PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DALAM KONTEK

PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DALAM KONTEKS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DAN
PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Permasalahan Perencanaan dan Pembangunan

Oleh Kelompok 6:
No.
1.
2.
3.

Nama
AFDEN MAHYEDA
ANDIKA BUDINGTYAS
WA ODE SITTI JURIANTI ASWAD

NIM
21040117410029
21040117410060
21040117410017

FAKULTAS TEKNIK

MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................................................................................... 1
I.

II.

PENDAHULUAN.................................................................................................................................................... 2

I.1


Latar Belakang.............................................................................................................................................. 2

I.2

Perumusan Masalah .................................................................................................................................... 3

I.3

Tujuan Penulisan.......................................................................................................................................... 3

KAJIAN TEORI ....................................................................................................................................................... 4

II.1

Wilayah Pesisir ............................................................................................................................................. 4

II.2

Perencanaan Wilayah .................................................................................................................................. 4


II.3

Pemberdayaan Masyarakat ......................................................................................................................... 5

II.4

Pengelolaan Pesisir Berbasis Masyarakat .................................................................................................... 5

III.

III.1

PEMBAHASAN .................................................................................................................................................. 7

Deskripsi Proyek........................................................................................................................................... 7

III.2

Implementasi Proyek Pemberdayaan Masyarakat Pesisir........................................................................... 8


III.3

Implementasi Studi Kasus Lombok Timur.................................................................................................. 10

III.3.1

Stakeholder yang terlibat dalam program Co-Fish Lombok Timur....................................................10

III.3.3

Kegiatan Pengelolaan Co-Fish di Lombok Timur................................................................................11

III.3.2
III.3.4

III.3.5

III.4

III.4.2


IV.1

IV.2

Kegiatan Pengelolaan.........................................................................................................................11
Aturan Pengelolaan ...........................................................................................................................12

Analisis dan Pembahasan ..........................................................................................................................13

III.4.1
IV.

Tenaga Pendamping Co-Fish di Lombok Timur .................................................................................11

Analisis dan Evaluasi Proyek ..............................................................................................................13
Pembelajaran ..................................................................................................................................... 13

KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................................................................14


Kesimpulan ................................................................................................................................................14

Saran ..........................................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................................................................15

ii

DAFTAR TABEL
Tabel III-1. Tabel hasil pengembangan wilayah pesisir berbasis masyarakat ............................................................. 8
Tabel III-2. Tabel hasil peningkatan pendapatan dan perbaikan taraf hidup masyarakat pesisir ............................... 9
Tabel III-3. Tabel hasil rehabilitasi fasilitas pangkalan pendarata ikan dan peningkatan kualitas produksi ikan........ 9
Tabel III-4. Tabel hasil penguatan kemampuan masyarakat pesisir, komunitas masyarakat, dan instansi
pemerintah yang bersangkutan................................................................................................................................. 10

iii

DAFTAR GAMBAR
Gambar III-1. Persebaran area proyek Coastal Community Development and Fisheries Resources Management ... 7


iv

ABSTRAK
Sebagai negara Kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 65% wilayahnya berupa laut dan
50% penduduknya tinggal di wilayah pesisir, Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi yang
sangat besar. Potensi tersebut berupa sumber daya alami seperti ikan, terumbu karang, hutan
mangrove, pantai berpasir, ataupun sumber daya buatan seperti tambak, kawasan pariwisata, kawasan
industri, dan perhubungan. Meskipun demikian kontribusi sektor kelautan masih relatif kecil bagi
perekonomian nasional. Wilayah pesisir dan lautan di Indonesia, memiliki sumberdaya alam melimpah
yang sekaligus juga menyimpan berbagai permasalahan yang perlu ditangani secara terintegrasi dan
terpadu.
Arah modernisasi di sektor perikanan yang dilakukan selama ini pun dirasa hanya memberi
keuntungan kepada sekelompok kecil yang memiliki kemampuan ekonomi dan politis. Sehingga,
diperlukan sebuah alternatif lain yang memiliki paradigma dan strategi pembangunan yang
menyeluruh dan terintegrasi serta dapat menjaga keseimbangan antara kegiatan produksi,
pengelolahan dan distribusi, dan juga kelestarian lingkungan. Salah satunya dengan pengembangan
sumber daya manusia sebagai salah satu pilar pembangunan wilayah melalui pendekatan
pemberdayaan masyarakat pesisir.
Banyak sekali program pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan di Indonesia. Salah
satunya yaitu program kerjasama yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan Asian Development Bank

(ADB). Program ini merupakan program dengan konsep pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir
yang holistik dan terintegrasi. Oleh karena itu, penulisan ini dimaksudkan untuk melakukan review dan
evaluasi terkait program pemberdayaan masyarakat pesisir tersebut akan menjadi bahan dan masukan
yang penting bagi semua aktor pembangunan wilayah pesesir demi keberlanjutan program
pembangunan wilayah pesisir di Indonesia.
Proyek ini dilakukan di empat kabupaten dan satu kota, meliputi Bengkalis di Provinsi Riau, Kota
Tegal di Jawa Tengah, Trenggalek di Jawa Timur, Banyuwangi di Jawa Timur, dan Lombok Timur di Nusa
Tenggara Barat. Lingkup proyek mencakup kegiatan untuk (i) mempromosikan pengelolaan sumber
daya perikanan berbasis masyarakat (Community-based Coastal Fisheries Resource
Management/CFRM); (ii) meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat pesisir melalui
pemberian kesempatan dan fasilitas prasarana sosial yang tepat; (iii) merehabilitasi fasilitas di pusat
pendaratan ikan (Fish Landing Centers/FLC) untuk memperbaiki sanitasi, lingkungan, dan kualitas ikan;
dan (iv) memperkuat kemampuan pengelolaan sumber daya perikanan masyarakat pesisir, organisasi
nonpemerintah, dan badan-badan nasional dan kabupaten.
Secara keseluruhan proyek kegiatan yang telah dilaksanakan ini dinilai sangat relevan , pada
saat perencanaan dan implementasi dilapangan. Dari hasil implementasi program menemukan bahwa
pendekatan secara terpadu dan partisipatif, serta pelibatan kelembagaan pengelolaan konservasi dan
pengelolaan pesisir menjadi penentu dalam kesuksesan pelaksanaan proyek. Strategi untuk
mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah proyek sudah sesuai. Proyek kerjasama ini dinilai telah
memberikan dampak positif terhadap lingkungan dengan adanya kegiatan pengelolaan sumber daya,

rehabilitasi, pengawasan, dan pemantauan yang diberikan kepada masyarakat pesisir. Proyek ini telah
berhasil menunjukkan dampak positif seperti: mengurangi kegiatan penangkapan ikan yang merusak;
meningkatnya tutupan hutan mangrove; peningkatan karang hidup dan terumbu buatan, tempat
perlindungan ikan, dan pangkalan pendaratan ikan; peningkatan tingkat tangkapan ikan dan jumlah
spesies ikan yang tertangkap; dan memperbaiki sanitasi dan kebersihan di pangkalan pendaratan
ikan.Proyek ini juga telah berhasil meningkatkan kemampuan masyarakat pesisir untuk melindungi
sumber daya mereka sendiri melalui pengelolaan sumber daya pesisir yang baik, pemantauan dan
pengawasan terhadap sumber daya perikanan, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk kegiatan
mata pencaharian alternative dengan pemberian kemudahan akses kredit mikro.
1

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai negara Kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 65% wilayahnya berupa laut
dan 50% penduduknya tinggal di wilayah pesisir, Indonesia memiliki potensi pembangunan
ekonomi yang sangat besar. Potensi tersebut berupa sumber daya alami seperti ikan, terumbu
karang, hutan mangrove, pantai berpasir, ataupun sumber daya buatan seperti tambak, kawasan
pariwisata, kawasan industri, dan perhubungan. Meskipun demikian kontribusi sektor kelautan
masih relatif kecil bagi perekonomian nasional. Wilayah pesisir dan lautan di Indonesia, memiliki
sumberdaya alam melimpah yang sekaligus juga menyimpan berbagai permasalahan yang perlu

ditangani secara terintegrasi dan terpadu. Namun, perhatian pemerintah terkait kebijakan
pembangunan wilayah pesisir pun dirasa masih kurang serius dan hal ini berimplikasi pada
lambatnya pembangunan wilayah pesisir dan meningkatnya permasalahan wilayah pesisir.
Sementara itu, arus urbanisasi yang berdampak logis pada peningkatan kebutuhan hidup
masyarakat, memberikan tekanan terhadap kebutuhan ruang di wilayah pesisir. Usaha semua
aktor pembangunan wilayah pesisir dalam pemenuhan kebutuhan hidup linear terhadap
permasalahan ekosistem dan lingkungan. Fadel Muhammad (2009) mengemukakan bahwa
sebagian besar masyarakat pesisir hidup dibawah garis kemiskinan. Hal ini menjadi ironis, karena
dengan potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang melimpah, pembangunan wilayah
pesisir belum berjalan maksimal. Indikator kurang maksimalnya pembangunan wilayah pesisir
tersebut bisa jadi diakibatkan oleh konsentrasi pembangunan wilayah yang masih hanya dalam
takaran peningkatan produktivitas hasil eksploitasi sumber daya laut.
Berbagai permasalahan yang dialami masyarakat pesisir diatas memungkinkan dalam
penggunaan segala macam teknik dalam upaya pemanfaatan sumber daya laut, termasuk caracara yang tidak ramah lingkungan. Pernyataan tersebut telah menjadi sebuah realita yang banyak
terjadi dan terus berkembang hingga saat ini di hampir semua wilayah pesisir di Indonesia.
Karakteristik sosial dan budaya masyarakat pesisir yang masih sangat tergantung pada hasil
eksploitasi sumber daya laut, terutama ikan, yang semakin hari semakin berkurang jumlahnya,
tidak sejalan dengan tuntutan kebutuhan ekonomi yang terus meningkat. Hal ini mengakibatkan
ketidakberdayaan masyarakat pesisir dalam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan
yang kemudian muncul.

Arah modernisasi di sektor perikanan yang dilakukan selama ini pun dirasa hanya memberi
keuntungan kepada sekelompok kecil yang memiliki kemampuan ekonomi dan politis. Sehingga,
diperlukan sebuah alternatif lain yang memiliki paradigma dan strategi pembangunan yang
menyeluruh dan terintegrasi serta dapat menjaga keseimbangan antara kegiatan produksi,
pengelolahan dan distribusi, dan juga kelestarian lingkungan. Salah satunya dengan
pengembangan sumber daya manusia sebagai salah satu pilar pembangunan wilayah melalui
pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir. Pemberdayaan masyarakat pesisir dalam upaya
pengentasan kemiskinan umumnya menggunakan 5 pendekatan (Nikijuluw, 2001), diantaranya:
1. Penciptaan lapangan kerja alternatif sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga,
2. Mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada penciptaan
mekanisme mendanai diri sendiri (self financing mechanism),
3. Mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya
guna,
4. Mendekatkan masyarakat dengan pasar, serta
5. Membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat.
Dengan melakukan pembangunan wilayah pesisir melalui pendekatan pemberdayaan
masyarakat pesisir, diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar masyarakat pesisir yang tidak
hanya baik dari segi ekonomi namun juga dapat menjaga kelestarian ekosistem dan lingkungan
dengan pemanfaatan ilmu dan teknologi. Pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat pesisir dan
2

didukung oleh kualitas lingkungannya yang lestari berdampak langsung pada pengentasan
permasalahan serta peningkatan kualitas hidup masyarakat pesisir. Hal ini menjadi indikator
utama tercapainya pembangunan wilayah peisisir yang berkelanjutan.
Banyak sekali program pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan di Indonesia.
Salah satunya yaitu program kerjasama yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan Asian
Development Bank (ADB). Program ini merupakan program dengan konsep pendekatan
pemberdayaan masyarakat pesisir yang holistik dan terintegrasi. Oleh karena itu, review dan
evaluasi program pemberdayaan masyarakat pesisir tersebut akan menjadi bahan dan masukan
yang penting bagi semua aktor pembangunan wilayah pesesir demi keberlanjutan program
pembangunan wilayah pesisir di Indonesia.
I.2

Perumusan Masalah
Wilayah pesisir merupakan wilayah dengan karakteristik yang unik yang berbeda dengan
wilayah lain. Indonesia dengan segala potensi sumber daya alam wilayah pesisir yang dimiliki,
belum dapat mengoptimalisasikan pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir dengan
optimal. Beberapa pendekatan dan konsentrasi pembangunan melalui peningkatan produktivitas
hasil eksploitasi sumber daya perikanan dirasa kurang berhasil. Hal ini terlihat dari berbagai
permasalahan wilayah pesisir yang timbul terutama kemiskinan dan kerusakan ekosistem dan
lingkungan yang terus menjadi perhatian serius oleh semua aktor pembangunan. Pola pendekatan
perencanaan yang semulanya top down mulai bergeser dengan kombinasi yang lebih bersifat
bottom up dan open menu. Perkembangan ilmu dan teknologi penangkapan ikan pun dinilai masih
hanya menguntungkan sekelompok kecil pelaku usaha di sektor ini. Oleh karena itu dibutuhkan
sebuah aternatif lain yang holistik dan terintegrasi yang tidak hanya dapat memperbaiki kondisi
ekonomi masyarakat pesisir namun juga menjaga keberlanjutan ekosistem dan lingkungan wilayah
pesisir.

I.3

Tujuan Penulisan
Fokus penulisan ini yaitu melihat dan mengevaluasi program optimalisasi pemberdayaan
masyarakat pesisir yang telah dilaksanakan di 5 (lima) lokasi di Indonesia yang merupakan
program hasil kerjasama pemerintah Indonesia dengan ADB. Yaitu untuk mengetahui apa saja
yang mengalami perubahan dari hasil program pembangunan wilayah pesisir melalui pendekatan
pemberdayaan masyarakat pesisir dan pengelolaan sumber daya perikanan. Selain itu, penulisan
ini juga bermaksud untuk mengevaluasi pencapaian program melalui kesesuaian program dengan
tujuan yaitu untuk mempromosikan pengelolaan berkelanjutan dan melestarikan sumber daya
perikanan, dan mengurangi kemiskinan untuk meningkatkan pendapatan dan memperbaiki taraf
hidup masyarakat pesisir

3

II. KAJIAN TEORI
II.1 Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir merupakan zona penting karena pada dasarnya tersusun dari berbagai
macam ekosistem seperti mangrove, terumbu karang, lamun, pantai berpasir dan lainnya yang
satu sama lain saling terkait (Masalu, 2008). Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu
ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh
berbagai macam kegiatan manusia baik langsung atau tidak langsung maupun proses-proses
alamiah yang terdapat diatas lahan maupun lautan (Djau, 2012).
Scura et al. (1992) dalam Cicin-Sain and Knecht (1998), mengemukakan bahwa wilayah
pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, yang didalamnya terdapat hubungan
yang erat antara aktivitas manusia dengan lingkungan daratan dan lingkungan laut. Wilayah
pesisir mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Memiliki habitat dan ekosistem (seperti estuari, terumbu karang, padang lamun) yang dapat
menyediakan suatu (seperti ikan, minyak bumi, mineral) dan jasa (seperti bentuk
perlindungan alam dan badai, arus pasang surut, rekreasi) untuk masyarakat pesisir.
2. Dicirikan dengan persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang oleh berbagai
stakeholders, sehingga sering terjadi konflik yang berdampak pada menurunnya fungsi
sumberdaya.
3. Menyediakan sumberdaya ekonomi nasional dari wilayah pesisir dimana dapat menghasilkan
GNP (gross national product) dari kegiatan seperti pengembangan perkapalan, perminyakan
dan gas, pariwisata dan pesisir dan lain-lain.
4. Biasanya memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan merupakan wilayah urbanisasi.
Wilayah pesisir dan lautan, ditinjau dari bebagai macam peruntukannya, merupakan wilayah
yang sangat produktif.
Produktivitas primer di wilayah pesisir, seperti pada ekosistem estuari, mangrove, padang lamun,
dan terumbu karang, ada yang mecapai lebih dari 10.000 gr C/m2/th, yaitu sekitar 100-200 kali
lebih besar di bandingkan dengan produktivitas primer yang ada di perairan laut bebas (lepas
pantai). Tingginya produktivitas primer pada ekosistem di wilayah pesisir memungkinkan
tingginya produktivitas sekunder (ikan dan hewan-hewan laut lainnya) (Supriharyono, 2002).
II.2

Perencanaan Wilayah
Menurut Friedmann & Weaver (1979:129) perencanaan wilayah hampir merupakan
suatu upaya dalam membuat suatu formula bagipusat-pusat pertumbuhan dengan
mengabaikan dimensi-dimensi lain darikebijakan wilayah. Wilayah atau teritorial kebijakankebijakan khusus menjadi latar belakang diskusi akademik. Sebagai kesimpulan dalam
perencanaan wilayah perhatian tidak hanya diberikan sebatas pada sumberdaya alam,
impelementasi politik dan organisasi administrasi bagi pembangunan pedesaan.
Definisi perencanaan wilayah yang lebih komprehensif dan mungkin dengan orientasi
yang berbeda diberikan oleh Profesor Kosta Mihailovic dalam Faridad (1981:87), yang
menyebutkan pembangunan wilayah diartikan sebagai perubahan sosial ekonomi dalam
berbagai tipe wilayah, hubungan interregional yang dinamis dan faktor-faktor relevan yang
memiliki keterkaitan dengan tujuan dan hasil dari pembangunan. Definisi ini menurut
Faridad memiliki kelemahan kurang detail penjelasan secara ilmiah dan terlalu luas serta tidak
menyentuh faktor- faktor yang relevan dalam pembangunan.
Faridad (1981:94) sendiri mendefinisikan perencanaan wilayah sebagai suatu aplikasi dari
model pertumbuhan bagi perencanaan pembangunan dengan rujukan yang sangat jelas dalam
dimensi ruang bagi proses pembangunan. Sebagai alternatif, hal ini dapat ditunjukkan sebagai
persiapan action plan pemerintah dengan mempertimbangkan aktivitas ekonomi dan
pembangunan wilayah.
4

II.3

Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan membuat
berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa
akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat
oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 2009). Dalam beberapa kajian mengenai
pembangunan komunitas, pemberdayaan masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk
memberikan kekuasaan agar suara mereka didengar guna memberikan kontribusi kepada
perencanaan dan keputusan yang mempengaruhi komunitasnya (Foy, 1994). Pemberdayaan
adalah proses transisi dari keadaan ketidakberdayaan ke keadaan kontrol relatif atas kehidupan
seseorang, takdir, dan lingkungan (sadan,1997).
Menurut Mubarak (2010) pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk
memulihkan atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai
dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya
selaku anggota masyarakat.
Pada Pemberdayaan pendekatan proses lebih memungkinkan pelaksanaan pembangunan
yang memanusiakan manusia. Dalam pandangan ini pelibatan masyarakat dalam pembangunan
lebih mengarah kepada bentuk partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat
dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai
konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses
pembuatan dan perumusannya, sehingga masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut dan
mempunyai tanggung jawab bagi keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi
partisipasi pada tahaptahap berikutnya (Soetomo, 2006).

II.4

Pengelolaan Pesisir Berbasis Masyarakat

Pengelolaan berbasisi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu system pengelolaansumber
daya alam disuatu tempat dimanamasyarakat lokal ditempat tersebut terlibatsecara aktif dalam
proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung didalamnya (Nurmalasari,2001). Di
Indonesia pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat sebenarnya telah ditetapkan dalam pasal
33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negaradan dipergunakan sebesar-besarnya
bagikemakmuran
rakyat.
Ketentuan
tersebut
secarategas
menginginkan
agar
pelaksanaanpenguasaan Negara atas sumber daya alamkhususnya sumber daya pesisir dan
lautandiarahkan kepada tercapainya manfaat yangsebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyatbanyak,
dan
juga
harus
mampu
mewujudkankeadilan
dan
pemerataan
sekaligusmemperbaiki kehidupan masyarakat pesisirserta memajukan desa-desa pantai.
Pengelolaan sumberdaya alam dapat didekati dengan dua pendekatan yaitu pendekatan
berbasis masyarakat dan pendekatan berbasis pemerintah. Dalam pengelolaan wilayah pesisir
dan lautan yang berbasis pemerintah (pemerintah pusat), selama ini dianggap kurang
berhasil karena banyak menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan masyarakat khususnya di
daerah. Kondisi ini tentunya diharapkan dapat diperbaiki baik oleh pemerintah maupun
masyarakat di daerah terutama setelah adanya kewenangan pengelolaan melalui UU No.22 tahun
1999.
Pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat (PSPBM) dapat didefinisikan sebagai
suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengelola sumberdayanya sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan, keinginan,
tujuan serta aspirasinya. PSPBM ini menyangkut juga pemberian tanggung jawab kepada
masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan
berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka.

5

Memberikan tanggungjawab kepada masyarakat dalam mengelola sumberdaya pesisir
adalah upaya untuk mendekatkan masyarakat dengan sumberdaya yang dimanfaatkannya bagi
kelangsungan hidup mereka sehari-hari. Hal inilah yang sebenarnya merupakan substansi dari
pelaksanaan otonomi daerah yang sering didengung-dengungkan. Tapia apa yang terjadi selama
ini, justeru masyarakatlah yang dijauhkan dari sumberdayanya.Masyarakat dalam definisi PSPBM
adalah komunitas atau sekelompok orang yang memiliki tujuan yang sama. Istilah komunitas
sendiri berasal dari bidang ilmu ekologi yang secara sederhana merujuk pada kondisi saling
berinteraksi antara individu suatu populasi yang hidup di lokasi tertentu. Interaksi antara individu
dalam suatu masyarakat pada dasarnya bersifat kompetitif. Meskipun kerjasama merupakan sifat
interaksi antara masyarakat juga dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir, namun
hal ini lebih banyak terekspresi dalam bentuk saling berkompetisi. Saling berkompetisi dalam
memanfaatkan sumberdaya pesisir adalah salah satu alasan terjadinya kegagalan pengelolaan
wilayah pesisir. Hal ini ditunjukkan dengan rusaknya sumberdaya dimaksud serta terjadinya
kemiskinan. Namun demikian, interaksi antar masyarakat dapat dipandang juga sebagai potensi
yang dapat dikembangkan untuk merumuskan suatu mekanisme pengelolaan sumberdaya pesisir
yang efektif.
Sebenarnya, jika diamati selama ini masyarakat pesisir telah hidup sangat dekat dengan
sumberdaya yang memberinya manfaat. Mereka tinggal di tepi laut, bahkan ada yang tinggal di
atas perahu sebagai kediamannya seperti suku Bajo di Sulawesi. Mereka mengganggap laut
sebagai bagian penting dari hidupnya. Oleh karena itu, mereka tidak saja memanfaatkan
sumberdaya ini, tetapi mereka juga menjaga dan menata agar sumberdaya laut ini tetap ada dan
berkelanjutan.

6

III. PEMBAHASAN
III.1 Deskripsi Proyek
Proyek ini dilakukan di empat kabupaten dan satu kota, meliputi Bengkalis di Provinsi Riau,
Kota Tegal di Jawa Tengah, Trenggalek di Jawa Timur, Banyuwangi di Jawa Timur, dan Lombok
Timur di Nusa Tenggara Barat. Lingkup proyek mencakup kegiatan untuk (i) mempromosikan
pengelolaan sumber daya perikanan berbasis masyarakat (Community-based Coastal Fisheries
Resource Management/CFRM); (ii) meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat pesisir
melalui pemberian kesempatan dan fasilitas prasarana sosial yang tepat; (iii) merehabilitasi
fasilitas di pusat pendaratan ikan (Fish Landing Centers/FLC) untuk memperbaiki sanitasi,
lingkungan, dan kualitas ikan; dan (iv) memperkuat kemampuan pengelolaan sumber daya
perikanan masyarakat pesisir, organisasi nonpemerintah, dan badan-badan nasional dan
kabupaten (Asian Development Bank., 1997).

Gambar III-1. Persebaran area proyek Coastal Community Development and Fisheries Resources
Management

Proyek kerjasama ini sejalan dengan kebijakan pemerintah, yaitu mendorong pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan dan mengurangi kemiskinan di Indonesia. Sesuai dengan Rencana
Pembangunan Lima Tahun Indonesia (1993/94 1998/99) dan dirancang untuk menangani dua
masalah utama yang dihadapi perikanan dan sumber daya perikanan Indonesia, yaitu menipisnya
sumber daya perikanan pesisir, dan meluasnya kemiskinan masyarakat pesisir. Kedua masalah ini
saling berkaitan dan rancangan proyek ADB ini sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi secara
bersamaan memutus lingkaran setan dari degradasi lingkungan dan kemiskinan.
Desain pelaksanaan kegiatan adalah berbasis masyarakat dalam rencana pengelolaan
sumber daya pesisir dalam(i) mendirikan tempat-tempat perlindungan perikanan dan kawasan
lindung laut; (ii) merehabilitasi habitat ikan, termasuk rehabilitasi dan penanaman kembali
kawasan mangrove; (iii) menciptakan terumbu buatan dan restocking ikan; dan (iv) mengurangi
penangkapan berlebih dan penggunaan metode destruktif melalui sistem surveillance perikanan
berbasis masyarakat. Keberhasilan program ini harus didukung dengan pemberdayaan organisasi
masyarakat, sehingga langkah awal untuk memulai program adalah dengan persiapan sosial
masyarakat.
7

III.2 Implementasi Proyek Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Berikut adalah implementasi kegiatan proyekpengelolaan sumberdaya pesisir berbasis
masyarakat yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan ADB :
Tabel III-1. Tabel hasil pengembangan wilayah pesisir berbasis masyarakat

Ringkasan
Target
Melakukan
pendataan Melakukan penilaian di area
untuk lokasi sumber daya total allowable catch (TAC)
perikanan dan penilaian pada lokasi project
tingkat sosial ekonomi

Evaluasi
Menghasilkan 4 area, yaitu REA I,
REA II , SEA I, SEA II, dan TAC pada
project.
REA = resource and ecological
assessment
SEA = socio-economic assessment
TAC = total allowable catch

Penerapan
kegiatan
konservasi untuk sumber
daya perikanan dan habitat
terkait

Mendirikan
4
kawasan
lindungan laut, 25 terumbu
buatan, melindungi 50 Ha
terumbu
karang,
merehabilitasi 3.000 Ha
butan bakau, pengurangan
usaha penangkapan ikan
sebesar 25%

1317 Ha kawasan lindung laut di
Lombok Timur, 21 cluster terumbu
karang buatan terdiri dari 2486 Ha,
10 lokasi perlindungan ikan seluas
453 Ha, luas hutan mangrove baru
seluas 300 Ha, kawasan mangrove
yang dikelola masyarakat 1,506 Ha,
usaha penangkapan ikan berkurang
50% di Tegal.

Sistem
pemantauan, Empat wilayah penangkapan
pengendalian,
dan ikan pesisir dipantau dan
pengawasan
diatur, sistem perizinan dan
peraturan perikanan yang
diberlakukan, penangkapan
ikan
yang
merusak
berkurang 50%.

Sistem
Pengawasan
Berbasis
Masyarakat
(Siswasmas)
dan
Kelompok Masryarakat Pengawasa
(Pokmaswas) sudah beroperasi di 5
lokasi project.

Melaksanakan
program
pendidikan dan pelatihan
informasi
dan
edukasi
tentang
pengelolaan
sumber daya

Kesadaran akan pengembangan
wilayah pesisir berbasis masyarakat
sebesar
90%
di
lingkungan
pemerintahan,
dan
98%
di
lingkungan masyarakat.

Kesadaran
akan
pengembangan
wilayah
pesisir berbasis masyarakat
sebesar 80% di lingkungan
pemerintahan, dan 70% di
lingkungan masyarakat.

8

Tabel III-2. Tabel hasil peningkatan pendapatan dan perbaikan taraf hidup masyarakat pesisir

Ringkasan
Target
Evaluasi
Mengembangkan komunitas 100 asosiasi nelayan dan Terbentuknya 309 Kelompok Usaha
nelayan yang terorganisasi koperasi terbentuk serta Bersama,
dan
18
Lembaga
dan
mengembangkan diperkuat
Keuangan Masyarakat Pantai.
koperasi masyarakat
Memberikan
bantuan
teknis, kredit, pemasaran,
dan pelayanan sosial kepada
koperasi

100 asosiasi nelayan, dan
koperasi penerima leyanan
teknis, kredit, pemasaran,
dan pelayanan sosial

Terbentuknya 309 Kelompok Usaha
Bersama,
dan
18
Lembaga
Keuangan
Masyarakat
Pantai,
dilengkapi dengan fasilitas teknis,
produksi, peralatan, akses terhadap
kredit dan pemasaran.

Mendirikan usaha mikro

Meningkatnya penghasilan 4.623 rumah tangga masyarakat
5.000 rumah tangga nelayan dilatih dan diberi peralatan, dan
akses
terhadap
kredit
dan
pemasaran. Pendapatan meningkat
antara 50% - 67%.

Memperbaiki
fasilitas 35 desa nelayan telah Membangun dan merahabilitasi
prasarana sosial dasar
memperbaiki
layanan fasilitas prasarana sosial dasar di 34
infrastruktur sosial dasar
kampung nelayan pesisir.
Tabel III-3. Tabel hasil rehabilitasi fasilitas pangkalan pendarata ikan dan peningkatan kualitas produksi ikan

Ringkasan
Target
Evaluasi
Perbaikan
lingkungan Rehabilitasi dan pengelolaan 6 Perbaikan terhadap 12 titik
pangkalan pendaratan ikan
pangkalan pendaratan ikan
pangkalan pendaratan ikan
Pemasangan
bersih

instalasi

air Pembangunan
sistem
pembuangan
air
bersih,
drainase, dan pembuangan
limbah di 4 lokasi

Pembangunan
sistem
pembuangan
air
bersih,
drainase, dan pembuangan
limbah di 5 lokasi

Peningkatan fasilitas untuk Penyimpanan
ikan
dan Penyimpanan
ikan
dan
penanganan ikan
penanganan ikan yang efisien di penanganan ikan yang efisien di
4 lokasi
5 lokasi
Membangun
dan Struktur pemecah gelombang Struktur pemecah gelombang
merehabilitasi breakwater
dibangun
di
satu
pusat dibangun
di
Tegal
dan
pendaratan ikan
Trenggalek
Peningkatan
produksi

kualitas Mereduksi kerugian produksi Kerugian produksi ikan di
ikan sebesar 40%
Trenggalek, Banyuwangi dan
Bengkalis berkurang antara 5%
dan 75%

Meningkatkan nilai produk Nilai produk ikan dan perikanan Nilai produk ikan dan perikanan
ikan
meningkat sebesar 20%
meningkat 12-18 kali di Tegal
dan Banyuwangi

9

Tabel III-4. Tabel hasil penguatan kemampuan masyarakat pesisir,
pemerintah yang bersangkutan
Ringkasan
Target
Memperkuat dan memperbaiki a. Penerapan
sistem
sistem informasi dan jaringan Geographic Information System
perikanan nasional
(GIS)
b. Memperkuat kemampuan 50
staf
pemerintah
untuk
menggunakan sistem informasi
perikanan, GIS, dan monitoring,
control, and surveillance (MCS)
c.
Memberikan bantuan teknis, Bantuan
teknis
untuk
pelatihan peralatan
untuk mendukung program utama
implementasi project

komunitas masyarakat, dan instansi
Evaluasi
a. Peralatan GIS dipasang di lima
Dinas Perikanan Provinsi dan lima
Dinas Perikanan Kabupaten di lima
lokasi project.
b. 89 staf dilatih GIS, dan 281 staf
dilatih MCS.

Bantuan teknis untuk mendukung
program utama

Mendirikan sistem manajemen Sistem
disediakan
untuk Sistem manajemen proyek yang
proyek
mendukung
kegiatan efektif didirikan dan berfungsi di
pengelolaan proyek
lima lokasi proyek
Peningkatan
kemampuan
instansi pemerintah daerah,
organisasi
masyarakat
setempat terkait pengelolaan
sumber daya pesisir

Peningkatan kemampuan 100
staf instansi pemerintahan; 10
organisasi masyarakat; dan 35
komunitas

Pelatihan untuk :

a. 1983
staf
di
lingkungan
Direktorat Perikanan dan dinas
perikanan provinsi dan kabupaten
b. 41 staf dari LSM
c. 43 staf dari lembaga perikanan
mendapat penddikan pascasarjana
di Thailand dan Bogor.

III.3 Implementasi Studi Kasus Lombok Timur
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat satu lokasi program Coastal Community Development
and Fisheries Resources Management Project (Co-fish) yaitu pengelolaan sumberdaya laut yang
dilakukan dengan pendekatan co-management dengan melibatkan berbagai stakeholder, yang
dihimpun dalam satu kelembagaan yang disebut KKPK (Komite Kelautan Perikanan Kabupaten)
untuk tingkat kabupaten dan KPPL (Komite Pengelolaan Perikanan Laut) di tingkat kawasan dan
desa. Selain itu, di daerah ini sebelum dijadikan lokasi Co-Fish, merupakan daerah yang telah
menerapkan community based-management. Melalui proyek ini, maka pengelolaan sumberdaya
laut dilakukan oleh suatu kelompok yang dibentuk pemerintah yaitu KPPL (Komite Pengelolaan
Perikanan Laut) di Lombok Timur-Nusa Tenggara Barat, yang anggotanya terdiri dari para
stakeholder.
III.3.1 Stakeholder yang terlibat dalam program Co-Fish Lombok Timur
Stakeholder yang dimaksud dalam hal ini adalah beberapa pihak yang berkepentingan
terhadap pengelolaan dan pemanfaatan termasuk kelestarian sumberdaya laut di wilayah
Kabupaten Lombok Timur, baik secara langsung maupun tidak langsung. Stakeholder yang secara
langsung dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya laut khususnya sumber daya
perikanan adalah nelayan, sedangkan stakeholder yang tidak secara langsung adalah pedagang
ikan, pengolah/industri perikanan, lembaga pemerintah dan beberapa jenis kelembagaan yang
lain seperti KUD serta perguruan tinggi danLSM. Pemerintah daerah dalam hal ini mulai dari
tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, termasuk Dinas Kelautan dan Perikanantingkat
10

kabupaten dan provinsi hingga tingkat pusat (Departemen Kelautan danPerikanan).
III.3.2 Tenaga Pendamping Co-Fish di Lombok Timur
Dalam hampir seluruh kegiatan Co-fish juga didukung oleh tenaga pendamping, baik dari
tim proyek(Bagian proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan/BP2MP2SP) maupun dari LSM dan perguruan tinggi (Fakultas Perikanan Universitas
Gunung Rinjani, Universitas 45 Mataram). LSM yang dilibatkan dalam kegiatan Co-fish di
Kabupaten Lombok Timur antara lain Yayasan Laut Biru di Mataram, Yayasan Sumberdaya Dan
Lingkungan Untuk Pelestarian Pembangunan (YSLPP) di LombokBarat, dan Lembaga Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya (LP2SD)diLombokTimur(Selong).
III.3.3 Kegiatan Pengelolaan Co-Fish di Lombok Timur
Kegiatan pengelolaan sumberdaya laut yang telah dilakukan dalam proyek Co-fish di
Kabupaten Lombok Timur terdiri dari 4 (empat) paket kegiatan yaitu:
1. Kegiatan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati, meliputi:
• kampanye aneka ragam hayati perikanan melalui berbagai media;
• mengembangkan kawasan suaka;
• pengamanan kawasan perikanan;
• mereklamasi mangrove dan terumbu karang;
• pelatihan pengawasan dan pengendalian berbasis patisipasi masyarakat;
• pelatihan pengelolaan masyarakat;
• pelatihan pengelolaan sumberdaya ikan bagi KPPL (Komite Pengelolaan Perikanan Laut);
• Komite Penasehat Perikanan Lokal (FLAC); dan
• pendampingan LSM untuk pengelolaan keanekaragaman hayati perikanan.
2. Perbaikan Lingkungan dan Pusat Pendaratan Ikan (Enviromental Improvement and Fish
Landing Centres/IFLC)
3. Pengembangan Usaha Ekonomi
Termasuk
dalam komponen pengembangan masyarakat dan pengentasan Kemiskinan
(community Develoment & poverty reduction/CDPR). Kegiatanya meliputi:
• pengembangan budidaya perikanan
• Pelatihan kelompok usaha dan budidaya
• Kredit dan usaha mikro
• pelatihan keterampilan perbaikan kapal
• Pendampingan KUB dalam mengelola usaha
4. Penguatan Kelembagaan (InstitutionalStrengthening / IS)
5. Terdiri dari berbagai kegiatan untuk meningkatkan kemampuan institusi internal dan eksternal
(KPPL, KUB, LKMP dan sejenisnya)
III.3.4 Kegiatan Pengelolaan
Kegiatan pengelolaan yang dilakukan bermacam-macam, antara lain berupa pengelolaan
wilayah dan sumberdaya seperti suaka perikanan, kawasan onservasi laut, rehabilitasi hutan
mangrove dan terumbu karang, pengembangan silvofisheries yang semua ini termasuk dalam
kegiatan keanekaragaman hayati. Selain itu juga pelatihan-pelatihan dan pemberian pinjaman
dana bergulir untuk modal usaha bagi kelompok usaha bersama (KUB), serta pelatihanpelatihan kepada KPPL dalam kegiatan penguatan kelembagaan.
A.
Keanekaragaman Hayati Perikanan
Pengelolaan yang dilakukan dalam kegiatan keanekaragaman hayati perikanan ini antara
lain meliputi penataan suaka perikanan (FishSanctuary), rehabilitasi hutan mangrove dan terumbu
karang,pengembangan budidaya kepiting bakau (kepiting hijau), dan penataan kawasan
konservasi laut (Marine Protection Area disingkat MPA).
11

B.

Perbaikan Lingkungan dan Pusat Pendaratan Ikan
a. Membangun, memperluas dan merehabilitasi kapasitas pendaratan dan pemasaran ikan
b. Menambah suplai air bersih untuk meningkatkan kualitas sanitasi dan higienis pengolahan
ikan
c. Menambah kapasitas docking kapan ikan
d. Membangun rumah permanen untuk karyawan TPI dan rumah singgah nelayan
e. Membangun fasilitas pendukung kegiatan perikanan dan sosial
C.
Pengembangan Usaha Ekonomi
a. Pemberian pelatihan keterampilan usaha (manajerial dan penguasaan teknologi) juga
pemberian kemudahan akses modal, informasi pasar untuk memudahkan pemasaran hasil,
kepada KUB yang telah terbentuk.
b. Pelatihan penguasaan teknologi yang diberikan kepada KUB antara lain teknik diberikan
kepada KUB antara lain teknik lobster, rumput laut, kepiting bakau, teknik penangkapan dan
pengolahan (pemindangan ikan dan pembuatan terasi udang secara higienis)
c. LKMP (Lembaga Keuangan Masyarakat Pantai), yaitu pelatihan mengenai pengelolaan
keuangan. Pelatihan ini diberikan agar pengurus/pengelola LKMP lebih profesional, serta
ada keseragaman administrasi antara LKMP-LKMP yang tersebar di wilayah binaan Co-fish
sehingga memudahkan dalam mengevaluasi, monitoring dan auditing.
d. memberikan bantuan modal usaha berupa pinjaman dana bergulir untuk usaha budidaya
ikan kerapu dengan teknik Keramba Jaring Apung (KJA) yang diberikan dalam bentuk barang
(peralatan/keramba, benih dan pakan).
D.
Penguatan Kelembagaan
Terbentuk lembaga masyarakat yang disebut KPPL, yaitu Komite Pengelolaan Perikanan Laut
di tingkat desa. Keberadaan KPPL Kawasan yang anggotanya adalah warga masyarakat yang
terkait (stakeholder) dari beberapa desa disekitar kawasan, Menambah suplai air bersih untuk
meningkatkan kualitas sanitasi dan higienis pengolahan ikan. Mengenai komite pengelolaan
perikanan laut ini, selain ditingkat desa juga dibentuk pada tingkat kabupaten, yang disebut KKPK (
Komite Kelautan Perikanan Kabupaten). Dalam upaya peningkatan pengetahuan masyarakat yang
terwakili oleh KUB, KPPL pengenalan bahan pengelolaan perikanan, pengenalan bahan
sumberdaya laut, sistem MCS (Monitoring, Control and Surveilace), Co-fish telah memfasilitasi
pembentukan kelompok usaha bersama (KUB) bagi rumah tangga perikanan (RTP), termasuk KUB
untuk wanita nelayan. dan KPPK diberikan pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan
sumberdaya perikanan laut. Materi pelatihan antara lain aspek hukum pengelolaan perikanan.
III.3.5 Aturan Pengelolaan
Peraturan yang dibuat untuk mengatur atau melaksanakan segalasesuatu di Kabupaten
Lombok Timur khususnya dan di Nusa Tenggara Barat pada umumnya disebut dengan awig-awig.
Awig-awig pengelolaan kawasan teluk pada mulanya. Awig-awig yang ada adalah awig-awig desa,
yaitu desa-desa yang berada di pesisir teluk, seperti misalnya desa Batunampar yang berada di
pesisir Teluk Ekas, desa Tanjung Luar di pesisir Teluk Jukung. Awig-awig desa yang ada pun pada
mulanya tidak secara khusus mengatur wilayah laut, tetapi mengatur tata tertib didarat dan
itupun merupakan peraturan yang tidak tertulis. Akan tetapi setelah ada permasalahan di laut,
yaitu konflik antar nelayan yang disebabkan oleh pengoperasian alat tangkap yang dilarang oleh
masyarakat setempat, baru kemudian dibuat awig-awig yang mengatur wilayah laut dan secara
tertulis. Seperti misalnya yang dikemukakan seorang informan di desa Tanjung Luar, pada tahun
1994 dikawasan Teluk Jukung khususnya yang masuk perairan Desa Tanjung Luar terjadi konflik
antar nelayan tradisional (nelayan setempat)dengan nelayan purse-seine (nelayan dari luar desa).

12

III.4 Analisis dan Pembahasan
III.4.1 Analisis dan Evaluasi Proyek
Proyek ini merupakan proyek pengelolaan sumber daya pesisir pertama di Indonesia yang
memperkenalkan konsep partisipasi masyarakat berkolaborasi denganpara pemangku
kepentingan dalam pengelolaan sumber daya, termasuk untuk kegiatan pemantauan dan
pengawasannya. Organisasi masyarakat menjadi motor penggerak utama dalam keberhasilan
proyek, sehingga persiapan sosial dan peningkatan kapasitas masyarakat menjadi langkah awal
dalam pelaksanaan proyek. Edukasi terhadap kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sumber
daya harus secara rutin diberikan , dan juga perlu adanya dukungan dari pemerintah daerah
setempat
Secara keseluruhan proyek kegiatan yang telah dilaksanakan ini dinilai sangat relevan ,
pada saat perencanaan dan implementasi dilapangan. Proyek ini dirancang untuk mengatasi
semakin menipisnya sumber daya perikanan pesisir dan kemiskinan yang semakin meluas sehingga
menimbulkan kerugian pada level sosial masyarakat. Masalah masalah ini saling berkaitan dan
harus ditangani secara bersamaan untuk memutus lingkaran setan dari degradasi lingkungan dan
kemiskiman.
Dari hasil implementasi program menemukan bahwa pendekatan secara terpadu dan
partisipatif, serta pelibatan kelembagaan pengelolaan konservasi dan pengelolaan pesisir menjadi
penentu dalam kesuksesan pelaksanaan proyek. Strategi untuk mengurangi tingkat kemiskinan di
wilayah proyek sudah sesuai, yaitu dengan menggabungkan:
a) strategi jangka pendek berupa pelatihan yang diberikan kepada masyarakat pesisir untuk
mencari alternatif dalam pengolahan sumber daya laut, sehingga masyarakat pesisir tidak akan
cepat menghabiskan sumber daya perikanan; dan
b) strategi jangka panjang berupa rehabilitasi yang telah dilaksanakan untuk kawasan mangrove,
terumbu karang, dan edukasi terhadap pencegahan praktik penangkapan ikan secara merusak.
Proyek kerjasama ini dinilai telah memberikan dampak positif terhadap lingkungan dengan
adanya kegiatan pengelolaan sumber daya, rehabilitasi, pengawasan, dan pemantauan yang
diberikan kepada masyarakat pesisir. Proyek ini telah berhasil menunjukkan dampak positif
seperti:
a) mengurangi kegiatan penangkapan ikan yang merusak;
b) meningkatnya tutupan hutan mangrove;
c) peningkatan karang hidup dan terumbu buatan, tempat perlindungan ikan, dan pangkalan
pendaratan ikan;
d) peningkatan tingkat tangkapan ikan dan jumlah spesies ikan yang tertangkap; dan
e) memperbaiki sanitasi dan kebersihan di pangkalan pendaratan ikan.Proyek ini juga telah
berhasil meningkatkan kemampuan masyarakat pesisir untuk melindungi sumber daya mereka
sendiri melalui pengelolaan sumber daya pesisir yang baik, pemantauan dan pengawasan
terhadap sumber daya perikanan, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk kegiatan
mata pencaharian alternative dengan pemberian kemudahan akses kredit mikro.
III.4.2 Pembelajaran
Pembelajaran utama dari proyek ini adalah pentingnya keterlibatan masyarakat dan
pemberdayaan dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Pemantauan dan pengawasan sumber
daya perikanan tidak dapat dicapai melalui tindakan pemerintah tanpa dukungan dan partisipasi
masyarakat. Dalam kegiatan yang membutuhkan keterlibatan partisipasimasyarakat, maka
diperlukan persiapan sosial pada saat dimulainya proyek dan pengembangan kapasitas kepada
masyarakat diperlukan secara berkelanjutan dengan pendampingan secara rutin setelah proyek
berakhir.
13

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1 Kesimpulan
Secara keseluruhan proyek kegiatan yang telah dilaksanakan ini dinilai sangat relevan , pada
saat perencanaan dan implementasi dilapangan. Dari hasil implementasi program menemukan bahwa
pendekatan secara terpadu dan partisipatif, serta pelibatan kelembagaan pengelolaan konservasi dan
pengelolaan pesisir menjadi penentu dalam kesuksesan pelaksanaan proyek. Strategi untuk
mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah proyek sudah sesuai. Proyek kerjasama ini dinilai telah
memberikan dampak positif terhadap lingkungan dengan adanya kegiatan pengelolaan sumber daya,
rehabilitasi, pengawasan, dan pemantauan yang diberikan kepada masyarakat pesisir. Proyek ini telah
berhasil menunjukkan dampak positif seperti: mengurangi kegiatan penangkapan ikan yang merusak;
meningkatnya tutupan hutan mangrove; peningkatan karang hidup dan terumbu buatan, tempat
perlindungan ikan, dan pangkalan pendaratan ikan; peningkatan tingkat tangkapan ikan dan jumlah
spesies ikan yang tertangkap; dan memperbaiki sanitasi dan kebersihan di pangkalan pendaratan
ikan.Proyek ini juga telah berhasil meningkatkan kemampuan masyarakat pesisir untuk melindungi
sumber daya mereka sendiri melalui pengelolaan sumber daya pesisir yang baik, pemantauan dan
pengawasan terhadap sumber daya perikanan, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk kegiatan
mata pencaharian alternative dengan pemberian kemudahan akses kredit mikro.
IV.2 Saran
Pada pelaksanaan proyek, alternatif pelatihan pengembangan produk terkait sumber daya
perikanan masih kurang. Hal ini diakibatkan, karena kurangnya kegiatan sumber daya alternatif yang
dapat dikembangkan, dan juga kurangnya pengalaman staf pendamping yang berpengalaman dibidang
perikanan. Program pengelolaan sumber daya pesisir berbasis masyarakat perlu direplikasi di tempat
lain.

14

DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank. (1997). [Asian Development Bank environmental pamphlet publications]. Manila: Asian
Development Bank.

15