NASKAH NASKAH ISLAM DI JAWA

KESENIAN INDONESIA KUNO
NASKAH-NASKAH ISLAM DI JAWA

Disusun oleh:
Aldila Anisa (1106056541)
Irsyad Leihitu (1106056674)
Ummi Alifah (1106056592)

Esai untuk Mata Kuliah Kesenian Kuno Indonesia
Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
2013

Naskah Jawa kuno berkembang antara abad ke-9 dan akhir abad ke-15 Masehi, pada
masa berjayanya agama Hindu-Buddha. Naskah Jawa modern merujuk pada naskah-naskah
Islam Jawa. Bahan penulisan naskah berupa lontar, kertas daun murbei (dluwang), kertas
yang dikenalkan oleh Hindia Belanda (khususnya di Jawa Tengah). Naskah berisi dari luar
Jawa atau tradisi lisan seperti cerita atau pertunjukan wayang. Ada pula cerita dari Persia dan
Arab yang ditemukan di Jawa, kadang melalui adaptasi Melayu. Cerita kenabian meliputi
Nabi Yusuf, Musa, dan Muhammad. Kategori yang paling sering ditemukan berupa primbon
yaitu petunjuk praktis tentang takdir, ramuan, kehidupan spiritual, yang berhubungan dengan
hal-hal berbahaya dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Jenis naskah lain antara lain

panduan arsitektural, hukum-hukum, buku berbahasa, musik-musik (tembang), kisah-kisah
cina dan fable (Behrend 1990).
Dalam esai ini kami membahas tiga contoh serat yaitu Serat Ambiya, serat Asmarasupi,
dan Serat Tajusalatin. Ketiga serat ini kami anggap dapat mewakili hipotesis yang kami pilih
“Serat-serat Islam di Jawa masih mendapat pengaruh dari masa pra-Islam karena
memiliki unsur-unsur figuratif”. Ketiga serat ini akan dianalisis berdasarkan poin-poin
berikut :
 Apakah naskah – naskah Islam tersebut berisikan unsur figuratif & Non-figuratif atau
menggunakan ilustrasi dan tidak.
 Apakah naskah – naskah tersebut masih mendapatkan atau memiliki kandungan dari
konsep pra-Islam atau masa sebelum Islam
 Mungkinkah bahwa pembuatan atau penulisan naskah – naskah tersebut merupakan
sebuah media atau cara dalam melakukan penyebaran agama, yang dalam konteks ini
adalah agama Islam
Serat Ambiya
Serat Ambiya adalah salah satu serat Islam yang berasal dari daerah Jawa. Pemilik
dari serat ini dulunya adalah R. Bekel Wignyaswandana, dan telah disalin sekali oleh Ki
Sumat yang seorang Lurah Carik di Bayalali Mojagan.

Serat ini memiliki aksara Arab

Pegon

dan

berbahasa

Jawa.

Serat

Ambiya atau yang biasa juga disebut
dengan Tapel Adam ini menceritakan
mengenai kisah – kisah para nabi yang
berjumlah 25. Awal cerita dimulai dari
keturuan Adam, di awali dengan perintah
dari Allah SWT kepada makhluk –
makhluk

yang


diciptakanya

seperti

Malaikat, Jin, dan Iblis agar menyembah
kepada Nabi Adam, namun salah satu
diantaranya yaitu iblis menolak dan
mengingkarinya. Cerita berakhir dengan
Nabi Muhammad yang diangkat menjadi
Rasul dan berserta umatnya berhasil
menyebarkan
Gambar 1. Halaman pertama dari Serat Ambiya
(Koleksi Naskah Perpustakaan UI)

dan

mengembangkan

sayap dari agama Islam ke pelosok bumi.


Gambar 2. Salah satu lembaran dari Serat Ambiya (Koleksi Naskah Perpustakaan UI)

Pada bagian judul, Serat Ambiya mempunyai hiasan berbentuk umum persegi panjang
horizontal dengan bunga mekar di atasnya. Di akhir huruf ‘wau’ digambarkan bunga
berkelopak tiga. Serat ini memiliki hiasan berupa sulur – sulur bunga dan hiasan yang
merupakan penanda dari berhentinya sebuah kalimat yang berbentuk sebuah lingkaran kecil
yang memiliki kelopak – kelopak segitiga pada bagian tas, kiri, dan bagian bawah. Pada
Gambar 3 juga terdapat bentuk bintang yang menjadi pembatas paragraf yang telah selesai.
Serat Ambiya disertai dengan perubahan artistik yang tak terhindarkan pada ikonografi yang
berakar dari masa Hindu-Buddha (Gallop 2005).

Gambar 3. Salah satu lembaran dari Serat Ambiya (Koleksi Naskah Perpustakaan UI)

Serat Asmarasupi
Serat Asmarasupi adalah salah satu serat dari masa Islam beraksara Arab Pegon dan
berbahasa Jawa. Serat ini mengisahkan kepahlawanan seorang putra Raja Bandarsalim dari
Kerajaan Pusar Bumi bernama Raden Abdullah Asmarasupi (Jayengsari/ Raden Arya Jayeng
Tilam). Tatkala berkelana mencari obat untuk penawar sakit Putri Purbaningsih dari Kerajaan
Ngesam. Di tengah perjalanan ia melawan musuh-musuh yang menghalanginya mencari obat
penawar. Akhir cerita Raden berhasil mendapatkan obat diserahkan kepada Raja Ngesam

untuk diberikan pada Putri Purbaningsih. Sang Putri sembuh dan akhirnya dinikahkan dengan
Raden Abdullah Asmarasupi.

Gambar 4. Halaman pertama dari Serat Asmarasupi (Koleksi naskah Perpustakaan UI)

Serat Asmarasupi merupakan salah satu karya yang cukup populer dalam tradisi
penyalinan naskah-naskah pesisir Jawa. Kepopulerannya dapat disejajarkan dengan naskah
roman Islam lainnya terutama Menak, Ambiya dan Yusuf.
Serat Asmarasupi memiliki halaman muka berhias gapura wadana sulur-suluran dan
dua buah kelopak bunga di puncaknya. Serat berbingkai persegi panjang dengan ilustrasi
kerbau bertanduk di bagian bawahnya.
Konsep pra-Islam dalam serat ini masih sangat kental terlihat dari penggambaran
figur wayang yang berasal dari masa pra-Islam. Ilustrasi yang terdapat di halaman naskah
menggambarkan isi cerita yang tertulis dengan huruf arab. Hiasan yang menandakan
berhentinya sebuah kalimat berbentuk sebuah lingkaran yang memiliki tangkai berdaun di
atasnya.

Gambar 5. Salah satu lembaran dari Serat Asmarasupi (Koleksi naskah Perpustakaan UI)

Gambar 6. Salah satu lembaran dari Serat Asmarasupi (Koleksi naskah Perpustakaan UI)


Serat Tajusalatin
Serat Tajusalatin berasal dari Yogyakarta tahun 1841. Beraksara kawi dan berbahasa
Jawa. Serat ini berisi mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh para raja hulubalang,
menteri, dan semua rakyat. Uraiannya mengenai kewajiban muslimin terhadap Allah,
perbuatan baik yang dilakukan oleh para raja dan alim ulama di masa lalu, serta hukuman dan
kutukan bagi siapa saja yang melanggar hukum agama. Selain itu, di dalam naskah terdapat
sejarah Nabi Muhammad, juga pengetan babad yang berisi mengenai batas-batas wilayah
suatu daerah tertentu.

Gambar 7. Halaman muka dari Serat Tajusalatin

Naskah yang berasal dari Yogyakarta mempunyai dua halaman depan yang
berhubungan dan bergaya polikrom. Dekorasi bingkai dan iluminasi mengikuti motif
geometris yang terdapat di Al-quran; di masa sebelumnya mengikuti bentuk kasar candi
Jawa. Di halaman muka atau wadana gerbang yang menjadikan naskah sakral dan merupakan
pintu masuk menuju misteri dari isi naskah. Wadana Serat Tajusalatin bermotif garuda
geometris di bagian atas, kanan atau kiri, dan bawah bingkai naskah. Terdapat pula sulur-

suluran bunga dan kotak berbingkai biru di tepi atas dan bawah, sedangkan bagian paling tepi

atas dan bawahnya dihias dengan motif bunga. Tidak ada penggambaran makhluk hidup
secara nyata di dalam serat ini, kecuali motif geometris yang menyerupai burung garuda,
makhluk yang cukup populer di masa pra-Islam.
Tradisi menulis naskah di Jawa merupakan warisan sejak masa kerajaan HinduBuddha. Tradisi ini berlanjut dengan baik dan mengalami pencapaian terbaik pada masa
Islam. Dalam pembuatannya pola dengan kekompleksan tinggi, gaya geometris yang
memikat mata, iluminasi untuk menerangi dan memperkaya halaman atau peniruan candi
sebagai simbol pendukung, figur dan kaligrafi mencapai titik yang paling spektakuler dalam
penaskahan Islam di Jawa. Meski mendapat banyak pengaruh dari banyak daerah maupun
luar negri (Persia dan Arab) naskah Jawa memiliki identitasnya tersendiri yang
menjadikannya unik dan istimewa.
Ketiga serat yang kami teliti memiliki unsur-unsur figuratif: Serat Ambiya dengan
ikonografi yang masih mengikuti Hindu-Buddha, Serat Asmarasupi yang menggambarkan
tokoh wayang dan binatang, serta Serat Tajusalatin yang memiliki motif menyerupai garuda.
Hasil ini sesuai dengan hipotesis kami, bahwa serat-serat Islam di Jawa masih mendapat
pengaruh dari masa pra-Islam karena memiliki unsur-unsur figuratif. Penulisan naskah
merupakan salah satu cara menyebarkan ajaran agama islam di Jawa. Dengan mencantumkan
unsur-unsur yang sudah lama dikenal oleh masyarakat, seperti bentuk wadana yang
menyerupai gapura candi dan perwujudan tokoh wayang di dalam cerita isi naskah akan
mempermudah pemahaman dan penerimaan agama Islam di dalam penyebaranya, teutama
bagi masyarakat jawa. Serat – serat islam ini sejatinya adalah berisi certia, maupun kumpulan

dari cerita – cerita, mengingat bahwa masyarakat Jawa yang umumnya beragama Hindu –
Buddha yang sangat mengenal cerita – cerita pendek seperti epos atau pun cerita rakyat,
maka agama Islam pun masuk dengan menyesuaikan dengan yang sebelumnya. Selain itu
serat-serat juga menambah khasanah sastra bagi orang yang sudah memeluk agama Islam di
Jawa.

Referensi
Behrend, T.E., et al. 1990. Katalog Induk Naskah naskah Nusantara, Jilid 1: Museum
Sonobudoyo Yogyakarta dalam Language and Literature. Singapore: Archipelago Press.

Gallop, A.T. 2005. Islamic Manuscript art of Southeast Asia dalam Crescent Moon: Islamic
art & civilization in Southeast Asia. Adelaide: Art Gallery of South Australia.