PENGARUH EKSPOR DALAM PERTUMBUHAN EKONOM
PENGARUH EKSPOR DALAM PERTUMBUHAN
EKONOMI
Definisi Ekspor:
Ekspor
adalah
proses
transportasi barang atau komoditas dari
suatu negara ke negara lain Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan
skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat
internasional Strategi ekspor digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil
dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya. Strategi lainnya
misalnya franchise dan akuisisi.
Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi didalam negara dan dijual
diluar negeri. (Mankiw, 2004 : 240). Jika suatu negara membuka perdagangan
internasional dan menjadi pengekspor suatu barang, maka produsen domestic barang
tersebut akan diuntungkan dan konsumen domestic barang tersebut akan dirugikan.
Pembukaan
perdagangan
internasional
akan
menguntungkan
negara
yang
bersangkutan secara keseluruhan karena keuntungan yang diperoleh melebihi
kerugian nya (Mankiw, 2006 : 221). Dalam analisis keseimbangan pendapatan
nasional dalam perekonomian terbuka diandaikan Ekspor merupakan pengeluaran
otonomi, yaitu ia tidak ditentukan oleh pendapatan nasional. Ekspor terutama
ditentukkan oleh harga relative barang dalam negeri dipasaran luar negeri,
kemampuan barang dalam negeri untuk bersaing dipasaran dunia, dan citarasa
penduduk di negara-negara lain terhadap barang yang diproduksikan suatu Negara
(Sukirno, 2004 : 222).
Namun produsen lokal tidak serta merta dapat melakukan kegiatan ekspor
setiap waktu dan sesuka hati karena ada beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah tentang ekspor yaitu:
a. Kuota ekspor: Tujuan pemerintah memberlakukan kuota ekspor adalah untuk
menjamin persediaan barang di dalam negeri sehingga harga tetap
terjaga dan perekonomian tidak terganggu.
b. Subsidi: Kebijakan ini diberikan untuk membantu produsen dalam negeri yang
memproduksi barang untuk diekspor agar mampu bersaing dan
memperluas pasar diluar negeri,sehingga meningkatkan pendapatan
nasional.
c. Tarif ekspor: Kebijakan ini memberikan bea ekspor khusus untuk merangsang
kuantitas dan kualitas ekspor.
d. Diskriminasi Harga: Kebijakan Ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
sebesar- besarnya dengan cara pemberian harga tertentu di
beberapa Negara tujuan ekspor.
e. Larangan Ekspor: Sebuah bentuk pelarangan ekspor karena disebabkan alasan
ekonomi,sosial dan politik biasanya kebijakan ini terjadi
apabila suatu negara memiliki hubungan yang kurang harmonis
dengan negara lain atau untuk menjaga kebutuhan barang dalam
negeri.
Pengaruh Ekspor Terhadap Perekonomian:
Kebijakan ekspor sangat berpengaruh dalam pertumbuhan perekonomian
beberapa negara,maka dari itu negara-negara yang memiliki SDA yang melimpah
atau negara dengan teknologi yang canggih sering menggenjot kebijakan ekspornya.
Dari studi pertumbuhan ekonomi selama periode 1968 – 1984 yang dilakukan
oleh Bela Balassa (1986) terhadap sekelompok luar negara-negara yang sedang
berkembang yang dibedakan antara negaranegara yang berorientasi keluar (Outward
– Oriented Countries) dan Negara-negara yang berorientasi kedalam ( Inwardoriental countries) menemukan bahwa negara-negara yang menerapkan strategi
pembangunan yang berorientasi keluar memiliki kinerja pertumbuhan ekonomi yang
jauh lebih baik dari pada negara-negara yang menerapkan strategi pembangunan yang
berorientasi kedalam atau substitusi impor. Studi yang dilakukan Anne Krueger
(1978) mengemukakan bahwa kenaikan 0.1 persen didalam laju pertumbuhan
pendapatan ekspor mampu meningkatkan laju pertumbuhan Gross National Product
(GNP) dengan kira-kira 0,11 persen. Anne Krueger dalam Nanga (2005 : 301) juga
menyatakan bahwa orientasi keluar akan mendorong kebijakan makro ekonomi yang
lebih baik, misalnya para pembuat kebijakan harus menjaga nilai tukar pada tingkat
yang realistik, sehingga ekspor negara tersebut dapat bersaing dipasar luar negeri.
Berdasarkan studi dilakukan Hollis Chemery terhadap 20 negara yang sedang
berkembang menemukan bahwa total input productivity total meningkat diatas 3
persen pertahun di negara-negara yang menerapkan Outward oriented atau export- led
strategies,
sedangkan
negara-negara
yang
menerapkan
inward
–
oriented
pertumbuhannya hanya 1 persen (Nanga, 2005 : 302).
Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak
saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring
dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi
impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor
atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat
lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau
mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk. Secara kumulatif, nilai
ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai USD118,43 miliar atau meningkat
26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor nonmigas
mencapai USD92,26 miliar atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor,
ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut
meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan
kontribusi 58,8% terhadap total ekspor nonmigas. Kesepuluh golongan tersebut
adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan
listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian
ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan,
kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang
tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor nonmigas. Dari
sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap
periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor nonmigas di luar 10
golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Peranan dan perkembangan ekspor nonmigas Indonesia menurut sektor untuk
periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor
produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masingmasing meningkat 34,65%, 21,04%, dan 21,57%.
Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008,
kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi
ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk
pertambangan adalah sebesar 10,46%, sementara kontribusi ekspor migas adalah
sebesar 22,10%.
Secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak
dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia
semakin menurun. Ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15%
atau menjadi USD12,23 miliar bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, dari
tahun ke tahun mengalami kenaikan sebesar 28,53%.
Dan berikut merupakan peranan ekspor total terhadap PDB Indonesia periode
1993-2008 dan dijelaskan dalam tabel berikut:
1993
PDB DENGAN MIGAS
Harga
Harga Konstan
Berlaku
329.776
329.776
296.861
296.861
1994
377.354
353.973
353.973
320.036
1995
454.514
383.792
417.706
350.290
1996
532.568
413.798
490.255
378.871
1997
627.696
433.246
578.037
398.676
1998
955.754
376.375
847.697
341.992
1999
1099.732
379.352
992.179
345.419
2000
1264.919
398.352
1081.418
363.759
2001
1467.655
411.754
1279.186
379.020
2002
1863.275
1506.124
1700.523
1345.814
2003
2036.352
1577.171
1840.855
1421.475
2004
2295.826
1656.517
2083.078
1506.297
2005
2774.281
1750.815
2458.234
1605.262
2006
3339.217
1847.127
2967.040
1703.422
2007
3949.321
1963.092
3532.808
1820.512
4426.385
1939.250
Tahun
2082.104
2008 4954.029
Sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta
PDB NONMIGAS
Harga Berlaku
Harga Konstan
Data PDB tahun 1993-2001 berdasarkan harga konstan tahun 1993 dan data
PDB tahun 2002-2008 berdasarkan harga konstan 2000. Rata-rata laju pertumbuhan
PDB dengan Migas selama periode 2000- 2008 adalah 6,43% per tahun. Rata-rata
laju pertumbuhan PDB tanpa migas selama periode 2000-2008 adalah 7,57 % per
tahun.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Migas dan Nonmigas adalah
komoditi utama Indonesia untuk diekspor karena selain Persediaannya yang cukup
melimpah,perkembangannya dari tahun ke tahun cukup tinggi walaupun dalam
beberapa periode mengalami penurunan.
Sepuluh komoditi ekspor utama Indonesia adalah Tekstil dan Produk Tekstil
(TPT), produk hasil hutan, elektronik, karet dan produk karet, sawit dan produk
sawit, otomotif,
semakin
alas
kompetitif
kaki, udang, kakao dan kopi. Namun,
sehingga
sepuluh
terdiversifikasi. Komoditas lainnya,
produk
yaitu
pasar
internasional
komoditas
ekpor
makanan
olahan, perhiasan, ikan dan
ikan, kerajinan dan rempah-rempah, kulit dan
utama
produk
Indonesia
kulit,
peralatan medis, minyak atsiri, peralatan kantor dan tanaman obat.
Pada tahun 2011, industri menyumbang US$ 122 miliar atau sebesar 60
persen dari total nilai ekspor. Sektor nonmigas lainnya, yaitu pertanian dan
pertambangan, masing-masing menyumbang 2,54 persen dan 17,02 persen dari
keseluruhan ekspor. Sementara itu ekspor sektor migas hanya mencapai US$ 41
miliar atau sebesar 20,43 persen dari total ekspor.
Ekspor Indonesia setahun Tahun
US$25,9 miliar
1990
US$36,50 miliar
1993
US$42,16 miliar
1994
US$47,75 miliar
1995
US$52,03 miliar
1996
US$56,16 miliar
1997
US$65,4 miliar
2000
US$58,7 miliar
2001
US$71,58 miliar
2004
US$85,56 miliar
2005
US$100.79 miliar
2006
US$114.10 miliar
2007
US$137,02 miliar
2008
US$116,5 miliar
2009
US$157,7 miliar
2010
US$203.62 miliar
2011
US$190.03 miliar
2012
Karet dan produk dari karet merupakan salah satu produk unggulan penghasil
devisa negara. Saat ini Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar bersaing
dengan Thailand. Di satu sisi, ekspor komoditas unggulan tersebut telah
menyumbang devisa bagi negeri ini, termasuk penyerapan tenaga kerja dan
membantu pelestarian lingkungan alam. Dari data BPS (2011), tercatat bahwa sampai
dengan tahun 2010 total ekspor produk yang mepunyai Harmonize System (HS) 40
ini sebesar USD 9,373 milyar atau mempunyai kontribusi sebesar 5,94 persen dari
total ekspor nasional. Dengan demikian besarnya ekspor komoditas tersebut hampir
tiga kali lipat bila dibandingkan tahun 2001 yang hanya sebesar 2,19 persen dengan
nilai USD 1,2 milyar. Demikian juga bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang
hanya sebesar 4,22 persen atau sebesar USD 4,9 milyar.
Diperkirakan sebesar 81,56 persen dari karet alam yang diekspor ke berbagai
negara masih dalam bentuk bahan baku yang belum diolah lebih lanjut. Padahal, jika
komoditas tersebut diolah terlebih dahulu, akan memberikan dampak ganda bagi
perekonomian negeri ini berupa peningkatan nilai tambah produk itu sendiri. Dampak
lainnya akan terjadi penyerapan tenaga kerja dengan adanya pengolahan bahan baku
karet alam tersebut menjadi produk yang berasal dari karet. Dengan demikian
semakin tinggi peningkatan daya saing karet dan produk dari karet.
Komoditas
Nilai
Persentase
Hasil Industri non migas
US$ 122 miliar
60%
Industri Migas
US$ 41 miliar
20,43%
Pertambangan non migas
US$ 34 miliar
17,02%
Pertanian
US$3,1 miliar
2,54%
Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983.
Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi
seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri
substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang
impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang
sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas
atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai
118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007,
sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%.
Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang
dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan
21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan
kontribusi 58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut
adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan
listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian
ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan,
kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang
tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas.
Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71%
terhadap periode yang sama tahun 2007.
Sementara itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada
Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Manfaat Melakukan Ekspor
Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktorfaktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan
lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi
kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan
luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi.
Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan
yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut
mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha
tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena
mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya
harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk
tersebut keluar negeri.
Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu
negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara
manajemen yang lebih modern.
EKONOMI
Definisi Ekspor:
Ekspor
adalah
proses
transportasi barang atau komoditas dari
suatu negara ke negara lain Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan
skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat
internasional Strategi ekspor digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil
dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya. Strategi lainnya
misalnya franchise dan akuisisi.
Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi didalam negara dan dijual
diluar negeri. (Mankiw, 2004 : 240). Jika suatu negara membuka perdagangan
internasional dan menjadi pengekspor suatu barang, maka produsen domestic barang
tersebut akan diuntungkan dan konsumen domestic barang tersebut akan dirugikan.
Pembukaan
perdagangan
internasional
akan
menguntungkan
negara
yang
bersangkutan secara keseluruhan karena keuntungan yang diperoleh melebihi
kerugian nya (Mankiw, 2006 : 221). Dalam analisis keseimbangan pendapatan
nasional dalam perekonomian terbuka diandaikan Ekspor merupakan pengeluaran
otonomi, yaitu ia tidak ditentukan oleh pendapatan nasional. Ekspor terutama
ditentukkan oleh harga relative barang dalam negeri dipasaran luar negeri,
kemampuan barang dalam negeri untuk bersaing dipasaran dunia, dan citarasa
penduduk di negara-negara lain terhadap barang yang diproduksikan suatu Negara
(Sukirno, 2004 : 222).
Namun produsen lokal tidak serta merta dapat melakukan kegiatan ekspor
setiap waktu dan sesuka hati karena ada beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah tentang ekspor yaitu:
a. Kuota ekspor: Tujuan pemerintah memberlakukan kuota ekspor adalah untuk
menjamin persediaan barang di dalam negeri sehingga harga tetap
terjaga dan perekonomian tidak terganggu.
b. Subsidi: Kebijakan ini diberikan untuk membantu produsen dalam negeri yang
memproduksi barang untuk diekspor agar mampu bersaing dan
memperluas pasar diluar negeri,sehingga meningkatkan pendapatan
nasional.
c. Tarif ekspor: Kebijakan ini memberikan bea ekspor khusus untuk merangsang
kuantitas dan kualitas ekspor.
d. Diskriminasi Harga: Kebijakan Ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
sebesar- besarnya dengan cara pemberian harga tertentu di
beberapa Negara tujuan ekspor.
e. Larangan Ekspor: Sebuah bentuk pelarangan ekspor karena disebabkan alasan
ekonomi,sosial dan politik biasanya kebijakan ini terjadi
apabila suatu negara memiliki hubungan yang kurang harmonis
dengan negara lain atau untuk menjaga kebutuhan barang dalam
negeri.
Pengaruh Ekspor Terhadap Perekonomian:
Kebijakan ekspor sangat berpengaruh dalam pertumbuhan perekonomian
beberapa negara,maka dari itu negara-negara yang memiliki SDA yang melimpah
atau negara dengan teknologi yang canggih sering menggenjot kebijakan ekspornya.
Dari studi pertumbuhan ekonomi selama periode 1968 – 1984 yang dilakukan
oleh Bela Balassa (1986) terhadap sekelompok luar negara-negara yang sedang
berkembang yang dibedakan antara negaranegara yang berorientasi keluar (Outward
– Oriented Countries) dan Negara-negara yang berorientasi kedalam ( Inwardoriental countries) menemukan bahwa negara-negara yang menerapkan strategi
pembangunan yang berorientasi keluar memiliki kinerja pertumbuhan ekonomi yang
jauh lebih baik dari pada negara-negara yang menerapkan strategi pembangunan yang
berorientasi kedalam atau substitusi impor. Studi yang dilakukan Anne Krueger
(1978) mengemukakan bahwa kenaikan 0.1 persen didalam laju pertumbuhan
pendapatan ekspor mampu meningkatkan laju pertumbuhan Gross National Product
(GNP) dengan kira-kira 0,11 persen. Anne Krueger dalam Nanga (2005 : 301) juga
menyatakan bahwa orientasi keluar akan mendorong kebijakan makro ekonomi yang
lebih baik, misalnya para pembuat kebijakan harus menjaga nilai tukar pada tingkat
yang realistik, sehingga ekspor negara tersebut dapat bersaing dipasar luar negeri.
Berdasarkan studi dilakukan Hollis Chemery terhadap 20 negara yang sedang
berkembang menemukan bahwa total input productivity total meningkat diatas 3
persen pertahun di negara-negara yang menerapkan Outward oriented atau export- led
strategies,
sedangkan
negara-negara
yang
menerapkan
inward
–
oriented
pertumbuhannya hanya 1 persen (Nanga, 2005 : 302).
Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak
saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring
dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi
impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor
atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat
lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau
mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk. Secara kumulatif, nilai
ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai USD118,43 miliar atau meningkat
26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor nonmigas
mencapai USD92,26 miliar atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor,
ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut
meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan
kontribusi 58,8% terhadap total ekspor nonmigas. Kesepuluh golongan tersebut
adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan
listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian
ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan,
kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang
tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor nonmigas. Dari
sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap
periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor nonmigas di luar 10
golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Peranan dan perkembangan ekspor nonmigas Indonesia menurut sektor untuk
periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor
produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masingmasing meningkat 34,65%, 21,04%, dan 21,57%.
Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008,
kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi
ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk
pertambangan adalah sebesar 10,46%, sementara kontribusi ekspor migas adalah
sebesar 22,10%.
Secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak
dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia
semakin menurun. Ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15%
atau menjadi USD12,23 miliar bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, dari
tahun ke tahun mengalami kenaikan sebesar 28,53%.
Dan berikut merupakan peranan ekspor total terhadap PDB Indonesia periode
1993-2008 dan dijelaskan dalam tabel berikut:
1993
PDB DENGAN MIGAS
Harga
Harga Konstan
Berlaku
329.776
329.776
296.861
296.861
1994
377.354
353.973
353.973
320.036
1995
454.514
383.792
417.706
350.290
1996
532.568
413.798
490.255
378.871
1997
627.696
433.246
578.037
398.676
1998
955.754
376.375
847.697
341.992
1999
1099.732
379.352
992.179
345.419
2000
1264.919
398.352
1081.418
363.759
2001
1467.655
411.754
1279.186
379.020
2002
1863.275
1506.124
1700.523
1345.814
2003
2036.352
1577.171
1840.855
1421.475
2004
2295.826
1656.517
2083.078
1506.297
2005
2774.281
1750.815
2458.234
1605.262
2006
3339.217
1847.127
2967.040
1703.422
2007
3949.321
1963.092
3532.808
1820.512
4426.385
1939.250
Tahun
2082.104
2008 4954.029
Sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta
PDB NONMIGAS
Harga Berlaku
Harga Konstan
Data PDB tahun 1993-2001 berdasarkan harga konstan tahun 1993 dan data
PDB tahun 2002-2008 berdasarkan harga konstan 2000. Rata-rata laju pertumbuhan
PDB dengan Migas selama periode 2000- 2008 adalah 6,43% per tahun. Rata-rata
laju pertumbuhan PDB tanpa migas selama periode 2000-2008 adalah 7,57 % per
tahun.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Migas dan Nonmigas adalah
komoditi utama Indonesia untuk diekspor karena selain Persediaannya yang cukup
melimpah,perkembangannya dari tahun ke tahun cukup tinggi walaupun dalam
beberapa periode mengalami penurunan.
Sepuluh komoditi ekspor utama Indonesia adalah Tekstil dan Produk Tekstil
(TPT), produk hasil hutan, elektronik, karet dan produk karet, sawit dan produk
sawit, otomotif,
semakin
alas
kompetitif
kaki, udang, kakao dan kopi. Namun,
sehingga
sepuluh
terdiversifikasi. Komoditas lainnya,
produk
yaitu
pasar
internasional
komoditas
ekpor
makanan
olahan, perhiasan, ikan dan
ikan, kerajinan dan rempah-rempah, kulit dan
utama
produk
Indonesia
kulit,
peralatan medis, minyak atsiri, peralatan kantor dan tanaman obat.
Pada tahun 2011, industri menyumbang US$ 122 miliar atau sebesar 60
persen dari total nilai ekspor. Sektor nonmigas lainnya, yaitu pertanian dan
pertambangan, masing-masing menyumbang 2,54 persen dan 17,02 persen dari
keseluruhan ekspor. Sementara itu ekspor sektor migas hanya mencapai US$ 41
miliar atau sebesar 20,43 persen dari total ekspor.
Ekspor Indonesia setahun Tahun
US$25,9 miliar
1990
US$36,50 miliar
1993
US$42,16 miliar
1994
US$47,75 miliar
1995
US$52,03 miliar
1996
US$56,16 miliar
1997
US$65,4 miliar
2000
US$58,7 miliar
2001
US$71,58 miliar
2004
US$85,56 miliar
2005
US$100.79 miliar
2006
US$114.10 miliar
2007
US$137,02 miliar
2008
US$116,5 miliar
2009
US$157,7 miliar
2010
US$203.62 miliar
2011
US$190.03 miliar
2012
Karet dan produk dari karet merupakan salah satu produk unggulan penghasil
devisa negara. Saat ini Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar bersaing
dengan Thailand. Di satu sisi, ekspor komoditas unggulan tersebut telah
menyumbang devisa bagi negeri ini, termasuk penyerapan tenaga kerja dan
membantu pelestarian lingkungan alam. Dari data BPS (2011), tercatat bahwa sampai
dengan tahun 2010 total ekspor produk yang mepunyai Harmonize System (HS) 40
ini sebesar USD 9,373 milyar atau mempunyai kontribusi sebesar 5,94 persen dari
total ekspor nasional. Dengan demikian besarnya ekspor komoditas tersebut hampir
tiga kali lipat bila dibandingkan tahun 2001 yang hanya sebesar 2,19 persen dengan
nilai USD 1,2 milyar. Demikian juga bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang
hanya sebesar 4,22 persen atau sebesar USD 4,9 milyar.
Diperkirakan sebesar 81,56 persen dari karet alam yang diekspor ke berbagai
negara masih dalam bentuk bahan baku yang belum diolah lebih lanjut. Padahal, jika
komoditas tersebut diolah terlebih dahulu, akan memberikan dampak ganda bagi
perekonomian negeri ini berupa peningkatan nilai tambah produk itu sendiri. Dampak
lainnya akan terjadi penyerapan tenaga kerja dengan adanya pengolahan bahan baku
karet alam tersebut menjadi produk yang berasal dari karet. Dengan demikian
semakin tinggi peningkatan daya saing karet dan produk dari karet.
Komoditas
Nilai
Persentase
Hasil Industri non migas
US$ 122 miliar
60%
Industri Migas
US$ 41 miliar
20,43%
Pertambangan non migas
US$ 34 miliar
17,02%
Pertanian
US$3,1 miliar
2,54%
Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983.
Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi
seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri
substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang
impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang
sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas
atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai
118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007,
sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%.
Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang
dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan
21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan
kontribusi 58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut
adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan
listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian
ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan,
kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang
tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas.
Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71%
terhadap periode yang sama tahun 2007.
Sementara itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada
Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Manfaat Melakukan Ekspor
Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktorfaktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan
lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi
kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan
luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi.
Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan
yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut
mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha
tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena
mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya
harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk
tersebut keluar negeri.
Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu
negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara
manajemen yang lebih modern.