MASALAH SURAT JAMINAN PENAWARAN DALAM PR

MASALAH SURAT JAMINAN PENAWARAN
DALAM PROSES PEMILIHAN PENYEDIA BARANG/JASA
Oleh : Abu Sopian
Balai Diklat Keuangan Palembang
Abstrak
Berdasarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan nomor SE-04/NB/2013 tanggal
18 September 2013 setiap perusahaan asuransi kerugian yang memasarkan produk asuransi
suretyship harus mencantumkan klausule dalam polis suretyship untuk tidak menjamin
kerugian yang disebabkan oleh KKN, penipuan/pemalsuan atas informasi yang disampaikan
dalam dokumen penawaran, dan tindakan yang diindikasikan disebabkan oleh hal-hal yang
berkaitan dengan KKN. Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan tersebut memicu timbulnya
masalah dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah. Hal ini disebabkan
ketentuan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah mensyaratkan surat jaminan penawaran
yang tidak bersyarat (unconditional) dan jaminan penawaran harus menjamin bahwa
penyedia barang/jasa sebagai peserta lelang tidak akan melakukan KKN.
Untuk menghindari masalah terkait dengan jaminan penawaran solusinya adalah:
1. Pokja ULP dapat melaksanakan lelang tanpa persyaratan jaminan penawaran.
Kebijaksanaan ini dapat ditempuh dalam proses lelang untuk pengadaan barang/jasa:
a. dengan nilai total HPS tidak lebih dari Rp2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta
rupiah); atau
b. untuk pekerjaan yang jika pemenang lelangnya mengundurkan diri tidak akan berakibat

pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu.
2. Penyedia barang/jasa hendaknya melengkapi dokumen penawaran dengan surat jaminan
yang diterbitkan oleh bank umum, bukan diterbitkan oleh perusahaan asuransi.

A. Jenis dan Fungsi Surat Jaminan
Menurut pasal 67 ayat (1) Perpres nomor 54 tahun 2010 sebagaimana telah diubah
dengan Perpres nomor 70 tahun 2012, penyedia barang/jasa harus menyerahkan jaminan
kepada pengguna barang/jasa untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dipersyaratkan dalam
dokumen pengadaan/kontrak pengadaan barang/jasa. Surat jaminan adalah jaminan tertulis
yang mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional) yang dikeluarkan oleh bank
umum/perusahaan penjamin/perusahaan asuransi yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa
kepada PPK/ULP untuk menjamin terpenuhinya kewajiban penyedia barang/jasa. Adapun
kewajiban penyedia dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah sebagai berikut:
1) Mengikuti proses lelang dengan tertib dan bertanggung jawab;
2) Menerima keputusan yang telah diambil, selama putusan tersebut tidak bertentangan
dengan peraturan yang berlaku;
3) Menghindari penyalahgunaan wewenang;
4) Menghindari konflik kepentingan;
5) Tidak saling mempengaruhi baik sesama peserta maupun dengan Pokja ULP;
6) Tidak menerima, menawarkan, atau menjanjikan sesuatu;

7) Mengembalikan uang muka yang telah dibayarkan;
8) Menyerahkan barang/hasil pekerjaan secara tepat waktu dalam keadaan baik dan
cukup;
9) Melakukan pemeliharaan dan/atau perbaikan atas segala kerusakan/kekurangan yang
timbul selama masa pemeliharaan.

Jaminan atas seluruh kewajiban tersebut tersimpul dalam beberapa jenis surat jaminan
sebagai berikut:
Surat jaminan penawaran
Surat jaminan pelaksanaan
Surat jaminan uang muka
Surat jaminan pemeliharaan
Surat jaminan sanggah banding.
a. Surat jaminan penawaran.
Surat jaminan penawaran merupakan jaminan atas penawaran yang diajukan oleh
penyedia barang/jasa. Besaran nilai jaminan penawaran diatur dalam pasal 68 ayat (1)
Perpres nomor 70 tahun 2012 antara 1% sampai 3% dari nilai total Harga Perkiraan
Sendiri (HPS).
Jaminan penawaran berisi kesanggupan pihak penjamin (bank
umum/perusahaan penjamin/perusahaan asuransi) untuk membayar sejumlah uang kepada

PPK/ULP jika pihak terjamin (penyedia barang/jasa) tidak memenuhi kewajibannya
sebagai peserta lelang. Kewajiban apa saja yang harus dicantumkan dalam surat jaminan
penawaran tidak disebutkan secara rinci dalam Perpres 70 tahun 2012. Meskipun
demikian karena proses lelang bertujuan untuk mendapatkan penyedia barang/jasa melalui
persaingan yang sehat dapat dipahami bahwa setiap peserta lelang wajib untuk mengikuti
proses lelang sampai selesai dengan tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan
negara. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 07 tahun 2011 tentang
Standard dan Pedoman Pengadaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi surat jaminan
berlaku apabila terjamin:
1. Menarik kembali penawarannya selama dilaksanakan pelelangan atau sesudah
ditunjuk sebagai pemenang;
2. Tidak menyerahkan jaminan pelaksanaan setelah ditunjuk sebagai pemenang;
3. Tidak menandatangani kontrak;
4. Tidak hadir dalam klarifikasi dan/atau verifikasi sebagai calon pememang;
5. Terlibat Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
b. Surat Jaminan Pelaksanaan
Surat jaminan pelaksanaan merupakan jaminan yang menjamin bahwa penyedia
barang/jasa yang telah ditunjuk sebagai pelaksana pekerjaan akan menyelesaikan seluruh
kewajibannya dalam melaksanakan pekerjaan. Jika pihak terjamin tidak menyelesaikan
seluruh kewajibannya sesuai dengan perjanjian/kontrak maka pihak penjamin akan

membayar sejumlah uang kepada PPK/ULP. Besaran nilai jaminan pelaksanaan adalah 5%
dari nilai kontrak. Dalam hal penawaran yang menjadi pemenang lelang terlalu rendah
sehingga nilai kontrak kurang dari 80% HPS, jaminan pelaksanaan ditetapkan 5% dari
nilai HPS.
c. Surat Jaminan Uang Muka
Surat jaminan uang muka merupakan jaminan yang menjamin bahwa penyedia
barang/jasa akan mengembalikan uang muka yang telah diterimanya. Apabila pihak
terjamin tidak mengembalikan uang muka uang telah dibayarkan maka pihak penjamin
bersedia mengembalikan uang muka tersebut kepada PPK/ULP. Nilai jaminan uang muka
paling kurang sebesar uang muka yang dapat dibayarkan yaitu bagi penyedia barang/jasa
golongan kecil dan menengah paling tinggi 30% dari nilai kontrak, bagi pengusaha
golongan non kecil paling tinggi 20% dari nilai kontrak.

d. Surat Jaminan Pemeliharaan
Surat jaminan pemeliharaan adalah jaminan yang menjamin bahwa penyedia
barang/jasa akan memperbaiki seluruh kerusakan yang terjadi selama masa pemeliharaan
atas barang/jasa yang telah dikerjakannya. Apabila terjamin tidak melaksanakan
pemeliharaan atau memperbaiki seluruh kerusakan yang terjadi selama masa pemeliharaan
maka pihak penjamin bersedia membayar sejumlah uang kepada PPK. Lazimnya
pemeliharaan diperlukan untuk pekerjaan konstruksi dimana pada saat pekerjaan

konstruksi selesai dikerjakan 100% dilakukan serah terima hasil pekerjaan (serah terima
pertama) dan hasil pekerjaan telah dapat digunakan tetapi penyedia wajib melakukan
pemeliharaan atau memperbaiki segala kerusakan yang timbul selama masa pemeliharaan.
Setelah masa pemeliharaan berakhir dan seluruh kerusakan/kekurangan telah diperbaiki
dilakukan serah terima hasil pekerjaan untuk keduakalinya (terima kedua) yang
menyatakan bahwa kondisi bangunan dalam keadaan baik/tidak terjadi kerusakan/seluruh
kerusakan telah diperbaiki. Berdasarkan pasal 95 ayat (5) Perpres nomor 70 tahun 2012
masa pemeliharaan untuk pekerjaan permanen paling singkat 6 (enam) bulan, sedangkan
untuk pekerjaan semi permanen 3 (tiga) bulan. Nilai jaminan pemeliharaan diatur dalam
pasal 71 ayat (3) sebesar 5% dari nilai kontrak.
e. Surat Jaminan Sanggah Bannding
Jaminan sanggah banding adalah jaminan yang diberikan oleh peserta yang
mengajukan sanggahan banding kepada PPK sebagai syarat sahnya sanggahan banding
yang diajukannya. Jaminan sanggah banding berisi pernyataan kesanggupan penjamin
untuk membayar sejumlah uang kepada PPK jika tuduhan yang dijadikan alasan oleh
penyedia barang/jasa untuk mengajukan sanggah banding terbukti tidak benar. Besaran
nilai sanggah banding adalah 1% dari nilai total HPS.

B. Format dan Fungsi Surat Jaminan Penawaran.
Jaminan penawaran digunakan dalam proses lelang sejak tanggal pemasukan

dokumen penawaran sampai dengan penandatanganan kontrak. Tujuannya adalah agar
selama proses lelang berlangsung semua peserta lelang mengikuti setiap tahapan lelang
dengan sungguh-sungguh dan menaati semua ketentuan yang berlaku. Jika peserta lelang
tidak menaati ketentuan yang berlaku peserta dikenakan sanksi yaitu jaminan penawarannya
disita dan dicairkan untuk disetor ke rekening kas negara dan penyedia dimasukkan dalam
daftar hitam selama dua tahun.
Agar persyaratan perlunya surat jaminan tersebut diketahui oleh seluruh peserta
lelang, Pokja ULP memberitahukan hal tersebut kepada seluruh peserta lelang dengan cara
mencantumkan persyaratan perlunya surat jaminan penawaran di dalam dokumen pengadaan.
Pokja ULP menetapkan kriteria surat jaminan yang meliputi:
1) Besaran nilai jaminan penawaran;
2) Masa berlaku jaminan penawaran;
3) Lembaga yang berhak menerbitkan surat jaminan;
4) Persyaratan surat jaminan penawaran.
Besaran nilai surat jaminan dapat ditunjuk nilai nominal tertentu antara 1% sampai
3% dari nilai HPS. Masa berlaku jaminan penawaran dapat ditetapkan sejak tanggal
berakhirnya waktu pemasukan dokumen penawaran sampai dengan tanggal tertentu.
Lembaga yang berhak menerbitkan surat jaminan yaitu bank umum/perusahaan
penjamin/asuransi yang telah mendapat izin Menteri Keuangan sebagai penerbit surat


jaminan. Persyaratan surat jaminan penawaran harus mudah dicairkan, tanpa syarat
(unconditional) dalam hal penyedia barang/jasa:
a. Menarik kembali penawarannya sebelum proses lelang selesai;
b. Tidak menerima/menolak hasil koreksi aritmatik atas surat penawarannya;
c. Tidak hadir dalam acara klarifikasi dan/atau verifikasi dokumen;
d. Menolak ditunjuk sebagai pemenang;
e. Tidak menyerahkan jaminan pelaksanaan dan/atau tidak menandatangani kontrak;
f. Terlibat KKN dalam proses lelang.
Peraturan Kepala LKPP nomor 14 tahun 2012 menyatakan bahwa surat jaminan
penawaran memenuhi syarat apabila:
(a) diterbitkan oleh Bank Umum, perusahaan penjaminan atau perusahaan asuransi
yang mempunyai program asuransi kerugian (suretyship) yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan;
(b) Jaminan Penawaran dimulai sejak tanggal terakhir pemasukan penawaran dan
masa berlakunya tidak kurang dari waktu yang ditetapkan dalam Dokumen
Pemilihan;
(c) nama peserta sama dengan nama yang tercantum dalam surat Jaminan Penawaran;
(d) besaran nilai Jaminan Penawaran tidak kurang dari nilai jaminan yang ditetapkan
dalam Dokumen Pemilihan;
(e) besaran nilai Jaminan Penawaran dicantumkan dalam angka dan huruf;

(f) nama ULP yang menerima Jaminan Penawaran sama dengan nama ULP yang
mengadakan pelelangan; dan
(g) paket pekerjaan yang dijamin sama dengan paket pekerjaan yang dilelangkan
Surat jaminan penawaran memiliki fungsi yang sangat penting dalam rangka
menciptakan system pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah yang bersih dan
bertanggung jawab. Terutama untuk mengurangi kemungkinan penyedia barang/jasa
melakukan tindakan yang dapat merugikan keuangan negara seperti melakukan kolusi baik
sesama peserta lelang maupun antara penyedia dengan Pokja ULP, mundur dari proses lelang
sebelum proses lelang selesai, atau tidak bersedia ditunjuk sebagai pemenang lelang.
Kolusi yang dilakukan oleh peserta lelang dengan cara melakukan rekayasa
(pengaturan bersama) dalam proses lelang berakibat persaingan dalam proses lelang menjadi
tidak sehat dimana semua peserta mengajukan penawaran yang tinggi sehingga penawaran
terendahpun harganya tinggi. Pengunduran diri setelah ditunjuk sebagai pemenang
menimbulkan kerugian negara karena Pokja ULP harus menunjuk peserta lain yang
penawarannya tentu saja lebih tinggi.

C. Masalah Surat Jaminan Penawaran
Dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan pelelangan,
Pokja ULP harus menyusun dokumen pengadaan. Dokumen pengadaan adalah dokumen
yang ditetapkan oleh Pokja ULP yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati

oleh para pihak dalam proses pengadaan barang/jasa. Dalam penyusunan dokumen
pengadaan tersebut pokja ULP juga harus menyediakan contoh formulir yang akan digunakan
dalam proses lelang seperti surat penawaran dan surat jaminan penawaran. Dokumen
pengadaan tersebut tidak hanya disampaikan kepada seluruh calon peserta lelang tetapi juga
harus dijelaskan dalam acara penjelasan dokumen (aanwijzing). Dengan demikian setiap
peserta lelang harus mengajukan penawaran dengan berpedoman pada dokumen pengadaan

yang telah dibuat oleh Pokja ULP. Pokja ULP dapat menggugurkan penawaran peserta lelang
yang tidak melampirkan surat jaminan penawaran atau melampirkan surat jaminan
penawaran yang tidak sesuai dengan contoh yang telah ditetapkan Pokja ULP.
Dalam kenyataannya bentuk surat jaminan penawaran yang dilampirkan dalam
dokumen penawaran kadang-kadang tidak mengikuti format yang ditetapkan oleh Pokja
ULP. Hal ini disebabkan beberapa perusahaan asuransi telah memiliki format sendiri,
biasanya berbentuk selembar kertas dengan menggunakan kertas khusus yang berisi kalimat
khusus yang sudah baku sehingga kadang-kadang tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan
Pokja ULP. Meskipun format jaminan penawaran tidak sama persis dengan contoh yang
telah ditetapkan Pokja ULP masih dapat menerima surat jaminan penawaran sepanjang
substansi surat jaminan memenuhi syarat yang ditetapkan yaitu:
1. Penerbit jaminan adalah bank umum/perusahaan penjamin/asuransi yang mempunyai
program asuransi kerugian (suretyship) yang ditetapkan Menteri Keuangan;

2. Nama ULP yang menerima Jaminan Penawaran sama dengan nama ULP yang
mengadakan pelelangan;
3. Nama paket pekerjaan yang dijamin sama dengan paket pekerjaan yang dilelangkan;
4. Nama peserta sama dengan nama yang tercantum dalam surat Jaminan Penawaran;
5. Jaminan Penawaran dimulai sejak tanggal terakhir pemasukan penawaran dan masa
berlakunya tidak kurang dari waktu yang ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan;
6. Nilai nominal surat jaminan tidak kurang dari yang ditetapkan oleh Pokja ULP;
7. besaran nilai Jaminan Penawaran dicantumkan dalam angka dan huruf;
8. Hal yang dijamin dalam surat jaminan penawaran tersebut meliputi tindakan:
a. Menarik kembali penawarannya sebelum proses lelang selesai;
b. Tidak menerima hasil koreksi aritmatik atas surat penawarannya;
c. Tidak hadir dalam acara klarifikasi dan/atau verifikasi dokumen;
d. Menolak ditunjuk sebagai pemenang;
e. Tidak menyerahkan jaminan pelaksanaan dan/atau tidak menandatangani kontrak;
f. Terlibat KKN dalam proses lelang.
Berdasarkan pasal 67 ayat (3) Perpres nomor 54 tahun 2010 surat jaminan
penawaran harus dapat dicairkan tanpa syarat ( unconditional). Dalam kenyataannya
keterangan bahwa jaminan tersebut dapat dicairkan tanpa syarat tidak dicantumkan oleh
pihak penerbit jaminan. Karena itu untuk memastikan bahwa surat jaminan tersebut mudah
dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), Pokja ULP harus melakukan konfirmasi secara

tertulis kepada penerbit jaminan sebelum menetapkan pemenang lelang.
Dalam
kenyataannya proses konfirmasi tersebut tidak segera mendapat jawaban dari pihak penerbit
jaminan. Akibatnya karena Pokja ULP belum dibolehkan menetapkan pemenang lelang
sebelum hasil konfirmasi tentang keabsahan surat jaminan penawaran diterima, maka Pokja
ULP harus menunda penetapan pemenang lelang dan melakukan perubahan jadwal lelang
memalui aplikasi SPSE. Jadwal waktu pelaksaan lelang kadang-kadang berkaitan erat
dengan waktu pelaksanaan penyelesaian pekerjaan dan batas waktu pencairan anggaran.
Karena itu perubahan jadwal lelang dapat berakibat pada terlambatnya penyelesaian
pekerjaan dan pada gilirannya dapat menghambat penyerapan anggaran.

Berdasarkan ketentuan dalam surat edaran Otoritas Jasa Keuangan nomor SE04/NB/2013 tanggal 18 September 2013 yang melarang pihak asuransi menjamin kerugian
yang diakibatkan tindakan yang terindikasi KKN, maka sejak bulan September 2013 tindakan
KKN yang dilakukan oleh peserta penyedia barang/jasa sudah tidak dijamin dalam surat
jaminan penawaran yang diterbitkan perusahaan asuransi. Karena surat edaran Otoritas Jasa
Keuangan tersebut tidak disosialisasikan di kalangan penyedia barang/jasa, banyak penyedia
yang tidak memperhatikan isi dari surat jaminan yang diterbitkan perusahaan asuransi.
Akibatnya dalam proses lelang banyak pula penyedia yang melampirkan surat jaminan yang
tidak memenuhi syarat unconditional seperti dikehendaki oleh Pokja ULP. Hal ini berakibat
pada banyak penawaran yang digugurkan dalam proses lelang. Setiap adanya penawaran
yang digugurkan akan mengurangi jumlah peserta yang memenuhi syarat dalam evaluasi
harga. Karena itu kesalahan format surat jaminan penawaran dapat berakibat Pokja ULP
terpaksa memenangkan peserta dengan penawaran yang lebih tinggi. Bahkan bisa jadi proses
lelang dinyatakan gagal karena tidak ada peserta yang memenuhi syarat.
D. Pertentangan Kebijakan LKPP dan OJK
Permasalahan yang muncul dalam penggunaan surat jaminan penawaran
sebagaimana diuraikan di atas dipicu oleh adanya surat edaran Otoritas Jaka Keuangan
tanggal 18 September 2013 nomor SE-04/NB/2013 yang substansinya bertentangan dengan
persyaratan jaminan penawaran yang dikehendaki oleh LKPP melalui Perpres tentang
pengadaan barang/jasa pemerintah. Karena itu banyak pihak yang mempersoalkan kebijakan
OJK tersebut. Dalam hal ini OJK menjadi lembaga yang dianggap menentang kebijakan
LKPP. Hal ini disebabkan karena:
1. Dilihat dari waktu lahirnya kebijakan tersebut, kebijakan LKPP yang menghendaki
jaminan penawaran menjamin tindakan KKN dalam proses penagadaan barang/jasa
telah lebih dahulu ada sejak tahun 2010, sedangkan kebijakan OJK yang melarang
perusahaan asuransi menjamin kerugian yang diakibatkan oleh tindakan yang
terindikasi KKN dalam proses lelang baru lahir tahun 2013.
2. Dilihat dari bentuk peraturan yang digunakan, kebijakan LKPP dituangkan dalam
Perpres yang lingkup berlakunya meliputi seluruh pihak yang terlibat dalam prose
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sedangkan kebijakan OJK dituangkan dalam surat
edaran kepada Direksi Perusahaan Asuransi Umum yang lingkup berlakunya hanya di
lingkungan asuransi umum.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengembangan dan pembinaan
pengadaan barang/jasa pemerintah, LKPP berwenang untuk menetapkan bahwa surat jaminan
penawaran harus mencakup kerugian yang diakibatkan oleh tindakan KKN. Ini ditujukan
dalam rangka menghindari terjadinya kerugian negara yang disebabkan ulah penyedia yang
melakukan KKN dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Demikian juga halnya OJK,
sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk membina dan mengembangkan asuransi,
berwenang untuk melarang perusahaan asuransi menjamin kerugian negara yang diakibatkan
oleh tindakan yang terindikasi KKN. Karena itu seharusnya kebijakan LKPP dan OJK
tersebut tidak perlu dipermasalahkan.
LKPP tidak mengharuskan bahwa jaminan
penawaran yang bersifat unconditional diterbitkan oleh asuransi. OJK juga tidak melarang

pihak lain untuk menjamin kerugian yang disebabkan oleh tindakan terindikasi KKN.
Semuanya diserahkan pada Pokja ULP dan penyedia barang/jasa sebagai pihak yang
berkepentingan dalam proses lelang. Bagi Pokja ULP yang penting surat jaminan penawaran
bersifat tanpa syarat (unconditional) dan menjamin kerugian yang disebabkan oleh tidakan
yang terindikasi KKN. Bagi penyedia barang/jasa yang penting surat jaminan penawaran
dapat diterima oleh Pokja ULP dan dokumen penawarannya tidak dinyatakan gugur.
E. Solusi
Agar permasalahan surat jaminan penawaran tidak sampai mengganggu jalannya
proses lelang, dapat ditempu solusi sebagai jalan keluarnya sebagai berikut:
1. Pokja ULP meminimalkan persyaratan dalam dokumen penawaran dengan cara hanya
memberlakukan syarat perlunya jaminan penawaran dalam proses lelang dengan nilai
di atas Rp2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah). Hal ini didasarkan pada
Peraturan Kepala LKPP nomor 18 tahun 2012 tentang Electronic Tendering.
Berdasarkan peraturan tersebut jaminan penawaran tidak diperlukan dalam pengadaan
barang/jasa yang dilaksanakan dengan E-Tendering dengan metode E-Lelang jika:
a) Nilai HPS tidak lebih dari Rp2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta
rupiah); atau
b) Tidak menimbulkan risiko apabila pemenang mengundurkan diri akan
menyebabkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
2. Penyedia barang/jasa harus memenuhi ketentuan dalam Perpres nomor 54 tahun 2010
sebagaimana telah diubah dengan Perpres nomor 70 tahun 2012 dengan menggunakan
surat jaminan penawaran yang bersifat tanpa syarat ( undonditional) serta menjamin
kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan yang terindikasi KKN. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan surat jaminan penawaran yang dikeluarkan bukan
oleh perusahaan asuransi.
3. Dalam hal Pokja ULP mensyaratkan surat jaminan penawaran, Pokja ULP harus
menegaskan dalam acara penjelasan dokumen (aanwijzing), bahwa surat jaminan
penawaran harus bersifat tanpa syarat (unconditional) serta menjamin kerugian
negara yang disebabkan oleh tindakan yang terindikasi KKN.
Palembang, Maret 2014
Daftar Pustaka:
1. Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
2. Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
3. Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 20121 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
4. Peraturan Kepala LKPP nomor 14 tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Peraturan
Presiden Nomor 70 tahun 20121 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden
nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
5. Surat edaran Direktur Jenderal Bina Marga Kemeterian Pekerjaan Umum nomor
03/SE/Db/2014 tanggal 19 Februari 2014.
6. Surat edaran Otoritas Jasa Keuangan nomor SE-04/NB/2013 tanggal 18 September
2013.