1 PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN FISIKA DAN MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP FISIKA DI SMA

PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN FISIKA DAN MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP FISIKA DI SMA

Skripsi

Oleh : Dwi Susilowati

X 2304015

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu tolok ukur berkembangnya suatu negara karena dengan pendidikan orang memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan dalam pergaulan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 (1) pendidikan adalah:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan negara.

Berdasarkan hal tersebut pendidikan dapat mendewasakan seseorang. Menurut Poerbakawatja dan Harahap pendidikan adalah:

… usaha dengan sengaja dari orang dewasa untuk pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya… orang dewasa itu adalah orang tua si anak orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala- kepala asrama dan sebagainya. (Muhibbin Syah,1993:11)

Pengertian pendidikan sangatlah luas tetapi sebagian orang memahaminya sebagai sebuah proses pengajaran melalui metode- metode tertentu untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku.

Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah dikhususkan pada program studi sains, sosial dan bahasa. Pada program studi sains peserta didik dituntut untuk bersikap ilmiah karena ilmu diperoleh pada penemuan- penemuan oleh tokoh sains ilmu tersebut berkembang dan dapat dipertahankan sebagai suatu disiplin ilmu sains.

“Sains mempelajari alam yang mencakup proses perolehan pengetahuan melalui pengamatan, penggalian, penelitian dan penyampaian informasi dan produk (pengetahuan ilmiah dan terapannya) yang diperoleh melalui dan bekerja ilmiah”. (E. Mulyasa,2006:89)

Sains sangat berkaitan dengan cara mencari tahu dan proses penemuan alam secara berkesinambungan melalui pengamatan untuk mencari pemahaman tentang fenomena alam. Salah satu cabang sains adalah Fisika.

Mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematik, serta dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap percaya diri. (Depdiknas,2004:6)

Mata pelajaran Fisika memberikan suatu cara berfikir kualitatif tentang kejadian alam dan didukung analisis kuantitatif sehingga diperoleh suatu hubungan. Dalam dunia pendidikan, mata pelajaran Fisika dianggap sukar oleh siswa karena untuk mempelajari Fisika diperlukan penalaran dan abstraksi yang kuat untuk memahami konsep maupun hukum- hukum Fisika. Dampak dari kurang terbentuknya sikap positif siswa terhadap mata pelajaran Fisika adalah dalam proses pembelajaran siswa menjadi kurang aktif, sehingga tidak terjadi negosiasi gagasan, menerima informasi dan instruksi secara pasif, kurang minat untuk memperoleh pengalaman penerapan dalam kehidupan sehari- hari ataupun dalam teknologi. Dalam kaitannya dengan ini guru seharusnya dapat membangkitkan minat siswa dengan cara memperbaiki sistem pengajaran dengan pendekatan dan metode- metode penyampaian pengajaran dan mengevaluasinya.

Berbagai pola pendekatan, model/ metode dan media pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan minat dan kemampuan kognitif siswa. Pembelajaran tidak hanya monoton dilakukan dengan ceramah di depan kelas atau belajar secara individual dan hanya berpegang teguh pada diktat- diktat atau buku- buku paket, karena siswa akan cepat bosan. Kebosanan inilah yang pada akhirnya dapat melemahkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran. Dengan Berbagai pola pendekatan, model/ metode dan media pembelajaran yang bervariasi dapat meningkatkan minat dan kemampuan kognitif siswa. Pembelajaran tidak hanya monoton dilakukan dengan ceramah di depan kelas atau belajar secara individual dan hanya berpegang teguh pada diktat- diktat atau buku- buku paket, karena siswa akan cepat bosan. Kebosanan inilah yang pada akhirnya dapat melemahkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran. Dengan

Pendekatan dan metode penyampaian pembelajaran yang serasi menentukan pestasi belajar siswa. Pada penelitian ini, digunakan pendekatan Konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi pada pokok bahasan Getaran. Usaha ini diharapkan mampu membangkitkan minat belajar siswa terhadap Fisika.

Menurut Edgar mencoba menyimpulkan hubungan minat dan prestasi belajar sebagai berikut:

1. Ada korelasi yang kuat antara minat dengan prestasi belajar.

2. Minat diperdalam, diperkuat dan diberikan arah baru maka minat tersebut akan ditransformasikan menjadi kekuatan yang kreatif. Dalam hal ini adalah prestasi belajar dan dibangkitkan untuk “memobilisasi kemauan untuk belajar”.

3. Minat ”baru” dapat dan harus diketemukan.

4. Suatu bagian essensial dari tugasnya untuk mengorganisir belajar, tidak lain daripada untuk membangkitkan dan memobilisir kemauan (minat) belajar.

(James R. Mursell,1973:74-75)

Sedangkan berdasarkan The Journal of Educators Online, Volume 3, Number 2, July 2006 dinyatakan

“She was able to assess their strengths and weaknesses. Moreover, adopting and weaving constructivism into the course design afforded students the opportunities to construct their own knowledge by using their different cognitive abilities to learn and interact with peers, teachers, and children. In addition, the interdisciplinary thematic unit allowed students to capitalize on their interests, working styles, and learning styles. Each group selected the topic for the thematic unit and negotiated the roles and assignments that each member would perform. Also, giving students opportunities to evaluate each other and themselves … .” (Marta Casas, 2006:11)

Berdasarkan pernyataan tersebut kita dapat mengetahui bahwa dengan pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme para siswa bisa menilai Berdasarkan pernyataan tersebut kita dapat mengetahui bahwa dengan pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme para siswa bisa menilai

Berdasarkan Edgar tidak nampak ada hubungan antara pendekatan pembelajaran dengan minat belajar Fisika sedangkan menurut The Journal of Educators Online , Volume 3, Number 2, July 2006 nampak ada hubungan antara pendekatan pembelajaran dengan minat belajar Fisika. Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme pada Pembelajaran Fisika dan Minat Belajar Siswa terhadap Fisika di SMA”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis perlu mengidentifikasikan masalah- masalah yang mungkin muncul dalam penelitian ini. Adapun identifikasi masalahnya sebagai berikut:

1. Prestasi belajar siswa, dalam hal ini kemampuan kognitif siswa di SMA pada mata pelajaran Fisika masih rendah.

2. Prestasi belajar siswa, kemampuan kognitif siswa tergantung pada faktor internal seperti sikap positif terhadap mata pelajaran, minat dan motivasi siswa.

3. Pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan kurang sesuai dengan pokok bahasannya, sehingga siswa tidak dapat memahami materi secara maksimal.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan dan dengan adanya keterbatasan waktu, kemampuan, sarana dan prasarana yang tersedia serta agar penelitian terarah, maka pembatasan masalah yang dapat peneliti kemukakan adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran Fisika dalam penelitian menggunakan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi.

2. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri siswa, dalam hal ini yang dibahas adalah minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika.

3. Prestasi belajar Fisika siswa yang ditinjau yaitu pada kemampuan kognitif siswa.

4. Materi pelajaran yang diambil adalah pokok bahasan Getaran untuk siswa SMA kelas XI semester I.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis mencoba menarik rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Adapun perumusan masalah yang penulis ajukan sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA?

2. Adakah perbedaan pengaruh antara minat belajar kuat, sedang dan lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA?

3. Adakah interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode belajar dan minat belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

2. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengaruh antara minat belajar kuat, sedang dan lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

3. Mengetahui ada atau tidaknya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode belajar dan minat belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

F. Manfaat Penelitian

Setelah perumusan masalah di atas diperoleh jawaban, diharapkan penelitian ini berguna untuk:

1. Memberi masukan kepada guru dan calon guru agar dapat memilih pendekatan dan metode yang tepat dalam penyampaian materi.

2. ++]r2Memberi masukan kepada guru, calon guru dan siswa agar memperhatikan minat belajar siswa yakni sikap positif terhadap mata pelajaran sebagai kemampuan pendukung sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

3. Memberi masukan kepada guru dan calon guru yang mengadakan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini dalam ruang lingkup yang lebih luas dan pembahasan yang lebih mendalam.

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar dan Pembelajaran

a. Belajar Belajar memiliki makna yang luas dan kompleks sehingga pengertian belajar sangatlah rumit. Belajar merupakan hal penting bagi manusia baik disadari atau tidak. Belajar merupakan suatu proses ditandai adanya suatu perubahan pada diri seseorang yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti penambahan pengetahuan, kecakapan, pemahaman sikap dan tingkah laku serta segala aspek yang ada pada individu. Dengan belajar terbentuk kemampuan- kemampuan baru yang dimiliki dalam jangka waktu yang relatif lama. Definisi belajar diantaranya:

1). Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975) mengemukakan “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku sesorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang- ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan- keadaan sesaat sesorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya)”

2). Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1997) menyatakan bahwa: “Belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian sehingga perbuatannya (perfomancenya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

3). Morgar, dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan: “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.

4). Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan “Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”.

(Ngalim Purwanto,1990:84)

Dari pengertian- pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1). Belajar adalah suatu proses aktivitas yang dapat membawa perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan atau pengalaman yang relatif menetap pada individu.

2). Perubahan itu terjadi karena pengalaman yang berulang- ulang. 3). Perubahan- perubahan relatif itu menetap pada suatu periode yang cukup panjang .

b. Pembelajaran Pembelajaran atau instruksional atau pengajaran mempunyai pengertian sebagai usaha sadar dan aktif dari guru terhadap siswa, agar siswa berkeinginan untuk belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa. Tujuan pembelajaran merupakan apa yang diinginkan guru dari siswanya pada akhir suatu pelajaran, dan apa yang seharusnya siswa peroleh atau mengetahui pada akhir suatu pelajaran. Tujuan pembelajaran yaitu tercapainya tujuan belajar siswa, apabila apa yang dicapai atau diperoleh anak didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran sesuai dengan apa yang diinginkan guru dari siswa setelah mengikuti pembelajaran.

2. Pembelajaran Fisika

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya. IPA mempunyai beberapa cabang, salah satu diantaranya adalah Fisika.

Fisika merupakan bagian dari sains, maka untuk mengembangkan Fisika dapat dilakukan melalui pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan hakikatnya. Menurut Brockhaus (1972) dikemukakan bahwa, “Fisika adalah pengajaran tentang kejadian alam, yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat, pengujian secara sistematis dan berdasarkan peraturan umum”. Herbert (Druxes,1986:3).

Sedangkan menurut Gerthsen (1958) “Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana-sederhananya dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataannya. Persyaratan dasar untuk pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut”. (Herbert Druxes, 1986:3)

Sesuai dengan kurikulum 2004, mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Fisika merupakan bagian dari IPA atau Sains yang memiliki karakteristik tertentu, yaitu produk, proses, dan memerlukan sikap ilmiah. Fisika digali dari fenomena- fenomena yang terjadi di alam. Kejadian- kejadian tersebut diteliti dan dipelajari kemudian hasil yang diperoleh diterapkan pada kondisi yang lain tanpa merubah kejadiannya. Untuk selanjutnya ditemukan pengetahuan- pengetahuan baru yang bersifat dinamis serta aspek- aspek yang saling berhubungan.

3. Pendekatan Konstruktivisme

Model pengembangan teori konstruktivisme bukan pada rasionalis tetapi pada pemahaman sehingga menarik karena kesederhanan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi atau bentukan kita sendiri. konstruktivisme lebih banyak melihat proses bagaimana seseorang menjadi tahu tentang sesuatu yang kita amati. Pada pembelajaran konstruktivisme, subyek pelajar berperan aktif dalam merekonstruksi makna, mengasimilasi dan menghubungkan bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki sehingga pengertiannya menjadi berkembang.

Butir- butir penting yang disarankan oleh model belajar- mengajar konstruktivisme yaitu:

a. Murid harus selalu aktif sesama pembelajaran.

b. Proses aktif ini adalah proses membuat transmisi melalui interpretasi.

c. Interpretasi dibantu oleh metode instruksi yang memungkinkan negosisasi pemikiran (bertukar pikiran) melalui diskusi, tanya jawab.

d. Tanya jawab didorong oleh kegiatan inquiry (ingin tahu) para siswa. Jadi kalau siswa tidak bicara, berarti murid tidak belajar optimal.

e. Kegiatan belajar- mengajar tidak hanya merupakan suatu proses pengalihan pengetahuan, tapi juga pengalihan ketrampilan dan pengetahuan.

(E. Mulyasa, 2006:240)

Menurut kaum konstruktivis, belajar adalah merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dipunyai siswa, sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa semakin berkembang.

“Ciri–ciri belajar konstruktivisme adalah belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus– menerus” (Paul Suparno,1997:61). Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri. Sesuai dengan paper berjudul Coming to Understand Teaching as a Way of Being: Teachers as Knowers, Reasoners, and Understanders dikemukakan bahwa “…understanding of constructivism was that it was equivalent to some sort of discovery learning model in which students discover for themselves the laws of physics ” (Allan Feldman,1995). Pernyataan ini menyebutkan bahwa konstruktivisme sebanding dengan beberapa macam penemuan yang belajar membentuk para siswa untuk menemukan hukum ilmu Fisika.

Tahapan belajar mengajar konstruktivisme digambarkan pada gambar 2.1. berikut: Alokasi Waktu

5- 10% Tanya jawab tentang pengetahuan dan pengalaman

PEMANASAN- APERSEPSI

EKSPLORASI

25- 30%

Memperoleh atau mencari informasi baru

35- 40% Negosisasi dalam mencapai pengetahuan baru

KONSOLIDASI PEMBELAJARAN

PEMBENTUKAN SIKAP DAN PERILAKU 10% Pengetahuan diproses menjadi nilai, sikap dan perilaku

PENILAIAN FORMATIF 10%

Gambar 2.1. Tahapan belajar- mengajar konstruktivisme

a. Pemanasan– Apersepsi 1). Pelajaran dimulai dengan hal–hal yang diketahui dan dipahami

peserta didik. 2). Motivasi peserta didik dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik. 3). Peserta didik di dorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru.

b. Eksplorasi 1). yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaan peserta didik

akan materi/ ketrampilan baru diperkenalkan. 2). Kaitkan materi ini dengan pengetahuan yang sudah ada pada peserta didik. 3). Cari metodologi materi baru tersebut.

c. Konsolidasi Pembelajaran 1). Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan

memahami materi ajaran baru. 2). Libatkan siswa secara aktif dalam problem solving 3). Letakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara

materi ajar yang baru dengan berbagai aspek kegiatan/ kehidupan lingkungan.

4). Cari metodologi yang paling tepat sehingga materi ajar dapat

terproses menjadi bagian dari pengetahuan peserta didik.

d. Pembentukan Sikap dan Perilaku 1). Peserta didik didorong untuk menerapkan konsep/ pengertian yang

dipelajarinya dalam kehidupan sehari–hari. 2). Peserta didik membngun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari–hari berdasarkan pengertian yang dipelajari. 3). Cari metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan pada sikap dan perilaku peserta didik.

e. Penilaian Formatif 1). Kembangkan cara–cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta

didik. 2). Gunakan hasil penelitian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah–masalah yang dihadapi guru. 3). Cari metodologi yang paling tepat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. (E. Mulyasa, 2006:242-243)

4. Metode Pengajaran

Metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh pendidik untuk menyampaikan materi/ bahan pelajaran kepada peserta didik. Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen dan metode demonstrasi.

a. Metode Eksperimen Eksperimen atau percobaan adalah suatu tuntutan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar menghasilkan suatu produk yang dapat dinikmati masyarakat secara aman. Eksperimen pun dilakukan orang agar diketahui kebenaran suatu gejala dan dapat menguji dan mengembangkannya menjadi suatu teori. kegiatan eksperimen yang dilkukan peserta didik merupakan kesempatan meneliti yang dapat mendorong merekonstruksi pengetahuan mereka sendiri, berfikir ilmiah dan rasional serta lebih lanjut pengalamannya itu berkembang.

”Metode eksperimen diartikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan peserta didik dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan itu” (Johar Permana dan Mulyani Sumantri, 2001:136).

Adapun tujuan dari metode eksperimen adalah: 1). Agar peserta didik mampu menyimpulkan faktor- faktor informasi atau data yang diperoleh. 2). Melatih peserta didik merancang, memperesiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaan. 3). Melatih peserta didik menggunakan logika berfikir induktif untuk menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui percobaan.

Metode eksperimen mempunyai beberapa kelebihan sebagai berikut: a). Membuat peserta didik percaya pada kebenaran kesimpulan percobaannya daripada hanya menerima kata guru atau buku. b). Peserta didik terlibat mengumpulkan fakta, informasi atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukannya. c). Dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berfikir ilmiah. d). Memperkaya pengalaman dengan hal- hal yang bersifat obyektif, realitas dan menghilangkan verbalisme. e). Hasil belajar menjadi kepemilikan peserta didik yang bertalian lama. Selain mempunyai kelebihan tersebut, metode eksperimen mempunyai kekurangan sebagai berikut: 1). Memerlukan peralatan percobaan yang komplit. 2). Dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang

memerlukan waktu yang lama. 3). Menimbulkan kesulitan bagi guru dan peserta didik apabila kurang berpengalaman dalam penelitian. 4). Kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada kesalahan menyimpulkan. (Johar Permana dan Mulyani Sumantri, 2001:136-137)

b. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi dapat digunakan pada saat guru ingin menunjukkan suatu gejala, proses pada anak didiknya. Demonstrasi dapat dilakukan pada awal pelajaran yang akan diberikan atau sebagai pelemparan masalah pada saat pelajaran berlangsung untuk membantu menjelaskan dan pada saat akhir pelajaran unttuk mencocokkan teori yang telah diberikan. Adapun penggunaan metode demonstrasi adalah agar siswa dapat memahami tentang cara mengatur atau menyusun suatu alat percobaan dan mengetahui kerjanya. Bila siswa melakukan sendiri maka akan diketahui kebenaran suatu teori di dalam praktek.

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam demontrasi: 1). Guru harus mampu menyusun rumusan tujuan instruksional, agar dapat

memberi motivasi yang kuat pada siswa untuk belajar. 2). Pertimbangkanlah baik- baik apakah pilihan teknik anda mampu menjamin tercapainya tujuan yang telah anda rumuskan. 3). Amatilah apakah jumlah siswa memberikan kesempatan untuk suatu demonstrasi yang berhasil, bila tidak anda harus mengambil kebijakan lain.

4). Apakah anda telah meneliti alat- alat dan bahan yang akan digunakan mengenai jumlah, konmdisi, dan tempatnya. Juga anda perlu mengenal baik- baik atau telah mencoba terlebih dahulu agar demonstrasi itu berhasil.

5). Harus sudah menentukan garis besar langkah- langkah yang akan dilakukan. 6). Apakah tersedia waktu yang cukup, sehingga anda dapat memberi keterangan yang perlu dan siswa dapat bertanya. 7). Anda perlu mengadakan evaluasi apakah demonstrasi yang anda lakukan itu berhasil dan bila perlu demonstrasi perlu diulang. (Roestiyah N.K.,1991:84)

Pada penggunaan demonstrasi perhatian siswa akan terpusat pada pelajaran yang diberikan selanjutnya akan memberikan motivasi yang kuat untuk siswa agar dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Kelemahan metode ini adalah bila alatnya kecil atau penempatan kurang tepat, menyebabkan demonstrasi itu tidak dapat dilihat dengan jelas oleh seluruh siswa. Dalam hal ini dituntut pula agar guru harus mampu menjelaskan proses berlangsungnya demonstrasi; dengan bahasa dan suara yang dapat ditangkap oleh siswa. Juga bila waktu tidak tersedia cukup; maka demonstrasi akan berlangsung putus- putus; atau tidak dijalankan tergesa- gesa; sehingga hasilnya memuaskan. Dalam demonstrasi bila siswa tidak diikutsertakan, maka proses demonstrasi akan kurang dipahami oleh siswa, sehingga kurang berhasil adanya demonstrasi tersebut.

(Roestiyah N.K.,1991:85)

c. Metode Diskusi Metode diskusi adalah proses pembelajaran yang telah dipersiapkan dan direncanakan sebelumnya dan melibatkan lebih dari dua individu untuk saling bertukar pengalaman dan memecahkan masalah. Metode ini bertujuan untuk melatih peserta didik mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, c. Metode Diskusi Metode diskusi adalah proses pembelajaran yang telah dipersiapkan dan direncanakan sebelumnya dan melibatkan lebih dari dua individu untuk saling bertukar pengalaman dan memecahkan masalah. Metode ini bertujuan untuk melatih peserta didik mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi,

Mengajar dengan teknik diskusi ini berarti: 1). kelas dibagi dalam beberapa kelompok. 2). Dapat mempertinggi partisipasi siswa secara individual. 3). Dapat mempertinggi kegiatan sebagai keseluruhan dan kesatuan. 4). rasa sosial mereka dapat dikembangkan, karena bisa saling membantu

dalam memecahkan soal, mendorong rasa kesatuan. 5). Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat. 6). Merupakan pendekatan yang demokratif. 7). Menghayati kepemimpinan bersama- sama. 8). Membantu mengembangkan kepemimpinan. Kelemahan metode diskusi: 1). Kadang- kadang bisa terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi

masalah yang dipecahkan; bahkan mungkin pembicaraan menjadi menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang. Untuk mengatasi hal ini instruktur harus menguasai benar- benar permasalahannya, dan mampu mengarahkan pembicaraan, sehingga bisa membatasi waktu yang diperlukan.

2). Dalam diskusi menghendaki pembuktian logis, yang tidak terlepas dari fakta-fakta; dan tidak merupakan jawaban yang hanya dugaan atau coba- coba saja. Maka pada siswa dituntut untuk berfikir ilmiah, hal mana itu tergantung pada kematangan, pengalaman dan pengetahuan siswa.tidak dapat dipakai dalam kelompok besar.

3). Peserta mendapat informasi yang sangat terbatas. 4). Dapat dikuasai oleh orang- orang yang suka berbicara. 5). Menghendaki pendekatan yang formal.

(Roestiyah N.K.,1991:5-6)

Tujuan dari metode diskusi adalah: 1). Mendorong siswa untuk menggunakan pengetahuan dan pengalamannya

dalam memecahkan masalah, tidak tergantung pada pendapat orang lain. 2). Siswa mampu mengemukakan pendapatnya secara lisan, untuk melatih kehidupan yang demokratis.

5. Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang mengatur cara belajar dan berpikir seseorang dalam arti yang seluas-luasnya. Aspek kognitif secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang di kembangkan oleh Bloom, yaitu:

a. Pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat- ingat kembali atau mengenali kembali nama, istilah, ide, geja dan rumus- rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk mempergunakannya.

b. Pemahaman (comprehention), yaitu kemampuan seseorang utmuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.

c. Penerapan (application), yaitu kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide- ide umum, tata cara ataupun metode- metode, prinsip- prinsip, rumus- rumus dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.

d. Analisis (analysis), adalah kemampuan seseorang untuk meinci atau menguraikan suatu bahan dalam keadaan menurut bagian- bagian yang lebih kesil dan mampu memahami hubungan diantara abgian- bagian atau faktor- faktor lainnya.

e. Sintesis (syntesis), adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis.

f. Evaluasi (evaluation), merupakan kemampuan seseorang untuk membuata pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide untuk tujuan tertentu.

(Anas Sudijono, 1995: 50-53)

6. Minat Belajar

“Minat adalah kecenderungan subyek yang menetap, untuk merasakan tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu”. (Winkel,2005:212)

Minat belajar timbul karena adanya perhatian, oleh karena itu untuk menimbulkan minat belajar sebaiknya harus menimbulkan perhatiannya pada

sungguh bila ia tidak berminat pada materi yang diajarkan oleh pendidik dan berdampak hasil belajar tidak sesuai dengan yang diharapkan. Siswa yang berminat pada pelajaran Fisika akan memusatkan perhatian yang lebih banyak dan intensif terhadap Fisika. ”Minat adalah suatu keadaan dimana seorang mempunyai perhatian terhadap sesuatu yang disertai untuk mengetahui dan mempelajari maupun membuktikannya lebih jauh.” (Bimo Walgito,1983:32). Siswa yang berminat terhadap pelajaran akan memiliki kesadaran untuk melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar. ”Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginannya dan kebutuhan- kebutuhan sendiri.” (Sardiman A.M,1990:76). Kebutuhan- kebutuhan ini didukung sesuai pernyataan ”Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu”. (Muhibbin Syah,2003:136):

Berdasarkan pendapat- pendapat tersebut unsur- unsur minat siswa terhadap mata pelajaran Fisika antara lain:

1. Merasa butuh mempelajari Fisika

2. Merasa senang mempelajari Fisika

3. Keinginan untuk mempelajari Fisika

4. Kesiapan menghadapi kesulitan belajar Fisika

5. Niat berusaha mengatasi kesulitan belajar Fisika Untuk menarik minat belajar siswa diperlukan beberapa teknik antara lain merasionalkan apa yang masih menjadi perhatian ataupun menjelaskan esensi isi/ materi pelajaran yang telah didiskusikan. Dalam kegiatan belajar- mengajar, seorang guru berupaya membangkitkan minat dengan menerapkan sebanyak mungkin teknik dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik.

7. Pokok Bahasan Getaran

Getaran adalah salah satu materi pokok bidang studi Fisika dimana menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan diajarkan pada siswa kelas XI IPA. Adapun materinya sebagai berikut: Getaran adalah salah satu materi pokok bidang studi Fisika dimana menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan diajarkan pada siswa kelas XI IPA. Adapun materinya sebagai berikut:

Gambar 2.2. Beban pada ayunan yang bergerak bolak- balik secara periodik melalui titik setimbang.

Mula- mula benda diam pada titik kesetimbangan B, kemudian ditarik ke kiri (A) dengan sudut simpangan kecil, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. sesaat setelah beban dilepaskan, beban akan bergerak dari A ke B kemudian kembali ke C, kembali lagi ke A, berulang- ulang secara periodik. Dapat dikatakan bahwa beban pada ayunan tersebut melakukan getaran secara periodik. Periode getaran (T) adalah waktu yang diperlukan beban untuk melakukan satu kali getaran. Pada ayunan gambar 2.2 satu getaran adalah gerakan dari A ke C dan kembali lagi ke A. Jadi periode ayunan (T) adalah selang waktu yang diperlukan beban dari kedudukan A ke C dan kembali lagi ke A. Frekuensi getaran (f) adalah banyak getaran yang dilakuakn beban dalam satu s. a). Amplitudo Getaran

Amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik kesetimbangan. Pada ayunan gambar 2.2, amplitudo getaran adalah jarak AB atau jarak CB. Perhatikan bahwa amplitudo adalah setengah dari jarak ayunan penuh (jarak AC) yang dilakukan beban.

b). Hubungan Periode dengan Frekuensi Ada hubungan yang penting antara frekuensi dan periode. Dari definisi frekuensi dapat disimpulkan bahwa dalam satu s dapat dilakukan f getaran.

1 Dengan demikian, selang waktu untuk menempuh 1 kali getaran adalah sekon .

f Selang waktu diperlukan untuk menempuh 1 getaran adalah periode T, sehingga

diperoleh hubungan antara periode dan frekuensi = T .

2). Getaran pada Pegas Pegas tidak diberi beban dan disebut pegas bebas. Begitu beban dihubungkan ke ujung pegas, pegas bertambah panjang sejauh D x . Di titik O, beban berada pada kesetimbangan. Pada titik kesetimbangan ini beban masih dalam keadaan diam (belum bergerak) kemudian beban ditarik ke bawah sejauh B (amplitudo) dan dilepaskan sehingga beban bergerak berulang- ulang secara periodik. Seperti terlihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Sebuah beban bermassa m digantungkan pada pegas. Beban bergerak berulang- ulang secara periodik melalui titik setimbang.

Berdasarkan hukum Hooke:

F = kx 1 mg = kx

1 ( 1) di mana k adalah konstanta gaya dari pegas. Ketika massa m berada di titik B,

besarnya gaya yang bekerja pada pegas sama dengan k ( x 1 + x 2 ) . Dengan demikian

resultan gaya yang bekerja pada saat beban berada pada titik B adalah:

F = mg - k ( x 1 + x 2 )

F = mg - kx

1 - kx 2

Berdasarkan persamaan (1): mg = kx 1 , persamaan di atas menjadi:

F = kx 1 - kx 1 - kx 2

F = - kx 2 (2) Sesuai dengan hukum II Newton: F = ma, persamaan (2) bisa dituliskan sebagai:

ma = - kx 2 k

a = - x 2 (3) m

Dari pokok bahasan Gerak Melingkar Beraturan, percepatan sebuah benda yang sedang bergerak melingkar beraturan dengan jari-jari r didefinisikan sebagai

a 2 = - w r . Getaran harmonis sederhana merupakan gerak yang sama dengan gerak melingkar beraturan, sehingga dalam getaran harmonis sederhana pada

pegas berlaku 2 a = - w x

2 , dan persamaan (3) menjadi:

2 π karena ω =

mm

maka T = 2 π k

Persamaan di atas digunakan untuk menentukan periode getaran harmonis sederhana dari sebuah beban bermassa m yang digantungkan pada sebuah pegas dengan konstanta gaya k.

B. Kerangka Berfikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnnya, maka dapat dikemukakan kerangka berfikir sebagai berikut:

1. Perbedaan Pengaruh antara Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme Melalui Metode Demonstrasi dan Metode Eksperimen terhadap Kemampuan Kognitif Siswa di SMA.

Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain ialah pendekatan pembelajaran, metode pengajaran dan minat siswa terhadap mata pelajaran. Penggunaan metode pembelajaran tidak selalu efektif disetiap kondisi karena adanya perbedaan minat siswa. Pola pembelajaran yang bersifat demokratis dapat mengembangkan prestasi belajar siswa. Pola pembelajaran yang seperti ini hampir memiliki kesamaan dengan pendekatan konstruktivisme, siswa menyampaikan pengetahuan berdasarkan maknanya sendiri sesuai dengan apa yang mereka lihat.

Pendekatan pembelajaran yang sesuai diharapkan guru mampu memilih strategi pembelajaran yang sesuai pula. Semakin baik strateginya semakin efektif pencapaian tujuan pembelajaran. Banyak metode pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk itu guru harus pandai memilih metode yang tepat untuk materi yang diajarkan kepada siswa. Pada penelitian ini akan digunakan metode eksperimen dan demonstrasi yang menuntut siswa aktif, kreatif dalam memunculkan ide- ide dalam memahami konsep maupun hukum- hukum Fisika, yang mengkombinasikan lesan dan perbuatan untuk menjelaskan suatu konsep sehingga timbul kesan mendalam terhadap apa yang siswa pelajari.

2. Pengaruh antara Minat Belajar Kategori Kuat, Sedang dan Lemah terhadap Kemampuan Kognitif Siswa di SMA.

Faktor internal yang turut mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah minat belajar siswa. Siswa yang kurang berminat terhadap mata pelajaran Fisika maka ia akan cepat merasa bosan, mengantuk sehingga prestasi belajar menurun. Sedangkan siswa yang memiliki minat belajar yang tinggi maka ia akan berusaha untuk meningkatkan prestasinya.

3. Interaksi antara Pengaruh Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme Melalui Metode Belajar dan Minat Belajar Siswa terhadap Kemampuan Kognitif Siswa di SMA.

Pemilihan pendekatan pembelajaran melalui metode pembelajaran yang tepat mempengaruhi hasil prestasi belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi membantu siswa dalam menerima sebagian besar materi apa yang disampaikan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar. Penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi akan meningkatkan minat dan aktivitas belajar siswa berperan aktif dalam menghubungkan teori dengan percobaan. Secara sederhana kerangka berfikir penelitian ini dapat digambarkan pada gambar 2.4 berikut:

Minat belajar kategori kuat, B 1

Kelas

Pendekatan

Minat belajar

eksperimen

konstruktivisme melalui

kategori sedang, B 2

metode eksperimen, A 1 Minat belajar

kategori lemah, B 3 Kemampuan Keadaan Awal

kognitif siswa

Minat belajar kategori kuat, B 1

Pendekatan

Kelas

Minat belajar

demonstrasi kategori sedang, B 2

konstruktivisme melalui

metode demonstrasi,A 2 Minat belajar

kategori lemah, B 3

Gambar 2.4 Skema Kerangka Berfikir

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen (A 1 ) dan metode demonstrasi (A 2 ) terhadap terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

2. Ada perbedaan pengaruh antara minat belajar kuat (B 1 ), sedang (B 2 ) dan

lemah (B 3 ) terhadap terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

3. Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran (A) dan minat belajar siswa (B) terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Sragen tahun pelajaran 2008/2009. Pertimbangan yang mendasari untuk memilih SMA Negeri 3 Sragen sebagai tempat penelitian adalah karena SMA tersebut memiliki fasilitas yang mendukung pelaksanaan penelitian, seperti adanya jumlah siswa dan kelas yang cukup mendukung serta adanya peralatan percobaan yang diperlukan saat penelitian.

2. Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian ini dalam tiga tahap. Adapun tahapan- tahapan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap persiapan yang meliputi: pengajuan judul, penyusunan proposal penelitian, permohonan perijinan kepada instansi terkait.

b. Tahap pelaksanaan yang meliputi: pengarahan penelitian pada sekolah yang bersangkutan, pemakaian instrumen penelitian, pelaksanaan mengajar dan pengambilan data.

c. Tahap penyelesaian yang meliputi: menganalisis data, menyusun laporan penelitian dan konsultasi kepada dosen pembimbing.

Tahapan penelitian secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain faktorial 2X3 dengan frekuensi isi sel tak sama, dengan model sebagai berikut:

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Keterangan:

A = Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme.

A 1 = Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme melalui Metode Eksperimen.

A 2 = Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme melalui Metode Demonstrasi.

B = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika.

B 1 = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kategori Kuat.

B 2 = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kategori Sedang.

B 3 = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kategori Lemah. Dalam penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu pendekatan Konstruktivisme melalui metode eksperimen sebagai kelas eksperimen (A 1 ) dan metode demonstrasi sebagai kelas kontrol (A 2 ). Kedua kelas diasumsikan sama dalam semua segi dan hanya berbeda dalam pemberian metode pembelajaran. Kemudian antar kelompok diukur tingkat minat belajar terhadap mata pelajaran Fisika, sehingga diperoleh data siswa yang memiliki minat belajar kategori kuat

(B 1 ), sedang (B 2 ) dan lemah (B 3 ). Pada akhir eksperimen, kedua kelompok tersebut diukur kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Getaran dengan alat ukur yang sama yaitu berupa tes akhir. Hasil kedua pengukuran tersebut digunakan sebagai data eksperimen yang kemudian diolah dan dibandingkan dengan statistik yang digunakan.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Sragen tahun pelajaran 2008/2009 yang terdiri dari 4 kelas, yaitu kelas

2. Sampel

Dari populasi di atas diambil sampel yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas

XI IPA3 sebagai kelas eksperimen yang terdiri dari 33 siswa dan XI IPA4 sebagai kelas kontrol yang terdiri dari 37 siswa.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Penentuan sampel menggunakan teknik cluster random sampling dengan cara memandang populasi sebagai kelompok- kelompok. Adapun langkah yang ditempuh adalah:

a. Mengambil kelas yang mempunyai rata-rata Fisika hampir sama.

b. Mengambil dua kelas yang digunakan sebagai faktor A dan faktor B

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

a. Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme 1). Definisi operasional : pendekatan pembelajaran dengan melihat proses

bagaimana seseorang menjadi tahu sesuatu yang kita amati. Pada penelitian ini digunakan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen sebagai kelas eksperimen dan metode demonstrasi sebagai kelas kontrol.

2). Kategori: (a). Pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen (b). Pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi.

b. Minat Belajar Siswa terhadap Mata Pelajaran Fisika 1). Definisi operasional : kecenderungan siswa untuk merasa tertarik pada

mata pelajaran Fisika terutama bahasan Getaran. Untuk memperoleh data mengenai minat dapat digunakan metode angket.

3). Indikator : nilai angket minat belajar siswa terhadap pelajaran

Fisika.

2). Skala pengukuran : skala interval yang diubah ke skala ordinal, terdiri dari tiga kategori yaitu: (a). Minat belajar siswa kategori kuat, nilai > mean + SD (b). Minat belajar siswa kategori sedang, mean -SD £ nilai £ mean + SD (c). Minat belajar siswa kategori lemah, nilai < mean - SD Keterangan : SD ( Standar Deviasi)

2. Variabel Terikat

Variabel penelitian ini adalah kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Getaran. 1). Definisi operasional : prestasi belajar Fisika siswa adalah hasil usaha yang dicapai siswa setelah melakukan proses belajar mengajar, sehingga mengakibatkan perubahan sikap yang ditunjukkan pada nilai tes pokok bahasan Getaran.

2). Indikator : nilai tes prestasi belajar siswa Pokok Bahasan

Getaran.

3). Skala pengukuran : Interval

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui keadaan awal siswa terhadap mata pelajaran Fisika. Dokumen keadaan awal siswa diambil dari nilai rapor siswa semester II kelas X tahun pelajaran 2007/2008 sebelum kelas XI tahun pelajaran 2008/2009 yang digunakan untuk menguji keseimbangan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Teknik Angket

Untuk mendapatkan data minat siswa terhadap pelajaran Fisika digunakan metode angket. Angket terdiri dari pertanyaan/ pernyataan yang mengandung kondisi siswa yang menjadi tujuan pengajaran. Angket merupakan alat serta teknik pengumpulan data yang mengandalkan informasi atau keterangan dari sumber data responden. Dalam penelitian ini memuat pertanyaan/ pernyataan

kondisi mengenai minat belajar siswa yang terdiri dari 40 soal pilihan dengan 4 alternatif jawaban. Penilaian angket adalah: Untuk butir angket pertanyaan positif - Jawaban a nilai: 4 - Jawaban b nilai: 3 - Jawaban c nilai: 2 - Jawaban d nilai: 1 Untuk butir angket pertanyaan negatif - Jawaban a nilai: 1 - Jawaban b nilai: 2 - Jawaban c nilai: 3 - Jawaban d nilai: 4

Sebelum angket digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu mencari definisi minat dari berbagi sumber lalu membuat kisi- kisi angket minat belajar siswa terhadap Fisika dan mengembangkannya dalam bentuk soal. Semua instrumen angket dikonsultasikan dengan konsultan pendidikan apakah angket tersebut memenuhi syarat sebagai angket kemudian di try out kan.

3. Teknik Tes

Tes yang dimaksud di sini adalah tes yang disusun oleh penulis yang dikonsultasikan pada pembimbing yang kemudian di try out kan. Teknik tes yang digunakan untuk mengumpulkan data prestasi siswa pada pelajaran Fisika pokok bahasan Getaran. Tes ini menggunakan tes yang dibuat peneliti yang berupa tes obyektif.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen saat penelitian meliputi, Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah dikonsultasikan kepada pembimbing. Instrumen saat pengambilan data, yaitu angket minat siswa terhadap Fisika dan tes prestasi siswa dalam bentuk pilihan ganda. Sebelum diteskan, angket minat belajar siswa terhadap Fisika dan instrumen tes kemampuan kognitif harus di try Instrumen saat penelitian meliputi, Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah dikonsultasikan kepada pembimbing. Instrumen saat pengambilan data, yaitu angket minat siswa terhadap Fisika dan tes prestasi siswa dalam bentuk pilihan ganda. Sebelum diteskan, angket minat belajar siswa terhadap Fisika dan instrumen tes kemampuan kognitif harus di try

XI IPA4.

1. Instrumen Angket

Angket minat siswa terhadap Fisika digunakan untuk mengukur minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika. Langkah-langkah dalam pembuatan angket:

a. Membuat kisi- kisi angket minat siswa dengan langkah- langkah: 1). Menyusun aspek dan indikator minat siswa. 2). Menentukan ruang lingkup dan banyaknya pernyataan untuk masing-

masing indikator.

b. Menyusun item sesuai dengan indikator

c. Men try out kan angket minat siswa terhadap mata pelajaran Fisika.

d. Menghitung reliabilitas dan validitas angket. Untuk menghitung validitas dan reliabilitas angket digunakan rumus sebagai berikut:

a. Validitas Angket Untuk menguji validitas butir angket pada penelitian ini digunakan rumus

korelasi product moment sebagai berikut:

n å XY - ( å X )( ) å Y

r xy =

2 ( n å X - ( å X ) ) ( n å Y - () å Y )

dimana r xy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y dua variabel yang dikorelasikan. Jika r xy > r tabel maka soal valid dan jika r xy < r tabel maka soal tidak valid.

(Suharsimi Arikunto, 2005:72) Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian

dikonsultasikan dengan harga

g . Jika g pbis > g tabel , maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga g pbis £ g tabel , g . Jika g pbis > g tabel , maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga g pbis £ g tabel ,

b. Reliabilitas Angket Untuk pengujian reliabilitas angket dengan kemungkinan jawaban 1, 2, 3,

dan 4 digunakan rumus alpha yaitu: é 2 n ù é å σ

r 11 = ê

Keterangan: r 11 = reliabilitas yang dicari

n = banyaknya butir pertanyaan σ å t

= jumlah varians nilai tiap- tiap item s = varians total 2

Kriteria item: 0,80 < r 11 £ 1,00 : Tinggi

0,60 < r 11 £ 0,80 : Cukup 0,40 < r £ 0,60 : Agak Rendah 11

0,20 < r £ 0,40 : Rendah 11

0,00 < r £ 0,20 : Sangat Rendah 11

(Suharsimi Arikunto, 2005:109) Perangkat dikatakan reliabel apabila memperoleh r 11 > r tabel pada taraf signifikansi 0,05.

2. Instrumen Tes