MAKNA HAK ASASI MANUSIA DAN KEBIJAKAN PE (1)

MAKNA HAK ASASI MANUSIA DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
DALAM MENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA.
Oleh: Miftahuddin Irvani

Bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh
ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh
penciptaNya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan
martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya;
Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada
diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas
oleh siapapun;

1

Bahwa selain hak asasi, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia
yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
Bahwa


bangsa

Indonesia

sebagai

anggota

Perserikatan

Bangsa-Bangsa

mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan
melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya
mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia;
Bahwa berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, perlu membentuk
Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia;


Sejarah Pemenuhan Hak Asasi Manusia1.
Hak Asasi Manuia (HAM) bermula dari sebuah gagasan bahwa manusia tidak
boleh diperlakukan semena-mena oleh kekuasaan, karena manusia memiliki hak
alamiah yang melekat pada dirinya karena kemanusiaannya. Kendati prinsip dasar
perlindungan HAM ini adalah kebebasan individu, namun pengutamaan individu
disini tidak bersifat egoistik, karena penyelenggaraan HAM terjadi dalam
prasyarat-prasyarat.
Di Inggris, selain Magna Charta (1215), juga dikenal adanya Petiton of Rights
(1628), Habeas Corpus Act (1679), dan English Bill of Rights (1689), yang mana
ketiga instrumen ini sangat mengembangkan kebebasan politik, kebebasan pribadi
dan terutama hormat keoada keamanan pribadi. Dan beberapa instrumen tersebut
sebenarnya dalam Bill of Rights (1689) muncul ketentuan-ketentuan untuk
melindungi hak dan kebebasan individu.
1

Rahayu. 2012. Hukum Hak Asasi Manusia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

2

Berbeda dengan situasi di Inggris, maka di Amerika Serikat konsep mengnai

HAM sudah dicanangkan secara lebih rinci. Hal ini dapat dilihat dalam
Declaration of Independence (1776) yang dirumuskan oleh Jefferson dengan kata
pembukaan yang sangat penting dilihat dari aspek HAM, yaitu (dalam terjemahan
Bahasa Indonesia) :
“...Semua orang diciptakan sama, oleh pencipta mereka dilengkapi
hak-hak yang tidak dapat dipisahkan, di antara hak-hak itu ialah hak
hidup, hak kebebasan dan hak akan kebahagiaan. Pemerintah dibentuk
oleh manusia untuk menjamin hak-hak tersebut, dan kekuasaan yang adil
berasal dari persetujuan mereka yang diperintah...”
Sebetulnya sebelum deklarasi tersebut, pencantuman beberapa spesifik yang harus
dilindungi dari campur tangan negara telah dirumuskan lebih dulu dalam
Deklarasi Hak Asasi Virginia (The Virginia Declaration of Rights) yang disusun
oleh George Mason, meliputi kebebasan pers, kebebasan beribadat dan ketentuan
yang menjamin tidak dapat dicabutnya kebebasan seseorang kecuali berdasarkun
hukum setempat atau berdasarkan pertimbangan sesamanya.
Deklarasi Virginia tersebut mempengaruhi penyusun naskah UUD Amerika
Serikat. Hal ini terlihat dengan dilakukannya sejumlah amandemen terhadap
konstitusi negara tersebut, diantaranya yang terpenting adalah :
1. Amandemen Pertama yang mengakui perlindungan terhadap kebebasan
beragama, kebebasan pers, kebebasan menyatakan pendapat dan hak untuk

berserikat.
2. Amandemen Keempat yang melindungi individu terhadap penggeledahan
dan penangkapan yang tidak beralasan.
3. Amandemen Kelima yang menetapkan larangan memberatkan diri sendiri
dan hak atas proses hukum yang benar.
Penyelesaian konstitusional Amerika Serikat terhadap ide-ide HAM pada abad ke18 pasca kemerdekaan ini menjadi model bagi perjuangan negara-negara lain
berikutnya.

3

Dari berbagai peristiwa yang beragam dan kompleks tersebut, kendati berasal dari
negara yang berbeda-beda (Inggris, AS, dan Perancis), namun ada kesamaan spirit
yaitu tekanan pada humanisme yang menempatkan manusia sebagai titik tolak dan
pusat permenungan dan perjuangan mereka. Perumusan sebagai hak dalam
deklarasi-deklarasi tersebut tidak lepas dari pengaruh hukum kodrat, bahwasanya
manusia tidak boleh diperlakukan semena-mena oleh kekuasaan karena manusia
memiliki hak alamiah yang melekat begitu saja pada manusia. Hak alamiah ini
bukan pemberian siapa-siapa, manusia memilikinya karena kemanusiaanya, bukan
karena ras, etnis, jenis kelamin atau agama. Hak alamiah ini melekat pada
manusia sebagai individu, sehingga negara, komunitas atau kelompok tidak dapat

membatasi hak tersebut tanpa persetujuan bebas dari individu. Dengan kata lain
dapat dikemukakan bahwa dari berbagai konsep HAM yang muncul, baik di
Amerika maupun Perancis, maka yang paling penting adalah bahwa :
1. Hak-hak tersebut secara kodrati inheren, universal dan tidak dapat dicabut,
karena hak-hak itu dimiliki individu samata-mata karena mereka adalah
manusia dan bukan karena kawula hukum suatu negara.
2. Perlindungan terhadap hak-hak tersebut terdapat dalam kerangka yang
demo kratis.
3. Batas-batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan atau dicabut oleh
undang-undang.
A. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Mengenai penjaminan HAM dalam UUD 1945 ini terdapat 2 (dua) pendapat,
yang pertama bahwa UUD 1945 menjamin HAM secara luas, sedangkan
pendapat yang kedua manyatakan pendapat bahwa UUD 1945 hanya
memberikan perlindungan terbatas.2 Menurut pandangan pertama, dalam
Pembukaan, Batang Tubuh maupun Penjelasan UUD 1945, secara implisit
maupun eksplisit mengatur 15 (lima belas) jenis HAM, yaitu :
1. Hak untuk mementukan nasib sendiri;
2. Hak akan warga negara;
3. Hak akan kesamaan daan persamaan dihadapan hukum;

4. Hak untuk bekerja;
2 Gerung, Rocky, Hak Asasi Manusia, Teori, Hukum, Kasus, (Jakarta : Filsafat UI Press, 2006), hlm.
49.

4

5. Hak akan hidup layak;
6. Hak untuk berserikat;
7. Hak untuk menyatakan pendapat;
8. Hak untuk beragama;
9. Hak untuk membela negara;
10. Hak untuk mendapatkan pengajaran;
11. Hak untuk kesejahteraan sosial;
12. Hak atas jaminan sosial;
13. Hak atas kebebasan dan kemandirian peradilan;
14. Haka mempertahankan tradisi budaya;
15. Hak mempertahankan budaya daerah.
Bila pandangan diatas benar, maka sesungguhnya UUD 1945 sudah mendahului
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) tahun 1948, karena dalam
konteks penjaminan HAM, UUD 1945 telah menjamin sederet hak, mulai dari hak

sipil, politik, sosial, dan budaya.
Dilain pihak, terdapat pandangan yang mengatakan bahwa UUD 1945 hanya
memberikan jaminan terbatas terhadap 4 (empat) jenis HAM :
1.
2.
3.
4.

Hak berserikat dan berkumpul;
Hak mengeluarkan pendapat;
Hak untuk berkerja;
Hak beragama.

Mengenai ratifikasi, sampai saat ini Indonesia baru meratifikasi 8 (delapan)
instrumen internasional HAM dari 25 (dua puluh lima) yang sudah diterima
masyarakat internasional. Ke delapan intrumen tersebut adalah :
1. Konvensi Internasional Hak Politik Wanita (Convention on the Political
Rights for Women) tahun 1952;
2. Konvensi Internasional Anti Partheid dalam Olah Raga;
3. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms
Discrimination against Women : CEDAW) tahun 1979, diratifikasi dengan
UU No. 7 Tahun 1984.
4. Konvensi PBB tentang Hak Anak (United Nation Cenvention on the
Rights of the Child) tahun 1989, diratifikasi dengan Kepres No. 26 Tahun
1990;
5

5. Konvensi Internasional Anti Penyiksaan (Convention Against Torture an
Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment – CAT)
tahun 1984, diratifikasi dengan UU No. 5 Tahun 1998;
6. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms Racial
Discrimination) tahun 1966, diratifikasi dengan UU No. 20 Tahun 1999;
7. Kovenan Internasional tantang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
(International Covenant on Economics, Social, and Cultural Rights) tahun
1966, diratifikasi dengan UU No. 11 Tahun 2005;
8. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International
Covenant on Civil and Political Roghts) tahun 1966, diratifikasi dengan
UU No. 12 Tahun 2005.


B. Peraturan Mengenai Penegakkan Hak Asasi Manusia.
Dasar hukum penegakan Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 :


Hak atas persamaan keududukan dalam hukum dan pemerintahan, Pasal




27 Ayat 1;
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, Pasal 27 Ayat 2;
Hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan







tulisan, Pasal 28;
Hak memeluk dan beribadah sesuai dengan ajaran agama, Pasal 29 Ayat 2;
Hak dalam usaha pembelaan negara, Pasal 30;
Hak mendapat pengajaran, Pasal 31;
Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah,




Pasal 32;
Hak di bidang perekonomian, Pasal 33;
Hak fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, Pasal 34.

Adapun Undang-Undang lain yang mengatur tentang hak asasi manusia, yaitu:



Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers;


6



Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi



Manusia;
Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Menyatakan



Pendapat;
Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 Tentang Ratifikasi Konvensi Anti
Penyiksaan, Perlakuan, atau Penghukuman yang Kejam Tidak Manusiawi




dan Merendahkan Martabat;
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;
Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO
Nomor 138 tentang Usia Minimum Bagi Pekerja.

Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia (Penyidikan, Penuntutan, dan
Pemeriksaan).
Dalam pasal 1 angka 3 UU No. 26 Tahun 2000, yang dikatakan dengan
pengadilan HAM adalah suatu pengadilan khusus terhadap pelanggaran terhadap
hak asasi manusia yang berat.Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus
yang berada di lingkungan Peradilan Umum serta berkedudukan di daerah
kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum
Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Pengadilan HAM berkedudukan di setiap wilayah Pengadilan Negeri yang
bersangkutan.
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berwenang juga
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga
negara Indonesia. Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang
yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan.

Pada pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000, pelanggaran hak asasi manusia yang berat
meliputi:
7

a. Kejahatan genosida;
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan;


Penyidikan.

Penyidikan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh
Jaksa Agung. Penyidikan yang dimaksud adalah tidak termasuk kewenangan
menerima laporan atau pengaduan. Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai penyidik
Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur
pemerintah dan atau masyarakat. Sebelum melaksanakan tugasnya, penyidik ad
hoc mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing.
Untuk dapat diangkat menjadi penyidik ad hoc harus memenuhi syarat :
a) Warga negara Republik Indonesia;
b) Berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi
65(enam puluhlima) tahun;
c) Berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian
d)
e)
f)
g)

di bidanghukum;
Sehat jasmani dan rohani;
Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan
Memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi manusia.

Penyidikan wajib diselesaikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung
sejak tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik.
Jangka waktu dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 (sembilan puluh)
hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya. Jika jangka
waktu perpanjangan habis dan penyidikan belum dapat diselesaikan, penyidikan
dapat diperpanjang paling lama 60 (enam puluh) hari oleh Ketua Pengadilan
HAM sesuai dengan daerah hukumnya. Apabila masih saja belum selesai dan dari
hasil penyidikan tidak diperoleh bukti yang cukup, maka wajib dikeluarkan surat
perintah penghentian penyidikan oleh Jaksa Agung. Setelah surat perintah
penghentian penyidikan dikeluarkan, penyidikan hanya dapat dibuka kembali dan
dilanjutkan apabila terdapat alasan dan bukti lain yang melengkapi hasil

8

penyidikan untuk dilakukan penuntutan. Jika dalam hal penghentian penyidikan
diatas tidak dapat diterima oleh korban atau keluarganya, maka korban, keluarga
sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan
derajat ketiga, berhak mengajukan praperadilan kepada Ketua Pengadilan HAM
sesuai dengan daerah hukumnya dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.


Penuntutan.

Penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh
Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang terdiri atas unsur
pemerintah dan atau masyarakat. Sebelum melaksanakan tugasnya penuntut
umum ad hoc mengucapkan sumpah* atau janji menurut agamanya masingmasing.
Untuk dapat diangkat menjadi penuntut umum ad hoc harus memenuhi syarat :
a) Warga negara Republik Indonesia;
b) Berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65
c)
d)
e)
f)
g)

(enam puluhlima) tahun;
Berpendidikan sarjana hukumdan berpengalaman sebagai penuntut umum;
Sehat jasmani dan rohani;
Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan
Memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi manusia.

Penuntutan wajib dilaksanakan paling lambat 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak
** "Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas ini, langsung

atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak akan memberikan atau
menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak
sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan
Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar 1945, serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku bagi negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas ini dengan jujur, seksama, dan
obyektif dengan tidak mem-beda-bedakan orang, dan akan menjunjung tinggi etika profesi dalam
melaksanakan kewajiban saya ini dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang
petugas yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".

9

tanggal hasil penyidikan diterima. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sewaktuwaktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai
perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat.


Pemeriksaan

Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM. Pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 (lima) orang,
terdiri atas 2 (dua) orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3
(tiga) orang hakim ad hoc. Majelis hakim diketuai oleh hakim dari Pengadilan
HAM yang bersangkutan.
Hakim ad hoc diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara
atas usul Ketua Mahkamah Agung. Jumlah hakim ad hoc sekurang-kurangnya 12
(dua belas) orang. Hakim ad hoc diangkat untuk selama 5 (lima) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

DAFTAR PUSTAKA
Rahayu. 2012. Hukum Hak Asasi Manusia, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Gerung, Rocky, Hak Asasi Manusia, Teori, Hukum, Kasus, (Jakarta :
Filsafat UI Press, 2006), hlm. 49.
Undang – undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.

10