STUDI KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSULTANSI KONSTRUKSI DI KOTA PEKANBARU DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GAP

  

STUDI KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSULTANSI KONSTRUKSI

DI KOTA PEKANBARU DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GAP

ARTIKEL

OLEH :

ANDRY KURNIAWAN

  

NPM : 1110018312057

Tesis Ini Diajukan Untuk Melengkapi Sebahagian

Persyaratan Menjadi Magister Teknik

  

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

2014 Andry Kurniawan

  1

, Zaidir

  1 , Yusrizal Bakar

  1

1 Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bunghatta

  

E-mail : skalawebsite@gmail.com

Abstract

  

Competition on contruction market in Indonesia is quite high. For that reason, it is important to know the need

of consultant services, so that consultant company can give maximum services and fulfill customer needs. The

research objective was to analyzed level application of consultant service variables and determined

characteristic of consultant service using gap analysis. Research conducted on consultant at Pekanbaru city.

Method analysis that used in this research was gap analysis with questionnaire as research instrument. Result of

gap analysis on planning consultant shows that from 16 variables, there were 9 variables with quite high gap on

level of application. In term of controlling consultant, from 10 variables, there were 5 variables with quite high

gap on level of application. Based on gap analysis result, the final result pointed out that there were 5

characteristic need of consultant both of planning and controlling, they were availability on performance

measurement system, training and education, have skill certification, availability of standard operation

procedures, and training and education on managerial. Key words : Kano model, SERVQUAL Dimensions, Customer Satisfaction

  Industri konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan Pembangunan Nasional Indonesia dan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya pembangunan bangsa. Dengan adanya jasa konstruksi dapat mendukung gerak roda perekonomian, industri dan berbagai kegiatan sosial di masyarakat dan pemerintah. Sektor konstruksi secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan baik sektor formal maupun informal dan menciptakan peluang pekerjaan.

  Terdapat banyak pihak yang terkait dalam industri konstruksi seperti jasa konsultansi, kontraktor, supplier dan sebagainya. Jasa konsultansi konstruksi memberikan bantuan pada kontraktor konstruksi dalam hal perencanaan, pelaksanan dan pengawasan. Menurut Lempoy dkk (2013), jasa konsultan merupakan suatu tim kerja yang memiliki keahlian dalam mengelola manajemen proyek sehingga diharapkan mampu mengatasi dan mengantisipasi penyimpangan serta masalah dalam suatu kegiatan proyek. Berdasarkan UU RI No. 18 Tahun 1999, menjelaskan bahwa jenis usaha konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi. Dalam pelaksanaannya terdapat jasa konsultan yang memberikan jasa pelayanan konstruksi terhadap perusahaan-perusahaan konstruksi baik untuk perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan.

  Pertumbuhan sector konstruksi sangat penting mengingat perngaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Wakil Mentri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak menyatakan bahwa pemerintah berusaha mendorong percepatan pertumbuhan konstruksi diantaranya dengan mendorong pertumbuhan sector konstruksi mencapai 10-15% per tahun. Sedangkan berdasarkan data BPPS, pertumbuhan sector konstruksi pada tahun 2012 baru sebesar 7.5%.

1. Pendahuluan

  BP Konstruksi Hediyanto Husaini menyatakan bahwa 85% nilai pasar konstruksi dikuasai oleh perusahaan non kecil sedangkan sisanya sekitar 15% diperebutkan oleh perusahaan skala kecil. Menurut Kepala Badan Pembina (BP) Konstruksi Bambang Goeritno, data Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, dari 6.605 konsultan yang ada di Indonesia, 5.892 (89%) merupakan konsultan kecil, sedangkan yang berklasifikasi besar dan sedang masing-masing 449 (7%) dan 264 (4%). Hal ini berarti bahwa 5.892 konsultan kecil tersebut memperebutkan pasar yang hanya 15%. Sedangkan sisanya sebanyak 713 merupakan konsultan besar menengah yang bersaing memperebutkan pasar yang 85%. Hal ini memperlihatkan bahwa persaingan pada tingkat konsultan sangat tinggi. Untuk bertahan dalam persaingan maka setiap perusahaan konsultan harus meningkatkan profesionalismenya. Salah satunya adalah dengan menyediakan jasa konsultansi yang sesuai dengan kebutuhan dari owner.

  Penting untuk diketahui kebutuhan jasa pelayanan konsultansi, agar perusahaan konsultan dapat memberikan pelayanan yang maksimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa. Hal ini akan berdampak pada tingkat kepercayaan pengguna jasa dan kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam persaingan. Dengan mengetahui kebutuhan jasa pelayanan konsultansi, maka perusahaan konsultan dapat meningkatkan mutu dan kinerja perusahaannya sehingga dapat memenuhi harapan pelanggan.

  Berdasarkan hasil tersebut diatas, tujuan penelitian ini digunakan untuk menganalisis tingkat pelaksanaan Standar SKKNI kebutuhan jasa konsultan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan di kota Pekanbaru dan menentukan karakteristik kebutuhan konsultan dengan menggunakan analisis gap.

  2.1. Kebutuhan Konsumen Voice of customer (VOC) atau yang biasa

  disebut dengan suara pelanggan, berisikan hal-hal yang diinginkan, diharapkan atau dibutuhkan oleh seorang konsumen terhadap suatu produk atau jasa. VOC berisi daftar kebutuhan konsumen (customer needs) terhadap produk atau jasa yang sedang direncanakan (Cohen, 1995). Fase ini juga menggunakan diagram affinitas dan kemudian disusun secara hirarki dengan tingkat kebutuhan paling rendah hingga tingkat paling tinggi. Kebanyakan tim pengembang mengumpulkan suara pelanggan melalui melalui

  interview atau wawancara dan penyebaran kuesioner.

  2.2. Kinerja Perusahaan

  Kinerja (Performance) juga merupakan fungsi dari struktur pasar, lingkungan bisnis makro dan profil perusahaan atau yang lebih sederhana bahwa laba yang merupakan tujuan pokok perusahaan adalah fungsi dari pangsa pasar dan pertumbuhan permintaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Kinerja (Performance) adalah laba yang merupakan tujuan pokok Perusahaan. Wibisono 2006) menggambarkan bahwa kebutuhan akan system manajemen kinerja dipengaruhi oleh perubahan lingkungan bisnis maupun kebijakan global. Harisis dan Ogbonna (2001) dan Bae Lawler (2001), menyatakan bahwa kinerja merupakan ukuran keberhasilan atau prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan yang diukur tiap kurun waktu tertentu. Kinerja perusahaan adalah pencapaian usaha sebagaimana tujuan perusahaan tersebut didirikan yaitu mendapatkan keuntungan sebesar- besarnya untuk dapat menopang pertumbuhan dan perkembangan.

  2.3. Kompetensi

  Konsep kompetensi pertama kali diperkenalkan oleh David Mc Clelland pada tahun 1973. Mc Clelland mendifinisikan sebagai kompetensi adalah karakteristik yang mendasar yang memiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat memperdiksi kinerja yang sangat baik. Dasar dari kompetensi adalah membandingkan antara kompetensi yang dimiliki seorang personil pada saat ini dengan kompetensi yang disyaratkan suatu pekerjaan, karenanya keberhasilan penilaian kompetensi tergantung kepada keakuratan dari pengukuran kompetensi manajer proyek konstruksi dan keakuratan dari pendefinisian varabel kompetensi (yaitu kompetensi terpenting yang disyaratkan pada seorang manajer proyek kontruksi agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sangat baik).

2. Tinjauan Literatur

  Kemampuan kerja, adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Berdasarkan pasal 9 UU no.18/1999 tentang jasa kontruksi, bahwa orang yang bekerja sebagai perencana, pengawas,pelaksana, atau tenaga keja haruslah memiliki sertifikat keahlian. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Standar kompetensi adalah rumusan tentang persyaratan kemampuan minimal yang harus dimilki untuk melaksanakan perkerjaan yang di dasarkan atas penegetahuan, ketrampilan dan sikap kerja.

  2.4. Faktor-faktor Peningkatan Kinerja Industri Konstruksi

  Berdasarkan standar kompetensi yang tercantum dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan jasa pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa yaitu dokumen kontrak, rekayasa lapangan, metode pelaksanaan, perhitungan biaya konstruksi, perencanaan dan pengendalian mutu,waktu, biaya, administrasi proyek, teknik negosiasi dan hubungan masyarakat, pengadaan sumber daya dan evaluasi hasil pelaksanaan pekerjaan.

  Hasil penelitian Vivi (2011) terhadap kompetensi kerja manajer proyek, diketahui bahwa terdapat 3 standar kompetensi yang paling mempengaruhi jabatan manajer proyek yaitu: Keahlian dan pengetahuan manajer dalam hal dokumen kontrak, negosiasi, metode dan teknik analisis dan evaluasi pelaksanaan pekerjaan, Keahlian dan pengetahuan manajer dalam hal pengendalian dampak lingkungan, keamanan dan pengadaan sumber daya dan Keahlian dan pengetahuan dalam hal administrasi proyek.

  X2 Kemampuan dalam memahami dan menguasai spesifikasi teknik

  X8 Kemampuan menyusun program untuk K3

  X7 Menguasai value engineering

  X6 Kemampuan dalam analisis dan evaluasi hasil survey

  X5 Memahami dan menguasi Undang-undang Jasa Konstruksi

  X4 Menguasai kaji ulang desain

  X3 Kemampuan dalam memahami dan menguasai gambar teknik

  X1 Kemampuan dalam memahami dan menguasai dokumen kontrak

  Hasil penelitian Silaen (2011) mengidentifikasi 6 faktor yang dapat mempengaruhi keterlambatan proyek yaitu perencanaan/penjadwalan, organisasi, pelaksanaan, pengawasan dan factor lainnya.

  Tabel 1. Variabel Kebutuhan Jasa Konsultan Konstruksi No Variabel KONSULTAN PERENCANA

  Meskipun begitu variable-variabel peningkatan kinerja pada penelitian sebelumnya dapat dirangkun menjadi variable kebutuhan jasa konsultan. Oleh karena itu, variable penelitian ini di rangkum berdasarkan hasil penelitian Lempoy dkk (2013), Sudarto (2007), Abduh dkk (2007), Asa dkk (2008), Adianto dkk (2006), SKKNI dan Wibisono (2006, 2011) seperti terlihat pada Tabel 1.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masih sangat sedikit penelitian yang dilakukan pada perusahaan konsultan terutama sekali yang membahas mengenai apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh owner dari pihak konsultan. Penelitian dilakukan Lempoy dkk (2013) pada perusahaan konsultan hanya membahas mengenai peranan konsultan pada tahap pelaksanaan konstruksi, tapi belum membahasnya dari sisi apa yang dibutuhkan oleh owner. Penelitian lainnya lebih banyak dilakukan pada perusahaan konstruksi dan lebih difokuskan pada mengatasi keterlambatan atau mengukur kinerja. Selain itu juga di ambil dari literature mengenai kinerja oleh Wibisono (2006, 2011).

  2.5. Variabel Kebutuhan Jasa Konsultan untuk Memenuhi Kepuasan Owner sebagai Pengguna Jasa

  Abduh dkk (2007) mengembangkan model penilaian kinerja untuk industry konstruksi. Hasil Adianto dkk (2006) tentang penerapan construcability pada perusahaan kontraktor menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi pelaksanaan constructability, diantaranya yaitu pelatihan terhadap karyawan, komitmen manajemen, dokumentasi hasil pekerjaan, proses pembelajaran dan perbaikan berkelanjutan, metode konstruksi proyek, spesifikasi yang dipakai untuk proyek, brainstorming untuk mencari solusi masalah dan kerjasama tim.

  Hasil penelitian Adi dan Wibowo (2010) memperlihatkan bahwa terdapat 5 hal penting yang mendasari kinerja stakeholder dalam pembinaan keterampilan tenaga kerja konstruksi, yaitu kepuasan, kontribusi, strategi, proses dan kapabilitas. Asa dkk (2008) melakukan penelitian tentang faktor-faktor kritis system manajemen mutu untuk meningkatkan daya saing perusahaan.

  Hasil penelitian Lempoy (2013) pada perusahaan konsultan di Manado, terdapat 15 peranan konsultan manajemen konstruksi. Hasil penelitian Pamulu (2013) juga memperlihatkan bahwa permasalahan yang ditemui adalah terjadinya keterlambatan dalam pengiriman material serta kurangnya peran dari konsultan dalam mengatasi masalah tersebut. Sedangkan hasil penelitian Sudarto (2007) memperlihatkan terdapat empat faktor internal yang mempengaruhi kinerja perusahaan.

  X9 Menguasai teknik penghitungan biaya konstruksi X10 Kemampuan dalam membuat perencanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya X11 Kemampuan dalam membuat perencanaan sumber daya dan fasilitas X12 Kemampuan dalam membuat dokumen kontrak

  No Variabel X13 Kemampuan dalam negosiasi X14 Penguasaan teknologi terbaru X15 Kemampuan komunikasi X16 Kemampuan dalam dokumentasi pekerjaan

KONSULTAN PENGAWAS

  X17 Menguasai metode kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi X18 Menguasai upaya pengendalian dampak lingkungan X19 Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya X20 Kemampuan dalam mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya X21 Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan sumber daya dan fasilitas X22 Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas X23 Kemampuan membuat laporan proyek X24 Memiliki moral dan etika yang baik X25 Kemampuan dalam menangani permasalahan X26 Kemampuan dalam pengambilan keputusan

  3. Metodologi Penelitian

  4. Hasil dan Pembahasan

  Responden pada penelitian ini adalah team leader perencana, supervise engineer (leader pengawas) dan direktur. Kuesioner disebarkan terhadap 125 responden dengan pengembalian sebanyak 125 kuesioner, sehinga response rate untuk tingkat pengembalian kuesioner adalah

  100%. Dari 125 kuesioner yang kembali hanya 111 yang layak untuk untuk diolah dan dianalisis. Sehingga response rate untuk kuesioner yang bisa diolah adalah 88.8%. Sebanyak 11.2% kuesioner tidak dapat diolah dikarenakan jawaban yang tidak lengkap ataupun adanya jawaban ganda oleh Parasuraman dkk (Tjiptono dan Chandra, untuk beberapa pertanyaan. Hasil uji validitas 2005). Kriteria dalam menilai gap dibagi dalam 4 terhadap kuesioner memperlihatkan bahwa kategori, sedangkan untuk menilai rata-rata semua variabel penelitian valid dimana semua jawaban dibagi dalam 5 kategori. Pembagian kategori berdasarkan prinsip distribusi frekwensi. nilai Sig. α<0.05. Hal ini berarti bahwa semua

  Kategori Gap Keterangan

  variabel ini layak menjelaskan kebutuhan jasa

  1 <0.33 Rendah

  konsultan. Hasil uji reliabilitas memperlihatkan

  2 0.33 - < 0.67 Sedang

  bahwa nilai cronbasch alpha adalah 0.855. Hal ini

  3 0.67 - < 1 Tinggi

  berarti bahwa kuesioner memiliki tingkat

  4 >= 1 Sangat Tinggi

  kehandalan yang tinggi. Menurut Nunnaly nilai cronbach alpha >0.7 menyatakan bahwa

  Kategori Rata-rata Tk. Tk.

  kuesioner reliable (handal).

  Kepentingan Pelaksanaan

  1

  1.00 Tidak Penting Tdk Pernah

  • – 1.75

4.1.Analisis Tingkat Pelaksanaan Kebutuhan

  2

  1.76 Jarang

  • – 2.55 Kurang Penting

  Jasa Konsultan Konstruksi

  3

  2.56

  • – 3.35 Cukup Penting Cukup Sering

  Analisis gap (kesenjangan) dilakukan

  4

  3.36 Penting Sering

  • – 4.15

  untuk melihat apakah variable kebutuhan jasa

  5

  4.16 Selalu

  • – 5.00 Sangat Penting

  konsultan telah dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang diharapkan atau tidak. Pada

  4.1.1.Tingkat Pelaksanaan Variabel

  penelitian ini gap dilihat berdasarkan perbedaan

  Kebutuhan Konsultan Perencana

  nilai antara tingkat kepentingan dan tingkat Berdasarkan hasil uji validitas dan pelaksanaan. Tingkat kepentingan merupakan reliabilitas, terdapat 16 variabel kebutuhan kondisi yang diharapkan dari setiap variable konsultan perencana.Tabel 2 memperlihatkan kebutuhan. Sedangkan tingkat pelaksanaan rangking gap kebutuhan konsultan perencana memperlihatkan kondisi riil yang ada dilapangan. untuk setiap variable kebutuhan. Prinsip kesenjangan (gap) yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada model

  ServQual (Service Quality) yang dikembangkan Tabel 2. Ranking Gap Kebutuhan Konsultan Perencana

  Hasil pengolahan data pada table 2 X13, X14 dan X16, rata-rata tingkat kepentingan yang berarti bahwa variable-variabel tersebut penting untuk dimiliki oleh setiap konsultan perencana agar mampu memenuhi harapan owner sebagai pengguna jasa.

  Untuk variable X10 (kemampuan dalam membuat perencanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya) merupakan variable yang sangat penting bagi pengguna jasa untuk dimiliki oleh konsultan perencana. Kemampuan ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan maupun ketersediaan system dan prosedur standar pada perusahaan konsultan.

  Begitu juga untuk kemempuan dalam membuat dokumen kontrak (X12) dan kemampuan dalam dokumentasi pekerjaan (X16) menjadi variable penting yang harus dimiliki oleh konsultan perencana. Hal ini dapat tercapai apabila terdapat system dan prosedur standar dalam pembuatan dokumen kontrak dan system pengarsipan yang baik, rapid an terinci untuk setiap dokumen dan pekerjaan. Sedangkan untuk kemampuan negosiasi (X13) dan penguasaan teknologi baru (X14) dapat ditingkatkan melalui berbagai pelatihan.

  Dari segi pelaksanaan, table

  2 memperlihatkan bahwa rata-rata tingkat pelaksanaan berkisar antara 3.59-3.89. Hal ini berarti bahwa tingkat pelaksanaan berada pada kategori 4, yang berati bahwa variable kebutuhan yang diharapkan oleh owner telah banyak dimiliki oleh jasa konsultan. Hanya saja dalam pelaksanaannya, masih ada kebutuhan yang belum memenuhi harapan yang diharapkan oleh owner, sehingga dalam pelaksanaannya, beberapa kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh konsultan perencana masih memerlukan beberapa perbaikan.

  Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa dari segi gap terlihat bahwa nilai gap berkisar antara 0.25-0.51, yang berarti bahwa gap berada pada kategori rendah sampai dengan sedang dengan tingkat kesesuaian pelaksanaan berkisar antara 87.90% sampai dengan 93.52%. dari 16 variabel kebutuhan konsultan perencana, 9 diantaranya termasuk dalam kategori gap sedang dengan tingkat kesesuaian pelaksanaan berkisar antara 87.90%-91.25%. Hal ini berarti bahwa ke 9 variabel ini akan menjadi kebutuhan jasa konsultan yang masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya.

  Hasil uji validitas dan reliabilitas memperlihatkan bahwa terdapat 10 variabel yang menjadi kebutuhan konsultan pengawas. Semua variable ini harus ada pada konsultan pengawas dikarenakan semua variable ini merupakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh konsultan pengawas oleh owner. Sehingga denga adanya kemampuan ini konsultan pengawas dapat memenuhi harapan dari pengguna jasa yaitu owner.

  Tabel 3 memperlihatkan bahwa untuk rata- rata kepentingan kebutuhan konsultan pengawas berada pada kategori 4 (penting) kecuali untuk variable X24 dan X26 yang berada pada kategori 5 (sangat penting). Hal ini berarti bahwa semua variable ini penting untuk ada pada konsultan pengawas sehingga mampu memenuhi harapan dari owner sebagai pengguna jasa. Variable X24 (memiliki moral dan etika yang baik) dan variable X26 (kemampuan dalam pengambilan keputusan) merupakan variable yang sangat penting dimiliki oleh konsultan pengawas.

  Moral dan etika yang baik sangat penting dimiliki oleh konsultan pengawas dikarenakan konsultan pengawas banyak berhubungan dengan berbagai macam orang dengan berbagai level jabatan. Kemampuan dalam pengambilan keputusan juga sangat penting dimiliki oleh konsultan pengawas dikarenakan dalam melakukan pengawasan pekerjaan konstruksi di lapangan seringkali diperlukan tindakan cepat dan tepat untuk mengatasi masalah. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan salah satunya adalah dengan memberikan pelatihan manajerial bagi konsultan pengawas.

  Dari segi tingkat pelaksanaan, Tabel 3 memperlihatkan bahwa rata-rata tingkat pelaksanaan kebutuhan konsultan pengawas berada pada kategori 4 (sering dilaksanakan). Hal ini berarti bahwa kebutuhan yang diharapkan oleh owner dimiliki oleh konsultan pengawas telah dimiliki oleh konsultan pelaksana saat ini, hanya saja untuk beberapa kebutuhan masih memerlukan tindakan perbaikan dikarenakan gap dalam pelaksanaan yang cukup tinggi. Dilihat dari segi gap pelaksanaan kebutuhan pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai gap berkisar antara 0.11-0.49, yang berarti bahwa gap pelaksanaan berada pada kategori 1 (rendah) dan 2 (sedang). Hal ini berarti bahwa ada beberapa kebutuhan yang masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya. Pada Tabel 3 terlihat bahwa dari 10 kebutuhan konsultan pengawas yang teridentifikasi pada awal penelitian, terdapat 5 variabel kebutuhan dengan nilai gap sedang. Ini berarti bahwa 5 variabel kebutuhan ini masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya.

4.1.2. Tingkat Pelaksanaan Variabel Kebutuhan Konsultan Pengawas

  

Tabel 3. Rangking Gap Kebutuhan Konsultan Pengawas

4.2. Customer Needs dan Karakteristik

  4.2.1. Analisis Karakteristik Kebutuhan Kebutuhan Jasa Konsultan Konsultan

  Karakteristik kebutuhan jasa konsultan di Karakteristik kebutuhan konsultan dapat melalui hasil analisis gap. Secara dijabarkan berdasarkan suara kebutuhan keseluruhan tingkat kesesuaian pelaksanaan konsumen (customer needs) yang diperoleh variabel kebutuhan jasa konsultan rata-rata diatas berdasarkan hasil analisis gap. Pada bagian ini 90%. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan variabel- akan dilakukan analisis berdasarkan literatur, variabel tersebut secara keseluruhan sudah cukup wawancara dan kondisi lapangan, sehingga baik. Hanya saja untuk beberapa variabel, diketahui apa saja yang dibutuhkan oleh terdapat kesenjangan (gap) yang cukup besar konsultan untuk dapat memenuhi kebutuhan antara pelaksanaan dan kepentingan. Hal ini konsumen. Hasil akhir dapat dilihat pada Tabel 6. memperlihatkan bahwa dalam pelaksanaannya Berdasarkan literature, wawancara dan terdapat beberapa variabel yang masih kondisi riil perusahaan konsultan, maka memerlukan perbaikan. didaptkan 5 karakteristik kebutuhan konsultan

  Hasil analisis gap untuk variabel yang untuk mewujudkan keinginan konsumen, yaitu: berada dalam kategori sedang, merupakan

  1. Pendidikan dan pelatihan variabel yang memerlukan perbaikan dalam Berdasarkan kebutuhan konsumen pada pelaksanaanya. Tingkat keinginan pengguna jasa

  VOC, maka pendidikan dalan pelatihan diperoleh dari rata-rata jawaban responden untuk bagi konsultan, baik konsultan perencana tingkat kepentingan kebutuhan konsumen. Nilai dan konsultan pengawas penting untuk tingkat kepentingan didapatkan berdasarkan dilakukan. Pelatihan ini bertujuan untuk pengkategorian rata-rata tingkat kepentingan meningkatkan kemampuan konsultan variabel berdasarkan tabel dibawah ini: baik baik dalam hal penggunaan metode,

  Kategori Rata-rata Tk. Kepentingan

  analisis, kebijakan dan perkembangan

  1

  1.00 Tidak Penting

  • – 1.75 terbaru dalam dunia konstruksi.

  2

  1.76 Kurang Penting

  • – 2.55

  3

  2.56 Cukup Penting

  • – 3.35

  4

  3.36 Penting

  • – 4.15

  5

  4.16 Sangat Penting

  • – 5.00

    Tabel 4. Kebutuhan Konsultan Perencana untuk Memenuhi Customer Needs

  No. Karakteristik Kebutuhan Konsultan Customer Needs yang dipenuhi

1. Pendidikan dan pelatihan dalam hal: KONSULTAN PERENCANA

  No. Karakteristik Kebutuhan Konsultan Customer Needs yang dipenuhi a.

pembuatan dokumen kontrak  Kemampuan dalam membuat dokumen kontrak

b. metode dan teknik-teknik terbaru

   Menguasai value engineering dalam konstruksi  Kemampuan dalam memahami dan menguasai gambar c. gambar teknik teknik d. spesifikasi teknik

   Penguasaan teknologi baru e. teknologi konstruksi dan informasi

   Kemampuan dalam memahami dan menguasai terbaru spesifikasi teknik f. perencanaan sumber daya dan

   Kemampuan dalam membuat perencanaan sumber fasilitas daya dan fasilitas g. pembuatan laporan proyek h. pengendalian pelaksanaan pekerjaan,

KONSULTAN PENGAWAS

  mutu, waktu dan biaya  Kemampuan membuat laporan proyek i. evaluasi penggunaan sumber daya

   Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan dan fasilitas pekerjaan, mutu, waktu dan biaya  Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas

  2. Pendidikan dan pelatihan manajerial KONSULTAN PERENCANA untuk meningkatkan kemampuan  Kemampuan dalam negosiasi manajerial dari konsultan perencana  Kemampuan komunikasi seperti kemampuan negosiasi, komunikasi, pengambilan keputusan, KONSULTAN PENGAWAS etika kerja dan problem solving.

   Kemampuan dalam pengambilan keputusan  Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya  Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas  Memiliki moral dan etika yang baik

3 Tersedianya prosedur kerja standar KONSULTAN PERENCANA

   Kemampuan dalam dokumentasi pekerjaan  Kemampuan dalam membuat dokumen kontrak  Penguasaan teknologi baru  Kemampuan dalam membuat perencanaan sumber daya dan fasilitas

KONSULTAN PENGAWAS

   Kemampuan membuat laporan proyek  Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya  Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas

4. Tersedianya sistem penilaian kinerja

KONSULTAN PERENCANA

   Kemampuan dalam dokumentasi pekerjaan  Kemampuan dalam membuat dokumen kontrak  Kemampuan dalam negosiasi  Kemampuan dalam memahami dan menguasai gambar teknik  Kemampuan dalam memahami dan menguasai spesifikasi teknik  Kemampuan dalam membuat perencanaan sumber daya dan fasilitas  Kemampuan komunikasi

KONSULTAN PENGAWAS

   Kemampuan membuat laporan proyek

  No. Karakteristik Kebutuhan Konsultan Customer Needs yang dipenuhi  Kemampuan dalam pengambilam keputusan  Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya  Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas  Memiliki moral dan etika yang baik

5. Memiliki sertifikat keahlian

KONSULTAN PERENCANA

   Kemampuan dalam membuat dokumen kontrak  Menaguasai Value Engineering  Kemampuan dalam memahami dan menguasai spesifikasi teknik  Kemampuan dalam membuat perencanaan sumber daya dan fasilitas

KONSULTAN PENGAWAS

   Kemampuan membuat laporan proyek  Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya  Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas 2.

  dilaksanakan dengan tingkat kesalahan Sertifikat Keahlian

  Sertifikat keahlian penting untuk eimili yang seminimal mungkin sehingga oleh konsultan baik konsultan pengawas kualitas pekerjaan akan terjamin. maupun konsultan perencana. Sertifikat 5.

  Pembuatan system penilaian kinerja keahlian merupakan sebuah saran untuk Pembuatan system penilai kinerja juga menjamin bahwa konsultan memang sangat penting dilakukan. Hal ini memiliki keahlian dan kemampuan dikarenakan penilaian kinerja akan dalam bidangnya. menjamin bahwa setiap pekerjaan 3. dikerjakan sesuai dengan standard an

  Pelatihan Manajerial Pelatihan manajerial perlu diberikan pada target yang diharapkan. Pada penilaian konsultan baik konsultan perencana kinerja, indicator kesuksesan untuk setiap maupun konsultan pengawasan. pekerjaan dan aktivitas akan telihat Pelatihan manajerial ini akan dengan jelas. meningkatkan kemampuan dari konsultan baik dalam hal kemampuan

  5. Kesinmpulan

  negosiasi, kemampuan komunikasi, pengambilan keputusan, cara mengatasi Nilai gap untuk konsultan perencana masalah, etika kerja dan problem solving. berkisar antara 0.25-0.51, yang berarti bahwa gap Hal ini diperlukan karena dalam berada pada kategori rendah sampai dengan pelaksanaannya kosultan berhubungan sedang dengan tingkat kesesuaian pelaksanaan dengan berbagai pihak dengan berbagai berkisar antara 87.90% sampai dengan 93.52%. level jabatan. Dari 16 variabel kebutuhan konsultan perencana, 4.

  9 diantaranya termasuk dalam kategori gap Pembuatan system dan prosedur kerja standar sedang dengan tingkat kesesuaian pelaksanaan

  Pembuatan system dan prosedur kerja berkisar antara 87.90%-91.25%. standar sangat penting dilakukan oleh Nilai gap untuk konsultan pengawas perusahaan konsultan. System dan terlihat bahwa nilai gap berkisar antara 0.11-0.49, prosedur kerja standar ini akan menjamin yang berarti bahwa gap pelaksanaan berada pada bahwa setiap pekerjaan dilakukan secara kategori 1 (rendah) dan 2 (sedang). Hal ini berarti tersturktur dengan spesifikasi kerja yang bahwa ada beberapa kebutuhan yang masih jelas. System dan prosedur kerja standar memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya. ini akan menjamin bahwa pekerjaan akan Dari 10 kebutuhan konsultan pengawas yang teridentifikasi pada awal penelitian, terdapat 5 variabel kebutuhan dengan nilai gap sedang. Ini berarti bahwa 5 variabel kebutuhan ini masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya.

  Berdasarkan hasil analisis gap terhadap

  customer need , maka didapatkan karakteristik

  kebutuhan jasa konsultan sebagai berikut tersedianya system penilaian kinerja, pendidikan dan pelatihan bagi konsultan, tersedianya prosedur kerja standar, memiliki sertifikat keahlian dan pendidikan dan pelatihan manajerial.

  Techniques for Analyzing Industries and Competitors , New York, The Free Press

  Porter, Michael E., 1980, Competitive Strategy,

  Statik Vol 1. No. 3, Februari 2013, pp. 215- 218 .

  Lempoy, Victor Michael Tyson, G.Y. Malingkas, B.F. Sompie dan D.R.O Walangitan, 2013, Peranan Konsultan Manajemen Konstruksi pada Tahap Pelaksanaan (Studi Kasus: Pembangunan Star Square), Jurnal Sipil

  Pelayanan dan Kepuasan Konsumen , Bandung, Pustaka Reka Cipta.

  Kirom, Bahrul, 2009, Mengukur Kinerja

6. Daftar Pustaka

  International Conference on Construction Industry, Padang 21-24 Juni 2006, pp.7-10 .

  Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) Universitas Atmajaya Yogyakarta, 11-12 Mei 2007 .

  Konstruksi dan Bangunan dari Perspektif Faktor Non Teknis, Wahana Teknik Sipil Vol. 17 N0. 1 Juni 2012, pp. 54-60 .

  , Jakarta, Erlangga. Wiyana, Yustinus Eka, 2012, Analisis Kegagalan

  Korporasi dan Organisasi, Panduan Penyusunan Indikator

  Jakarta, Erlangga. Wibisono, Dermawan, 2011, Manajemen Kinerja

  Kinerja: Konsep, Desain, dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan ,

  Teng, M, 2002, Corporate Turnaround, Prentice Hall Inc, Singapore. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999, Tentang Jasa Konstruksi. Wibisono, Dermawan, 2006, Manajemen

  Sudarto, 2007, Identifikasi Permasalahan pada Faktor Internal yang Mempengaruhi Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi di Indonesia, Jurnal Teknologi, Edisi No. 2 Tahun XXI, Juni 2007, pp. 102-110.

  Abduh, Muhamad, Soemardi, Biemo W, dan Wirahadikusuma, Reini D, 2007, Sistem Informasi Kinerja Industri Konstruksi Indonesia, Kebutuhan akan Benchmarking dan Integrasi Informasi, Konferensi

  Adi, Henny Pratiwi dan Wibowo, M. Agung, 2010, Evaluasi Kinerja Stakeholders dalam Pembinaan Keterampilan Tenaga Kerja Konstruksi dengan Metode Performance Prism, Media Teknik Sipil, Volume X edisi Juli 2010, pp. 106-112 .

  Cohen. L 1995 Quality Function Deployment :

  Adianto, Yohanes L.D; Gunawan, Danu Tirta dan Linna, 2006, Studi Pemahaman dan Penerapan Constructability Kontraktor di Bandung, Jurnal Teknik Sipil Volume 7 No.

  1, Otober 2006, pp. 27-29 .

  Akao, Y. (1990), Quality Function Deployment, Productivity Press, Cambridge, MA. Carlo Nasfryzal, Abdul Hakim Mohammed, dan

  Media Komunikasi Teknik Sipil, Volume 13, No. 2, Edisi XXXII Juni 2005, pp. 11-19 .

  Muhd Zaimi Abd Majid, Budaya Kualitas (Mutu) dalam Perusahaan Jasa Konstruksi,

  Bisnis dan Akuntansi, Vol. 13 No 1, April 2011, pp. 1-19 .

  Pekerjaan Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Tingkat Managerial Perusahaan Jasa Konstruksi di Jawa Tengah, Jurnal

  Wesley Publishing Company, Massachusetts. Djastuti, Indi, 2011, Pengaruh Karakteristik

  How To Make QFD Work For You, Addison

  Hadihardaja, Joetata, 2005, Membangun Industri Konstruksi Indonesia Menjadi Kelas Dunia,