GALATAMA 1979 – 1994 ( PERKEMBANGAN SEPAK BOLA NON AMATIR DI INDONESIA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh: ERIK DESTIAWAN

NIM. C0502011

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

GALATAMA 1979 – 1994 ( PERKEMBANGAN SEPAK BOLA

NON AMATIR DI INDONESIA )

Disusun oleh: ERIK DESTIAWAN

NIM. C0502011

Telah Disetujui oleh Pembimbing :

Pembimbing

Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum NIP.19730613 200003 2002

Mengetahui: Ketua Jurusan Sejarah

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP. 19540223 198601 2001

GALATAMA 1979 – 1994 ( PERKEMBANGAN SEPAK BOLA NON AMATIR DI INDONESIA )

Disusun oleh: ERIK DESTIAWAN C0502011

Telah Disetujui Oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Tanggal

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP. 19540223 198601 2001

........................................ Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. Pd

Sekretaris NIP. 19580601 198601 2001 .........................................

Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum Penguji I NIP.19730613 200003 2002 .........................................

Drs. Supariadi, M.Hum Penguji II NIP. 19620714 198903 1002 .........................................

Dekan, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A. NIP. 19530314 198506 1001

PERNYATAAN

Nama : ERK DESTIAWAN NIM : C 0502011

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul GALATAMA 1979 – 1994 (Perkembangan Sepakbola Non Amatir di Indonesia) adalah betul- betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta,

April 2010 Yang membuat pernyataan,

Erik Destiawan

MOTTO :

Bersyukurlah pada Yang Maha Kuasa

Hargailah orang-orang yang menyayangimu, yang selalu ada setia di sisimu

Siapapun yang engkau pernah sakiti, dalam pencarian jati diri dan semua yang engkau impikan Tegarlah sang pemimpi! ( Gigi - Sang Pemimpi )

I will do my best and God will take the rest

( Penulis )

PERSEMBAHAN :

Skripsi ini penyusun persembahkan kepada:  Ayah, ibu dan kedua adikku tercinta  Semua orang yang mencintai sepak bola Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas berkah, rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “GALATAMA 1979 – 1994 (Perkembangan Sepakbola Non Amatir di Indonesia)”. Skripsi ini penulis ajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sejarah pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun berkat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus- tulusnya kepada:

1. Drs. Sudarno, MA. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M.Hum. selaku pembimbing skripsi yang dengan tekun, teliti dan sabar telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd. selaku pembimbing akademis yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani studi di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis kuliah.

6. Para informan yang telah membantu memberikan informasi yang sangat berharga sebagai bahan penulisan skripsi

7. Bapak, ibu dan kedua adikku yang tidak kenal lelah memberi dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga besar mahasiswa Ilmu Sejarah FSSR UNS khususnya teman-teman angkatan 2002.

9. Keluarga Bp. Teguh di Depok atas bantuannya selama penulis mencari data sebagai bahan skripsi di Jakarta, khususnya Stefanus Yugo

10. Sahabat-sahabat setia yang selalu memberi semangat agar tidak menyerah

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang dengan segala upaya dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dan menyempurnakan sekripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan jika ada kesalahan dan kekurangan dalam tulisan ini penulis mohon maaf sebesar-besarya.

Surakarta, April 2010

Penulis

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran1.Peraturan Dasar Lembaga Sepakbola Utama ….............................. 94

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

AD/ART : Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga AFC

: Asian Football Confederation BPD Jateng : Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah Galatama

: Lembaga Sepakbola Utama Galatama

: Liga Sepakbola Utama Home Away : Pertandingan yang dilakukan di kandang sendiri dan lawan Home Base : Wisma administrasi dan latihan dari klub (home ground) KTB

: Krama Yudha Tiga Berlian PSSI

: Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia Liga

: Pengurus liga atau yang berkaitan dengan liga Galatama Round Robin : Mirip Home Away tapi dapat dilaksanakan ditempat netral Sintelbaan

: Bagian pinggir atau tepi dari lapangan sepak bola Stedenwedsrtyden :pertandingan antar kota tahunan dan secara bergiliran tiap kota menjadi pemyelenggara. Striker

: Penyerang atau posisi depan dalam formasi sepak bola TPPKS

: Tim Peneliti dan Penganggulangan Kasus Suap

Top scorer : Pencetak gol terbanyak UMS 80

: Union Makes Strengh 80

ABSTRAK

Erik Destiawan. C0502011. 2010. GALATAMA 1979 – 1994 (Perkembangan Sepakbola Non Amatir di Indonesia). Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarata.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apa yang melatarbelakangi kompetisi sepak bola non-amatir Galatama oleh PSSI? (2) Bagaimana proses berlangsungnya kompetisi Galatama dan aspek apa saja yang mempengaruhi selama musim kompetisi Galatama? (3) Apa pengaruh Galatama dalam sepak bola nasional Indonesia? (4) Faktor apa saja yang menyebabkan kompetisi sepak bola non-amatir Galatama dibubarkan oleh PSSI? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan:Pertama, Heuristik, yaitu tahap pengumpulan sumber dokumen; kedua, kritik sumber/kritik sejarah, adalah menilai atau mengkritik sumber itu, baik itu ekstern maupun intern; ketiga, interpretasi , yaitu penafsiran sumber yang dapat dipercaya; keempat, historiografi , adalah penulisan sejarah sebagai suatu kisah

Hasil penelitian menggambarkan bahwa Galatama merupakan proses perkembangan sistem manajemen dan kompetisi dalam sepak bola Indonesia pada tahun 1979 -1994 sebagai terobosan bagi PSSI untuk dapat kembali berprestasi di ajang internasional. Galatama telah menggelar 13 kompetisi reguler selama 15 tahun. Eksistensi klub-klub Galatama banyak dipengaruhi kondisi finansial klub atau perusahaan yang menaungi. Kasus suap juga melanda banyak klub Galatama, sehingga membuat beberapa pemain dikenakan sanksi dari PSSI.

Sebagai bagian dari PSSI, Galatama memikul kewajiban dalam membina sepak bola Indonesia. Selain melalui sistem kompetisi reguler, pembibitan pemain dari usia dini dan menjadikan klub sebagai pembangkit kemajuan sepak bola merupakan agenda utama pembinaan di Galatama. Galatama turut membantu meningkatkan kesejahteraan pemain sepak bola. Galatama memberikan bayaran dalam bentuk gaji dalam jumlah yang lebih besar daripada Perserikatan. Terkait pencapaian prestasi PSSI di ajang internasional, Galatama senantiasa menyumbangkan pemain-pemain terbaik di tim nasonal. Klub juara Galatama berperan sebagai wakil PSSI di kejuaraan Asia. Beban biaya kompetisi dan pengelolaan klub yang besar membuat satu persatu klub Galatama bubar. Jumlah penonton yang sedikit menambah klub semakin sulit bertahan dalam kompetisi. Untuk menjaga eksistensi klub Galatama agar tetap bertahan ditengah kondisi keuangan yang sulit, PSSI melebur Galatama dan Perserikatan kedalam wadah baru bernama Liga Indonesia pada tahun 1994.

ABSTRACT

Erik Destiawan. C0502011. 2010.Galatama 1979 - 1994 (Non-Amateur Football Development in Indonesia) . Thesis: Department of History Faculty of Letter and Fine Arts Sebelas Maret University Surakarata

Problems in this study were (1) What is behind the competition of non-amateur football Galatama by PSSI? (2) How is the ongoing competition Galatama and aspects of what influences during Galatama season? (3) What Galatama influence in the Indonesian national football team? (4) What factors cause the competition of non-amateur football team was disbanded by the PSSI Galatama? The method used in this research is the history of the following phases: First, heuristics, namely the collection phase of the source document; second, source criticism / historical criticism, is a judge or criticize those sources, both external and internal; third, interpretation, that is the interpretation of the source wich can be trusted; fourth, historiography, the writing of history as a story

The results illustrate that Galatama an development process of competition system and football management in Indonesia at 1979 -1994 as a breakthrough for PSSI to be re-achievers in the international arena. Galatama has held the 13th regular competitions for 15 years. Galatama clubs existence is heavily influenced financial condition or companies that overshadowed the club. Bribery cases Galatama also affected many clubs, so made some penalized players from PSSI.

As part of PSSI, Galatama assume liability in managing of Indonesian football. Aside from regular competition system, seeding the players from an early age and made progress generating football club as a main agenda in Galatama coaching. Galatama also helped improve the welfare of football players. Galatama provided in the form of salaries paid in amounts greater than United. PSSI related achievements in the international arena, Galatama always donate the best players in the national team. Galatama champions serve as vice of PSSI in the Asian championships. Big amount of competition and the management costs of the clubs to make one by one Galatama club disbanded. The number of spectators who add to the club a little more difficult to survive in the competition. To maintain the club's existence of Galatama to survive amid a difficult financial condition, PSSI Perserikatan. melt Galatama and Perserikatan into a new container called Liga Indonesia in 1994.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sepak bola merupakan olah raga yang populer dalam masyarakat Indonesia, juga di seluruh dunia. Orang rela berdesak-desakan di tribun stadion, berpawai di jalanan, dan begadang di depan televisi sampai dini hari. Orang juga rela membeli dan memakai segala pernak-pernik sepak bola, seperti kaos beserta nomor punggung pemain kesayangan, celana, stiker, dan foto-foto para jagoan lapangan hijau ini. Tidak cukup sampai di situ. Di sepanjang sejarah perjalanannya, olah raga ini tidak pernah sepi dari gesekan ideologi, kekuasaaan, bisnis, rasial, hegemoni kultural dan juga gender.

Sepak bola telah menjadi budaya yang dapat menimbulkan gairah untuk turut serta yang luar biasa di antara penggemarnya. Daya tarik lintas budaya sepak bola meluas, dari budaya orang tertentu di Eropa dan Amerika Selatan ke khalayak kebanyakan di Australia, Afrika, Asia dan bahkan Amerika Serikat. Profil lintas kelas permainan ini di negara Latin mulai ditiru di Eropa Utara dan wilayah sepak bola baru lainnya. Sepakbola juga menunjukkan beragam Sepak bola telah menjadi budaya yang dapat menimbulkan gairah untuk turut serta yang luar biasa di antara penggemarnya. Daya tarik lintas budaya sepak bola meluas, dari budaya orang tertentu di Eropa dan Amerika Selatan ke khalayak kebanyakan di Australia, Afrika, Asia dan bahkan Amerika Serikat. Profil lintas kelas permainan ini di negara Latin mulai ditiru di Eropa Utara dan wilayah sepak bola baru lainnya. Sepakbola juga menunjukkan beragam

Sejauh ini popularitas sepak bola masih tetap terjaga. Termasuk di Indonesia dan kawasan Asia yang lainnya. Bangsa Belanda merupakan yang pertama kali memperkenalkan olah raga ini di Indonesia melalui pegawai mereka yang bekerja di

1 Richard Giulianotti, 2006, Kata Pengantar dalam Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global , Yogyakarta: Apeiron Philotes, halaman v 1 Richard Giulianotti, 2006, Kata Pengantar dalam Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global , Yogyakarta: Apeiron Philotes, halaman v

Pada mulanya sepak bola hanya dapat dilakukan oleh orang-orang Barat, terutama Belanda. Kemudian diikuti oleh orang-orang Tionghowa dan baru orang- orang bumiputra, namun hal tersebut terbatas bagi orang bumiputra yang setaraf dengan bangsa Belanda. Ketenaran sepak bola yang semula hanya sebagai sarana pelepas lelah, melatih ketangkasan, ketrampilan, dan daya tahan, mulai mendapat perhatian serius. Muncul keinginan dari karyawan-karyawan, pegawai-pegawai, sedadu-serdadu, pelaut-pelaut yang aktif bermain bola untuk membentuk klub- klub atau perkumpulan-perkumpulan. Klub sepak bola pertama muncul di Indonesia adalah Road-Wit pada tahun 1884 dan Victory di Surabaya dua tahun sesudahnya. Semenjak saat itu muncullah klub-klub sepak bola yang terbentuk di kantor atau dinas-dinas pemerintah, maskapai-maskapai perdagangan dan lembaga-lembaga pemerintah.

Pada masa berikutnya klub-klub sepak bola yang terbentuk di kota-kota pusat kekuasaaan Belanda membentuk bond-bond sepak bola, yakni West Java Voetbal Bond, Soerabajas Voetbal Bond, Bandung Voetbal Bond dan Semarang Voetbal Bond. Pada tahun 1914 di Semarang untuk pertama kali diadakan kejuaraan antar klub-klub lokal empat kota utama di Jawa: Batavia, Bandung Surabaya, dan Semarang. Pertandingan semacam itu awalnya diurus oleh komite

ad hoc salah satu anggota keempat bond sepak bola, baru pada atahun 1919 ad hoc salah satu anggota keempat bond sepak bola, baru pada atahun 1919

Dalam perkembanganya NIVB lebih banyak memperhatikan klub-klub bangsa Belanda sendiri yang ada di Hindia Belanda, sehingga persepakbolaan bumiputra dan Tionghowa tidak begitu mendapat perhatian bahkan lebih dianggap sebagai sepak bola rendahan. Atas keadaan ini kalangan bumi putra dan Tionghowa masing-masing bertekad untuk mendirikan lembaga sepak bola yang independen dan mandiri terhadap NIVB. Keinginan itu terwujud dengan dibentuknya PSSI (Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia) pada 19 April 1930. Organisasi-organisasi sepak bola nasional yang telah ada sebelumnya dilebur ke dalam PSSI. Tujuan dari PSSI adalah untuk mengimbangi monopoli NIVB yang dianggap tidak mampu mengakomodasi kepentingan dan eksisitensi sepak bola bumiputra. Anggota PSSI adalah perserikatan di setiap kotamadya yang sekurang- kurangnya mempunyai lima perkumpulan sepak bola.

Pada 1931, kompetisi Perserikatan mulai diperkenalkan. Sebuah kompetisi amatir yang diikuti oleh perserikatan mewakili daerahnya masing-masing. Selama

48 tahun Perserikatan adalah satu-satunya kompetisi tingkat nasional di Indonesia. Baru pada tahun 1979 sepak bola Indonesia memasuki era Galatama ( Liga Sepak Bola Utama ). Galatama secara konsep bersifat semi-profesional atau non-amatir. Galatama beranggotidakan klub-klub swasta dan sistem kompetisi yang digelar menggunakan sistem liga (secara penuh) sesuai dengan namanya. Galatama dapat dikatidakan sebagai sebuah revolusi dalam kompetisi dan pembinaan klub sepak

2 S. Agustina Palupi, 2004, Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 -1942. Yogyakarta: Ombak, halaman 25-27.

bola di Indonesia. Betapa tidak, dibandingkan dengan Perserikatan, satu-satunya barometer sepak bola nasional yang ada sebelumnya, Galatama membawa perubahan besar yang begitu mendasar. Sebagai contoh: Sistem kompetisi yang digunakan adalah format liga dalam satu wilayah. Setiap tim dalam satu wilayah yang mengikuti Galatama demikian dipastikan akan saling bertemu. Tidak disangsikan lagi bahwa yang menjadi juaranya adalah best of the best. Pertandingan seleksi, kepemilikan tim yunior, dukungan dana yang kuat lewat garansi bank dan pengelolaan klub secara profesional adalah contoh lain mengapa Galatama hadir dengan membawa nuansa baru bagi sepak bola Indonesia. Klub- klub Galatama didukung perusahaan yang besar pada saat itu. Misalnya Pardedetex dan kelompok usaha Pardede, Krama Yudha dengan kelompok Krama Yudha Tiga Berlian, Warna Agung dengan perusahaan cat Warna Agung. Mereka itulah yang menjadi sponsor bagi klub masing-masing. Terakhir di akhir 1980-an sejumlah BUMN masuk untuk mendanai klubnya seperti Semen Padang dan Pupuk Kaltim.

Dari segi pendanaan, era Galatama lebih baik karena tidak mengandalkan uang rakyat. Klub-klub Galatama berada di bawah perusahaan-perusahaan bonafid atau sponsor yang memang mempunyai dana promosi yang besar. Klub yang tergabung dalam kompetisi diwajibkan untuk menyetorkan sejumlah uang sebagai bank garansi dalam partisipasi mereka dalam kompetisi. Manajemen klub juga diminta untuk menjadi badan hukum. Sejumlah pemain asing berkualitas seperti Jairo Matos (Pardedetex Medan) dan Fandy Ahmad (Niac Mitra) hadir di Indonesia. Penggunaan pemain asing yang diharapkan mampu mendongkrak Dari segi pendanaan, era Galatama lebih baik karena tidak mengandalkan uang rakyat. Klub-klub Galatama berada di bawah perusahaan-perusahaan bonafid atau sponsor yang memang mempunyai dana promosi yang besar. Klub yang tergabung dalam kompetisi diwajibkan untuk menyetorkan sejumlah uang sebagai bank garansi dalam partisipasi mereka dalam kompetisi. Manajemen klub juga diminta untuk menjadi badan hukum. Sejumlah pemain asing berkualitas seperti Jairo Matos (Pardedetex Medan) dan Fandy Ahmad (Niac Mitra) hadir di Indonesia. Penggunaan pemain asing yang diharapkan mampu mendongkrak

Galatama sempat dianggap sebagai tempat yang menjanjikan kesejahteraan bagi pemainnya, dengan bergabung dengan klub-klub Galatama setidaknya mereka mendapatkan bayaran yang lebih baik dibandingkan jika mereka memperkuat klub-klub Perserikatan. Hal ini jelas karena kebanyakan anggota Galatama adalah klub-klub kaya. Juga Galatama dianggap sebagai 'universitas' nya sepak bola dan Perserikatan adalah ‘sekolah’ yang membina pemain sebelum terjun ke Galatama. Semenjak saat itu juga kompetisi sepak bola nasional terasa terbagi menjadi dua kutub. Galatama dan Perserikatan, masing- masing berjalan secara pararel sebagai dua kompetisi dengan format yang

berbeda 3 . Galatama memiliki muara yang sama dengan Perserikatan sebagai sebuah

sistem kompetisi, yaitu turut mewujudkan tujuan PSSI dalam membangun dan meningkatkan kualitas persepakbolaan nasional dengan semangat persaudaraan,

persahabatan, kejujuran, sportivitas, nasionalisme dan profesionalisme. 4 Galatama memberikan andil besar dalam kemajuan sepak bola nasional. Banyak pemain

terbaik Galatama yang dipangil untuk memperkuat tim nasional. Sebagai contoh: Bambang Nurdiansyah, pencetak gol terbanyak empat musim berturut turut dari klub Yanita Utama dan Kramayudha Tiga Berlian, libero berpengalaman dari Niac Mitra Surabaya, Heri Kiswanto, penyerang berbakat Ricky Yacobi dan

3 Sumohadi Marsis, 1992, Sepakbola Kita dalam Catatan Ringan, Jakarta: PT. Gramedia, halaman 7.

4 Pedoman Dasar PSSI Bab I pasal 3.

masih banyak nama-nama lain yang berasal dari Galatama. Bahkan PSSI melalui tim nasional di era Galatama mampu mencatat prestasi mengagumkan di level internasional, yaitu juara SEA Games pada tahun 1987 di Jakarta dan 1991 di Manila

Penelitian ini akan membahas tentang kompetisi Galatama yang diselenggarakan dari tahun 1979 – 1994. Rentang waktu tersebut dimulai pada tahun 1979 saat pertama kali digelar kompetisi Galatama dan 1994 adalah masa akhir dari Galatama, ketika PSSI menggabung Galatama dan Perserikatan menjadi satu bernama Liga Indonesia dan mengubah status klub menjadi 'profesional'. Pada awal kompetisi, Galatama mendapatkan sambutan luar biasa dari masyarakat dan dianggap lebih bergengsi dari pada Perserikatan. Ada beberapa catatan buruk terkait Galatama. Galatama dari tahun ke tahun mengalami pasang surut kualitas. Terlebih sejak dikeluarkannya larangan bermain bagi pemain asing, kemudian adanya kecurigaan pengaturan skor pertandingan oleh beberapa klub, dan juga isu suap, Galatama bukan hanya ditinggalkan penonton, satu per satu klub pesertanya

mengundurkan diri. 5 Selain itu, sejumlah persyaratan yang ketat yang diberlakukan pada klub kala itu tidak diikuti dengan ketegasan turut menjadi

penyebab kemunduran Galatama sempat dilanda isu suap yang parah di awal tahun 1980-an. Kekalahan besar klub-klub tertentu dari klub lain sebagai salah satu indikasinya.

PSSI mengeluarkan keputusan bahwa pemain asing dilarang untuk bermain di Galatama mulai kompetisi III. Akhirnya kompetisi yang berdesain pro

5 http://id.wikipedia.org/wiki/Galatama 5 http://id.wikipedia.org/wiki/Galatama

Selanjutnya Galatama kehilangan wibawa dibanding kompetisi Perserikatan yang mengutamakan persaingan dan fanatisme kedaerahan. Sponsor dan penonton tidak datang, sementara masalah terus muncul. Meski dikelola dengan profesional, Galatama tidak kuat untuk terus bertahan di tengah situasi yang tidak menguntungkan. Akhirnya ide peleburan antara Galatama dan perserikatan muncul tahun 1994 dan bertahan hingga kini.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dan penelitian yaitu :

1. Apa yang melatarbelakangi kompetisi sepak bola non-amatir Galatama oleh PSSI ?

2. Bagaimana proses berlangsungnya kompetisi Galatama dan aspek apa saja yang mempengaruhi selama musim kompetisi Galatama ?

3. Apa pengaruh Galatama dalam prestasi dan kualitas sepak bola nasional Indonesia ?

4. Faktor apa saja yang menyebabkan kompetisi sepak bola non-amatir Galatama dibubarkan oleh PSSI ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui latar belakang digelarnya Galatama sebagai kompetisi sepak bola non-amatir oleh PSSI

2. Untuk mengetahui proses berlangsungnya kompetisi Galatama dan dan aspek–aspek apa saja yang mempengaruhi selama musim kompetisi Galatama

3. Untuk mengetahui pengaruh Galatama dalam prestasi dan kualitas sepak bola nasional Indonesia

4. Untuk mengetahui faktor-faktor menyebabkan kompetisi sepak bola non- amatir Galatama dibubarkan oleh PSSI

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi berbagai pihak. Pertama, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut tentang penelitian sejenis. Kedua, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang Galatama ( Liga Sepak Bola Utama ) dan kaitannya dengan sepak bola Indonesia. Ketiga, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna menambah wawasan pengetahuan sejarah sosial yang bertemakan olahraga

E. Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini, untuk mendukung dan membahas permasalahan- permasalahan, maka digunakan beberapa literatur sebagai pedoman dan acuan untuk landasan berpikir. Literatur tersebut diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan-permasalahan pokok yang akan diteliti. Adapun yang digunakan adalah sebagai berikut :

Buku PSSI Alat Perjuangan Bangsa, karya Eddi Elison tahun 2005. Dalam buku tersebut Eddi menguraikan sejarah panjang dari ‘kehidupan’ PSSI semenjak dari masa kolonial hingga era futsal. Perjalanan panjang dari sepak bola nasional dapat ditemukan disini meskipun tidak begitu detail. Dalam salah satu bab dari buku ini bercerita bagaimana ketika sepak bola Indonesia memasuki era Liga. Galatama, Galakarya, Galanita, Galasiswa hingga Ligina dijelaskan secara deskriptif kronologis. Menurutnya, Galatama adalah sebuah babak menuju profesional bagi sepak bola Indonesia yang sebelumnya berkutat dengan pembinaan ala Perserikatan. Meskipun tidak sepenuhnya profesional lantaran masih merupakan batu pijakan ke arah tersebut. Namun, di dalam buku ini, tidak dijelaskan mengenai pengaruh Galatama terhadap prestasi dan kualitas tim nasional sepak bola Indonesia dan hal teknis semacam keterkaitan Galatama terhadap tingkat kesejahteraan olahragawan utamanya yang berasal dari sepak bola apabila dibandingkan dengan Perserikatan

Sebuah buku terbitan PSSI pada tahun 2001 dengan judul 70 Tahun PSSI: Mengarungi Millenium Baru. Buku ini dapat dianggap sebagai potret perjalanan PSSI semenjak masa kolonial hingga menjelang millenuim baru. Pergulatan sepak Sebuah buku terbitan PSSI pada tahun 2001 dengan judul 70 Tahun PSSI: Mengarungi Millenium Baru. Buku ini dapat dianggap sebagai potret perjalanan PSSI semenjak masa kolonial hingga menjelang millenuim baru. Pergulatan sepak

Sebuah buku dari PSSI pada than 1979 yang berjudul Galatama Sepakbola: Mencatat Sejarah. Buku yang merupakan buku panduan tentang kompetisi Galatama di musim pertamanya. Buku ini memuat tentang peraturan organisasi Lembaga Sepakbola Utama (Galatama). Juga disertai profil tentang klub-klub yang akan berlaga di kompetisi perdana Galatama. Galatama menurut buku ini adalah suatu hal baru dalam sepak bola di Indonesia, sebuah catatan baru dalam persepakbolaan Indonesia. Sebagai sebuah lembaga yang muncul oleh semangat profesionalisme yang didukung oleh pihak-pihak swasta dengan dukungan dana yang kuat untuk dapat memajukan sepak bola nasional melalui sebuah kompetisi yang berkualitas. Semua klub yang tergabung dalam Galatama sebelumnya berada dibawah divisi Perserikatan. Level klub-klub terangkat menjadi setara dengan Perserikatan setelah terbentuknya Galatama. Hampir semua pemain bintang yang ada di Perserikatan ditarik ke dalam klub-klub Galatama.

Layaknya sebuah pengantar, buku ini kurang dapat menjelaskan peran swasta lebih jauh di musim kompetisi berikutnya dan apakah swasta satu-satunya faktor pendukung jalanya kompetisi di kemudian hari bagi Galatatama itu sendiri dan klub-klub yang tergabung didalamnya.

Sebagai tambahan, ada sebuah penelitian sejenis yang mendukung skripsi ini. Penelitian skripsi dari Srie Agustina Palupi yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 2004 berjudul “Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 – 1942”. Buku ini memberikan informasi yang cukup mengenai sepak bola Indonesia pada masa Perserikatan yang menjadi pembangkit semangat persatuan dan nasionalisme pribumi., yang menjadi bahasan dalam skripsi ini khususnya bab

II.

F. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian tentu perlu adanya dukungan dari suatu metode, karena peranan sebuah metode dalam suatu penelitian ilmiah sangat penting. Sebab berhasil tidaknya tujuan yang hendak dicapai, tergantung dari metode yang akan digunakan. Dalam hal ini, suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan objek yang diteliti.. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah kerja yaitu cara kerja untuk memahami objek

yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 6

6 Koentjaraningrat, 1983, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia, halaman 7.

xxvii

Sesuai dengan tema permasalahan yang akan dibahas, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah. Menurut Nugroho Notosusanto, metode sejarah adalah serangkaian prinsip-prinsip atau aturan yang sistematis yang dimaksudkan memberi bantuan secara efektif di dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi penulisan sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa

dari pada hasil-hasilnya dalam bentuk tertulis. 7 Metode historis ini terdiri dari empat tahap yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Pertama, adalah heuristik , yaitu suatu proses mencari dan menemukan sumber-sumber atau data bagi penelitian sejarah.

Pengumpulan data yang diperoleh dari penggunaan studi dokumen yang merupakan data primer, ini sangat penting bagi penelitian sejarah karena dalam dokumen tersimpan sejumlah fakta yang berguna. Data diperoleh dari Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia, Komite Olahraga Nasional Indonesia, Badan Liga Indonesia dan Perpustidakaan Nasioal Republik Indonesia yang ada di Jakarta, serta Monumen Pers Surakarta. Sumber tertulis yang digunakan adalah dokumen dan surat kabar. Dokumen yang digunakan adalah Katalogus Olahraga Indonesia 1987, Laporan Empat Thaunan PSSI 1983 – 1987 dan Peraturan Organisasi tentang Lembaga Sepakbola Utama. Surat kabar yang digunakan sebagai sumber adalah Pos Kota edisi Januari 1977 sampai dengan Desember 1994 dan majalah Tempo Tahun 1979 – 1994.

Selain itu juga diperlukan sumber lisan guna mendukuung bahan penulisan. Hal tersebut diperoleh dengan wawancara dengan narasumber yang

7 Nugroho Notosusanto, 1978, Masalah Penelitian Sejarah: Suatu Pengalaman, Jakarta: Yayasan Idayu, halaman 11.

berkompeten dan valid atas informasi yang diberikan terkait dengan tema penulisan skripsi. Nama dari informan tersebut adalah Ronny Pattinasarani, Iswadi Idris, Risdiyanto, John Halmahera, Sofyan Hadi, Rudi William Keltjes, Memed Permadi dan Eduard Tjong. Pengumpulan data yang lain adalah dengan studi pustaka yaitu dengan membaca buku, majalah, dan literatur lainnya yang berkaitan dengan topik permasalahan yang akan dikaji.

Kedua, adalah kritik sumber, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah untuk mencari otentisitas sumber tertulis, sedangkan kritik intern adalah untuk membuktikan bahwa isi dari suatu sumber itu memang dapat dipercaya. Ketiga, adalah interpretasi yaitu penafsiran keterangan yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh dan merangkainya. Keempat, adalah historiografi yaitu menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk kisah

sejarah atau penulisan sejarah. 8 Disinilah pemahaman dan interpretasi atas fakta- fakta sejarah itu ditulis dalam bentuk kisah sejarah yang menarik dan masuk akal.

Dalam hal ini historiografi merupakan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini menggunakan sumber tertulis sebagai sumber utama dan saling mengaitkan data yang diperoleh dari sumber tersebut sehingga saling melengkapi. Validitas dan objektifitas data yang diperoleh dari sumber juga turut diperhatikan, sehingga diperoleh fakta yang benar atau mendekati kebenaran. Hal ini terlihat dari bab II, III dan IV, di mana dapat ditarik sebuah tulisan yang faktual. Jika sumber tertulis kurang mencukupi untuk diambil datanya, maka akan

8 Ibid , halaman 36.

dilengkapi dari sumber lisan hasil wawancara dengan narasumber, seperti yang terlihat dalam bab IV.

G. Sistematika Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah serta dukungan data- data yang ada maka akan mengetahui seluruh kajian dalam penulisan skripsi ini dapat dikemukakan dalam sistematika penulisannya sebagai berikut :

Bab I : PENDAHULUAN. Berisi pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan beberapa studi yang relevan, metode penelitian dan analisis data.

Bab II : LATAR BELAKANG LAHIRNYA GALATAMA. Berisi uraian tentang kondisi sepak bola di Indonesia pada masa kompetisi Perserikatan. Sub bab yang dibahas adalah peran Perserikatan dalam sepak bola Indonesia dan sub bab terakhir adalah latar belakang munculnya Galatama

Bab III : PERKEMBANGAN GALATAMA. Berisi tentang perkembangan Galatama dari awal sampai akhir. Sub bab yang dibahas adalah jalannya kompetisi Galatama, permasalahan yang timbul dan solusinya,

Bab IV : PERAN GALATAMA DALAM SEPAK BOLA INDONESIA. Sub bab yang dibahas adalah peranan Galatama dalam pembinaan sepak bola Indonesia, peranan Galatama dalam peningkatan kesejahteraan pemain, peranan Galatama membantu PSSI meraih prestasi.

Bab V : KESIMPULAN

BAB II LATAR BELAKANG LAHIRNYA GALATAMA

A. Sepakbola Masa Perserikatan

Sejak diperkenalkan di Indonesia pada masa kolonial, sepak bola telah berkembang dan memasyarakat ke seluruh daerah di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena sepak bola adalah olah raga dengan aturan yang relatif sederhana dan mudah dimainkan. Umumnya sepak bola dimainkan oleh laki-laki sebagai simbol maskulinitas untuk sebuah pengakuan kemenangan atas tim lawan. Terlepas dari latar belakang budaya, bahkan kepentingan politik yang kadang bersembunyi dibelakangnya, sepak bola selalu mampu menarik perhatian dari para pecintanya.

Sebelum tahun 1930, segala kegiatan sepak bola dilakukan terpusat dalam wilayah Perserikatan dari daerah yang bersangkutan. Ada tujuh Perserikatan yang berinisiatif untuk membentuk suatu wadah yang menaungi sepak bola secara menyeluruh di Indonesia. VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta), BIVB (Bandoengsche Indonesische Voetbalbond), IVBM (Indonesische Voetbalbond Magelang ),

MVN (MadioenscheVoetbalbond), SIVB (Soerabajasche Indonesische Voetbalbond ), VVB (Vorstenlandsche Voetbalbond) Solo dan PSM (Persatuan Sepakbola Mataram) dalam sebuah pertemuan di Yogyakarta memutuskan untuk membentuk PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia), MVN (MadioenscheVoetbalbond), SIVB (Soerabajasche Indonesische Voetbalbond ), VVB (Vorstenlandsche Voetbalbond) Solo dan PSM (Persatuan Sepakbola Mataram) dalam sebuah pertemuan di Yogyakarta memutuskan untuk membentuk PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia),

PSSI menyelenggarakan kompetisi rutin yang dikenal dengan nama Perserikatan, dalam upaya meningkatkan kualitas sepak bola pribumi agar tidak jauh tertinggal dengan sepak bola Belanda yang bernaung dibawah NIVB,. Kompetisi ini diikuti oleh bond-bond sepak bola pribumi yang tergabung didalam PSSI. Pada mulanya kompetisi ini hanya diikuti oleh 7 perserikatan yang mendidirkan PSSI tadi. Seiring waktu jumlah peserta pun semakin bertambah.

Walaupun kurang berpengalaman dan lemah dibidang keuangan, PSSI pada periode tahun 1931 – 1943 memiliki kelebihan yang menonjol, yaitu pelaksanaan kompetisi dan kejuaraan yang lancar. Kelancaran kompetisi dan peningkatan mutu permainan merupakan hal yang diinginkan oleh PSSI, sebagai tolak ukur kemampuan dalam berorganisasi. Pada periode tersebut tidak satu tahun pun kosong dari pertandingan kejuaraan tahunan PSSI. Demikian juga pelaksanaan kompetisi pendahulunya di setiap distrik dan kompetisi antar klub karena pemain bond diambil dari klub. Terjadi beberapa kejutan di final pada

kejuaraan tahunan periode itu 10 . Sebagai contoh, bond dari Purwokerto, Magelang, Madiun, Cirebon dan

Jatinegara dan lainnya terpampang dalam deretan nama juara di samping Jakarta, Surabaya, Bandung atau Yogyakarta. Hal terserbut berarti bahwa bond dari kota kecil pun dapat menghasilkan pemain yang bermutu. Dengan demikian, mereka

9 S. Agustina Palupi, 2004, Politik dan Sepak Bola di Jawa 1920 -1942. Yogyakarta: Ombak, halaman 35

10 Edy Elison, 2005, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 33

xxxii xxxii

Sebelum PSSI terbentuk sebenarnya telah ada kejuaraan sepak bola antar kota. Tentunya masih berada dibawah naungan NIVB selaku induk organisasi sepak bola saat itu. Kejuaraan ini hanya mempertemukan kota-kota besar yang ada di Jawa, yaitu Batavia Soerabaja, Bandoeng, Semarang, Malang, Soekaboemi dan Djogjakarta. Hanya ada dua tim yang berbagi trofi, Batavia mengoleksi 10 trofi. Sementara Soerabaja hanya memiliki selisih 3 trofi dari yang dimiliki oleh Batavia. Selain kedua tim tadi, belum pernah ada yang mengangkat trofi di kejuaraan ini. Kejuaraan pertama digelar pada tahun 1914, kemudian berlangsung secara rutin setiap tahunnya tanpa selang sampai dengan tahun 1930.11

Usai PSSI terbentuk pada tahun 1930, tidaklah serta merta diselenggarakan sebuah kompetisi bagi Perserikatan. Tentu saja kompetisi menjadi agenda utama setelah terbentuknnya PSSI. Hal ini dilakukan sebagai wujud eksistensi PSSI, disamping mengingat beberapa Perserikatan yang ada diluar Jawa belum mengetahui bahwa PSSI telah terbentuk. Kompetisi sekaligus juga diharapkan menjadi sinyal bagi NIVB, bahwa kekuatan baru sepak bola pribumi telah muncul. Setidaknya diperlukan selang waktu satu tahun untuk mempersiapkannya, mulai dari anjuran bagi Perserikatan untuk menggelar

11 http://www.rsssf.com/tablesi/indoamchamp.html

xxxi xxxi

Setelah persiapan yang dirasa cukup, maka kompetisi yang disebut “Stedenwedsrtyden (Stedenwed)” 12 , dimantapkan untuk segera digelar. Untuk kali

pertama dipilihlah Solo sebagai tuan rumah. Berbekal tekad bulat dan segala kekurangannya, akhirnya kejuaraan Perserikatan yang pertama tersebut dapat terlaksana dengan bertempat di alun-alun yang digunakan sebagai lapangan. Stedenwed di Solo itu berakhir sukses dalam pelaksanaannya. Jakarta, yang tampil dengan pemain andalan Soemo, berhasil menjadi sebagai juara. Yogyakarta dan Solo masing-masing mengakhiri kejuaraan di urutan dua dan tiga setelah Jakarta.

Berikutnya, Jakarta menjadi tuan rumah pada kejuaraan tahun 1932. Beberapa pemain pribumi yang tergabung dalam NIVB, tidak dapat mengikuti kejuaraan kali ini. Hal ini disebabkan karena adanya larangan bagi mereka untuk turut serta dalam kejuaraan PSSI. Larangan ini disinyalir sebagai bagian dari upaya NIVB agar PSSI tidak dapat berkembang. Meski larangan tersebut cukup berpengaruh bagi Bandung dan Surabaya sehingga terpaksa menurunkan pemain lapis dua, toh kejuaraan tetap terlaksana dengan lancar. Tiga tim yang maju ke final kala itu adalah Yogyakarta, Madiun dan Jakarta. Bandung dan Surabaya tidak mampu lolos dibabak awal. Usai pertandingan antara ketiga finalis,

Yogyakarta mengokohkan diri sebagai jawara baru, disusul Jakarta dan Madiun 13 .

12 Stedenwedsrtyden (Stedenwed) adalah pertandingan antar kota tahunan dan secara bergiliran tiap kota menjadi pemyelenggara.

13 Edy Elison, 2005, PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 45

Setahun kemudian, 1933, giliran Surabaya sebagai tuan rumah. PSSI turut mengundang pengurus NIVB untuk menyaksikan pertandingan, dengan tujuan memperlihatkan kemampuan pribumi untuk melaksanakan pertandingan kejuaraan. Selain itu, pada kejuaraan kali ini NIVB mengijinkan pemain mereka untuk memperkuat Surabaya dan Bandung, sehingga keduanya mampu bermain sampai babak final bersama dua tim lain yaitu, Jakarta dan Surabaya. Keluar sebagai juara adalah Jakarta, dususul Bandung dan Surabaya di posisi berikutnya.

Perkembangan PSSI semakin baik dan menyebar ke daerah lain yang belum menjadi anggota. Hal tersebut terlihat pada tahun 1935 dengan bertambahnya bond yang menjadi anggotanya dari 7 menjadi 19. Sebuah perkembangan kuantitatif yang signifikan, meskipun semua bond masih bertempat di pulau Jawa. Pada tahun-tahun berikutnya, kompetisi dapat berjalan rutin dan terencana. Secara bergantian Jakarta, Bandung, Solo, Bandung menjadi juara pada

kejuaraan selanjutnya 14 . Catatan lain adalah tentang persebakbolaan di kota Solo. Setelah stadion

Sriwedari diresmikannya oleh Paku Buwono X untuk digunakan sebagai arena olahraga, kota batik ini mampu mencapai prestasi yang membanggakan. Setelah hanya duduk di posisi ketiga di Stedenwed I dan tersisih dalam kejuaraan berikutnya, pada tahun 1935, saat Sriwedari berusia 2 tahun, Solo keluar sebagai kampiun. Gelar itu dipertahankan tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 1943, kecuali pada tahun 1937, Solo harus merelakan gelar tersebut kepada Bandung. Ketersediaan lapangan Sriwedari untuk kegiatan sepak bola turut

14 Ibid , halaman 42

xxxv xxxv

Masa pendudukan Jepang mulai tahun 1942 praktis membuat PSSI perlahan mengalami kemunduran. PSSI lalu dilebur ke dalam Tai Iku Kai, sebuah organisasi olahraga bentukan Jepang. Posisi PSSI kemudian hanya menjadi salah satu bidang di organisasi tersebut maka kompetisi perserikatan PSSI terhenti sampai dengan tahun 1950. Kongres PSSI tahun 1950 , yang mengubah kepanjangan PSSI dari “Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia” menjadi “Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia” menjadi titik awal kebangkitan kembali persepakbolaan tanah air. Kongres tersebut sekaligus memantapkan PSSI sebagai sepak bola kebangsaan dengan melahirkan pula mukadimah, yang didalamnya tertulis dengan jelas, bahwa PSSI sebagai alat perjuangan bangsa.

Semenjak kongres PSSI tahun 1950, kompetisi kembali berjalan lancar. Perserikatan anggota PSSI pun bertambah jumlahnya, semakin meluas dan menjangkau luar pulau Jawa. Medan merupakan wakil dari Sumatra dan Makasar adalah wakil dari Sulawesi. Sementara Kalimatan belum memiliki wakil di PSSI kendati sudah terbentuk perserikatan di sana. Makasar menjadi wakil luar pulau Jawa yang pertama kali menjuarai kompetisi Perserikatan PSSI, tepatnya pada tahun 1957 dan mempertahankannya pada kejuaraan berikutnya pada tahun 1959, juga pada tahun 1965 dan 1966. Medan selaku wakil dari Sumatra baru mampu meraih gelar juara pada kompetisi Perserikatan PSSI tahun 1967. Jayapura turut

xxxv xxxv

memboyong trofi 15 . Selama berlangsungnya kompetisi Perserikatan, terjadi sebuah keunikan

pada kompetisi tahun 1975. Di bawah kepemimpinan Ketua Umum Bardosono, PSSI memutuskan untuk memberikan gelar juara bersama kepada Persija - PSMS pada partai final. Hal ini terpaksa dilakukan lantaran, semua pemain dari kedua tim berkelahi di lapangan saat pertandingan masih berjalan dan wasit tidak dapat mengatasinya. Bardosono harus turun tangan demi mendamaikan kedua belah pihak, akhirnya keduanya ditetapkan sebagai juara kembar sebagai jalan

tengah 16 . Pertandingan final antara PSMS versus Persib di Stadion Utama Senayan

dalam kompetisi 1982-1984 menunjukkan bahwa kompetisi di tahun 1931 – 1979 sengaja dilaksanakan PSSI demi membangkitkan nasionalisme, sebaliknya setelah lahirnya Galatama (1979), Kompetisi Perserikatan dijadikan medium membangkitkan fanatisme kedaerahan. Hal tersebut sangat nampak dalam dua kali final antara Medan vs Bandung, Stadion Utama Senayan tidak mampu menampung penonton baik yang datang dari Bandung ataupun orang-orang Medan yang berdomisili di Jakarta. Jumlah penonton melebihi kapasitas tempat duduk stadion , sampai-sampai sebagian dari mereka ditempatkan di sintelbaan. Kedua final tersebut dimenangkan oleh Medan, tapi yang menjadi terasa luar

15 Ibid, halaman 56 16 PSSI, 2000, 70 Tahun PSSI - Mengarungi Millenium Baru, Jakarta: PSSI, halaman 41

xxxv xxxv

Semenjak tahun 1979 – 1994, Kompetisi Perserikatan berjalan secara pararel dengan kompetisi Galatama. Bandung keluar sebagai juara di musim kejuaraan 1993-1994, dan menjadi pemilik trofi Perserikatan untuk yang terakhir . Akibat memudarnya perhatian masyarakat terhadap kompetisi Galatama, kedua kompetisi ini pun akhirnya dilebur oleh PSSI di bawah kepengurusan Azwar Anas menjadi Kompetisi Liga Indonesia.

B. Peran Perserikatan Dalam Sepak Bola Indonesia

Jika berbicara tentang sepak bola Indonesia maka tidak akan lepas dari Perserikatan, setidaknya mulai PSSI berdiri sampai dengan tahun 1978. Perserikatan pulalah yang telah membentuk PSSI, sebuah organisasi resmi yang menaungi segala bentuk kegiatan olahraga sepak bola di Indonesia. Awalnya Perserikatan hanyalah kumpulan klub lokal dari kota-kota besar di Jawa. Perserikatan tumbuh di berbagai daerah sebagai wadah kegiatan sepak bola bagi klub-klub yang bernaung di bawahnya. Sampai akhirnya tercapai kesepakatan melalui pertemuan rapat bertempat di Gedung Handeproyo pada 19 April 1930, yang dihadiri oleh wakil dari 7 perserikatan dari Jakarta, Bandung, Yogya, Solo,

Madiun, 18 Surabaya, Magelang . Kesepakatan tersebut tidak lain adalah membentuk organisasi bernama Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia

17 Edy Elisson, 2005. PSSI Alat Perjuangan Bangsa, Jakarta: PSSI, halaman 60 18 PSSI, 2000, 70 Tahun PSSI - Mengarungi Millenium Baru, Jakarta: PSSI, halaman 48

xxxi

(PSSI). Jelas peran pertama dan terpenting dari Perserikatan adalah sebagai awal perkembangan sepak bola dan embrio bagi PSSI. Kendati pada permulaan pembentukan PSSI lebih bermotif politis ketimbang olahraga, terbukti Perserikatan telah mampu menggabungkan keduanya dengan baik.

Sampai dengan tahun 1942, tujuan utama PSSI selain membangkitkan nasionalisme melalui sepak bola adalah berupaya menaikkan derajat sepak bola pribumi yang dipandang ketinggalan oleh NIVB, melalui kompetisi perserikatan. Kompetisi yang rutin dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan PSSI sebagai wadah yang mengatur kegiatan persepakbolaan. Dengan demikian NIVB lebih mengakui eksistensi dan kemampuan PSSI dalam menjalankan kejuaraan. Di sini tentu Perserikatan lah yang menjadi ujung tombak PSSI dalam mengatur kompetisi lokal sebagai bekal dalam pelaksanaan kompetisi antar bonden yang ada.

Setelah vakum selama 4 tahun, kejuaraan Perserikatan kembali bergulir pada 1948. Tiga tahun berselang tepatnya 4 Maret 1951, tim nasional sepak bola Indonesia melakoni partai perdana internasionalnya melawan tuan rumah India di ajang Asian Games. Semenjak itu praktis muara harapan sepak bola Indonesia sudah bukan lagi membangkitkan rasa kebangsaan tapi lebih ke arah prestasi, sebuah upaya untuk mengangkat dan mengharumkan nama bangsa di pentas dunia. Lagi-lagi Perserikatan memegang peran pentingnya. Pemain-pemain yang menunjukkan permainan gemilang bersama Perserikatan-lah yang nantinya akan

diseleksi untuk bisa memperkuat tim nasional 19 .

19 PSSI, 1979, Galatama Mencatat Sejarah, Jakarta: PSSI, halaman 29

Pemilihan pemain dilaksanakan secara bertahap, melalui enam distrik, tiga di Jawa, sisanya dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi. Kemudian dibentuk enam kesebelasan dari enam distrik itu untuk selanjutnya diadu di Jakarta. Dari situ akan dipilih lagi 25 pemain terbaik untuk dikirimkan ke pelatnas di bawah KOI ( Komite Olimpiade Indonesia ) yang kemudian akan dirampingkan jumlahnya menjadi 18 pemain inti yang akan dikirim ke New Delhi (Asian Games). Seterusnya mekanisme seleksi semacam inilah yang digunakan PSSI untuk

menentukan siapa yang pantas bermain untuk tim nasional. 20 Guna mencapai prestasi yang diharapkan dalam perkembangan sepak bola,

tentu diperlukan pembinaan sepak bola nasional yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Bentuk pembinaan yang paling utama adalah pembibitan, pelatihan, dan kompetisi yang rutin. Perserikatan yang tersebar cukup merata di seluruh Indonesia merupakan medium yang efektif untuk menjaring bakat-bakat baru dan kompetisi lokal dan nasional dari tim Perserikatan tentu memberikan pengalaman tanding guna mengangkat mental para pemainnya. Semua itu wajib dilakukan dan menjadi syarat umum bagi pemain yang akan memperkuat tim nasional.