Profesionalisme guru pendidikan Agama Islam hubunganya dengan motivasi belajar siswa : studi kasus di sma pgri 3 jakarta

(1)

Oleh: DAHRIYANI NIM: 204011002722

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh

DAHRIYANI 204011002722

Dosen Pembimbing

Dr. Sururin, M.Ag

NIP. 197103191998032001

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M


(3)

oleh Dahriyani, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Maret 2010 dihadapan Dewan Penguji. Karena itu penulis berhak memperoleh gelar S1 (S.Pd.I) dalam program Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, Maret 2010

Panitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan / Prodi) Tanggal Tanda Tangan

Dr. H. AF. Wibisono, MA

NIP. 195801121988031002

...

...

Sekretaris (Sekretaris Jurusan / Prodi)

Drs. Safiuddin Shidiq, M.Ag

NIP. 196703282000031001

...

...

Penguji I

Dr. H. AF. Wibisono, MA

NIP. 195801121988031002

...

...

Penguji II

Bahris Salim M. Pd

NIP. 196803071998031002

...

...

Mengetahui

DekanFakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada,MA NIP. 195710051987031003


(4)

3. NIM : 204011002722 4. Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam 5. Program : Non Reguler

6. Judul Skripsi Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Hubungannnya Dengan Motivasi

Belajar Siswa (Studi Kasus Di SMA

PGRI 3 Jakarta

7. Pembimbing : Dr. Sururin, M.Ag

8. Penguji : 1. Dr. H. AF. Wibisono, M.Ag 2. Bahris Salim, M. Pd

9. Tanggal Lulus : 24 Maret 2010

10.Nomor Ijazah :

11.Indeks Prestasi / Yudisium : 3, 26 12.Jabatan Dalam Organisasi

Kemahasiswaan : Anggota 13.Alamat Asal : Madina - Sumut

14.Alamat Sekarang : Jln. Kerta Mukti Raya No. 11 c Rt. 001/008

15.NO. HP : 081381278902 16.Nama Ayah : Syamsuddin Batubara 17.Pendidikan Terakhir : Aliyah

18.Pekerjaan Ayah : Guru

19.Nama Ibu : Derliana Lubis 20.Pendidikan Terakahir : Aliyah

21.Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Jakarta, 26 Maret 2010

Calon Wisudawan


(5)

(6)

1. Skripsi ini merupakan karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarf Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Jurusan Pendidikan Agama Islam pada Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Jurusan Pendidikan Agama Islam pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Jakarta, Februari 2010


(7)

(B). Maret 2010 (C). Dahriyani

(D). “Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Hubungannya Dengan Motivasi Belajar Siswa” (Studi Kasus Di SMA PGRI 3 Jakarta).

(E). 91 + viii

(F). Profesional merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan untuk mewujudkan profesi yang dikerjakannya.

Profesionalisme guru PAI adalah sebutan untuk guru PAI yang mengacu pada sikap mental untuk mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmen terhadappeningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi.

Tujuan dari pembahasan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat profesionalisme guru PAI, motivasi belajar siswa dan hubungan profesionalisme guru PAI dengan motivasi belajar siswa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif korelasional yaitu penelitian yng menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti, yaitu dengan membandingkan kedua variabel penelitian. Data tentang profesionalisme guru PAI dan motivasi belajar siswa diungkapkan melalui penelitian skala profesionalisme guru PAI dan motivasi belajar siswa dalam bentuk skala likert. Skala kedua variabel ini terdiri dari 52 item dengan tingkat validitas cukup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara profesionalisme guru PAI dengan motivasi belajar siswa. Artinya, semakin tinggi tingkat profesionalisme guru PAI makin tinggi pula motivasi belajar siswa. Kenyataan dari hasil penelitian profesionalisme guru PAI pada umumnya tergolong sedang, motivasi belajar siswapun tergolong sedang. Oleh karena itu, hendaknya guru PAI harus tetap meningkatkan profesionalitasnya dengan terus mengembangkan wawasan dan kualitas diri sebagai seorang guru, sehingga dapat meningkatkan dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Kontribusi profesionalisme guru PAI terhadap motivasi belajar siswa DI SMA PGRI 3 Jakarta tergolong kuat, hal ini dapat dilihat dari perhitungan koefisien determinasi sebesar (44,5 %).


(8)

(9)

(B). Maret 2010 (C). Dahriyani

(D). “Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Hubungannya Dengan Motivasi Belajar Siswa” (Studi Kasus Di SMA PGRI 3 Jakarta).

(E). 91 + viii

(F). Profesional merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan untuk mewujudkan profesi yang dikerjakannya.

Profesionalisme guru PAI adalah sebutan untuk guru PAI yang mengacu pada sikap mental untuk mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmen terhadappeningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi.

Tujuan dari pembahasan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat profesionalisme guru PAI, motivasi belajar siswa dan hubungan profesionalisme guru PAI dengan motivasi belajar siswa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif korelasional yaitu penelitian yng menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti, yaitu dengan membandingkan kedua variabel penelitian. Data tentang profesionalisme guru PAI dan motivasi belajar siswa diungkapkan melalui penelitian skala profesionalisme guru PAI dan motivasi belajar siswa dalam bentuk skala likert. Skala kedua variabel ini terdiri dari 52 item dengan tingkat validitas cukup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara profesionalisme guru PAI dengan motivasi belajar siswa. Artinya, semakin tinggi tingkat profesionalisme guru PAI makin tinggi pula motivasi belajar siswa. Kenyataan dari hasil penelitian profesionalisme guru PAI pada umumnya tergolong sedang, motivasi belajar siswapun tergolong sedang. Oleh karena itu, hendaknya guru PAI harus tetap meningkatkan profesionalitasnya dengan terus mengembangkan wawasan dan kualitas diri sebagai seorang guru, sehingga dapat meningkatkan dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Kontribusi profesionalisme guru PAI terhadap motivasi belajar siswa DI SMA PGRI 3 Jakarta tergolong kuat, hal ini dapat dilihat dari perhitungan koefisien determinasi sebesar (44,5 %).


(10)

alam yang telah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita, yang dengan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah bagi Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan data maupun pembiayaan dan lain sebagainya. Akan tetapi berkat kesungguhan dqan usaha disertai motivasi dan bantuan berbagai pihak, maka segala hambatan dapat dihadapi dengan baik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Sururin, M.Ag, selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan membimbing dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Drs. H Achmad Sjamsuri, MM, selaku Kepala Sekolah SMA PGRI 3 Jakarta yang telah memberikan izin dan membantu dalam pengambilan data. 5. Ayahanda (Syamsuddin Batubara) dan Ibunda (Derliana Lubis) tercinta, yang

tak pernah lelah menuntun dan memberiku semangat, dan terus mencurahkan


(11)

terima kasih untuk do’a, dukungan dan motivasinya.

7. Saudara-saudaraku, khususnya udak Khollad, atas keikhlasan mendidik, memberikan do’a, dukungan moril maupun materil serta motivasi sehingga Utet dapat menyelesaikan pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah.

8. Teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Dan terakhir, penulis ucapkan terima kasih Teruntuk yang Terindah Ahmad Hanafi Lubis yang juga tak henti-hentinya memberikan do’a dan dukungan atas selesainya penulisan skripsi ini.

Tak lupa pula penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Harapan penulis semoga karya ini dapat bermanfaat sebagai bekal menambah ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ’Alamin

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan pengetahuan, pengalaman serta kemampuan dalam menulis, namu demikian, saya berharap agar karya tulis ini dapat menjadi sumbangsih yang berarti dalam dunia pendidikan.

Jakarta, 10 Maret 2010

Penulis


(12)

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Profesionalisme Guru 1. Pengertian 1.1Guru ... 9

1.2Profesionalisme ... 10

2. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Guru ... 12

3. Kompetensi Profesionalisme Guru ... 16

4. Prinsip Profesionalitas Guru ... 19

B. Bidang Studi Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 20

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 22

3. Ruang Lingkup Pelajaran Pendidikan Agama Islam ... 22

4. Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 23

C. Motivasi Belajar siswa 1. Pengertian Motivasi ... 24

2. Peran Motivasi ... 26


(13)

E. Hipotesis ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain penelitian ... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 32

D. Variabel Penelitian ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

F. Instrumen Penelitian ... 34

G. Teknik Pengolaan Data ... 35

H. Teknik Analisis Data... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

B Deskripsi data ... 44

C Analisis Data dan Interpretasi Data... 46

BAB V PENUTUP A Kesimpulan ... 49

B Saran-Saran... 50

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

(15)

BAB

I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan kehidupan umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan sarana untuk memperoleh kelangsungan hidup manusia dan juga merupakan hak asasi tiap manusia dalam proses mempersiapkan dirinya menuju masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu, setiap warga negara memperoleh hak untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan pasal 31 UUD RI 1945.1

Pendidikan juga merupakan syarat mutlak dalam menghadapi globaliasi yang dampaknya makin terasa di masyarakat luas, baik di lingkungan bawah, menengah maupun atas.

Secara fundamental agama Islam telah memberikan landasan yang jelas mengenai pendidikan dan secara tegas pula mewajibkan semua orang tua untuk mendidik anak-anaknya sebagian dari amanat Allah Swt. dalam Q. S. An- Nisa ayat 9 yang berbunyi:

Ýd‹mދˆ

[àÕµŽ

܉Œ

‰ÊoŒ"

ÚGµ%

Ù2´Nµáß `a

A‡’e³OsÎn

žá¡`Ϋ°

‰ÎߌU

Ü1´NÞl„ Ì

‰Æ’*‹mß Œß

Ž

1

Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru Menuju Profesional, Sejahtera dan Terlindungi. (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), h. 209.


(16)

‰Ê‰Æ‹mދˆ

AŠÜ‰Œ

škeµk`Z

­¸®

Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Selain pendidikan, agama juga memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama dalam kehidupan manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan tiap pribadi menjadi satu keniscayaan yang ditempuh melalui pendidikan, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Namun bagaimanapun karakteristik pendidikan itu akan lebih bijak bila ada filter dalam segala perubahan yang yelah terkonstruk oleh agama, dengan kata lain pendidikan adalah alat filter yang sangat relevan dengan keadaan sekarang. Oleh karena itu dibutuhkan banyak tenaga-tenaga profesional untuk melakukan transfer ilmu agama yang bersifat teori maupun pratik dalam proses pembelajaran formal.

Pendidikan agama dimaksud untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlaq mulia yang mencakup etika, budi pekerti dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama2.

Memahami hal tersebut maka diperlukan guru agama profesional dan berpendidikan yang dapat menghasilkan sumber daya manusia berkemauan dan berkemampuan untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus-menerus. Hal ini penting karena dunia pendidikan modern telah mengalami kemajuan yang pesat seiring dengan tuntutan perkembangan dunia global.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional (Undang-Undang Sisdiknas), mengemukakan bahwa pendidikan nasional bertujuan

2

Departeman Agama RI, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam UU Sisdiknas, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003), hal. 79.


(17)

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3

Untuk meningkatkan tingkat profesionalisme guru, maka pemerintah merumuskan standar pendidik dan tenaga kependidikan. Standar pendidik adalah kriteria pendidikan pra jabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.4

Standar pendidik ini secara jelas terperinci dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan yang bertujuan memberikan jaminan, kepastian hukum bagi peserta didik, orang tua dan masyarkat untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang profesional memenuhi kualifikasi dan kompetensi.5

Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan pekerjaan sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru profesional yang harus menguasai pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan pra jabatan.6

Tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik adalah membantu dan mendidik siswa untuk mencapai kedewasaan seluruh ranah kejiwaan. Untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya itu, guru berkewajiban merealisasikan segenap upaya yang mengarah pada pengertian membantu dan membimbing siswa dalam melapangkan jalan menuju perubahan positif

3

Undang-Undang Sisdiknas 2003, (UU RI NO. 20 TH. 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet. Ke-4, hal. 5.

4

E. Mulyasa, Kurikulum Yang Disempurnakan, (Bandung: Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-1, hal. 40.

5

Asrorun Ni'am Shaleh, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elses, 2006), Cet. Ke-1, hal.12.

6

M. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 5.


(18)

seluruh ranah kejiwaannya. Dalam hal ini yang paling utama dalam memberi bantuan dan bimbingan itu adalah mengajar. Peran guru diharapakan dapat menciptakan pendidikan yang membebaskan masyarakat dari keterpurukan, kemiskinan dan berbagai krisis yang tengah melanda seluruh elemen bangsa ini.7

Dibutuhkan kesadaran bagi tenaga-tenaga yang berprofesi langsung dalam dunia pendidikan agar senantiasa mengikuti tuntutan zaman jika tidak ingin tertinggal dengan lembaga-lembaga lainnya. Kesadaran seperti inii sangat diperlukan dalam rangka mencegah gencarnya serangan yang ditimbulkan oleh kemajuan informasi yang dengan mudah dapat diserap anak didik.

Pada tataran seperti itu, pendidikan Islam akan merasakan dampak negatif yang luar biasa bagi perubahan mental anak didik. Oleh karena itu peran ganda pendidikan agama Islam menuntut untuk dilakukan kajian-kajian intensif agar siswa termotivasi untuk mempelajarinya. Untuk itu pelajaran yang dikemas harus selalu sesuai dengan pertumbuhan mental dan kondisi zamannya. Artinya nilai-nilai keislaman yang disampaikan dalam pelajaran sekolah harus tetap menarik dengan contoh-contoh kongkrit sesuai perkembangan pengetahuan. Disinilah guru agama memegang peranan kunci bagi keberhasilan pendidikan agama di sekolah. Fungsinya sebagai pengajar dan pendidik menuntut dedikasi yang dilandasi dengan kemampuan profesional seorang guru.

Selain guru, hal yang menentukan keberhasilan suatu proses belajar adalah siswa. Dalam kegiatan belajar, setiap siswa mempunyai tingkatan motivasi yang berbeda-beda. Tugas gurulah untuk membangkitkan motivasi siswa sehingga ia mau melakukan belajar.8 Motivasi merupakan suatu hal yang penting dalam pencapaian tujuan pendidikan serta mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kegiatan belajar siswa, Sardiman AM mengatakan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi dapat dikatakan sebagai

7

E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional: Menciptakan Pembelajaran…, h. 37. 8


(19)

seseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan yang memberi arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek tersebut dapat tercapai.9

Dari pengertian diatas tersirat bahwa motivasi mengarah pada tujuan yang dikehendaki oleh seseorang. Motivasi yang kuat pada diri individu akan mengarahkan mereka untuk senantiasa berusaha mewujudkan tujuannya. Dengan motivasi ini, maka akan mengarah pada terlaksananya aktifitas belajar seseorang dengan baik dan memuaskan. Tanpa adanya motivasi yang kuat maka suatu aktifitas belajar seseorang akan melemah.

Dalam proses pendidikan dituntut banyak faktor untuk menumbuhkan motivasi belajar anak, diantara faktor-faktor tersebut adalah guru. Guru sangat dominan sebab guru adalah sebagai pembimbing siswa-siswanya. Selama pengajaran berlangsung siswa dapat mengamati dan ikut berpartisipasi dalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Dari pengamatan tersebut timbul kesan dan akhirnya siswa dapat menyikapi bagaimana proses belajar mengajar berlangsung selama diajar oleh guru.

Pada waktu belajar sering kali siswa-siswa dalam satu kelas ada yang giat dan ada pula yang bermalas-malasan untuk belajar, ada yang suka membolos pada mata pelajaran tertentu, ada juga yang suka bermain-main di dalam kelas dan tidak serius mengikuti pelajaran yang diterangkan oleh guru. Hal ini mungkin disebabkan oleh guru yang tidak dapat mendorong atau membangkitkan motivasi anak untuk belajar. Mungkin siswa tidak memahami apa yang diterangkan oleh guru, siswa tidak simpatik terhadap gerak-gerik guru, atau siswa tidak senang dengan penampilan guru mengajar sehingga tidak timbul motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran. Atau dapat juga karena siswa tidak mengetahui manfaat dari pelajaran yang disajikan oleh guru tersebut.10 Oleh karena itu dibutuhkan profesionalisme guru (sikap mental berupa keahlian khusus dan kemampuan dalam bidang keguruan sehingga ia

9

Sardiman A.M, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: CV. Rajawali, 1988), cet. Ke-1, Hal. 75.

10

Nashar, Peranan Motivasi Dan Kemampuan Awal Dalam Kegiatan Pembelajaran, (Jakarta: Delia Press, 2004), h. 18.


(20)

mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal) dalam mengajar, sehingga diharapkan mampu meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan pengamatan di SMA PGRI 3 Jakarta diperoleh gambaran bahwa guru dalam kegiatan pembelajaran telah berusaha dengan baik meningkatan profesionalisme guru dalam mengajar, akan tetapi sering kali dalam kegiatan pembelajaran guru menemukan siswa yang kurang semangat dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah, khususnya pada pelajaran pendidikan agama Islam.

Dari fenomena tersebut, muncul beberapa permasalahan menarik untuk diteliti, yaitu: Seberapa besar peran profesionalisme guru pendidikan agama Islam dalam mengajar? Serta bagaimana keterkaitan profesionalisme guru pendidikan agama Islam dengan motivasi belajar siswa?

Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitiaan yang berjudul "Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Hubungannya Dengan Motivasi Belajar Siswa"

(Studi Kasus Di SMA PGRI 3 Jakarta)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah yang diteliti sebagai berikut:

1. Profesionalisme guru pendidikan agama Islam di SMA PGRI 3 Jakarta 2. Motivasi belajar siswa di SMA PGRI 3 Jakarta

3. Hubungan antara profesionalisme guru pendidikan agama Islam dengan motivasi belajar siswa.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis membatasi masalah yang diteliti sebagai berikut:


(21)

a. Profesionalisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kompetensi atau keahlian guru pelajaran PAI dalam mengajar bidang studi/mata pelajaran agama Islam yang meliputi penguasaan bahan pengajaran, penyusunan program pengajaran, pelaksanaan program pengajaran di kelas, penilaian hasil dan prosese belajar mengajar yag telah dilaksanakan.

b. Motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

2. Perumusan masalah

Berdasarkan identifikasimasalah yang dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah yang diteliti sebagai berikut:

a. Bagaimana profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam di SMA PGRI 3 Jakarta?

b. Bagaimana motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI?

c. Adakah hubungan antara profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam dengan motivasi belajar siswa?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam di SMA PGRI 3 Jakarta

2. Untuk mengetahui motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI

3. Untuk mengetahui hubungan antara profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam dengan motivasi belajar siswa

E. Manfaat penelitian

Bagi instansi sekolah tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam meningkatkan profesionalisme guru pendidikan agama Islam dan motivasi belajar siswa di SMA PGRI 3 Jakarta.


(22)

Sedangkan bagi guru mata pelajaran PAI, penelitian ini dapat menjadi bahan acuan untuk mengetahui profesionalisme guru pendidikan agama Islam dan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran pai di SMA PGRI 3 Jakarta, sehingga lebih lanjut secara bersama-sama dapat diperbaiki dan dicari solusinya

Bagi penulis sendiri penelitian ini diharapkan dapat menjadi konsentrasi lebih lanjut sehingga dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi dan dapat dicari solusinya.


(23)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Profesionalisme Guru 1. Pengertian

1.1.Guru

Dari segi bahasa, guru atau pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.1 Dalam bahasa Arab disebut mu'allim dan dalam bahasa Inggris Teacher, semua memiliki arti sedarhana, sebagaimana Muhibbin Syah mengutip pernyataan Mc. Leod yaitu a person whose occupation is teach other (seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain). Pengertian-pengertian itu masih bersifat umum dan dapat mengundang bermacam-macam interpretasi. Pertama, kata seseorang (a person) dapat mengacu pada siapa saja asal pekerjaan sehari-harinya (profesi) mengajar. Dalam hal ini berarti bukan hanya seseorang yana dapatdisebut guru, melainkan juga orang lain yang berposisi sebagai: kyai di pesantren, instruktur di balai pendidikan dan pelatihan. Kedua, kata mengajar dapat pula ditafsirkan macam-macam misalnya:

a. Menularkan pengetahuan dan kebudayaan pada orang lain (kognitif) b. Melatih ketrampilan jasmani pada orang lain (psikomotorik) dan

1

W. J. S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), Cet.ke-12, h. 250.


(24)

c. Menanamkan nilai keyakinan pada orang lain (afektif)2

Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (pasal 1 ayat 1) dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.3

1.2. Profesionalisme

Membicarakan masalah profesionalisme, ada beberapa istilah yang berkaitan dangan masalah tersebut yaitu, profesi, profesional, profesionalisasi. Profesi menunjukkan pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggungjawab dan kesetiaan pada suatu profesi. Suatu profesi secara teori tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak disiapkan untuk itu. Secara etimilogi, profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu, profession atau bahasa latin profecus yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Sedangkan secara terminologi profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual.4

Sedangkan dalam Undang-Undang Sisdiknas, profesional diartikan "sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.5

Profesional juga memiliki makna yang mengacu pada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan

2

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet-9, h. 222-223.

3

Undang-Undang Guru dan Dosen, UU RI No 14 Tahun 2005…h. 2

4

Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 20-21.

5

Departemen Agama RI, UU RI Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, 2006), h. 2.


(25)

seorang dalam mewujudkan untuk kerja sesuai profesinya. Penyandangan dan penampilan profesional ini telah mendapat pengakuan, baik secara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh lembaga atau suatu badan yang memiliki kewenagan untuk itu, yaitu pemerintah atau organisasi profesi. Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan para pengguna jasa suatu profesi.6

Seseorang yang profesional adalah seseorang yang pekerjaannya memerlukan pelatihan dan pengalaman khusus yang lebih tinggi, tanggung jawab yang sah secara hukum, seperti lisensi untuk melakukan pekerjaan dan menentukan prestasi etika standar.

Guru profesional adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan maupun latar belakang pendidikan formalnya. Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat dan sebagainyabaik yang berupa kualifikasi maupun kompetensi.

Dihubungkan dengan profesi guru sebagai karir, maka guru yang profesional menurut Mondy adalah meraka yang mengambil keahlian khusus untuk tujuan organisasi pendidikan/sekolah. Kemajuan ini biasanya diperoleh dari hasil pendidikan atau training khusus. Sedangkan menurut Drs. M. Uzer Usman guru yang profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.7

Mohamad Surya dalam bukunya Percikan Perjuangan Guru mengatakan bahwa profesionalisme adalah sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan menimgkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan akan tercermin dalam sikap mental

6

Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru Menuju Profesional, Sejahtera dan Terlindungi. (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), h. 214.

7

Uzer Usman, Menjadi Guru…, h. 15.


(26)

serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional.8

1. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Guru 2. 1. Kedudukan Guru

Tenaga Pendidik atau guru merupakan salah satu kunci utama berhasil atau tidaknya gerakan pendidikan dalam rangka memenuhi standar mutu, baik standar produk dan pelayanan maupun standar kustuomer pada umumnya.9

Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005 pasal 2 ayat (1) dan (2) secara tegas menyebutkan bahwa, ”guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai peraturan perundang-undangan. Adapun pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik”.10

Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Adapun pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan cita-cita dan tujuan dari Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen itu. Cita-cita dan tujuan Undang-Undang ini antara lain:

1. Mengangkat martabat guru dan dosen

2. Menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen. 3. Meningkatkan kompetensi guru dan dosen, 4. Memajukan profesi serta karir guru dan dosen.

5. Meningkatkan mutu pembelajaran. 6. Meningkatkan mutu pendidikan nasional.

8

Mohammad Surya, Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru Menuju Profesional, Sejahtera dan Terlindungi. (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), h. 214.

9

Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme... h. 34.

10

Undang-Undang Guru dan Dosen, UU RI No 14 Tahun 2005…h. 5


(27)

7. Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi.

8. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah, dan 9. Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.

Berkaitan dengan hal di atas, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar-mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan anak didik ke taraf yang di cita-citakan. Karenanya setiap kegiatan guru harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.11

Oleh karena itu, guru sebagai salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntunan masyarakat yang semakin berkembang.

2.2. Tugas dan Fungsi Guru Sebagai Tenaga Pendidik

Kedudukan tenaga pendidik sebagai tenaga profesional untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Fungsi guru berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah. Di antara peran dan fungsi guru tersebut adalah sebagai berikut:

1. Guru sebagai agen pembelajaran

Yang dimaksud guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain:

a. Fasilitator

Sebagai fasilitator, tugas guru dalam hal ini memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar, misalnya saja dengan menciptakan suasana kegiatan yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efektif.12

11

A.M Sardiman,. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), Cet. Ke-13, h. 125

12

A.M Sardiman,. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar…, h. 146


(28)

b. Motivator

Peran Guru disini adalah sebagai motivator, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar, dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Peserta didik akan bekerja keras kalau memiliki minat dan perhatian terhadap pekerjaanya,

2) Memberikan tugas yang jelas dan dapat dimengeri,

3) Memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan prestasi peserta didik,

4) Menggunakan hukuman dan hadiah secara efektif dan tepat guna, serta

5) Memberikan penilaian dengan adil dan transparan.

c. Admnistrator

Sebagai administrator setiap guru akan dihadapkan pada berbagai tugas administrasi yang harus dikerjakan disekolah, sehingga harus memiliki kepribadian jujur, teliti, rajin, serta memahami strategi dan manajemen pendidikan.

d. Inisiator

Pemberi inspirasi belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru.

Demikian beberapa tugas dan fungsi guru pada umumnya, yang harus dilakukan guru sebagai pekerja profesional. Melengkapi uraian tersebut, berikut dikemukakan tugas dan fungsi guru yang dirumuskan oleh P2TK (Program Pengadaan Tenaga Kependidikan) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.


(29)

Tabel 3

Tugas dan Fungsi Guru yang dirumuskan oleh P2TK (Program Pengadaan Tenaga Kependidikan) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional.

TUGAS FUNGSI URAIAN TUGAS

I. Mendidik, Mengajar, Membimbing dan Melatih

Sebagai Pendidik 1.1 Mengembangkan

potensi/kemampuan dasar peserta didik.

1.2 Mengembangkan kepribadian peserta didik.

1.3 Memberikan keteladanan.

1.4 Menciptakan suasana pendidikan yang kondusif.

Sebagai Pengajar 2.1Merencanakan Pembelajaran 2.2 Melaksanakan Pembelajaran

yang mendidik

2.3 Menilai proses dan hasil pembelajaran

Sebagai Pembimbing

3.1Mendorong berkembangnya prilaku positif dalam pembelajaran

3.2 Membimbing peserta didik memecahkan masalah dalam pembelajaran

Sebagai Pelatih 4.1Melatih keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam pembelajaran

4.2 Membiasakan peserta didik berprilaku positif dalam pembelajaran


(30)

Sebagai

Pengembangan program

5.1 Membantu mengembangkan program pendidikan sekolah dan hubungan kerjasama intra sekolah II. Membantu pengelolaan dan pengembangan program sekolah Sebagai Pengelola Program

6.1 Membantu secara aktif dalam menjalin hubungan dan kerjasama antar sekolah dan masyarakat

III.Mengembngkan keprofesionalan

Sebagai tenaga profesional

7.1 Melakukan upaya-upaya

untuk meningkatkan kemampuan profesional

Sumber: Ditjen Dikti P2TK (Program Pengadaan Tenaga Kependidikan), 2004.

2. Kompetensi Profesionalis Guru

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS. Purwadarminta) kompetensi berarti kewenangan/kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan.13

Sedang dalam UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan kepribadian yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan keprofesionalan.14

Drs. M. Uzer Usman dalam bukunya Menjadi Guru Profesional mengatakan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa guru profesional yang berkompetensi adalah orang yang memiliki kemampuan dan

13

Uzer Usman, Menjadi Guru…, h. 14.

14

Undang-Undang Guru dan Dosen, UU RI No 14 Tahun 2005…h. 3.


(31)

keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.

E. Mulyasa mengatakan, ada empat macam kompetensi yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:

1. Kompetensi Pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi ini meliputi:

e. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan f. Pemahaman terhadap peserta didik

g. Pengembangan kurikulum/silabus h. Perancancangan pembelajaran

i. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis j. Pemanfaatan teknologi pembelajaran

k. Evaluasi belajar

l. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.15

2. Kompetensi Kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi ini meliputi:

a. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya

b. Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya dianut oleh seseorang guru

c. Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya16

3. Kompetensi Sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk:

a. Berkomunikasi lisan dan tulisan.

b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.

c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,

15

Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru Menuju Profesional, Sejahtera dan Terlindungi. (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006), h. 172.

16

Martinis yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan..., h. 22.


(32)

tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik. d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.17

4. Kompetensi Profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Dari berbagai sumber yang membahas tentang kompetensi guru, secara umum dapat diidentifikasi dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi profesional guru sebagai berikut:

a. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofis, psikologis, sosiologis, dan sebagainya.

b. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik.

c. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.

d. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.

e. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan.

f. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran.

g. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik. h. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.18

3. Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama Islam

Disamping kualifikasi pendidikan yang harus S-1, seorang guru agama juga harus memiliki beberapa kompetensi dasar yang meliputi:

a. Penguasaan Materi Pelajaran

Penguasaan materi pelajaran bagi guru merupakan hal yang sangat menentukan khususnya dalam proses belajar mengajar yang melibatkan guru mata pelajaran.

b. Penguasaan Metodologi Pembelajaran

Metode-metode pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar akan membuat pelajaran agama lebih menarik dan mengesankan bagi siswa, sehingga mempermudah pencapaian sasaran yang diinginkan. Guru agama harus mampu menggunakan pendekatan

17

Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru..., h. 176.

18

E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., h. 135-136


(33)

atau metode pembelajaran yang bervariasi. c. Pengelolan Kelas

Pengelolaan kelas adalah ketrampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya apabila terjadi gangguan dalam proses belajar-mengajar.

Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai apabila guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa dan siswa dengan siswa juga merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif.19

d. Variasi Media Belajar

Dalam melaksanakan sistem pembelajaran di sekolah, guru agama diharapkan mampu mengembangkan dan menggunakan variasi media pembelajaran. Hal ini guna untuk mengatasi kebosanan murid sehingga, dalam situasi belajar-mengajar, murid senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme dan partisipasi.

e. Evaluasi Belajar

Dalam proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yag telah dirumuskan tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.20

4. Prinsip Profesionalitas Guru

Prinsip profesionalitas guru ini dijelaskan pada pasal 7 ayat 1 Undang-Undang nomor 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa guru merupakan pekerjaan khusus yang dilandasi oleh sembilan prinsip yaitu:

19

Uzer Usman, Menjadi Guru…, h. 97.

20

Uzer Usman, Menjadi Guru…, h. 11.


(34)

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.

2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.

3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.

4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas.

5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. 6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. 7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.21

Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemuan bangsa, dan kode etik profesi.

Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diharapkan dapat menjadi sebuah ”rumah” yang senantiasa menjadi pelindung profesi dari perubahan zaman. Dengan demikian, rumah itulah yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan martabat dan mutu guru.

B. Bidang Studi Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

21

Undang-Undang Guru dan Dosen, UU RI No 14 Tahun 2005…h. 6.


(35)

mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sunber utamanyakitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.22

Menurut Zakiah Daradjat Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Sedangkan Ahmad Tafsir mengatakan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.23

Sedangkan Khoirun Rosyadi, Pendidikan Agama Islam adalah "mengarahkan anak didik (manusia) pada optimal kemampuannya dengan tujuan terbentuknya kepribadian yang utuh sebagai manusia individual, sosial dan hamba Allah yang mengabdikan diri kepada-Nya."24

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Berkenaan dengan tanggung jawab ini, maka pendidikan agama di sekolah berarti: suatu usah yang secara sadar dilakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia baragama. Pemberian pengaruh pendidikan agama disini mempunyai arti ganda, yaitu: pertama sebagai salah satu sarana agama (da’wah Islamiyah) yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan. Kedua, sebagai satu sarana pendidikan nasional untuk terutama meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.25

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan agama Islam tidak hanya bersifat mengajar, dalam arti menyampaikan ilmu pengetahuan tentang agama Islam kepada peserta didik, melainkan mengarahkan kepada

22

Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Mata Pelajaran PAI SMA&MA, (Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2003), h. 7.

23

Abdul Majid, Pendidikan Agama..., h. 131

24

Khiron Rrosyadi, Pendidikan Profetik, (Bandung: Pustaka Pelajar, 2004), h. 135.

25

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara , 1995), Cet. 1, h. 172.


(36)

pembentukan pribadi muslim yang taat, berilmu dan beramal agar ia bahagia di dunia dan akhirat.

Pendidikan agama Islam dilakukan dalam rangka mempersiapakan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Dalam UU RI NO. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan tentang ajaran agama atau menjadi ahli ilmu agama.26

Dan pada (pasal 37 ayat 1) UU ini juga disebutkan bahwa pendidikan agama dimaksudkan unuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.27

Pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan penumpukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya. Berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi (kurikulum PAI: 2003)28

3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Pengajaranagama Islam diberikan pada sekolah umum dan sekolah agama (madrasah), baik negeri maupun swasta. Seluruh bahan pelajaran yang diberikan disekolah/madrasah diorganisasikan dalam bentuk

26

Departemen Agama RI, Memahami Paradigma..., hal. 72.

27

Departemen Agama RI, Memahami Paradigma..., hal. 79.

28

Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Mata Pelajaran PAI SMA&MA…, h. 8.


(37)

kelompok mata pelajaran yang disebut bidang studi (broadfield) dan dilaksanakan melalui sistem kelas.

Dalam stuktur program sekolah, pengajaran agama merupakan satu kesatuan atau keseluruhan dan dipandang sebagai sebuah bidang studi, yaitu: bidang studi agama Islam.

Dalam stuktur program madrasah, pengajaran agama Islam dibagi menjadi 4 macam bidang studi, yaitu: bidang studi aqidah akhlak, Al-Quran hadist, syariah dan sejarah islam.29

Ruang lingkup bahan pelajaran Pendidikan Agama Islam meliputi Sekolah Menengah Atas berfokus pada aspek:

a. Al-Quran Hadits b. Keimanan c. Syariah d. Akhlak e. Tarikh30

Pendidikan agama Islam menekankan keseimbangan dan keselarasan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.31

4. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Kurikulum Pendidikan Agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai berikut:

a) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkup keluarga.

29

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), ed.1, Cet.1. h. 173

30

Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Mata Pelajaran PAI SMA&MA…, h. 9.

31

Abdul Majid, Pendidikan Agama... h. 131.


(38)

b) Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagian dunia akhirat.

c) Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam. d) Perbaikan, yaitu kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan

peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

e) Penecegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

f) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir nyata), sistem dan fungsionalnya.

g) Penyaluran, yaitu menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.32

C. Motivasi Belajar Siswa 1. Pengertian Motivasi

Manusia dalam melakukan aktivitasnya memiliki suatu daya penggerak atau pendorong. Gerakan atau dorongan itu bisa datang dari dalam individu atau bisa juga dari luar. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, seorang guru harus memperhatikan segala sesuatu yang dapat mendorong siswa untuk belajar dengan baik dan apa yang telah diusahakan guru dapat menimbulkan satu motif untuk belajar sesuai yang diharapkan.

Secara etomologi, motif atau dalam bahasa inggrisnya motive, berasal dari kata motion yang berarti "gerakan" atau "sesuatu yang bergerak". Jadi istilah

32

Abdul Majid Dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasisis Kompetensi…, h. 134 -135.


(39)

motif erat kaitannya dengan gerak, yakni gerakan yang dilakukan manusia, atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku.33

Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku.

Selain motif, dalam psikologi dikenal pula istilah motivasi. Sebenarnya motivasi merupakan istilah umum yang menunjukkan pada seluruh proses gerakan termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya dan tujuan atau akhir dari segala gerakan atau perbuatan. Karena itu dapat dikatakan bahwa motivasi berarti pembangkit motif, membangkitkan daya gerak atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam mencapai suatu tujuan.34

Menurut Purwanto, motivasi adalah pendorong suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar dapat tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu hingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.35

Sedangkan Usman, mengungkapkan bahwa motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

Drs. H. M. Alisuf Sabri dalam bukunya Psikologi Pendidikan, mengatakan bahwa motivasi diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku.

Berkaitan dengan masalah belajar, maka secara umum syah mengungkapkan bahwa belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Dalam proses belajar dorongan sangat mutlak dilakukan, baik dari dalam dirinya sebagai pelaksananya maupun dari luar dirinya, sehingga dengan adanya dorongan belajar yang diterimanya dapat membantu pencapaian hasil belajar.

33

Drs. Alex Sobur, Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), Cet. Ke-1, h. 268.

34

Alex Sobur, Psikologi Umum…, h. 268.

35

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 71.


(40)

2. Peran Motivasi dalam Belajar

Motivasi sangat berperan dalam belajar. Dengan motivasi inilah siswa menjadi tekun dalam proses belajar dan dengan motivasi ini pulalah kwalitas hasil belajar siswa juga kemungkinan dapat diwujudkan. Siswa yang dalam proses belajar mengajar memiliki motivasi tinngi dan jelas pastilah akan tekun dan berhasil belajarnya. Kepastian itu mungkin oleh sebab adanya tiga fungsi motivasi sebagai berikut:

a. Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan

b. Penentu arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai c. Penyeleksian perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai

motivasi senantiasa selektif dan tetap terarah pada tujuan yang ingin dicapai.36

Di samping itu, motivasi juga berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar dengan baikakan mendapatkan prestasi yang baik.37

Berdasarkan arti dan fungsi motivasi itu bukan tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi itu bukan hanya berfungsi sebagai penentu terjadinya suatu perbuatan tetapi juga merupakan penentu hasil perbuatan.

Sejalan dengan arti dan fungsi motivasi tersebut dalam agama islam ada sejenis motivasi yang arti dan fungsinya sama yaitu "niat", seperti yang dikemukakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits: "Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dalam niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan dengan niatnya".

Dengan demikian niat itu sama dengan motivasi akan mendorong orang untuk bekerja atau melakukan suatu perbuatan dengan sungguh-sungguh (tekun) dan selanjutnya niat/motifasi itu pula yang akan menentukan pahala/balasan sebagai hasil perbuatannya.

36

Drs. H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), cet. Ke-3, h. 86.

37

M Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar…, h. 86.


(41)

3. Sifat Motivasi dalam Belajar

Pada pokoknya motivasi memiliki dua sifat, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, yang paling berkaitan satu dengan lainnya.

Motivasi instrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan siswa itu sendiri. Motivasi ini sering disebut "motivasi murni" atau motivasi sebenarnya yang timbul dari dalam diri peserta didik, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pemahaman, mengembangkan sikap untuk berhasil, menikmati kehidupan, secara sadar memberikan sumbangan kepada kelompok, keinginan untuk diterima orang lain dan sebagainya. Motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dari dalam diri peserta didik dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional.38

Motivasi ekstrinsik merupakan kegiatan belajar yang tumbuh dari dorongan dan kebutuhan seseorang tidak secara mutlak berhubungan dengan kegiatan belajarnya. Motivasi ini bukan tumbuh diakibatkan oleh dorongan dari diri seseorang seperti dari orang lain dan sebagainya.

Beberapa bentuk motivasi belajar ekstrinsik menurut Winkel diantaranya adalah:

a. Belajar demi memenuhi kewajiban b. Belajar demi menghindari hukuman c. Belajar demi memperoleh hadiah d. Belajar demi meningkatkan gengsi e. Belajar demi memperoleh pujian

f. Belajar demi tuntutan jabatan yang diinginkan.39

Perlu diingat bahwa perbuatan yang kita lakukan sehari-hari banyak motif motif intrinsik atau keduanya sekaligus. Meskipun demikian, yang paling baik dalam hal belajar adalah motif intrinsik. 40

38

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet. Ke-5, hal 112-113.

39

Martinis yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan..., h. 179.

40

Alex Sobur, Psikologi Umum…, h. 296.


(42)

4. Bentuk-Bentuk Motivasi Dalam Pembelajaran

Dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi sanagt diperlukan. Dengan motivasi pelajar dapat memgembangkan inisiatif dan aktivitas, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.

Guru harus berhati-hati dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar para siswa.

Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, antara lain:

1. Memberi angka

Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. 2. Hadiah

Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk suatu pekarjaan tersebut.

3. Saingan/kompetisi

Saingan atau kompetensi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

4. Memberi ulangan

Para siswa akan menjadi giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering karena dapat membosankan dan bersifat rutinitas. Dalam hal ini guru juga harus bersikap terbuka, maksudnya jika akan diadakan ulangan harus diberitahukan pada siswa.

5. Pujian

Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi jika terjadi kemajuan akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa hasil belajar meningkat, makaakan timbul motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilya terus meningkat.


(43)

6. Hukuman

Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi jika diberikan secara tepat dan bijak dapat menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberia hukuman.

7. Minat

Motivasi erat hubungannya dengan minat. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga dengan minat sehingga tepatlah jika minat merupakan alat motivasi pokok. Proses belajar mengajar akan berjalan lancar jika disertai minat.

8. Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar berarti bahwa ada unsur kesengajaan dan ada maksud untuk belajar. Hal ini baik, bila dibandingkan dengan sesuatu tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti ada pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga hasil belajar akan lebih baik. 9. Tujuan yang diakui

Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang penting. Sebab dengan memahami tujuan yang yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul semangatuntuk terus belajar.41

D. Kerangka Berfikir

Guru adalah salah satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi seberapa besar keberhasilan pembelajaran itu tercapai, baik peranannya sebagai fasilisator, motivator, administrator dan inovator, guru bukanlah satu-satunya subjek pembelajaran. Maka bijaklah bahwa seorang guru harus memiliki profesionalitas tinggi dalam menjalankan tugasnya karena baik disadari atau tidak profesionalitas guru sangat penting peranannya dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Seorang siswa akan lebih termotivasi belajar apabila guru yang mengajar memiliki kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian dan sosial.

41

M Sardiman,. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar…, h. 91-95.


(44)

Hal ini bukanlah hal baru dalam pembelajaran yang ada selama ini. Motivasi belajar siswa merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri siswa untuk dapat melakukan kegiatan belajar, menambah ketrampilan dan pengalaman. Dan tugas guru adalah membangkitkan motivasi siswa. Guru yang profesional dibidangnya mampu memberi stimulus bagi siswa sehingga menghasilkan feedback yang mengagumkan.

Sebagaimana diketahui bahwa motivasi guru profesional maupun yang tidak profesional akan memiliki implikasi yang berbeda. Motivasi yang diberikan guru profesional akan berimplikasi pada efek proses pembelajaran (siswa akan memiliki motivasi). Motivasi yang dilakukan oleh guru yang profesional secara psikologis mampu menjamah hal-hal yang dibutuhkan oleh seorang siswa baik instrinsik maupun ekstrinsik, dimana keduanya tidak dapat dipungkiri dalam tercapainya proses pembelajaran.

E. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara, yang sifatnya bisa benar dan bisa juga salah. Maka untuk itulah diperlukan adanya penelitian.

Jadi, dari kerangka berfikir di atas hipotesa yang diajukan penulis sementara ini untuk menjawab benar atau tidaknya dugaan sementara mengenai profesionalisme guru PAI hubungannya dengan motivasi belajar siswa, maka penulis mengajukan hipotesa sebagai berikut:

Ha : Terdapat korelasi positif yang signifikan antara profesionalisme guru PAI hubungannya dengan motivasi belajar siswa

Ho : Tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara profesionalisme guru PAI hubungannya dengan motivasi belajar siswa

Lebih jelasnya, jika terdapat hubungan yang positif antara profesionalisme guru PAI dengan motivasi belajar siswa, maka hipotesa alternativ (Ha) diterima, sedangkan hipotesa nihil (Ho) ditolak.


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah semua proses yang dilakukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif korelasional (descriptive correlational research) melalui pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui.1 Metode

deskriptif korelasional digunakan untuk memberi gambaran tentang sifat sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu penelitian dilakukan dan mencari sebab-sebab dari suatu gejala tertentu, dalam hal ini untuk menemukan hubungan antara dua variabel yang akan diteliti. Dalam teknik penulisan penulis mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

1

S. Margono, Metologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. Ke-4, h. 100.


(46)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini adalah di SMA PGRI 3 Jakarta, yang terletak di Jalan Pondok Labu 1B No. 29A Pondok Labu, Cilandak Jakarta Selatan. Adapun waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pada tahun ajaran 2008-2009 yaitu pada bulan Februari 2009.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang terdiri dari manusia, tumbuhan, peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam sebuah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas II dan III SMA PGRI 3 Jakarta dengan jumlah 150 orang.

Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat mewakili populasi. Untuk menyederhanakan proses pengimpulan data dan pengolahan data, maka penulis menggunakan teknik sampling, dengan mengacu pada pendapat suharsimi Arikunto, yaitu apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya lebih besar dapat diambil 10-15%, atau 20-25%, atau lebih.2

Dalam penelitian ini, penulis hanya mengambil 20% saja dari jumlah populasi yang ada, yaitu 30 orang siswa yang pengambilan sampel menggunakan random sampling.

Tabel 3.1 Matrik populasi

Jenis kelamin No. Kelas

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 II 34 33 67

2 III 36 47 83

Jumlah 70 80 150

2

Suharsima Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet. Ke- 13, h. 134.


(47)

Matrik Sampel

Jenis kelamin No. Kelas

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 II 5 6 11

2 III 8 11 19

Jumlah 13 17 30

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah "objek penelitian yang bervariasi" dalam hal ini, yang menjadi objek penelitiannya adalah profesionalisme guru pendidikan agama Islam dalam mengajar dan upaya meningkatkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian, variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas atau independent (x) yaitu: profesionalisme guru pendidikan agama Islam

2. Variabel terikat atau dependent (y) yaitu: motivasi belajar siswa

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi yaitu penulis melakukan pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap objek yang dipandang dapat dijadikan sumber data. Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi langsung. Hasil pengamatan tersebut akan menjadi salah satu data untuk bahan rujukan yang selanjutnya akan dianalisa dalam penelitian ini.

2. Interview atau wawancara

Interview yaitu Tanya jawab atau dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.

3. Kuesioner atau angket

Kuesioner atau angket yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk menperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang


(48)

hal-hal yang ingin diketahui. Metode ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi tentang keterkaitan antara profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam dan hubungannya dengan motivasi belajar siswa di SMA PGRI 3 Jakarta.

F. Instrumen Penelitian

Instrumenpenelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah3. Berikut mengenai kisi-kisi instrumen penelitian

Tabel 3.4

Kisi-Kisi instrumen Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Hubungannya Dengan Motivasi Belajar Siswa

Variabel Indikator Butir Pertanyaan No item

Profesionalisme Guru PAI (Variabel X)

1. Penguasaan materi pelajaran

2. Penguasaan metodologi pembelajaran

3. Pengelolaan kelas 4. Variasi media

belajar

5. Evaluasi belajar

6 3 14 4 3 1-6 7-9 10-23 24-27 28-30 Motivasi Belajar Siswa (Variabel Y)

A. Motivasi Intrinsik 1. Kebutuhan 2. Keinginan 3. Cita-cita

B. Motivasi Ekstrinsik 1. Pemberian hadiah

4 3 2 2 1-4 5-7 8-9 10-11 3

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI)…, H. 160.


(49)

2. Pemberian pujian 3. Mengetahui hasil

ulangan

4. Pemberian hukuman 5. Angka/nilai

6. Persaingan 7. Memberi ulangan

4 3

4 3 2 3

12-15 16-18

19-22 23-25 26-27 28-30

Adapununtuk melihat validitas instrumen, maka perlu diadakan uji coba: 1. Pengujian Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kebenaran suatu instrumen.

Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apanyang diinginkan dan dapat mengungkap suatu data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yag dimaksud.

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh maka selanjutnya data tersebut akan diolah dengan menggunakan teknik pengolahan data sebagai berikut :

a. Editing

Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh responden. Tujuan dari editing adalah mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada pada daftar pertanyaan yang telah diselesaikan.4

Pada tahap ini penulis melakukan pemeriksaan terhadap data yang diperoleh khususnya pada angket yang telah diisi siswa.

4

Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: PT. Sinar Baru, 1989). H. 70.


(50)

b. Memberikan kode (Coding)

Setelah data diedit, langkah selanjutnya adalah coding (memberikan kode), yaitu usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban responden menurut macam-macamnya. Dalam penelitian ini penulis membuat lima alternatif jawaban yaitu:

1. Selalu (SL) 2. Sering (SR)

3. Kadang-kadang (KK) 4. Pernah (P)

5. Tidak Pernah (TP) c. Memberikan skor (Scoring)

Untuk menentukan skoring semua pertanyaan angket, maka akan ditabulasikan dengan skor nilai setiap itemnya, dengan cara jawaban yang berupa huruf akan diubah menjadi angka, sebagai berikut:

Adapun jawaban yang pernyataan cenderung positif skornya sebagai berikut:

¾ Untuk jawaban SL diberi skor 5 ¾ Untuk jawaban SR diberi skor 4 ¾ Untuk jawaban KK diberi skor 3 ¾ Untuk jawaban P diberi skor 2 ¾ Untuk jawaban TP diberi skor 1

Adapun jawaban yang pernyataannya cenderung negatif skornya sebagai berikut:

¾ Untuk jawaban SL diberi skor 1 ¾ Untuk jawaban SR diberi skor 2 ¾ Untuk jawaban KK diberi skor 3 ¾ Untuk jawaban P diberi skor 4 ¾ Untuk jawaban TP diberi skor 5


(51)

H. Teknis Analisis Data

Data yang berasal dari sumber kepustakaan digunakan sebagai rumusan teori yang dijadikan pedoman penulis untuk penelitian lapangan. Adapun data yang berasal dari hasil observasi, wawancara dan angket dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif analisis. Deskriptif analisis yaitu menggambarkan apa adanya, kemudian dianalisis.

Untuk mempermudah analisis data, maka terlebih dahulu ditabulasikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi relatif. Setelah itu analisis data dilakukan dengan teknik korelasional untuk mencari tahu hubungan kedua variabel. Secara operasional teknik analisa data ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memperoleh nilai frekuensi atas jawaban responden terhadap angket mengenai profesionalisme guru pendidikan agama Islam dengan menggunakan rumus:

P =

N F

x 100% Keterangan :

P = Angka Persentase F = Frekuensi Jawaban N = Jumlah Responden5

5

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2006), Cet-16, h. 43.


(52)

Adapun ketentuan skala persentase dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.5 Penafsiran Persentase

No. Presentase Penafsiran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 100 % 90-99 % 60-89 % 51-59 % 50 % 40-49 % 10-39 % 1-9 % 0 % Seluruh Hampir seluruh Sebagian besar Lebih dari setengah Setengah

Hampir setengah Sebagian kecil Sedikit sekali Tidak ada

2. Mencari angka korelasi

Penelitian dalam skripsi ini membahas dua variabel yang saling berhubungan (korelasi bivariat), maka data yang diperoleh juga diolah menggunakan rumus korelasi product moment dari Karl Person untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara dua variabel tersebut dengan rumus sebagai berikut:

πxy =

(

)( )

(

)

(

2

)

(

( )

2

)

.

. X X N Y Y N Y X XY N ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑

πxy = Angka indeks korelasi ”r” product moment N = Number of casses

ΣX = Jumlah seluruh skor X

ΣY = Jumlah seluruh skor Y

ΣXY = Jumlah hasil perkalian antara variabel X dan Y


(53)

Setelah diketahui hubungannya, kemudian diadakan interpretasi data dengan dua cara sebagai berikut:

a. Interpretasi kasar atau sederhana, dengan berpedoman pada angka indeks korelasi product moment sebagai berikut:

Tabel 3.6

Angka Indeks Korelasi Product Moment Besarnya ”r”

product moment Interpretasi

0,00-0,20 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi akan tetapi korelasi itu sangat rendah sehingga korelasi diabaikan atau dianggap tidak ada korelasi antara variabel X dan variabel Y

0,20-0,40 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang rendah

0,40-0,70 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi

0,70-0,90 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang tinggi

0,90-1,00 Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi

b. Interpretasi nilai "r" dengan berkonsultasi pada tabel nilai "r" product moment, dengan terlebih dahulu mencari derajat bebasnya (degrees of freedom) dengan rumus:

df = N - nr

Keterangan: df = degrees of freedom N = number of class


(54)

Setelah itu hasilnya dicocokan dengan nilai koefisien "r" pada tabel nilai "r" procuct moment, baik pada taraf sinifikasi 1 % maupun pada taraf 5 %.

3. Analisis Determinasi

Untuk mengetahui seberapa besar persentase pengaruh variabel X (Profesionalisme guru pendidikan agama Islam) terhadap variabel Y (motivasi belajar siswa), maka selanjutnya dilakukan analisis determinasi dari angka indeks korelasi (r) product moment yang telah diperoleh. Koefisien determinasi dapat dicari dengan rumus:

KD = r x 100 %

Keterangan:

KD = koefisien determinasi


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMA PGRI 3 JAKARTA Tahun 2008/2009 1. Sejarah Berdirinya SMA 3 PGRI 3 Jakarta

SMA PGRI 3 Jakarta didirikan pada tanggal 1 Juni 1981, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Alamat tempat pendidikan : Gedung bertingkat SD Pondok Labu Jln. H. Saleh Pondok Labu, Cilandak - Jakarta Selatan Telp. 021-766630 Waktu belajar : Jam 13.15 – 18.00

Dewan pengajar : Guru-guru SMP/SMA Negeri di Wilayah Kecamatan Cilandak

Dewan Pembina : 1. Ketua PGRI Ancab. Cilandak 2. Ketua PGRI Cab. Jakarta Selatan

3. Kepala SMP/SMA se-Kecamatan Cilandak Status sekolah : Swasta Tahap Pertama

Berbantuan Tahap Selanjutnya.

SMA PGRI 3 Cilandak – Jakarta Selatan berlindung di bawah Yayasan Lembaga Pendidikan PGRI DKI Jakarta.


(56)

Tempat kedudukan Yayasan Pembina Pendidikan PGRI Daerah Khusus Ibukota Jakarta: Jalan Cikini Raya No. 10 – Telp. 021- 331178.

3. VISI dan MISI Visi

Mitra Pemerintah mendidik anak bangsa Misi

a. Mengembangkan sekolah sebagai pusat budaya

b. Mengembangkan kualitas dan kuantitas sarana pendidikan c. Meningkatkan nilai produktifitas hasil belajar

d. Mengembangkan profesionalisme tenaga kependidikan.

4. TUJUAN

a. Mengembangkan sekolah sebagai pusat budaya dikonsentrasaikan kepada nilai budi pekerti luhur.

b. Mengembangkan kualitas dan kuantitas fasilitas pendidikan dikonsentrasikan pada pembangunan gedung dan peralatan sekolah sesuai standar

c. Meningkatkan pengetahuan peserta didik dengan memberi kesempatan lulusan SMA yang tidak diterima di SMU Negeri agar dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi

d. Melaksanakan profesionalisme tenaga kependidikan dengan memberi kesempatan dan bantuan untuk mengikuti MGMP, penataran dan pendidikan lanjut.

B.

Deskripsi Data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik observasi, wawancara, dan penyebaran angket. Observasi yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui bagaimana profesionalisme guru pendidikan agama Islam dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam kelas. Instrumen yang digunakan berbentuk cheklist yang berisi pengamatan penulis terhadap


(57)

profesionalisme guru pendidikan agama Islam. Penulis melakukan observasi secara langsung ke lapangan untuk mendapatkan data-data yang lebih akurat dengan melihat dan mengamati secara langsung ke dalam kelas.

Kemudian juga melakukan wawancara dengan guru agama, berkaitan dengan masalah profesionalisme guru pendidikan agama Islam, dan motivasi belajar siswa. Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan kepala sekolah SMA PGRI 3 Jakarta untuk memperoleah informasi mengenai sistem pembelajaran pendidikan agama Islam di SMA PGRI 3 Jakarta.

Selanjutnya penulis menyebarkan angket. Angket yang penulis gunakan adalah angket tertutup, artinya pertanyaan dan jawabannya sudah penulis sediakan. Adapun angket yang penulis buat berjumlah 52 butir dan disebarkan pada sampel sebanyak 30 orang responden dari seluruh populasi yamg berjumlah 150 orang.jumlah soal yang diberikan pada responden sebanyak 52 item yang berbentuk pilihan ganda, yang harus dijawab oleh siswa dengan memberikan tanda silang (X). Kemudian angket yang telah diisi oleh responden, ditabulasikan dalam bentuk hitungan statistik dan diolah, dan kemudian dapat diperoleh kesimpulan.


(58)

C.

Analisis Data dan Interpretasi Data

1. AnalisaDan Interpretasi Data Menggunakan Rumus Korelasi Product Moment

Setelah data yang diperoleh dari jawaban responden dianalisa secara deskriptif analisis dengan menggunakan nilai presentasi frekuensinya, maka selanjutnya akan dicari korelasi antara kedua variabel penelitian dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Dalam menggunakan perhitungan angka indeks korelasi kita harus mengacu berdasarkan skor asli yang tertera dibawah ini:

Tabel 4.55

Data Mentah Pengumpulan Angket Responden

No. Subjek X Y XY

1. A 122 95 14884 9025 11590 2. B 109 94 11664 8836 10246 3. C 102 77 10404 5929 7854 4. D 122 107 14884 11449 13054 5. E 120 84 14400 7056 10080 6. F 115 101 13225 10201 11615 7. G 100 78 10000 6084 7800 8. H 117 85 13689 7225 9945 9. I 109 89 11881 7921 9701 10. J 119 89 14161 7921 10591 11. K 117 90 13389 8100 10530 12. L 101 77 10201 5929 7777 13. M 109 89 11881 7921 9701 14. N 99 88 9801 7744 8172 15. O 127 101 16129 10201 12827 16. P 122 108 14884 11664 13176 17. Q 126 96 15876 9216 12096 18. R 126 98 15876 9604 12348


(59)

19. S 124 98 15376 9604 12152 20. T 124 103 15376 10609 12772 21. U 116 94 13456 8836 10904 22. V 120 83 14400 6889 9960 23. W 121 87 14641 7569 10527 24. X 127 89 16129 7921 11303 25. Y 134 92 17956 8464 12328 26. Z 115 92 13225 8464 10580 27. AB 106 88 11236 7744 9328 28. AC 103 83 10609 6889 8549 29. AD 110 87 12100 7569 9570 30. AE 106 92 11236 8464 9752 Jumlah ΣX=3468 ΣY=2734 ΣX²=402969 ΣY²=241048 ΣXY=317368

Setelah keseluruhan data dihitung maka dapat diketahui N = 30, Σ X = 3468, Σ Y = 2734, Σ X2 = 402969, Σ Y2 = 241048, Σ XY = 317368, maka dapat dicari indeks korelasinya dengan menggunakan rumus product moment

sebagaiberikut:

rxy =

N

Σ

X Y

(Σ X) (Σ Y)

[N

Σ

Χ

2

– (

Σ

Χ

)

2

]

[

N

Σ

Y

2

– (

Σ

Y)

2

]

= (30 X 410145) - (4870 X 5053)

√ [ 60 (398642) – (4870)2] [ 60 (429045) – (5053)2] = 9521040 - 9481512

√ [ (12089070 – 12027024)] [( 7531440 – 7474756)] = 39528

√(62046) (56684) = 39528

√ 3517015464


(1)

2. Ketika menerangkan materi pelajaran, Guru Agama melihat dan terpaku pada buku pelajaran

3. Guru Agama menerangkan dengan baik dan mudah dipahami

4. Guru Agama menjawab dengan baik pertanyaan siswa

5. Sewaktu menyampaikan materi, Guru Agama memberi gambaran dengan kejadian/fakta yang terjadi di masyarakat

6. Ketika mengajar di kelas, Guru Agama menerangkan mata pelajaran dengan bahasa yang baku

7. Guru Agama menjelaskan mata pelajaran denagan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa

8. Setiap mengajar Guru Agama menggunakan metode sesuai dengan materi pelajaran 9. Guru Agama tidak menggunakan metode

yang bervariasi ketika mengajar

10. Guru Agama tidak menggunakan metode yang menarik dan menyenangkan ketika KBM berlangsung

11. Sebelum memulai proses pembelajaran. Guru Agama memeriksa kebersihan dan kerapian kelas

12. Guru Agama tidak memperhatikan keadaan ruang kelas


(2)

13. Sebelum memulai proses pembelajaran, Guru Agama membuka pelajaran dengan doa bersama

14. Sebelum memulai proses pembelajaran, Guru Agama menanyakan keadaan siswa dan mengabsen siswa

15. Guru mengatur posisi duduk siswa berdasarkan kemampuan siswa

16. Guru Agama menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan

17. Guru Agama tidak memperhatikan kondisi siswa ketika KBM berlangsung

18. Ketika KBM berlangsung guru Agama memperhatikan semua aktivitas siswa

19. Ketika menjelaskan materi Guru Agama hanya duduk di kursinya dan tidak memperhatikan siswa

20. Ketika ada teman yang bercanda sewaktu proses pembelajaran berlangsung, Guru Agama menegur dan memberikan pertanyaan tentang materi pelajaran yang sedang diberikan

21. Siswa diberikan hukuman oleh Guru Agama jika tidak mengerjakan tugas

22. Guru Agama datang tepat waktu sebelum pelajaran dimulai

23. Guru Agama menggunakan jam pelajaran lain untuk menyelesaikan materinya


(3)

24. Guru Agama memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu

25. Guru Agama menggunakan buku sumber lain selain buku paket yang diwajibkan

26. Untuk memudahkan dan membantu siswa agar cepat memahami materi pelajaran, maka guru menggunakan media, seperti televisi, VCD dan sebagainya

27. Media yang digunakan Guru Agama ketika proses pembelajaran tidak bervariasi

28. Guru Agama memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya

29. Guru Agama memberikan pertanyaan pada siswa tentang pelajaran yang telah diajarkan 30. Bagi siswa yang mendapatkan nilai kurang,

Guru Agama memberikan bimbingan dan tes ulang (remedial)

B. Butir Soal Motivasi Belajar Siswa

No. Pertanyaan SL SR KK P TP

1. Ketika anda mengalami kesulitan untuk memahami pelajaran, anda akan bertanya pada guru

2. Untuk meningkatkan hasil belajar, anda akan mengulang pelajaran yang diajarkan Guru Agama di rumah

3. Untuk menambah pengetahuan keagamaan, anda membaca buku agama yang berkaitan


(4)

dengan materi pelajaran

4. Motivasi dari Guru Agama dapat menyemangati anda untuk aktif dalam berdiskusi di kelas

5. Anda berusaha untuk giat belajar Pendidikan Agama Islam

6. Setiap mata pelajaran PAI berlangsung anda senang untuk duduk di barisan depan

7. Ketika anda ingin menjadi suri tauladan, anda berusaha menjadi yang terbaik

8. Untuk dapat menjadi seorang ahli agama yang handal dan pintar, anda selalu berusaha untuk belajar tentang agama Islam

9. Motivasi dalam diri anda membuat anda semangat dalam meraih cita-cita

10. Ketika anda berprestasi Guru Agama memberi hadiah

11. Ketika orang tua menjanjikan hadiah jika anda mendapat nilai yang baik pada mata pelajaran PAI, anda akan lebih giat lagi belajar

12. Anda merasa senang belajar PAI jika guru menjanjikan hadiah bagi yang mendapatkan nilai bagus

13. Pujian dari Guru Agama membuat anda senang pelajaran PAI

14. Jika anda menyelesaikan tugas dari Guru Agama tepat waktu, anda mendapat pujian


(5)

15. Pujian pada siswa yang aktif, memotivasi anda untuk ikut aktif

16. Guru Agama tidak pernah memberi pujian kepada siswa/i yang berprestasi

17. Dengan mengetahui hasil ulangan, anda akan berusaha memperbaikinya dan lebih giat lagi belajar

18. Anda termotivasi untuk belajar PAI ketika anda mengetahui hasilnya memuaskan

19. Setelah mendapatkan penghargaan atas prestasi, anda merasa senang dan berusaha mempertahankannya

20. Anda mengerjakan tugas PAI karena takut hukuman dari Guru Agama

21. Guru Agama memberikan hukuman kepada anda yang tidak mengerjakan tugas tepat waktu

22. Guru Agama memberikan teguran jika mendapat hasil yang rendah dalam ujian 23. Agar mendapat nilai yang tinggi, anda

berusaha giat belajar

24. Ketika anda mendapat nilai tinggi, anda tetap giat belajar

25. Setelah meraih nilai tinggi, anda merasa senang dan berusaha mempertahankannya 26. Anda berusaha belajar dengan giat karena

takut nilai mata pelajaran PAI anda kalah dengan teman


(6)

27. Setelah anda melihat teman anda menunjukkan prestasi yang baik, maka anda berusaha menyainginya

28. Ketika Guru Agama anda memberitahu akan diadakan ulangan, maka anda berusaha untuk belajar secara sungguh-sungguh

29. Setelah mengetahui Guru Agama anda akan mengadakan ulangan pelajaran PAI, anda termotivasi untuk belajar

30. Anda merasa tidak bersemangat ketika Guru Agama memberitahu akan diadakan ulangan pelajaran PAI