Hubungan Kompetensi Supervisi dengan Gaya Manajemen Konflik Perawat Supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Banda Aceh

(1)

1

HUBUNGAN KOMPETENSI SUPERVISI DENGAN GAYA

MANAJEMEN KONFLIK PERAWAT SUPERVISOR

RUMAH SAKIT PEMERINTAH DI BANDA ACEH

TESIS

Oleh

ISNEINI

127046017 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN KOMPETENSI SUPERVISI DENGAN GAYA

MANAJEMEN KONFLIK PERAWAT SUPERVISOR

RUMAH SAKIT PEMERINTAH DI BANDA ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

ISNEINI

127046017 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah di uji

Pada tanggal : 28 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns, M.Kep

2. Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D 3. Salbiah, SKp, M.Kep


(5)

(6)

Judul Tesis : Hubungan Kompetensi Supervisi dengan Gaya Manajemen Konflik Perawat Supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Banda Aceh

Nama Mahasiswa : Isneini

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kejadian konflik tersebar di berbagai ruang kerja perawat di rumah sakit. Konflik terjadi antara perawat dan dokter (32,6%), antar perawat (27,3%) dan konflik staf (26,6%) sehingga menuntut perawat supervisor menggunakan gaya manajemen konflik yang berbeda. Perbedaan gaya manajemen konflik dipengaruhi pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang merupakan unsur kompetensi supervisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kompetensi supervisi dengan gaya manajemen konflik pada perawat supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh. Penelitian berbentuk kuantitatif dengan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) dan Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa (BLUDRSJ) Kota Banda Aceh terhadap 77 perawat supervisor (total sampling). Metode pengumpulan data menggunakan kuisioner checklist dengan menyebarkan angket. analisa hubungan kompetensi perawat supervisor dengan gaya manajemen


(7)

konflik.menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat supervisor yang tidak kompeten mencapai 84,4 % dan 92,2% perawat supervisor sering menggunakan gaya integrating. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kompetensi supervisi dengan gaya dominating, integrating, compromising, avoiding and obliging pada perawat supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh. Rendahnya jumlah perawat supervisor yang kompeten dan penggunaan gaya manajemen konflik yang tidak sesuai dapat menurunkan mutu supervisi rumah sakit sehingga diperlukan upaya peningkatan kompetensi supervisi dan manajemen konflik melalui pelatihan,workshop dan seminar serta pendidikan secara berkelanjutan.


(8)

Thesis Title : Corelation between Supervision Competence with Conflict Management Style of Nurse Supervisors in Goverment Hospitals, Banda Aceh

Name : Isneini

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

The incidence of conflict between nurses and doctors (32,6%), among nurses (27,3%), and among the staff (26,6%) occurs in various wards an offices in a hospital so that nurse supervisors need to use different conflict management styles. Conflict management style differences influenced the knowledge, skills and abilities that an element of supervision competence.The objective of the research was to find out the correlation between the competence and conflict management styles of nurse supervisors in the government hospitals, Banda Aceh. The research used quantitative method with cross sectional design. It was conducted at RSUD (regional general hospital) dr. Zainoel Abidin and in BLUD-RSJ (Regional Public Service board of Mental Hospital) Banda Aceh on 77 nurse supervisors (total sampling). Methods of data collection using a questionnaire checklist with distributing questionnaires. analysis of the correlation between the competence and conflict management styles of nurse supervisor with chi square test.The result of research showed that 84,4% of nurse supervisors were


(9)

competent, and 92,2% of them often used integrating style in handling the conflicts. The result of statistical test, however, showed that there was no significant correlation between nurse supervisor’competence dominating, integrating, compromising, avoiding and obliging styles in the conflict management of nurse supervisors at the government hospitals, Banda Aceh. The low number of competent supervisor nurses and not appropriate the use of conflict management style may decrease the supervision quality of hospital. It is recommended that nurse supervisors improve their supervision competence and knowledge of conflict management style by training, workshops, seminars and continuing education.

Key word : nurse supervisors, supervision competence, conflict management style.


(10)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan kehadhirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan Kompetensi Supervisi dengan Gaya Manajemen Konflik Perawat Supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Banda Aceh” pada tahun 2014. Tesis ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Magister Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalam kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Setiawan, SKp., MNS., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, dan Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep, yang senantiasa telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan kepada Penulis dalam menyusun tesis ini.

4. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D dan Ibu Salbiah, S.Kp., M.Kep, sebagai penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan susunan tesis ini.

5. Bapak Hajjul Kamil, SKp., M.Kep, Rahmat Julianto, S.Kep., MNS, dan Yusrizal, SKM., M.Kes, sebagai ahli manajemen supervisi yang telah


(11)

memberikan koreksi, saran dan masukan pada instrumen penelitian yang digunakan.

6. Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh (RSUDZA), Direktur Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh (BLUDRSJ) dan Direktur Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh yang telah mengizinkan penggunaan tempat pengambilan data penelitian.

7. Kepala Bidang Keperawatan RSUDZA, BLUDRSJ dan RS Meuraksa Banda Aceh yang telah membantu kami memberikan informasi tentang data perawat supervisor di ketiga rumah sakit tersebut.

8. Saudari Nurjanisa, S.Kep., Ns., Maya Ulfa, S.Kep., Ns dan Nirmayati Anwar, S.Kep., Ns, yang telah membatu Penulis dalam proses pengumpulan data di rumah sakit.

9. Ibu Dewi Fritiana Silaban, S.Kep., Ns., M.Kep yang telah memberikan izin menggunakan instrumen penelitiannya.

10. Para dosen dan staf Program Studi Magister Keperawatan Jurusan Administrasi Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

11. Ibunda tercinta, istriku Yulfa Husna, buah hatiku (Naila, Wildan dan Arryan) serta keluarga besarku yang menjadi sumber motivasi, semangat dan inspirasi hidup bagiku.

12. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan (angkatan ke-II tahun 2012) Universitas Sumatera


(12)

Utara yang selalu memberi dukungan dalam pembuatan tesis ini hingga selesai.

Akhir kata, Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan khususnya bagi pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan.

Medan, 28 Agustus 2014

Isneini


(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Isneini

Tempat/ Tanggal Lahir : Banda Aceh, 29 Juli 1979

Alamat Rumah : Jl. T. Dilhong I Lr. Keumuning No. 5 Desa Lhong Raya, Banda Aceh,

E-mai No. HP : 085260025254

Riwayat Pendidikan

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD MIN Lhong Raya, Aceh 1992

SLTP SMP Negeri 3 Banda Aceh 1995

SLTA SMA Negeri 3 Banda Aceh 1998

Diploma III Akper Dep.Kes. RI Banda Aceh. 2001

Sarjana (S1) PSIK FK Unsyiah Aceh. 2008

Program Ners PSIK FK Unsyiah Aceh. 2010

Pasca sarjana (S2) Magister keperawatan USU, Medan 2014

Riwayat Pekerjaan

Bekerja sebagai Perawat Gawat Darurat di Rumah Sakit Malahayati Banda Aceh pada tahun 2003.

Bekerja sebagai Perawat Ruang Anak di Rumah sakit Palang Merah International (ICRC) di Banda Aceh pada tahun 2005.

Bekerja sebagai Staf Pengajar Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Aceh dari tahun 2006 sampai sekarang.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 7

1.3.Tujuan Penelitian. ... 8

1.4.Hipotesis. ... 8

1.5.Manfaat Penelitian. ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gaya Manajemen Konflik ... 10

2.2. Konsep Dasar Kompetensi Perawat Supervisor ... 18

2.3. Teori Keperawatan yang Terkait Penelitian ... 33

2.4. Landasan Teori Penelitian ... 34

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 37

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3. Populasi dan Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 41

3.6. Metode Pengukuran ... 44

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 45

3.8. Metode Analisis Data ... 46

3.9. Pertimbangan Etik ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Deskriptif Lokasi Penelitian ... 50

4.2. Data Demografi Perawat Supervisor di Rumah Sakit ... 52

4.3. Kompetensi Perawat Supervisor di Rumah Sakit ... 54

4.4. Gaya Manajemen Konflik Supervisor di Rumah Sakit. ... 55

4.5. Hubungan Kompetensi Supervisi dengan Gaya Manajemen Konflik di Rumah Sakit ... 56


(15)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Kompetensi Perawat Supervisor di Rumah Sakit. ... 61

5.2. Gaya Manajemen Konflik Perawat Supervisor di Rumah- Sakit. ... 69

5.3. Hubungan Kompetensi Supervisi dengan Gaya Manajemen Konflik ... 74

BAB 6. PENUTUP 6.1. Kesimpulan . ... 93

6.2. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Riset tentang Penggunaan Gaya Manajemen Konflik ... 17 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Independen dan Dependen ... 41 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat Supervisor Rumah

Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh Tahun 2014 ... 52 Tabel 4.2 Perbedaan Kompetensi Perawat Supervisor di RSUDZA dan

BLUDRSJ Kota Banda Aceh Tahun 2014 ... 54 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kompetensi Perawat Supervisor secara

keseluruhan di Rumah Sakit Pemerintah Kota Banda Aceh

Tahun 2014 ... 55 Tabel 4.4 Perbedaan Gaya Manajemen Konflik Perawat Supervisor di

RSUDZA dan BLUDRSJ Kota Banda Aceh Tahun 2014 ... 55 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Gaya Manajemen Konflik Perawat

Supervisor di Rumah Sakit Kota Banda Aceh Tahun 2014 .... 56 Tabel 4.6 Hubungan Kompetensi Perawat Supervisor dengan Gaya

Dominating di Rumah Sakit Pemerintah Kota Banda Aceh

tahun 2014 ... 57 Tabel 4.7 Hubungan Kompetensi Perawat Supervisor dengan Gaya

Integrating di Rumah Sakit Pemerintah Kota Banda Aceh Tahun 2014 ... 57 Tabel 4.8 Hubungan Kompetensi Perawat Supervisor dengan Gaya

Compromising di Rumah Sakit Pemerintah Kota Banda Aceh

Tahun 2014 ... 58 Tabel 4.9 Hubungan Kompetensi Perawat Supervisor dengan Gaya

Avoiding di Rumah Sakit Pemerintah Kota Banda Aceh

Tahun 2014 ... 59 Tabel 4.10 Hubungan Kompetensi Perawat Supervisor dengan Gaya

Obliging di Rumah Sakit Pemerintah Kota Banda Aceh


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Model Kerangka Gaya Manajemen Konflik menurut Teori Rahim tahun 1983 ... 16 Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian ... 36 Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 37 .


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Instrumen Penelitian ... 101 Lampiran 2. Boidata Experts Penelitian ... 106 Lampiran 3. Surat Penelitian ... 107


(19)

Judul Tesis : Hubungan Kompetensi Supervisi dengan Gaya Manajemen Konflik Perawat Supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Banda Aceh

Nama Mahasiswa : Isneini

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kejadian konflik tersebar di berbagai ruang kerja perawat di rumah sakit. Konflik terjadi antara perawat dan dokter (32,6%), antar perawat (27,3%) dan konflik staf (26,6%) sehingga menuntut perawat supervisor menggunakan gaya manajemen konflik yang berbeda. Perbedaan gaya manajemen konflik dipengaruhi pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang merupakan unsur kompetensi supervisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kompetensi supervisi dengan gaya manajemen konflik pada perawat supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh. Penelitian berbentuk kuantitatif dengan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) dan Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa (BLUDRSJ) Kota Banda Aceh terhadap 77 perawat supervisor (total sampling). Metode pengumpulan data menggunakan kuisioner checklist dengan menyebarkan angket. analisa hubungan kompetensi perawat supervisor dengan gaya manajemen


(20)

konflik.menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat supervisor yang tidak kompeten mencapai 84,4 % dan 92,2% perawat supervisor sering menggunakan gaya integrating. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kompetensi supervisi dengan gaya dominating, integrating, compromising, avoiding and obliging pada perawat supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh. Rendahnya jumlah perawat supervisor yang kompeten dan penggunaan gaya manajemen konflik yang tidak sesuai dapat menurunkan mutu supervisi rumah sakit sehingga diperlukan upaya peningkatan kompetensi supervisi dan manajemen konflik melalui pelatihan,workshop dan seminar serta pendidikan secara berkelanjutan.


(21)

Thesis Title : Corelation between Supervision Competence with Conflict Management Style of Nurse Supervisors in Goverment Hospitals, Banda Aceh

Name : Isneini

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

The incidence of conflict between nurses and doctors (32,6%), among nurses (27,3%), and among the staff (26,6%) occurs in various wards an offices in a hospital so that nurse supervisors need to use different conflict management styles. Conflict management style differences influenced the knowledge, skills and abilities that an element of supervision competence.The objective of the research was to find out the correlation between the competence and conflict management styles of nurse supervisors in the government hospitals, Banda Aceh. The research used quantitative method with cross sectional design. It was conducted at RSUD (regional general hospital) dr. Zainoel Abidin and in BLUD-RSJ (Regional Public Service board of Mental Hospital) Banda Aceh on 77 nurse supervisors (total sampling). Methods of data collection using a questionnaire checklist with distributing questionnaires. analysis of the correlation between the competence and conflict management styles of nurse supervisor with chi square test.The result of research showed that 84,4% of nurse supervisors were


(22)

competent, and 92,2% of them often used integrating style in handling the conflicts. The result of statistical test, however, showed that there was no significant correlation between nurse supervisor’competence dominating, integrating, compromising, avoiding and obliging styles in the conflict management of nurse supervisors at the government hospitals, Banda Aceh. The low number of competent supervisor nurses and not appropriate the use of conflict management style may decrease the supervision quality of hospital. It is recommended that nurse supervisors improve their supervision competence and knowledge of conflict management style by training, workshops, seminars and continuing education.

Key word : nurse supervisors, supervision competence, conflict management style.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.6.Latar Belakang.

Konflik merupakan pertentangan atau perselisihan yang terjadi hampir di setiap organisasi di dunia. Kejadian konflik dalam lingkup keperawatan tersebar diberbagai ruang perawatan rumah sakit. J

Sebuah riset yang dilakukan oleh Azoulay (2009) terhadap perawat Intensive Care Unit (ICU) di Amerika, melaporkan bahwa 71% dari 7498 perawat yang disurvei merasakan adanya konflik di ruang ICU pada minggu sebelumnya. 80% dari konflik dipandang sebagai hal berbahaya dan lebih dari 50% dari konflik digambarkan masuk dalam kategori parah. Data statistik juga menunjukkan konflik antara perawat dan dokter adalah yang paling umum terjadi (32,6%), diikuti dengan konflik antar perawat (27,3%) dan konflik dengan staf (26,6%).

ohnson (2009) mengungkapkan dalam sebuah survei terhadap prilaku dokter dan perawat di Amerika tentang adanya konflik tingkat tinggi di tempat kerja. Survei tersebut menunjukkan bahwa 98% dari perawat dan dokter memiliki pengalaman pernah menyaksikan kejadian masalah prilaku antara perawat dan dokter, seperti komentar merendahkan atau menghina, berteriak, mengutuk dan bercanda yang tidak pantas. Sebanyak 30% dari perawat dan dokter mengatakan masalah prilaku itu terjadi setiap minggu sedangkan 10% lainnya menyaksikan masalah antara perawat dan dokter terjadi setiap hari.


(24)

Di Indonesia konflik kerja antar perawat dapat terjadi diberbagai rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta. Di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI, konflik terjadi berhubungan dengan stres kerja dan kelelahan. Survei terhadap 52 perawat di rumah sakit ini menunjukkan angka 82,3% mengalami konflik katagori sedang dan 28,85% mengalami konflik dengan frekwensi tinggi. Angka kejadian ini berpotensi untuk naik, apabila faktor pemicu konflik meningkat atau sebaliknya (Hariyono et al, 2009).

Dampak buruk dari kejadian konflik dapat diturunkan dengan manajemen konflik yang tepat. Saat ini pimpinan perawat rumah sakit telah menggunakan gaya manajemen konflik yang berbeda-beda dalam menyelesaikan konflik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Al-Hamdan, Shukri, dan Anthony (2010) di negara Kesultanan Oman mengatakan bahwa manajer perawat rumah sakit di negara tersebut banyak yang menggunakan gaya integrasi (integrating) sebagai pilihan utama sebagai gaya manajemen konflik, diikuti gaya kompromi (compromising), menurut (obliging), dominasi (dominating) dan menghindar (avoiding).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Al-Hamdan, Shukri dan Anthony (2011) terungkap bahwa karakteristik seorang manajer berhubungan dengan gaya manajemen konflik. S

Sedangkan Hendel (2005) menyatakan bahwa gaya manajemen konflik yang banyak digunakan oleh setiap kepala perawat atau perawat rumah sakit di Negara Israel adalah gaya compromising sebesar 13%, dan yang paling sedikit adalah collaborating dan avoiding sebesar 5,6%. Perbedaan gaya manajemen konflik ini dipengaruhi oleh berbagai faktor individu.


(25)

cenderung lebih menggunakan gaya manajemen konflik interaktif. Perawat manajer yang pendidikan tinggi sedikit menggunakan gaya manajemen konflik obliging. Manajer yang memiliki waktu luang dalam pekerjaanya cenderung lebih sedikit menggunakan gaya manajemen konflik integrative. Laki-laki lebih banyak menggunakan gaya compromising dari pada perempuan. Manajer dari Negara Oman dan Yordania lebih cenderung menggunakan gaya manajemen konflik dominating sedangkan manajer dari Negara India lebih cenderung menggunakan gaya manajemen konflik avoiding dan sedikit menggunakan gaya manajemen konflik integrative.

Berdasarkan penelitian Iglesias dan Vallejo (2012), dalam profesi keperawatan perbedaan gaya penyelesaian konflik yang digunakan perawat disesuaikan dengan lingkungan kerja yang spesifik dan tingkat pekerjaan yang berbeda. Hasil penelitian ini menemukan perawat yang bekerja di akademis lebih banyak menggunakan gaya akomodatif. Sedangkan perawat yang bekerja di klinis lebih banyak menggunakan gaya kompromi dalam menyelesaikan konfliknya. Menurut Wirawan (2010), perbedaan gaya ini terbentuk saat perawat tersebut menghadapi lawan konfliknya. Kompetensi seseorang menjadi faktor yang mempengaruhi perbedaan gaya manajemen konflik yang digunakan tersebut.

Berdasarkan fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan karakter individu atau demografi dengan gaya manajemen konflik seorang perawat manajer.

Bagi seseorang yang tidak mempunyai kekuasaan, pengetahuan, pengalaman dan uang, kecil kemungkinan menggunakan gaya manajemen kompetisi. Kepribadian pemberani, garang, tidak sabar dan berambisi untuk


(26)

menang cenderung memilih gaya berkompetisi. Proses interaksi komunikasi yang berjalan baik menunjukkan kemungkinan besar kedua belah pihak yang terlibat konflik akan menggunakan gaya manajemen konflik kolaborasi dan kompromi tinggi. Hal ini serupa dengan faktor kecerdasan emosional, dimana gaya manajemen compromising mempunyai hubungan positif dengan manajemen emosi dan kesadaran diri (Wirawan, 2010).

Kompetensi seseorang manusia menentukan perbedaan gaya manajemen konflik yang digunakan. Hal tersebut dikarenakan dalam kompetensi terdapat unsur pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dapat menghasilkan karya dan prestasi dalam kinerja (Nursalam & Efendi, 2008). Kepuasan kerja perawat pelaksana dapat dipengaruhi oleh pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan. Dalam sebuah penelitian oleh Widaningsih (2013) di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta Barat, menunjukkan bahwa ada hubungan kompetensi supervisi kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Kompetensi entrepreneurial, intelektual, dan sosioemosional mempengaruhi kepuasan kerja perawat pelaksana.

Pengetahuan merupakan salah satu karakteristik kompetensi komplek yang harus dimiliki seorang supervisor. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Ismail dan Naccache (2013) ditemukan ada 47 skala karakteristik supervisor dimana berpengetahuan luas menjadi karakteristik paling penting kedua setelah karakteristik percaya diri. Sedangkan Mataiti (2008) mengklasifikasikan pengetahuan sebagai pilihan yang dianggap paling cocok pada supervisor yang


(27)

didasari pada unsur pendidikan, kemampuan mengajar dan belajar seorang perawat.

Seorang perawat supervisor yang memiliki pengetahuan yang baik tentang gaya manajemen konflik dapat memilih salah satu gaya yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik. Menurut Wirawan (2010), bagi seseorang yang memiliki pengetahuan rendah, kecil kemungkinan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan semakin selektif seseorang memilih gaya manajemen konflik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Silaban (2013) yang menemukan bahwa tingkat pendidikan berbeda berhubungan dengan penggunaan gaya dominating dan obliging dalam manajemen konflik.

Ketrampilan diperlukan dalam menganalisa atau memproses pengetahuan menjadi sebuah kinerja. Salah satu ketrampilan yang diinginkan dari seorang supervisor adalah keterampilan berkomunikasi. Ketrampilan komunikasi merupakan kompetensi utama dalam menjalin hubungan, memahami dan menerima ide-ide dari orang lain (Slocum & Hellriegel, 2009). Menurut Tobing dan Napitupulu (2011), kebanyakan supervisor menghabiskan 80 sampai 90 % waktunya berkomunikasi di dalam organisasi yang dipimpinnya. Wirawan (2010) berpendapat bahwa keterampilan seseorang dalam berkomunikasi berpengaruh besar dalam memilih gaya manajemen konflik. Orang yang memiliki kemampuan komunikasinya rendah akan kesulitan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi, kolaborasi, maupun kompromi. Hal ini dikarenakan ketrampilan komunikasi berguna untuk berdebat dan berargumentasi dalam mangelola konflik.


(28)

Maka dari itu

Setiap rumah sakit telah merumuskan uraian tugas perawat supervisi untuk dijalankan dengan penuh tanggung jawab. namun dalam penatalaksanaannya masih ditemukan perawat supervisor yang tidak menjalankan tugas dengan baik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pribadi (2008) menemukan sebanyak 58,1% perawat pelaksana di rumah sakit berpendapat bahwa waktu yang digunakan kepala ruangan dalam kegiatan supervisi terlalu singkat untuk melakukan pengamatan kinerja bawahan dan penelitian Winani (2012), menemukan 55,8 % perawat pelaksana mengatakan fungsi pengawasan kepala ruangan kurang baik. Hasil wawancara tiga orang perawat pelaksana (Ruang Cempaka, Bougenvil dan Dahlia) Badan Layanan Umum Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dan 2 perawat pelaksana (ICU dan ICCU) RSUDZA Banda Aceh pada tanggal 14 januari 2014 menyimpulkan bahwa berdasarkan pengamatan mereka, pada umumnya perawat pengawas yang melakukan supervisi ke ruang rawat inap baik tugas sore maupun malam hanya menanyakan jumlah pasien yang dirawat dan jumlah perawat dinas yang hadir saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa perawat supervisor tidak menjalankan tugasnya dalam mengkaji adanya masalah konflik di rumah sakit.

kompetensi komunikasi sangat dibutuhkan dalam gaya manajemen konflik.

Sebagian rumah sakit di Indonesia belum semuanya menerapkan Kepmenkes RI No.129/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (SPM-RS), Untuk mendukung pencapaian indikator kinerja RS. SPM-RS yang terdiri dari 20 jenis pelayanan dengan total 93 indikator, yang seharusnya diukur


(29)

dan dianalisa secara periodik, baik setiap hari maupun setiap triwulan. Dan kini standar akreditasi baru rumah sakit mensyaratkan penggunaan pendekatan komprehensif yang terkait dengan penetapan, pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut indikator mutu dan keselamatan pasien. Dalam hal ini dibutuhkan pengawasan dan supervisi yang bersifat berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut Rumah sakit pemerintah yang ada di kota Banda Aceh terus berupaya meningkatkan mutu layanan rumah sakit dengan indikator-indikator yang terus dinilai dan diawasi. Salah satu caranya melalui program supervisi terhadap kinerja perawat di ruangan.

Program supervisi telah lama dicanangkan rumah sakit dengan melibatkan kepala ruang rawat, bidang keperawatan dan perawat pelaksana. Dalam daftar jadwal dinas perawat supervisor bulan Desember 2013 menunjukkan sebanyak 36 perawat supervisor digunakan rumah sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) terhadap 489 orang perawat pelaksana di 16 pelayanan (Data rumah sakit online, 2013) sedangkan di rumah sakit jiwa Banda Aceh terdapat 187 orang perawat pelaksana di 14 ruang rawat inap yang diawasi oleh 36 perawat supervisor (Data rumah sakit online, 2014). Namun belum diketahui keefektifan program supervisi ini mengingat perbandingan jumlah perawat dan jumlah ruang pelayanan dengan kompetensi perawat supervisor yang berbeda.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 orang ketua tim perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) pada tanggal 28 Januari 2014, terungkap bahwa perawat supervisor yang bertugas di rumah sakit tersebut berasal dari gabungan kepala dan wakil kepala ruang rawat,


(30)

kepala bidang keperawatan dan beberapa perawat pelaksana senior. Namun penunjukan perawat supervisor lebih mengedepankan faktor usia, senioritas dan pengalaman kerja dari pada tingkat pendidikan. Hal ini menjadi tanda tanya terhadap kinerja perawat supervisor kompeten atau tidak dalam pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan menjalankan tugasnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan mereka memandang masalah konflik dengan cara yang berbeda.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan fenomena yang melatarbelakangi penelitian ini, maka yang menjadi masalah penelitian adalah apakah ada hubungan kompetensi supervisi dengan gaya manajemen konflik pada perawat supervisor di Rumah Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh ?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan kompetensi supervisi dengan gaya manajemen konflik pada perawat supervisor di Rumah Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh.

1.3.2.Tujuan khusus.

1.3.2.1. Untuk mengidentifikasi kompetensi supervisi pada perawat supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh.


(31)

1.3.2.2. Untuk mengetahui gaya manajemen konflik perawat supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh.

1.3.2.3. Untuk mengetahui hubungan kompetensi supervisi dengan gaya manajemen konflik pada perawat supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang di uji pada penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha), yaitu ada hubungan kompetensi supervisi dengan gaya manajemen konflik pada perawat supervisor Rumah Sakit Pemerintah di Kota Banda Aceh.

1.5. Manfaat penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1.5.1. Pelayanan keperawatan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau pedoman dalam penyelesaian konflik perawat dan perencanaan program supervisi di rumah sakit.

1.5.2. Pendidikan keperawatan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi ilmu pengetahuan baru untuk tenaga pendidik maupun peserta didik tenaga keperawatan.

1.5.3.Penelitian keperawatan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data (database) untuk penelitian selanjutnya dalam bidang keperawatan.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gaya Manajemen Konflik

2.1.1.Pengertian Manajemen Konflik.

Konflik adalah perselisihan internal atau ekternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis & Huston, 2010). Menurut Swanburg (2000), konflik berhubungan dengan perasaan yang diabaikan, dipandang tidak sebagai mana adanya, tidak dihargai dan beban yang berlebihan. Perasaan tersebut menimbulkan titik kemarahan yang berakibat prilaku jahat seperti berpikir, berdebat atau berkelahi. Konflik dapat terjadi akibat prilaku menentang, stres, ruang kerja yang tidak sesuai, batasan kewenangan perawat, keyakinan, nilai dan sasaran.

Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, system hukum, bangsa, suku agama, kepercayaan, aliran politik, budaya dan tujuan hidup. Perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik. Sehingga dapat dikatakan jika sejarah umat manusia merupakan sejarah konflik yang selalu terjadi di dunia dalam sistem sosial negara, bangsa, organisasi, perusahaan dan bahkan dalam sistem keluarga dan pertemanan yang terjadi dimasa lalu, sekarang dan pasti akan terjadi di masa yang akan datang (Wirawan, 2010).

Handoko (2009) mengatakan konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi


(33)

pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Karakteristik-karakteristik kepribadian tertentu seperti otoriter atau dogmatis juga dapat menimbulkan konflik.

Dalam penelitian Hariyono, Suryani, dan Wulandari, (2009), konflik yang terjadi di rumah sakit disebabkan oleh karena adanya perbedaan persepsi, perbedaan cara merealisasikan tujuan, persaingan yang kurang sehat di antara perawat, adanya permasalahan pribadi yang terbawa saat bekerja dan perasaan sedih saat bertengkar dengan sesama perawat yang muncul saat perawat bekerja di rumah sakit.

Konflik dapat dikelola dengan baik apabila diketahui penyebab utamanya sehingga dapat dilakukan identifikasi orientasi pengelolaan konflik primernya. Menurut Lynne Irvine (1998), manajemen konflik merupakan strategi yang memperkerjakan organisasi dan individu untuk mengidentifikasi dan mengelola perbedaan, sehingga mengurangi beban dan pengeluaran dari konflik yang tidak terkelola, sementara manfaat konflik sebagai sumber inovasi dan perbaikan. Selain itu, manajemen konflik dapat juga dikatakan sebagai proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar manghasilkan resolusi yang diinginkan (Wirawan, 2010).

Gaya manajemen konflik adalah strategi-strategi atau cara-cara yang digunakan oleh setiap individu untuk menghadapi situasi konflik. Strategi-strategi ini terdiri dari gaya akomodator, kolaborator, kompromiser, penghindar, dan pendominasi. Tidak ada satu pun pendekatan yang efektif untuk semua situasi.


(34)

Karena itu, individu perlu mengembangkan kemampuan menggunakan setiap gaya sesuai dengan situasi. Ada gaya yang tepat dan adaptif bagi seseorang, ada yang tidak, gaya yang tepat dan adaptif itu cocok dengan kepribadian orang tersebut. Kita dapat mengidentifikasi situasi mana yang cocok untuk gaya yang mana, dan situasi yang tidak cocok, serta menilai kekuatan dan kelemahan dari gaya manajemen konflik kita sendiri

Dalam penelitian Lamia (2011) ditemuka adanya hubungan antara jumlah penggunaan gaya manajemen konflik dengan efektifitas penanganan konflik sepenuhnya dimediasi oleh komponen karakteristik individu yaitu kognitif, cara mengatasi konflik dan kontek kesadaran. Sedangkan komponen rasa empati dan keterampilan politik tidak menunjukkan adanya hubungan (Lamia, 2011).

2.1.2.Tujuan Manajemen Konflik

Tujuan terbaik menyelesaikan konflik adalah menciptakan penyelesaian menang-menang (win-win solution) untuk semua pihak terkait. Tujuan itu tidak selalu tercapai dalam setiap situasi dan sering kali tujuan manajer adalah mengelola konflik dengan cara yang menggurangi perbedaan persepsi antara kedua pihak yang terlibat. Seorang pemimpin bertugas mengenali manajemen konflik atau strategi penyelesaian masalah yang paling tepat untuk setiap situasi. Pilihan strategi yang paling tepat bergantung pada banyak variabel, misalnya situasi itu sendiri, urgrnsi keputusan, kekuatan dan status pemain, pentingnya isu dan kedewasaan orang yan terlibat dalam konflik (Marquis & Huston, 2010).


(35)

Menurut Wirawan (2010), tujuan manajemen konflik yaitu untuk mencegah gangguan kepada anggota organisasi untuk memfokuskan diri, misi dan tujuan organisasi, memahami orang lain yang membantu kita dan memahami perbedaan antara diri kita dan orang lain dalam keberagaman, meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam usaha manajemen konflik. Manajemen konflik dapat meningkatkan keputusan melalui pertimbangan karena dalam pemecahan konflik akan memfasilitasi terciptanya alternatif yang pada akhirnya membantu menentukan keputusan yang bijak. Peran serta, pemahaman bersama, dan kerja sama adalah salah satu kunci yang bisa dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan. Seluruh unit-unit yang ada saling mendukung untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen konflik juga dapat menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik. Organisasi dalam perjalanannya akan selalu menemui konflik yang harus dihadapi. Konflik yang ada sebelumnya menjadi pembelajaran bagi sebuah organisasi untuk kedepannya menciptakan prosedur untuk menyelesaikan konflik berikutnya.

2.1.3. Jenis-Jenis Gaya Manajemen Konflik

Gaya manajemen konflik adalah suatu metode atau langkah-langkah yang dipilih dan digunakan oleh pimpinan atau manajer dalam mengelola dan menyelesaikan konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi. Para ahli membagi gaya manajemen konflik menjadi 5 jenis. R. R. Blake dan J. Mouton (1964) mengemukakan gaya manajemen konflik dalam teori Grid yang terdiri dari memaksa (forcing), konfrontasi (confrontation), kompromi (compromising),


(36)

menarik diri (withdrawal) dan mengakomodasi (smoothing). Gaya manajemen konflik menurut Kenneth W. Thomas dan Ralp H. Kilmann (1974) yaitu kompetisi (competing), kolaborasi (collaborating), kompromi (compromi), kompromi (compromi), menghindar (avoiding) dan mengakomodasi (accomodating). Sedangkan gaya manajemen konflik menurut teori Rahim yakni dominasi (dominating), integrasi (integrating), menurut (oblinging), menghindar (avoiding) dan kompromi (compromising) (Wirawan, 2010).

2.1.4. Gaya manajemen konflik menurut Teori Rahim.

M. A. Rahim (1983) mengembangkan model gaya konflik yang tidak jauh berbeda dengan model yang dikemukakan oleh Thomas dan Kilman (1974). Klasifikasi gaya manajemen konflik Rahim disusun berdasarkan 2 dimensi, yaitu memperhatikan orang lain (concern for other) dan memperhatikan diri sendiri (concern for Self). Berdasarkan tinggi rendahnya kedua dimensi tersebut, Rahim mengelompokkan 5 jenis gaya manajemen konflik, yakni dominasi (dominating), integrasi (integrating), menurut (oblinging), menghindar (avoiding) dan kompromi (compromising) (Rahim , 2001).

Menurut Handoko (2009), dominasi dan penekanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu kekerasan yang bersifat penekanan otokratik, penenangan yang diplomatis, penghindaran untuk mengambil posisi yang tegas dan aturan mayoritas untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil. Integrasi (integrating) menurut Rahim, (2001) adalah gaya manajemen konflik yang ditandai dengan


(37)

kesediaan untuk saling bertukar informasi secara terbuka, untuk mengatasi perbedaan secara konstruktif dan untuk melakukan segala upaya untuk mengejar solusi yang akan

Marquis dan Huston (2010) mendefinisikan secara berbeda gaya manajemen konflik kompromi dan gaya manajemen konflik menghindar. Kompromi diartikan sebagai penyelesaian konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bentuk-bentuk kompromi meliputi perpisahan pihak-pihak yang bertentangan sampai mencapai persetujuan, arbitrasi (perwasitan) dimana pihak ketiga diminta memberi pendapat, kembali ke peraturan-peraturan yang berlaku dan penyuapan dimana salah satu pihak menerima kompensasi dalam pertukaran untuk mencapai penyelesaian konflik. Sedangkan pendekatan menghindari dilakukan dengan cara memilih untuk tidak mengakui adanya masalah dan membiarkan masalah selesai dengan sendirinya.

diterima bersama.

Gaya manajemen konflik yang terakhir menurut Rahim adalah gaya manajemen konflik menurut (oblinging). Dalam gaya manajemen konflik ini, pihak yang terlibat konflik mengombinasikan perhatian yang tinggi terhadap lawan konfliknya dengan perhatiannya yang rendah terhadap dirinya sendiri (Wirawan, 2010).

Kerangka teori gaya manajemen konflik disusun berdasarkan 2 dimensi. Perhatian para manajer pada bawahannya dibedakan oleh sumbu vertikal dan sumbu horizontal. Berdasarkan tinggi rendahnya dimensi Rahim mengembangkan


(38)

lima jenis gaya manajemen konflik tersebut. Secara sistematis dapat dilihat pada gambar 2.1.

Mem- perha- tikan diri sendiri

Memperhatikan orang lain

Gambar 2.1. Model Kerangka Gaya Manajemen Konflik Menurut Teori Rahim Tahun 1983

2.1.5. Aplikasi Gaya Manajemen Konflik Dalam Keperawatan

Dalam penelitian Al-Hamdan (2011) ditemukan bahwa manajer perawat di Oman menggunakan semua dari lima gaya manajemen konflik, dengan gaya integrating sebagai pilihan pertama diikuti compromising, obliging, dominating dan avoiding. Hasil ini sama dengan penelitian Iglesias & Vallejo (2012), dimana gaya manajemen konflik yang paling umum digunakan oleh perawat secara keseluruhan untuk menyelesaikan konflik di tempat kerja adalah compromising. Namun ada perbedaan gaya manajemen konflik antara perawat yang bekerja di akademis dan klinis. Perawat yang bekerja di akademis atau pendidikan cenderung menggunakan gaya acomodating sebagai pilihan utama dalam menyelesaikan konflik.

Dominasi

Menghindar Menurut

Integrasi


(39)

Strategi yang paling umum digunakan oleh para perawat, asisten kepala perawat dan kepala perawat rumah sakit pendidikan di Taiwan timur ketika mengelola konflik adalah gaya Integrating. Sebaliknya, gaya paling sedikit digunakan adalah mendominasi (dominating) (Su, 2006). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan penggunaan gaya manajemen konflik dalam pelayanan keperawatan yang pernah diteliti sebelumnya diberbagai pelayanan keperawatan. Secara ringkas perbedaan gaya manajemen konflik tersebut tergambar pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1.

Urutan

Riset tentang Penggunaan Gaya Manajemen Konflik

Rangking Woodtli (1987) Cavanagh (1988, 1991) Cavanagh (1991) Staff Cavanagh (1991) Eason (1999) Kunaviktikul et al. (2000)

Hendel et al. (2005)

1 Compromising Avoiding Avoiding Avoiding Avoiding Accommodating Compromising 2 Collaborating Compromising Accommodating Compromising Accommodating Compromising Collaboratin 3 Avoiding Accommodating Compromising Accommodating Compromising Avoiding Competing 4 Accommodating Collaborating Collaborating Collaborating Collaborating Collaborating Avoiding 5 Competing Competing Competing Competing Competing Competing Accommodating

Sample 167 deans 64 female

nurse 145 staff nurse 82 managers

217 registered nurse 354 registered nurse 60 nurse managers (Al-Hamdan, 2012)

2.1.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya manajemen konflik

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi gaya manajemen konflik. Asumsi seseorang mengenai konflik akan mempengaruhi pola perilaku individu dalam menghadapi situasi konflik. Begitu juga dengan persepsi mengenai penyebab koflik, ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya, komunikasi dalam interaksi konflik, kekuasaan, pengalaman mereka dalam menghadapi konflik. Selain itu, sumber yang dimiliki seseorang, Jenis kelamin, kecerdasan emosional dan kepribadian juga berpengaruh serta budaya organisasi, sistem sosial dan keterampilan berkomunikasi (Wirawan, 2010).


(40)

2.2.Konsep Dasar Kompetensi Perawat Supervisor

2.2.1. Pengertian Supervisi dalam Keperawatan

Supervisi adalah suatu proses memfasilitasi sumber-sumber yang diperlukan staf untuk menyelesaikan tugas-tugasnya (Swansburg, 2000). Sedangkan menurut Kron (1997), Supervisi adalah suatu kegiatan pembinaan dengan menerapkan prinsip mengajar, mengarahkan, mengobservasi dan mengevaluasi secara terus menerus pada setiap perawat dengan sabar, adil serta bijaksana sehingga setiap perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh sesuai kemampuan dan keterbatasan dari perawat.

Dalam bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat (Suyanto, 2008).

Supervisi keperawatan merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaiakan tugas dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan supervisi memungkinkan seorang manajer keperawatan dapat menemukan berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan asuahan keperawatan di ruang yang bersangkutan melalui analisis secara komprehensif bersama-sama dengan anggota perawat secara efektif dan efesien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan mutu pelayanan keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan utama, bukan malah menyibukkan diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani, 2006).


(41)

Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-masing staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain Kepala Ruangan, Pengawas Perawatan (supervisor) dan Kepala Bidang Keperawatan (Suyanto, 2008).

Ada beberapa cara para ahli membagi model supervisi keperawatan. Supratman dan Sudaryanto (2008) membahas tentang model akademik dan model experiental yang berhubungan dengan konflik. Menurut Borders dan Brown (2005), ada dua model utama supervisi, yakni model diskriminasi (discrimination model) dan model pengembangan. Model diskriminasi dapat dilihat dan diajarkan pada tingkatan sederhana atau komplek, tergantung pada kesiapan supervisor. Model pengembangan menyediakan pemandangan yang melapaui pertumbuhan supervisi, sebagai lawan terhadap penerapan teori yang lebih spesifik.

Metode supervisi tidak banyak digunakan dalam supervisi saja, melainkan metode dari bidang lain yang diadaptasikan dan diterapkan pada supervisi sehingga membuatnya menjadi berbeda dari konteks yang satu dengan konteks yang lain. Metodologi supervisi termasuk proses fasilitasi, seperti konsultasi, pendidikan, konseling, pelatihan dan evaluasi. Metode lain adalah penerapan dasar, seperti psikoterapeutik, prilaku, integrasi, system dan pengembangan supervisi (Falender & Shafranske, 2004). Tiap metode ini memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri-sendiri dan tiap metode adalah lebih baik untuk tujuan pembelajaran tertentu daripada untuk tujuan pembelajaran yang lain.


(42)

Jenis supervisi lainya adalah supervisi kelompok, yaitu suatu cara dalam melakukan supervisi perorangan. Dalam supervisi ini setiap anggota kelompok memberikan sesuatu yang saling melengkapi namun memiliki peluang pembelajaran yang berbeda. Dalam hal ini seorang supervisor dapat memimpin 2 orang yan disupervisi atau lebih dalam sebuah kelompoki. Keterampilan-keterampilan supervisor dalam mengarahkan dan menfasilitasi kelompok menjadi pengalaman-pengalaman saat supervisi kelompok (Borders dan Brown, 2005).

2.2.2. Pengertian Perawat Supervisor

Menurut Bactiar dan Suarly (2009), yang bertanggung jawab dalam melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Triwibowo (2013) menyebutkan ada 3 jabatan manajer perawat yang dapat menjadi perawat yang melakukan supervisi, yaitu kepala ruangan, pengawas perawatan (supervisor) dan kepala bidang keperawatan

Supervisor adalah seorang pelaksana kegiatan supervisi dalam sebuah organisasi. Salah satu peran pentingnya adalah memberi dukungan kepada staf dalam bekerja. Sebuah penelitian di Negara Turki mencatat dukungan sosial dari supervisor pada pekerja dapat menurunkan kelelahan emosional dan berdampak pada peningkatan prestasi kerja individu sesuai tujuan. Namun dukungan supervisor tidak berdampak secara langsung pada personalitas pekerja melainkan dari hasil kinerja secara keseluruhan


(43)

Supervisor adalah manajer lini pertama yang bertanggung jawab langsung untuk mengawasi para pekerja. Supervisor adalah seorang manajer yang berinteraksi langsung dengan memberi perintah, dan menvevaluasi kinerja para pekerja. Manager ini mempunyai berbagai perbedaan sebutan gelar tergantung pada dimana mereka bekerja. Sebagai contoh adalah assistant supervisor for dan shift supervisor (Triwibowo, 2013).

Menurut Suarli dan Bahtiar (2009), seorang supervisor keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan dalam memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas. Sehingga setiap tujuan dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan. Seorang supervisor keperawatan harus dapat memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf atau perawat pelaksana. Kemampuan lain yang diharapkan dimiliki perawat supervisor adalah kemampuan memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staf dan pelaksana keperawatan, mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok), memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan. Aktivitas terakhir yang dilakukan yaitu membuat penilaian terhadap penampilan kinerja perawat dan mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik.

2.2.3. Kompetensi Perawat Supervisor

Kompetensi merupakan suatu karakteristik yang mendasar dari seseorang individu, yaitu penyebab yang terkait dengan acuan kriteria tentang kinerja yang efektif. Makna yang lain menyebutkan kompetensi adalah sebuah klaster (gugus)


(44)

yang saling berhubungan antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dibutuhkan oleh seorang individu dalam efektifitas organisasi (Slocum & Hellriegel, 2009). Dengan demikian kompetensi merupakan sejumlah karakteristik yang mendasari seseorang dan menunjukkan (indicate) cara-cara bertindak, berpikir, atau menggeneralisasikan situasi secara layak dalam jangka panjang.

Kompetensi merupakan bagian dari kepribadian seseorang yang telah tertanam dan berlangsung lama dan dapat memprediksi perilaku dalam berbagai tugas dan situasi kerja. Kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja (performance). Kompetensi secara aktual memprediksi siapa yang mengerjakan sesuatu dengan baik atau buruk, sebagaimana diukur oleh kriteria spesifik atau standar. Level kompetensi seseorang terdiri dari dua bagian. Bagian yang dapat dilihat dan dikembangkan, disebut permukaan (surface) seperti pengetahuan dan keterampilan, dan bagian yang tidak dapat dilihat dan sulit dikembangkan disebut sebagai sentral atau inti kepribadian (core personality), seperti sifat-sifat, motif, sikap dan nilai-nilai (Spencer & Spencer, 1993).

Ada perbedaan antara konsep kompetensi dengan kompeten yang dapat diukur. Dalam sebuah studi McConnell (2001) mengungkapkan bahwa kompeten mengacu pada sebuah kapasitas individu dalam menjalankan tanggungjawab kerja. sedangkan kompetensi berfocus pada sebuah kinerja actual seorang individu dalam sebuah situasi tertentu. Pencapaian kompeten tergantung dari domain kognitif, afektif dan psikomotor

Menurut kriteria kinerja pekerjaan (job performance criterion) yang diprediksi, kompetensi dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu kompetensi


(45)

permulaan atau ambang (threshold competencies) dan kompetensi yang membedakan (differentiating competencies). Threshold competencies merupakan karakteristik esensial minimal (biasanya adalah pengetahuan dan keterampilan) yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi efektif dalam pekerjaannya akan tetapi tidak membedakan kinerja pekerja yang superior dan kinerja pekerja yang biasa saja. Sedangkan kompetensi yang membedakan (differentiating competencies) yaitu faktor-faktor yang membedakan antara pekerja yang memiliki kinerja superior dan biasa-biasa saja (rata-rata) (Palan, 2008).

Secara umum kompetensi utama dalam sebuah organisasi agar organisasi tersebut efektif terdiri dari kompetensi diri (self competency), komunikasi (communication competency), keberagaman (diversity competency), etika (ethics competency), lintas budaya (across culture competency), tim (team competency) dan perubahan (change competency) (

Pelaksanaan supervisi yang sukses diperlukan kompetensi yang yang baik. Menurut Bittel (1996) ada lima kompetensi supervisi yang harus dimiliki pelaksana supervisi meliputi kompetensi pengetahuan (knowledge competencies), kompetensi kewirausahaan (enterpreneurial competencies). Kompetensi intelektual (intelectual competencies), sosio-emotional competencies dan interpersonal competencies.

Slocum & Hellriegel, 2009).

Dalam penerapan supervisi keperawatan dapat diperlukan kompetensi dasar seorang supervisor agar supervisi dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Borders dan Leddick (1987) dalam Falender dan Shafranske (2004) telah menyediakan daftar kompetensi supervisor secara komprehensif dalam


(46)

sebuah kerangka kerja yang dapat disesuaikan dengan berbagai situasi untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi parameter dari kinerja supervisor. Daftar kompetensi supervior ini dibagi menjadi konseptual ketrampilan dan pengetahuan (conceptual skill and knowledge), ketrampilan intervensi langsung (direct intervention skill) dan ketrampilan yang berhubungan dengan individu/manusia (human skill).

Seorang supervisor keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan dalam memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas,

sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan, memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksanan keperawatan, memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan pelaksanan keperawatan, mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok), memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan, melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat, dan mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik (Suyanto, 2008).

Berdasarkan konsep kompetensi diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi supervisor perawat dapat diartikan sebagai karakteristik mendasar supervisor yang secara kausal berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat baik. Untuk mencapai kompetensi tertentu, seorang supervisor perawat perlu memiliki sejumlah kapabilitas. Kapabilitas biasanya merupakan kombinasi dari dimensi sifat pribadi, ketrampilan dan pengetahuan perawat supervisor.


(47)

2.2.4.Ketrampilan dan Pengetahuan Konseptual (Conceptual Skill and Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Pengetahuan dibagi menjadi tingkatan tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (

Kompetensi pengetahuan adalah kemampuan pengetahuan yang merupakan pintu masuk seseorang untuk bekerja dengan baik. Seorang manager akan lebih sukses apabila dilandasi dengan ilmu pengetahuan yang cukup (Bittel, 1996). Berdasarkan kompetensi, seorang supervisor keperawatan harus mengetahui area yang akan disupervisi dan memiliki pengetahuan tentang metode supervisi (CAHM, 2008). Selain itu, s

Notoatmodjo, 2007). Sedangkan ketrampilan menurut Conley (2004) diartikan sebagai kemampuan memahami masalah, kemampuan bekerja dalam berbagai situasi, kemampuan mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi, kemmpuan menyelesaikan masalah berdasarkan informasi yang ada, kemampuan memberi nilai lebih pada hasil pekerjaan, kemampuan membangun hubungan kerjasama dan kemampuan berkomunikasi untuk mengembangkan ide-ide yang dimiliki.

ebagai seorang perawat supervisor harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang teori keperawatan profesional, teknik, praktik dan prosedur; pengetahuan yang cukup tentang istilah medis, proses penyakit dan sistem tubuh, prosedur diagnostik klinis saat ini dan perawatannya, keterampilan dalam menerapkan pengetahuan, pengetahuan tentang peraturan umum negara dan peraturan mengatur keuangan, pengetahuan umum praktek


(48)

asuhan keperawatan profesional dan prinsip-prinsip dikontinum keperawatan

Menurut Borders dan leddick (1987) dalam Falender (2004), salah satu unsur kompetensi supervisor adalah pengetahuan tentang program manajemen/ supervisi. Sedangkan Swansburg (2000) menjelaskan manajemen dalam keperawatan adalah manajemen operasional dan manajemen asuhan keperawatan. Lingkup manajemen operasional dalam manajemen keperawatan yaitu: merencanakan, mengorganisir, mengarahkan dan mengawasi sumber daya manusia keperawatan, metode, fasilitas dan dana untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Selanjutnya Falender dan Shafranske (2004) menyebutkn bahwa perawat supervisor diharapkan mampu memahami dan menunjukkan kemampuan secara konseptual tentang teori manajemen dasar, model pengembangan program, teori pengambilan keputusan, teori pengembangan organisasi, tehnik penyelesaian konflik, gaya kepemimpinan, system informasi computer dan tehnik manajemen waktu.

(Triwibowo, 2013).

Berpedoman pada kompetensi supervisor yang dikemukakan oleh Borders dan Leddick (1987) dalam Falender dan Shafranske (2004), bahwa kompetensi perawat supervisor dapat dibagi kedalam konseptual ketrampilan dan pengetahuan dengan menilai ketrampilan umum, praktek konselor dalam supervisi, supervisi dalam pelatihan, dan program manajemen/supervisi. Ketrampilan intervensi langsung mencakup penilaian ketrampilan dasar dan program manajemen. Sedangkan ketrampilan yang berhubungan dengan individu/ manusia mencakup penilaian terhadap ketrampilan umum, sifat dan mutu.


(49)

Para supervisor sebaiknya menggunakan keahlian dalam melakukan intervensi-intervensi yang bisa membuat mereka mendapatkan pengetahuan langsung tentang pekerjaannya. Salah satu keahlian adalah dalam membuat laporan mandiri (self report). Laporan mandiri dimaksudkan untuk membuat laporan secara verbal tentang apa yang terjadi dalam tahap-tahap supervise. Laporan pribadi ini memiliki sifat obyektif yang bisa melaporkan apa yang mereka amati atau mereka simpulkan berdasarkan kerangka rujukan mereka sendiri tentang diri klien, diri mereka sendiri dan tentang proses konseling (Borders & Leddick, 1987).

Ada beberapa jenis intervensi langsung yang dapat dilakukan perawat supervisor, seperti mengamati rekaman audio dan video terhadap sesi-sesi konseling. Disamping itu intervensi langsung juga dapat dilakukan dengan cara mengamati secra langsung tindakan yang dilakukan. Microtraining, role-play, dan modeling juga termasuk dalam kompetensi supervise ini (Falender & Shafranske, 2004).

Borders dan Brown (2005) juga mengklasifikasikan isu-isu etik kedalam kompetensi supervisor. Sehingga seorang perawat supervisor diharapkan memiliki tanggungjawab etik pada perawat yang disupervisinya. Supervisor harus mempertimbangkan kesejahteraan dan mengambil tindakan apapun yang perlu untuk melindungi mereka. Jelasnya, para supervisor juga harus sadar/tahu semua isu-isu etik yang berkaitan dengan proses konseling dan yakin bahwa para konselor mematuhi standar-standar etika. Selain itu para klien harus menyetujui istilah atau hal-hal yang berkaitan dengan supervisi. Terutama pada awal


(50)

konseling sebagai bagian dari prosedur informed consent. Dengan kata lain supervisor bertanggungjawab untuk tindakan-tindakan yang dilakukan perawat pelaksana dan oleh karena itu dapat menjadi pegangan secara legal mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan tersebut.

Kemampuan supervisor yang terakhir adalah harus mampu menunjukkan adanya pengetahuan serta pemahaman konseptual terhadap tanggung jawab atau makna akuntabilitas perawat supervisor, mengetahui sistem kredensial, standar perawatan dan etika praktek keperawatan. (Setiyowati, 2012),

2.2.4. Ketrampilan Intervensi Langsung (Direct Intervention Skill)

Intervensi lansung adalah salah satu model supervisi yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung individu yang disupervisi. Supervisi lansung dilakukan dengan cara terlibat langsung dalam kegiatan sehingga pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah (Swamburg, 2000).

Ada dua hal yang perlu di ukur terhadap kompetensi ini meliputi ketrampilan umum dan program manajemen atau supervisi. Dalam ketrampilan secara umum, seorang supervisor diharapkan mampu menyiapkan struktur untuk sesi supervisi yang berkenaan dengan memulai tujuan supervisi, mengklasifikasikan tujuan dan arah supervisi, mengklasifikasikan peran diri sendiri dalam supervisi, dan menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam supervisi (Borders & Brown, 2005).

Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran perawat yang disupervisi dapat menentukan sejauh mana perawat yang disupervisi telah mengembangkan dan


(51)

menerapkan teori konseling yang dikuasainya. Dalam pelaksanaan supervisi hendaknya menyiapkan feedback spesifik yang terkonsep terhadap keprihatinan klien, proses konseling dan terhadap personalisasi konseling. (Falender dan Shafranske, 2004). Maka dari itulah seorang supervisor harus memilki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter. Sebab, jika situasi kerja menunjukkan rasa aman dan nyaman, maka kegiatan supervisi akan terjadi lebih efektif (Suarli & Bahtiar, 2009).

Kompetensi ini juga menilai bagaimana bernegosiasi terhadap keputusan bersama tentang kebutuhan pengalaman pembelajaran, kemampuan menggunakan alat bantu media pembelajaran yang merupakan suatu usaha dalam mengembangkan evaluasi kegiatan supervisi untuk mencapai tujuan supervisi. Menguji perawat pelaksana dengan tes dan membuat interprestasi hasil tes juga termasuk bagian evaluasi. Hal lainnya yaitu membantu proses rujukan pasien pada saat yang tepat dan memfasilitasi serta memantau adanya penelitian untuk menentukan efektifitas program, pelayanan dan tehnik.

Berdasarkan program manajemen/supervisi, hal-hal yang diukur pada supervisor meliputi cara mengembangkan gambaran peran untuk semua posisi staf, mengkaji kebutuhan perawat yang disupervisi, merumuskan tujuan dan sasaran supervisi yang ingin dicapai, memantau kemajuan aktivitas program supervisi dan rasa tanggungjawaban staff. Dengan memanfaatkan tehnik membuat keputusan, mengaplikasikan tehnik penyelesain masalah, menjalankan dan mengkoordinasikan pelatihan pengembangan staf, mengimplimentasikan system


(52)

informasi manajemen, yang dapat membuat program supervisi berjalan sesuai yang diharapkan.

Selain itu tugas supervisor adalah menjalankan strategi grup manajemen dan membuat skedul tugas dengan mengembangkan batas waktu berdasarkan kebutuhan perawat yang disupervisi dan program, memelihara kesesuaian forms dan rekaman untuk membantu tugas supervisi, memonitor laporan perawat yang disupervisi dan rekaman ketrampilan, mendiagnosa masalah organisasi, menjalankan tehnik observasi sistemik, merencanakan dan merancang anggaran biaya, menjalankan pembelajaran follow-up dan aplikasi penelitian, menegakkan secara konsisten dan berkualitas kinerja serta praktek tindakan yang disetui oleh klien serta mampu mendelegasikan tanggung jawab (Falender dan Shafranske, 2004).

2.2.5. Ketrampilan yang Berhubungan dengan Individu/Manusia (Human Skill) Ketrampilan kemanusiaan (Human Skills) adalah kemampuan untuk bekerja dengan memahami, dan memotivasi orang lain, baik sebagai individu ataupun kelompok. Manajer membutuhkan keterampilan ini agar dapat memperoleh partisipasi dan mengarahkan kelompoknya dalam pencapaian tujuan (Robert L. kaatz, 1979). Ketrampilan manusia terdiri dari ketrampilan umum, sifat dan mutu. Ketrampilan umum berkenaan dengan kemampuan seorang supervisor menjadi pengajar, konselor, konsultan dan evaluator. Kompetensi ini juga menggambarka pola yang berhubungan dengan hubungan interpersonal, mampu memadukan pengetahuan kedalam hubungan interpersonal, menciptakan situasi


(53)

empati, konkrit, respek, harmoni, tulus dan siap siaga. Hal ini ditempuh dengan cara menjalin hubungan terpeutik bersama orang yang disupervisi (Falender dan Shafranske, 2004).

Lynch (2008) menjelaskan bahwa supervisor klinik yang baik atau efektif harus memiliki ketrampilan interpersonal. Contoh ketrampilan interpersonal yang baik adalah bersifat terbuka, ramah, hangat, insight full, refleksi diri, dan respek pada perubahan atau pertanyaan orang lain tanpa melihat sebagai kritikan. Dalam penelitian Mataiti (2008), mengklasifikasikan keterampilan hubungan interpersonal bermakna bahwa seorang supervisor memiliki wawasan ilmu dan kemampuan dalam membina/menjalin hubungan dengan orang lain. Karakteristik ini mencakup pengetahuan khusus tentang perilaku manusia. Lebih lanjut dibahas bahwa supervisor merupakan seorang komunikator yang efektif, supervisor dapat berkomunikasi dengan singkat dan jelas, mendapat hal-hal yang baik selama berinteraksi dengan berbagai orang, dan supervisor dapat menggunakan teknik yang tepat untuk mendukung dan memfasilitasi bawahan yang disupervisi untuk melakukan perubahan.

Ada kekuatan dan kelemahan supervisi yang harus diidentifikasi. Disamping itu menggali persepsi dan perasaan orang yang disupervisi dilakukan selama sesi konsultasi. Supervisor dapat menggunakan keahlian konfrontasi dalam menhadapi staf yang tidak konsisten. Mencari solusi, tehnik dan respon untuk alternative baru, memperagakan ketrampilan dalm aplikasi tehnik konseling. Membantu perawat yang disupervisi menyusun pola supervisi sendiri. Melakukan evaluasi diri dianggap sebagai sarana dalam pertumbuhan model professional


(54)

yang sesuai. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan supervisor mengharapkan munculnya model prilaku yang sesuai dan menunjukkan penerapan etika atau standar profesional

Kompetensi ketrampilan manusia ini juga mengukur sifat dan mutu yang meliputi komitmen terhadap peran supervisor, kenyamanan dan kewenangan yang melekat dalam peran supervisor. supervisor harus memiliki rasa humor yang tinggi. Kemudian dapat mendorong, optimis dan motivasional berharap perawat yang disupervisi konsekwen dengan tindakan mereka, sensitif terhadap perbedaan setiap individu. Seorang supervisor harus peka terhadap kebutuhan perawat, berkomitmen mempengaruhi ketrampilan konseling sehingga dapat mengakui baha tujuan akhir dari pengawasan adalah membantu perawat yang disupervisi. (Falender dan Shafranske, 2004).

(Borders dan Leddick, 1987).

Mempertahankan komunikasi terbuka merupakan kompetensi lain yang diharapkan disamping memantau kemampuan yang disupervisi untuk mengidentifikasi tanda kemungkinan munculnya kelelahan kerja, mengenali batas-batas diri dengan cara memunculkan evaluasi diri dan umpan balik dari yang lainnya serta menikmati dan menghargai peran pengawas. Kemampuan komunikasi manajer yang mengetahui persepsi bawahan akan mampu menciptakan kondisi kerja dengan produktifitas tinggi. Disamping itu, hubungan supervisor dengan perawat yang baik, akan menciptakan kemampuan pertimbangan-pertimbangan putusan perawat sehingga mengurangi ketergantungan pada atasan (Iglesias & Vallejo, 2012).


(55)

Hasil riset Kaushal & Janjhua (2010) menunjukkan bahwa nilai-nilai personal didominasi oleh hampir semua kelompok profesional untuk menjadi maju, berprestasi dan bekerjasama. Tidak peduli apa pun profesi yang di sandang. Setiap Individu percaya dalam mencapai hasil dan merasa berenergi maka setiap kegiatan yang ditugaskan kepada mereka akan selesai. Mereka juga percaya pada pembelajaran yang berkelanjutan untuk memperbaiki diri. Namun faktanya adalah bahwa nilai-nilai personal dalam prestasi, menjadi maju dan bekerjasama diperlukan agar sukses dalam setiap profesi. Dalam penelitian juga menyebutkan adanya hubungan positif antara nilai-nilai pribadi dan nilai-nilai kinerja menandakan bahwa semakin tinggi nilai pribadi yang lebih tinggi akan nilai-nilai kinerja yang individu yang cenderung menghargai pribadi nilai-nilai-nilai-nilai seperti kemajuan, prestasi, kerja sama, tantangan, kreativitas, dan lain-lain, akan patuh, tepat waktu, pekerja tim yang baik, akan sangat berhati-hati sehingga kualitas kerja dilakukan, cenderung etis sehingga yang tidak hanya tujuan organisasi, tetapi pribadi juga tercapai.

2.4. Teori Keperawatan yang Terkait Penelitian

Teori keperawatan yang terkait dengan hubungan kompetensi perawat supervisor dengan gaya manajemen konflik yaitu Theory of Goal Attainment (1971) dalam Tomey dan Alligood (2006) yang diperkenalkan oleh Imogene M. King. King mengidentifikasi kerangka kerja konseptual (conceptual framework) sebagai sebuah kerangka kerja sistem terbuka, dan teori ini sebagai suatu pencapaian tujuan. King mempunyai asumsi dasar terhadap kerangka kerja


(56)

konseptualnya, bahwa manusia seutuhnya (human being) sebagai sistem terbuka yang secara konsisten berinteraksi dengan lingkungannya. Asumsi yang lain bahwa keperawatan berfokus pada interaksi manusia dengan lingkungannya dan tujuan keperawatan adalah untuk membantu individu dan kelompok dalam memelihara kesehatannya. Kerangka kerja konseptual ( conceptual framework) terdiri dari tiga sistem interaksi yang dikenal dengan dynamic interacting systems, meliputi: personal systems (individuals), interpersonal systems (groups) dan social systems.

Asumsi dasar King tentang manusia seutuhnya (human being) meliputi sosial, perasaan, rasional, reaksi, kontrol, tujuan, orientasi kegiatan dan orientasi pada waktu. Berdasarkan kerangka kerja konseptual (conceptual framework) dan asumsi dasar tentang human being, King menderivatnya menjadi teori pencapaian tujuan (theory of goal attainment). Menurut King intensitas dari interpersonal system sangat menentukan dalam menetapkan dan pencapaian tujuan keperawatan. Dalam interaksi tersebut terjadi aktivitas-aktivitas yang dijelaskan sebagai sembilan konsep utama, dimana konsep-konsep tersebut saling berhubungan dalam setiap situasi praktek keperawatan, meliputi interaksi, persepsi, komunikasi, transaksi, peran, stress, tumbuh kembang, waktu dan ruang (Tomey & Alligood, 2006).

2.5. Landasan Teori Penelitian

Kompetensi adalah sebuah klaster (gugus) yang saling berhubungan antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dibutuhkan oleh seorang individu


(57)

dalam efektifitas organisasi. Kompetensi utama sebuah organisasi menurut Slocum & Hellriegel (2009) dibagi menjadi kompetensi diri (self competency), komunikasi (communication competency), keberagaman (diversity competency), etika (ethics competency), lintas budaya (across culture competency), tim(team competency) dan Perubahan (change competency. Jika dikaitkan dengan supervisi perawat supervisor maka Bittel (1996) mengklasifikasikan kompetensi supervisi menjadi

Dalam theory of goal attainment (1971), Imogene M. King

kompetensi pengetahuan (knowledge competencies), kompetensi kewirausahaan (enterpreneurial competencies), kompetensi intelektual (intelectual competencies), sosio-emotional competencies dan interpersonal competencies. Dalam penerapannya, berpedoman pada rancangan kompetensi supervisor oleh Borders dan Leddick (1987) maka kompetensi perawat supervior dibagi menjadi konseptual ketrampilan dan pengetahuan (conceptual skill and knowledge), ketrampilan intervensi langsung (direct intervention skill) dan ketrampilan yang berhubungan dengan individu/manusia (human skill).

menjelaskan bahwa ada

Dalam landasan teori penelitian ini ingin menghubungkan keterkaitan kompetensi perawat supervisor dengan gaya manajemen konflik yang didasari

tiga sistem interaksi. Interaksi tersebut membentuk sebuah sistem hubungan interpersonal dimana didalamnya terdapat unsur-unsur interaksi, persepsi, komunikasi, transaksi, peran, stres, tumbuh kembang waktu dan ruang yang merupakan karakteristik seseorang. Konflik terjadi sebagai dampak dari hubungan interpersonal yang tidak sejalan antara individu (Tomey & Alligood, 2006).


(58)

teori keperawatan. Diawali dengan teori keperawatan tentang dynamic interacting systems yang dapat mempengaruhi konflik personal maupun interpersonal. Disamping itu juga dapat mempengaruhi kompetensi sebuah organisasi dimana salah satunya termasuk kompetensi supervisi. Didalam supervisi terdapat kompetensi seorang perawat supervisor yang nantinya dihubungkan dengan gaya manajemen konflik sehingga membentuk sebuah hubungan teori. Hubungan antara teori tersebut membentuk kerangka teori penelitian yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 . Kerangka Teori Penelitian Teori keperawatan

Dynamic Interacting Systems :

1. Personal systems 2. Interpersonal systems 3. Social systems

Imogene M. King (1987)

Kompetensi utama organisasi :

1. Kompetensi diri. 2. Komunikasi 3. Keberagaman. 4. Etika.

5. Lintas Budaya 6. Tim

7. Perubahan. (Slocum & Helriegel, 2009)

Kompetensi perawat supervisor :

1. Memberikan pengarahan dan petunjuk.

2. Memberikan saran, nasehat dan bantuan.

3. Memberikan motivasi.

4. Mampu memahami proses kelompok

(dinamika kelompok).

5. Memberikan latihan dan bimbingan.

6. Melakukan penilaian.

7. Mengadakan pengawasan.

(Suyanto, 2008).

8. Konseptual ketrampilan dan pengetahuan.

9. Ketrampilan intervensi langsung.

10.Ketrampilan berhubungan dengan

individu/Manusia

(Borders & Leddick, (1987)

Gaya manajemen konflik :

(Dominating, Integrating, Compromising, Avoiding, Obliging).

(Teori Rahim, 1983)

Kompetensi supervisi : 1. Pengetahuan 2. Kewirausahaan 3. Intelektual 4. Emosional 5. Interpersonal (Bittel, 1996) Konflik : 1. Personal. 2. Interpersonal (Wirawan, 2010)


(59)

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Dalam penelitian ini kerangka konsep dirancang dalam dua bagian yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel independen yang mempengaruhi atau menjadi penyebab berubahnya variabel dependen (Pratiknya, 2010). Kompetensi perawat supervisor akan menjadi variabel independen penelitian yang mempengaruhi gaya manajemen konflik. Variabel dependen berisi konsep kompetensi berpedoman pada Borders dan Leddick (1987) yang terdiri dari konseptual ketrampilan dan pengetahuan ketrampilan intervensi langsung dan ketrampilan yang berhubungan dengan individu/manusia

Variabel independen dalam penelitian berisi kondep gaya manajemen konflik berdasarkan teori Rahim (1983) yang mengembangkan model gaya manajemen konflik berdasarkan dimensi memperhatikan orang lain dan memperhatikan diri sendiri. Sehingga Rahim mengelompokkan gaya manajemen konflik yang terdiri dari dominasi (dominating), integrasi (integrating), kompromi (compromising), menghidar (avoiding), menurut (obliging) (Wirawan, 2010).

Kerangka konsep secara jelas dapat dilihat pada gambar 2.3. berikut :

Gambar 2. 3. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Kompetensi Perawat Supervisor dengan Gaya Manajemen Konflik.

Gaya manajemen

konflik (Rahim, 1983) :

Dominating, Integrating, Compromising, Avoiding, Obliging).

Variabel Independen Variabel Dependen

Kompetensi perawat super-visor (Borders & Leddick, 1987) :

1. Konseptual ketrampilan dan pengetahuan.

2. Ketrampilan intervensi langsung.

3. Ketrampilan berhubungan dengan individu/manusia


(60)

Dari gambar 2.3. dapat dijelaskan bahwa variabel terkait yaitu variabel yang disebabkan/dipengaruhi oleh adanya variabel bebas/ variabel mempengaruhi gaya manajemen konflik yang digunakan perawat supervisor. Sehingga dapat dikatakan penggunaan gaya manajemen konflik oleh perawat supervisor tergantung dari kompetensi yang dimiliki oleh perawat supervisor tersebut. Berdasarkan konsep diatas maka dapat dihubungkan untuk mencari ada atau tidak hubungan variabel kompetensi perawat supervisor dengan variabel gaya manajemen konflik.


(61)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelatif untuk mengamati hubungan kompetensi perawat supervisor di Rumah Sakit Kota Banda Aceh pada tahun 2014. Desain penelitian berdasarkan pendekatan pengamatan sewaktu (cross-sectional), yaitu melakukan pengumpulan (survei) data karakteristik perawat supervisor dan gaya manajemen konflik yang digunakan dalam waktu yang sama, satu kali saja dan diukur menurut keadaan atau status perawat supervisor saat bertugas.

3.2. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) beralamat di jalan Tengku Daud Beureueh nomor 108 Bandar Baru dan Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa (BLUDRSJ) Aceh di Jalan Dr. T. Syarief Thayeb nomor 25 Kota Banda Aceh. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni tahun 2014.

Adapun alasan pemilihan rumah sakit sebagai lokasi penelitian karena kedua rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe A terbesar milik Pemerintah Provinsi Aceh, mudah dijangkau dan terletak di pusat kota. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan pasien dari berbagai kabupaten di Provinsi Aceh sehingga menjadi perhatian pemerintah untuk meningkatkan mutu layanan, sistem


(62)

pengawasan dengan program supervisi sudah dijalankan dirumah sakit ini secara berkelanjutan. Disamping itu, banyaknya pasien di rumah sakit ini setiap hari dapat memunculkan stres kerja perawat yang memicu terjadinya konflik internal di ruangan.

3.3.Populasi dan sampel.

3.3.1. Populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat supervisor yang bekerja di RSUDZA dan BLUDRSJ Banda Aceh. Jumlah perawat supervisor di rumah sakit umum dr. Zainoel Abidin sebanyak 60 orang (Jadwal dinas bulan Juni 2014) dan jumlah perawat supervisor dari BLUDRSJ Banda Aceh sebanyak 34 perawat supervisor (Jadwal dinas bulan juni 2014). Sehingga total jumlah populasi perawat supervisor sebanyak 94 orang.

3.3.2. Sampel.

Penentuan sampel penelitian dengan menggunakan teknik total sampling, dimana semua populasi dijadikan sebagai sampel penelitian (Arikunto, 2009), yaitu semua perawat supervisor RSUDZA dan BLUDRSJ Banda Aceh. Pengukuran ini dilakukan untuk variabel dependen dan independen.

Dari 94 responden yang dijajaki hanya 77 orang yang dapat di jadikan sampel penelitian, sedangkan 17 orang gagal, yaitu 12 orang dari RSUDZA dan 5 orang dari BLUDRSJ karena dalam keadaan cuti, sakit, izin lainya dan tidak bersedia menjadi responden,


(63)

3.4. Metode Pengumpulan Data.

3.4.1. Data Primer.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survei dengan teknik penyebaran angket menggunakan pernyataan tertulis. Data diperoleh dari kepala bidang keperawatan rumah sakit tentang jumlah dan cara menggunakan daftar tugas perawat supervisor yang diharapkan, data tentang kompetensi perawat supervisor dan data gaya managemen konflik perawat supervisor diperoleh dari perawat supervisi di rumah sakit.

3.4.2. Data Sekunder.

Penumpulan data sekunder diperoleh dari buku arsip atau profil rumah sakit umum Dr. Zainoel Abidin dan Baddan Layanan Umum Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh, jadwal tugas/dinas perawat supervisor, searching internet, media baca dan studi kepustakaan. Data tersebut mencakup jumlah perawat dan gambaran umum rumah sakit.

3.5.Variabel dan Definisi Operasional.

Pengertian variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1.

Definisi Operasional Variabel Independen dan Dependen N

o. Variabel Definisi operasional

Alat

ukur Hasil ukur

Skala ukur Variabel independen

1. Kompetensi perawat supervisor

Suatu karakteristik yang mendasar dari seorang perawat supervisor yang

Kuisioner A: 33 per-nyataan

Interpretasi kompetensi:


(64)

N

o. Variabel Definisi operasional

Alat

ukur Hasil ukur

Skala ukur Variabel Independen

terdiri dari hubungan antara pengetahuan, ke-trampilan dan kemam-puan yang dibutuhkan oleh seorang perawat su-pervisor dalam efektifi-tas organisasi kerja pe-rawat.yang terdiri dari konseptual ketrampilan dan pengetahuan, ke-trampilan intervensi langsung dan ketrampi-lan yang berhubungan dengan individu/ manu-sia. -Kompeten: 80-100% -Tidak kompeten : 10-79% Variabel Dependen

2. Gaya mana-jemen konflik:

a. Dominating

b. Integrating .

Suatu metode atau langkah-langkah yang dipilih dan digunakan perawat supervisor da-lam mengelola dan me-nyelesaikan konflik yang terjadi di RSU-DZA dan BLUDRSJ Banda Aceh, terdiri dari dominating,integrating, compromising, avoiding dan obliging.

Gaya managemen kon-flik yang digunakan pe-rawat supervisor RSU-DZA dan BLUDRSJ Banda Aceh dimana le-bih mementingkan pada tujuan diri sendiri dari pada orang lain.

Gaya managemen kon-flik yang digunakan pe-rawat supervisor RSU-

Kuisioner B: 6 per-nyataan

Kuisioner B: 7 per-nyataan

Persentase Jumlah skor:

-Tidak sering: ≤ 50%

-Sering : > 50% Persentase Jumlah skor: Ordinal Ordinal


(65)

N

o. Variabel Definisi operasional

Alat

ukur Hasil ukur

Skala ukur Variabel Dependen

c. compromi-sing.

d. Avoiding.

e. Obliging

DZA dan BLUDRSJ Banda Aceh dimana bersama - sama mencari solusi konflik untuk memenuhi tujuan pera-wat yang terlibat kon-flik..

Gaya managemen kon-flik yang digunakan pe-rawat supervisor RSU-DZA dan BLUDRSJ Banda Aceh dengan ca-ra memenuhi sebagian tujuan kedua pihak pe-rawat yang terlibat kon-flik tanpa memaksi-malkan hasilnya. Gaya managemen kon-flik yang digunakan pe-rawat supervisor RSU-DZA dan BLUDRSJ Banda Aceh dengan ca-ra mengabaikan masa-lah konflik di ruangan.

Gaya managemen kon-flik yang digunakan pe-rawat supervisor RSU-DZA dan BLUDRSJ Banda Aceh dengan ca-ra memberikan perhati-an yperhati-ang tinggi kepada perawat dengan me-menuhi kebutuhannya.

Kuisioner B: 4 per-nyataan

Kuisioner B: 6 per-nyataan

Kuisioner B: 6 per-nyataan

Persentase Jumlah skor:

-Tidak sering: ≤ 50%

-Sering : > 50%

Persentase Jumlah skor:

-Tidak sering: ≤ 50%

-Sering : > 50% Persentase Jumlah skor:

-Tidak sering: ≤ 50%

-Sering : > 50%

Ordinal

Ordinal


(66)

3.6. Metode Pengukuran

Dalam penelitian ini pengukuran diawali dengan memberikan penjelasan kepada responden penelitian tentang tujuan dan manfaat penelitian, petunjuk dan cara pengisian, waktu yang diperlukan untuk mengisi kuisioner, serta kesediaan responden terlibat dalam penelitian untuk mengisi kuisioner.

Kuisioner dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu kuisioner A dan Kuisioner B. Kuisioner A dibuat sendiri oleh peneliti berpedoman pada konsep Borders dan Leddick (1987). Kuisioner A terdiri dari subvariabel Konseptual ketrampilan dan pengetahuan 12 pernyataan, ketrampilan intervensi langsung 11 pernyataan, dan ketrampilan berhubungan dengan individu sebanyak 10 pernyataan untuk mengukur variabel kompetensi perawat supervisor. Setiap pernyataan berisi 10 alternatif pilihan jawaban, yaitu angka 10 = mahir, 9 = sangat baik, 8 = baik, 7 = rata-rata/cukup, 6 = hampir cukup, 5 = kurang/tidak cukup, 4 = lemah/rendah, 3 = sangat lemah, 2 = memliki sedikit pengalaman relevan, namun pengalamannya lemah, dan 1 = tidak memiliki pengalaman relevan, belum mulai membangun pengetahuan/ketrampilan/kemampuan. Selanjutnya nilai total jawaban perawat supervisor akan dibagi 2 katagori, yaitu >80 % = kompeten dan <80% = tidak kompeten. Sebelum dilakukan penelitian kuisioner ini telah dilakukan uji validitas pada 3 orang ahli (expert) yang sesuai dan telah dilakukan uji reliabilitas pada 15 orang perawat rumah sakit umum Meuraksa Banda Aceh.

Kuisioner B diadopsi dari teori Rahim yang disebut The Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II). Kuisioner ini berjumlah 28 pernyataan untuk mengukur variabel gaya manajemen konflik. Kuisioner terdiri


(67)

dari 5 pernyataan untuk mengukur gaya dominating (nomor 3,8,13,18 dan 23), 6 pernyataan untuk mengukur gaya integrating (nomor 1,6,11,16,21,25 dan 28), 4 pernyataan untuk mengukur gaya compromising (nomor 5,10,15 dan 20), 6 pernyataan untuk mengukur gaya avoiding (nomor 2,7,12,17,22 dan 26) dan 6 pernyataan untuk mengukur gaya obliging (nomor 4,9,14,19,24,27). Untuk setiap pernyataan berisi 5 pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), ragu-ragu (RG), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Setiap jawaban pernyataan dihitung dengan menggunakan 5 poin, yakni nilai SS=5, S=4, RG=3, TS=2 dan STS=1. Nilai total masing-masing jawaban tentang gaya manajemen konflik dibagi 2 kategori, yaitu > 50 % = sering dan <50% = tidak sering. Instrumen tersebut telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan berpedoman pada cara pengadopsian instrumen lintas budaya oleh Silaban (2013).

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Sebelum dilakukan pengambilan data, terhadap kuisioner A dilakukan uji validitas dengan melibatkan 3 orang ahli (expert) yang berasal dari institusi pendidikan dan rumah sakit di Kota Banda Aceh.

Para ahli memberikan koreksi agar merubah kuisioner yang bermakna ganda agar diuraikan menjadi beberapa pernyataan baru. Bagi pernyataan yang sulit dipahami atau tidak ada jawaban di lokasi penelitian disarankan para ahli agar dikoreksi atau dihapus. Penilaian ini didasari pada item kuisioner tidak relevan, tidak jelas dan tidak sederhana sehingga dari 36 item pernyataan yang dirumuskan dan diusulkan sebelumnya menjadi 33 pernyataan. Selanjutnya dengan menjumlahkan persilangan nilai dari expert 1, 2, dan 3, maka


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)