KONSEP PERJODOHAN PADA ABAD 20 TERKAIT

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

KONSEP PERJODOHAN PADA ABAD 20 TERKAIT NOVEL MIDAH
SEBUAH PENDEKATAN SEJARAH PADA KARYA SASTRA
Stefani Ratu Lestariningtyas
Sastra Kontemporer
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Padjadjaran

Abstrak
Penelitian ini membahas keadaan masyarakat pada abad 20 mengenai perjodohan anak dan
pernikahan dini. Penelitian ini didasari oleh novel Midah karya Pramoedya Ananta Toer. Novel
Midah mengangkat isu perjodohan anak dan pernikahan paksa, yang menjadikan anak sebagai
alat tukar dalam sebuah perjodohan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, karena penelitian
ini membandingkan karya sastra dengan kajian jurnal-jurnal yang membahas perjodohan anak
dan pernikahan dini di Indonesia pada abad 20. Penelitian ini menggunakan teori sastra Marxis
untuk mengkaji perjodohan sebagai sistem tawar menawar di antara keluarga. Hasil dari
penelitian ini memaparkan alasan perjodohan anak lumrah terjadi di abad 20 karena anak di
bawah umur masih menurut kepada orang tua. Para orang tua di pertengahan abad 20 memilih

untuk mengabaikan peraturan pemerintah mengenai pernikahan.
Kata Kunci: Midah, perjodohan anak, marxis

I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Sebuah lagu yang diciptakan oleh Novia Kolopaking yang dijadikan OST untuk sinetron
Keluarga Cemara menyatakan bahwa “Harta yang paling berharga adalah keluarga”. Keluarga
adalah struktur masyarakat terkecil sekaligus fondasi terkuat dalam masyarakat. Keluarga adalah
tempat pendidikan dasar diajarkan. Orang tua memiliki fungsi sebagai pendidik dan pelindung
bagi anak sebelum terjun ke dalam masyarakat. Dalam Sosiologi Keluarga yang disusun oleh
William J. Goode pun, keluarga adalah sistem masyarakat terpenting selain agama. (Goode,
1991:7) Dari pernyataan tersebut, nyatalah keluarga adalah sistem yang sangat penting, hingga
dapat bersanding dengan sistem agama yang keberadaannya tidak dapat diganggu gugat.
Keluarga begitu penting, sebab dari sinilah lahir dan terbentuk anggota masyarakat. Kedudukan
SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH


2018

utama setiap keluarga ialah fungsi pengantara pada masyarakat besar. (Goode, 1991:3) Dari
keluarga, anggota masyarakat belajar untuk menjadi ‘anggota masyarakat’ sebelum terjun ke
masyarakat sesungguhnya.
Dalam keluarga kecil, sistem keanggotaannya selalu meliputi orang tua dan anak. Orang-orang di
luar sistem ini dapat dikatakan bukan anggota keluarga kecil, namun masih bisa disebut anggota
keluarga besar. Orang tua yang menduduki strata paling atas dalam keluarga, dapat dikatakan,
memiliki kekuatan absolut dan infinit untuk menciptakan peraturan. Rumah, dalam bentuk
bangunan, adalah teritori kekuasaan orang tua yang tidak tertandingi. Anak sebagai bagian dari
fondasi masyarakat itu diharapkan untuk bersedia melakukan perintah apapun dari orang tua.
Strata tersebut tidak terlepas oleh peran keluarga yang menjadi penyumbang dalam masyarakat.
Goode memaparkan fungsi-fungsi keluarga dalam masyarakat sebagai berikut: kelahiran,
pemeliharaan fisik anggota keluarga, penempatan anak dalam masyarakat, pemasyarakatan, dan
control sosial. (Goode, 1991:9)
Konsep kekeluargaan pun dipaparkan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam karya-karyanya.
Pramoedya kerap menggunakan latar keluarga sebagai cermin pola pendidikan keluarga-keluarga
di Indonesia. Contohnya Minke, dalam Bumi Manusia, yang lahir dari keluarga terpelajar, namun
memiliki sikap lebih terpelajar dalam hal morel dibandingkan keluarganya. Minke memiliki
pandangan begitu luas karena didasari kekecewaan karena adat keluarganya yang terlalu

mengikuti adat Jawa yang, dianggap Minke, begitu kaku.
Dalam penelitian ini, peneliti hendak mengkaji konsep perjodohan, perceraian, dan keluarga dari
novel Midah. Midah adalah salah satu novel pendek karya Pramoedya Ananta Toer yang
diterbitkan pertama kali pada tahun 1955 dan mulai dicetak ulang oleh Lentera Dirpantara sejak
tahun 2001. Midah mengisahkan seorang gadis berparas manis yang dijodohkan oleh ayahnya di
usianya yang masih sangat belia.
Peneliti memilih novel Midah sebagai obyek penelitian karena novel ini mengangkat tema
perjodohan di Jakarta pada abad 20. Pada masa itu, anak masih dianggap komoditi untuk urusan
perjodohan. Dalam Midah, jodoh yang dipilihkan orang tuanya berdasarkan kekayaan dan gelar
Haji semata; padahal kenyataannya calon suami Midah bukanlah seorang bujang, apalagi
berakhlak baik.
SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

Penelitian ini meneliti permasalah keluarga dari novel Midah. Permasalahan keluarga yang dikaji

merujuk pada Midah sebagai anak yang dijadikan komoditi dalam hal perjodohan. Penelitian ini
diharapkan dapat melihat alasan mengapa perjodohan dan pernikahan dini terkesan sangat
lumrah pada pertengahan abad 20. Pemberontakan Midah dalam menolak dirinya sebagai
komoditi juga dikaji dalam aspek perceraian. Keseluruhan penelitian ini ditujukan untuk
menelaah peran keluarga Indonesia terhadap pernikahan anak perempuan di abad 20.

1. 2. Masalah Penelitian
Masalah yang ingin dikaji adalah konsep keluarga dan perjodohan anak di Indonesia pada
Indonesia. Dalam novel Midah, Midah terlahir dari keluarga sejahtera dan taat beragama.
Sayangnya, Midah tidak mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Tidak hanya itu, Midah
dijodohkan dengan seorang haji kaya yang ternyata telah memiliki banyak istri. Midah, dalam
novel Midah, diteliti sebagai anak dalam stratifikasi keluarga, juga sebagai komoditi dalam
urusan perjodohan. Karenanya, penelitian ini menilik isu strata keluarga serta perjodohan anak.
Penelitian ini merujuk pada konsep keluarga dan perjodohan anak pada abad 20 di Indonesia.
Alasan penelitian ini dibatasi pada konsep tersebut karena keterbatasan informasi mengenai
perjodohan anak pada era 1950-an saja. Paska kemerdekaan Indonesia di tahun 1945 dan
terbebasnya Indonesia dari Belanda di tahun 1949, rupanya belum ada data statistik yang
memadai untuk pernikahan di Indonesia dalam rentang umur berapapun. Karena kejadian
tersebut, wajar saja perjodohan dan pernikahan anak tak elak terjadi pada latar waktu Midah.


1. 3. Tujuan Penelitian
Sastra lahir disebabkan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya, menaruh minat
terhadap masalah manusia dan kemanusiaan, dan menaruh minat terhadap masalah manusia dan
kemanusiaan, dan menaruh minat terhadap dunia realitas yang berlangsung sepanjang hari dan
sepanjang zaman. (Semi, 2012:1) Karenanya, terdapat penelitian sastra yang menggunakan
pendekatan sejarah. Penelitian sastra adalah usaha pencarian pengetahuan pemberi maknaan
dengan hati-hati dan kritis secara terus-menerus terhadap masalah sastra. (Semi, 2012:22) Tujuan
SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

dari penelitian ini adalah menelaah fenomena perjodohan yang terjadi pada abad 20,
sebagaimana latar waktu yang disediakan Pramoedya Ananta Toer dalam novel Midah.

1. 4. Metode Penelitian
1. 4. 1. Pendekatan

1. 4. 1. 1 Pendekatan Kritik Sastra Marxis
Pendekatan Marxis adalah pendekatan sastra yang terinspirasi oleh pemikiran dari sang filosofis
dan ekonomis Jerman, Karl Marx. Meski demikian, pendekatan Marxis dalam hal sastra tidak
dikembangkan oleh Karl Marx sendiri, melainkan oleh para pengembang teori Marx. Karl Marx
lebih mengedepankan teori Marxis dalam hal kelas sosial dan alat produksi.
Georg Lukacs (1885-1971) adalah salah satu pengembang teori sastra Marxis. Georg Lukacs
mengembangkan kritik sastra berdasarkan teori Marx. Lukacs menamakan teori kritik sastra ini
reflectionism, yang dimaksudkan bahwa karya sastra adalah cerminan (reflection) dari
masyarakat dimana karya sastra itu lahir. (Booker, 1996:75) Berangkat dari konsep kritik sastra
ini, dapat disimpulkan bahwa karya sastra dapat dijadikan acuan sebagai penelaah sejarah dalam
suatu masyarakat. Hal tersebut, wajar saja, karena seorang penulis berasal dan terbentuk dari
sebuah masyarakat. Penulis telah merasakan didikan dari suatu masyarakat, sehingga pribadi dan
sikap seorang penulis dapat dituangkan melalui karya sastra. Tentunya konsep pendekatan ini
bertolak belakang dengan konsep kritik sastra oleh Wellek dan Warren yang secara terangterangan menolak ungkapan bahwa karya sastra adalah iminasi kenyataan. (Booker, 1996:18)
Teori-teori Marxis pada awalnya tidak diciptakan untuk pendekatan sastra, akan tetapi, pokokpokok teori tersebut dapat diaplikasikan ke dalam penelitian karya sastra. Dalam hal pendekatan
sastra, pendekatan sastra Marxis mencoba untuk mengadopsi pendekatan marxis sebagai ideologi
dan kemungkinan politik murni. (Szeman, 2009:43) Konsep teori Marxis yang menjunjung
material dapat diadopsi ke dalam kritik karya sastra. Aspek-aspek dalam pembangunan suatu
karakter dalam karya sastra dapat ditelaah secara materialistis.
1. 4. 1. 2. Pendekatan Kesejarahan

SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

Dalam Semi, pendekatan kesejarahan mengandung asumsi dasar bahwa karya sastra merupakan
fakta sejarah karena ia merupakan salah satu hasil ciptaan manusia pada suatu zaman yang
membawa semangat zamannya. (Semi, 2012:81) Peristiwa-peristiwa yang dialami atau dipahami
oleh seorang sastrawan dapat menjadi inspirasi dalam penciptaan sebuah karya sastra. Peristiwa
pada suatu zaman terekam dan berpengaruh di dalam penciptaan karya sastra karena para penulis
merupakan bagian dari kenyataan zamannya. (Semi, 2012:81) Karya sastra dianggap sebagai
perekaman napas zaman yang memiliki unsur yang dapat dipandang sebagai salah satu bahan
kajian sejarah. (Semi, 2012:82)
Pendekatan kesejarahan sejalan dengan konsep kritik sastra marxis yang dikembangkan oleh
Georg Lukacs. Sebagaimana disebutkan pada poin 1. 4. 1. 1 bahwa karya sastra adalah reflection
dari suatu masyarakat. Melalui pendekatan kesejarahan, seorang peneliti karya sastra dapat
menilai suatu sejarah berdasarkan suatu karya sastra. Hal ini tetap terpengaruh oleh ideologi dan

sikap penulis suatu karya sastra terhadap masyarakatnya, sebagaimana apa yang para penulis
tuangkan ke dalam karya sastranya.

1. 4. 2. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam novel dikumpulkan setelah pembacaan novel hingga selesai. Data kemudian
dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan permasalahannya. Data yang telah dikelompokkan
kemudian dibandingkan dengan data dari jurnal-jurnal yang dianggap memenuhi kriteria sebagai
fakta sejarah mengenai perjodohan anak Indonesia di abad 20. Jurnal-jurnal yang diambil berasal
dari jstor.org. Jurnal yang diambil hanyalah jurnal yang mendalami masalah pernikahan dan
perjodohan anak di Indonesia pada abad 20.

1. 4. 3. Analisa Data
Penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif. Whitney, dalam Nazir, memaparkan bahwa “(m)etode
deskriptif adalah pencarian fakta interpretasi yang tepat.”. (Whitney [dalam Nazir, 2003:54)
Metode penelitian deskriptif digunakan apabila suatu penelitian tidak menggunakan data
statistika yang akurat.
SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS


PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

Analisa data dilakukan dengan melihat aspek-aspek yang terkait dengan keluarga dan perjodohan
dalam novel Midah. Sebagaimana disebutkan sebelumnya pada poin 1.2, penelitian ini
difokuskan untuk meneliti konsep keluarga dan perjodohan anak pada abad 20 di Indonesia.

II. KAJIAN TEORI
2. 1. Anak Sebagai Komoditi
Sebelum abad 19, pernikahan tak elak dari masalah transaksi. (Wollburg, 2016) Tradisi
pernikahan masih dianggap pihak laki-laki “membeli” seorang gadis dari pihak keluarga
perempuan. Hal ini terjadi pula sebaliknya di adat matrilineal. Dalam Midah pun, Midah
dijadikan barang atau komoditi dalam pernikahan. Memalui kritik sastra marxis, perjodohan
anak dikaitkan dengan konsep anak secara material. Perjodohan berarti terdapat kesepakatan di
antara dua keluarga dalam transaksi pernikahan. Goode menyebutkan semua sistem pemilihan
jodoh menuju kepada pernikahan homogami sebagai hasil proses tawar menawar. (Goode,
1991:66) Alat tukar utama dalam perjodohan tentunya adalah anak, terutama anak dari pihak
keluarga perempuan.


2. 2. Pemilihan Jodoh dan Perkawinan (Goode, 1991:63)
Melalui landasan ini, obyek penelitian diteliti dari segi perjodohan. Goode memaparkan proses
pemilihan jodoh berlangsung seperti sistem pasar dalam ekonomi.

Dalam Midah, Midah

dijodohkan dengan seorang Haji yang kaya. Dalam konteks ini, Midah adalah komoditi dalam
perjodohan. Midah sebagai komoditi masih terkait dengan poin 2. 1. mengenai anak sebagai
komoditi.

2. 3. Terputusnya Sistem Peranan Keluarga (Goode, 1991:184)
Melalui landasan ini, obyek penelitian diteliti Midah yang melarikan diri dari orang tuanya.
Midah yang sejak kecil sering pergi ke pasar untuk menonton dan mengikuti pengamen, hingga
Midah yang lari dari suami sebagai bentuk pemberontakan dari perjodohan orang tuanya.

SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH


2018

3. HASIL PEMBAHASAN
Novel digambarkan Swingewood sebagai genre sastra yang cenderung realistik. Dr. Johnson,
katanya, menyimpulkan bahwa novel merepresentasikan suatu gambaran yang jauh lebih
realistic mengenai kehidupan sosial (Faruk, 2012:110) Karya sastra bisa dijadikan cerminan bagi
masyarakat pada suatu masa. Hal tersebut diakibatkan seorang pengarang karya sastra pastilah
seseorang dalam bagian masyarakat. Seorang pengarang bisa menjadikan fenomena sosial
sebagai inspirasi bagi karya sastra yang ditulisnya. Konsep ini sejalan dengan teori Reflection
oleh Georg Lukacs.
Dalam novel Midah, Pramoedya Ananta Toer mengisahkan seorang gadis yang dijodohkan oleh
ayahnya. Ayahnya hanya ingin Midah untuk menikah dengan seorang haji yang kaya. Dalam
penelitian ini, peneliti juga meneliti apakah fenomena perjodohan di Indonesia mirip dengan
fenomena perjodohan di negara Asia lainnya pada pertengahan abad 20.

3. 1. Anak sebagai Komoditi
Sesuai dengan yang dipaparkan sebelumnya pada poin 1.4.1.1, penelitian ini menggunakan kritik
sastra marxis untuk menelaah perjodohan sebagai proses tawar menawar di antara dua keluarga.
Dalam kasus perjodohan anak, anak adalah alat tukar dalam proses tawar menawar ini. Seorang
anak memiliki harga untuk ditukar dengan dalam proses perjodohan. Dalam kasus Midah, Midah
dijodohkan oleh ayahnya dengan seorang Haji yang kaya. Hal ini nyata diungkapkan ayah
Midah, melalui ibunya, yang merencanakan pernikahan itu serta alasan mengapa Midah harus
menikah dengan seorang haji yang melamarnya:
Midah, sekarang engkau sudah besar. Sebentar lagi kawin. Jangan kira engkau tidak
cantik. Sudah banyak bapakmu menerima lamaran. Tapi bapakmu hanya mau menerim
lamaran kalau ada haji dari Cibatok yang mengerjakannya. (…) Sekarang haji yang
diharapkan itu datang melamar bapakmu. Ia punya sawah banyak, kerbau berpuluhpuluh, ibadatnya kuat. (Toer, 2003:20)
Merujuk kembali ke teori Reflection oleh Lukacs, Pramoedya Ananta Toer pasti terinspirasi
mengenai kasus perjodohan anak sebagai komoditi untuk menulis Midah ini. Padahal, pada tahun
1955, saat Pramoedya Ananta Toer pertama kali menerbitkan Midah, Undang-undang pernikahan
sudah dilegalkan oleh Kementrian Agama. Blackburn menyebutkan, pada tahun 1946, setahun
setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia, Kementrian Agama mengeluarkan Undang-Undang no
SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

22 tahun 1946 yang mengatur peraturan perkawinan, dan perceraian. Kemudian pada tahun
1947, Undang-undang ini dikembangkan untuk mengatur pelarangan pernikahan paksa dan
pernikahan anak di bawah umur.(Blackburn, 1997:128) Namun dalam Midah, dengan setting
1950-an, pernikahan anak masih nyata. Anak masih dijadikan alat tukar dalam perjodohan.
Keluarga Haji Abdul tidak mengindahkan peraturan pemerintah dan masih melakukan
perjodohan dengan seorang lelaki yang kaya secara materil dan morel. Menggunakan teori
Reflection, maka konsep anak sebagai komoditi adalah cerminan nyata atas masyarakat
Indonesia di pertengahan abad 20.

3. 2. Pemilihan Jodoh dan Perkawinan
Dalam pendidikan sekolah dasar, anak-anak SD sudah dididik untuk mengetahui bahwa
kemerdekaan Indonesia diperingati setiap 17 Agustus. Kemerdekaan Indonesia sudah dapat
dinikmati sejak tahun 1945. Sejak tahun 1945, pemerintahan Republik Indonesia dinyatakan
sudah berdiri tegak.
Namun ternyata, kemerdekaan Indonesia tidak dapat dijadikan panutan untuk kemerdekaan
individu. Midah, contohnya, bahkan kehadirannya di tahun 1950-an tidak menjadikan dirinya
merdeka sebagai perempuan. Blackburn dan Bessel, dalam jurnal Marriageable Age: Political
Debates on Early Marriage in Twentieth-Century Indonesia (1997) menyatakan:
From early in the twentieth century, Indonesian women who had received a Western
education began to draw attention to the problem of child marriage. It was not always
described in quite those terms; more often the objection was to the practice described as
"forced marriage": the custom of parents marrying off their daughters without consulting
them. (Blackburn, 1997:109)
Sejak awal abad 20, perempuan Indonesia, yang lebih terpelajar, sudah mulai melihat pernikahan
anak sebagai sebuah masalah. Pada kenyataannya, bahkan setelah Indonesia merdeka, anak-anak
belum sepenuhnya merdeka untuk menentukan masa depan mereka. Karenanya, terlepas dari
protes kaum perempuan terpelajar, pernikahan anak yang melibatkan perempuan di bawah umur
masih lumrah terjadi di pertengahan abad 20.

SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

Dalam Midah, keluarga Midah tidak menyekolahkan Midah. Bisa jadi, semua anak perempuan
Haji Abdul tidak sekolah. Karena hal ini, wajar saja Midah dijodohkan di usia yang masih sangat
belia. Hal tersebut dikarenakan keluarga Haji Abdul tidak mementingkan pendidikan. Hal yang
terpenting bagi keluarga Haji Abdul adalah materi dan akhlak, bukan pendidikan.
Melalui teori reflection oleh Lukacs, maka pasti ada beberapa keluarga di Indonesia abad 20
yang memegang paham kolot ini. Pendidikan formal tidak dianggap penting untuk membina
anak menjadi masyarakat yang baik. Namun pada kenyataannya, di abad 20, keluarga terpelajar
bukan berarti tetap bebas dari pemahaman kolot akan perjodohan anak. Blackburn dan Bessel
menyatakan, “The younger the child, of course, the easier this was for parents to do (forced
marriage).” Blackburn, 1997:109) Perjodohan anak dilakukan karena anak-anak tidak memiliki
kekuasaan untuk melawan kehendak orang tuanya. Hal yang ditakutkan para orang tua pada abad
20 adalah, semakin dewasa seorang anak, semakin luaslah pemahaman anak untuk menolak
suatu perjodohan.
Raden Ajeng Kartini adalah salah satu perempuan Indonesia yang mengkritisi hal ini. Blackburn
dan Bessel mengutip surat R. A. Kartini kepada Mevrouw Abendanon dalam mengkritiki
pernikahan sepupunya, Mini, yang adalah anak Bupati Ciamis:
Her mother is apparently an extremely refined and cultured woman-and she is marrying
off her thirteen-year-old child! ... I had tears of rage and regret and desperation in my
eyes--and especially of sympathy for that poor child when I read the announcement of the
proposed marriage. Mini, that dear, wonderful child, who had such a promising futuremarrying-that young thing!--oh, I still cannot imagine it. It is outrageous! Oh, do not
create illusions which destroyed-do not encourage dreams, when one knows beforehand
that rude awakening must follow. It is cruel—cruel! (Blackburn, 1997:109-110)
Terkait surat Raden Adjeng Kartini kepada sahabatnya, seorang Belanda, maka nyatalah seperti
apa perjodohan pada abad 20. Mini, saudara R. A. Kartini yang berumur 13 telah dijodohkan
oleh orang tuanya. Padahal, Mini adalah anak dari seorang Bupati. Seorang Bupati, pada abad
20, berasal dari kaum priyayi yang semestinya telah terpelajar. Kenyataannya, pendidikan tinggi
seorang priyayi tidak ada hubungannya dengan pandangan lebih luas mengenai perjodohan anak.
Apabila, pada kenyataannya, keluarga priyayi masih menjodohkan anak di bawah umur, maka
kejadian dalam keluarga Midah sudah tidak aneh lagi. Terutama keluarga Midah yang tidak

SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

disebutkan sebagai keluarga Priyayi tentulah tidak akan memiliki urusan dengan masalah
perjodohan anak di bawah umur.
Dr. Soetomo, ketua Indonesische Studieclub di Surabaya, menerbitkan buku Perkawinan dan
Perkawinan Anak pada tahun 1928. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka, penerbit pertama di
abad 20. Buku yang diterbitkan Balai Pustaka tentulah telah mendapat persetujuan dari
pemerintah. Dalam buku tersebut, Soetomo menolak pernikahan anak di bawah umur yang
adalah pernikahan paksa. Menurut Soetomo, pernikahan paksa membebani anak dengan
kewajiban yang belum mereka pahami. (Blackburn, 1997:120-121) Perjodohan anak sudah
menjadi masalah yang perlu dikaji oleh orang-orang terpelajar di Indonesia. Apabila Midah
mengambil latar waktu 1950-an, maka sejak diterbitkannya buku Perkawinan dan Perkawinan
Anak pada tahun 1928, dapat disimpulkan belum ada kesadaran pada masyarakat akan
permasalahan perjodohan dan pernikahan anak di bawah umur.

3. 3. Terputusnya Sistem Peranan Keluarga
Dalam Midah, Midah memilih untuk meninggalkan suaminya setelah mengetahui suaminya
memiliki istri selain dirinya. “Apalagi setelah diketahuinya bahwa Hadji Terbus bukan bujang
dan bukan muda (…) Waktu ia tak sanggup lagi menanggung segalanya, dengan diam-diam ia
kembali ke Jakarta.” (Toer, 2003:21) Karena pernikahannya dimulai dari proses perjodohan, dan
Midah tidak dilibatkan dalam proses perjodohan ini, Midah tidak memiliki pengetahuan apapun
mengenai siapa dan bagaimana suaminya, selain informasi dari ayahnya bahwa lelaki yang ingin
menikahinya adalah seorang haji kaya. Karena ketidakcocokan selama pernikahan, Midah
memilih lari dari suaminya, bahkan dalam keadaan mengandung.
Cammack dan Hiton, dalam jurnal “Explaining the Recent Upturn in Divorce in Indonesia:
Developmental Idealism and the Effect of Political Change”, mengutip pernyataan Geertz bahwa
pernikahan yang diatur dalam usia belia dapat mengakibatkan salah satu pihak meminta cerai
dan kembali kepada orang tua mereka. (Geertz [dalam Cammack, 2011:777]) Cammack dan
Hiton menambahkan, hingga akhir abad 20, tingkat perceraian menurun karena masuk dalam era
modernisasi. (Cammack, 2011:777) Melalui Midah, masih menggunakan teori Reflection,
SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

ternyata di pertengahan abad 20, perceraian masih dapat terjadi. Mengingat ungkapan Geerts
bahwa pernikahan di usia belia sangat rentan perceraian, wajar saja tingkat perkawinan anak dan
perceraian masih cukup tinggi hingga pertengahan abad 20.

4. SIMPULAN
Melalui Midah, masyarakat pada abad 20 dicerminkan oleh Pramoedya Ananta Toer. Midah,
seorang wanita yang kuat, rela menanggung semua penderitaan akibat perjodohan anak yang ia
terima. Kenyataannya, pada abad 20-an, perjodohan anak dan pernikahan paksa sudah menjadi
isu yang digembar-gemborkan di Indonesia. Protes dari berbagai pihak berdatangan menanggapi
perjodohan anak di bawah umur. Pemerintah Indonesia pun ikut turun tangan menanggapi
perjodohan anak. Pada tahun 1946. Kementrian Agama mengeluarkan Undang-undang no 22
tahun 1946 yang mengatur pernikahan, termasuk melarang pernikahan anak di bawah umur.
Dalam Midah, Haji Abdul selaku ayah Midah tidak mengindahkan peraturan dari Kementrian
Agama. Terkait dengan teori Reflection oleh Lukacs, maka tidak sedikit orang tua yang memilih
untuk menikahkan anaknya meski anaknya masih terlalu dini untuk menikah. Orang tua pada
pertengahan abad 20 masih memilih untuk menikahkan anaknya sejak dini, sebab anak berusia
belia masih bisa diatur sesuai dengan kemauan orang tuanya. Dalam kasus Midah, Midah
menurut ketika dinikahkan dengan seorang Haji kaya. Kekayaan Haji Terbus menjadi alat tukar
yang setara dengan seorang gadis manis bernama Midah dalam perjodohan yang dilancarkan
Haji Abdul selaku ayah Midah.
Pernikahan dini hanya didasari oleh ego orang tua semata. “Bibit-Bebet-Bobot” menjadi
pertimbangan orang tua untuk melancarkan perjodohan dengan lelaki yang, mungkin, calon
pengantin perempuan itu sendiri tidak mengenalnya. Maka pada akhirnya, tidak sedikit anak
yang tidak tahan dengan kehidupan bahtera pernikahannya yang dipaksakan. Perceraian tidak
terelakkan, sehingga tingkat perceraian pada pertengahan abad 20 cukup tinggi.
Midah merupakan cerminan atas perjodohan di pertengahan abad 20. Pramoedya Ananta Toer
mengajarkan bahwa anak bisa mengalami ketidaknyamanan dengan perjodohan. Seorang anak
bisa tidak menerima alasan mengapa ia dijodohkan; seperti halnya Midah begitu mengetahui
SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

bahwa sang suami begitu kejam dan telah beristri banyak. Pramoedya juga mengajarkan pada
anak untuk lebih berani menghadapi bahtera pernikahan, dipaksakan maupun tidak dipaksakan.

SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

PERJODOHAN DI TAHUN 1950-AN DALAM MIDAH

2018

Daftar Pustaka:
Blackburn, S. (1997). Marriageable Age: Political Debates on Early Marriage in TwentiethCentury Indonesia Indonesia, 63, 107-141.
Booker, M. K. (1996). A Practical Introduction to Literary and Criticism (Vol. 1). London:
Longman Publisher.
Cammack, M. (2011). Explaining the Recent Upturn in Divorce in Indonesia: Developmental
Idealism and the Effect of Political Change. Asian Journal of Social Science, 39.
Faruk. (2012). Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Postmodernisme. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Goode, W. J. (1991). Sosiologi Keluarga (D. L. Hasyim, Trans.). Jakarta: Bumi Aksara.
Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia.
Semi, M. A. (2012). Metode Penelitian Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa.
Szeman, I. (2009). Marxist Literary Criticism, Then and Now. Mediations, 24.2, 36-47.
Toer, P. A. (2003). Midah. Jakarta: Lentera Dipantara.
Wollburg, C. (2016). The History of Matchmaking and the Function of Intermediaries in the
Marriage Market.

SOSIOLOGI SASTRA

STEFANI RATU LESTARININGTYAS

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124