ALIRAN ALIRAN DALAM HUKUM ISLAM

A. PENDAHULUAN

Berawal dari peristiwa wafatnya Rasulullah SAW pada tahun 623 H. 1 umat Islam pada waktu itu masih sangat terbatas dan sedikit jumlahnya. Mereka terdiri dari masyarakat semenanjung

Arabia, terutama dari kota Mekkah dan Madinah. Masalah krusial yang mereka hadapi ketika itu adalah siapa yang akan menggantikan Rasulullah sebagai pemimpin agama dan kepala negara, sementara al-Quran tidak memberikan petunjuk tentang hal itu. Tidak ada pesan Nabi tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai kepala negara. Kondisi ini telah membuat umat Islam kehilangan pemimpin yang dapat menyelesaikan segala persoalan yang mereka hadapi. Adapun Rasulullah sendiri semasa hidupnya tidak pernah menyinggung apalagi menunjuk seseorang untuk menggantikan kedudukan Rasul bila kelak dikemudian hari telah wafat. Kondisi ini menimbulkan dua teka teki besar yang ikut andil dalam mengantarkan umat Islam ke dalam rentangan sejarah yang tak berujung.

Persoalan pertama adalah siapa yang akan menggantikan kepemimpinan Rasulullah. Persoalan kedua adalah bagaimanakah teknis atau cara memilih pemimpin atau kepala nagara. Ini artinya, suksesi kepemimpinan pasca wafatnya rasulullah telah menjebak umat

1 Rasulullah pada periode Madinah tidak hanya berfungsi sebagai Nabi, akan tetapi sekaligus berfungsi sebagi kepala negara. Hal ini dicermati pada Muhammad S.Elwa, On The Political System of Islam, 1983, hlm.

33-34

Islam berada dalam ruang pertikaian dan perbedaan. Sejarah telah mencatat, bahwa suksesi kepemimpinan atau pertarungan politik ini, 2 telah menjadi cikal bakal atau telah membidani

lahirnya aliran atau mazhab, yang bermuara kepada persoalan teologi, yang pada gilirannya juga telah ikut menggiring pada munculnya aliran-aliran dalam bidang hukum.

B. PEMBAHASAN

1. Sejarah timbulnya mazhab hukum

Perkataan mazhab berarti jalan yang dilalui atau jalan yang ditempuh. 3 Dapat juga berarti pokok-pokok pikiran yang diikuti, seperti perkataan Imam asy- Syafi‟i; ه ف ث ح ا حص ا ا

Wahbah az-zuhaily 4 dalam kitabnya Fiqh Islamy wa adillatuhu, menjelaskan bahwa mazhab adalah hukum-hukum yang terdiri atas kumpulan permasalahan. Dengan kata lain, mazhab

diartikan dengan jalan yang mengantarkan seseorang kepada suatu tujuan tertentu pada kehidupan dunia, begitu juga dengan hukum-hukum dapat mengantarkan seseorang kepada satu tujuan di akhirat.

Ketika dilakukan penelusuran terhadap al-Quran dan Sunnah, tidak ditemukan satu perkataan pun yang memberikan petunjuk atau isyarat akan adanya istilah mazhab, tidak ditemukan suatu ungkapan yang mengisyaratkan bahwa mazhab tersebut ada dalam ajaran Islam. Demikian juga pada Rasulullah SAW, yang tidak mengajarkan adanya pengkultusan suatu pendapat. Semua umat Islam adalah satu, satu pendapat, yaitu mengikuti pendapat dan ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Tidak jauh berbeda dengan Rasulullah, para sahabat pun tidak mengenal adanya mazhab, meskipun di antara mereka ada yang ahli dalam berijtihad, seperti Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khatab, Ustman bi n „Affan, Ali bin muthalib, dan lain-lainnya. Bahkan Rasulullah Saw menegaskan agar umat Islam mengikuti Abu Bakar dan Umar bin Khatab dalam sebuah sabdaNya;

Artinya: Ikutilah olehmu sekalian dua orang sesudahku, yaitu Abu Bakar dan Umar ibn Khathab.

2 Syi,ah beranggapan bahwa khalifah harus dari keturunan Fathimah, sedangkan ahl al-Sunnah berpendapat bahwa khalifah tidak harus dari keturunan Fathimah. Adapun khawarij memperbolehkan khalifah

lebih dari satu. Diadaptasi dari, Muhammad al-Khudhari,Alih bahasa, Pakih Sati, Taryikh al- Tasyri’ al- Islamy.(Bandung:Nuansa Aulia)hlm.149-150

3 Wahbah az-Zuhaily, Fiqh Islam wa Adillatuhu, alih bahasa, Abd Hayye al Kattani,( Kuala Lumpur:Dar alfikri,2011) hlm.39

4 Wahbah az-Zuhaily, ibid,

Pada kesempatan yang lain, Rasulullah memerintahkan umatnya untuk mengikuti khalifah yang empat, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khathab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Untuk maksud ini, Rasulullah bersabda;

ع ى ا ش ا ءاف ا ة س ث س ع " Artinya; Hendaklah kamu sekalian mengikuti Sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. (HR. Ahmad dan Turmuzi).

Munculnya istilah mazhab berawal pada zaman sahabat Rasulullah. Umpamanya adalah pada masa itu ada mazhab Aisyah, mazhab Abdullah bin Umar, mazhab Abdullah bin

Mas‟ud, dan lain-lainnya. 5 Suksesi pemerintahan, pasca wafatnya Rasulullah SAW. menggiring para sahabat terjebak dalam ranah politik (siapa yang layak menjadi kepala

Negara), dan ranah teologi ( apakah akal dapat mengetahui wahyu, dan bagaimanakah hubungan akal dengan wahyu),dan bahkan lebih jauh dari itu, umat Islam mulai merumuskan metode penggalian hukum (dalam persoalan fikih dan Ushul Fikih). Tren ini berkembang seiring dengan berkembang dan meluasnya pemerintahan Islam. Dengan demikian, suksesi pemerintahan juga telah ikut ambil bagian dalam sejarah pembentukan dan perkembangan hukum Islam. Keadaan ini telah membentuk tiga aliran atau mazhab besar dalam Hukum Islam, yaitu mazhab Ahl Al- Sunnah, Mazhab Syi‟ah, dan Mazhab Khawarij.

a. Mazhab Ahl al-Sunnah

Ketika pemerintahan dipegang oleh Bani Umayyah, para sahabat banyak yang pergi meninggalkan kota Madinah, menuju kota-kota yang baru dibangun seperti Kufah, Mekkah, Basrah, Mesir dan Syam. Di ibu kota tersebut mereka mengajarkan fikih, meriwayatkan hadist, dan mengembangkan ajaran agama. Umat Islam di daerah tersebut pun berlomba- lomba untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama berupa fikih dan Hadist, sehingga banyak melahirkan generasi yang mumpuni. Di antara mereka adalah Sa‟id ibnu Musayyab (13 H- 94 H), Ibrahim An-Nakhai (46 H- 96 H), Amir ibn Surahbi (19 H- 103 H)l, Thaus ibn Kaisan al-Yamani (W 106 H), Al-Hasan ibn Jasar al- Bhisr i (W 11 H), dan Atha‟ ibn Abi Rabah (27 H-11 H). 6

5 Wahbah az-Zuhaily,op.cit. 6 Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Islamy,(Maktabah wa Mathbaah Muhammad Ali Shobih wa auladuhu),

hlm.72-73

Pada periode ini, fikih mulai dipandang sebagai ilmu yang berdiri sendiri, dan para ulama pun mulai saling berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang lebih dominan dalam menggunakan wahyu di samping akal atau rakyi. Sebahagiannya lagi mereka lebih dominan menggunakan rakyi atau logika ketimbang wahyu. Untuk itu, para ulama fikih pada masa ini

terbagi kepada dua golongan, yaitu; golongan Ahlur Rakyi dan golongan Ahlul Hadist. 7

1) Ahlul Hadist

Ulama golongan ini, dalam menyelesaikan persoalan fikih, lebih mengkedepankan atau lebih dominan menggunakan hadist ketimbang akal atau rakyi. Karenanya mereka menjauhi penggunaan rakyi dan baru akan menggunakannya bila dalam keadaan yang sangat mendesak. Untuk itu kegiatan mereka banyak dicurahkan untuk menghafal hadist-hadust dan fatwa para shahabat. Aliran ini berkembang di daerah Hejaz. Di antara tokohnya adalah; Sa‟id ibn Musayyab (W 94 H), Amir bin Syurahel asy-Sya‟by (W 104 H), dan lain-lain.

Adapun faktor penyebab aliran ini berkembang di Hejaz adalah;

1) Pengahruh dari para sahabt yang mengajarkan fikih di hejaz, yang notabene sebagai alul hadist. Umpamanya „Abdullah ibn Abbbas, „Abdullah ibn Umar.

2) Banyaknya jumlah sahabat yang berdomisili di daerah Hejaz, serta merta Sunnah dan fatwa sahabat beredar dengan jumlah yang besar.

3) Di daerah Hejaz, jarang sekali terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak di dapati hukumnya di dalam al-Quran dan Hadist, serta fatwa-fatwa sahabat , dikarenakan kehidupan masyarakat Hejaz pada saat itu hampir tidak berbeda dengan masa sebelumnya.

2) Ahlul Rakyi

Kelompok yang berorientasi kepada rakyu (pendapat akal) dalam menetapkan hukum dan meneliti berbagai mashlahat untuk dijadikan landasan hukum. Aliran ini muncul disebabkan oleh karena sedikitnya jumlah hadis yang beredar di tempat fuqaha berada. Keadaan ini mendorong mereka untuk meneliti dan mengkaji secara mendalam maksud-

maksud syara‟ dalam menetapkan hukum. Aliran ini berkembang di daerah Irak. Adapun tokohnya yang termasyhur adalah; Al-Qamah bin Qeys (W. 62 H), Ibrahim bin Yazid an-

Nakha‟I (W. 95H).

7 Lihat Moh. Ali as-Sayis,h.72. Lihat juga Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, alih bahasa.Drs. Moh Said dkk.(Clarendom Pres.1`977).hlm.40-50

Adapun faktor penyebab aliran ini berkembang di Irak adalah:

1) Pengaruh dari sahabat yang pertama mengajarkan fikih, umpamanya Abdullah bin Mas‟ud, yang notabene bercorak rakyi.

2) Sedikitnya jumlah hadist dan fatwa sahabat yang beredar di Irak.

3) Banyaknya persoalan fikih yang muncul di daerah Irak.

4) Daerak Irak merupakan pusat kegiatan politik, dan daerah tempat berkembangnya aliran Khawarij dan Syi‟ah, yang memicu munculnya hadist-hadist palsu

Pada pemerintahan Bani Abbasiyah, lahirlah imam-imam mujtahid yang professional dari golongan Ahlul Hadist dan Ahlur Rakyi. Di antaranya yang popular dan masih eksis sampai sekarang adalah Mazhab Hanafy, Mazhab Malik, Mazhab asy- Syafi‟I, Mazhab Hanbali, dan mazhab Zhahiry. 8

b. Mazhab Hanafi

Mazhab ini dibangun oleh Imam Abu Hanifah, merupakan ulama besar yang telah mewarnai dunia dengan khazanah ilmu pengetahuan, terutama di bidang ilmu fiqih. Keluasan ilmu, pengalaman, kezuhudan, keberanian seolah menyatu dalam diri sang Imam. Nama asli dari Imam Hanafi adalah Abu Hanifah Nu ‟man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Kufah pada tahun

80 Hijriah (699 M). 9 Pada masa remajanya, beliau telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu, walaupun beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau menjauhi hidup.

Di samping menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadits, Bahasa Arab dan ilmu hikmah. Imam Hanafi adalah seorang hamba Allah yang bertakwa dan soleh, seluruh waktunya lebih banyak diisi dengan amal ibadah. Jika beliau berdoa matanya bercucuran air mata demi mengharapkan keridhaan Allah SWT

Gubernur di Iraq pada waktu itu adalah Yazid bin Hurairah Al-Fazzari. Pada suatu ketika Imam Hanafi akan diangkat menjadi ketua urusan Baitul mal, tetapi pengangkatan itu ditolaknya. Ia tidak mau menerima kedudukan tinggi tersebut. Sampai berulang kali Gabenor Yazid menawarkan pangkat itu kepadanya, namun tetap ditolaknya.

Pada saat yang lain Yazid menawarkan pangkat Hakim tetapi imam Hanafi juga menolaknya. Oleh kerana itu ia diselidiki dan diancam akan dihukum dengan hukum dera.

8 Lihat Joseph Schacht.hlm.51-112. Lihat juga, Moh Ali as-Sayis. hlm.91- . Lihat juga Dr. Sya’ ah Muhammad

Athwaruhu,(Mesir:Maktabah an- Nadhah,934).hlm.212-348

Ismail.Al- Tasyri’a

9 Lihat al-Syekh Muhammad al-Khudary , Tarekh al- Tasyri’al-Islamy, (Indonesia dar al-Kutub l- Arabiyah, 1998)hlm.229

Ketika Imam Hanafi mendengar kata ancaman hukum dera itu Imam Hanafi menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku

akan dibunuh oleh pihak kerajaan.” Demikian beraninya Imam Hanafi dalam menegakkan pendirian hidupnya

Akhirnya Imam Hanafi ditangkap oleh gubernur dan dimasukkan ke dalam penjara selama dua minggu dan lima belas hari kemudian baru dipukul sebanyak 14 kali pukulan, setelah itu baru dibebaskan. Beberapa hari sesudah itu gubernur menawarkan menjadi kadi, juga ditolaknya. Kemudian ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman dera sebanyak 110 kali. Namun demikian Imam Hanafi tetap dengan pendiriannya hingga ia dilepaskan kembali.

Imam Hanafi menolak semua tawaran yang diberikan oleh Kerajaan Daulah Umayyah dan Abbasiyah adalah karena beliau tidak sesuai dengan corak pemerintahan yang mereka kendalikan. Oleh sebab itu mereka berusaha mengajak Imam Hanafi untuk bekerjasama mengikut gerak langkah mereka, dan akhirnya mereka siksa hingga meninggal pada usia 70 tahun.

Madzab Hanafi disebarluaskan oleh murid-murid beliau dan fatwa-fatwa beliau dituliskan dalam kitab-kitab fikih oleh para muridnya sehingga tersebar luas dan dikenal sebagai salah satu madzab yang empat. Di antara murid beliau yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al- Shaibani, yang merupakan guru dari Imam Syafi‟i.

Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam Hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al „Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar . Dalam menetapkan hukum, Imam Hanafi menggunakan metode

berdasarkan Al Quran, Sunnah Rasul, Fatwa sahabat, Qiyas, Istihsan, Ijma‟ dan „Urf. Sedangkan 'Urf maksudnya adalah adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah

tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat. 10

c. Mazhab Malik

Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik, merupakan salah satu imam ahli fikih yang masyhur dan termasuk dari 4 Imam Madzhab. Keluasan ilmu, kedermawanan, keshalehan pada diri beliau banyak dituliskan dalam kitab-kitab sejarah Islam. Profil biografi imam malik penuh dengan semangat mencari ilmu yang akan kita bahas secara ringkas dalam artikel ini.

10 Lihat Moh. Ali as-Sayis h.94 lihat juga Syekh Muhammad al-Khudhary, hlm.231

Imam malik dilahirkan di kota Madinah al Munawwarah pada tahun 93 H, dengan nama lengkapnya Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin al-Haris bin

Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah. 11 Imam Malik menerima hadist dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi‟in dan 600

dari tabi‟i tabi‟in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu‟man al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi‟, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa‟id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzaifah as Sahmi al Anshari.

Guru Imam Malik diantaranya adalah Nafi‟ bin Abi Nu‟aim, Nafi‟ al Muqbiri, Na‟imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar,

dan lain-lain. Sedangkan murid- murid beliau diantaranya adalah Ibnul Mubarak, Imam Syafi‟i, Al Qathan, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qasim, Al Qa ‟nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa‟id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush‟ab, Al Auza‟i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Abu Hudzaifah as Sahmi, Az Zubairi, dan lain-lain.

Ahmad bin Hanbal berkata: "Jika engkau melihat seseorang yang membenci imam malik, maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah". Seseorang bertanya kepada Imam Syafi'i "apakah anda menemukan seseorang yang (alim) seperti imam malik?" as- Syafi'i menjawab "aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang (alim) seperti Malik, maka bagaimana kami (orang sekarang) menemui yang seperti Malik?"

Al Muwaththa' merupakan kitab yang disusun oleh Imam Malik, yang beliau susun selama 40 tahun, dan telah ditunjukan kepada 70 ahli fiqh kota Madinah. Kitab Al Muwaththa‟ berisi 100.000 hadits, yang diriwayatkan oleh lebih dari seribu orang dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.

Kitab Al-Muwaththa berisikan hadits-hadits serta pendapat para sahabat dan ulama- ulama tabiin yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Imam Malik menyeleksi dari 100.000 hadits yang beliau hafal, kemudian hanya 10.000 saja yang diakui sah dan dari 10.000 hadits tersebut, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih oleh beliau setelah diteliti dengan seksama.

11 Syekh Muhammad al-Khudhary,op.cit.hlm.239

Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat. Sebagian meriwayatkan imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H pada usia 87 tahun.

Adapun metode istimbat hukum mazhab Maliki adalah al-Kuran, Sunnah, Ijmak ahli Madinah, Qiyas, Istishlah atau al-mashalih al-Murshalah.

d. Mazhab Syafi'i

Mazhab ini didirikan oleh Imam asy- 12 Syafi‟i merupakan ulama besar yang memiliki pengetahuan yang mendalam di berbagai disiplin ilmu terutama di bidang fiqh. Termasyhur

bukan hanya karena kejeniusannya tapi juga karena sifat dermawan, wara ‟ dan kezuhudan beliau.

Imam Syafi'i lahir di Ghaza, Palestina pada tahun 150 H, Imam Syafi'i merupakan keturunan dari al-Muththalib, jadi dia termasuk ke dalam Bani Muththalib dan nasabnya bertemu Rasulullah di Abdul Manaf.

Perjalanan hidup Imam Syafi'i dimulai sejak wafat ayahnya, sang ibu membawanya ke Mekah. Sejak kecil Imam Syafi‟i cepat menghafal syair, pandai Bahasa Arab dan sastra. Kemudian beliau berguru fiqh kepada Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwa ketika masih berusia 15 tahun. Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, Muhammad bin A li bin Syafi‟, Sufyan bin Uyainah, Abdurrahman bin Abi Bakr Al- Mulaiki, Sa‟id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia belajar kitab Muwattha‟ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Imam Syafi‟i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Ulama‟ Yaman yang didatangi oleh beliau ialah

Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, beliau meneruskan ke kota Baghdad, Iraq dan di kota ini beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al- Hasan, Isma‟il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.

12 Nama lengkapnya Abu Abdillahf Muhammad bin Idris al- Syafi’i. Al-Syafi’I adalah urid dari I a A u Hanifah dan Imam Malik. Dengan belajar kepada dua tokoh ini asy- Syafi’I e jadi le ih se pur a

keilmuannya, terutama dalam bidang Fikih. Lihat Ahmad Syailabi.op.cit hlm.154

Salah satu ka rangannya adalah “Al-Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi‟i adalah seorang mujtahid

mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Ia mampu memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. Pertem uan Imam Syafi‟i dengan Imam Ahmad bin Hanbal terjadi di Mekah pada tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi‟i banyak

belajar tentang ilmu fiqh, ushul madzhab, penjelasan nasikh dan mansukh. Di Baghdad, Imam Syafi‟i menulis madzhab lamanya. Kemudian beliau pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru. 13 Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab

204 H. Adapun metode penetapan hukum mazhab asy- Syafi‟I adalah al-Quran, Sunnah, Ijmak, Fatwa sahabat yang disepakati, fatwa sahabat yang diperseliesihkan, Qiyas dan Istidlal.

e. Mazhab Ahmad bin Hambal

Mazhab Ahmad bin Hanbal di bangun oleh Imam Ahmad ibn Hanbal (164

H) 14 .Riwayat tentang sejarah kehidupan Imam Ahmad bin Hambal banyak ditulis oleh banyak 'ulama di berbagai kitab mereka. Keutamaan ilmu, kekuatan hafalan dan akhlak

beliau menyinari perjuangan Islam di sepanjang sejarah. Profil biografi Imam Ahmad bin Hambal merupakan mutiara pelajaran besar yang dapat kita ambil hikmahnya.

Nama lengkap Imam Ahmad bin Hambal adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Beliau lahir pada bulan Rabi‟ul Awwal tahun 164 Hijriyah di Baghdad. Imam Ahmad bin Hambal menghafal Al Qur‟an pada usia 15

tahun, beliau juga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Imam Ahmad bin Hambal mempunyai hafalan yang kuat, bahkan beliau hafal satu juta hadits. Banyak pujian dari para ulama terhadap Imam Ahmad bin Hambal, seperti yang dikatakan Imam Asy- Syafi‟i bahwa “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Fiqih, bahasa, Al Qur‟an, kefaqiran, kezuhudan, wara‟ dan Sunnah”.Kezuhudan beliau pun sangat terkenal, seperti yang diceritakan oleh Al Maimuni bahwa rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil. Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya.

13 Perbedaan dua qaul (pendapat) ini disebabkan oleh fakta-fakta baru yang ditemukan oleh asy- Syafi’I ketika melakukan penelitian, sehingga tidak pelak lagi kalau dia melakukan revisi ulang terhadap pendapatnya

yang lama. Di samping itu, perbedaan ini juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang ada baik di daerah Mesir maupun Iraq, dan juga lebih karena tingkat kebutuhan masyarakat Mesir maupun Iraq. Lihat Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam,(Semarang:Pustaka Rizki Putra,2001),hlm.88-91

14 Lihat Muhammad Hasbi ash Shiddieqy,ibid..h.91-92. Lihat juga Syeckh Muhammad al-Khudhary,op.cit. hlm.263-264

Sifat tawadhu' seolah telah melekat pada diri beliau, sehingga banyak riwayat yang menceritakan ketawadu'an beliau. Yahya bin Ma‟in berkata, “Saya tidak pernah melihat

orang yang seperti Imam Ahmad bin Hanbal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikit pun kebaikan yang ada padanya kepada kami”. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”.

Ada kisah lain tentang sifat tawadhu'nya, bahwa beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu

kepada Islam?” lalu beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”

Guru-guru Imam Ahmad bin Hambal jumlahnya lebih dari 280 ulama yang berasal dari berbagai tempat seperti Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan lainnya. Guru beliau

diantaranya Ismail bin Ja‟far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As- Sulami, Imam Syafi‟i, Waki‟ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin „Uyainah, Abdurrazaq, Ibrahim bin Ma‟qil. 15

Murid Ahmad bin Hambal banyak dari kalangan 'ulama besar di antaranya Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Asy- Syafi‟i, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal, Hambal bin Ishaq dan lainnya.

Kitab beliau sangat banyak, di antaranya adalah Kitab Al Musnad yang berisi lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits, Az- Zuhud, Fadhail Ahlil Bait, Jawabatul Qur‟an, Al Imaan, Ar- Radd „alal Jahmiyyah, Al Asyribah dan Al Faraidh.

Setelah menderita sakit selama 9 hari, Imam Ahmad bin Hambal menghembuskan nafas terakhirnya pada umur 77 tahun. Pada saat itu pagi hari Jum‟at tanggal 12 Rabi‟ul

Awwal 241 H, jenazah beliau dimakamkan.

Adapun sandaran hukum mazhab Hanbali adalah; 16

a. An-Nushus. Ia memberikan fatwa berdasarkan nash, sebagai rujukan utama.

b. Fatwa sahabat. Ketika tidak ditemukan nash, maka imam Ahmad merujuk kapada fatwa sahabat, sebatas ia tidak mengetahui bahwa fatwa tersebut ada yang menentangnya atau masih dalam perselisihan.

15 Lihat Muhammad Ali as-Sayis, op.cit..hlm.107-108 16 Ibid.,108-109 15 Lihat Muhammad Ali as-Sayis, op.cit..hlm.107-108 16 Ibid.,108-109

d. Hadis mursal dan dha‟if yang dianggapnya lebih kuat dari Qiyas. Penggunaan hadist mursal dan dh a‟if tersebut dipilihnya selama tidak ada dalil lain yang menentangnya, seumpama pendapat sahabat dan ijmak.Adapun hadist dha‟if yang diambilnya adalah hadist dha‟if yang tidak sampai pada derajat hasan dan shahih.

e. Qiyas. Jika keempat dalil di atas tidak dapat diterapkan, barulah dia mengambil metode qiyas.

f. Mazhab Zhahiri

Pendiri dari mazhab Zhahiry adalah Daud ibn Ali al-Ashfahaniy yang dilahirkan pada tahun 202 H. di Kufah dan wafat pada tahun 270 H di Baghdad. 17

Pada awalnya Daud Zhahiry merupakan penganut mazhab asy- Syafi‟I yang baik, termasuk ulama yang rajin mendalami dan mempelajari hadist-hadist Rasulullah. Inti dari ajaran dan paham yang berkembang dalam mazhab az-zhahiri berkisar pada persoalan hukum Islam dan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam memahami sumber tersebut. Konsekuensi logis dari pendapat tersebut adalah adanya perbedaaan pendapat dalam masalah fikihnya. Seperti telah disebutkan, Imam Daud az-Zhahiri menolak al-qias dan mengajukan al-Dalil sebagai cara memahami nash. Dalam cara mempertegas ijtihadnya, Imam Daud az-Zhahiri berkata:

“ 18 Sumber hukum pokok hanyalah al- Qur‟an, Sunnah, Ijmak.” Bagi penganut az-Zhahiri keumuman nash al- Qur‟an sudah cukup menjawab semua

tantangan dan masalah. Pendirian tersebut berdasarkan firman Allah dalam surat an-Nahl:

89: “ (dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap -tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk

17 Lihat DR. Sya’ ah Muha ad Is ail,op. it..hlm.346. Mazhab Zhahiry, merupakan satu satunya mazhab hab yang eksistensinya mengambil namanya dari suatu teori hukum. Prinsip mereka adalah menyadari,

meyakini sepenuhnya arti zhahir dari al-Quran dan Hadist, dan menolak semua yang bertentangan dengan teks nash, penggunaan opini bebas peribadi yang telah berkembang sebelum asy- Syafi’I, upu pe ggu aa analogi dan berfikir sistematis yang dipegang oleh asy-

18 Syafi’i.Lihat Joseph S ha hth, op. it.hl .85-86 Ibid,hlm.348 18 Syafi’i.Lihat Joseph S ha hth, op. it.hl .85-86 Ibid,hlm.348

Bagi Imam Daud Az-Zhahiri, makna yang digunakan dari al- Qur‟an dan sunnah adalah makna zhahir atau makna tersurat; ia tidak menggunakan makna tersirat, apalagi mencari „illat seperti yang dilakukan oleh ulama yang mengakui al-Qias sebagai cara ijtihad, seperti Imam ibn Idris al- Syafi‟i. Menurut Imam Daud az-Zhahiri, Syariat Islam tidak boleh diintervensi oleh akal.

Ulama yang mengakui al-Qias biasanya ingin mengetahui makna tersirat dari suatu ketentuan al- Qur‟an dan sunnah. Dalam rangka mengetahui dalil dibalik teks, ulama melakukan penelitian, sehingga diketaui „illat hukumnya, baik „illat yang terdapat dalam Nash secara tekstual („illat manshusah) maupun „illat yang diperoleh setelah melalui penelitian („illat mustanbathah). Bagi Imam Daud az-Zhahiri, tujuan penentuan syari‟ah adalah Ta‟abbudi (bukan ta‟aquli).

Adapaun al-dalil yang merupakan langkah-langkah ijtihad yang ditempuh oleh Imam Daud az-Zhahiri dibangun oleh Ibnu Hazm. Ad-dalil adalah suatu metode pemahaman suatu nash yang menurut ulama mazhab az-Zhahiri, pada hahikatnya tidak keluar dari nas dan atau ijmak itu sendiri. Dengan pendekatan ad-dalil dilakukan pendekatan kepada nash atau ijmak

melalui dilalah (petunjuknya) secara langsung tanpa harus mengeluarkan „illatnya terlebih dahulu. Dengan demikian, konsep ad-Dalil tidak sama dengan qias, sebab untuk melakukan

qias diperlukannya kesamaan „illat secara kasus asal dan kasus baru. Sedangkan pada ad- Dalil tidak diperlukan mengetahui „illat tersebut.

g. Mazhab Syia’h

1) Mazhab Syiah Zaidiyah

Mazhab ini dikaitkan kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin 19 , seorang mufasir , muhaddits, dan faqih di jamannya. Ia banyak menyusun buku dalam berbagai bidang ilmu.

Dalam bidang fiqih ia menyusun kitab al- Majmu‟ yang menjadi rujukan utama fiqih Zaidiyah. Namun ada di antara ulama fiqih yang menyatakan bahwa buku tersebut bukan tulisan langsung dari Imam Zaid. Namun Muhammad Yusuf Musa (ahli fiqih Mesir) menyatakan bahwa pernyataan tersebut tidak didukung oleh alasan yang kuat. Menurutnya, Imam Zaid di jamannya dikenal sebagai seorang faqih yang hidup sezaman

19 Lihat Sekh Muhammad al-Khudhary, op.cit..hlm.264 Lihat juga Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’,Sejarah Legislasi hukum Islam,(Jakarta:Amzah,2009),hlm,81-82 19 Lihat Sekh Muhammad al-Khudhary, op.cit..hlm.264 Lihat juga Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’,Sejarah Legislasi hukum Islam,(Jakarta:Amzah,2009),hlm,81-82

Para pengembang Mazhab Zaidiyah yang populer diantaranya adalah Imam al-Hadi Yahya bin Husein bin Qasim, yang kemudian dikenal sebagai pendiri Mazhab Hadawiyah. Dalam menyebarluaskan dan mengembangkan Mazhab Zaidiyah, Imam al-Hadi menulis beberapa kitab fiqih. Di antaranya Kitab al- Jami‟ fi al -Fiqh, ar-Risalah fi al-Qiyas , dan al- Ahkam fi al-Halal wa al-Haram . Setelah itu terdapat imam Ahmad bin Yahya bin Murtada yang menyusun buku al-Bahr az-Zakhkhar al- Jami‟ li Mazahib ‟Ulama‟ al -Amsar.

Pada dasarnya fiqh Mazhab Zaidiyah tidak banyak berbeda dengan fiqh ahlusunnah . Perbedaan yang bisa dilacak antara lain: ketika berwudhu tidak perlu menyapu telinga, haram memakan makanan yang disembelih non-muslim, dan haram mengawini wanita ahlul kitab. Di samping itu, mereka tidak sependapat dengan Syiah Imamiyah yang menghalalkan nikah mut‟ah. Menurut Muhammad Yusuf Musa, pemikiran fiqih Mazhab Zaidiyah lebih dekat dengan pemikiran fiqh ahlurra‟yi.

Adapun pokok-pokok pikiran dari mazhab zaidiyah ini adalah; 20 Sanad hadist yang diutamakan adalah yang berasal dari Ahlul bait, Khalifah bukanlah jabatan keturunan,

tetapi khalifah yang terbaik adalah khalifah yang diangkat dari golongan Fathimah. Melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar adalah kewajiban setiap muslim. Oleh sebab itulah dia mengangkat senjata untuk melawan Yazid pelaku dosa besar diletakkan antara kufur dan iman, yang dinamakan fasiq. Manusia mempunyai ikhtiar dan bertindak sesuai dengan kemampuannya. Para imam tidak mempunyai mukjizat.

2) Mazhab Syiah Imamiyah

Golongan Syiah Imamiah disebut juga dengan golongan itsna Asyiriah (imam yang dua belas), karena menurut mereka hanya ada dua belas imam yang wajib diikuti, yaitu; Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, Husein bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al- Baqir, Ja‟far ash-Shadiq, Musa bin Ja‟far, Ali al-Ridha bin Musa, Muhammad al-Jawad, Al-Hadi, Hasan al- 21 Asy‟Ari, dan Muhammad al-Mahdi.

Menurut Muhammad Yusuf Musa, fiqih Syiah Imamiyah lebih dekat dengan fiqih

Mazhab Syafi‟i dengan beberapa perbedaan yang mendasar. Dalam berijtihad, apabila

20 Ibid. hlm. 82 21 Ibid. lihat juga Muhammad Ali As-Sayis,op.cit,hlm.64-65 20 Ibid. hlm. 82 21 Ibid. lihat juga Muhammad Ali As-Sayis,op.cit,hlm.64-65

menetapkan hukum syara‟. Alasannya, qiyas merupakan ijtihad dengan menggunakan rasio semata. Hal ini dapat dipahami, karena penentu hukum di kalangan mereka adalah

imam, yang menurut keyakinan mereka terhindar dari kesalahan ( maksum ). Atas dasar keyakinan tersebut, mereka juga menolak ijma‟ sebagai salah satu cara dalam menetapkan hukum syara‟, kecuali ijma‟ bersama imam mereka.Untuk itu, yang menjadi pegangan pokok dalam mazhab ini adalah al-Kitab, As-Sunnhah, Ijmak, dan Aqal.

Kitab fiqh pertama yang disusun oleh imam mereka, Musa al-Kazim, diberi judul al-Halal wa al-Haram . Kemudian disusul oleh Fiqh ar-Righa yang disusun oleh Ali ar- Ridla.

Menurut Muhammad Yusuf Musa, pendiri sebenarnya fiqih Syiah adalah Abu Ja‟far Muhammad bin Hasan bin Farwaij as-Saffar al- A‟raj al-Qummi. Dasar pemikiran fiqih Syiah Imamiyah dapat dilihat dalam buku karangannya yang berjudul Basya‟ir ad -Darajat fi ‟Ulum ‟Ali Muhammad wa ma Khassahum Allah bihi. Setelah itu Mazhab Syiah Imamiyah disebarlua skan dan dikembangkan oleh Muhammad bin Ya‟qub bin Ishaq al- Kulaini melalui kitabnya, al- Kafi fi ‟ilm .

h. Mazhab Khawarij.

Kaum Khawarij menyebut diri mereka Syurah, yang berasal dari kata Yasyriy yang artinya menjual atau mengorbankan diri kepada Allah. Khawarij awalnya adalah kelompok

yang loyal terhadap Ali bin Abi Thalib namun kemudian berbalik arah, mereka kebanyakan berasal dari Orang- orang Badui yang berfikir lurus dan keras, Ali dianggap bekas pengikutnya ini telah salah, karena menghentikan peperangan, sedangkan Muawiyah adalah gubernur pemberontak terhadap pemerintahan yang syah. Dalam pandangan kelompok ini,

kedua kubu politik yang disebutkan di atas adalah salah dan sesat 22 . Khawarij juga melahirkan beberapa sekte, di antaranya Muhakkimah, Azzariqoh, Najdah, dan Ajaridah.

Adapun pemikiran fiqihnya antara lain : Khalifah tidak harus orang Quraisy, tapi siapa saja yang mampu memimpin. Berbeda dengan Sunni yang mengharuskan pemimpin dari suku Quraisy. Selain itu, orang yang

22 Muhammad Ali As-Sayis, hlm.61. Lihat juga Rasyad Hasan Khalil, hlm.80-81 22 Muhammad Ali As-Sayis, hlm.61. Lihat juga Rasyad Hasan Khalil, hlm.80-81

Amalan ibadah berupa shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya termasuk dalam hukum , sehingga iman tidak cukup dengan penetapan di dalam hati dan ikrar dilisan saja. Hukuman zina cukup dipukul 100 kali sesuai dengan ajaran Al- Qur‟an, sedang rajam adalah ajaran hadits sebagai tambahan dari Al- Qur‟an.Ayat “Banatukum” dalam ayat larangan nikah, cukup diartikan anak perempuan, jadi cucu boleh dinikahi oleh kakeknya. Selain kelompok Khawarij adalah kafir, dan kafir haram dinikahi. Yang disebut

Ghanimah adalah senjata, kuda dan perlengkapan lainnya, yang selain itu bukanlah disebut Ghanimah. Ayat “Laa Washiyata Li warisin” tidak berlaku. Sehingga ahli waris boleh mendapatkan warisan. “Radho‟ah” tidak menghalangi perkawinan sehingga saudara satu susu

boleh dinikahi. Thaharah adalah suci lahir dan bathin, konseksuensi logisnya adalah apabila ketika akan shalat atau dalam shalat berpikir sesuatu yang kotor dan membuat bathin kotor maka shalat itu batal.

Pemahaman Khawarij ini berimplikasi terhadap pemahaman fiqih. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan diantaranya adalah masalah thaharah, suci lahir dan bathin. Sebagaimana disebutkan oleh Manna Al-Qatthan, kaum Khawarij salah satu kelompok Islam yang paling ekstrim dalam melihat sesuatu, baik itu dalam iman atau kekafiran.

Khawarij hanya mengakui Al- Qur‟an sebagai satu-satunya sumber Tasyri‟ sehingga mereka tak mengakui adanya sunnah, ijma‟ atau yang lainnya. Akibatnya adalah mereka selalu menentang dan tidak sependapat ketika salah satu paham berbeda dengan Al- Qur‟an. Hal i ni terlihat ketika mereka menilai bagaimana para sahabat atau tabi‟in menggunakan sunnah dan ijma‟.

2. Fator penyebab munculnya perbedaan mazhab dalam hukum Islam

Perbedaan mazhab dalam Hukum Islam lebih disebabkan oleh kedudukan Bahasa Arab itu sendiri, yang terkadang lafaznya mengandung lebih dari satu pengertian atau makna. Adakalanya perbedaan tersebut dipicu oleh periwayatan sebuah hadist, dan cara sampainya hadist tersebut kepada mujtahid, baik dari segi kuat maupun lemahnya. Di samping itu, juga disebabkan oleh sedikit atau banyaknya dalil syara‟ yang digunakan oleh mujtahid. Atau

karena adanya pertimbangan menjaga mashlahat ,keperluan dan adat, yang senantiasa berkembang sewaktu menetapkan hukum.

Adanya tingkat perbedaan pemikiran dan akal manusia dalam memahami nash, cara menyimpulkan hukum dari dalil- dalil syara‟, kemampuan mengetahui rahasia-rahasia di balik aturan syara‟, dan juga dalam mengetahui illat hukum Syara‟, telah ikut mendorong ulama dalam ranah perbedaan. Untuk lebih jelasnya, faktor penyebab timbulnya mazhab hukum

dalam hukum Islam adalah; 23  Perbedaan Makna dalam kata-kata Bahasa Arab

Keadaan ini terjadi adakalanya karena lafat itu mujmal (tidak detail) atau musytarak (lebih dari satu makna), atau mempunyai dua maksud, yaitu umum dan khusus atau makna hakiki dan majazi, atau makna hakiki dan makna menurut adat („Urf). Kadang kala perbedaan tersebut terjadi karena lafat tersebut kadang-kadang disebut secara muthlaq (tidak dibatasi) dan kadang-kadang disebut secara muqayyad, atau perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan I‟arab.

Adapun contoh lafaz yang mempunyai makna lebih dari satu adalah lafaz “ al - Quru‟” yang mempunyai arti suci dan juga mempunyai arti haidh. Contoh yang lain adalah lafaz yang berbentuk perintah, apakah ia bermakna wajib atau sunnah saja. Demikian juga dengn lafaz yang berbentuk larangan, apakah bermakna haram atau makruh saja.

Perbedaan makna dalam kata-kata Bahasa Arab ini juga terjadi dalam lafaz murakkab umpamanya adalah firman Allah SWT. Setelah ayat tentang had qazhaf (kumnan kepada oarng yang menuduh orang lain berbuat zina). Untuk lebih jelasnya, perbedaan penggunaan makna dalam kata-kata Bahasa Arab ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1) Lafaz Muradif dan Musytaraq. Lafal Muradhif adalah lafal yang hanya mempunyai satu makna. Jumhur ulama menyatakan bahwa mendudukkan dua muradhif pada tempat yang lain diperbolehkan selama hal itu tidak dicegah oleh syara‟. Kaidah para Jumhur ulama sebagai berikut:

Artinya: Mendudukkan dua muradhif itu pada tempat yang sama itu diperbolehkan jika tidak ditetapkan oleh syara‟.

Dalam lafal ibadah seperti takbir shalat, Malikiyah berpendapat dan menyatakan bahwa takbir dalam shalat tidak diperbolehkan kecuali kalimat “Allahu Akbar”, sedang Imam Syafi‟i hanya memperbolehkan “Allahu Akbar” atau “Allahul Akbar” sedangkan

Abu Hanifah memperbolekan semua lafal yang semisal dengannya, misalnya kalimat ”Allahul A‟dj a m”, “Allahul Ajal” dan sebagainya.

23 Lihat Joseph Schacht,op.cit hlm. 40-67 Lihat juga Wahbah Az-Zuhaily, op.cit, hlm.72-76. Lihat juga

(a) Hukum Muradhif Menurut jumhur ulama meletakkan lafal muradif di tempat lafal lainnya, diperbolehkan apabila tidak ada halangan dari syara‟. Pendapat lain mengatakan bahwa diperbolehkan asal masih satu bahasa. (b)Musytarak

Kata Musytarak adalah bentuk mashdar yang berasal dari kata kerja ش yang berarti “bersekutu” seperti dalam ungkapan ا شا yang berarti “kaum itu bersekutu” . Dari pengertian bahasa ini selanjutnya para ulama ushul merumuskan pengertian musytarak menurut istilah. Adapun definisi yang diketengahkan oleh para ulama‟ ushul adalah anatara lain:

Artinya: “Satu lafadz (kata) yang menunjukkan lebih dari satu makna yang berbeda, dengan penunjukan yang sama menurut orang ahli dalam bahasa tersebut ”

Menurut Muhammad Abu Zahrah dalam kitabnya Ushul Fiqh :

Artinya : “Satu lafadz yang menunjukkan lebih dari satu makna yang berbeda -beda batasannya dengan jalan bergantian”

Maksud pergantian di sini adalah kata musytarak tidak dapat diartikan dengan semua makna yang terkandung dalam kata tersebut secara bersamaan, akan tetapi harus diartikan dengan arti salah satunya. Seperti kata ء ق yang dalam pemakaian Bahasa Arab dapat berarti masa suci dan bisa pula masa haidh, lafadz ع bisa berarti mata, sumber mata air, dzat, harga, orang yang memata- matai dan emas, kata “ " musytarak antara tangan kanan dan kiri,

kata dapat berarti tahun untuk hijriyah, syamsiyah , bisa pula tahun masehi. Berdasarkan ketentuan Hukum Lafadz Musytarak apabila dalam nash-nash Al- Qur‟an dan As-Sunnah terdapat lafadz yang musytarak, maka menurut kaidah yang telah dirumuskan oleh para ulam a‟ ushul adalah sebagai berikut:

 Apabila lafadz tersebut mengandung kebolehan terjadinya hanya musytarak antara arti bahasa dan istilah syara‟, maka yang ditetapkan adalah arti istilah syara‟,

kecuali ada indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah arti dalam istilah bahasa.

 Apabila lafadz tersebut mengandung kebolehan terjadinya banyak arti, maka yang ditetapkan adalah salah satu arti saja dengan dalil-dalil ( qarinah ) yang menguatkan

dan menunjukkan salah satu arti tersebut. Baik berupa qarinah lafdziyah maupun qarinah haliyah. Yang dimaksud qarinah lafdziyah adalah suatu kata yang menyertai nash. Sedangkan qarinah haliyah adalah keadaan/kondisi tertentu masyarakat arab pada saat turunnya nash tersebut.

 Jika tidak ada qarinah yang dapat menguatkan salah satu arti lafadz lafadz tersebut, menurut golongan Hanafiyah harus dimauqufkan sampai adanya dalil yang dapat

menguatkan salah satu artinya. Menurut golongan Malikiyah dan Syafi‟iyah membolehkan menggunakan salah satu artinya.

Dalam Al- Qur‟an banyak contoh-contoh musytarak, yang antara lainnya firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 222 yaitu:

Lafadz ض ح ل dapat berarti masa/waktu haidh ( zaman ) dan bisa pula berarti tempat keluarnya darah haidh ( makan ). Namun dalam ayat tersebut menurut ulama‟ diartikan tempat keluarnya darah haidh. Karena adanya qarinah haliyah yaitu bahwa orang-orang arab pada masa turunnya ayat tersebut tetap menggauli istri-istrinya dalam waktu haidh. Sehingga yang dimaksud lafadz ض ح ل di atas adalah bukanlah waktu haidh akan tetapi larangan untuk istimta‟ pada tempat keluarnya darah haidh ( qubul ).

2) Mutlaq dan Muqayyad. Para ulama ushul menyepakati bahwa mutlaq adalah suatu lafal tertentu yang belum ada kaitan atau batasan dengan lafal lain yang mengurangi keseluruhan jangkauannya. Yang dimaksud dengan mutlak adalah sesuatu lafal yang menunjukan hakekat sesuatu tanpa pembatasan yang dapat mempersempit keluasan artinya.

Misal: kata “meja”, “rumah”, “jalan” , kata-kata ini memiliki makna mutlak karena secara makna kata-kata tersebut telah menunjuk pada pengertian makna tertentu yang telah kita pahami dan tidak dibatasi oleh kata-kata lain. Contoh dalam al-Q ur‟an adalah

pada kata Raqabah dalam surat al Mujadillah ayat: 3. ة ق حت ف

Lafaz raqabah di atas termasuk mutlak karena tidak dibatasi dengan sifat tertentu. Kafarat zhihar adalah memerdekakan budak/raqabah. Budak dalam ayat tersebut Lafaz raqabah di atas termasuk mutlak karena tidak dibatasi dengan sifat tertentu. Kafarat zhihar adalah memerdekakan budak/raqabah. Budak dalam ayat tersebut

berbunyi sebagai berikut : ة ق حت Ayat tersebut menuntut memerdekakan budak, ف

tanpa memerhatikan jumlah budak, satu atau banyak dan tanpa megartikan sifat budak, apakah beriman atau tidak yang penting adalah memerdekakaan budak. Sedang „Am ialah lafal yang menunjukan pada hakekat lafal tersebut dengan memperhatikan jumlahnya. Misalnya firman Allah dalam surat Muhammad ayat 4 yang berbunyi : ضف

قل Lafal „am(al-Riqob) di atas adalah meliputi semua orang-orang kafir yang ikut berperang. Muqayyad adalah lafaz yang menunjuk pada hakikat lafaz tersebut dengan dibatasi (diberi kayyid ) oleh sifat, keadaan dan syarat tersebut. Dengan kata lain muqayyad ialah lafal yang menunujukan pada hakikat lafal itu sendiri dengan dibatasi oleh batasan-batasan, tanpa memandang pada jumlah, misalnya firman Allah Pada Qur‟an surat Al-Nisa‟ ayat 4 :

Contoh di atas adalah lafal muqoyyad yang dibatasi dengan sifat. Adapun contoh muqoyyad yang dibatasi dengan syarat, ialah firman Allah berkenaan dengan kafarat sumpah dalah QS. Al-Maidah ayat 89 :

Kafarat puasa 3 hari tersebut disyaratkan bila orang yang melanggar sumpah tidak mampu memerdekakan hamba sahaya atau memberi makanan ataupun pakaian. Apabila ada satu lafadz disatu tempat berbentuk mutlaq, sedangkan pada tempat yang lain berbentuk muqayyad, maka ada beberapa kemungkinan dari ketentuannya.

1. Sama sebab dan hukumnya Apabila kedua lafadz itu bersamaan dalam sebab dan hukumnya, maka salah satunya harus diikutkan pada yang lain, yakni yang muqyyad. Artinya lafadz mutlaq tadi jiwanya sudah tidak mutlaq lagi, karena ia harus tunduk kepada muqayyad, dan harus diartikan secara muqayyad. Oleh karena itu yang muqayyad merupakan penjelasan yang mutlaq. Misal firman Allah QS. Al-Maidah ayat 3:

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Darah yang disebutkan di atas adalah bersifat mutlaq oleh karena itu pengertian darah yang bersifat mutlaq tersebut disesuaikan dengan pengertian darah yang bersifat muqayyad dal dalam firman Allah QS. Al- An‟am ayat 145

Berhubung objek kedua lafal tersebut adalah sama yakni darah dan hukum keduanya juga sama yaitu diharamkan, maka pengertian lafal yang mutlaq tersebut disesuaikan dengan lafal yang muqayyad dengan demikian darah yang diharamkan adalah darah yang mengalir.

2. Sebabnya berbeda tetapi hukumnya sama Apabila dua lafadz itu berbeda dalam sebab, tetapi sama dalam hukum, maka bagian ini diperselisikan antara ulama ushul. Menurut sebagian ulama, yang mutlaq harus diikutkan kepada yang muqayyad, sedang ulama yang lain mengatakan bahwa yang mutlaq tetap pada kemutlaqannya.

Contohnya pada perkataan “Raqabatin” yang artinya “budak”. Lafadz ini bentuknya mutlaq dalam ayat yang artinya: “dan orang-orang yang bersumpah zhihar kemudian menarik kembali apa yang dikatakannya, maka wajib memerdekakan budak, sebelum keduanya berkumpul” (QS Al- Mujahadah 39)

Pada ayat lain berupa “rakabatin mukminatin” (budak yang muknin). Lafadz ini berbentuk muqayyad dalam ayat yang artinya “Barang siapa yang membunuh orang mukmin dengan bersakah maka wajib memerdekakan budak yang mukmin “ (QS An- Nisa 92).

Pada ayat pertama seorang harus memerdekakan budak, karena bersupah zhihar, sedang pada ayat kedua karena membunuh tidak sengaja. Jadi, berbeda dalam sebabnya.

Meskipun berlainan sebabnya, tetapi hukumnya sama yaitu sama- sama memerdekakan budak. Namun, jika tidak diikutkan, berarti yang mutlaq tetap pada kemutlaqnnya, maka dalam sumpah zhihar, budak yang dimerdekakan tidak harus mukmin. Sedangkan dalam soal membunuh dengan tidak sengaja maka budak yang dimerdekakan harus mukmin.

3. Perbedaan hukum dan sebab Apabila terjadi perbedaan hukum dan sebab, maka yang mutlaq tidak boleh diikutkan kepada yang muqayyad. Misalnya dalam hal saksi diharuskan adil, sedangkan dalam hal membunuh dengan tidak sengaja diharuskan memerdekakan budak. Keduanya berlainan hukum dan sebabnya, yang satu harus adil (muqayyad) dan yang lainnya, diharuskan memerdekakan budak (mutlaq). Yang satu soal saksi dan yang satu soal pembunuhan, maka sudah jelas persoalannya. Oleh karena itu, tidak boleh diikutkan satu kepada yang lain, artinya dalam hal budak tidak harus budak yang adil sebagaimana dalam hal saksi.

4. Perbedaan dalam hukummya saja. Apabila terjadi perbedaan dalam hukumnya saja maka tidak ada perselisihan antara ulama ushuk bahwa yang mutlaq tidak boleh diikutkan kepada yang muqayyad. Karena keduanya ini berbeda dalam hukumnya, yang yang satu harus membeli budak dan yang lainnya harus memerdekakan budak. Oleh karena itu, yang satu tidak boleh diikutkan pada yang lain.

Secara etimologi, hakikat merupakan derivasi dari kata haqqa al- syai‟ yang berarti tetap. Ia bisa bermakna subjek (fā‟il); sehingga memiliki arti „yang tetap‟ atau objek (maf‟ūl) yang berarti „ditetapkan‟. Kata „hakikat‟ merupakan kata musytarak yang mempunyai dua

pengertian: esensi sesuatu di satu sisi dan inti perkataan di sisi lain. Apabila ditujukan kepada lafaz atau kata, maka hakikat adalah kata yang digunakan pada tempatnya. Dengan redaksi pengertian: esensi sesuatu di satu sisi dan inti perkataan di sisi lain. Apabila ditujukan kepada lafaz atau kata, maka hakikat adalah kata yang digunakan pada tempatnya. Dengan redaksi