MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN REGIMEN TERAPETIK
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen Mata Kuliah: Novi Widyastuti R, M.Kep., Ns., Sp.Kep.J

Disusun oleh:
Kelas 2D
Febrianti Kharisma P 2620152779
Gita Ayu Destiana N 2620152781
Paitri Ningsih

2620152790

Ristian Susanti

2620152797

Safira Anjarsari L

2620152798


Wahyulindra H

2620152805

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
yang

berjudul

“ASUHAN

KEPERAWATAN


PADA KLIEN

DENGAN

REGIMEN TERAPETIK” tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Kami menyadari bahwa makalah ini dapat tersusun berkat bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1.

Novi Widyastuti R, M.Kep., Ns., Sp.Kep.J sebagai pembimbing yang telah
memberikan bimbingannya, baik berupa materi maupun teknis demi
kesempurnaan makalah ini.

2.

Teman-teman yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan baik


pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan siapa saja yang membacanya.

Yogyakarta, 27 Maret 2017

Penyusun,

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Definisi regimen terapeutik.....................................................................4
B. Penyebab regimen terapeutik..................................................................4
C. Jenis-jenis regimen terapeutik.................................................................5

D. Rentang respon regimen terapeutik.........................................................7
E. Proses terjadinya regimen terapeutik......................................................7
F. Tanda gejala regimen terapeutik..............................................................8
G. Akibat regimen terapeutik.......................................................................8
H. Mekanisme koping regimen terapeutik...................................................10
I. Penatalaksanaan regimen terapeutik.......................................................11
J. Pohon masalah regimen terapeutik ........................................................12
K. Diagnosa keperawatan regimen terapeutik ............................................12
L. Rencana asuhan keperawatan regimen terapeutik ..................................12
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................14
B. Saran .........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

09BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Gangguan jiwa adalah gangguan pada fungsi mental, yang meliputi emosi,
pikiran, prilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang menyebabkan
penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi sehingga
mengganggu seseorang dalam proses hidup dimasyarakat (Nasir dan Muhith
2011).

Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa diperkirakan terus
meningkat. Ini disebabkan karena seseorang tidak bisa menyesuaikan diri atau
beradaptasi dengan suatu perubahan atau gejolak hidup. Apalagi di era serba
modern ini, perubahan-perubahan terjadi sedemikian cepat, seperti sosial
ekonomi dan sosial politik yang tidak menentu serta kondisi lingkungan sosial
yang semakin keras sehingga mengganggu dalam proses hidup dimasyarakat.
Gangguan jiwa terjadi tidak hanya pada kalangan menengah kebawah sebagai
dampak dari perubahan sosial ekonomi, tetapi juga kalangan menengah keatas
yang disebabkan karena tidak mampu mengelola stress (Yosep, 2009).

Menurut Depkes 2007 saat ini lebih dari 450 juta penduduk dunia hidup
dengan gangguan jiwa. Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007,
menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan
kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa. Berarti

dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000.000
ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional.

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (24,3%), di ikuti Nagroe Aceh Darussalam

(18, 5%), Sumatra Barat (17,7 %), NTB (10,9%), Sumatra Selatan (9,2%) dan
Jawa Tengah (6,8%), (Depkes RI, 2007). Secara merata di Provinsi Sulawesi
Utara hampir 1 di antara 10 penduduk (8,97%) menderita gangguan jiwa,
dantertinggi di Kabupaten Kepulauan Talaud (20%) (DinkesSulut, 2010).

Dampak atau akibat yang dirasakan pada klien karena perilaku
ketidakpatuhan menyebabkan kekambuhan empat kali lebih tinggi, klien yang
terlanjur kambuh karena tidak minum obat, membutuhkan waktu lebih dari
satu tahun untuk kembali secara intensif (Hawari, 2007)

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi regimen terapeutik ?


2. Apa penyebab regimen terapeutik ?

3. Apa jenis-jenis regimen terapeutik ?

4. Bagaimana rentang respon regimen terapeutik ?

5. Bagaimana proses terjadinya regimen terapeutik ?

6. Apa tanda gejala regimen terapeutik ?

7. Apa akibat regimen terapeutik ?

8. Bagaimana mekanisme koping regimen terapeutik ?

9. Apa penatalaksanaan regimen terapeutik ?

10. Bagaimana pohon masalah regimen terapeutik ?

11. Apa diagnosa keperawatan regimen terapeutik ?


12. Bagaimana rencana asuhan keperawatan regimen terapeutik ?

C. Tujuan

1. Tujuan secara umum

Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien dengan regimen
terapetik.

2. Tujuan secara khusus

Mengetahui tentang:

a. Definisi regimen terapeutik

b. Penyebab regimen terapeutik

c. Jenis-jenis regimen terapeutik

d. Bagaimana rentang respon regimen terapeutik


e. Bagaimana proses terjadinya regimen terapeutik

f. Tanda gejala regimen terapeutik

g. Akibat regimen terapeutik

h. Mekanisme koping regimen terapeutik

i. Penatalaksanaan regimen terapeutik

j. Pohon masalah regimen terapeutik

k. Diagnosa keperawatan regimen terapeutik

l. Rencana asuhan keperawatan regimen terapeutik

BAB 2
PEMBAHASAN
A. Definisi

Regimen terapeutik adalah pengobatan yang terputus pada saat dirumah
sehingga terapi yang dijalani oleh pasien berhenti yang mengakibatkan
gangguan jiwa yang dialami pasien terjadi kembali (Wardani, 2012). Terapi
utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini diberikan dalam upaya mengubah
perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Sebagai titik
tolak terapi atau penyembuhan (Eko Prabowo, 2014).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timgul agresif atau amuk.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan
sering mengobserpasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membahas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
d. Bioneorologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
prontal, lobus temporal, dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut
berperan dalam terjadinya kekerasan (Wardani, 2012).
2. Faktor Presipitasi

Karena ketidak kooperatifan pasien dalam melakukan terapi obat seperti
bosan meminum obat dan terjadi depresi dan keputusasaan. Karena ketidak
kooperatifan keluarga dalam melakukan pemberian terapi dikarenakan malu
dan mengucilkan. Keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam
proses kesembuhan pasien gangguan jiwa. Keluarga merupakan lingkungan
terdekat pasien. Dengan keluarga yang bersikap terapeutik dan mendukung

pasien, masa kesembuhan pasien dapat dipertahankan selama mungkin.
Sebaliknya, jika keluarga kurang mendukung, angka kekambuhan menjadi
lebih cepat. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa angka kambuh pada
pasien gangguan jiwa tanpa terapi keluarga sebesar 25-50%, sedangkan
angka kambuh pada pasien yang mendapat terapi keluarga adalah sebesar 510% (Ulpa, 2012)
C. Jenis
1. Farmakologi
Nerolepetik dengan dosis efektif lebih rendah lebih bermanfaat pada
penderita dengan skizofrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif
tinggi lebih berfaedah pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3
minggu. Bila masih tetap ada waham dan halusinasi maka penderita tidak
begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif mau ikut serta dengan
kegiatan lingkungan dan mau turut terapi kerja. Terapi obat diberikan dalam
jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun.
2. Terapi Elektro konvulsi
Pada permulaan (untuk konvulsi yang pertama kali bagi seorang
penderita) biasanya dipakai 100-150 V dan 0,2-0,3 detik konvulsator yang
pertama dan 4J dengan 2-3 detik dengan konvulsator yang kedua, bila
tidak terjadi konvulsi langsug diulangi dengan voltase yang sama atau bila
sudah terputus beberapa detik lamanya, dengan voltase yang lebih tinggi,
kita dapat mengulang hingga 3x, bila tidak juga terjadi konvulasi
sebaiknya terapi ditunda sampai esok hari.
3. Psikoterapi
Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak membawa hasil yang
diharapkan, bahkan ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada
penderita dengan skizofrenia karena dapat menambah isolasi dan otisme,
yang dapat membantu penderita lelah psikoterapi suportif individual atau
kelompok,

serta

bimbingan

yang

praktis

mengembalikan penderita ke masyarakat.
4. Rehabilitasi

dengan

maksud

untuk

Rehabilitasi
sebagai

penting
persiapan

penempatan

dilakukan
kembali

ke

keluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan dilembaga
institusi rehabilitasi misalnya di RS. Jiwa, dalam program rehabilitasi
dilakukan berbagai kegiatan antara lain : menjalankan kegiatan kesenian,
terapi fisik berupa olahraga, ketrampilan, rekreaksi, menjalankan ibadah
keagamaan bersama. Pada umumnya program rehabilitasi berlangsung 3-6
bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sediki dua kali yaitu
sebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si
penderita akan dikembalikan ke keluarga (Hawari, 2007)
5. Terapi ECT
ECT adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada
otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempelkan pada bagian
temporal kelapa ( pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang
grandmal yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya diotak menyebabkan terjadinya perubahan faaal dan
biokimia dalam otak. Indikasi terapi ECT pada klien dengan skizofrenia ,
maniak, depresi mayor.
Mekanisme kerja dari terapi ECT yaitu sebenarnya belum diketahui ,
diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia dan
faal didalam otak jadi bukan kejang yang ditampilkan secara motorik
melainkan respon bangkitan listrik diotak.
Efek samping yang terjadi pada klien yang dilakukan terapi ECT adalah
Mortalitas, Efek pada Susunan saraf pusat, Efek sistemik. Resiko dalam
pemberian terapi ECT adalah Kematian, Kerusakan otak, Kehilangan
memori permanen. Pemberian ECT biasanya diberikan dalam satu seri yang
terdiri dari 6-12 kali ( kadang diperlukan sampai 20 kali) pemberian dengan
dosis 2-3 kali perminggu. (Ulpa, 2012)

6. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti
sembahyang, berdoa, ceramah keagamaan.

D. Rentang respon

1.
2.
3.
4.
5.

Respon

Respon

Adiptif

Maladaptif

Pikiran Logis
Persepsi akurat
Emosi
konsisten
Bisa
bersosialisasi
Perilaku sesuai

1. Lingkungan belum bisa
menerima
2. Kurangnya dukungan
keluarga
3. Emosi berlebih atau
berkurang
4. Perilaku tidak biasa
5. Pengobatan yang tidak
teratur

1.
2.
3.
4.

Marah
Frustasi
Pasif
Agresif
5. Perilaku tidak
terorganisir

E. Proses terjadinya masalah
Karena klien gangguan jiwa kurang mendapat dukungan dari keluarga
untuk melakukan terapi atau pengobatan dan masyarakat belum bisa menerima
keadaan klien setelah keluar dari rumah sakit jiwa dank lien merasa cemas,
mudah marah, sering menyendiri dan stress sehingga menjadi gangguan jiwa.
Akibat pola pikir yang keliru di masyarakat, banyak keluarga pasien penyakit
jiwa yang tidak mau menerima anggota keluarganya setelah sembuh secara
medis. Akhirnya, penyakit pasien kambuh dan terpaksa dirawat kembali ke
rumah sakiy (Budi dan Akemat, 2007).
Stressor predopsisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan kehidupan tersebut dapat
berupa:

1. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan

dengan

krisis

yang

dialami

individu

baik

krisis

perkembangan ataupun situasional
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik
3. Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego
4. Pola mekanisme koping keluarga atau menangani klien akan
mempengaruhi individu dalam respon terhadap konflik (Hawari, 2007)
F. Tanda gejala
Gejala-gejala awal orang yang menderita regimen terapeutik sangat
banyak wujudnya tidak menyangkut kondisi fisik, bisa berupa:
1. Emosional tidak stabil
2. Kemampuan berhubungan interpersonal menurun
3. Halusinasi, agresi, waham, delusi, menarik diri meningkat
4. Perilaku sulit diarahkan
5. Proses berpikir kea rah tidak logis (Ulpa, 2012)
G. Akibat
Dampak atau akibat yang dirasakan pada klien karena ketidakpatuhan
terhadap terapi obat (regimen terapeutik) menyebakan kekambuhan emapt kali
lebih tinggi, klien yang kambuh karena tidak minum obat, membutuhkan
waktu lebih dari satu tahun untuk kembali secara intensif (Hawari, 2007)
Dampak-dampak gangguan jiwa bagi keluarga, seperti:

1. Penolakan
Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang menderita
gangguan jiwa, pihak anggota keluarga lain menolak penderita
tersebut dan menyakini memiliki penyakit berkelanjutan. Selama
episode akut anggota keluarga akan khawatir dengan apa yang
terjadi pada mereka cintai. Pada proses awal, keluarga akan
melindungi orang yang sakit dari orang lain dan menyalahkan dan
merendahkan orang yang sakit untuk perilaku tidak dapat diterima dan
kurangnya prestasi. Sikap ini mengarah pada ketegangan dalam

keluarga, dan isolasi dan kehilangan hubungan yang bermakna
dengan

keluarga

yang

tidak

mendukung

orang

yang sakit.

(Rahmawati, 2015)
2. Stigma
Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua
dalam anggota keluarga mengetahuinya. Keluarga menganggap
penderita

tidak

dapat berkomunikasi

layaknya

orang normal

lainnya. Menyebabkan beberapa keluarga merasa tidak nyaman
untuk mengundang penderita dalam kegiatan tertentu. Hasil stigma
dalam

begitu

banyak

di

kehidupan

sehari-hari,

Tidak

mengherankan, semua ini dapat mengakibatkan penarikan dari
aktif berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari
3. Frustrasi, Tidak berdaya dan Kecemasan
Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh dan
tingkah laku aneh dan tak terduga. Hal ini membingungkan,
menakutkan dan melelahkan. Bahkan ketika orang itu stabil pada
obat, apatis dan kurangnya motivasi bisa membuat frustasi.
Anggota keluarga memahami kesulitan yang penderita miliki.
Keluarga dapat menjadi marah marah, cemas, dan frustasi karena
berjuang untuk mendapatkan kembali ke rutinitas yang sebelumnya
penderita lakukan
4. Kelelahan
Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan
orang yang dicintai yang memiliki penyakit mental. Mereka
mungkin mulai merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan
orang yang

sakit yang

harus

terus-menerus

dirawat. Namun

seringkali, mereka merasa terjebak dan lelah oleh tekanan dari
perjuangan sehari-hari, terutama jika hanya ada satu anggota keluarga
mungkin merasa benar-benar di luar kendali. Hal ini bisa terjadi
karena orang yang sakit ini tidak memiliki batas yang ditetapkan
di tingkah lakunya. Keluarga dalam hal ini perlu dijelaskan kembali
bahwa dalam merawat penderita tidak boleh merasa letih, karena

dukungan keluarga tidak boleh berhenti untuk
penderita
5. Duka
Kesedihan

bagi

keluarga

di

mana

selalu men-support

orang

yang

dicintai

memiliki penyakit mental. Penyakit ini mengganggu kemampuan
seseorang untuk

berfungsi

dan

berpartisipasi

dalam

kegiatan

normal dari kehidupan sehari-hari, dan penurunan yang dapat
terus-menerus. Keluarga dapat menerima kenyataan penyakit yang
dapat diobati, tetapi tidak dapat disembuhkan. Keluarga berduka
ketika orang yang dicintai sulit untuk disembuhkan dan melihat
penderita memiliki potensi berkurang secara substansial

bukan

sebagai yang memiliki potensi berubah (Rahmawati, 2015)
H. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
kontruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping
yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti :
1. Sublimasi, adalah kehendak pikiran atau tindakan sadar yang tidak
dapat di terima oleh lingkungan atau masyarakat disalurkan
menjadi aktivitas nilai sosial yang tinggi, contoh : seseorang yang suka
berkelahi beralih menjadi atlet petinju
2. Represi, adalah implus yang diterima oleh ege dari ide tidak dapat
diterima oleh kesadaran karena ada ancaman dari super ego,
sehingga menimbulkan kecemasan. Untuk menghalau kecemasan
tersebut, ego menekan implus tersebut kealam bawah sadar dengan
kata lain seseorang berusaha sekuat mungkin untuk melupakan
dorongan yang harus dipuaskan sebagai sesuatu yang tidak pernah ada.
(Wardani, 2012)
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan regimen

terapeutik

tidak

efektif

merupakan

ketidakmampuan klien mematuhi, menjalankan dan mengambil tindakan
pada perogam pengobatan ntuk mencapai peningkatan status kesehatan
kedalam rutinitas sehari-hari. (Wardani, 2012)Penatalaksanaan regimen

terapeutik tidak efektif menurut Mc Closkey dan Bulechek (2008) sebagai
berikut:
1. Pendidikan kesehatan mengenai proses penyakit dan prosedur
perawatan
2. Restrukturisasi kognitif dan modifikasi perilaku
3. Hubungan baik antara klien dengan petugas kesehatan melalui
konseling,

intervensi

krisis,

memberi

dukungan

emosional

dan

keluarga
4. Memperbaiki sistem kesehatan
5. Identifikasi terhadap faktor resiko dan memberi bantuan self
modifikasion (Ulpa, 2012)

J. Pohon Masalah
Gelisah
Regimen Terapeutik

Koping
Inefektif

Koping

Bosan mengonsumsi obat

Individu

Keluarga

Lemas

Tidak

Efektif dalam Merawat Klien

K. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
regimen

terapetik

berhubungan

dengan

pengkonsumsian obat
L. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Tujuan umum: pasien mau mengkonsumsi obat dengan rutin
Pasien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria hasil:

putusnya

Setelah….X

pertemuan,

pasien

dapat

menunjukkan

rasa

kepercayaanya kepada perawat, ada kontak mata, mau diajak berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
Intervensi:
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik:
1) Sapa pasien dengan nama baik verbal dan non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan
7) Berikan perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan
dasar.
2. Pasien dapat menyebutkan penyebab ketidakmauan dalam meminum obat
Kriteria hasil:
Setelah…X pertemuan, pasien dapat mengetahui jenis-jenisobat yang
diminum, perlunya minum obat yang teratur, mengetahui 5 benar dalam
minum obat, mengetahui efek samping obat, mengetahui akibat bila putus
mengkonsumsi obat
Intervensi:
a. Tindakan lanjut dan pengobatan yang teratur
b. Berikan lingkungan yang tepat untuk pasien
c. Ajar kan dan beri pejelasan tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
samping, akibat penghentian obat
d. Anjurkan pasien konsultasi segera jika dibutuhkan.

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Regimen terapeutik adalah pengobatan yang terputus pada saat di rumah
sehingga terapi yang dijalani oleh pasien berhenti yang mengakibatkan
gangguan jiwa yang dialami pasien terjadi kembali (Wardani, 2012).
Penyebab terjadinya regimen terapeutik adalah faktor predisposisi dan faktor
presipitasi. Jenis-jenis regimen terapeutik yaitu farmakologi, terapi elektro
konvulsi, psikoterapi, rehabilitasi, terapi ECT. Proses terjadinya regimen
terapeutik adalah akibat dari pola piker yang keliru di masyarakat, banyak
keluarga pasien penyakit jiwa yang tidak mau menerima anggota keluarganya
setelah sembuh secara medis. Akhirnya, penyakit pasien kambuh dan terpaksa
dirawat kembali ke rumah sakit (Budi dan Akemat, 2007). Tanda gejala
regimen terapeutik yaitu emosional tidak stabil, kemampuan berhubungan
interpersonal menurun, halusinasi, agresi, waham, delusi, menarik diri
meningkat, perilaku sulit diarahkan, proses berpikir kea rah tidak logis (Ulpa,
2012). Akibat regimen terapeutik yaitu penolakan, stigma, frustrasi, tidak
berdaya dan kecemasan, kelelahan, serta duka. Mekanisme

koping yang

umum digunakan pada penderita regimen terapeutik adalah mekanisme
pertahanan ego seperti sublimasi dan represi.
B. Saran
1. Masyarakat
Saran untuk Masyarakat atau keluarga yang merawat di lingkungan
masyarakat; Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi

tambahan bagi keluarga. Sehingga meningkatkan motivasi pada keluarga
untuk meningkatkan dukungan keluarga pada penderita regimen
terapeutik.
2. Pelayanan Keperawatan Jiwa
a. Bagi pasien, agar aktif berkomunikasi dengan perawat tentang efek
terapi dan efek samping yang dirasakan sehingga perilaku kepatuhan
minum obat dapat dipertahankan baik selama di Rumah Sakit maupun
ketika sudah kembali ke rumah.
b. Bagi perawat,pulan supaya memfasilitasi kegiatan monitoring
kepatuhan minum obat melalui kerjasama dengan perawat komunitas
dalam bentuk kegiatan home visit, integrasi, pendidikan kesehatan
dan family gathering, selain itu perawat diharapkan meningkatkan
kompetensinya untuk menjadi spesialis jiwa.
c. Bagi rumah sakit agar membentuk perkumpulan sehat jiwa guna
memfasilitasi pasien dan keluarga yang memerlukan informasi
tentang gangguan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Budi dan Akemat. 2007. Model keperawatan professional jiwa. Jakarta: EGC

Depkes.

2007.

Kesehatan

Jiwa

Sebagai

Prioritas

Global.

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/394-kesehatan-jiwasebagai-prioritas-global.html. (Diakses pada tanggal 29 Maret 2011, pukul
22.05 WIB)

Dinas Kesehatan Sulawesi Utara, 2010. Profil Kesehatan Sulawesi Utara.
(Online).

http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov_sulut_2008.pdf,

(Diakses pada tanggal 22 Maret 2017, Pukul 22.10 WIB)

Hawari. 2007. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Balai FKUI.

Nasir, A & Muhith, A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.

Rahmawati, A. 2015. “Hubungan regimen terapeutik dengan kejadiaan kebutaan”.
Artikel jurnal program studi S1 keperawatan UMJ.

Sumiati.

2009.

Asuhan

keperawatan

ketergantungan NAPZA. Jakarta: TIM.

pada

klien

penyalahgunaan

dan

Ulpa, D. 2012. Keperawatan klinis. Jurnal keperawatan klinis vol 2 no 1.

Wardani, I. Y. 2012. Dukungan keluarga: factor penyebab ketidakpatuhan klien
menjalani pengobatan. Jurnal keperawatan Indonesia vol 15 no 1.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama. Bandung

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Pertemuan 1
1. Proses keperawatan
a. Kondisi pasien
Gelisah, bosan, lemas
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan regimen terapeutik berhubungan dengan putusnya
pengkonsumsian obat
c. Tujuan Khusus
1) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria hasil:
a) Pasien dapat menunjukan rasa percayanya kepada perawat
b) Ada kontak mata
c) Mau diajak berjabat tangan
d) Mau menyebutkan nama
e) Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
2) Pasien dapat menyebutkan penyebab tidak adanya kemauan
dalam meminum obat
a) Pasien dapat mengetahui jenis-jenis obat yang di minum
b) Pasien mengetahui perlunya minum obat yang teratur
c) Pasien mengetahui 5 benar dalam minum obat
d) Pasien mengetahui efek samping obat
e) Pasien mengetahui akibat bila putus mengkonsumsi obat
d. Tindakan Keperawatan
1) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan keperawatan:
a) Sapa pasien dengan nama baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang
disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan

g) Berikan perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan
dasar
2) Pasien dapat menyebutkan penyebab tidak adanya kemauan
dalam meminum obat
Tindakan keperawatan:
a) Tindakan tindak lanjut dan pengobatan yang teratur
b) Lingkungan yang tepat untuk pasien
c) Obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi, efek samping,
akibat penghentian obat)
d) Kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera jika
dibutuhkan.
2. Strategi komunikasi pelaksanaan tindakan keperawatan
a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Permisi Ibu, selamat pagi perkenalkan nama saya Ristian, saya
mahasiswi yang dinas di ruangan ini.”
“Saya mahasiswi dari Akper Notokusumo. Hari ini saya dinas
pagi dari jam 07.00-14.00 WIB. Saya akan merawat ibu selama
di rumah sakit ini.”
“Boleh tau, nama ibu siapa? Senangnya dipanggil apa?”
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini?”
“Masih ingat ada kejadian apa sampai ibu dibawa ke rumah
sakit ini?”
“Apa keluhan ibu hari ini? Apakah tadi ibu sudah meminum
obatnya? Kenapa tidak diminum bu?”
3) Kontrak
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang

apa

yang

menyebabkan ibu A tidak mau minum obat?”
“Berapa lama ibu A ingin kita berbincang-bincangnya?
Bagaimana kalau 20menit saja?”
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang ibu A?
Bagaimana kalu disini saja? Atau di bawah pohon?
b. Kerja
“Apa yang menyebabkan ibu A tidak mau meminum obat? Bosan
ya bu? Selain itu apalagi coba sebutkan?
“Ibu, ada beberapa cara untuk mengendalikan rasa bosan itu, ibu
bisa membayangkan obat itu seperti memakan permen yang ibu

suka. Dan setelah meminum obat ibu bisa mengunyah gula ataupun
permen.”
c. Terminasi
1) Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang
tadi?”
2) Evaluasi obyektif
“Coba ibu sebutkan kembali bagaimana cara menghilangkan
rasa bosan untuk meminum obat?”
3) Kontrak
a) Topik
“Baik ibu sekarang mungkin cukup berbincang-bincang
hari ini, bagaimana kalau besok kita sambung lagi, saya
akan dating kesini lagi untuk mengajarkan ibu cara-cara
meminum obat yang tepat?”
b) Tempat
“Untuk tempatnya bagaimana kalau ditempat ini lagi? Di
bawah pohon itu?”
c) Waktu
“Waktunya jika pukul 9 saja bu, kira-kira berapa lama bu?
Bagaimana kalau 20 menit saja?”
4) Rencana tindak lanjut
“Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari
tadi, sehingga besok kita dapat berbincang-bincang lebih jelas.
Pertemuan 2
1. Proses keperawatan
a. Kondisi pasien
Gelisah, bosan, lemas
b. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan regimen terapeutik berhubungan dengan putusnya
pengkonsumsian obat
c. Tijuan khusus
Pasien mau mengkonsumsi obat denan benar dan tepat
d. Tindakan keperawatan
1) Diskusikan dengan pasien tentang dosis, frekuensi serta
manfaat minum obat.
2) Anjurkan pasien minta
merasakan manfaatnya

sendiri

obatpada

perawat

dan

3) Diskusikan akibat berhenti meminum obat tanpa konsultasi
dengan dokter
4) Bantu pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
5) Berikan pujian kepada pasien
2. Strategi komuniksi pelaksanaan tindakan keperawatan
a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Permisi, ibu A sesuai dengan janji saya kemarin sekarang saya
datang lagi, apakah ibu masih ingat dengan saya? Coba siapa?
Iya benar sekali.”
“sesuai dengan janji saya kemarin, tujuan sayasekarang ini
akan mengajarkan cara menggunakan atau meminum obat.”
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu A saat ini apakah ibu sudah tidak
bosan lagi untuk meminum obatnya? Bagus ibu.”
“Ibu A masih ingatkah apa yang kita bicarakan kemarin? Iya
bagus bu.”
“Apakah ibu A pagi ini sudah minum obat? Nama obatnya apa
saja? Oh ibu A belum tahu ya nama obatnya?”
3) Kontrak
“Baik bu sekarang kita akan belajar cara minum obat dengan
benar”
“Mau berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Kemarin
kesepakatan kita 20menit?”
“Dimana tempatnya? Disini saja ya bu? Baik ibu.”
b. Kerja
“Ibu sudah minum obat hari ini? Berapa obat yang ibu minum?
Warna apa saja bu? Jam berapa saja ibu minum?”
“Ibu A apakah ada bedanya setelah minum obat secara teratur? Ya,
minum obat itu sangat penting supaya ibu A tidak merasa gelisah.”
“obat yang ibu minum ada 3 macam warnanya merah muda,
kuning dan putih.”
“Semuanya harus bapak minum selama 3 kali sehari. Diminumnya
pagi jam 8, siang jam 1 dan sore jam 5.”
“Menurut ibu, boleh tidak berhenti minum obat sebelum diizinkan
dokter? Karena akan membuat perasaan ibu A tidak tenang dan
gelisah.”

“Ibu sebelum minum obat ini, ibu harus cek dulu yaitu: perhatikan
prinsip 5 benar minum obat. Yang pertama yang harus ibu lihat
adalah apakah obat ini benar untuk ibu, jadi lihat labelnya benar
tulisan nama bapak A, yang kedua lihat apakah benar yang
diminum, apabila beda nama obat dan warna obatnya, ibu harus
tanyakan pada perawat ya. Yang ketiga, semua obat ibu diminum 3
kali sehari ya bu. Yang keempat, obat ini harus diminum tepat
waktu jam 8 setelah sarapan, jam 1 siang setelah makan siang dan
jam 5 sore setelah makan sore. Ibu juga harus teliti saat
menggunakan / minum obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya ibu harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar
punya ibu, jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya, ingat warna obatnya. Pastikan obat diminum pada
waktunya, dengan cara yang benar, yaitu diminum setelah makan
dan tepat jamnya.”
Bagaimana ibu apa sudah mengerti? Atau ada yang ingin
ditanyakan lagi?”
c. Terminasi
1) Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan ibu A setelah kita bercakap-cakap tentang
obat-obat yang ibu minum?”
2) Evaluasi obyektif
“Coba ibu sebutkan nama obat yang sudah kita bicarakan tadi.
Berapa kali minumnya dalam sehari? Apa kerugian apabila
berhenti minum obat? Ya benar bu. Ibu sudah mengerti ya
tentang obat-obatnya yang harus diminumnya. Ibu harus
mengingatnya.”
3) Kontrak
a) Topik
“Baik bu sekarang bincang-bincangnya sudah selesai,
bagaimana kalau nanti jam 8 pagi saya kembali lagi untuk
membantu ibu meminum obat?”
b) Tempat
“Tempatnya dimana bu? Baiklah disini saja.”

c) Waktu
“Waktunya berapa lama? Baiklah 10 menit saja, cukup bu?”
4) Rencana tindak lanjut
“Mari sekarang kita masukkan ke jadwal harian ibu ya. Berapa
kali minum obatnya ibu jam berapa aja. Coba tulis ya bu jam 8
pagi, jam 1 siang jam 5 sore. Bagus ibu, jadi kalau sudah
jamnya ibu harus minum obat langsung minta kepada
perawatnya ya pak jangan sampai menunggu panggilan.”

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124