KONSEP KUFUR DALAM AL QURAN

PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW, agama
ini turun di muka bumi kurang lebih empat belas abad yang lalu di tengah hiruk
pikuk kejahiliyahan masyarakat jazirah Arab pada saat itu yang menyembah berhala.
Ketika Nabi Muhammad SAW datang membawa risalah kenabian banyak
pro kontra di masyarakat jazirah Arab namun dari klasifikasi turunnya ayat AlQur’an dapat diketahui bahwa periode Nabi di Makkah merupakan periode
pengenalan masyarakat Arab terhadap kebenaran Islam.
Kekufuran merupakan hal yang sangat sering terjadi di kalangan umat
manusia, baikkah itu sebelum kedatangan Islam maupun setelah diutusnya
Rasulullah SAW disebabkan budaya masyarakat Arab itu sendiri serta pemahaman
terhadap Al-Quran yang belum memadai dan juga kurangnya pengetahuan tentang
Islam itu sendiri.
Tapi banyak pula dari mereka yang mengetahui, tetapi amalannya tidak
sesuai dengan pengetahuannya. Padahal Allah telah mengancam perbuatan orangorang seperti itu dalam surat al-Kahfi ayat 29:
       
     

       

    


       



1

“ Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang
ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang
zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka dan jika mereka meminta
minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih
yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat
yang paling jelek.”

1 Departemen Agama RI, Al-Jumanatul `Ali Al-Qur`an Dan Terjemahan, (Bandung: Penerbit J-Art, 2004), Surah AlKahfi ayat 29.

1

Pada pembahasan kali ini, penulis tertarik untuk membahas tentang konsep
kufur dalam Al-Qur`an itu sendiri serta pembagian-pembagiannya dan perbedaan

antara kufur itu sendiri.
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kufur
‫ كفر‬berarti ‫( نقيض الءيمان‬menghilangkan iman/tidak beriman). ‫ كفر‬merupakan
bentuk masdar dari kata ‫ كفرا‬,‫ يكفر‬,‫وكفورا وكفرانا كفر‬. yang berarti ‫( ستر الشيئ‬menutupi
sesuatu). Ibnu Mandzhur menanmbahkan bahwa makna dasar kufur ialah menutupi
sesuatu hingga rusaknya sesuatu itu.

Penjelasan kufur:

‫ لجحود النعمة وهو ضد الشكر‬:‫ وهو نقيض الشكر والكفر‬,‫ كفر النعمة‬:‫والكفر‬

Yang dimaksudkan kufur disini adalah kufur nikmat, maksudnya ialah
menghilangkan syukur (tidak bersyukur) karena kufur nikmat. Dengan kata lain
kufur adalah lawan dari pada syukur.2
Kufur

menurut


syara`

berarti

menolak

suatu

kebenaran

setelah

mengetahuinya3
B. Pembagian Kufur
Kufur dibagi menjadi 2, yaitu kufur besar dan kufur kecil.
1. Kufur Besar.
a. Kufur karena mendustakan Allah.
















    
    
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang
mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak
tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka
Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?” (Q.S. Al-Ankabut:
68)
2 Jalaluddin ibn Manshur, Lisanu al-Arab, (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), hlm. 3897

3 Abdul Rahman Abdul Khalid, Garis Pemisah Antara Kufur dan Iman, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hlm.76-79

2

Pada ayat di atas tercermin tentang keburukan kaum musyrikin.
Pertama, kata ‫( افترى‬mengada-ada), yang berarti berbohong. Kedua,
kebohongan itu bukan kepada makhluk, tapi kepada Allah, bahkan bukan
kebohongan kecil, tetapi ‫( كذبا‬kebohongan besar). Menurut Thahir Ibn
`Asyur apa yang mereka lakukan itu dinilai sebagai penganiayaan terbesar.
Kaum musyrikin mengada-ada tentang kebohongan terhadap Allah dengan
cara menafikan(meniadakan) apa yang melekat pada-Nya menyangkut sifat
Ke-Esaan berdasarkan akal. Mereka juga mengingkari kerasulan Nabi
Muhammad saw. dan menolak mukjizat yang diberikan pada Rasulullah
dengan berlandaskan nalar. Sayyid Quthub menggarisbawahi bahwa syirik
bukan sekadar menyembah berhala, batu, binatang dan semacamnya, tetapi
hakikat makna syirik adalah mengakui adanya sifat dan kewenangan khusus
Allah yang disandang oleh selain-Nya.4
Jadi, tidak ada yang lebih berat siksanya kecuali orang yang
berdusta dengan mengatasnamakan Allah atau mengatakan dirinya bisa
menurunkan sesuatu seperti yang diturunkan Allah.5

b. Kufur karena enggan dan sombong.






















  
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah
kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan
takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir.”
(Q.S.Al-Baqarah: 34)
Makna sujud disini hakikatnya ialah ketaatan pada perintah Allah
dan bukan maksud menyembah Adam, karena Adam tidak mempunyai hak
untuk memerintah para malaikat.
4 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah vol. 10, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 544
5 Syihabuddin, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jil. 4, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 748

3

Para malaikat menyadari bahwa perintah ini tidak boleh ditinggalkan
karena perintah ini langsung dari Allah. Tetapi iblis enggan dan menolak
disebabkan dia angkuh.6
Dalam atsar (perkataan sahabat), iblis diumpamakan dengan burung
meraknya para malaikat, karena ia makhluk yang paling sombong dan

angkuh. Keangkuhan dan kesombongan inilah yang menjadikannya kufur
kepada Allah.7
Dalam kitab sahih ditegaskan:
“tidak akan masuk surga orang didalam hatinya ada kesombongan
meski sebesar biji sawi.”8
Maka dari itu bagi manusia yang bersifat angkuh dan sombong
diibaratkan iblis.

c. Kufur karena ragu














   








   









    



 

   

    













       

  

“Dan Dia memasuki kebunnya sedang Dia zalim terhadap dirinya sendiri.
ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,
6 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah vol. 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 152
7 Muhammad Mutawalli Sya`rawi, Tafsir Sya`rawi, terj. Zainal Arifin, cet. 1, (Jakarta: Duta Azhar, 2004), hal. 174
8 Syihabuddin, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jil. 1, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 110

4

Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika Sekiranya aku
kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali
yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu".
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya - sedang Dia bercakap-cakap
dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu
dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu
seorang laki-laki yang sempurna?
Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak
mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.” (Q.S. Al-Kahfi: 35-38)
Ayat di atas menguraikan bahwa salah satu dari kedua orang yang
dijadikan tamsil adalah kafir. Kekayaan yang melimpah membuat dirinya
angkuh sehingga keangkuhannya membuatnya durhaka kepada Allah. Dia
menduga bahwa tanda keridhaan Allah kepada sesorang adalah kebhagiaan
duniawi yang dinikmatinya, tetapi begitu nikmat tersebut lenyap (hilang)
maka dia segera berputus asa dan menganggap kebinasaan akan
menyertainya sepanjang masa. Itu sebabnya si kafir berkata “aku tidak
menduga ini akan binasa”.
Mendengar uraian tersebut serta melihat keangkuhannya, teman
yang menemaninya merasa heran dan berkata “apakah engkau telah kafir
kepada yang menciptakanmu dari tanah??”. Tapi aku berbeda dengan
engkau, dan aku percaya bahwa “Dia (Allah), Tuhan ku, dan aku tidak
mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu apa pun”.9
Ucapan sang mukmin merupakan nasehat agar yang bersangkutan
tidak angkuh. Yang mana dirinya itu berasal dari sesuatu yang sangat remeh.
d. Kufur karena berpaling

   















   

“Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang

9 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah vol. 8, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 60

5

ditentukan. dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang
diperingatkan kepada mereka.” (Q.S. Al-Ahqaaf: 3)
Allah swt berfirman, “ Dan orang-orang yang kafir berpaling dari
apa yang diperingatkan kepada mereka” maksudnya ialah mereka
melalaikan sesuatu yang ditujukan kepada mereka. Padahal Allah telah
menurunkan kepada mereka Kitab dan telah mengutus seorang utusan
kepada mereka, akan tetapi mereka berpaling dari semua yang telah Allah
berikan, dan mereka akan menerima balasan yang sangat pedih nantinya.10
e. Kufur nifaq

  









      

“Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah
beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati;
karena itu mereka tidak dapat mengerti.” ( Q.S. Al-Munafiqun: 3)
Dalam firmanNya : ‫ ءامنوا ثم كفروا‬dimaksudkan disini hanyalah
beriman dengan lidah saja. Bisa juga dipahami dengan pengertian iman
yang sebenarnya, tetapi dalam tingkatan yang rendah. 11
Mereka terbilang sebagai orang munafik karena mereka kembali dari
jalan keimanan menuju kepada kekufuran(dari hidayah kepada kesesatan).
Maka Allah mengunci mata hati mereka, sehingga mereka tidak dapat
memahami lagi.12 Maksudnya tidak akan ada satu petunjuk ataupun
kebaikan yang akan didapatkannya didalam menjalani kehidupan.

2. Kufur Kecil
a. Kufur Nikmat

  

   

  
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (Q.S. An-Nahl: 83)
Allah menjelaskan dalam ayat ini tentang kesombongan dan
ketinggian hati kebanyakan manusia. Manusia dasarnya mengetahui bahwa
semua yang ada di bumi ini ciptaan Allah, namun manusia tidak bersyukur

10 Syihabuddin, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jil. 4, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 325
11 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah vol. 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 245
12 Syihabuddin, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jil. 4, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hal. 710

6

dengan apa yang telah Allah berikan, bahkan banyak dari mereka yang
mengingkarinya.
Thaba` thaba`i berpendapat bahwa mereka mengetahui nikmat
Allah, tetapi dalam praktek amalan mereka justru melakukan hal-hal yang
merupakan pengingkaran.13
b. Qishash



























     
 

 








  



 




    

       

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).
yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya
siksa yang sangat pedih”. ( Q.S. Al-Baqarah: 178 )
Ayat ini dimulai dengan suatu panggilan yaa ayyuhalladzi na
aamanuu ( hai orang-orang yang beriman), mengisyaratkan adanya hukum
yang di terangkan.

13 . Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah vol. 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 311

7

Kemudian kata

  menunjukkan

adanya perintah yang

harus ditanggung. Yang mana pada ayat ini menjelaskan sanksi yang harus
diterima pembunuh atas perbuatannya.
Dalam penjelasan ayat ini Allah SWT tidak mengeluarkan orang
yang

membunuh

dari

golongan

orang-orang

beriman,

bahkan

menjadikannya sebagai saudara bagi wali yang (berhak melakukan) qishash.
Maksud sebenarnya dari ayat ini ialah keadilan hukum, artinya
bahwa apabila yang membunuh seorang yang merdeka, maka yang dibunuh
adalah yang merdeka juga, begitu juga halnya pada hamba dan wanita.
Hal ini disebabkan pada masa jahiliyah sering terjadi perang antar
suku, dan diantara kabilah yang terbunuh hambanya berusaha untuk
membalas dendam dengan membunuh yang merdeka. Demikian juga saat
ada wanita yang terbunuh maka membalas dendam pada lelaki.14
Jadi, inti dari ayat ini adalah menghapuskan permasalahan dendam
antar kabilah ini secara berangsur-angsur, yang mana dengan adanya
peraturan seperti ini bisa hilang sifat balas dendam yang biasa mereka
terapkan, dan bagi orang-orang yang sudah Allah SWT berikan jalan keluar
semudah ini tetapi masih juga melanggarnya, maka azab Allah akan
menanti di akhirat nantinya.

C. Perbedaan Kufur Besar dan Kufur Kecil
1. Kufur besar menyebabkan seseorang keluar dari agama Islam dan
menghapuskan segala amalan baiknya(pahala), sedangkan kufur kecil tidak
menyebabkan seseorang keluar dari Islam, tetapi bisa mengurangi pahala sesuai
dengan tingkatan kekufurannya.
2. Kufur besar membuat seseorang kekal selama-lamanya di dalam neraka,
sedangakan kufur kecil, jika pelakunya masuk neraka ia tidak kekal di
dalamnya. Bahkan bisa saja Allah tidak memasukkannya ke dalam neraka
disebabkan beberapa hal.

14 Muhammad Mutawalli Sya`rawi, Tafsir Sya`rawi, terj. Zainal Arifin, cet. 1, (Jakarta: Duta Azhar, 2004), hal. 565

8

PENUTUP

Kesimpulan
1. Kufur bisa berarti ‫( نقيض الءيمان‬menghilangkan iman/tidak beriman).
2. Kufur dibagi menjadi 2 bagian. Yaitu: kufur besar dan kufur kecil.
Kufur besar dibagi kepada 4 bagian, yaitu kufur karena mendustakan Allah,
enggan dan sombong, ragu, berpaling, dan kufur nifaq. Sedangkan pada kufur
kecil pemakalah hanya membahas tentang kufur nikmat.
3. Kufur besar dapat mengeluarkan pelakunya daripada agama Islam, sedangkan
kufur kecil tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, tetapi dapat mengurangi
pahalanya sesuai tingkatan kekufurannya.

9

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, 2004. Al-Jumanatul `Ali Al-Qur`an Dan Terjemahan,
Bandung: Penerbit J-Art.
Jalaluddin ibn Manshur, 1992. Lisanu al-Arab, Beirut: Dar al-Fikr.

Abdul Rahman Abdul Khalid, 1996. Garis Pemisah Antara Kufur dan Iman,
Jakarta : Bumi Aksara.
M. Quraish Shihab, 2002. Tafsir Al-Misbah , Jakarta: Lentera Hati.
Syihabuddin, 2000. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani.
Muhammad Mutawalli Sya`rawi, 2004. Tafsir Sya`rawi, terj. Zainal Arifin,
Jakarta: Duta Azhar.

10