SIKAP POLITIK SERIKAT MAHASISWA INDONESI
SERIKAT MAHASISWA INDONESIA
Indonesian Student Union
Alamat : Jl. Zeni AD, Kel. Mampang Prapatan
Kec. Mampang Prapatan – Jakarta Selatan 12790 Indonesia
Email : [email protected]
FB: @smi pusat / @serikat mahasiswa indonesia
KAPITALISME TELAH GAGAL,
BANGUN PERSATUAN RAKYAT SEBAGAI JALAN MENUJU KEMERDEKAAN 100%
Salam Pembebasan Nasional!!!
“Sejatinya, kemerdekaan, kebebasan, kebenaran adalah hal-hal yang tidak turun dari langit atau muncul
dari dalam perut bumi. Ia adalah cita-cita yang mesti diperjuangkan, direbut dari tangan kelas penindas
lewat PERLAWANAN!!”
SITUASI DUNIA
Sejak krisis yang dialami oleh Negara-negara barat (Uni Eropa dan Amerika) 7 tahun yang lalu,
perbincangan, perdebatan soal krisis masih kita dengar lewat pewartaan berbagai media publik, bahkan
sampai saat ini. Dengan berbagai cara pula, Negara-negara liberal terus mencari jalan keluar dari KRISIS
tersebut. Berbagai pertemuan antar Negara di dunia terus diselenggarakan dengan semangat
“GLOBALISASI”, seperti G-20, G-8, AC-FTA, KTT ASEAN, Nasional Summit dan sebagainya, telah
menghantarkan Rakyat semesta pada satu keadaan dimana tidak ada lagi sekat dan batasan antar
Negara. Namun, tujuan dari semua upaya itu adalah tidak lain untuk mempertahankan kekuasaan kelas
PEMODAL yang sejatinya sebagai kelas minoritas dari hantaman krisis untuk terus menindas dan
menghisap rakyat.
Salah satu dampak dari krisis yang berkepanjangan tersebut adalah melonjaknya angka
pengangguran di Uni Eropa. Pada tahun 2013, tingkat pengangguran di Eropa mencapai 12,2 persen, naik
dari 12,1 persen dari bulan sebelumnya. Pengangguran tersebut bertambah sekitar 95 ribu orang di 17
negara yang menggunakan mata uang euro. Total pengangguran menjadi 19,8 juta orang. Tingkat
pengangguran tertinggi dimiliki Yunani dan Spanyol yang masing-masing mencapai 25 persen. Kantor
statistik Eropa, Eurostat mengatakan Jerman memiliki tingkat pengangguran sebesar 5,4 persen,
sedangkan Luksemburg memiliki tingkat pengangguran sebesar 5,6 persen. Pada periode yang sama
tahun lalu, jumlah pengangguran di zona euro mencapai 11 persen dan di Uni Eropa 10,3 persen. Tingkat
pengangguran di Eropa termasuk yang tertinggi di antara negara maju lainnya di dunia. Angka
pengangguran kaum muda di zona euro menempati rekor tinggi di atas 23,5 persen. Lebih dari 5,6 juta
orang Eropa di bawah usia 25 tidak memiliki pekerjaan. Tingkat pengangguran tertinggi ada di Yunani
dengan 27 persen per Februari 2013, diikuti oleh Spanyol 26,8 persen dan Portugal 17,8 persen per April
2013. Sementara di keseluruhan negara-negara Eropa, jumlah pengangguran sudah melebihi 26 juta
orang untuk pertama kalinya
NEOLIBERALISME, adalah istilah yang tepat untuk menyimpulkan zaman ini. Dengan kebijakan
Stuctural Ajusment Program (SAP) dan Pasar Bebas. SAP sebagai program “perbaikan ekonomi”
mencakup perubahan dalam bidang ekonomi mikro dan ekonomi makro (seperti kebijakan fiskal, monetar
dan pasar yang difasilitasi oleh kebijakan politik sebuah negara) sebagai pagu utama Neoliberalisme.
Kebijakan-kebijakan Neo-Liberal pada prakteknya secara umum adalah : 1) Penerapan prinsip “pasar
bebas” dalam perspektif ekonomi negara. Mengecilkan sampai menghilangkan peran negara dalam
ekonomi 2) Memotong sampai menghapuskan subsidi. 3) Swastanisasi (privatisasi) BUMN 4) Menghapus
konsep “barang-barang public” dan menggantinya dengan “tanggung jawab individual”. Bahkan celakanya
lagi, integrasi pasar regional di kawasan ASEAN dengan open akses market yang nanti dilembagakan
lewat MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan
berlangsung efektif per 31 Desember 2015, Bentuk kerja sama ini bertujuan agar terciptanya aliran bebas
barang, jasa dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas (yang sejatinya sudah
direncanakan jauh sebelum tahun 2014). 1 Maka kita bisa melihat bahwa kelas borjuasi semakin terampil
untuk menjarah isi perut bumi Negara-negara dunia ketiga beserta sumber daya manusianya, serta
menghilangkan peran dan tanggungjawab Negara terhadap kesejahteraan Rakyat.
SITUASI INDONESIA
Sebagai salah satu Negara yang menyandarkan tata kelola ekonominya kepada politik utang luar
negeri dan investasi, Rezim SBY-Boediono beserta elit partai di parlemen terus menunjukkan kesetiaannya
untuk mengabdi pada kepentingan kaum Pemodal. Kalau kita melihat 7 (tujuh) tahun belakangan, sejak
Rezim SBY-Boediono menjadi pemenang pada pemilu 2009, skema liberalisasi ekonomi politik Indonesia
semakin massif hingga sekarang. Paket kebijakan untuk memuluskan agenda neoliberal terus dilahirkan
dari hasil perselingkuhan rezim penindas dengan kelas borjuasi. Kerja sama yang dibangun melalui
Nasional Summit yang bermuara pada MP3EI (Masterplan percepatan perluasan dan pembangunan
ekonomi Indonesia) dan didukung dengan perangkat lunak berupa UU Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum, UU Minerba, UU Keamanan Nasional, UU Intelijen, UU Penanganan konflik Sosial
untuk memastikan kondusifnya iklim investasi, telah menyatakan bahwa rezim borjuis yang ada di
Indonesia adalah komparador (perpanjangan tangan kaum pemodal).
Setelah Bank Sentral Amerika (The Fed) mengambil kebijakan untuk memangkas stimulus
(Tapering Quantitative Easing (QE) USD10 miliar dan menjadi USD55 miliar tiap bulannya, serta rencana
The Fed menaikkan suku bunga dari 0,25% menjadi 1% pada akhir 2015 dan 2,25% pada 2016 telah
menciptakan kepanikan di pasar keuangan global, yang memicu keluarnya dana asing dari Indonesia. Agar
modal asing tetap bertahan di Indonesia, Bank Indonesia juga menaikkan suku bunga Fasilitas Simpanan
Bank Indonesia (FaSBI Rate) dari 5,5 persen menjadi 5,75 persen dan suku bunga pinjaman Bank
Indonesia (lending facility) dari 7,25 persen menjadi 7,5 persen. Maka bisa kita lihat, bagaimana
ketergantungan Indonesia pada Investasi modal asing untuk menyandarkan tata kelola ekonomi Indonesia.
Tahun 2014, sebagai tahun politik dimana pemilu 2014 yang sejatinya sebagai ajang pesta para
elit dan perampok, juga memberikan pengaruh pada iklim investasi di Indonesia. Sebelum bergulirnya
pemilu calon legislatif pada 9 april yang lalu, Indonesia sudah kebanjiran investasi hampir Rp 500 Triliun
yang diprediksi akan terus bertambah di sektor industry, seperti industri otomotif, elektronik dan jasa selain
sektor pertambangan (melalui penerapan UU Minerba pada tahun 2014). Terlihat jelas bagaimana kaum
modal mengintervensi pesta demokrasi Indonesia untuk mendukung elit politik pada pemilu 2014. Bahkan
1 Sikap Politik PPI: MELAWAN NEOLIBERALISME: Hasil Pemilu 2014 Siapapun Rezimnya, Neoliberalisme Pasti Semakin
Kuat
Bank Dunia telah menyatakan, bahwa pemimpin Indonesia selanjutnya bertugas untuk menaikkan harga
BBM dengan mencabut subsidi. Teranglah bagi kita, bahwa pemilu 2014 bukanlah pemilu yang hendak
mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia dari penderitaan dan kemiskinan, melainkan hanya
sebagai proses formal sekali dalam 5 (lima) tahun. Siapapun dan apapun yang terpilih nantinya, hanya
akan melanjutkan skema liberalisasi ekonomi Indonesia untuk diabdikan pada kepentingan modal untuk
terus menindas rakyat.
Jika saja kita kembali melihat ke belakang, untuk melihat dengan teliti terhadap “political tracking”
partai-partai politik borjuasi yang terlibat dalam pemilu nanti - berikut dengan elit-elit politiknya, dari partai
yang sudah lama maupun partai yang baru, maka dapat kita lihat satu-persatu partai tersebut dan dapat
kita lihat sejumlah kebusukan dan pengkhianatan terhadap cita-cita Republik untuk KEMERDEKAAN
100%. Sejumlah partai-partai peserta pemilu borjuasi ini; dari mulai partai penguasa DEMOKRAT,
GOLKAR, PDIP, GERINDRA, PKS, PAN, NASDEM, PKB, PKPI, PPP, PBB dll. Adalah partai-partai borjuasi
yang kemudian melahirkan bandit-bandit dan perampok-perampok handal yang selalu mengorbankan
rakyat indonesia, kolaborasi tingkat tinggi antara partai borjuasi dengan rezim yang berkuasa dari setiap
pemilu kepemilu berikutnya telah membentuk kekuasaan Elit yang kemudian gemar menggadaikan
kekayaan alam kepada kekuatan modal swasta (internasional maupun nasional), fakta menyatakan;
"Bahwa sekitar 42 juta hektar pertambangan dikuasai oleh perusahaan asing, 95 juta hektar minyak dan
gas dikuasai pengusaha asing, 32 juta hektar kehutanan dan 9 juta hektar perkebunan sawit pun dikuasasi
oleh asing. Luas keseluruhan mencapai 178 hektar sebagian besar dikontrol oleh perusahaan asing.
Padahal luas daratan Indonesia sekitar 195 juta hektar, Sedikitnya 95 persen kegiatan investasi mineral
dikuasai dua perusahaan Amerika Serikat yaitu PT Freeport Mc Moran dan PT Newmont Corporation, 48 %
migas dikuasi oleh Chevron, dll." sudah tidak diragukan lagi rezim yang selama ini berkuasa adalah rezim
yang mewakili klas borjuasi komperador yang senantiasa menghamba kepada sistem Kapitalisme-Neo
Liberalisme. selain itu hampir kesemua kader-kader partai borjuasi tersebut adalah para pelaku koruptor,
para pelanggar HAM, para perampas tanah rakyat dan para pendukung politik upah murah yang sudah
dapat dipastikan baik SIPIL maupun MILITER yang nantinya akan menjadi PRESIDEN Republik Indonesia
melalui mekanisme PEMILU borjuasi 2014 ini, maka akan tetap melanggengkan program Liberalisasi
(ACFTA 2015, G-20 2020) yang tentunya akan semakin menjerumuskan Bangsa Indonesia kedalam
Tatanan Masyarakat yang KAPITALISTIK. Maka sangat tidak tepat jika kita menyandarkan perubahan
Indonesia, kesejahteraan rakyat Indonesia untuk meruntuhkan kekuasaan kelas borjuis melalui pemilu,
partai borjuis dan calon-calon populis - ia merupakan taktik yang sangat keliru.
Tidak ada pendidikan gratis di Indonesia. UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang dibangga-banggakan
Badan Hukum Perguruan Tinggi Negeri (BHPTN) bukan solusi atas minimnya partisipasi terhadap
pendidikan tinggi dan tidak mengurangi angka putus kuliah. Sistem subsidi silang yang menjadi andalan
UKT sangat membatasi akses mahasiswa kurang mampu dengan mematok maksimal 20 % beasiswa Bidik
Misi Universitas. Sementara, subsidi silang didapat dari patokan biaya kuliah per semester yang bervariasi.
Tak ada pendidikan yang demokratis di Indonesia. Banyak kampus terang-terangan melakukan intervensi
terhadap dinamika politik dan aktifitas mahasiswa. Salah satu praktiknya adalah melarang aktifitas politik
dan melakukan kampanye hitam terhadap organisasi-organisasi ekstra kampus. Mereka secara sepihak
menuduh organisasi ekstra kampus sebagai biang kerok instabilitas kampus dan mengganggu aktifitas
akademik mahasiswa. Praktik ini mengingatkan kita pada skema NKK/BKK masa Orde Baru yang
mencoba memberangus budaya kritis mahasiswa. Belum lagi sistem presensi yang sangat ketat, dan
dengan konyol semena-mena memberikan sanksi larangan ujian mahasiswa yang tidak memenuhi absensi
75%-90%. Belum lagi penerapan Ujian Nasional yang masih dijadikan penentu kelulusan siswa, padahal
pada tahun 2008 sistem Ujian Nasional telah Batal secara hukum melalui Mahkamah Agung Republik
Indonesia terhadap perkara No.2596 K/PDT/2008 karena bertentangan dengan UUD 1945 dan UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional serta PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan
Nasional dan memperkuat putusan pengadilan Tinggi Jakarta yang menolak kasasi Pemerintah untuk tetap
melaksanakan ujian nasional. Tetapi pada faktanya, Ujian Nasional masih diterapkan Hingga Sekarang.
Tidak hanya di sektor pendidikan, dengan langgengnya praktek Labour Market Flexibility akan semakin
menjerat kelas pekerja dalam ketidakpastian melalui sistem kerja kontrak dan outsourcing serta menekan
kesejahteraan dengan politik upah murah dan pemberangusan serikat (Union Busting) yang tidak mampu
dijawab oleh rezim dan elit politik hingga saat ini. 2
MAY DAY DAN HARDIKNAS
SEBAGAI MOMENTUM MEMBANGUN PERSATUAN RAKYAT
Kebutuhan mendesak gerakan rakyat yang anti terhadap pemerintahan Neo-Liberalisme saat ini
adalah membangun kekuatan politik rakyat sebagai alat perjuangan politik bersama, namun Kebutuhan
akan persatuan perjuangan serta meningkatkan kualitas perjuangan politik gerakan rakyat haruslah
berlandaskan pada kekuatan rakyat itu sendiri (persekutuan ideologis kaum buruh, tani, miskin kota,
mahasiswa, nelayan, dll). Tidaklah tepat pembangunan gerakan politik rakyat dengan menyandarkan taktik
“mendompleng” kepada kekuatan partai politik borjuasi ataupun mendukung calon presiden yang populer
pada pemilu borjuasi 2014 ini, adalah merupakan taktik yang keliru sekalipun hanya sebagai proses
pembelajaran politik.
Namun dengan demikian patut disadari bahwa membangun kekuatan politik Alternatif bukanlah
pekerjaan yang mudah ditengah-tengah hegemoni kekuatan politik borjuasi yang semakin mengilusi
gerakan rakyat, tidak sedikit kelompok gerakan yang kemudian terilusi dengan sosok populer dan harapanharapan semu bahwa melalui mekanisme pemilulah yang dapat membawa perubahan bangsa indonesia
menjadi lebih baik. Hal pertama yang harus dipahami adalah bahwa telah terjadi kejenuhan dan
kekecewaan massa rakyat terhadap kepemimpinan politik yang elitis dan ketidak mampuan dalam
menjawab persoal-persoalan massa rakyatnya, justru sebaliknya kepemimpinan partai politik borjuasi
semakin menunjukan kebobrokannya dihadapan publik dengan kasus-kasus korupsi dan skandal yang
lainnya, sehingga munculnya figur-figur populis dianggap sebagai angin segar yang bersifat sementara,
namun sama sekali tidak merubah substansi akar persoalannya yaitu sistem KAPITALISME yang telah
menghancurkan kedaulatan Republik. Yang kedua adalah motif dari beberapa pimpinan organisasi massa
yang cenderung pragmatis yang kemudian menyeret kesadaran massa anggotanya untuk terlibat dalam
proses pemilu borjuasi 2014 dengan tujuan untuk kepentingan pribadi elitnya semata.
Maka menjadi tugas sejarah bagi kita, Serikat Mahasiswa Indonesia sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Perjuangan Rakyat, untuk MEMPERKUAT ORGANISASI DAN MENDORONG
PERSATUAN RAKYAT untuk menentukan TAKDIR dan NASIB kita sendiri sebagai Rakyat Indonesia yang
terhina, diinjak dan dilecehkan di atas tanah air kita sendiri. Terus memperluas kesadaran Anggota dan
segenap Rakyat, membangun PERSATUAN rakyat melalui ALAT POLITIK ALTERNATIF untuk Membentuk
PEMERINTAHAN TRANSISI di bawah kepemimpinan KELAS PEKERJA yang tidak akan pernah
berkompromi atau bekerjasama dengan kelas BORJUASI!!! Memassifkan perjuangan tingkat kampus,
perjuangan sektoral untuk menegaskan bahwa melalui jalan MASSA AKSI yang TERATUR, TERDIDIK
DAN TERORGANISIR kita akan mampu memukul MUSUH dengan AKSI MASSA.
.
2 Kertas Posisi Konfernas IV SMI (disunting sesuai dengan perkembangan situasi dan keperluan)
Pada bulan Mei 2014 kali ini, sebagai peringatan Hari Buruh Sedunia dan Hari Pendidikan
Nasional, hendaklah ia kita jadikan sebagai bulan penuh gelora perlawanan dari ujung barat hingga ujung
timur tanah air. Satu kemestian juga bagi segenap Rakyat agar memperkuat perlawanan untuk
memperdalam krisis kapitalisme hingga mengantarkannya ke liang kubur untuk selamanya. Untuk itu, k ita Serikat Mahasiswa Indonesia - dengan ini menyatakan dengan tegas kepada negara dan menyerukan
kepada segenap rakyat, untuk:
Lawan Pemilu Borjuasi 2014
Lawan Kapitalisasi Pendidikan
Hapuskan Ujian Nasional
Hapuskan Sistem Uang Kuliah Tunggal
Lawan politik Upah Murah
Lawan liberalisasi Ekonomi (Perdagangan Bebas)
Jalan keluar menuju kesejahteraan RAKYAT:
Nasionalisasi Asset Vital Di Bawah Kontrol Rakyat
Bangun Industrialisasi Mandiri Yang Berkarakter Kerakyatan
Laksanakan Reforma Agraria Sejati
Wujudkan Pendidikan Gratis (Dari TK – Perguruan Tinggi), Ilmiah, Demokratis Dan Bervisi
Kerakyatan
Jakarta, 21 April 2014
KPP SMI
Indonesian Student Union
Alamat : Jl. Zeni AD, Kel. Mampang Prapatan
Kec. Mampang Prapatan – Jakarta Selatan 12790 Indonesia
Email : [email protected]
FB: @smi pusat / @serikat mahasiswa indonesia
KAPITALISME TELAH GAGAL,
BANGUN PERSATUAN RAKYAT SEBAGAI JALAN MENUJU KEMERDEKAAN 100%
Salam Pembebasan Nasional!!!
“Sejatinya, kemerdekaan, kebebasan, kebenaran adalah hal-hal yang tidak turun dari langit atau muncul
dari dalam perut bumi. Ia adalah cita-cita yang mesti diperjuangkan, direbut dari tangan kelas penindas
lewat PERLAWANAN!!”
SITUASI DUNIA
Sejak krisis yang dialami oleh Negara-negara barat (Uni Eropa dan Amerika) 7 tahun yang lalu,
perbincangan, perdebatan soal krisis masih kita dengar lewat pewartaan berbagai media publik, bahkan
sampai saat ini. Dengan berbagai cara pula, Negara-negara liberal terus mencari jalan keluar dari KRISIS
tersebut. Berbagai pertemuan antar Negara di dunia terus diselenggarakan dengan semangat
“GLOBALISASI”, seperti G-20, G-8, AC-FTA, KTT ASEAN, Nasional Summit dan sebagainya, telah
menghantarkan Rakyat semesta pada satu keadaan dimana tidak ada lagi sekat dan batasan antar
Negara. Namun, tujuan dari semua upaya itu adalah tidak lain untuk mempertahankan kekuasaan kelas
PEMODAL yang sejatinya sebagai kelas minoritas dari hantaman krisis untuk terus menindas dan
menghisap rakyat.
Salah satu dampak dari krisis yang berkepanjangan tersebut adalah melonjaknya angka
pengangguran di Uni Eropa. Pada tahun 2013, tingkat pengangguran di Eropa mencapai 12,2 persen, naik
dari 12,1 persen dari bulan sebelumnya. Pengangguran tersebut bertambah sekitar 95 ribu orang di 17
negara yang menggunakan mata uang euro. Total pengangguran menjadi 19,8 juta orang. Tingkat
pengangguran tertinggi dimiliki Yunani dan Spanyol yang masing-masing mencapai 25 persen. Kantor
statistik Eropa, Eurostat mengatakan Jerman memiliki tingkat pengangguran sebesar 5,4 persen,
sedangkan Luksemburg memiliki tingkat pengangguran sebesar 5,6 persen. Pada periode yang sama
tahun lalu, jumlah pengangguran di zona euro mencapai 11 persen dan di Uni Eropa 10,3 persen. Tingkat
pengangguran di Eropa termasuk yang tertinggi di antara negara maju lainnya di dunia. Angka
pengangguran kaum muda di zona euro menempati rekor tinggi di atas 23,5 persen. Lebih dari 5,6 juta
orang Eropa di bawah usia 25 tidak memiliki pekerjaan. Tingkat pengangguran tertinggi ada di Yunani
dengan 27 persen per Februari 2013, diikuti oleh Spanyol 26,8 persen dan Portugal 17,8 persen per April
2013. Sementara di keseluruhan negara-negara Eropa, jumlah pengangguran sudah melebihi 26 juta
orang untuk pertama kalinya
NEOLIBERALISME, adalah istilah yang tepat untuk menyimpulkan zaman ini. Dengan kebijakan
Stuctural Ajusment Program (SAP) dan Pasar Bebas. SAP sebagai program “perbaikan ekonomi”
mencakup perubahan dalam bidang ekonomi mikro dan ekonomi makro (seperti kebijakan fiskal, monetar
dan pasar yang difasilitasi oleh kebijakan politik sebuah negara) sebagai pagu utama Neoliberalisme.
Kebijakan-kebijakan Neo-Liberal pada prakteknya secara umum adalah : 1) Penerapan prinsip “pasar
bebas” dalam perspektif ekonomi negara. Mengecilkan sampai menghilangkan peran negara dalam
ekonomi 2) Memotong sampai menghapuskan subsidi. 3) Swastanisasi (privatisasi) BUMN 4) Menghapus
konsep “barang-barang public” dan menggantinya dengan “tanggung jawab individual”. Bahkan celakanya
lagi, integrasi pasar regional di kawasan ASEAN dengan open akses market yang nanti dilembagakan
lewat MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan
berlangsung efektif per 31 Desember 2015, Bentuk kerja sama ini bertujuan agar terciptanya aliran bebas
barang, jasa dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas (yang sejatinya sudah
direncanakan jauh sebelum tahun 2014). 1 Maka kita bisa melihat bahwa kelas borjuasi semakin terampil
untuk menjarah isi perut bumi Negara-negara dunia ketiga beserta sumber daya manusianya, serta
menghilangkan peran dan tanggungjawab Negara terhadap kesejahteraan Rakyat.
SITUASI INDONESIA
Sebagai salah satu Negara yang menyandarkan tata kelola ekonominya kepada politik utang luar
negeri dan investasi, Rezim SBY-Boediono beserta elit partai di parlemen terus menunjukkan kesetiaannya
untuk mengabdi pada kepentingan kaum Pemodal. Kalau kita melihat 7 (tujuh) tahun belakangan, sejak
Rezim SBY-Boediono menjadi pemenang pada pemilu 2009, skema liberalisasi ekonomi politik Indonesia
semakin massif hingga sekarang. Paket kebijakan untuk memuluskan agenda neoliberal terus dilahirkan
dari hasil perselingkuhan rezim penindas dengan kelas borjuasi. Kerja sama yang dibangun melalui
Nasional Summit yang bermuara pada MP3EI (Masterplan percepatan perluasan dan pembangunan
ekonomi Indonesia) dan didukung dengan perangkat lunak berupa UU Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum, UU Minerba, UU Keamanan Nasional, UU Intelijen, UU Penanganan konflik Sosial
untuk memastikan kondusifnya iklim investasi, telah menyatakan bahwa rezim borjuis yang ada di
Indonesia adalah komparador (perpanjangan tangan kaum pemodal).
Setelah Bank Sentral Amerika (The Fed) mengambil kebijakan untuk memangkas stimulus
(Tapering Quantitative Easing (QE) USD10 miliar dan menjadi USD55 miliar tiap bulannya, serta rencana
The Fed menaikkan suku bunga dari 0,25% menjadi 1% pada akhir 2015 dan 2,25% pada 2016 telah
menciptakan kepanikan di pasar keuangan global, yang memicu keluarnya dana asing dari Indonesia. Agar
modal asing tetap bertahan di Indonesia, Bank Indonesia juga menaikkan suku bunga Fasilitas Simpanan
Bank Indonesia (FaSBI Rate) dari 5,5 persen menjadi 5,75 persen dan suku bunga pinjaman Bank
Indonesia (lending facility) dari 7,25 persen menjadi 7,5 persen. Maka bisa kita lihat, bagaimana
ketergantungan Indonesia pada Investasi modal asing untuk menyandarkan tata kelola ekonomi Indonesia.
Tahun 2014, sebagai tahun politik dimana pemilu 2014 yang sejatinya sebagai ajang pesta para
elit dan perampok, juga memberikan pengaruh pada iklim investasi di Indonesia. Sebelum bergulirnya
pemilu calon legislatif pada 9 april yang lalu, Indonesia sudah kebanjiran investasi hampir Rp 500 Triliun
yang diprediksi akan terus bertambah di sektor industry, seperti industri otomotif, elektronik dan jasa selain
sektor pertambangan (melalui penerapan UU Minerba pada tahun 2014). Terlihat jelas bagaimana kaum
modal mengintervensi pesta demokrasi Indonesia untuk mendukung elit politik pada pemilu 2014. Bahkan
1 Sikap Politik PPI: MELAWAN NEOLIBERALISME: Hasil Pemilu 2014 Siapapun Rezimnya, Neoliberalisme Pasti Semakin
Kuat
Bank Dunia telah menyatakan, bahwa pemimpin Indonesia selanjutnya bertugas untuk menaikkan harga
BBM dengan mencabut subsidi. Teranglah bagi kita, bahwa pemilu 2014 bukanlah pemilu yang hendak
mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia dari penderitaan dan kemiskinan, melainkan hanya
sebagai proses formal sekali dalam 5 (lima) tahun. Siapapun dan apapun yang terpilih nantinya, hanya
akan melanjutkan skema liberalisasi ekonomi Indonesia untuk diabdikan pada kepentingan modal untuk
terus menindas rakyat.
Jika saja kita kembali melihat ke belakang, untuk melihat dengan teliti terhadap “political tracking”
partai-partai politik borjuasi yang terlibat dalam pemilu nanti - berikut dengan elit-elit politiknya, dari partai
yang sudah lama maupun partai yang baru, maka dapat kita lihat satu-persatu partai tersebut dan dapat
kita lihat sejumlah kebusukan dan pengkhianatan terhadap cita-cita Republik untuk KEMERDEKAAN
100%. Sejumlah partai-partai peserta pemilu borjuasi ini; dari mulai partai penguasa DEMOKRAT,
GOLKAR, PDIP, GERINDRA, PKS, PAN, NASDEM, PKB, PKPI, PPP, PBB dll. Adalah partai-partai borjuasi
yang kemudian melahirkan bandit-bandit dan perampok-perampok handal yang selalu mengorbankan
rakyat indonesia, kolaborasi tingkat tinggi antara partai borjuasi dengan rezim yang berkuasa dari setiap
pemilu kepemilu berikutnya telah membentuk kekuasaan Elit yang kemudian gemar menggadaikan
kekayaan alam kepada kekuatan modal swasta (internasional maupun nasional), fakta menyatakan;
"Bahwa sekitar 42 juta hektar pertambangan dikuasai oleh perusahaan asing, 95 juta hektar minyak dan
gas dikuasai pengusaha asing, 32 juta hektar kehutanan dan 9 juta hektar perkebunan sawit pun dikuasasi
oleh asing. Luas keseluruhan mencapai 178 hektar sebagian besar dikontrol oleh perusahaan asing.
Padahal luas daratan Indonesia sekitar 195 juta hektar, Sedikitnya 95 persen kegiatan investasi mineral
dikuasai dua perusahaan Amerika Serikat yaitu PT Freeport Mc Moran dan PT Newmont Corporation, 48 %
migas dikuasi oleh Chevron, dll." sudah tidak diragukan lagi rezim yang selama ini berkuasa adalah rezim
yang mewakili klas borjuasi komperador yang senantiasa menghamba kepada sistem Kapitalisme-Neo
Liberalisme. selain itu hampir kesemua kader-kader partai borjuasi tersebut adalah para pelaku koruptor,
para pelanggar HAM, para perampas tanah rakyat dan para pendukung politik upah murah yang sudah
dapat dipastikan baik SIPIL maupun MILITER yang nantinya akan menjadi PRESIDEN Republik Indonesia
melalui mekanisme PEMILU borjuasi 2014 ini, maka akan tetap melanggengkan program Liberalisasi
(ACFTA 2015, G-20 2020) yang tentunya akan semakin menjerumuskan Bangsa Indonesia kedalam
Tatanan Masyarakat yang KAPITALISTIK. Maka sangat tidak tepat jika kita menyandarkan perubahan
Indonesia, kesejahteraan rakyat Indonesia untuk meruntuhkan kekuasaan kelas borjuis melalui pemilu,
partai borjuis dan calon-calon populis - ia merupakan taktik yang sangat keliru.
Tidak ada pendidikan gratis di Indonesia. UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang dibangga-banggakan
Badan Hukum Perguruan Tinggi Negeri (BHPTN) bukan solusi atas minimnya partisipasi terhadap
pendidikan tinggi dan tidak mengurangi angka putus kuliah. Sistem subsidi silang yang menjadi andalan
UKT sangat membatasi akses mahasiswa kurang mampu dengan mematok maksimal 20 % beasiswa Bidik
Misi Universitas. Sementara, subsidi silang didapat dari patokan biaya kuliah per semester yang bervariasi.
Tak ada pendidikan yang demokratis di Indonesia. Banyak kampus terang-terangan melakukan intervensi
terhadap dinamika politik dan aktifitas mahasiswa. Salah satu praktiknya adalah melarang aktifitas politik
dan melakukan kampanye hitam terhadap organisasi-organisasi ekstra kampus. Mereka secara sepihak
menuduh organisasi ekstra kampus sebagai biang kerok instabilitas kampus dan mengganggu aktifitas
akademik mahasiswa. Praktik ini mengingatkan kita pada skema NKK/BKK masa Orde Baru yang
mencoba memberangus budaya kritis mahasiswa. Belum lagi sistem presensi yang sangat ketat, dan
dengan konyol semena-mena memberikan sanksi larangan ujian mahasiswa yang tidak memenuhi absensi
75%-90%. Belum lagi penerapan Ujian Nasional yang masih dijadikan penentu kelulusan siswa, padahal
pada tahun 2008 sistem Ujian Nasional telah Batal secara hukum melalui Mahkamah Agung Republik
Indonesia terhadap perkara No.2596 K/PDT/2008 karena bertentangan dengan UUD 1945 dan UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional serta PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan
Nasional dan memperkuat putusan pengadilan Tinggi Jakarta yang menolak kasasi Pemerintah untuk tetap
melaksanakan ujian nasional. Tetapi pada faktanya, Ujian Nasional masih diterapkan Hingga Sekarang.
Tidak hanya di sektor pendidikan, dengan langgengnya praktek Labour Market Flexibility akan semakin
menjerat kelas pekerja dalam ketidakpastian melalui sistem kerja kontrak dan outsourcing serta menekan
kesejahteraan dengan politik upah murah dan pemberangusan serikat (Union Busting) yang tidak mampu
dijawab oleh rezim dan elit politik hingga saat ini. 2
MAY DAY DAN HARDIKNAS
SEBAGAI MOMENTUM MEMBANGUN PERSATUAN RAKYAT
Kebutuhan mendesak gerakan rakyat yang anti terhadap pemerintahan Neo-Liberalisme saat ini
adalah membangun kekuatan politik rakyat sebagai alat perjuangan politik bersama, namun Kebutuhan
akan persatuan perjuangan serta meningkatkan kualitas perjuangan politik gerakan rakyat haruslah
berlandaskan pada kekuatan rakyat itu sendiri (persekutuan ideologis kaum buruh, tani, miskin kota,
mahasiswa, nelayan, dll). Tidaklah tepat pembangunan gerakan politik rakyat dengan menyandarkan taktik
“mendompleng” kepada kekuatan partai politik borjuasi ataupun mendukung calon presiden yang populer
pada pemilu borjuasi 2014 ini, adalah merupakan taktik yang keliru sekalipun hanya sebagai proses
pembelajaran politik.
Namun dengan demikian patut disadari bahwa membangun kekuatan politik Alternatif bukanlah
pekerjaan yang mudah ditengah-tengah hegemoni kekuatan politik borjuasi yang semakin mengilusi
gerakan rakyat, tidak sedikit kelompok gerakan yang kemudian terilusi dengan sosok populer dan harapanharapan semu bahwa melalui mekanisme pemilulah yang dapat membawa perubahan bangsa indonesia
menjadi lebih baik. Hal pertama yang harus dipahami adalah bahwa telah terjadi kejenuhan dan
kekecewaan massa rakyat terhadap kepemimpinan politik yang elitis dan ketidak mampuan dalam
menjawab persoal-persoalan massa rakyatnya, justru sebaliknya kepemimpinan partai politik borjuasi
semakin menunjukan kebobrokannya dihadapan publik dengan kasus-kasus korupsi dan skandal yang
lainnya, sehingga munculnya figur-figur populis dianggap sebagai angin segar yang bersifat sementara,
namun sama sekali tidak merubah substansi akar persoalannya yaitu sistem KAPITALISME yang telah
menghancurkan kedaulatan Republik. Yang kedua adalah motif dari beberapa pimpinan organisasi massa
yang cenderung pragmatis yang kemudian menyeret kesadaran massa anggotanya untuk terlibat dalam
proses pemilu borjuasi 2014 dengan tujuan untuk kepentingan pribadi elitnya semata.
Maka menjadi tugas sejarah bagi kita, Serikat Mahasiswa Indonesia sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Perjuangan Rakyat, untuk MEMPERKUAT ORGANISASI DAN MENDORONG
PERSATUAN RAKYAT untuk menentukan TAKDIR dan NASIB kita sendiri sebagai Rakyat Indonesia yang
terhina, diinjak dan dilecehkan di atas tanah air kita sendiri. Terus memperluas kesadaran Anggota dan
segenap Rakyat, membangun PERSATUAN rakyat melalui ALAT POLITIK ALTERNATIF untuk Membentuk
PEMERINTAHAN TRANSISI di bawah kepemimpinan KELAS PEKERJA yang tidak akan pernah
berkompromi atau bekerjasama dengan kelas BORJUASI!!! Memassifkan perjuangan tingkat kampus,
perjuangan sektoral untuk menegaskan bahwa melalui jalan MASSA AKSI yang TERATUR, TERDIDIK
DAN TERORGANISIR kita akan mampu memukul MUSUH dengan AKSI MASSA.
.
2 Kertas Posisi Konfernas IV SMI (disunting sesuai dengan perkembangan situasi dan keperluan)
Pada bulan Mei 2014 kali ini, sebagai peringatan Hari Buruh Sedunia dan Hari Pendidikan
Nasional, hendaklah ia kita jadikan sebagai bulan penuh gelora perlawanan dari ujung barat hingga ujung
timur tanah air. Satu kemestian juga bagi segenap Rakyat agar memperkuat perlawanan untuk
memperdalam krisis kapitalisme hingga mengantarkannya ke liang kubur untuk selamanya. Untuk itu, k ita Serikat Mahasiswa Indonesia - dengan ini menyatakan dengan tegas kepada negara dan menyerukan
kepada segenap rakyat, untuk:
Lawan Pemilu Borjuasi 2014
Lawan Kapitalisasi Pendidikan
Hapuskan Ujian Nasional
Hapuskan Sistem Uang Kuliah Tunggal
Lawan politik Upah Murah
Lawan liberalisasi Ekonomi (Perdagangan Bebas)
Jalan keluar menuju kesejahteraan RAKYAT:
Nasionalisasi Asset Vital Di Bawah Kontrol Rakyat
Bangun Industrialisasi Mandiri Yang Berkarakter Kerakyatan
Laksanakan Reforma Agraria Sejati
Wujudkan Pendidikan Gratis (Dari TK – Perguruan Tinggi), Ilmiah, Demokratis Dan Bervisi
Kerakyatan
Jakarta, 21 April 2014
KPP SMI