi awal pembelajaran dilakukan dengan cara memeriksa kehadiran siswa, menumbuhkan kesiapan belajar siswa, menciptakan suasana belajar yang demokratis, membangkitkan motivasi belajar siswa, dan membangkitkan perhatian siswa. Melakukan apersepsi dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya. Melaksanakan pre-test atau penilaian awal dapat dilakukan dengan cara lisan kepada beberapa siswa yang dianggap mewakili seluruh siswa, atau bisa juga dipadukan dengan kegiatan apersepsi.

2) Kegiatan inti

Dalam kegiatan inti terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru yaitu memberitahukan tujuan atau kompetensi dasar yang harus dicapai dan menyampaikan kegiatan belajar yang harus ditempuh oleh peserta didik. Dalam membahas dan menyajikan materi/bahan ajar terpadu penyajian harus dilakukan secara terpadu melalui penghubungan konsep di bidang


(38)

kajian yang satu dengan konsep di bidang kajian lainnya. Selain itu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembelajaran dapat direduksi dengan model pembelajaran lain, maka pada kegiatan inti ini guru dapat mereduksinya dengan model pembelajaran lain yang bervariasi dan menggunakan media yang sesuai dengan kondisi di lapangan.

3) Kegiatan akhir/tindak lanjut

Dalam kegiatan penutup dapat dilakukan beberapa kegiatan yaitu, menyimpulkan kembali materi yang telah diajarkan, melakukan tindak lanjut seperti pemberian tugas atau latihan yang harus dikerjakan siswa di rumah, dan memberikan evaluasi lisan atau tertulis.

c. Tahap penilaian

Tahap penilaian dalam pembelajaran terpadu mencakup penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa. penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa, sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Dari segi alatnya jenis penilaian dalam pembelajaran terpadu terdiri dari tes dan non tes. Penilaian non tes dapat diperoleh dari portofolio, hasil karya, dan penugasan.

C.

Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah sebuah pembelajaran yang menempatkan seorang guru sebagai inti dalam keberlangsungan proses belajar-mengajar. Sedangkan peran siswa dapat dikatakan pasif. Guru memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar karena guru harus menjelaskan materi secara panjang lebar untuk menjamin materi tersebut dapat dipahami oleh semua peserta pembelajaran, dan tugas siswa adalah menangkap isi dan mencatatnya serta bertanya apabila ada hal yang kurang dipahami. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Philip R. Wallace yang menyatakan “Pendekatan konvensional memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagaimana umumnya guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan


(39)

kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima”.26 Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Andrias Harefa yang menyebutkan

bahwa pembelajaran konvensional merupakan pendidikan “gaya bank”, dimana

guru mengajar, murid belajar; guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa; guru berfikir, murid dipikirkan; guru bicara murid mendengarkan; guru mengatur, murid diatur; guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti; guru bertindak, murid membayangkan bagaimana guru bertindak sesuai dengan tindakan gurunya; guru memilih apa yang diajarkan, murid menyesuaikan diri; guru adalah subjek proses belajar, murid adalah objeknya.27

Pembelajaran konvensional yang digunakan dalam penelitian ini adalah model klasikal. Pembelajaran model klasikal sering kita temui pada kegiatan pembelajaran sehari-hari di sekolah, dimana jumlah siswa dalam satu kelas biasanya berkisar antara 30 sampai 40 orang. Dalam pembelajaran model klasikal guru sangat mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran, mulai dari banyaknya materi yang akan diajarkan, urutan materi pelajaran, kecepatan guru mengajar dan hal-hal lainnya semua ditentukan oleh guru dan murid harus tunduk pada apa yang telah ditetapkan.

Adapun prosedur pelaksanaan pembelajaran model klasikal adalah sebagai berikut:28

1. Guru menjelaskan materi matematika

2. Guru memberikan contoh penggunaan rumus matematika 3. Guru memberikan beberapa soal sebagai latihan kepada siswa 4. Guru meminta siswa menuliskan hasil pekerjaannya di depan kelas

Pembelajaran model klasikal mengasumsikan para siswa mempuyai minat dan kecepatan belajar yang relatif sama. Kondisi belajar siswa secara individual baik menyangkut kecepatan belajar, kesulitan belajar dan minat belajar sulit untuk diperhatikan guru. Pada umumnya guru dalam menentukan kecepatan

26Sunarto, “Pembelajaran Konvensional Banyak Dikritik namun Paling Disukai”,

http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/ , 9 April 2011

27

Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta: Kompas, 2000), Cet.I, h.11

28


(40)

penyajian dan tingkat kesukaran materi kepada siswanya berdasarkan pada informasi kemampuan siswa secara umum.

Menurut Erman Suherman kelemahan dari pembelajaran model klasikal adalah:29

1. Proses pembelajaran yang berlangsung membuat siswa menjadi bosan dan pasif, karena siswa tidak diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Siswa hanya aktif membuat catatan saja.

2. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

3. Pengetahuan yang diperoleh tidak membekas dan lebih cepat terlupakan.

4. Proses pembelajaran yang berlangsung menyebabkan siswa menjadi “belajar

menghafal” (rote learning) yang tidak menimbulkan pemahaman.

D.

Pemahaman Konsep Matematika

1. Pengertian Pemahaman Konsep

Menurut Rosser konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama.30 Sedangkan menurut Zacks & Tversky

(John: 2008) mengemukakan bahwa “Konsep adalah kategori-kategori yang

mengelompokkan objek, kejadian, dan karakteristik berdasarkan properti

umum”.31 Kita menyatakan suatu konsep dengan menyebut “nama” misalnya

buku, yaitu lembaran-lembaran kertas dengan ukuran yang sama yang disatukan atau dijilid, dan berisi huruf cetak dan gambar dalam urutan-urutan yang mengandung arti. Atau contoh lain misalnya siswa, yaitu orang-orang yang berkumpul dalam satu tempat yang melakukan proses belajar. Konsep membantu murid menyederhanakan dan meringkas informasi, dan meningkatkan efisiensi memori, komunikasi dan penggunaan waktu mereka.

29

Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,…, h.202

30

Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 80

31

John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Terj. Educational Psychology oleh Tri Wibowo B.S, (Jakarta:Kencana Prenada Media Grup, 2008), cet.II, h.352


(41)

“Konsep dalam matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang dapat mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa dan menentukan apakah objek atau peristiwa-peristiwa itu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut”.32 Konsep dalam matematika dapat

diperkenalkan melalui “definisi”, “gambar/gambaran/contoh”, “model/peraga”. Contohnya “trapesium” adalah segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar, atau contoh lain “bilangan genap” diungkap dengan definisi bilangan yang merupakan

kelipatan 2.

Pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam menangkap makna dan

arti dari bahan yang dipelajarinya. “Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk

mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari”.33 “Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan atau kemampuan menangkap makna atau

arti suatu konsep”.34

Bloom menyatakan “Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami apa yang sedang dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide tanpa harus mengaitkannya dengan ide lain, dan juga tanpa harus melihat ide

itu secara mendalam”.35

Seseorang dikatakan memiliki pemahaman apabila dihadapkan pada sesuatu yang harus dikomunikasikan, maka dia diperkirakan mengetahui apa yang harus dikomunikasikan dan dapat menggunakan ide yang termuat didalamnya, selain itu dia dapat menjelaskan kembali tentang suatu hal dengan kata-kata sendiri yang berbeda dari yang terdapat dalam buku teks, dan juga dapat menginterpretasikan atau membuat kesimpulan dari hasil pemahamannya. Contoh menerjemahkan suatu bahan dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain, menafsirkan bagan, menerjemahkan bahan verbal ke rumus matematika.

32

Sri Anitah W dan Janet Trineke Manoy, Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), Cet. III, h.7.6

33

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran,…,h.157

34

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.III h.126

35


(42)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam proses berpikir dimana siswa dituntut untuk memahami yang berarti mengetahui sesuatu hal dan melihatnya dari berbagai sisi. Pada tingkatan ini selain hafal siswa juga harus memahami makna yang terkandung, misalnya dapat menjelaskan suatu gejala, dapat menginterpretasikan grafik, bagan atau diagram serta dapat menjelaskan konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri.

Pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang untuk

menghubungkan konsep atau fakta sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya serta mampu menangkap makna suatu konsep dari apa yang telah dipelajarinya dengan cara menguraikan kembali apa yang telah didapatkannya ke dalam bentuk lain.

2. Indikator Pemahaman Konsep

Benjamin Bloom membedakan pemahaman ke dalam tiga kategori yaitu menerjemahkan (translation), penafsiran (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation).36

a. Penerjemahan (translation) adalah kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi bentuk matematika misalnya menyebutkan variabel-variabel yang diketahui dan ditanyakan, kemampuan menerjemahkan dari bentuk simbolik ke bentuk lain atau sebaliknya, kemampuan menerjemahkan dari lambang ke arti yang dimaksud. Kata kerja operasional yang digunakan diantaranya adalah menerjemahkan, mengubah dan menyajikan.

b. Penafsiran (interpretation) yaitu kemampuan untuk memahami pemikiran dari suatu bahan bacaan, kemampuan untuk membedakan antara kesimpulan yang diperlukan, yang tidak beralasan atau yang bertentangan yang diambil dari sebuah data, kemampuan untuk menafsirkan berbagai jenis data, dan kemampuan untuk menjelaskan makna yang terdapat di dalam symbol,

36

A Committee of College and University Examiners, TAXONOMY OF EDUCATIONAL OBJECTIVES The Classification of Educational Goals HANDBOOK|


(43)

kemampuan dalam menentukan konsep-konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan soal. Kata kerja operasional yang digunakan diantaranya adalah menjelaskan, menggambarkan, membedakan dan menginterpretasikan. c. Ekstrapolasi (extrapolation) yaitu kemampuan siswa dalam menerapkan

konsep dalam perhitungan matematis, kemampuan untuk melihat kecenderungan atau arah atau kelanjutan dari suatu temuan, dan kemampuan menyimpulkan sesuatu yang telah diketahuinya. Kata kerja operasional yang digunakan diantaranya adalah menemukan, memperhitungkan dan menyimpulkan.

Dalam mempelajari matematika, seseorang harus berpikir secara logis dan sistematis, karena hakikat matematika yaitu suatu ilmu pengetahuan yang abstrak, yang dapat dipandang sebagai menstrukturkan pola berpikir yang sistematis, kritis, logis, cermat dan konsisten. Oleh karenanya dalam menanamkan konsep matematika biasanya dimulai dari konsep yang lebih sederhana kepada konsep yang lebih rumit. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya sehingga pemahaman konsep di awal itu sangat penting karena pemahaman konsep yang salah akan berakibat fatal dalam pengembangan selanjutnya.

Ada beberapa tingkat penguasaan konsep dalam matematika, yaitu sebagai berikut:37

a. Kemampuan mengucapkan konsep dengan tepat dan benar. Kemampuan ini termasuk kemampuan yang paling rendah, meliputi kemampuan menghafalkan suatu definisi, aksioma, teorema, dan sebagainya.

b. Kemampuan menjelaskan konsep dengan kalimat dan kata-kata sendiri, Kemampuan ini menunjukkan pemahaman yang baik. Ungkapan ini mungkin kurang begitu tajam atau bahkan tidak begitu tepat, tetapi harus benar dan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas.

c. Kemampuan mengidentifikasi sesuatu yang diberikan apakah sesuai atau tidak dengan konsep tersebut dan juga kemampuan menggunakan atau tidak

37


(44)

menggunakan konsep pada tempat atau situasi yang benar dan mencari contoh-contohnya.

d. Kemampuan menginterpretasikan suatu konsep, yaitu menunjukkan interpretasi konsep di lingkungan matematika, di luar matematika atau dalam kehidupan sehari-hari

e. Kemampuan menerapkan konsep baik dalam bidang matematika ataupun di luar bidang matematika

f. Kemampuan mengembangkan konsep, yaitu kemampuan untuk

menggeneralisasi, pengembangan sifat dan perilaku konsep tersebut.

g. Kemampuan berkomunikasi matematika yaitu kemampuan menyajikan pendapat atau hasil pemikiran matematika dengan tepat dan benar, dan kemampuan mengkomunikasikan matematika pada pengguna, sebagai kunci penerapan matematika.

Untuk mengetahui apakah siswa telah mengetahui suatu konsep, paling tidak ada empat hal yang dapat diperbuatnya, yaitu:38

a. Ia dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep bila dia melihatnya b. Ia dapat menyatakan ciri-ciri (properties) konsep tersebut

c. Ia dapat memilih, membedakan antara contoh-contoh dan yang bukan contoh d. Ia mungkin lebih mampu memecahkan masalah yang berkenaan dengan

konsep tersebut

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dalam penelitian ini pemahaman konsep yang digunakan adalah pemahaman yang dikemukakan oleh Bloom yaitu translation, interpretation dan extrapolation.

E.

Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan diantaranya Nurfarida Fikrotushohihah (2010) Pengaruh Pembelajaran Terpadu Model Terkait (Connected) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa (Penelitian Eksperimen Pada Siswa Kelas VII

38

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet.IV, h.166


(45)

SMP Negeri 13 Depok). Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian, pada taraf signifikansi α = 5%, menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan Pembelajaran Terpadu Model Terkait (Connected) lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang menggunakan Pembelajaran Konvensional.

F.

Kerangka Berpikir

Belajar merupakan salah satu bentuk kegiatan yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan belajar kita dapat memperoleh sejumlah kecakapan baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Belajar meliputi beberapa komponen yaitu siswa, guru dan kurikulum. Guru merupakan salah satu komponen yang sangat penting bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Guru harus mampu menjalankan fungsinya sebagai fasilitator yang memberikan fasilitas belajar kepada siswa dan harus mampu mendesain pembelajaran sebaik mungkin sehingga diperoleh hasil pembelajaran yang optimal.

Akan tetapi, proses pembelajaran yang berlangsung saat ini pada umumnya masih menggunakan pembelajaran konvensional dimana pembelajaran masih berpusat pada guru, siswa diposisikan sebagai objek, siswa dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa, sementara guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan. Pembelajaran yang berlangsung kurang memberikan makna kepada siswa karena guru memberikan materi pelajaran dalam bentuk jadi, selain itu, materi yang dipelajari terkesan terpisah-pisah, guru kurang mampu mengaitkan dengan materi lain yang bisa menunjang pemahaman siswa. Siswa kurang diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan secara langsung mencari pengetahuan sendiri, siswa hanya pasif menerima penjelasan guru dan menghafal rumus-rumus, akibatnya siswa kurang memahami konsep-konsep yang diajarkan oleh guru. Padahal proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Oleh karena itu, seorang guru


(46)

harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan melalui penerapan pembelajaran yang tepat.

Pembelajaran terpadu model terkait (connected) adalah salah satu model pembelajaran yang menyajikan materi dengan cara menghubungkan satu topik ke topik yang lain, satu konsep ke konsep yang lain, satu keterampilan ke keterampilan yang lain tetapi masih dalam satu mata pelajaran. Kaitan-kaitan yang diadakan dapat secara spontan atau direncanakan terlebih dahulu. Dengan adanya kaitan ini maka pembelajaran akan semakin bermakna dalam arti pemahaman siswa akan suatu konsep akan lebih mendalam.

G.

Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah dan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka rumusan hipótesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Pemahaman konsep matematika siswa yang diterapkan pembelajaran terpadu model terkait (connected) lebih tinggi dari pada pemahaman konsep matematika siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional”.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Muhamadiyah 22 Setiabudi Pamulang di kelas VII semester genap (2) tahun ajaran 2010-2011, pada bulan Januari-Februari tahun 2011.

B.

Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen, yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel dan kondisi eksperimen. Penelitian ini menggunakan dua kelompok sampel yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok eksperimen, yaitu kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran terpadu model connected

2. Kelompok kontrol, yaitu kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian adalah Randomized Two-Group Design Posttest Only. Rancangan penelitian tersebut dinyatakan sebagai berikut:1

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Kelompok Treatment Tes Akhir

R (E) X1 O

R (K) X2 O

Keterangan:

R : Proses pemilihan subyek secara random E : Kelompok Eksperimen

1

Liche Seniati dkk, Psikologi Eksperimen, (Jakarta: Indeks, 2005), h. 127


(48)

K : Kelompok Kontrol

X1 : Perlakuan pada kelompok eksperimen

X2 : Perlakuan pada kelompok kontrol

O : Tes akhir yang sama pada dua kelompok

C.

Populasi Dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek atau objek yang menjadi sasaran penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Muhamadiyah 22 Setiabudi Pamulang yang terdaftar di sekolah tersebut pada semester genap tahun ajaran 2010/2011.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Cluster Random Sampling dengan mengambil dua kelas secara acak dari 4 kelas yang memiliki karakteristik yang sama dalam hal umur mental dan rata-rata kemampuan kelasnya. Dari dua kelas yang terambil tersebut satu kelas akan menjadi kelas eksperimen yaitu kelas VII.3 yang berjumlah 29 orang dan satu kelas lagi akan menjadi kelas kontrol yaitu kelas VII.1 yang berjumlah 24 orang.

D.

Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes hasil belajar dalam bentuk essay yang berjumlah 7 dari 10 soal yang direncanakan yang mengukur tingkat pemahaman konsep matematika siswa. Instrumen penelitian pemahaman konsep tersebut dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan terlebih dahulu membuat definisi konsep, definisi operasional, kisi-kisi instrument dan uji coba instrument penelitian.


(49)

1. Definisi Konseptual

Secara konseptual “pemahaman adalah kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari.”2 Dalam penelitian ini, indikator pemahaman konsep yang digunakan adalah pemahaman yang dikemukakan oleh Bloom yaitu translation, interpretation dan extrapolation.

2. Definisi Operasional

Secara operasional pemahaman konsep matematika adalah skor pemahaman konsep yang diperoleh siswa setelah proses belajar matematika. Dalam penelitian ini skor pemahaman konsep matematika siswa diukur dengan menggunakan tes berupa tes essay sebanyak 7 butir dimana masing-masing butir diberi bobot maksimal 4. Pemberian skor ini mengacu kepada kriteria pemberian skor menurut Cai, Lane & Jacabcsin yang disajikan dalam tabel di bawah ini:3

Tabel 3.2

Kriteria Skor Pemahaman Konsep Matematika

Skor Pemahaman

Level 4 Konsep terhadap soal matematika secara lengkap; penggunaan istilah dan notasi matematika secara tepat; penggunaan algoritma secara lengkap dan benar

Level 3 Konsep terhadap soal matematika hampir lengkap; penggunaan istilah dan notasi matematika hampir benar; penggunaan algoritma secara lengkap; perhitungan secara umum benar namun mengandung sedikit kesalahan Level 2 Konsep terhadap soal matematika kurang lengkap; jawaban mengandung

perhitungan yang salah

Level 1 Konsep terhadap soal matematika sangat terbatas; jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah

Level 0 Tidak menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika

2

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan Problema Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet.VIII, h.157

3

Gusni Satriawati, Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended untuk meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP dalam ALGORITMA Jurnal

Matematika dan Pendidikan Matematika, (Jakarta: CeMED Jurusan Pendidikan Matematika FITK


(50)

3. Kisi-Kisi Instrument Penelitian

Kisi-kisi instrument dibuat dengan mengacu pada kompetensi dasar yang ditetapkan. Adapun kisi-kisi instrument pemahaman konsep matematika adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep Matematika

No Dimensi Sub Indikator Soal No.

1. Menerjemah-kan soal ke dalam bentuk gambar

(Translation)

1. Diberikan empat buah titik koordinat kartesius. Siswa menentukan jenis bangun datar tersebut

2. Disajikan sebuah ilustrasi soal cerita. Siswa membuat gambar bangun segiempat dari ilustrasi tersebut dan menyebutkan jenis bangun yang dihasilkan dari gambar tersebut

1a

3

2. Menafsirkan gambar yang disajikan

(Interpretation)

1. Menentukan sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun yang tersaji dalam gambar

1b

2. Diketahui sebuah segitiga sembarang. Siswa membuat gambar bangun segiempat yang dihasilkan dari gabungan segitiga tersebut dan bayangannya, kemudian menentukan jenis bangun yang dihasilkan

2

3. Menerapkan konsep dalam perhitungan matematis

(Ekstrapolation)

1. Menentukan panjang alas jajar genjang jika diketahui luas serta perbandingan alas dan tinggi jajargenjang tersebut

2. Menghitung luas daerah yang diarsir dari konsep layang-layang dan belah ketupat 3. Menentukan nilai x dan keliling persegi

panjang jika diketahui sisi dan luasnya 4. Menghitung keliling belah ketupat jika

diketahui salah satu diagonal dan luasnya

4

5

6

7

5.Menghitung luas daerah yang diarsir dari konsep persegi panjang

6. Menghitung banyaknya persegi yang ada dalam bentuk persegi panjang

7. Diketahui sebuah tanah berbentuk trapesium. Siswa dapat menentukan luas trapesium dan menghitung harga tanah tersebut

8

9

10a 10b


(51)

4. Uji Coba Instrumen Penelitian

Sebelum instrument digunakan, instrument terlebih dahulu diujicobakan kepada siswa yang bukan sampel penelitian. Uji coba instrument dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kualitas instrument penelitian yang akan digunakan. Instrument penelitian diuji dengan cara mengukur validitas, taraf kesukaran, daya pembeda soal dan reliabilitas.

a. Uji Validitas

Salah satu ciri tes yang baik adalah apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur atau istilahnya valid atau sahih. Pengujian validitas ini menggunakan rumus Produk Momen Person, yaitu sebagai berikut:4

= � −

� 22 22 Keterangan:

�: banyaknya peserta tes

: Skor item ke- dimana = 1, 2, 3, 4, . . . : skor total

: koefisien korelasi antara variabel dan

= �, = �, −2

Untuk menentukan kriteria uji instrumen, jika:

1) ≤ maka butir item tidak valid

2) > maka butir item valid

Berdasarkan uji coba soal yang telah dilaksanakan dengan = 31 dan taraf signifikan 5% diperoleh = 0,301. Dengan demikian soal

4

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Ed. Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet.VIII, h. 72


(52)

dikatakan valid jika > 0,301. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 8.

Hasil uji coba dari 10 soal, diperoleh 7 soal yang valid, yaitu soal nomor 1a, 1b, 3, 4, 6, 7, 9, 10a dan 10b.

b. Taraf Kesukaran

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaran dari tiap item soal apakah mudah, sedang, atau sukar. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:5

� = Keterangan:

� = Taraf kesukaran

= Skor seluruh siswa peserta tes untuk setiap butir soal = Jumlah skor maksimum yang mungkin diperoleh peserta

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 3.4

Klasifikasi Taraf Kesukaran

P Klasifikasi

P = 0,00 0,00 < P  0,30 0,30 < P  0,70 0,70 < P < 1,00

P = 1,00

Terlalu Sukar Sukar Sedang Mudah Terlalu Mudah

Berdasarkan hasil perhitungan uji taraf kesukaran, diperoleh 4 soal yang termasuk dalam kriteria mudah yaitu nomor 4, 5, 8 dan no 9, soal dengan kriteria sedang terdiri dari 5 soal yaitu 1a, 1b, 3, 6, 7, 10a dan 10b, sedangkan

5


(53)

soal dengan kriteria sukar hanya 1 soal yaitu soal nomor 2. Perhitungan lengkap taraf kesukaran tiap butir soal ini dapat dilihat pada lampiran 9.

c. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal, adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:6

� = −

Keterangan :

= skor maksimum yang mungkin diperoleh peserta kelompok atas = skor maksimum yang mungkin diperoleh peserta kelompok

bawah

= jumlah skor peserta kelompok atas = jumlah skor peserta kelompok bawah

Tabel 3.5

Klasifikasi Daya Pembeda

D Klasifikasi

0,00 < D  0,20 0,20 < D  0,40 0,40 < D < 0,70 0,70 < D < 1,00

D < 0,00

Jelek Cukup Baik Sangat Baik

Tidak baik

Hasil perhitungan uji daya pembeda menunjukkan kriteria yang berbeda-beda. Soal nomor 5 berkriteria tidak baik, soal berkriteria jelek yaitu nomor 2 dan 8. Soal berkriteria cukup yaitu nomor 4 dan 9, soal berkriteria


(54)

baik yaitu nomor 1a, 1b, 3, 6, 10a dan 10b. Sedangkan soal yang memiliki kriteria daya pembeda yang baik sekali hanya 1 yaitu soal nomor 7. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran dari tiap butir soal, dapat dibuat rekapitulasi analisis butir soal sebagai berikut:

Tabel 3.6

Rekapitulasi Hasil Validitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Instrumen

Berdasarkan hasil analisis di atas, maka hanya 7 soal yang akan dijadikan instrument pengukur pemahaman konsep matematika.

No Item

Validitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda

Kesimpulan

rhitung Kriteria P Klasifikasi D Klasifikasi

1a 0,542 Valid 0.581 Sedang 0,406 Baik Dipakai

1b 0,559 Valid 0,331 Sedang 0,469 Baik Dipakai

2 0,234 Tidak valid 0,258 Sukar 0,188 Jelek Tidak Dipakai

3 0,436 Valid 0,387 Sedang 0,406 Cukup Dipakai

4 0,641 Valid 0,831 Mudah 0,281 Cukup Dipakai

5 0,077 Tidak valid 0,798 Mudah -0,031 Tidak Baik Tidak Dipakai

6 0,501 Valid 0,540 Sedang 0,500 Baik Dipakai

7 0,778 Valid 0,468 Sedang 0,750 Baik sekali Dipakai

8 0,219 Tidak valid 0,766 Mudah 0,125 Jelek Tidak Dipakai

9 0,464 Valid 0,774 Mudah 0,219 Cukup Dipakai

10a 0,841 Valid 0,677 Sedang 0,688 Baik Dipakai


(55)

d. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah ketetapan atau ketelitian suatu alat evaluasi. Suatu alat evaluasi atau tes dikatakan reliabel, jika tes tersebut dapat dipercaya, konsisten atau stabil produktifnya, jadi yang diperhitungkan disini adalah ketelitiannya. Pengujian reliabilitas ini menggunakan rumus Alpha Cronbach,7 yaitu:

11 = −

1 1− �2

�2 Keterangan:

11 : reliabilitas yang dicari : banyaknya butir soal valid

�2 : jumlah varians skor tiap-tiap item �2 : varians total

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh = 0,725. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11. Berdasarkan klasifikasi tingkat reliabilitas, instrumen tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi.

E.

Teknik Pengumpulan Data

Terdapat beberapa tahap dalam pengumpulan data agar semua data dapat diperoleh dengan baik dan lengkap. Tahapan pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sebelum tahap tes dilakukan, peneliti melakukan observasi untuk menentukan kelas yang akan dijadikan objek penelitian serta menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol

2. Memberikan treatment (perlakuan) kepada kelas yang akan dijadikan objek. 3. Memberikan tes-tes soal pada kedua kelas itu dengan soal yang sama

4. Menilai hasil tes yang diperoleh dari kedua kelompok diatas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol terhadap pemahaman konsep matematika siswa

7


(1)

191

Lampiran 22

TABEL UJI-F


(2)

192


(3)

193

Lampiran 23


(4)

(5)

(6)