ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK DALAM MENGATAS

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
DALAM MENGATASI KEMACETAN
DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah Analisis Kebijakan Publik
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Sofyan Effendi, M.P.P.
Dr. Agus Heruanto Hadna, M.Sc.

:

Disusun Oleh:
Izzul Fatchu Reza
12/339724/PSP/04353

PASCASARJANA MANAJEMEN KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013


I.

LATAR BELAKANG
Kenyamanan penduduk suatu negara dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari
ditimbulkan oleh tingkat kebersihan udara, tingkat kebersihan dari sampah, dan yang
tidak kalah pentingnya adalah kelancaran arus lalu-lintas. Republik Indonesia sebagai
negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-5 di dunia harus memikirkan berbagai
kemungkinan berkurangnya ruang gerak di jalan raya akibat ledakan populasi yang
besar, sehingga mengakibatkan ketidaklancaran faktor yang terakhir, yaitu kelancaran
arus lalu-lintas.
Propinsi dengan tingkat kemacetan tertinggi di Indonesia adalah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. Sebagai ibukota negara, Jakarta adalah pusat kegiatan bisnis di
Indonesia sekaligus pusat kegiatan pemerintahan. Kemacetan merupakan sebuah
fenomena yang sangat umum di DKI Jakarta pada setiap harinya, yang akan sangat
mengganggu kenyamanan warga dan mengakibatkan kerugian dalam hal waktu dan
uang yang sangat banyak. Kemacetan di DKI Jakarta merupakan imbas dari
bertambahnya jumlah pemakai jalan, baik pejalan kaki, pengguna kendaraan nonmotor, kendaraan bermotor roda dua dan tiga, maupun kendaraan roda empat atau
lebih.
Spire Research & Consulting market Analysis, mengeluarkan data aktivitas masyarakat

DKI Jakarta yang setiap harinya didominasi oleh aktivitas bisnis, sebanyak 56%,
kemudian aktivitas pribadi sebanyak 30%, dan aktivitas perjalanan ke sekolah sebanyak
14%. Oleh karena itu, milyaran rupiah telah dialami oleh DKI Jakarta setiap tahunnya.

Selain itu, Spire juga melansir data bahwa 70% penyebab kemacetan di DKI Jakarta
disebabkan oleh banyaknya penggunaan kendaran pribadi, dan 30%nya merupakan
kendaraan umum. Adapun 70% tersebut terdiri dari 50% sepeda motor dan 20%
kendaraan roda empat.

Secara teoritis, kemacetan akan terjadi apabila kapasitas jalan sudah tidak mampu lagi
menampung jumlah kendaraan yang memasuki jalan tersebut. Panjang jalan di DKI
Jakarta adalah 7.650 km, dengan luas jalan 40,1 km2 (hanya sekitar 6,2 persen dari luas
wilaya DKI Jakarta). Adapun pertumbuhan panjangan jalan setiap tahunnya hanya
sebesar + 0,01%. Jumlah pertumbuhan ini tidak sebanding dengan pertambahan
kendaraan di DKI Jakarta, yaitu 1.068 unit sepeda motor dan 216 buah unit mobil
setiap harinya. Perhatikan tabel berikut ini.

Keadaan ini merupakan sebuah ancaman bagi kita semua, apabila tidak segera diatasi,
maka suatu kondisi tidak bergerak di jalan raya DKI Jakarta dapat sewaktu-waktu
terjadi. Jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta sudah terlalu banyak, dan tidak

mungkin untuk kembali ditambah. Data yang dilansir oleh situs merdeka.com
memaparkan bahwa sejak Januari hinga April 2012 saja, kendaraan yang memadati

DKI Jakarta sudah mencapai 13.346. 802 unit, dengan rincian sepeda motor sebanyak
9.861.451 unit, mobil 2.541.351 unit, mobil muatan 581.290 unit, dan bus mencapai
363.710 unit. Dengan angka yang sedemikian fantastis tersebut, wajar jika negara
Indonesia kini menjadi negara ketiga yang paling banyak menggunakan kendaraan
bermotor setelah Amerika dan China. Pada tahun 2011, jumlah kendaraan bermotor di
Indonesia mencapai 107. 226.572 unit, dengan rincian mobil sebanyak 20.158.595 unit
dan sepeda motor sebanyak 87.067.796 unit. Sebagai perbandingan, jumlah kendaraan
yang beroperasi di Amerika Serikat berjumlah 246,56 juta unit dan di China sebanyak
154,65 juta unit.
II.

PERUMUSAN MASALAH
Dalam alur analisis kebijakan publik, perumusan masalah merupakan hal pertama yang
paling penting. Seorang analis kebijakan harus mampu menemukan pokok dari
permasalahan. Kegiatan ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, agar nantinya
kebijakan yang dibuat mampu mengatasi inti dari suatu permasalahan dalam kebijakan
publik. (Nugroho, 2003: 142). Berkaitan dengan hal tersebut, penulis akan membuat

perumusan masalah dengan menggunakan pohon masalah (problem tree).

Unfulfilled Rights/ Manifestation

Kemacetan di DKI Jakarta
Immediate
Causes

Tingginya jumlah
kendaraan bermotor di
DKI Jakarta

Underlying
Causes




Ketiadaan pembatasan produksi
kendaraan bermotor

Harga angsuran kendaraan
bermotor yang semakin murah

Banjir di Jalan Raya

Sistem drainase yang
buruk
 Penumpukan sampah di
jalan raya


Minimnya jumlah
transportasi umum



Rendahnya peremajaan angkutan
Ketiadaan medan transportasi
massal, seperti rel kereta bawah
tanah atau rel trem


Tata Pengelolaan jalan
+
Situasi ProblematisKoordinasi Antar Instasi Terkait

Root
II.1
Political,
Ideological,
Economical
Structures
(Kurangnya yaitu DKI Jakarta telah
melanda
ibukota
Republik
Indonesia,
Causes Kemacetan yang
ketegasan regulasi kendaraan)

membuat masyarakat menjadi tidak nyaman dalam melakukan perjalanan dari

rumah menuju ke tempat kerja mereka. Kemacetan yang selalu terjadi juga
membuat waktu masyarakat terbuang sia-sia di jalan, begitu pula dengan bahan
bakar kendaraan yang menguap sia-sia karena kendaraan tidak bergerak ataupun

hanya bergerak dengan kondisi padat merayap. Mencermati situasi yang
demikian, maka situasi problematis yang dirumuskan oleh penulis adalah,
“Terjadinya kemacetan di sebagian besar ruas jalan protokol ibu kota Jakarta
pada setiap hari, sehingga menurunkan produktivitas warga DKI Jakarta”.
II.2

Meta Problem
Meta problem adalah permasalahan mendasar yang masih berupa kumpulan
masalah-masalah yang belum terstruktur. Dengan melihat pada pohon masalah
yang telah digambarkan sebelumnya, maka meta problem dalam permasalahan
kemacetan di DKI Jakarta terdiri dari beberapa aspek utama, yaitu:
1. Aspek Politis
Aspek politis berkaitan dengan rendahnya rendahnya komitmen pemerintah
untuk membatasi produksi kendaraan bermotor yang semakin tidak
terkendali.


Aspek politis juga berkaitan dengan kurangnya kebijakan

pemerintah dari tahun ke tahun dalam hal penambahan dan pengembangan
moda transportasi massal (mass transportation means).
2. Aspek Ideologis
Dari aspek sosial budaya, sangat jelas terlihat gaya hidup materialisme
bangsa yang semakin meningkat. Mobil mewah dan motor mewah
merupakan ukuran keberhasilan hidup seseorang, sehingga semakin banyak
orang berlomba-lomba untuk membeli mobil dan motor mewah yang
memiliki kapasitas mesin yang besar dan menghabiskan penggunaan bahan
bakar yang sangat banyak.

3. Aspek Struktur Ekonomi
Pada aspek struktur ekonomi, dapat disoroti maraknya peningkatan produksi
kendaraan bermotor di Indonesia, termasuk masuknya berbagai industri
kendaraan sepeda motor dari negara China yang menawarkan harga
kendaraan yang murah. Jumlah produksi kendaraan bermotor terus
bertambah sebagai efek dari kondusifnya situasi permodalan dan ekonomi di
Indonesia, namun tanpa memikirkan dampak lebih lanjut akan ketersediaan
ruang jalan bagi kendaraan-kendaraan tersebut, segera setelah dioperasikan

di jalan raya.
II.3

Masalah Substantif

Masalah substantif merupakan sejumlah masalah yang

berkaitan dengan

persoalan-persoalan yang dampaknya langsung berimbas pada pengemban tugas
utama dan biasanya berhubungan dengan kemampuan pengemban tugas
sekunder, yakni masyarakat dan lembaga. Masalah substantif merupakan
turunan langsung dari meta masalah yang telah dibahas pada bagian alur
perumusan masalah kebijakan sebelumnya. Dalam permasalahan kemacetan di
DKI Jakarta, penulis mengidentifikasikan beberapa masalah substantif, yaitu
a. Ketiadaan pembatasan produksi kendaraan bermotor
b. Harga angsuran kendaraan bermotor yang semakin murah
c. Sistem drainase yang buruk
d. Penumpukan sampah di jalan raya
e. Rendahnya peremajaan angkutan

f. Ketiadaan median transportasi massal, seperti kereta bawah tanah atau trem
II.4

Masalah Formal
Sebagai akibat langsung dari meta problem dan masalah substantif, maka
kemudian dapat dirumuskan masalah utama, yaitu masalah formal. Masalah
formal berkaitan dengan persoalan-persoalan yang langsung menyentuh kepada
kepentingan pemangku hak (right holders). Masalah formal yang diajukan
penulis pada alur analisis kebijakan publik ini adalah: “Kemacetan yang
terjadi di DKI Jakarta merupakan akibat dari: a) tingginya jumlah
kendaraan bermotor di DKI Jakarta, b) banjir di jalan raya, dan c)
minimnya jumlah transportasi umum”.

III.

PROYEKSI
Proyeksi bertujuan untuk membuat perkiraan mengenai kondisi di masa mendatang,
sehingga permasalahan yang memburuk peda beberapa tahun kedepan dapat dikurangi
dampaknya, dan bahkan dicegah agar tidak terjadi. Proyeksi yang dilakukan penulis
adalah mengekstrapolasikan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta versus

kapasitas jalan raya, hingga pada tahun 2015.

Dari grafik diatas terlihat bahwa jika tidak diatasi dengan baik, maka pada tahun 2014,
hampir tidak ada lagi ruang gerak bagi kendaraan-kendaraan bermotor untuk dapat
bergerak bebas. Jumlah kendaraan terus bertambah sedangkan pertambahan jalan tetap
stabil. Perlu ada solusi untuk menghindari pertemuan titik kendaraan dengan jalan
tersebut.
IV.

ALTERNATIF KEBIJAKAN
Alternatif kebijakan adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengembangkan
kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh dalam suatu kerangka analisis. Dalan paper
ini, penulis memakai metode analogi, metafor, dan sinetik untuk membuat alternatif
kebijakan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Subarsono (2005: 56), metode analogi,
metafor, dan sinetik merupakan metode yang digunakan melalui kelompok dskusi dan
menggenai perbandingan-perbandingan serta penalaran dalam mengidentifikasi
kemungkinan alternatif.
Dengan menggunakan metode tersebut, penulis merumuskan berbagai alternatif solusi
untuk mengatasi persoalan kemacetan di DKI Jakarta, yaitu sebagai berikut.
1. Pembatasan jumlah produksi kendaraan bermotor melalui peningkatan pajak
pertambahan nilai dan pajak-pajak usaha lainnya.
Jumlah kendaraan yang diproduksi oleh para produsen kendaraan bermotor sudah
seharusnya ditekan menjadi 50% bahkan lebih, agar mampu memberikan jalan raya
suatu kapasitas tampung yang lebih banyak, minimal mempertahankan jumlah
kapasitas tampung yang ada saat ini agar tidak begitu banyak. Para produsen
kendaraan bermotor tersebut harus dirangkul oleh pemerintah untuk memproduksi
sarana dan prasarana lalu-lintas yang lebih dibutuhkan oleh jalan ketimbang
memproduksi kendaraan baru.
2. Penambahan jumlah jalan di DKI Jakarta menggunakan jalan layang (flyover)
Dengan tingkat kepadatan yang sudah cukup tinggi, sulit untuk membangun jalan di
atas bumi wilayah DKI Jakarta. Untuk itu, penambahan jalan dapat dilakukan
menggunakan flyover, sebagaimana yang telah diterapkan secara masif di Jepang
dan Amerika Serikat.
3. Penambahan jumlah armada busway.
Armada busway yang saat ini telah ada tetap belum mampu untuk menampung
jumlah penumpangnya. Untuk itu, perlu dilakukan penambahan jumlah busway,
dengan catatan armada yang ditambah memiliki tingkat efisiensi bahan bakar yang

tinggi menggunakan gas LPG, dan dengan bentuk kendaraan yang lebih kecil dari
busway yang telah ada saat ini agar lebih murah dalam hal produksi dan lebih
efisien dalam penggunaan ruang jalan raya.
4. Pembuatan jalur MRT dan sarana prasarananya.
Mass Rapid Transportation (MRT) berupa kereta cepat monorel sukses diterapkan
untuk mengatasi kemacetan di kota-kota besar seperti Jepang, Amerika Serikat, dan
Malaysia. Untuk itu, penggunaan MRT layak dilakukan di DKI Jakarta melalui
pembuatan rel yang meliputi seluruh wilayah di DKI Jakarta dan memiliki
pemberhentian di tempat-tempat yang strategis. MRT memiliki kecepatan yang
sangat tinggi dengan biaya operasional yang cenderung murah. Dengan demikian,
produktivitas warga DKI Jakarta diharapkan dapat meningkat dengan kehadiran
moda transportasi massal monorel ini.
5. Penerapan sistem road pricing.
Penerapan sistem ini merupakan alternatif dari pembatasan kendaraan di jalan raya
menggunakan sistem plat ganjil dan genap sebagaimana yang diusulkan oleh
Gubernur DKI Jakarta terpilih, Bapak Joko Widodo. Yang menjadi pembeda adalah
bahwa sistem road pricing ini akan mengubah jalan raya yang saat ini digunakan
secara gratis oleh penggunanya, pada masa penerapannya akan mewajibkan
penggunanya membayar sejumlah uang untuk memasukinya. Pembayaran dapat
melalui tiket e-card atau melalui tagihan bank kepada pengguna jalan. Tagihan ini
dimungkinkan kepada para pengguna setelah sensor kamera mendeteksi nomornomor plat secara otomatis kendaraan yang melintasi jalan tersebut. Dengan
diterapkannya sistem ini, masyarakat akan berpikir berulang kali untuk melewati
suatu jalan, karena jalan yang telah menggunakan sistem ERP (electronic road
pricing) ini tidak ubahnya dengan jalan tol.
6. Pembuatan terowongan serbaguna (multi-purpose tunnel).
Rencana pembuatan multiguna yang digagas oleh Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi bersama dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah ini berisi
bahwa jalan raya akan dibangun pada suatu terowongan raksasa, yang level-level
dibawahnya dapat digunakan untuk jalur pipa, gas, kereta api, dan seluruh level
tersebut dapat digunakan menjadi jalur pembuangan air (water drainage) apabila
terjadi banjir. Rencana ini cukup baik, namun belum dapat diterapkan ke seluruh
wilayah bawah tanah di DKI Jakarta karena perbedaan jenis batuan tanah dan
kepadatan penduduk diatasnya.

V.

REKOMENDASI
Pada bagian rekomendasi, penulis hendak memberikan penilaian dan komentar
terhadap manfaat dan efektivitas dari masing-masing alternatif yang ada. Dalam
merumuskan rekomendasi, penulis menggunakan metode Perbandingan. Metode ini
mengkategorisasikan berbagai rekomendasi kebijakan dalam berbagai dengan bobot
skor, yang diperbandingkan satu sama lain. (Subarsono, 2005: 68)

Kriteria

Pembatasa

Penambaha

n Produksi

n Jalan

Jenis Alternatif
Penambaha Pembuatan Electronic Terowonga
n Busway

MRT

Kendaraan

Road

n

Pricing

Serbaguna

Kemudahan

80

80

90

85

(ERP)
85

75

Implementasi
Penerimaan

75

85

80

85

75

85

Masyarakat
Efisiensi Biaya
Lama

75
90

80
80

80
85

75
80

80
90

75
75

Implementasi
Tingkat

85

90

80

95

80

90

405

415

415

420

410

400

Perubahan
yang terjadi
Total Skor

Dari perbandingan beberapa rekomendasi kebijakan diatas, terlihat bahwa dua buah
kebijakan yang memiliki skor tertinggi adalah pembuatan moda transportasi
massal MRT dan penambahan armada busway yang sarana prasarananya sudah
ada. Secara teoritis, MRT atau Mass Rapid Transportation berupa monorel mampu
melayani jumlah penumpang yang banyak dengan kecepatany yang tinggi.
Penambahan jumlah busway baik untuk dilakukan, namun semakin banyak jumlah
busway tanpa diiringi dengan penambahan jalan yang tersedia, akan mengakibatkan
busway mengalami kemacetan, baik antarbusway maupun dengan kendaraan lain
yang memakai ruas jalan yang sama. Untuk itu, fokus rekomendasi diarahkan pada
pembangunan Mass Rapid Transportation (MRT). Adapun MRT mampu mencapai

bobot sebagaimana yang diharapkan diatas, hanya apabila terpenuhi beberapa hal
sebagai berikut.
1. Jalur rel monorel MRT tersedia dengan melayani seluruh wilayah DKI Jakarta
2. Pusat-pusat pemberhentian monorel MRT adalah lokasi-lokasi strategis yang
berdekatan dengan pusat perkantoran bisnis, pusat pemerintahan, pusat rekreasi,
pusat perbelanjaan dan kuliner, serta pusat fasilitas publik vital lainnya seperti
bandara.
3. MRT harus terintegrasi dengan kendaraan pengumpan (feeder) dari busway
maupun dari jalur komuter kereta api yang telah ada.
4. Pembangunan MRT dilaksanakan secara cermat, yaitu pada malam hari, agar tidak
mengganggu lalu-lintas DKI Jakarta yang telah padat.
5. Tarif MRT mampu berkompetisi dengan tarif angkutan umum lainnya yang telah
ada.
VI.

DAFTAR PUSTAKA
Hadna, Agus Heruanto. 2013. Pohon Masalah. Buku Ajar. Yogyakarta: Jurusan
Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM.
Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep Teori, dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Reza, Izzul dan Yulianto, Daris. 2013. Naskah Akademik Kebijakan Pengembangan
Pendirian Sekolah-Sekolah Vokasi Baru. Makalah. Yogyakarta: Jurusan
Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM.
Sumber Internet:
Afifah, Riana. Tiap Hari Bertambah 1.068 Motor dan 216 Mobil. Diunduh dari laman
website
http://megapolitan.kompas.com/read/2011/12/14/16413366/Tiap.Hari.Bertambah.1
.068.Motor.dan.216.Mobil pada tanggal 27 JuNi 2013.
Gandhung, Wahyu. 2013. Kemacetan Lalu-Lintas di DKI Jakarta dalam Tinjauan.
Diunduh
dari
laman
website
http://jakarta.kompasiana.com/transportasi/2013/01/07/kemacetan-lalu-lintas-didki-jakarta-dalam-tinjauan-522101.html pada tanggal 27 Juni 2013.
GoCarFreeGuys. 2012. Iya dia nih... diunduh dari laman website
http://gocarfreeguys.blogspot.com/2012/11/iya-dia-nih.html pada tanggal 27 Juni
2013
Sari, Henny Rachma. 2012. Selama 2012, 13 Juta Kendaraan Sesaki Jakarta. Diunduh
dari
laman
website
http://megapolitan.kompas.com/read/2011/12/14/16413366/Tiap.Hari.Bertambah.1
.068.Motor.dan.216.Mobil pada tanggal 27 Juni 2013.