Penerapan pembelajaran fisika dengan metode problem solving untuk membantu siswa mengembangkan sikap ilmiah dan mengkonstruksi pengetahuan tentang elastisitas bahan dan hukum Hooke 2008/2009 - USD Repository

PENERAPAN PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN METODE

  PROBLEM SOLVING UNTUK MEMBANTU SISWA MENGEMBANGKAN SIKAP ILMIAH DAN MENGKONSTRUKSI PENGETAHUAN TENTANG ELASTISITAS BAHAN DAN HUKUM HOOKE Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelas Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika Disusun oleh: Salvinus Baco (041424009) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009 ii

iii

When I am down and, oh my soul, so weary; When troubles come and my heart burdened be; Then, I am still and wait here in the silence, Until you come and sit awhile with me. You raise me up, so I can stand on mountains; You raise me up, to walk on stormy seas;

  I am strong, when I am on your shoulders; You raise me up... To more than I can be. There is no life - no life without its hungar; each restless heart beats so imperfectly; but when you come and i am filled with wonder; sometimes i think i glimpe eternity

  You raise me up, so I can stand on mountains; You raise me up, to walk on stormy seas; I am strong, when I am on your shoulders; You raise me up... To more than I can be.

  Motto : Tetap Percaya Meskipun Tidak Ada Tanda-tanda Datang Padaku Tetap Berdoa Meskipun Segala Sesuatu Tampak Tidak Mungkin Tetap Berharap Sampai Keajaiban Tiba Skripsi ini ku persembahkan untuk: Bp. Karel, Ibu Regina, Kakak Leo & Yuli Adik Kordi, Damas, Lukas, Anton, Sisi, Rius Keluarga besar Dangka Rawuk

  iv v

vi

  

ABSTRAK

Baco, Salvinus. 2009. Penerapan Pembelajaran Fisika Dengan Metode

Problem Solving Untuk Membantu Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri I Kalasan

Mengembangkan Sikap Ilmiah Dan Mengkonstruksi Pengetahuan Tentang

Elastisitas Bahan Dan Hukum Hooke. Program Studi Pendidikan Fisika.

Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui (1) Kemampuan siswa mengkonstruksi pengetahuan fisika tentang elastisitas bahan dan hukum Hooke melalui pembelajaran dengan metode problem solving; (2) Perbandingan kemampuan siswa mengkonstruksi pengetahuan fisika tentang elastisitas bahan dan hukum Hooke antara siswa yang diajar dengan metode problem solving dengan siswa yang diajar dengan metode ceramah; dan (3) Apakah pembelajaran fisika tentang elastisitas bahan dan hukum Hooke dengan metode problem solving dapat membantu siswa mengembangkan sikap ilmiah.

  Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Kalasan selama bulan Oktober - November 2008. Subyek penelitian siswa-siswi kelas XI IPA 1 yang berjumlah 38 siswa dan kelas XI IPA 3 yang berjumlah 36 siswa. Kelas XI IPA 1 dipilih sebagai kelas kontrol (kelas dengan menggunakan metode ceramah) dan kelas XI IPA 3 dipilih sebagai kelas eksperimen ( kelas dengan menggunakan metode problem

  solving).

  Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang terdiri dari pretest dan posttest, dan kuesioner. Pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan/prestasi siswa sebelum melaksanakan pembelajaran. Posttest digunakan untuk mengetahui kemampauan siswa mengkonstruksi pengetahuan setelah melaksanakan pembalajaran. Kuesioner diberikan untuk mengetahui apakah pembelajaran fisika tentang elastisitas bahan dan hukum Hooke menggunakan metode

  problem solving dapat membantu siswa mengembangkan sikap ilmiah.

  Kemampun siswa mengembangkan pengetahuan ditujukan oleh peningkatan prestasi belajar sebelum dan setelah melaksanakan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Pembelajaran fisika dengan metode

  

problem solving dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan fisika tentang

  elastisitas bahan dan hukum Hooke. (2) Kemampuan mengembangkan pengetahuan fisika tentang elastisitas bahan dan hukum Hooke pada siswa yang diajar dengan metode problem solving lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan metode ceramah. (3) Pembelajaran fisika tentang elastisitas bahan dan hukum Hooke dengan metode problem solving dapat membantu siswa mengembangkan sikap ilmiah. vii

  

ABSTRACT

Baco, Salvinus. 2009. The Application of Problem Solving Method To Help

  

Students Developing Scientific Attitudes and Constructing Knowledge About

Elasticity and Hooke’s Law in Physics. Physics Education Study Program.

  

Department of Mathematics and Science Education. Faculty of Teachers

Training and Education. Sanata Dharma University, Yogyakarta.

  The aim of the research was to know (1) students’ ability to construct physics knowledge about elasticity and Hooke’s law using problem solving method; (2) comparison of student’s ability to construct physics knowledge about elasticity and Hooke’s law between students who were taught with problem solving method and students who were taught with lecture method; (3) whether physics instruction using problem solving method helps students to develop scientific attitudes.

  This research was held in SMA Negeri I Kalasan, Sleman, from October to November 2008. The subjects of the research were students of class XI IPA that consisted of 74 students.

  The instruments which were used in this research were written test that contained of pretest and posttest, and questionnaire. The pretest explored students’ ability before instruction. The posttest explored students’ ability to construct knowledge after instruction. The questionnaire explored whether problem solving method helped student to develop scientific attitude in physics instruction

  This research indicated that: (1) Problem solving method can help students to develop physics knowledge about elasticity and Hooke’s law. (2) Students’ who were taught with problem solving method get higher ability to construct knowledge than students who were taught with lectural method. (3) Problem solving method can help students to develop scientific attitude. viii

KATA PENGANTAR

  Hormat, syukur, dan pujian saya haturkan kepada Allah Bapa Pencipta alam semesta karena atas segala cinta dan bimbingan-Nya sehingga skripsi yang berjudul PENERAPAN PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN METODE PROBLEM

SOLVING UNTUK MEMBANTU SISWA MENGEMBANGKAN SIKAP ILMIAH

  DAN MENGKONSTRUKSI PENGETAHUAN TENTANG ELASTISITAS BAHAN DAN HUKUM HOOKE ini dapat terselesaikan.

  Adapun maksud dari penyusunan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan di FPMIPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan, dukungan, saran dan gagasan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

  1. Romo Dr. Paulus Suparno, S.J., M.S.T. selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran.

  2. Bp. Drs. Fr. Y. Kartika budi., M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik, Bp. Domi S, M.Si. selaku Kaprodi Pendidikan Fisika, Ibu Maslichah Asy

  , ari, M.Pd, Bp. A. Atmadi, M.Si., Bp. T. Sarkim, Ph.D.

  dan Bp. R. Rohandi, M.Ed. selaku dosen pendidikan Fisika USD yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama melaksanakan pendidikan di Universitas Sanata Dharma ini.

3. Bapak Edy Sumarna., S.Pd. selaku guru mata pelajaran fisika kelas XI

  IPA dan siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 SMA Negeri I Kalasan, Sleman, terimakasih untuk semua bantuan dan kerjasamanya. ix

  4. Mas Agus, bapak Narjo dan bapak Sugeng selaku karyawan sekretariat JPMIPA USD untuk segala bantuannya selama saya menempuh pendidikan.

  5. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, terimakasih atas ketersediaan buku referensi dan internet gratis. Be Always Provide Information To Produce Knowledge. “Perpus USD“ Numero Uno!! 6. Ema Karolus, Ende Regina, Kraengtua Leonardus, dan Kak Yuli, terimakasih untuk segala kasih sayang, doa, pengorbanan, kepercayaan, kesabaran dan motivasinya sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini dan menjadi seperti sekarang ini.

  7. Adik Kordianus, Damasus, Lukas, Antonius, Sisilia, dan Marius, terimakasih atas kepercayaan, pengertian dan kesempatan yang telah diberikan kepada saya.

  8. Keluarga Besar Dangka-Rawuk di Kolong, Rewas, Lumut, dan Siri Mese, yang telah mendukung saya dalam doa.

  9. Kakek Thomas Ringet (alm), Nenek Chaterine Tuet, Om Marsel, Tante Adel, Mama Sophia, Mama Yohana, dan Keluarga Besar Gonggong, atas doa dan motivasinya.

  10. Carles TI.05, atas kebaikan dan persahabatan yang telah kita bangun selama ini. The Lord Trust You to Live Your Life.

  11. Pa Ery, Sanchez, Pa Iyon, Uwil, Ita, Ucok, Fredy, Fitri, Wi2, Siska, Heru, Budi, Pet2, Yoseph dan semua teman P. Fis 04 USD atas cinta dan kebencian, kebaikan dan kejahatan, persatuan dan perpecahan, dan suka dan duka yang telah kita alami bersama selama ini. x xi

  DAFTAR ISI Halaman

  HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................. iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA........................................ v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.......................................... vi ABSTRAK........................................................................................................... vii

  

ABSTRACT........................................................................................................... viii

  KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix DAFTAR ISI........................................................................................................ xii DAFTAR TABEL................................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4 D. Batasan Penelitian................................................................................. 4 E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran........................................................ 6

  1. Hakikat Belajar ................................................................................. 6 xii

  2. Hakikat Pembelajaran ....................................................................... 8 B. Pembetukan Pengetahuan ..................................................................... 9

  C. Metode Pembelajaran Problem Solving................................................ 12

  1. Pengertian ......................................................................................... 12

  2. Metode Pembelajaran........................................................................ 13

  D. Sikap Ilmiah .......................................................................................... 18 E.

  Ringkasan Materi Elstisitas Bahan dan Hukum Hooke........................ 21

  F. Kaitan Antara Dasar Teori dengan Penelitian ...................................... 28

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian...................................................................................... 31 B. Waktu dan Tempat penelitian .............................................................. 31 C. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 31 D. Rancangan Penelitian ........................................................................... 32 E. Treatment ............................................................................................. 33 F. Instrumen Penelitian ............................................................................ 35

  1. Pretest / posttest ............................................................................... 35

  2. Kuesioner Sikap Ilmiah .................................................................... .39

  G. Validitas ................................................................................................ 40 H.

  Analisis Data ........................................................................................ 41

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ............................................................................... 48 B. Hasil dan Analisis Data .......................................................................... 50 C. Pembahasan............................................................................................ 63 D. Kesimpulan Secara umum ..................................................................... 66 E. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 68 xiii

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................

  69 B. Saran...................................................................................................

  70 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

  71 LAMPIRAN .....................................................................................................

  73 xiv

  DAFTAR TABEL Halaman

  Table 1: Kisi-kisi pretest dan posttest................................................................. 36 Table 2: Contoh kuesioioner sikap ilmiah siswa .................................................. 39 Table 3: Kriteria sikap ilmiah siswa ..................................................................... 45 Tabel 4: klasifikasi sikap ilmiah versus persentase pada kelas problem solving.. 46 Tabel 5: Tabel Skor Pretest kelas XI IPA 1, XI IPA 2, dan kelas XI IPA 3 ........ 51 Tabel 6: Tabel skor pretest dan posttest kelas kontrol.......................................... 54 Tabel 7: Tabel Skor Pretest Dan Posttest Kelas Eksperimen............................... 56 Tabel 8: Tabel Skor Posttest kelas Kontrol dan Eksperimen .............................. 58 Tabel 9: Tabel Rangkuman Analisis Skor Kuesioner Sikap Ilmiah Siswa........... 61 Tabel 10: Tabel Jumlah Dan Persentase Siswa Berdasarkan Klasifikasi Sikap ... 62 xv

  DAFTAR LAMPIRAN Halaman

  Lampiran 1: Surat penelitian dari JP MIPA USD untuk SMA Negeri I Kalasan..... 74 Lampiran 2: Surat izin penelitian dari kepala BAPPEDA Kab. Sleman .................. 75 Lampiran 3: Surat Keterangan dari Kepala sekolah SMA Negeri I Kalasan ........... 76 Lampiran 4: Pretest / posttest ................................................................................... 77 Lampiran 5: Lembar Soal dan Jawaban.................................................................... 78 Lampiran 6: Format Penyelesaian soal menggunakan metode problem solving...... 81 Lampiran 7: Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest ............................................ 83 Lampiran 8: Data Kasar Pretest dan posttest kelas XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3 . 86 Lampiran 9: Kuesioner ............................................................................................. 92 Lampiran 10: Data Kasar Skor Sikap Ilmiah............................................................ 95 Lampiran 11: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran................................................... 98 Lampiran 12: Langkah-langkah pengolahan data dengan SPSS ...............................108

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan harus mempersiapkan para individu untuk siap hidup

  dalam sebuah dunia di mana masalah-masalah muncul jauh lebih cepat daripada solusi dari masalah tersebut. Ketidakpastian dan ambiguitas dari perubahan dunia dapat dihadapi secara terbuka. Dalam dunia ini para individu harus memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukannya untuk secara berkelanjutan menyesuaikan hubungan mereka dengan sebuah dunia yang secara terus menerus berubah (Gasong dalam

  Kegiatan belajar di kelas pada hakikatnya lebih dari sekedar menghafal pengetahuan. Siswa yang ingin memahami dan menerapkan pengetahuan, harus berusaha untuk menemukan sesuatu, memecahkan masalah-masalah, dan bertarung dengan gagasan-gagasan yang ada dalam pengetahuan yang ingin mereka pahami dan terapkan tersebut. Salah satu prinsip paling penting dalam psikologi pengajaran, yaitu para pendidik tidak boleh sama sekali mentransfer pengetahuan mereka kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Guru hanya boleh memfasilitasi dan memediasi proses pengkonstruksian ini dengan mengajarkan cara mengolah informasi-informasi agar berguna dan relevan bagi siswa, dengan memberi siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan gagasan- gagasan mereka sendiri. Guru boleh menyediakan tangga-tangga yang

  1

  2 menuntun siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dan siswa sendirilah yang harus mendaki tangga-tangga tersebut (Slavin, 2003: 527).

  Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan adalah bentukan dari siswa yang sedang belajar. Maka siswa tidak akan mampu membangun pengetahuannya bila mereka sendiri tidak aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan itu selama mereka belajar. Merekalah yang harus aktif belajar, menekuni, mencerna bahan, menggeluti serta merumuskan bahan itu (Suparno, 2000: 13). Dalam konteks pembelajaran konstruktivistik, peran guru bukan sebagai pentransfer pengetahuan yang memindahkan pengetahuan mereka kepada siswa, tetapi lebih sebagai fasilatator dan moderator agar pengkonstruksian itu berjalan lancar dan cepat (Suparno, 1997: 65).

  Menurut hakikat fisika (Kartika Budi, 2001: 46), tujuan pembelajaran fisika di sekolah menengah memiliki tiga aspek, yaitu membangun pengetahuan, proses, dan sikap. Kegiatan pembelajaran fisika harus memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan melakukan proses sains dan sikap sains. Pengetahuannya yang berupa konsep-konsep atau hukum-hukum, harus diperoleh atau dibangun melalui serangkaian proses sains tersebut. Kemampuan dan keterampilan melakukan proses dan sikap hanya dapat dibangun melalui pengalaman melakukan serangkaian proses yang berkesinambungan.

  Dari uraian di atas, tampak bahwa peran guru dalam proses pembelajaran fisika dibatasi hanya sebagai fasilitator dan mediator. Guru sebagai fasilitator dan mediator berarti guru menyediakan fasilitas, suasana

  3 dan media yang membantu siswa mengembangkan sikap ilmiah dalam proses mengkonstruksi pengetahuan. Di lain pihak siswa tidak dapat dikatakan telah berhasil mempelajari fisika tanpa mempunyai kemampuan mengolah informasi-informasi yang ada untuk meng-konstruksi pengetahuan dan memecahkan masalah-masalah fisika. Siswa sendirilah yang menjadikan dirinya sebagai pelajar yang mandiri, sebagai problem solver bahkan sebagai

  problem finder.

  Untuk itu pemilihan metode pembelajaran fisika yang cocok perlu diperhatikan oleh para pendidik agar sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dapat terealisasi. Maka dalam penelitian ini, pembelajaran fisika dengan metode problem solving dipilih sebagai pendekatan untuk menjadikan siswa pelajar yang konstruktivis dalam memahami fisika.

  Metode problem solving melatih dan menuntun siswa untuk mendesain suatu penemuan, berpikir dan bertindak kreatif, memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis, mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan, menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

  B.

  Rumusan Masalah

  Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, masalah-masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah

  1. Apakah pembelajaran fisika dengan metode problem solving dapat membantu siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalasan mengkonstruksi pengetahuan tentang elastisitas dan hukum Hooke ?

  4

2. Bagaimanakah perbandingan mengkonstruksi pengetahuan siswa kelas XI

  IPA SMA Negeri I Kalasan antara siswa yang diajar dengan metode

  problem solving dengan siswa yang diajar dengan metode ceramah pada

  pokok bahasan elastisitas dan hukum Hooke ?

  3. Apakah pembelajaran fisika dengan metode problem solving dapat membantu siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalasan mengembangkan sikap ilmiah?

  C. Tujuan Penelitian

  1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran fisika dengan metode problem

  solving dapat membantu siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalasan mengkonstruksi pengetahuan tentang elastisitas dan hukum Hooke.

  2. Untuk mengetahui perbandingan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalasan antara yang diajar dengan metode problem solving dan siswa yang diajar dengan metode ceramah pada pokok bahasan elastisitas bahan dan hukum Hooke.

  3. Untuk mengetahui apakah pembelajaran fisika dengan metode problem

  solving dapat membantu siswa kelas XI IPA SMA Negeri I Kalasan mengembangkan sikap ilmiah.

  D. Batasan Penelitian

  Metode problem solving mencakup metode pemecahan masalah secara kuantitatif dan kualitatif. Metode pemecahan masalah secara kuantitatif

  5 memiliki langkah-langkah penuntun dan melibatkan persamaan matematis dan angka-angka dari besaran tertentu untuk memecahkan sebuah persoalan.

  Sedangkan metode pemecahan masalah secara kualitatif dapat juga memiliki langkah-langkah penuntun dan persamaan matematis tetapi tidak dengan angka-angka. Metode pemecahan secara kualitatif lebih menekankan pada pencarian makna, penalaran, dan definisi dari persoalan yang akan dipecahkan. Pada penelitian ini metode problem solving yang digunakan adalah yang kuantitatif.

E. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain:

  1. Bagi guru dan calon guru fisika Memperoleh gambaran tentang pembelajaran fisika dengan metode

  problem solving, yang diharapkan dapat menjadi metode alternatif dalam mengefektifkan dan tujuan pembelajaran fisika.

  2. Bagi siswa Dengan mengikuti Pembelajaran dengan metode problem solving para siswa mendapatkan pengalaman baru dalam proses belajar mengajar di kelas sehingga diharapkan siswa lebih mudah dalam memahami konsep yang dipelajari.

  3. Bagi penelitian selanjutnya Hasil Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai pertimbangan untuk riset-riset selanjutnya yang berkaitan.

BAB II LANDASAN TEORI A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran

1. Hakikat Belajar

  Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan, hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Maka, berdasarkan perilaku yang disaksikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang telah belajar suatu pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan, dalam bergaul dengan dengan orang lain, dalam memegang benda dan dalam menghadapi peristiwa manusia belajar. Namun, tidak sembarang berada ditengah-tengah lingkungan, menjamin adanya proses belajar. Orangnya harus aktif sendiri, melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya (Winkel, 2004: 58-59).

  Secara singkat, Winkel mendefinisikan pengertian belajar sebagai “suatu kegiatan mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan dengan orang lain dan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif, konstan dan berbekas” (2004: 59).

  6

  7 Menurut Gage dalam Dahar (1988: 11), belajar didefinsikan sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Dari definisi ini, bukti bahwa seseorang atau siswa telah belajar ialah adanya perubahan tingkah laku pada orang atau siswa tersebut, misalnya dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan dari tidak terampil menjadi terampil.

  Menurut kaum konstruktivis (Suparno, 1997: 61), belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti, mengasimilasi dan menghubungkan pengalam-an atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut.

  ¾ Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami.

  ¾ Konstruksi arti itu adalah proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomen atau persoalan baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah. ¾ Belajar bukan merupakan kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu perkembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri (Fosnot, 1996).

  ¾ Proses belajar sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi

  8 ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

  ¾ Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya (Bettencourt, 1989).

  ¾ Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan kon-sep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya (outcome) juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Penge-tahuan yang ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created and

  

recreated), bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa objektif

  maupun subjektif, berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia (Wilantara dalam

   ).

2. Hakikat Pembelajaran

  Pembelajaran menekankan pada kegiatan atau atau keaktifan siswa, bukan kegiatan guru. Ukuran dari kualitas pembelajaran tidak terletak pada baiknya guru menerangkan, tetapi pada kualitas dan kuantitas belajar

  9 siswa, dalam arti seberapa banyak dan seberapa sering siswa terlibat secara aktif. Peran guru yang pokok dalam pembelajaran adalah menciptakan situasi, menyediakan kemudahan, merancang kegiatan, dan membimbing siswa agar mereka terlibat dalam proses belajar secara berkesinambungan (Brooks dalam Kartika Budi, 2001: 47).

  Pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme (Wilantara dalam

   ), merupakan

  sebuah kegiatan yang menekankan pada kualitas dan keakifan siswa dalam mempresentasikan dan membangun pengetahuannya. Setiap organisme menyusun pengalamannya dengan jalan menciptakan struktur mental dan menerapkannya dalam pembelajaran. Suatu proses aktif dalam mana suatu organisme atau individu berinterkasi dengan lingkungannya dan mentransformasinya ke dalam pikirannya dengan bantuan struktur kognitif yang telah ada dalam pikirannya (Cobb, 1994: 15). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kegiatan pembelajaran menurut kaum konstuktivis, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Honebein, 1965: 5).

B. Pembentukan Pengetahuan

  Thorndike, salah seorang penganut paham psikologi behavior (dalam Orton, 1991:39; Resnick, 1981:12), menyatakan bahwa belajar merupakan

  10 peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbagai situasi yang diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada kekuatan koneksi atau ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon (Zainurie dalam

  

  Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13) mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon sering terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan –yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon— dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon

  11 yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat (Zainurie dalam

  Menurut Von Glaserfeld, pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya.

  Lingkungan dapat berarti dua macam. Pertama, bila kita berbicara tentang diri kita sendiri, lingkung-an menunjuk pada keseluruhan objek dan semua relasinya yang kita abstraksikan dari pengalaman. Kedua, bila kita memfokuskan diri pada suatu hal tertentu, lingkungan menunjuk pada sekeliling hal itu yang telah kita isolasikan. Dalam hal ini, baik hal itu maupun sekililingnya merupakan lingkungan pengalaman kita sendiri, bukan dunia objektif yang lepas dari pengamat (Suparno, 1997:19). Struktur konsepsi tersebut membentuk pengetahuan bila struktur itu dapat digunakan dalam menghadapai pengalaman-pengalaman mereka ataupun dalam menghadapi persoalan-persoalan mereka yang berkaitan dengan konsepsi tersebut (von Glaserfeld dalam Matthews dalam Suparno,1997:19). Bila konsep ataupun abstraksi seseorang dapat menjelaskan macam-macam persoalan yang berkaitan, maka konsep tersebut membentuk pengetahuan seseorang akan hal itu (Suparno, 1997:19).

  Von Glaserfeld menyebutkan beberapa kemampuan yang diperlukan untuk proses pembentukan pengetahuan, seperti (1) kemampuan mengingat dan meng-ungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan dan

  12 mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada yang lain.

  Kemam-puan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk oleh interaksi dengan pengalaman- pengalaman tersebut. Kemampuan membandingkan sangat penting untuk dapat menarik sesuatu sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus lalu dapat melihat kesamaan dan perbedaannya untuk dapat membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan. Karena seseorang lebih menyukai pengalaman tertentu daripada yang lain maka muncul juga soal nilai dari pengetahuan yang kita konstruksikan (Suparno dalam

   ).

C. Metode Pembelajaran Problem Solving 1. Pengertian

  Problem solving adalah model pembelajaran dengan pemecahan

  persoalan. Biasanya guru memberi persoalan yang sesuai dengan topik yang mau diajarkan dan siswa diminta untuk memecahkan persoalan itu. Ini dapat dilakukan baik dalam kelompok maupun pribadi. Guru sebaiknya minta bagaimana siswa memecahkan persoalan bukan hanya melihat hasil akhirnya (Suparno, 2007: 98).

  Metode problem solving merupakan suatu cara mengajar yang merangsang seseorang untuk menganalisa dan melakukan sintesa dalam kesatuan struktur atau situasi dimana masalah itu berada, atas inisiatif sendiri.

  13 Metode ini digunakan untuk membimbing siswa, agar mereka trampil dalam melihat sebuah akibat, mengobservasi problem, mencari hubungan antara beberapa data yang terkumpul kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah (Djaja Disastra, 1982:19).

2. Metode Pembelajaran

  Huffman membagi metode pembelajaran dengan metode problem solving menjadi dua jenis, yaitu “ Textbook Problem Solving Strategy” dan “ Explicit Problem solving Strategy”. Gambaran dari kedua metode ini akan dijelaskan berikut ini

  1. Textbook Problem solving strategy

  Textbook problem solving secara umum memiliki 5 tahap dalam pemecahan suatu masalah, yaitu a). Menggambar sketsa/bagan; b).

  Menetapkan variabel yang diketahui dan yang tidak diketehui; c). Memilih rumus/persamaan; d). Menyelesaikan persamaan; dan e). Memeriksa kembali jawaban.

  Menurut metode problem solving textbook ini, langkah pertama dalam memecahkan masalah fisika adalah menggambarkan sketsa situasi permasalahan. Sketsa ini biasanya meliputi lukisan sederhana dari semua objek yang terkait dan interaksi antar objek-objek tersebut.

  Langkah kedua adalah menetapkan variabel-variabel yang diketahui dan yang tidak diketahui dalam masalah tersebut. Langkah ketiga adalah memilih rumus atau persamaan. Untuk masalah yang agak

  14 rumit biasanya terdiri dari sub-sub persamaan. Gabungan dari sub-sub persamaan ini merupakan persamaan akhir untuk menentukan kuantitas dari variabel sasaran. Langkah keempat adalah menyelesaikan persamaan/rumus dengan mensubstitusi-kan nilai-nilai yang ketahui dalam masalah tersebut kedalam hubungan matematis dan menyelesaikan untuk besaran yang tidak diketahui. Langkah yang terakhir adalah memeriksa jawaban; ini biasanya dilakukan dengan mensubstitusikan hasil kedalam rumus/persamaan yang tidak sama tetapi masih berkaitan untuk mem-buktikan ketepatan jawaban tersebut ( Huffman, 1997: 555).

  2. Explicit Problem Solving strategy Dalam explicit problem solving strategy siswa diajar bagaimana memecahkan masalah-masalah fisika menggunakan metode pemecahan masalah secara jelas, tegas dan eksplisit (Heller dkk dalam Huffman, 1997: 555). Secara umum langkah-langkah pemecahan masalah dalam explicit problem solving adalah sebagai berikut a). Fokus pada masalah. Ini dilakukan dengan menerjemahkan kata- kata yang tertulis kedalam sebuah lukisan visual dari situasi yang terdapat masalah tersebut. Gambaran tersebut meliputi sketsa situasi permasalahan, informasi yang diketahui, pertanyaan sederhana tentang apa yang ingin dicari, dan pendekatan umum yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah tersebut.

  15 b). Mendeskribsikan fisika. Pada langkah ini, sketsa dari langkah pertama diterjemahkan kedalam lukisan fisis yang sederhana.

  Langkah ini memiliki tiga bagian, yaitu: (1)sebuah diagram fisis, (2) penetapan variabel-variabel termasuk variabel sasaran yang ingin dicari, dan (3) pemilihan hubungan kuantitatif atau hubungan matematis atau prinsip-prinsip fisika yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah tersebut.

  c). Merencanakan sebuah cara pemecahan masalah. Pada langkah ini, gambaran fisis diterjemahkan kedalam rumus matematis tertentu yang digunakan untuk memecahkan masalah. Langkah ini memiliki tiga bagian, yaitu: (1) mengkonstruksi rumus yang khusus. Pengkonstruksian rumus yang khusus ini dimulai dengan sebuah rumus yang berisi variabel sasaran, dan meliputi gabungan deretan rumus-rumus dimana variabel-variabel yang tidak diketahui dihubungkan dengan variabel-variabel yang diketahui, (2) memeriksa kelayakan. Pemeriksaan kelayakan meliputi perbandingan sejumlah rumus dengan sejumlah variabel yang tidak diketahui; dan (3) mensketsa cara pemecahan matematis. Cara pemecahan matematis diuraikan untuk menye-diakan jembatan menuju pelaksanaan yang benar-benar matematis.

  d). Melakukan apa yang telah direncanakan. Pada langkah ini, rumus- rumus digabungkan secara aljabar menurut perencanaan, untuk menghasilkan sebuah rumus dengan sebuah variabel sasaran yang

  16 tidak diketahui. Satuan-satuan dari setiap besaran dalam dalam rumus ini diperiksa untuk meyakinkan kebenarannya, dan diubah bila diperlukan. Yang terakhir, kuantitas yang diketahui dimasukan kedalam rumus untuk menghitung nilai dari variabel sasaran.

  e). Mengevaluasi/menguji jawaban. Pada langkah ini, jawaban diperiksa untuk meyakinkan bahwa pernyataannya cocok, beralasan dan sempurna.

  Walaupun metode eksplisit tampak agak sama dengan metode

  textbook, akan tetapi metode eksplisit meyediakan banyak rangkaian

  pembelajaran yang lebih detail bagi siswa untuk berpartisipasi, termasuk langkah-langkah penghu-bung yang membantu siswa bergerak dari satu langkah ke langkah berikutnya (Huffman, 1997: 555).

  Sedangkan menurut Polya (1973: 5), empat fase penting yang harus ditempuh dalam menyelesaikan masalah adalah a). Memahami masalah. Maksudnya kita harus memahami dan mampu mengidentifikasi data yang telah ada, hal apa saja yang ditanyakan, dicari ataupun dibuktikan.

  b). Memilih pendekatan atau metode pendekatan; Maksudnya mampu memilih konsep yang relevan untuk membentuk model atau kalimat.

  17 c). Menyelesaikan model; Maksudnya melakukan operasi hitung secara benar dalam menerapkan metode, untuk mendapatkan solusi dari masalah.

  d). Menafsirkan solusi; Maksudnya memperkirakan dan memeriksa kebenaran jawaban, apakah jawaban sudah masuk akal dan memberikan pemecahan terhadap masalah semula.

  Problem atau masalah yang dihadapkan kepada siswa hendaknya

  mengandung kesulitan baik itu yang bersifat psikis maupun yang bersifat fisis. Maksudnya persolan itu memerlukan otak atau otot untuk dapat memecahkanya. Masalah yang baik yang mau dihadapkan kepada siswa hendaknya:

  1). Jelas dan mudah dipahami maksud soal 2). Sesuai dengan kemampuan anak, dalam arti permasalahan yang ada tidak terlalu sukar buat siswa, tetapi membutuhkan pemikiran yang dalam. 3). Menarik minat siswa 4). Sesuai dengan pelajaran anak diwaktu lalu, sekarang (kontekstual) maupun dimasa yang akan datang.

  5). Praktis, dalam arti mungkin dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

  Tujuan utama digunakan metode ini adalah, untuk memberi kemampuan dan kecakapan praktis kepada siswa sehingga tidak takut menghadapi soal-soal cerita pada pelajaran fisika, serta memiliki rasa

  18 optimisme yang tinggi. Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

  Kelebihan dari metode problem solving adalah: 1. melatih siswa berpikir secara sistematis, mencari sebab akibat. 2. melatih siswa agar trampil dalam mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.

  3. melatih siswa agar terampil dalam menganalisa suatu masalah dari berbagai aspek.

  4. mendidik siswa untuk bertanggung jawab terhadap yang telah ditetapkan dalam memecahkan masalah.

  5. mendidik siswa untuk besikap terbuka terhadap pendapat orang lain dan membuat pertimbangan untuk memilih suatu perimbangan.

  Sedangkan kelemahan metode problem solving adalah: 1. memerlukan waktu yang cukup banyak, jika diharapkan suatu hasil keputusan yang tepat.

2. Tidak dapat digunakan pada kelas-kelas rendah, karena memerlukan kecakapan bersoal jawab dan memikirkan sebab akibat.

  3. menyebabkan pelajaran tertinggal, sebab satu dua masalah yang dipandang sulit dipecahkan akan memakan waktu yang tidak sedikit.

  19

D. Sikap Ilmiah

  Semua tulisan tentang sikap ilmiah berikut diambil dari tulisan Bahrul Ulum di dalam Baharudin (1984: 34) mengemukakan bahwa sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para ilmuwan saat mereka melakukan kegitan sebagai ilmuwan. Dengan perkataan lain sikap ilmiah adalah kecendrungan individu untuk bertindak atau berperilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah

  Beberapa langkah ilmiah yang biasa dilakukan oleh para ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah menurut Brotowidjoyo (1985: 31-34), antara lain: a.

  Sikap ingin tahu: apabila menghadapi suatu masalah yang baru dikenalnya, maka ia berusaha mengetahuinya; senang mengajukan pertanyaan tentang obyek dan peristiwa; kebiasaan menggunakan alat indra sebanyak mungkin untuk menyelidiki suatu masalah.

  b.

  Sikap kritis: tidak langsung begitu saja menerima kesimpulan tanpa ada bukti yang kuat, kebiasaan menggunakan bukti-bukti pada waktu menarik kesimpulan; bersedia berubah pendapatnya berdasarkan bukti-bukti yang kuat.

  c. Sikap obyektif: melihat sesuatu sebagaimana adanya obyek itu, menjauhkan bias pribadi dan tidak dikuasi oleh pikirannya sendiri. Dengan kata lain mereka dapat mengatakan secara jujur dan menjauhkan kepentingan dirinya sendiri sebagai subyek.

  20 d.

  Sikap ingin menemukan: selalu memberikan saran-saran untuk mene- mukan eksperimen baru, kebiasaan menggunakan eksperimen-eksperimen dengan cara yang baik dan konstruktif, selalu memberikan konsultasi yang baru dari pengamatan yang dilakukannya.

  e. Sikap menghargai karya orang lain: tidak akan mengakui dan memandang karya orang lain sebagai karyanya, menerima kebenaran ilmiah walaupun ditemuakn oleh orang atau bangsa lain.

  f. Sikap tekun: tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi elsperimen yang hasilnya meragukan, tidak akan berhenti melakukan kegiatan-kegiatan apabila belum selesai, berusaha bekerja dengan teliti terhadap hal yang ingin diketahuinya.

  g.

  Sikap terbuka: bersedia mendengarkan argumen orang lain sekalipun berbeda dengan apa yang diketahuinya, terbuka menerima kritikan dan respon negatif terhadap pendapatnya.

  h. Sikap mau bekerja sama dengan orang lain dalam memecahkan masalah.

  Lebih rinci Diederich mengidentifikasikan 20 komponen sikap ilmiah sebagai berikut: selalu meragukan sesuatu, percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah, selalu menginginkan adanya verifikasi eksperimental, tekun, suka pada sesuatu yang baru, mudah mengubah pendapat atau opini, loyal terhadap kebenaran, objektif, enggan mempercayai tahyul, menyukai penjelasan ilmiah, selalu berusaha melengkapi pengetahuan yang dimilikinya, tidak tergesa-gesa mengambil keputusan, dapat membedakan antar hipotesis dan solusi, menyadari perlunya asumsi, pendapatnya bersifat fundamental,

  21 menghargai struktur teoritis, menghargai kuatifikasi, dapat menerima pengertian keboleh-jadian, dan dapat menerima pengertian generalisasi.

F. Ringkasan Materi Elastisitas Bahan dan Hukum Hooke

  Semua tulisan tentang materi Elastisitas bahan dan hukum Hooke berikut diambil dari buku Fisika SMA Kekas XI (KTSP 2006) karangan Marten Kanginan.

1. Elastisitas Bahan

a. Tegangan, Regangan, dan Modulus Elastisitas

  1) Tegangan Bila seutas kawat dengan luas penampang A mengalami suatu gaya tarik F pada ujung-ujungnya, mengakibatkan kawat mengalami

  tegangan tarik

  σ. Tegangan tarik σ didefinisikan sebagai hasil bagi

  antara gaya tarik F yang dialami kawat dengan luas penampangnya (A). Secara matematis dapat ditulis sebagai berkut gaya F tegangan atau

  = σ =

  luas A

  2) Regangan

  Gaya tarik yang dikerjakan pada batang berusaha meregangkan kawat hingga panjang kawat semula L bertambah sebesar ΔL.

  Regangan (tarik) е didefinisikan sebagai hasil bagi antara

  pertambahan panjang ΔL dengan panjang awal L. Secara matematis

  dapat ditulis sebagai berikut

  pertambaha n panjang L

  Δ

  

regangan = atau e =

panjang awal L

  22 3)

  Modulus Elastis Modulus elastis (juga disebut modulus Young) suatu bahan didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan dan regangan yang dialami bahan. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut

  e E atau regangan tegangan

  Modulus elastis

  σ

  = =

b. Tetapan gaya benda elastis

  Jika substitusikan tegangan σ = F/A dan regangan е = ΔL/L kedalam persamaan modulus elastisitas, diperoleh hubungan antara gaya tarik F dan modulus elastis E.

  Jadi: dengan k adalah tetapan gaya sebagai pengganti dari . Dengan demikian adalah tetapan gaya untuk benda elastis.

2. Hukum Hooke

  Jika gaya tarik tidak melampaui batas elastis pegas, maka pertambahan panjang pegas sebanding dengan gaya tariknya.

Dokumen yang terkait

Penerapan metode problem solving pada pembelajaran akidah akhlak siswa kelas II

12 88 122

Pembelajaran sains teknologi masyarakat dengan metode observasi laboratorium dan metode observasi lapangan ditinjau dari sikap ilmiah siswa dan konsep diri siswa

0 10 173

Penerapan metode problem based learning untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap kritis, dan mengembangkan karakter sosial siswi kelas XI IPS 1 pada mata pelajaran akuntansi.

0 1 370

Pengaruh pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving terhadap sikap ilmiah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten.

2 9 158

Pengaruh metode eksperimen-diskusi terhadap sikap dan keyakinan siswa pada pembelajaran fisika yang diukur dengan tes class.

0 3 145

Pengembangan modul pembelajaran fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa sma JURNAL MEGA

1 5 11

Model pembelajaran problem solving (1)

0 7 107

Pembentukan konsep siswa tentang hukum Ohm, hambatan kawat, dan rangkaian seri paralel menggunakan metode eksperimen terbimbing - USD Repository

0 8 170

Pembelajaran gaya pegas dan elastisitas bahan dengan dukungan media pembelajaran website : sebuah upaya untuk menumbuhkan motivasi belajar dan meningkatkan pemahaman siswa di kelas XI IPA SMA Santa Maria Yogyakarta - USD Repository

0 0 215

Perubahan konsep siswa dalam pembelajaran fisika pokok bahasan rangkaian seri dan rangkaian paralel menggunakan metode demonstrasi - USD Repository

0 7 219