PENGARUH EKSPOR DALAM PERTUMBUHAN EKONOM

PENGARUH EKSPOR DALAM PERTUMBUHAN
EKONOMI
Definisi Ekspor:
Ekspor

adalah

proses

transportasi barang atau komoditas dari

suatu negara ke negara lain Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan
skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat
internasional Strategi ekspor digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil
dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya. Strategi lainnya
misalnya franchise dan akuisisi.
Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi didalam negara dan dijual
diluar negeri. (Mankiw, 2004 : 240). Jika suatu negara membuka perdagangan
internasional dan menjadi pengekspor suatu barang, maka produsen domestic barang
tersebut akan diuntungkan dan konsumen domestic barang tersebut akan dirugikan.
Pembukaan


perdagangan

internasional

akan

menguntungkan

negara

yang

bersangkutan secara keseluruhan karena keuntungan yang diperoleh melebihi
kerugian nya (Mankiw, 2006 : 221). Dalam analisis keseimbangan pendapatan
nasional dalam perekonomian terbuka diandaikan Ekspor merupakan pengeluaran
otonomi, yaitu ia tidak ditentukan oleh pendapatan nasional. Ekspor terutama
ditentukkan oleh harga relative barang dalam negeri dipasaran luar negeri,
kemampuan barang dalam negeri untuk bersaing dipasaran dunia, dan citarasa


penduduk di negara-negara lain terhadap barang yang diproduksikan suatu Negara
(Sukirno, 2004 : 222).
Namun produsen lokal tidak serta merta dapat melakukan kegiatan ekspor
setiap waktu dan sesuka hati karena ada beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah tentang ekspor yaitu:
a. Kuota ekspor: Tujuan pemerintah memberlakukan kuota ekspor adalah untuk
menjamin persediaan barang di dalam negeri sehingga harga tetap
terjaga dan perekonomian tidak terganggu.
b. Subsidi: Kebijakan ini diberikan untuk membantu produsen dalam negeri yang
memproduksi barang untuk diekspor agar mampu bersaing dan
memperluas pasar diluar negeri,sehingga meningkatkan pendapatan
nasional.
c. Tarif ekspor: Kebijakan ini memberikan bea ekspor khusus untuk merangsang
kuantitas dan kualitas ekspor.
d. Diskriminasi Harga: Kebijakan Ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
sebesar- besarnya dengan cara pemberian harga tertentu di
beberapa Negara tujuan ekspor.
e. Larangan Ekspor: Sebuah bentuk pelarangan ekspor karena disebabkan alasan
ekonomi,sosial dan politik biasanya kebijakan ini terjadi
apabila suatu negara memiliki hubungan yang kurang harmonis

dengan negara lain atau untuk menjaga kebutuhan barang dalam
negeri.

Pengaruh Ekspor Terhadap Perekonomian:
Kebijakan ekspor sangat berpengaruh dalam pertumbuhan perekonomian
beberapa negara,maka dari itu negara-negara yang memiliki SDA yang melimpah
atau negara dengan teknologi yang canggih sering menggenjot kebijakan ekspornya.
Dari studi pertumbuhan ekonomi selama periode 1968 – 1984 yang dilakukan
oleh Bela Balassa (1986) terhadap sekelompok luar negara-negara yang sedang
berkembang yang dibedakan antara negaranegara yang berorientasi keluar (Outward
– Oriented Countries) dan Negara-negara yang berorientasi kedalam ( Inwardoriental countries) menemukan bahwa negara-negara yang menerapkan strategi
pembangunan yang berorientasi keluar memiliki kinerja pertumbuhan ekonomi yang
jauh lebih baik dari pada negara-negara yang menerapkan strategi pembangunan yang
berorientasi kedalam atau substitusi impor. Studi yang dilakukan Anne Krueger
(1978) mengemukakan bahwa kenaikan 0.1 persen didalam laju pertumbuhan
pendapatan ekspor mampu meningkatkan laju pertumbuhan Gross National Product
(GNP) dengan kira-kira 0,11 persen. Anne Krueger dalam Nanga (2005 : 301) juga
menyatakan bahwa orientasi keluar akan mendorong kebijakan makro ekonomi yang
lebih baik, misalnya para pembuat kebijakan harus menjaga nilai tukar pada tingkat
yang realistik, sehingga ekspor negara tersebut dapat bersaing dipasar luar negeri.

Berdasarkan studi dilakukan Hollis Chemery terhadap 20 negara yang sedang
berkembang menemukan bahwa total input productivity total meningkat diatas 3
persen pertahun di negara-negara yang menerapkan Outward oriented atau export- led

strategies,

sedangkan

negara-negara

yang

menerapkan

inward



oriented


pertumbuhannya hanya 1 persen (Nanga, 2005 : 302).
Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak
saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring
dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi
impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor
atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat
lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau
mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk. Secara kumulatif, nilai
ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai USD118,43 miliar atau meningkat
26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor nonmigas
mencapai USD92,26 miliar atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor,
ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut
meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan
kontribusi 58,8% terhadap total ekspor nonmigas. Kesepuluh golongan tersebut
adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan
listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian
ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan,
kayu dan barang dari kayu, serta timah.


Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang
tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor nonmigas. Dari
sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap
periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor nonmigas di luar 10
golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Peranan dan perkembangan ekspor nonmigas Indonesia menurut sektor untuk
periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor
produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masingmasing meningkat 34,65%, 21,04%, dan 21,57%.
Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008,
kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi
ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk
pertambangan adalah sebesar 10,46%, sementara kontribusi ekspor migas adalah
sebesar 22,10%.
Secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak
dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia
semakin menurun. Ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15%
atau menjadi USD12,23 miliar bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, dari
tahun ke tahun mengalami kenaikan sebesar 28,53%.


Dan berikut merupakan peranan ekspor total terhadap PDB Indonesia periode
1993-2008 dan dijelaskan dalam tabel berikut:

1993

PDB DENGAN MIGAS
Harga
Harga Konstan
Berlaku
329.776
329.776

296.861

296.861

1994

377.354


353.973

353.973

320.036

1995

454.514

383.792

417.706

350.290

1996

532.568


413.798

490.255

378.871

1997

627.696

433.246

578.037

398.676

1998

955.754


376.375

847.697

341.992

1999

1099.732

379.352

992.179

345.419

2000

1264.919


398.352

1081.418

363.759

2001

1467.655

411.754

1279.186

379.020

2002

1863.275

1506.124

1700.523

1345.814

2003

2036.352

1577.171

1840.855

1421.475

2004

2295.826

1656.517

2083.078

1506.297

2005

2774.281

1750.815

2458.234

1605.262

2006

3339.217

1847.127

2967.040

1703.422

2007

3949.321

1963.092

3532.808

1820.512

4426.385

1939.250

Tahun

2082.104
2008 4954.029
Sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta

PDB NONMIGAS
Harga Berlaku

Harga Konstan

Data PDB tahun 1993-2001 berdasarkan harga konstan tahun 1993 dan data
PDB tahun 2002-2008 berdasarkan harga konstan 2000. Rata-rata laju pertumbuhan
PDB dengan Migas selama periode 2000- 2008 adalah 6,43% per tahun. Rata-rata
laju pertumbuhan PDB tanpa migas selama periode 2000-2008 adalah 7,57 % per
tahun.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Migas dan Nonmigas adalah
komoditi utama Indonesia untuk diekspor karena selain Persediaannya yang cukup
melimpah,perkembangannya dari tahun ke tahun cukup tinggi walaupun dalam
beberapa periode mengalami penurunan.
Sepuluh komoditi ekspor utama Indonesia adalah Tekstil dan Produk Tekstil
(TPT), produk hasil hutan, elektronik, karet dan produk karet, sawit dan produk
sawit, otomotif,
semakin

alas

kompetitif

kaki, udang, kakao dan kopi. Namun,
sehingga

sepuluh

terdiversifikasi. Komoditas lainnya,
produk

yaitu

pasar

internasional

komoditas

ekpor

makanan

olahan, perhiasan, ikan dan

ikan, kerajinan dan rempah-rempah, kulit dan

utama

produk

Indonesia

kulit,

peralatan medis, minyak atsiri, peralatan kantor dan tanaman obat.
Pada tahun 2011, industri menyumbang US$ 122 miliar atau sebesar 60
persen dari total nilai ekspor. Sektor nonmigas lainnya, yaitu pertanian dan
pertambangan, masing-masing menyumbang 2,54 persen dan 17,02 persen dari
keseluruhan ekspor. Sementara itu ekspor sektor migas hanya mencapai US$ 41
miliar atau sebesar 20,43 persen dari total ekspor.

Ekspor Indonesia setahun Tahun
US$25,9 miliar

1990

US$36,50 miliar

1993

US$42,16 miliar

1994

US$47,75 miliar

1995

US$52,03 miliar

1996

US$56,16 miliar

1997

US$65,4 miliar

2000

US$58,7 miliar

2001

US$71,58 miliar

2004

US$85,56 miliar

2005

US$100.79 miliar

2006

US$114.10 miliar

2007

US$137,02 miliar

2008

US$116,5 miliar

2009

US$157,7 miliar

2010

US$203.62 miliar

2011

US$190.03 miliar

2012

Karet dan produk dari karet merupakan salah satu produk unggulan penghasil
devisa negara. Saat ini Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar bersaing
dengan Thailand. Di satu sisi, ekspor komoditas unggulan tersebut telah
menyumbang devisa bagi negeri ini, termasuk penyerapan tenaga kerja dan
membantu pelestarian lingkungan alam. Dari data BPS (2011), tercatat bahwa sampai
dengan tahun 2010 total ekspor produk yang mepunyai Harmonize System (HS) 40
ini sebesar USD 9,373 milyar atau mempunyai kontribusi sebesar 5,94 persen dari
total ekspor nasional. Dengan demikian besarnya ekspor komoditas tersebut hampir
tiga kali lipat bila dibandingkan tahun 2001 yang hanya sebesar 2,19 persen dengan

nilai USD 1,2 milyar. Demikian juga bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang
hanya sebesar 4,22 persen atau sebesar USD 4,9 milyar.
Diperkirakan sebesar 81,56 persen dari karet alam yang diekspor ke berbagai
negara masih dalam bentuk bahan baku yang belum diolah lebih lanjut. Padahal, jika
komoditas tersebut diolah terlebih dahulu, akan memberikan dampak ganda bagi
perekonomian negeri ini berupa peningkatan nilai tambah produk itu sendiri. Dampak
lainnya akan terjadi penyerapan tenaga kerja dengan adanya pengolahan bahan baku
karet alam tersebut menjadi produk yang berasal dari karet. Dengan demikian
semakin tinggi peningkatan daya saing karet dan produk dari karet.

Komoditas

Nilai

Persentase

Hasil Industri non migas

US$ 122 miliar

60%

Industri Migas

US$ 41 miliar

20,43%

Pertambangan non migas

US$ 34 miliar

17,02%

Pertanian

US$3,1 miliar

2,54%

Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983.
Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi
seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri
substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang
impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang
sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas
atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai
118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007,
sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%.
Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang
dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan
21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan
kontribusi 58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut
adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan
listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian
ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan,
kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang
tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas.

Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71%
terhadap periode yang sama tahun 2007.
Sementara itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada
Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Manfaat Melakukan Ekspor
Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktorfaktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan
lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi
kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan
luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi.
Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan
yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut
mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha
tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena
mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya
harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk
tersebut keluar negeri.

Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu
negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara
manajemen yang lebih modern.