Pengaruh Model Pembelajaran dan Persepsi Motorik Terhadap Keterampilan GerakDasar dan Pemahaman Konsep Bermain Siswa Sekolah Dasar.

(1)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ………... i

PERNYATAAN ………... ii

ABSTRAK ………...…. iii

KATA PENGANTAR ……….. v

UCAPAN TERIMA KASIH ………. vi

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR TABEL ………. x

DAFTAR GAMBAR ……… xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Identifikasi Masalah ……….. 19

C. Rumusan Masalah ………. 21

D. Tujuan Penelitian ……….. 21

E. Kegunaan Hasil Penelitian ……… 22

BAB II KAJIAN TEORI ……….….. 23

A.Model Pembelajaran ……….…… 23

1. Model Pembelajaran TGfU ……….………. 26

2. Model Pembelajaran DirectInstructional……… 60

3. Perbedaan Pendekatan Kedua Model………..…………. 71

B.PersepsiMotorik……… 75

C.Keterampilan Gerak Dasar……….……….………….. 84

D.Pemahaman Konsep Bermain……… 98

E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar……….…….……. 103

F. Fieldgame……….………. 116

G.Penelitian yang Relevan………..……… 123

H.Kerangka berfikir ……….……….. 128

I. Asumsi Penelitian ………. 131

J. Hipotesis ……… 137

BAB III METODE PENELITIAN ……… 138

A. Waktu danTempat Penelitian ……….. 138

B. Desain Penelitian……….………….. 139

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……….……… 140

D. Populasi Sampel……… 140

E. Instrumen Penelitian……… 142

F. Pengembangan Instrumen……… 143

G. Treatmen ………. 147


(2)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Pengaruh Model Pembelajaran dan Persepsi Motorik Terhadap Keterampilan GerakDasar dan

I. Hipotesis Statistik……….………...…….……… 152

J. Limitasi Validitas Penelitian………..….…. 153

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 157

A. HASIL PENELITIAN ……… 157

Ujinormalitas dan Uji Homogenitas………. 160

Uji Hipotesis………...……… 162

B. PEMBAHASAN ………. 169

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI……….……… 197

A. Simpulan ……….. 197

B. Rekomendasi Penelitian Selanjutnya……… 197

DAFTAR PUSTAKA ……… 199


(3)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

DAFTAR TABEL

Tabel Hal.

2.1 Categories of Games ………..……..……….….... 42

2.2 Game Category Principles……….……….………... 42

2.3 Prosedur Berikut dapat Dipergunakan Sebagai Dasar untuk Menyusun Pertanyaan yang Efektif ……….………...……… 49

2.4 Analisa permasalahan dalam Game ……….. 49

2.6 Permasalahan Taktik dalam Base Ball ………….…………..…… 53

2.7 Permasalahan Taktik, Pergerakan dan Keterampilan untuk Bermain Kick Ball Diadopsi dari softball………....….………… 54

2.8 Analisa Kebutuhan dalam Bola Basket ……..………....………... 56

2.9 Komponen Penilaian dalam GPAI ………...…….……… 57

2.10 Rumus Perhitungan Variabel Hasil GPAI ……….…..……….….. 58

2.11 Contoh Bagian yang Diamati dalam Bola Basket ……….. 59

2.12 Scenario Pembelajaran Direct Instructional Menurut Ahli……. 67

2.13 Perbandingan Menurut Good & Grouw Dengan Hunter ………. 68

2.14 Model direct instructioal yang Dikemukakan Oleh Gagne ….... 69

2.15 Pekembangan Model Direct Terbaru ……….... 70

2.16 Perbedaan Pendekatan Tradisional dan TGfU ……….…….. 71

2.17 Perbedaan Pedekatan Model Tgfu dan Pendekatan Teknik …… 71

2.18 Perbedaan Penanggungjawab antara Tgfu dan Direct……….... 74

2.19 Contoh Tes Kesadaran Tubuh……….…..……….…….. 78

2.20 Kecapakan Keterampilan Gerak Menurut Umur ……… ….…… 87

3.1 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian……….………….. 138

3.2 Desain Penelitian ……….….…….….……….. 139

3.3 Analisa Penggunaan Gerak Dasar ………….….……….……….. 144

3.4 Hasil Analisa Validitas Reliabilitas Penggunaan Gerak Dasar …. 145 3.5 Indikator GPAI……….………...……..……..……. 145

3.6 Lembar Observasi GPAI……….…………..….….….…… 146

3.7 Program Treatmen dua Model Pembelajaran ……… 147

3.8 Kerangka Pembelajaran ……… 148

4.1 Hasil Data Pemahaman Konsep Bermain…………..…….……. 157

4.2 Hasil Data Keterampilan Gerak Dasar.……….…..………….… 159

4.3 HasilAnalisisBox's Testmodel Pembelajaran, Persepsi Motorik, Keterampilan Gerak Dasar dan Pemahaman Konsep Bermain ….. 161

4.4 Levene's Test Keterampilan Gerak Dasar dan Pemahaman Konsep Bermainsecara Keseluruhan ……….. 161 4.5 Hasil Uji Manova Data Model Pembelajaran, Persepsi Motorik,

PemahamanKonsep Bermain dan Keterampilan Gerak Dasar … 163 4.6 Hasil Tes Pengaruh Antar Variabel Model Pembelajaran, Persepsi


(4)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Pengaruh Model Pembelajaran dan Persepsi Motorik Terhadap Keterampilan GerakDasar dan

dasar ………...….………..…..….. 4.7 Hasil Uji Lanjut Post Hod Model Pembelajaran dan Persepsi


(5)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal.

2.1 Alur Pelaksanaan TGfU ……….………...….…… 29 2.2 Analisa Permasalahan dalam Field Game (Striking)…….…. 52 2.3 Perbedaan Pendekatan Taktik dan Teknik………..……..…… 73 2.4 Proses Persepsi Motorik ………...……..……… 81 2.5 Konsep Rancangan PMP …….……….………..……… 83 2.6 Perkembangan Gerak ... 86 2.7 Dasar Kemampuan Gerak yang harus Dikembangkan untuk

Mengembangkan Keterampilan Olahraga ……… 91 2.8 Lambungan Bola Slow Pitchdan Fast Pitch ……,……… 119 2.9 Kerangka Model Kaitan Game, Pendidikan Gerak dan

sebaliknya ……….. 123 2.10 Keterkaitan Persepsi Motorik, Gerak Dasar, Game dan

Pembelajaran ……….,……….. 130 4.1 Plot Interaksi Persepsi Motorik terhadap Konsep Bermain 158 4.2 Plot Interaksi Model Pembelajaran Terhadap Kemampuan

Gerak Dasar ……… 160 4.3 Konsep Rancangan PMP ………. 191


(6)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Pengaruh Model Pembelajaran dan Persepsi Motorik Terhadap Keterampilan GerakDasar dan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

1 Hasil Validasi Judge I Modifikasi Permainan Kickball ……… 213

2 Hasil Validasi Judge II Modifikasi Permainan Kickball …..… 216

3 Hasil Validasi Judge III Modifikasi Permainan Kickball …… 219

4 Hasil Validasi Judge I Rancangan Pembelajaran TGFU.…… 222

5 Hasil Validasi Judge II Rancangan Pembelajaran TGfU ……. 224

6 Hasil Validasi Judge III Rancangan Pembelajaran TGfU …… 226

7 Hasil Validasi Judge I Pelaksanaan TgfU Berdasarkan Video.. 228

8 Hasil Validasi Judge II Pelaksanaan TgfU Berdasarkan Video . 230 9 Hasil Validasi Judge III Pelaksanaan TgfU Berdasarkan Video 232 10 Hasil Validasi Judge I Rencana Pembelajaran DI ……….…… 224

11 Hasil Validasi Judge II Rencana Pembelajaran DI ……..…… 236

12 Hasil validasi judge III Rencana pembelajaran DI …….……. 238

13 Hasil validasi judge I Pelaksanaan Pembelajaran DI berdasarkan vidio ………..………. 240

14 Hasil validasi judge II Pelaksanaan Pembelajaran DI Berdasarkan Video……….. 242

15 Hasil Validasi Judge III Pelaksanaan Pembelajaran DI Berdasarkan Video………..………... 244

16 Hasil Rekapan Judge Modifasi Permainan Kick Ball ………… 246

17 Hasil Analisis Kesepakatan Judge Modifasi Permainan Kick Ball ..…….……….……….………. 246

18 Hasil Rekapan Judge Penilaian Rencana Pembelajaran TGfU 247 19 Hasil Analisis Kesepakatan Judge Penilaian Rencana Pembelajaran TGfU ……….………. 247

20 Hasil Rekapan Judge Penilaian Pelaksanaan TGfU Berdasarkan Video..……….. 248

21 Hasil Analisis Kesepakatan Judge Pelaksanaan TGfU Berdasarkan Video………..……… 248 22 Hasil Rekapan Judge Penilaian Rencana Pembelajaran DI … 246 23 Hasil Analisis Kesepakatan Judge Pelaksanaan DI ….……… 246

24 Hasil Rekap Judge Pelaksanaan DI Berdasarkan Video …… 247

25 Hasil Analisis Kesepakatan Judge Pelaksanaan DI Berdasarkan Video………..……….……….. 247 26 Data Uji Coba Keterampilan Gerak Dasar………...…………. 248

27 Uji Instrumen Keterampilan Teknik Dasar ……… 248

28 Hasil Analisa Validitas Lempar Tangkap ………..…… 255

29 Hasil Analisis Validitas Menendang………..…….. 256


(7)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

31 Hasil Analisis Validitas Ketepatan……….. 257

32 Data Perhitungan Reliabilitas ………..…..…….. 258

33 Hasil Uji Reliabilitas Tes Keterampilan Gerak Dasar ….….… 258 34 Data Uji Coba Persepsi Motorik ………..….….… 261

35 Hasil Analiis Kesepakatan Juddge Instrumen Persepsi Motorik ……….……….. 262

36 Data Uji Coba Instrumen GPAI ……….……….…… 263

37 Hasil Uji Coba Instrumen Kesepakatan Judge GPAI …..…… 367

38 Data Rekapan Uji Coba Judge Tes Persepsi Motorik………… 268

39 Hasil Anova Kesepakatan Judge Uji Coba Tes Persepsi Motorik ……….. 269

40 Pengelompokan Kelompok Eksperimen……… 270

41 Kelompok Eksperimen DI ……….……… 273

42 Kelompok Eksperimen TGfU ……… ………….………. 274

43 Data Tes Pemahaman Konsep Bermain dengan Menggunakan GPAI Kelompok TGfU ……….……….……..…..… 275

44 Ringkasan Indek Kemampuan Bermain Kelompok TGfU …… 279

45 Data pemahaman Konsep Bermain dengan Menggunakan GPAI Kelompok DI ……….……… 280

46 Rekap Indek Kemampuan Bermain Model Pembelajaran DI... 284

47 Rekap skor T Kemampuan Gerak Dasar Model Pembelajaran TGfU ……….…………. 285

48 Rekap skor T Kemampuan Gerak Dasar Model Pembelajaran DI ……….. 286

49 Hasil Analisis Manova ………..……….. 287

50 Plot Interaksi……….. 290

51 Hasil Modifikasi permainan kick ball (field game) …..……… 293

52 Instrumen Keterampilan Gerak Dasar………..………… 302

53 Instrumen Persepsi Motorik ……….………. 306

54 Program Pembelajaran Permainan Kick Ball dengan Pendekatan (TGfU)……….…………..………. 308


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh model pembelajaran dan persepsi motorik terhadap keterampilan gerak dasar, pemahaman konsep bermain field game pada siswa sekolah dasar. Sebelum penelitian inti, terlebih dahulu dilakukan penelitian pengaruh model pembelajaran modifikasi permainan field game (kick ball). Model pembelajaran tersebut meliputi TGfU dan Direct Instructional. beberapa permasalahan yang mendasari penelitian ini yaitu (1) modifikasi permainan field game agar lebih menarik dan dapat dipergunakan untuk siswa sekolah dasar, (2) penguasaan keterampilan gerak dasar siswa, (3) pemahaman konsep bermain dalam permainan field game secarakognitif, dan (4) pemahaman konsep bermain secara operasional (bermain), (5) modal untuk dapat bermain adalah keterampilan gerak dan level pemahaman, untuk belajar keterampilan gerak dibutuhkan memori persepsi terhadap gerak (persepsi motorik) dan pemahaman penggusaan gerak. Permainan field game yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kick ball modifikasi.

Bermain game memerlukan keterampilan dan pemahaman terhadap peraturan permainan dalam game. Kurangnya keterampilan dapat diidentifikasi sebagai kurangnya pengalaman belajar. Belajar atau latihan ini menjadi perhatian bagaimana dan dengan cara apa, serta kualitasnya seperti apa? Hal ini penting karena game (permainan) adalah media yang penting dalam pendidikan jasmani. Kapan dan bagaimana menyampaikan game ini menjadi permasalahan pelik yang terus berkembang. Pada kenyataannya, game telah menjadi bagian penting dalam kurikulum pendidikan jasmani pada banyak sekolah (Copel & Susan, 2000: 124). Penelitian yang dilakukan oleh Bunker dan Thorpe pada 1986 menyatakan bahwa 65% pendidikan jasmani adalah game. Demikian pula penelitian berikutnya pada 1994 oleh Penney & Evan menyatakan bahwa 75% pendidikan jasmani adalah game. Permainan dalam TGFU dibagi atas invasion, net, target, dan field game.


(9)

Ketika modal dasar (gerak dasar dan teknik dasar) kurang maka akan ada kesulitan untuk menguasai permainan, ditambah dengan berbagai peraturan. Selain itu, permasalahan persepsi motorik masih sangat kurang diperhatikan dengan beberapa argumentasi. Permasalahan bagaimana menyampaikan game? Apakah dengan cara yang telah turun-temurun atau menggunakan model atau pendekatan baru? Hal ini patut menjadi pertimbangan dengan melihat kemajuan serta bukti penelitian efektivitas sebuah pendekatan. Berikut ini paparan beberapa latar permasalahan sehingga penelitian ini dilaksanakan.

1. Permasalahan pemahaman konsep bermain

Pemahaman konsep bermain dapat dimanifestasikan dalam beberapa hal. Pertama penguasaan terhadap pengetahuan, kedua penguasaan terhadap keterampilan, ketiga penguasaan terhadap strategi dan taktik, keempat penguasaan terhadap peraturan permainan, dan kelima penguasan terhadap kontek permainan. Pemain yang hebat adalah pemain yang menguasai dan mampu memutuskan kelima elemen tersebut serta menyelesaikan kasus (konteks) dengan hasil yang menguntungkan bagi team. Ketika salah satu dari komponen tersebut tidak diketahui sampai pada taraf pemahaman, pemain akan merasakan kesulitan untuk bermain dalam permainan apapun (invasion, net, target, dan field game). Bukti penelitian membuktikan hal ini berdasarkan penelitian deskriptif Stephen Mitchell (2011) tentang perbedaan dalam membuat keputusan antara pemain yang berpengalaman dan pemain pemula pada olahrga sepak bola. Studi cross sectional yang menerangkan perbedaan antara pemain muda ahli (sepak bola) n=55 dan pemain pemula n=74 dalam kemampuan membuat keputusan selama bermain. Kemampuan bermain diamati dengan rekaman dan pengetahuan dilakukan dengan menganalisis hasil observasi. Pengambilan keputusan dilakukan terhadap dua hal yaitu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemilihan teknik (passing, bergerak dengan bola, tanpa bola, penjagaan, tacling, serta merebut bola) dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kontekss taktik game. Pemain ahli lebih tinggi dalam kemampuan pengambilan keputusan. Pengambilaan keputusan berbeda ketika dilihat pada setiap level keahlian, terjadi peningkatan sesuai


(10)

peningkatan umur. Penelitian kedua dilakukan oleh Fujii et. all (2014) tentang reaksi pemain basket pemula dan terampil terhadap antisipasi. Hasil penelitian juga mengindikasikan bahwa orang yang memiliki pengalaman bergerak atau latihan akan lebih memiliki kepekaan dan kecepatan gerak.

Kedua, ilustrasi di atas merupakan bukti bahwa pemahaman konsep bermain membutuhkan penguasaan kelima komponen yang telah disebutkan. Ketika salah satu dari keempat komponen tersebut tidak terkuasai, maka akan mengalami kesulitan bermain dengan baik. Kedua penelitian di atas memandang permainan dari sisi tingkat keterlatihan (pengalaman belajar), berdasarkan tingkat keterlatihan akan berbeda dalam memutuskan permasalahan berkaitan dengan pemilihan teknik (passing, bergerak dengan bola, tanpa bola, penjagaan, tacling, dan merebut bola). Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman terhadap konsep bermain adalah hal yang mutlak harus diberikan kepada anak agar anak dapat bermain dengan baik. Anak tidak mampu bermain menghadapi permasalahan dalam game ketika pemahaman terhadap keempat elemen tersebut kurang. Anak yang memiliki keterampilan melempar dapat diasumsikan dapat bermaian baseball atau kasti, tetapi kenyataannya keterampilan tersebut masih harus ditambah dengan kemampuan menangkap untuk bertahan dan kesadaran akan kontek dan peraturan. Demikian juga anak yang cepat berlari seharusnya dapat bermain sepak, bola, bola basket dan semua olahraga beregu dan memiliki keuntungan dari kemampuanya tersebut. Kenyataan di lapangan dalam olahraga game tidak berjalan demikian. Penguasaan keterampilan secara parsial sangat penting tetapi lebih penting adalah menggunakan pengetahuan dan penguasaan parsial tersebut dalam konteks permainan.

Permasalahan kedua, diduga akan sangat mustahil bagi siswa untuk menguasai pemahaman konsep bermain dengan sistem pendidikan jasmani yang ada. Kenyataan kurikulum di Indonesia setiap semester selalu memberikan tiga sampai empat permainan ataupun olahraga dalam proses belajar mengajar. Sebagai ilustrasi bahwa mahasiswa untuk lulus dari S1 pendidikan olahraga, pendidikan jasmani, ataupun kepelatihan minimal dalam satu cabang olahraga


(11)

diberikan dalam 16 kali pertemuan. Ketika hal ini dibandingkan dengan siswa sekolah level dibawahnya menjadi sulit bagi siswa untuk menguasai pemahaman konsep bermain. Ketika merujuk pada penelitian pemahaman konsep bermain ternyata semua penelitian menggunakan satu kecabangan dengan treatment minimal 3 dan ada yang sampai 24 kali pertemuan. Bohler (2011) terhadap game jenis net game, (Griffin et al., 2001; Howarth & Walkuski, 2003 tentang pengetahuan sepak bola (French & Thomas, 1987) (Rink, French, & Graham, 1996), (French, Werner, Taylor, Hussey, & Jones, 1996). Pengamatan terhadap permaianan dilakukan dengan berpedoman pada GPAI dan modifikasinya sesuai dengan kebutuhan.

Permasalahan ketiga katiannya dengan pemahaman konsep bermain berjenjang bagi siswa sekolah dasar, berdasarkan pada pertimbangan tingkat kesulitan game akan lebih baik jika dipilih game yang mudah kesulitannya tetapi menyenangkan untuk dimainkan dan dapat dipergunakan untuk proses belajar mengajar. Field game dapat menjadi pilihan untuk sekolah dasar, salah satu alasannya seperti yang diungkapkan Mitchel & Collier yang dikutib oleh Fisette et al (Oct 2010) Striking/fielding and target games have less "flow" and a slower pace compared to invasion and net/wall games, which decreases the level of tactical complexity in them. Permainan field game terdiri atas beberapa kecabangan di antaranya rondes, kriket, softball baseball. Baseball softball telah masuk dalam event PON ataupun event yang lebih besar antarnegara. Permainan ini belum masuk dalam olahraga wajib dalam kurikulum. Hal ini dimungkinkan karena peralatan yang relatif mahal bila dibandingkan dengan olahraga yang lain. Didukung oleh oleh Mitchel & Collier ( Fisette et al Oct 2010) invasion and net/wall games tend to be the most commonly taught in physical education curricula (Mitchell & Collier, 2009), whereas striking/fielding and target games are taught less frequently. Permainan field game di sekolah dasar yang telah dimainkan adalah kasti. Melihat karakteristik kasti dengan bola dilempar dan dipukul seperti pada permainan baseball softball dengan bola yang keras anak akan cenderung takut (terlebih putri) dan memukul cenderung lebih sulit bagi


(12)

pemula Doolittle, Sarah (Sep 1995) striking skills are difficult for most beginners, eliminating those skills enables students to concentrate on other parts of the game. Permainan field game dalam memainkan membutuhkan kemampuan teknik dasar yang baik serta tentunya memiliki nilai yang positif terhadap orang yang melakukan permainan ini. Permasalahannya kendala adalah permainan ini selalu dilakukan dengan bola kecil, dilempar serta memukul bola dari pelempar. Kemampuan open skill dengan bola kecil akan menyulitkan ketika diajarkan pada siswa yang kurang memiliki kemampuan gerak dasar yang kurang.

Permainan ini belum lazim dimainkan di Indonesia sehingga penelitian ini harapannya dapat menjadi hal yang baru bagi permainan field game di sekolah dasar. Permasalahan beriktutnya dalam field game adalah lapangan yang luas dengan peralatan yang mahal. Kedua hal ini jika tidak diatasi maka fileld game akan selamanya menjadi olahraga yang tidak populer, sehingga jika dilihat dari tingkat kesulitan permainan ini mudah dan menyenangkan untuk dimainkan menjadi permainan yang tidak akan pernah dimainkan. Berkenaan dengan hal tersebut permainan ini harus disesuaikan dengan kondisi ketersediaan sekolah yang sebagaian besar memiliki ukuran lapangan kecil.

Di samping keterampilan gerak dasar yang dibutuhkan juga dibutuhkan kemampuan untuk memahami taktik pertandingan agar dapat memenangkan pertandingan. Taktik yang dibutuhkan telah dibahas sebelumnya minimal adalah taktik bertahan dan taktik menyerang yang di dalamnya membutuhkan kerjasama team. Dalam usaha untuk melaksanakan taktik ini dibutuhkan kemampuan berfikir yang cepat dan membawa tubuh untuk bergerak agar dapat memenangkan pertandingan.

Masih perlu pembuktian bahwa permainan ini dapat dipergunakan untuk mengembangkan keterampilan gerak dasar dan meningkat menjadi teknik dasar anak sekolah dasar serta mendidik pemahaman konsep bermain dengan beberapa alasan: gerakan dalam permainan ini cukup komplek ada terkandung hampir semua gerak keterampilan gerak dasar. Kedua permainan ini dapat menjadi


(13)

pengantar untuk pengenalan ke cabang olahraga soft ball, base ball. Hal ketiga permainan ini dapat menjadi sarana untuk belajar terhadap penguasaan “space awareness” yang dapat ditransfer ke cabang olahraga lain yang membutuhkan keterampilan yang sama. Keempat permainan ini mudah dilaksanakan dengan aturan dengan modifikasi sarana prasarana akan mempermudah pelaksanaan permainan. Kelima permainan ini membutuhkan kemampuan pemecahan taktik sehingga akan dapat merangsang siswa untuk berfikir dalam memecahkan permasalahan gerak yang dibutuhkan.

2. Permasalah keterampilan gerak dasar

Kurangnya penguasaan siswa terhadap keterampilan gerak dasar dapat mempengaruhi penguasaan keterampilan teknik dasar menuju pada spesifik ke cabangan olahraga. Bukti penelitian menunjukkan bahwa anak yang kurang penguasaan dalan gerak dasar anak memiliki nilai transfer negatif terhadap aktivitas jasmani. Kegagalan dan keterlambatan untuk mencapai keterampilan motorik dasar dapat memiliki efek negatif jangka panjang pada anak, kurangnya keterampilan ini dapat membatasi anak bergabung dalam beraktivitas, permainan kelompok dan olahraga selama bertahun-tahun sekolah dan sampai menjadi dewasa dan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif, mental, dan sosial (Doan and Scherman 1987; Hartup 1983; Hops and Finch 1985; Page et al. 1992, dalam NCCDPHP, 2000; Poest, Williams, Witt & Atwood, 1989 dalam Benelli, Cecelia, Yongue, Bill, 1995; Pica (2000) dalam Joanne Hui-Tzu Wang, 2004 ; Anthony D Okely, Michael L Booth, Tien Chey, 2004; Lisa M Barnett, Eric van Beurden, Philip J Morgan, Lyndon O Brooks, John R Beard, 2010; Jacqueline D Goodway, Leah E Robinson, Heather Crowe, 2010). Kumpulan review penelitian ini menggambarkan betapa berbahayanya efek terhadap anak ketika permasalahan gerak dasar ini tidak diatasi dari pendidikan gerak awal. Permasalahan ini sangat penting untuk diatasi.

Kenyataan menunjukkan penyebab kurangnya penguasaan siswa terhadap keterampilan gerak dasar ini, antara lain kurangnya kualitas belajar mengajar


(14)

yang ada di sekolah-sekolah karena beberapa hal seperti terbatasnya lahan, sarana, penguasaan guru terhadap materi ataupun penguasaan model pembelajaran. Berkenaan dengan materi pelajaran olahraga yang diminati oleh siswa pada umumnya adalah olahraga beregu. Olahraga beregu memiliki banyak ragam dan untuk menjembatani ke olahraga terdapat game yang menyerupai olahraga tersebut.

Gerak yang harus diberikan semasa sekolah dasar dapat dibedakan atas keterampilan gerak dasar dan keterampilan dasar kecabangan olahraga. Keterampilan gerak dasar terdiri dari “...basic movement skills (i.e., throwing, kicking, catching, running, jumping, and hopping) ... (Clark & Metcalfe, 2002; Seefeldt, 1980 dalam Leah E Robinson, Jacqueline D Goodway, 2009). Bullus 2007: 10-11)). Menurut Pangrazi (1992: 14-15) Fundamental skill these skils set the foundation for adul activity and form the basis of competent movement, ... the fundamental skills are devided into three categories; locomotor, non locomotor, manupulative skills.

Penguasaan keterampilan gerak dalam setiap fase membutuhkan dorongan dan rangsangan dari orang dewasa (dalam konteks ini guru). Pembelajaran gerak dalam pendidikan jasmani dicurigai belum cukup untuk memberikan pengalaman yang cukup agar menyenangi gerak. Agar anak senang terhadap gerak maka perlu diberikan kesempatan yang cukup dan memiliki pengalaman berhasil dalan fase perkembangan belajar gerak.

Penguasaan siswa dalam kesadaran akan ruang bergerak memberikan transfer dalam kegiatan aktivitas olahraga. Kemampuan lempar tangkap merupakan kemampuan yang memiliki transfer ke beberapa kecabangan olahraga. Melempar dapat ditransfer ke bola voly, soft ball- base ball, tenis, tenis meja, bola basket, polo air, lempar dalam atletik. Menendang dapat ditransfer dalam olahraga sepak bola. keterampilan gerak dasar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterampilan gerak dasar yang berhubungan dengan keterampilan bermain kick ball modifikasi.


(15)

Pembahasan permasalahan gerak dasar ini telah memberikan bukti baik secara empiris ataupun teoritik bahwa secara teoritik terdapat bermacam gerak yang harus dikuasai anak untuk menjamin partisipasi dalam aktivitas jasmani. Hal ini di dukung oleh berbagai penelitian. Kenyataan menunjukkan efek yang kurang baik ketika gerak dasar tidak terkuasai dan juga di dukung oleh berbagai penelitian. Serta kenyataan bahwa masih terjadi penguasaan gerak dasar yang kurang dibuktikan dengan bukti penelitian. Sehingga peningkatan penguasaan gerak dasar siswa masih menjadi hal yang penting untuk dilakukan penelitian.

3. Persepsi motorik

Pendidikan jasmani seharusnya memfasilitasi agar anak berperan serta dalam aktivitas jasmani. Baik itu olahraga atupun permainan. Dalam pembahasan terhadulu keikutertaan dalam aktivitas jasmani dipengaruhi oleh penguasaan gerak dasar, hal kedua kemampuan bermain dengan baik dipengaruhi oleh pemahaman terhadap konsep bermain. Hal ini dapat dipahami sebagai dua hal yang besar pertama kualitas penguasaan gerak (psikomotor) dan penguasaat pemahaman bermaian (kognitif dan psikomotor). Bukti penelitian menunjukkan bahwa penguasaan psikomotor ataupun kognitif ini mengandung unsur keterlibatan persepsi motorik. Kenyataan di lapangan dari sudut belajar gerak persepsi motorik masih kurang diperhatikan. Hal ini terlihat dari proses belajar mengajar yang secara seragam dilakukan secara klasikal. Berdasarkan beberapa penelitan yang ditemukan persepsi motorik memiliki korelasi terhadap belajar gerak Haggard (2013). Shmuelof , Krakauer, Mazzoni, (2012) Penguasaan, kemampuan menulis (Tseng, Elizabeth, 1994) , keseimbangan statis dan dinamis koordinasi Hatzitaki et.all (2002), persepsi motorik terhadap kinerja motorik dan kognisi (Parush et.all, 2000). Dalam semua penelitian menyebutkan bahwa persepsi motorik memiliki kaitan terhadap beberapa variabel tersebut. Secara lebih nyata seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Thomas (1982). Penelitian di atas menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara persepsi motorik terhadap gerak


(16)

(psikomotor) dan kognisi. Terhadap kognisis ini dalam permainan olahraga identik dengan pemahaman konsep bermain.

Argumentasi secar teoritis perihal persepsi motorik saling bersinggungan dengan perkembangan gerak. Thomas (1982: 62) menyatakan bahwa persepsi motorik berpengaruh terhadap fungsi kognitif dengan dua pernyataannya yang menyatakan bahwa ada hubungan sebab akibat antara keteramplan persepsi motorik dengan prestasi akademik, yang kedua telah berkembangan teori yang menyatakan bahwa beberapa keterampilan persepsi motorik merupakan landasan untuk kesiapan belajar. Sebagai contoh kemampuan koordinasi mata tangan akan berpengaruh terhadap kemampuan menulis. Lebih lanjut ada peryataan yang mengatakan bahwa ada hubungan antara keterampilan gerak kognitif dan persepsi motorik. Movement skill and cognitive function have frequently been linked together and sometimes are labeled perceptual motor development. Perceptual motor development sometime is used interchangeably with motor development (Thomas & Amelia, 1988: 62). Dari kajian transer ke motorik Hatzitaki (Jun 2002) mengungkapkan Perceptual-motor contributions to static and dynamic balance control in children. Berdasarkan pada kajian ini dapat ditekankan bahwa persepsi motorik merupakan hal yang sangat penting. Apa yang akan terjadi ketika persepsi motorik ini kurang atau tidak diperhatikan? Berdasarkan beberapa penelitian dan pendapat di atas setidaknya akan terjadi pertumbuhan yang kurang bagus, kedua perkembangan gerak yang kurang optimal, ketiga fungsi kognisi yang kurang optimal. Dari ketiga ini ada yang berpengaruh langsung dan tidak langsung.

Pertama ketika persepsi motorik kurang baik maka anak akan tumbuh kurang baik. Pemahaman dari penyataan ini adalah ketika anak memiliki persepsi motorik yang kurang baik hal ini berkaitan dengan kesempatan untuk mempelajari gerak yang baru dan kesempatan untuk bergerak. Persepsi motorik yang kurang maka kemampuan untuk belajar gerak menjadi kurang. Ketika anak kurang kesempatan belajar gerak maka dapat diasumsikan penguasaan terhadap gerak juga kurang. Kurangnya penguasaan gerak akan membatasi anak untuk


(17)

bersosialisasi dalam aktivitas jasmani. Kurang bersoasialiassi dalam aktivitas jasmani menjadikan anak kurang aktif, sehingga anak yang kurang aktif cenderung mengalami masalah dengan pertumbuhan karena secar fisiologi kualitas jaringan ataupun organ kurang baik.

Kedua, pernyataan yang menyatakan bahwa ketika persepsi motorik kurang maka perkembangan gerak kurang optimal. Berdasarkan pada pengertian persepsi motorik adalah ability to receive, interpret, and respond successfully to sensory information. Perception is the act of interpreting relevant stimuly recorded though one‟s sensory apparatus. Motor refers to the response produced (Kruger, 1997: 126-127)”. Persepsi motorik adalah kemampuan untuk menerima, mengartikan, merespon dengan benar. Lebih lanjut persepsi itu sendiri adalah bertindak sesuai dengan rangsangan yang diartikan/dipahami berdasarkan sensor (salah satu atau beberapa panca indera) dalam bentuk gerak. Ketika misalnya anak kurang kemampuan dalam pengalaman mengolah bagaimana dan apa yang harus dilakukan ketika bola datang sementara bola itu harus ditangkap, ada kemungkinan anak tersebut tidak tahu bagaimana menangkap bola dan untuk apa bola ditangkap. Ada kemungkinan bola datang mengenai wajah dahulu baru kemudian anak tersebut memegang wajahnya dengan ekspresi tersentak.

Ketiga, pernyataan fungsi kognisi yang kurang optimal. Pernyataan ini dapat memiliki makna yang luas. Konteks dalam permasalahan penelitian ini adalah dalam aktivitas gerak bermain. Dalam menyelesaikan permasalahan bermain anak harus memahami peraturan, strategi, taktik dan memiliki kemampuan gerak yang cukup. Beberapa hal tersebut adalah model dasar untuk bermain. Konteks sebuah permainan ketika anak kurang dalam persepsi motorik akan kesulitan untuk menggabungkan kemampuan ini dalam pengambilan keputusan yang intinya “saya harus berbuat apa dan bagaimana caranya?”. Sebuah contoh kaitannya kemampuan persepsi terhadap objek di luar tubuh aplikasi dalam permainan sepak bola. ada dirinya yang menempati posisi tertentu (penyadaran diri), objek luar (bola, teman team, teman lawan, luas lapangan, arah bola, dimana gawang sendiri dan lawan), data ini adalah berbagai hal yang harus dipahami, disadari sebagai


(18)

dasar untuk mengambil keputusan “saya harus berbuat apa ketika bola datang kepada saya?”. Pengalaman pengamatan dan masa lalu peneliti ketika siswa masih duduk sampai kelas 3 sekolah dasar ketika bola datang kepada seorang anak maka sebagian besar anak (dari kedua team) akan menuju bola, sehingga akan terlihat seperti semut mengerumuni gula. Beriring dengan perkembangan kognisi, pengalaman setelah sekolah atas (SLTP) anak telah dapat melihat saya posisi apa, apa tugas, bola harus diapakan dan dikemanakan tinggal eksekusi yang dilaksanakan apakah bagus atau tidak tergantung dari tingkat keteraltihan. Kasus tersebut adalah konteks penggunaan kognisi dalam olahraga yang komplek perihal penyadaran diri, manejeman tubuh terhadap objek di luar diri serta ditambah dengan penyadaran akan peraturan (sesuatu yang abstrak). Ilustrasi ini semakin menguatkan bahwa persepsi motorik berkaitan dengan penguasaan gerak (prosedur bagaimana bergerak) dan pemahaman bagaiman bermaian (penguasaan konsep bermain) dalam permainan. Semakin tinggi persepsi motorik asumsinya maka akan semakin mudah untuk belajar gerak dan berlajar permainan.

Berikut adalah sebuah ilustrasi yang hampir sama dengan pembahasan perihal persepsi motorik sebelumnya, dalam dunia olahraga Rosalie, Simon M;

Müller, Sean (Sep 2012) menyatakan;

Similarly, in sport, individuals practice perceptul motor skills to prepare for more efficient and successful goal achievement during competition, such as: blocking an opponent's punch or kick; striking, throwing or kicking a ball; or tackling or intercepting an opponent in various situations, depending on the requirements and constraints of die context.

Pendapat berikutnya oleh Paul E. Robinson, (2010: 148)

Perceptual skills; skills that help the performer make sense of the environment and make a decision based on the information in the environment. For example, the tennis player assessing the ball flight of a service as it is coming over the net, and making a decision as to what shot to employ for the return

Pemahaman dari hal di atas adalah bahwa kemampuan persepsi motorik penting untuk lebih dalam keberhasilan di kompetisi seperti kemampuan mengeblok bola dari lawan (memukul atau menendang), melempar, merebut


(19)

dalam berbagai situasi tergantung dari konteks. Dicontohkan bahwa pemain tenis akan memutuskan cara mengembalikan bola dalam permainan. Kasus yang diungkapkan oleh Robinson di atas ketika dianalisis terdapat bagian-bagian dari persepsi motorik di antaranya kemampuan visual (melihat bola datang, melihat space diri sendiri yang dimiliki, melihat posisi lawan, melihat space kemungkinan bola harus ditempatkan), kemampuan kognisi (menginterpretasi harus berbuat apa, memutuskan harus menggunakan teknik apa) dan kemampuan motorik (bagaimana melakukan) dan terakhir eksekusi. Eksekusi dilakukan masih dalam kerangka peraturan dalam game.

Kenyataan di lapangan dalam pendidikan jasmani variabel persepsi motorik ini masih diabaikan dengan pembelajaran yang klasikal baik untuk pembelajaran gerak atupuan permainan. Meskipun secara toeritis, bukti penelitian menunjukkan persepsi motorik merupakan hal yang penting dalam perkembangan siswa belum menjadi pertimbangan dalam proses belajar motorik dan lebih jauh lagi dalam belajar permainan.

4. Model pembelajaran

Rendahnya kualitas pembelajaran kemungkinan karena penggunaan pendekatan pembelajaran yang kurang tepat. Data menunjukkan guru pendidikan jasmani di Pontianak kota dan Kalimantan Barat umumnya adalah alumni dari sekolah guru olahraga (SGO). Mulai tahun 2008 terdapat kelas penyetaraan dengan jumlah mahasiswa kurang lebih 90 per angkatan. Kurikulum yang diajarkan masih pada pendekatan gaya mengajar dalam pendidikan jasmani dan belum menyentuh pada pemberian model pembelajaran yang berkembang dewasa ini. Ketika peneliti menitipkan penyampaian beberapa model pembelajaran sebagai materi pengenalan guru-guru belum mampu menyerap dan menurut pengakuan pembimbing PPL lebih cenderung menggunakan model direct yang telah lama dikuasai. Perencanaan di atas kertas dalam pembuatan rencana pembelajaran dapat melakukan tetapi ketika praktek mikro teaching kembali pada gaya yang telah lama terbentuk. Pada periode berikutnya salah satu alumni berkenaan penelitian yang akan dilaksanakan turun ke sekolah dan mengadakan pengamatan dengan hasil sebagai berikut.


(20)

Berikutnya hasil observasi pada tanggal 10-14 September 2012 di SD 24 kota Pontianak dalam beberapa siklus adegan pembelajaran yang dilaksanakan masih kental dengan pendekatan direct. Sebagai contoh materi passing bawah dalam olahraga voley untuk siswa kelas 5 SD, siswa dibariskan menjadi empat baris dan secara bergiliran melakukan passing bawah satu per satu diumpan oleh guru. Dalam diskusi setelah pembelajaran ketika ditanyakan pernah menerapkan model pembelajaran yang lain seperti guru tersebut menyatakan “saya pernah dengar dan pernah diajarkan tetapi tidak pernah dilakukan, tetap pak begitu saja”. Berdasarkan pada pengamatan ini masih sangat melekat cara tradisional pembelajaran masih dilakukan di sekolah. Terjadi kasus dalam pengamatan yang dilakukan selanjutnya, guru olahraga menunjuk siswa agar tidak bermain pada waktu istirahat karena siswa tersebut mengaku alasan sakit ketika melakukan kegiatan pendidikan jasmani, tetapi sangat semangat bermain lempar tangkap bola ketika istirahat dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda bahwa siswa tersebut sakit. Berdasarkan dua kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa anak-anak sebenarnya memiliki keinginan besar untuk bermain tetapi disebabkan cara ataupun model pembelajaran yang kurang menyenangkan maka siswa kurang menikmati pembelajaran.

Kenyataan secara kelilmuan telah berkembang dan dikembangkan model-model pembelajaran dalam pendidikan jasmani, tetapi hal ini masih menjadi bahan diskusi di perguruan tinggi dan belum terimplementasikan sampai tingkat daerah. Salah satu model pembelajaran yang mengalami perkembangan pesat adalah model pembelajaran TGfU. Permasalahan pokok dalam penelitian ini kaitannya dengan model pembelajaran adalah sebuah keyakinan yang menyatakan model pembelajaran TGfU lebih baik dibandingkan model pembelajaran direct dalam mengajarkan kemampuan bermain. Berdasarkan pernyataan yang ditulis oleh Paul Webb (2006) menyinggung juga perbandingan antara pembelajaran dengan model TGfU dan model direct yang hanya menggunakan drill-drill dan mengajak siswa untuk melakukan yang seharusnya dilakukan dengan tidak menggunakan konteks game. Kritikan dari aliran TGfU adalah bagaimana bisa anak akan bermain hanya bermodal latihan? Keterampilan teknik atau pembelajaran game yang disampaikan secara langsung memberikan solusi akan mengerdilkan perkembangan kognitif siswa. Keyakinan dari aliran yang dikritisi


(21)

bahwa untuk dapat bermain dibutuhkan kematangan teknik terlebih dahulu baru kemudian diaplikasikan dalam permanan. Pada model direct instructional meyakini bahwa untuk mencapai sukses dalam permainan dibutuhkan kemampuan teknik yang benar baru dapat bermain. Light (2004) Blomquist (2001), the traditional approach is based on analysing skills and technique seen as being fundamental fo successfull play. Thise tehniques are practised and developed until they are performed well enough to enable the game to be played. Dua keyakinan ini saling berseberangan dan merangsang orang untuk melakukan pembuktian termasuk dalam penelitian ini.

Penelitian telah dilakukan kaitannya keampuhan kedua model pembelajaran ini. Turner, Adrian P; Martinek, Thomas (1999) telah melakukan review terhadap penelitian yang membandingkan kedua model ini (TGfU dan Direct) ternyata hasilnya masih bervariasi sebagai berikut: Studi yang dilakukan oleh Gabriele and Maxwell (1995), Griffin et al., (1995), Mitchell et al., (1995), Rink et al., (1991), Turner (1996), and Turner and Martinek (1992). Juga tidak ada perbedaan yang signifikan antara pendekatan taktik dengan teknik pada olahraga badminton (French, Werner, Rink, Taylor, & Hussey, (1996), 3-week study; Lawton, (1989), pada olahraga hockey (Turner, 1996; Turner & Martinek, (1992), pada olahraga sepakbola (Mitchell et al.,1995), pada olahraga bola voli (Griffin et al., 1995). Penelitian-penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang sama antara kedua model pembelajaran. Penelitian penelitian diatas masih menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Menjadi pertanyaan adalah mengapa bisa demikian mengingat kedua model tersebut memiliki dasar filosofis dan langkah yang berbeda dalam pembelajaran.

Penelitian berikutnya menyatakan hasil yang berbeda. Penelitian yang menyatakan terjadi peningkatan keterampilan pada olahraga hokey oleh (Turner 1996; Turner & Martinek, 1992) menunjukkan peningkatan pada keterampilan mendribel bola untuk kedua model. Hal ini terjadi juga pada keterampilan badminton dan keterampilan bermain (French, Wierner, Taylor, Hussey, and Jones,1996, 6-week badminton study). McPherson and French (1991) menemukan bahwa hasil the forehand and backhand mengalami peningkatan pada metode teknik dan vollley pada metode taktik pada tennis. Penelitian untuk mengetahui


(22)

efek pendekatan taktik dan teknik terhadap keterampilan, pengetahuan dan bermain dalam olahraga hokey. Turner, Adrian P; Martinek, Thomas (1999). TGfU hasilnya lebih tinggi terhadap keputusan melakukan passing dan

pengetahuan prosedural baik terhadap kelompok krontrol atupun direct.

Beberapa penelitan yang telah dilakukan pada umumnya membandingkan antara TGfU dengan pendekatan teknik (drill) masih sedikit yang membandingkan dengan model direct instructional. beberapa tahun kemudian hasil tersebut masih menunjukan hasil yang kurang lebih sama dapat dilihat dalam penelitian Daniel Memmert & Klaus Roth (2007) penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek latihan antara kelompok yang latihan bebas dengan kelompok yang mendapat perlakukan dengan TGfU terhadap pengembangan kreatifitas taktik olahraga handball, sepak bola dan hokey. Hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kedua pendekatan ini sampelnya.

Penelitian yang menyatakan bahwa kedua model pembelajaran ini memiliki hasil yang berbeda dilakukan oleh Minna Blomqvist, Pekka Luhtanen & Lauri Lakso (2006) melakukan penelitian tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek dari pendekatan tradisional dengan tradisional ditambah penayangan vidio. Terhadap 30 mahasiswa dengan 11 pendekatan tradisional ditambah vidio, 10 metode tradisioal dan 9 kelompok kontrol. Hasilnya terhadap pemahaman game, keterampilan dan unjuk kerja permainan. Ternyata dengan pendekatan tradisional ditambah penayangan vidio strategi hasilnya signifikan lebih tinggi. Rengasamy, Mohd Salleh Aman (2011) yang berjudul Effect of Teaching Games for Understanding Approach on students‟ Cognitive Learning Outcome. Menghasilkan kesimpulan The results reveal that there was a significant difference between the TGfU approach group and the traditional skill approach group students on post test score. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pre test dan post test antara kelompok yang mendapat perlakuan dengan TGfU dengan Direct.

Empat paragraf di atas merupakan gambaran beberapa penelitian yang dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran masih memiliki vasiasi hasil baik untuk penguasaan gerak (teknik) ataupun pemahaman konse bermain. Ada yang menyatakan TGfU lebih baik ada yang menyatakan sama. Kenyataan bahwa TGfU telah dikenal tetapi belum dapat diimplementasikan sampai pada PBM


(23)

sekolah-sekolah bukan adalah kenyataan di lapangan. Hal ini terjadi juga di Australia dan Hongkong menurut Australia Light (2003) dan di Cina Yuk-kwong (2003). Sehingga pemilihan model pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran merupakan permasalahan hangat terlebih TGfU bagai siswa sekolah dasar.

Pembelajaran yang dilaksanakan akan berjalan sesuai dengan yang direncanakan tidak terlepas dari bagaimana cara penyampaian kepada siswa dengan menciptakan lingkungan yang tepat. Berkaitan dengan hal ini dibutuhkan pemilihan dan penerapan model-model pembelajaran. Perkembangan peranan gerak dalam pendidikan melalui pendidikan jasmani bukan semata sebatas pada cara kualitas gerak ditampilkan oleh siswa tetapi juga nilai transer dalam ranah yang lain seperti kognitif. Harapannya akvitas jasmani dapat memfasilitasi hal tesebut. Model TGfU memberikan kesempatan siswa untuk berlatih teknik, kesadaran taktik, berpikir memahami permasalahan permainan dalam konteks aktivitas jasmani dan olahraga dengan fokus pada pemecahan masalah (problem solving).

Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Peorson & Weeb (2008) sebagai berikut.

TGfU places an emphasis on the play, where tactical and strategic problems are posed in a modified game environment, ultimately drawing upon students to make decisions. It places the focus of a lesson on the student in a game situation where cognitive skills such as „tactics, decision making and problem solving are critical…with isolated technique development utilised only when the student recognises the need for it.

Untuk mencapai kondisi tersebut khususnya bidang pendidikan jasmani, lebih banyak menggunakan olahraga sebagai media pembelajaran. Hal ini dibutuhkan kreativitas dan harus mengubah diri agar memberikan rangsangan dan kesempatan kepada siswa untuk dapat melakukan pendidikan jasmani bukan sekedar menggerakkan badan untuk mencapai kebugaran tetapi juga mampu menjadikan pendidikan jasmani sebagai sarana latihan berpikir.

Dalam konsep pendidikan jasmani yang baru khususnya untuk olahraga permainan telah berkembang model pembelajaran yang lebih mengutamakan


(24)

siswa memiliki kemampuan berfikir dalam menghadapi situasi permainan. Model pembelajaran ini telah berkembang sejak dilontarkan pada tahun 1982 dan telah menjadi perdebatan dan juga dianut dalam sistem pendidikan jasmani dan kepelatihan. Bukti penelitian yang dilakukan oleh Malathi Balakrishnan, Shabeshan

Penelitian berikutnya dilakukan oleh McNeill, Michael CharlesFry, Joan

Marian, Hairil, Johari Md (2011) membuktikan bahwa model TGfU dengan menggunakan permainan volly ball, tee ball dan field game, ini dapat meningkatkan motivasi siswa untuk bergerak baik itu putra ataupun putri. Penelitian dilakukan terhadap siswa dari umur 11-13 tahun dengan 115 siswa dalam tiga kelas yang berbeda.

Data penelitian Richard Light (2003) menunjukkan bagaimana perserta pelatihan menanggapi penggunaan TGfU dari perspektif guru.

“ I was just shocked because I couldn‟t believe how…we were always taught this inquiry approach and to question and discovery learning in every other subject and then all of a sudden I came to PE and I discovered this fantastic new approach and I thought „Wow‟. I‟d never heard of TGfU, I‟d never seen that sort of approach. PE teaching for me was always standing out the front, telling people what to do” (Monica,May 1).

Data berikut adalah pendapat dari perspektif siswa dari penelitian Richard Light (2003):

I was very excited, the first one was practical. It just excited me. It was like, „That is how I want to teach PE‟ (Kathy, May 7). When we finished the first tute so many of my friends obviously knew I wanted to be a PE teacher and they were like „How good was that? That makes sense‟ and, „I‟m so anti PE but I really enjoyed that lesson‟. It was like, if these adults think like this then it can only benefit the kids and definitely people wanted to know how I thought bout it”

Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh Richard Light (2003) menunjukkan bahwa baik dari sudut pandang guru maupun siswa setelah mengalami dan merasakan pendekatan TGfU merasa sesuatu yang lain, yang fantastik, menyenangkan dan ingin mengulang kembali, serta ada keinginan untuk


(25)

menjadi guru olahraga (pada siswa yang masih berumur 7 tahun) karena dapat menikmati olahraga.

TGfU memfasilitasi pembelajaran teknik dengan drill berdasarkan atas penyadaran kebutuhan untuk menyelesaikan permasalahan taktik. Dengan demikian drill hanya dilakukan ketika dibutuhkan. Pemecahan masalah taktik disusun untuk memberikan masalah agar siswa berpikir apa solusinya. Pendekatan direct latihan teknik didahulukan dan permasalahan taktik diberitahu cara pemecahannya sehingga siswa menerima jadi solusi atas permasalahan taktik. Neil F. Williams berpendapat (1996) Poor teaching practices among physical educators are often due to a lack of critical thinking. Through critical thinking, physical educators can implement developmentally appropriate physical education that fosters recreation as well as learning. Dapat dipahami bahwa guru pendidikan jasmani biasanya memberikan pengalaman mengajar yang jelek.

TGfU adalah solusi dari kritik ini. Kenyataan penelitian yang telah dibahas di atas menunjukkan hasil yang bervariasi, sehingga pembuktian lebih lanjut masih perlu untuk dilakukan. Berdasarkan pada beberapa permasalahan yang telah dipaparkan keterkaitan setiap permasalahan adalah sebagai berikut. Bagaimana anak dapat bermain membutuhkan pemahaman terhadap konsep bermain. Konsep bermain merupakan reprentasi dari pengetahuan akan lima komponen. Hal kedua untuk dapat bermain dengan baik salah satunya adalah penguasaan keterampilan dasar bermain, dengan keterampilan dasar yang baik maka asumsinya anak akan dapat bermain dengan baik. Keterampilan dasar dan penguasaan konsep bermain dibutuhkan kemampuan untuk berpersepsi terhadap motorik dan peraturan. Persepsi motorik menjalankan fungsinya sebagai modal dasar untuk belajar gerak dan belajar bermain. Kalimat lain dapat dirumuskan bahwa dihipotesiskan berdasarkan pembahasan latar belakang persepsi motorik memiliki hubungan dengan kemampuan, kualitas dan belajar gerak serta memiliki hubungan dengan kemampuan memahami konsep bermain. Model pembelajaran merupakan arena intervensi lingkungan yang mempengaruhi siswa yang harapannya akan berpengaruh sehingga mengalami perubahan kemampuan. Belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak membutuhkan modal (persepsi motorik) atau kemampuan persepsi motorik diduga mempengaruhi terhadap hasil belajar dengan pengaruh intervensi dari model pembelajaran. Fakta


(26)

berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar dengan menggunakan kedua model pembelajaran baik terhadap penguasaan gerak ataupun pemahaman konsep bermain masih menunjukkan hasil yang bervariasi, sehingga perlu dilaksanakan penelitian untuk meyakinkan, menyumbang, keampuhan kedua model ini. Apakah hasilnya sama atau berbeda, dengan melihat latar belakang persepsi motorik.

B. Identifikasi Masalah

Hopper, Tim (Sep 2002) mengungkapkan beberapa hal penyebab ketidaksuksesan pendidikan jasmani (a) sedikit siswa yang dapat mencapai pada kinerja yang diharapkan, (b) pemain yang terbatas pada teknik memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang buruk, (c) penampilan siswa tergantung dari apa yang telah diputuskan oleh guru, (d) sebagian siswa yang lulus dari sekolah hanya mengetahui sedikit tentang game. Padahal kenyataanan dalam kurikulum pendidikan jasmani lebih dari 60% menggunakan game. Bermain game anak harus memiliki model gerak dasar dan pemahaman terhadap game. Persepsi motorik merupakan variabel yang belum dilirik dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran kurang memberikan instruksional pembelajaran yang memadai sehingga dengan system kurikulum yang ada penguasaan gerak dasar atauun penguasan konsep bermain rendah.

Penguasaan keterampilan gerak dasar masih menjadi permasalahan. Apabila anak kurang menguasai gerak dasar maka anak cenderung untuk sulit menguasai teknik dasar, serta masih banyak lagi permasalahan yang timbul sebagai rentetan dari kurang terkuasainya gerak dasar. Bukti penelitian dalam latar belakang masalah cukup memberikan bukti.

Permasalahan persepsi motorik merupakan hal yang perlu untuk diperhatikan. Berdasarkan penelitian yang telah dipaparkan ternyata persepsi motorik ini berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam hal ini, secara tidak langsung ataupun langsung persepsi motorik memiliki peran yang besar terhadap belajar. Ketika modal persepsi motorik kurang, maka belajar gerak


(27)

akan mengalami masalah, demikian juga belajar memahami konteks, ataupun implementasi dari peraturan dalam permainan yang berimplikasi dalam konsep pemahaman bermain.

Model pembelajaran merupakan rangkaian pembelajaran berdasarkan tujuan, langkah-langkah, sistem reaksi, sistem instruksional, sistem sosial, dan dampak pengiring dalam menyampaikan materi. Tidak ada model pembelajaran yang ampuh untuk mengatasi semua masalah pembelajaran, tetapi ada kecenderungan guru menggunakan strategi direct dalam penyampaian pembelajaran. Strategi direct ini sebenarnya tidak sama dengan model direct instructional tetapi telah menjadi rancu. Model pembelajaran harus secara tepat digunakan sesuai dengan permasalahan materi dengan karakteristik siswa, kemampuan guru dan lingkungan. Pemilihan yang kurang tepat berakibat kurang efektifnya pembelajaran yang berlangsung.

Dua model pembelajaran yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah direct instructional dan Teaching game for understanding (Metzler, 2000). Berdasarkan pada hasil penelitan yang dipaparkan dapat dipahami bahwa kedua model ini memiliki keampuhan untuk proses belajar mengajar teknik ataupun pemahaman konsep bermain terlepas dari model pembelajaran lama dan baru. TGfU biasanya selalu dihadapkan dengan pendekatan tradisional yang telah mengakar pada banyak sekolah dan pengimplementasian TGfU sulit karena guru telah tetap pada kegiatan dari permulaan menjadi guru (sistem tradisional). Bukti lebih jauh tentang keampuhan kedua model masih diperlukan.

Berdasarkan pembahasan dalam latar belakang masalah beberapa penelitian yang ada, ternyata kedua model tersebut masih memiliki pengaruh terhadap pembelajaran. Jika kedua model ini dibandingkan maka hasilnya masih belum nyata secara berbeda.

Dari uraian di atas permasalahan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pembuktian efektifitas penggunaan model pembelajaran yang cocok untuk siswa sekolah dasar? Penelitian ini menelaah dua model


(28)

pembelajaran TGfU dan direct instructional dengan variabel atribut persepsi motorik.

2. Kontek belajar gerak dan penerapan dalam pemahaman konsep bermain selain pemilihan model pembelajaran yang tepat, dicurigai dari sisi siswa untuk kecepatan belajar juga dipengaruhi oleh persepsi motorik. Persepsi motorik diduga berpengaruh sebagai modal dasar, baik itu untuk belajar skill ataupun kognisi (pemahaman konsep bermain) dalam hal ini perlu pembuktian kebenaran akan hal ini.

3. Bagaimana pengaruh model pembelajaran dan persepsi motorik tersebut terhadap keterampilan gerak dasar bermain dan penguasan konsep bermain?

C. Rumusan Masalah

Secara umum rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh model pembelajaran dan persepsi motorik terhadap keterampilan dasar bermain dan pemahaman konsep bermain siswa SD? Secara khusus rumusan tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar?

2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh persepsi motorik terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar.?

3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan persepsi motorik terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar.?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dua model pembelajaran dengan menggunakan permainan kick ball terhadap keterampilan gerak dasar dan pemahaman konsep bermain game siswa SD. Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.


(29)

1. Untuk mengetahui dan menguji apakah ada pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar .

2. Untuk mengetahui dan menguji apakah ada pengaruh persepsi motorik terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar.

3. Untuk mengetahui dan menguji apakah ada Interaksi antara model pembelajaran dan persepsi motorik terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar.

E. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran dalam pembelajaran permainan dan atau olahraga permainan. Khususnya dalam permainan field game. Hal kedua mendorong ditemukannya model permainan yang secara nyata dapat merangsang penguasaan keterampilan gerak dasar sebagai upaya untuk mendasari siswa dalam kecabangan olahraga. Ketiga semakin mendorong kajian permainan-permainan yang dapat dipergunakan sebagai media untuk pendidikan jasmani. Keempat memberikan bukti bahwa persepsi motorik memiliki peran dalam belajar gerak sebagai bahan pertimbangan dalam proses belajar mengajar.


(30)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini memiliki tujuan membuktikan dan menguji pengaruh model pembelajaran dan persepsi motorik siswa terhadap hasil belajar pada siswa sekolah dasar. Selain itu, secara spesifik penelitian ini untuk mengetahui hal-hal berikut.

1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar?

2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh persepsi motorik terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar?

3. Apakah terdapat Interaksi antara model pembelajaran dan persepsi motorik terhadap hasil pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar?

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Pontianak Kalimantan barat di SD N 24 dan SD N 56. Waktu penelitian dilaksanakan mulai September sampai Desember minggu pertama 2014. Adapun tahapan penelitian yang telah dilaksanakan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Tempat Pelaksanaan

1. Validasi game

a. Validasi ahli 3 orang judge b. Validasi game ke lapangan

Yogyakarta

Pontianak- Yogyakarta

Maret 2013

2 Validasi dan uji coba treatmen Bantul-Yogyakarta April 2013 3 Validasi ujicoba instrumen

gerak dasar

Bantul-Yogyakarta April 2013

4 Uji kesepakatan judge persepsi motorik

Pontianak Juni 2013

5 Tes persepsi motorik Pontianak Juli 2013 6 Eksperimen-selesai Pontianak

September-Desember minggu


(31)

pertama 2013

B. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan factorial posttest only desain tanpa ada kelompok kontrol. Penelitian ini menguji pengaruh dua model pembelajaran dan melihat pengaruh kemungkinan variable atribut persepsi motorik. Sehingga individu yang menjadi sampel dilihat tingkat kemampuan persepsi motorik. Dalam desain dua variable bebas yaitu pemahaman konsep bermain dan kemempuan gerak dasar. Terhadap variable ini tidak diadakan pretest untuk menilai kemampuan awal. Sehingga terdapat empat kelompok eksperimen. Pengelompokan berdasarkan atas model pembelajaran dan variabel kemampuan persepsi motorik. Model pembelajaran yang dieksperimenkan adalah TGfU dan direct instructional. Penentuan kemampuan persepsi motorik diperoleh dengan tes persepsi motorik. Dari hasil perhitungan pengelompokan tersebut kemudian dipilih sampel untuk menempati tempat dalam eksperimen. Setelah sampel diperoleh dalam empat (4) sel maka penelitian dilaksanakan dengan desain penelitan sebagai berikut.

Penelitian ini mengambil desain eksperimen dengan desain sebagai berikut:

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Model pembelajaran (A) Model TGfU ( ) Model direct ( ) Kel

Persepsi motorik (B)

Tinggi ( ) Rendah ( )

Keterangan:

= Kelompok dengan menggunakan model pembelajaran TGfU bagi siswa yang memiliki kemampuan persepsi motorik tinggi

= Kelompok dengan menggunakan model pembelajaran TGFU bagai siswa yang memiliki kamampuan persepsi


(32)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

motorik rendah

= Kelompok dengan menggunakan model pembelajaran Direct bagi siswa yang memiliki kemampuan persepsi motorik tinggi

= Kelompok dengan menggunakan model pembelajaran Direct bagi siswa yang memiliki kemampuan persepsi motorik rendah

C. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran TGfU, model pembelajaran yang menggunakan pemecahan taktik dalam game dengan urutan pembelajaran game teach game dalam (Metzler, 2000: 342).

2. Model pembelajaran direct instructional, model pembelajaran direct instructional dicirikan sebagai keputusan berpusat pada guru atau memakai bentuk arahan guru ke siswa (Metzler, 2000: 162), dengan aturan pembelajaran Warm-up, Technique drills, Game, Warm down.

3. Field game adalah permainan Kick ball modifikasi yang secara garis besar sama dengan baseball sofball yang mengalami perubahan modifikasi untuk siswa sekolah dasar.

4. Persepsi motorik adalah skor hasil pengamatan judge kemampuan untuk melakukan unjuk kerja dalam serangkaian tes yang dilakukan di atas balok. 5. Kemampuan keterampilan gerak dasar adalah skor hasil tes lempar tangkap,

kemampuan ketepatan melempar, kemampuan jauhnya menendang, kemampuan lari cepat mengelilingi base.

6. Pemahaman konsep game, skor kemampuan bermain dalam kontek sebenarnya yang diamati oleh judge dengan instrumen GPAI.

D. Populasi sampel

1. Populasi

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa putra kelas kelas 4, 5 dan 6 yang belum memiliki pengelaman bermain kick ball dari SD N 24 Pontianak Kota dan SD 56 Pontianak Utara berjumlah 193 siswa.


(33)

2. Teknik pengambilan sampel

Alasan kelas 4, 5, 6 dijadikan sebagai subjek penelitian adalah sebagai

berikut: Menurut Hartoto (2002) level untuk kelas 4, 5 adalah aktivitas

jasmani yang mengandung unsur kombinasi keterampilan motorik yang

memiliki faktor kesulitan lebih tinggi dari level sebelumnya. Kedua

berdasarkan pendapat dari Willgoose (1984: 206-207) bahwa secara fisiologis

pada karakteristik siswa kelas 4, 5, dan 6 memiliki karakteristik sebagai

berikut:

a. Koordinasi dalam keterampilan gerak dasar telah mulai terbentuk b. Pertumbuhan fisiknya relatif menetap

c. Daya tahan mulai meningkat d. Koordinasi mata dan tangan baik e. Perbedaan jenis kelamin belum nampak

f. Otot-otot penunjang gerak telah berkembang dengan baik g. Pemahaman tubuh yang mulai berkembang

h. Lebih menyukai permainan aktif i. Reaksi gerak makin membaik

j. Minat terhadap cabang olahrag kompetitif mulai nampak.

Berdasarkan pada pendapat di atas anak telah mampu untuk memahami konsep dan peraturan sedikit lebih kompleks, dan mulai belajar mengambil keputusan secara beregu dalam upaya memecahkan masalah, termasuk menyusun strategik/taktik untuk mencapai tujuan kelompok. Berikutnya pada tahap ini siswa mempelajari konsep gerak dan permainan yang mendalam, termasuk memahami makna peraturan, strategi/taktik permainan dan belajar memecahkan masalah. Menurut Grifin dan Bulter (2005: 55) lebih awal lagi menyatakan bahwa siswa mulai diberikan isi game pada kelas dua atau tiga.


(34)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Jumlah siswa yang mengikuti tes persepsi motorik berjumlah 193 siswa terdiri dari 90 siswa dari SD N 24 dan 103 dari SD 56 Pontianak yang terdiri dari kelas 3, 4 dan 5 (bulan Juli 2013). Penentuan kelas eksperimen kelompok TGfU dan direct ditentukan dengan diundi. Berdasarkan hasil undian SD N 24 mendapat treatment TGfU dan SD N 56 Pontianak Utara Direcrt Instructional.

Hasil tes persepsi motorik diurutkan dalam bentuk ranking, sehingga terdapat urutan skor persepsi motorik dari rangking 1 sampai 193. Untuk menentukan kategori tinggi atau rendah skor kemampuan persepsi motorik, dilakukan dengan cara me-ranking skor yang diperoleh setiap anak untuk semua kelompok perlakuan, kemudian membagi kelompok untuk persepsi motorik tingi dan persepsi moatorik rendah berdasarkan prosentase 27% untuk batas atas mewaliki skor tinggi dan 27% bawah mewakili skor rendah (Frank. M. Verducci, 1980: 176-177). Menurut Singgih Santoso (2014: 227) pada umumnya sampel dalam setiap sel dalam analisis MANOVA adalah 20. Berdasarkan undian pengelompokan treatment berdasarkan model pembelajaran terdapat 53 siswa kelompok persepsi tinggi dan 53 siswa kelompok persepsi rendah. 20 siswa dengan skor persepsi motorik tertinggi dari SD N 24 ditempatkan dalam sel treatment TGfU dan 20 siswa skor persepsi motorik tertinggi dari SD 56 Pontianak Utara ditempatkan pada sel dengan treatmen Direct Instructional. Demikian juga dengan 53 siswa yang memiliki persepsi motorik rendah, 20 siswa dari SD N 24 Pontianak ditempatkan pada sel dengan treatmen TGfU, dan 20 siswa dari SD n 56 Pontianak Utara ditempatkan pada sel dengan treatmen Direct instructional.

Satu sel ditempati oleh dua regu, setiap regu terdiri dari 10 siswa dengan kemampuan persepsi motorik yang sama. Penentuan komposisi regu dalam satu sel dilakukan secara acak.

E. Instrument Penelitian

Data dikumpulkan dengan menggunakan tes, lembar observasi dan pengukuran. Data tersebut diperoleh dari empat perangkat tes yang terdiri dari


(35)

tes persepsi motorik, tes keterampilan gerak dasar tes keterampilan bermain kick ball (GPAI).

F. Pengembangan Instrumen

1. Tes persepsi motorik

Tes persepsi motorik dilakukan dengan memberikan tugas gerak tes persepsi motorik yang telah disusun oleh Amirullah (2002). Dengan tes sebagai berikut:

1. Berjalan maju 2. Berjalan mundur

3. Berjalan menyamping ke kanan 4. Berjalan menyamping ke kiri 5. Berjalan menyilangkan 6. Berjalan menyilangkan

7. Lompat dengan satu kaki (kanan) 8. Lompat dengan satu kaki (kiri)

9. Mengulagi tugas gerak 1-8 dengan membawa benda seberat 0.5kg di tangan kanan lalu di tangan kiri

Tugas gerak tersebut dilakukan di atas balok sepanjang 300 cm. Adapun ukuran balok sebagai berikut:

1. Panjang: 3 M 2. Lebar 10 cm

3. Tinggi dari permukaan tanah 10 cm,

Dalam melaksanakan pengamatan atau observasi terhadap tugas gerak dilakukan, perlu dipertimbangkan bagaimana tugas gerak tersebut dilakukan, apakah dilakukan dengan baik dan benar? Apakah dapat mengontrol keseimbangan tubuhnya? Apakah beban beban yang dibawa diunakan untukmembantu memperoleh keseimbangan? Apakah dilakukan dengan rileks? Untuk keperluan suatu kreteria yang memudahkan pengamat melakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan


(36)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

dengan memberikan angka pada setiap tugas gerak yang dilakukan dengan kreteria sebagai berikut:

Skor 3 : apabila tugas gerak dilakukan dengan benar tanpa ada kesalahan

Skor 2 : apabila tugas gerak dilakukan dengan benar, tidak dengan rileks (kehilangan keseimbangan)

Skor 1 : apabila tugas gerak hanya dilakukan sebagian saja

Skor 0 : apabila tidak mampu melakukan tugas gerak (gagal)

Korelasi antar judge tes I, 0,83, 0,84, 0.89 korelasi antar judge tes II, 0.55. 0.78. 0.81 dan nilai kesepakatan judge dengan analisa ANOVA diperoleh hasil sig. 0,079 dan 0,160.

2. Tes Keterampilan Gerak Dasar

Tes keterampilan gerak dasar disusun atas dasar analisis kebutuhan gerak yang dipergunakan untuk bermain kick ball, masalah-masalah taktik dan keterampilan gerak dasar

Tabel 3.3 Analisa Penggunaan Gerak Dasar

Masalah taktik Keterampilan Gerak Dasar

Membuat angka (menyerang)  Mencapai base

 Memajukan pelari  Lari antara base

Menendang Lari antar base

Manahan terjadinya angka (bertahan)  Penjagaan lapangan dalam  Penjagaan lapagan luar  Mamatikan pelari

Melempar Menangkap

Menutup daerah lawan

Sehingga tes yang dilakukan adalah adalah sebagai berikut: (a) Tes kemampuan lempar tangkap, (b) Tes kemampuan ketepatan melempar, (c) Tes kemampuan jauhnya menendang, (d) Tes kemampuan lari mengelilingi base. Adapun validitas instrumen sebagai berikut:


(37)

Tabel 3.4 Hasil Analisa Validitas Reliabilitas Penggunaan Gerak Dasar

N0 Item Validitas Reliabilitas

1 Lempar tangkap 0.707 0.956

2 Ketepatan 0.700 0.729

3 Menendang 0.800 0.928

4 Lari keliling base 0.693 0.894

Adapun petunjuk pelaksanaan tes terlampir halaman ( 296)

3. Tes Keterampilan Bermain Kick Ball (GPAI)

Tes ini ditujukan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam permainan kick ball. Kemampuan ini diperoleh dari pengamatan dengan lembar observasi dengan melihat 4 komponen yaitu memulai, teknik dasar, membuat keputusan, penempatan posisi diri dan penempatan posisi bola dengan melihat status pada posisi menyerang atau bertahan. Indikator keterampilan field game dalam bermain kick ball

Tabel 3.5 Indikator GPAI

No Dimensi Indikator

1 memulai

2 Teknik dasar

Bertahan Melempar, Menangkap, Lari Menyerang Menendang, Lari

3 Making decision

Bertahan Target lemparan Mematikan lawan Menyerang Mengarahkan tendangan

Mencuri lari

4 Bakc up (memberi dukungan

dalam permainan)

Bertahan Posisi jaga dekat Posisi jaga jauh Menghadang pelari

Menyerang Bergerak Setelah menendang

Menuju base berikutnya dengan melihat kawan di base lain

5 Penempatan posisi bola


(38)

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Menyerang Arah tendangan

Observasi yang dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dengan keterangan E (efisien) TE (tidak efisien). S sesuai TS tidak sesuai.

Tabel 3.6 Lembar Observasi GPAI

No Nama siswa

Teknik

dasar Back up

Penempatan posisi

Pengambilan keputusan

1 E TE S TS E TE S TS

2 3 4 5 dst Keterangan:

1. Teknik dasar: pemain menunjukkan penggunaan teknik dasar dalam bermain (melempar, menangkap, menendang, berlari antar base). 2. Back up: pemain membantu pemain di lapangan untuk menjaga

base jika ada pemain lapangan sedang mengambil bola.

3. Penempatan posisi: pemain memahami dan dapat melaksanakan menempatkan diri dan ketika bertahan ataupun menyerang untuk keuntungan team.

4. Pengambilan keputusan: pemain bermain dengan baik, tergantung dari situsi (contoh, jika tidak ada pelari di base, belum ada yang mati maka bola harus dilempar ke base I)

Tes yang dipergunakan ini validitas dan reliabilitas telah di uji coba dengan validitas dan koefisian kesepakan korelasi antar rater, rater 1 dengan rater 2 0.78, rater 1 dengan rater 3 0.92 dan rater 3 dengan rater 3 0.85. Nilai kesamaan judge diperoleh nilai signifikansi hitung ketiga judge 0.987>0.05 yang bermakna ketiga judge yang melakukan pengamatan


(39)

memberi nilai yang sama terhadap kemampuan bermaian dengan menggunakan instrumen GPAI tersebut.

G. Treatmen

Tabel 3.7 Program treatmen dua model pembelajaran

Pertemuan Materi TGfU Materi DI 1 Pengenalan permainan

Keterampilan yang dibutuhkan.

Pengenalan permainan

Keterampilan yang dibutuhkan. 2-4 Mencapai base (3 kali

pertemuan)

Mencapai base (3 kali pertemuan) (Menendang, berlari)

5-6 Peregerakan pelari: Pergerakan pelari

7-8 Menuju base selanjutnya Menuju base selanjutnya 9-10 Menjaga daerah lapangan jaga

(dalam dan luar lapangan)

Menjaga daerah lapangan jaga (dalam dan luar lapangan) 11-12 Menjaga base Menjaga base

13 Menjaga lapangan sebagai team Menjaga lapangan sebagai team 14-16 Bermain bertahan-menyerang Bermain bertahan–menyerang

dengan peraturan modifikasi kick ball.

17 Tes Tes

Treatmen penelitian ini adalah model pembelajaran TGfU dan model pembelajaran DI. Adapun ringkasan program treatmen dalam tabel 3.7 di atas. Berdasarkan pada kerangka program treatmen di atas kemudian dijabarkan dalam kerangka pembelajaran yang akan digunakan dalam proses penelitian. dilanjutkan berdasarkan kerangka program treatmen dan kerangka pembelajaran yang telah disusun kemudian dijabarkan dalam rencana pembelajaran terlampir halaman 308 untuk TGfU dan 338 untuk DI. Model pembelajaran TGfU mengikuti kerangka “game teach game” dan model DI menggunakan kerangka Warm-up, Technique drills, Game, Warm down. Durasi waktu pembelajaran 50 menit per kali pertemuan selama 16 kali. Dalam rencana pembelajaran tersebut telah divalidasi kepada tiga orang judge yang memahami model pembelajaran TGfU dan DI serta ketiga judge tersebut memiliki keahlian di bidang olahraga


(1)

151

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Pengaruh Model Pembelajaran dan Persepsi Motorik Terhadap Keterampilan GerakDasar dan Pemahaman Konsep Bermain Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Drill: (bila dilempar guru)

Lempar tangkap antar base

Drill

Penjagaan daerah masing-masing Lempar tangkap team

Lanjutan Tabel 3.8 Kerangka pembelajaran

Pertem uan ke

Aktivitas belajarTGfU Aktivitas belajar DI

13 Permainan:

Game:

Lempar tangkap berusaha mematikan pelari

Lempar tangkap mematikan lebih dari satu pelari

Lempar tangkap mencegah terjadi skor

Penutup:

Review . Game 1 inning

Pemanasan Bermain

Bermain 10 menit dengan peraturan kikc ball. Konsentrasi penjagaan.

Penutup

Guru menjelaskan kembali sikap jaga dan mematikan lawan dalam bermain kick ball. Cek pemahaman

14-16

Pemain penyerang:

Bagaimana mencetak skor sebanyak-banyaknya

Pemain Bertahan:

Bagaminan mencegah terjadinya skor

Penutup:

Review permainan dan penerapan peraturan

Peregangan

Peneyerang: mencetak skor

Bertahan : mencegah terjadinya skor Situasi : situasional permainan Bermain dengan aturan kick ball modifikasi

Cold down evaluasi

17 Tes Tes

H. Teknik Analisis Data

Analisis data dengan menggunakan teknis analisis MANOVA desain faktorial, salah satu alasan yang diajukan penggunaan manova adalah variabel bebas lebih dari satu (Santoso: 2014: 227). Dalam menganalisa data terlebih


(2)

152

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Pengaruh Model Pembelajaran dan Persepsi Motorik Terhadap Keterampilan GerakDasar dan Pemahaman Konsep Bermain Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dahulu dalam langkah analisis data dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas, uji homogenitas. Persyaratan uji parametrik yang kedua adalah homogenitas data. Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya suatu distribusi data. Hal ini penting diketahui berkaitan dengan ketetapatan pemilihan uji statistik yang akan dipergunakan. Pengujian homogenitas adalah pengujian mengenai sama tidaknya variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih. Uji normalitas dilakukan dengan melihat pada hasil analisis Box's Test of Equality of Covariance Matricesuji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene's Test of Equality of Error Variances sebagai persyaratan dalam analisis Manova. Pengujian prasyarat dilakukan dengan tingkat kesalahan 5%. Ketika terjadi interaksi maka analisis dilanjutkan untuk melihat lebih lanjut. Sehinga untuk kepentingan analisis lebih lanjut dibutuhkan hipotesis secara rinci setiap sel sebagai dalam subbab berikut.

I. Hipotesis Statistik

Hipotesis statstik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar?

2. Terdapat perbedaan pengaruh persepsi motorik terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar?

3. Terdapat Interaksi antara model pembelajaran dan persepsi motorik terhadap hasil belajar pemahaman konsep bermain dan keterampilan gerak dasar?

Sehingga dirumuskan secara statistik sebagai berikut:

1. Ho : µA1= µA2, H1 : µA1 > µA2 2. Ho : µ B1 - µB2


(3)

153

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Pengaruh Model Pembelajaran dan Persepsi Motorik Terhadap Keterampilan GerakDasar dan Pemahaman Konsep Bermain Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. Ho : interaksi A x B=0

H3 : interaksi A x B≠0 Keterangan:

µA1 = Rerata kelompok model pembelajaran dengan model TGFU

µA2 = Rerata kelompok model pembelajaran dengan model direct

µB1 = Rerata Kelompok dengan bagi siswa yang memiliki kemampuan

persepsi motorik tinggi

µB2 = Rerata Kelompok dengan bagi siswa yang memiliki kamampuan

persepsi motorik rendah

J. Limitasi Validitas Penelitian

1. Validitas Internal Dan Eksternal

Dalam penelitian eksperimen terdapat kejadian yang dapat diperkirakan yang mengakibatkan keraguan bahwa perubahan yang terjadi selama eksperimen merupakan hasil dari perlakuan yang dilakukan. Beberapa catatan kelemahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama kelompok sekolah yang menerima TGfU dan DI, sehingga siswa dengan persepsi tinggi pada sekolah yang mendapatkan perlakuan TGfU secara otomatis mendapat perlakuan TGfU kelompok persepsi tinggi. Namum demikian rentangan skor persepsi rendah dan tinggi diantara kedua kelompok (TGfU dan DI) masuk pada rentangan yang sama. Kedua, dalam pelaksanaan pengetesan observasi pertandingan antar kelompok eksperimen pertandingan dilaksanakan di dalam sel. Ada kemungkinan faktor motivasi yang kurang tinggi ketika ditandingkan dengan kelompok dalam satu sel. Ketiga Dalam penelitian menggunakan hanya post tes. Desain ini tidak mampu untuk memotret, menggali sebagai dasar penjelasan pengaruh perlakukan dari posisi awal penelitian. Hal ini disebabkan karena treatmen kecabangan olahraga yang dipergunakan adalah permainan yang belum dikenal oleh siswa sehigga penguasaan konsep bermain fieldgame awal tidak dapat dikuak. Hal keempat seharusnya keterampilan gerak dasar dapat dilakukan pre tes terhadap kelompok eksperimen, tetapi hal ini tidak dilakukan di awal penelitian karena berpegang pada desain post test only.


(4)

154

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Pengaruh Model Pembelajaran dan Persepsi Motorik Terhadap Keterampilan GerakDasar dan Pemahaman Konsep Bermain Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hal berikutnya adalah validitas internal dan validitas ekternal. Kelebihan desain faktorial tanpa pengacakan menurut Frankel (2012: 280) adalah

Instrument decay, Maturation, Testing, history, sedangkan kelemahan

kemungkinan terjadi Subjek characteristic, Mortality, Location, Data collector characteristics, Attitude of subjects, Regression, implementation. Lebih lanjut

Four threats to external validity (Thomas & Nelson, 1996: 345) reactive of interactive effects of testing, interaction of selection bias and experimental treatment, reactive effects of experimental arrangements, multiple-treatment interference. Sehinga untuk mengatasi beberapa ancaman validitas internal ini dilakukan sebagi berikut:

a. Subjek characteristic

Dipilih subjek penelitian sama putra. Dengan pengelompokan atas dasar keterampilan motorik rendah dan tinggi.

b. Mortality

Thomas & Nelson (1996: 346) experimental mortality refers to the loss of subjecs from the treatment groups. Langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kehilangan sampel dalam penelitian dilakukan dengan penambahan sampel sejumlah 2 orang setiap sel dari yang direncanakan. Hal berikutnya adalah dengan melakukan pemantauan kedatangan sampel melalui presensi

c. Location

Kelas eksperimen dilakukan ditempat terpisah, sehingga tidak ada interaksi antar kelompok ekperimen.

d. Data collector characteristics

Pengetes yang dipergunakan dalam tes menggunakan orang yang sama saat pengumpulan data.

e. Attitude of subjects

Setiap anggota dari kelompok eksperimen dalam satu sel menerima perlakukan yang sama dan tidak ada pembedaan. Siswa tidak diberitahu


(5)

155

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Pengaruh Model Pembelajaran dan Persepsi Motorik Terhadap Keterampilan GerakDasar dan Pemahaman Konsep Bermain Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bahwa dilakukan proses penelitian dengan dua pendekat model yang berbeda.

f. Regression

Thomas & Nelson (1996: 346) statistical regression may occur when groups are not randomly formed but are selected on the basis of an

extreme score on some measure. Bahwa dalam pengelompokan memang

sengaja untuk membedakan kelompok persepsi motorik tinggi dan rendah sehingga skor sesama kelompok tinggi adalah sama demikian juga yang kelompok rendah.

g. Implementation

Satu model pembelajaran dilakukan oleh satu guru dibantu satu asisten. Peneliti melakukan pengontrolan terhadap proses PBM dan selalu berdiskusi sebelum dan sesudah penelitian dilaksanakan menjaga agar alur pembelajaran tetap seperti pada rancangan treatment.

2. Validitas eksternal

Validitas eksternal merupakan tingkat penggeneralisasian hasil penelitian dengan wilayah keadaan, sampel, waktu dan tempat yang berbeda. Ancaman validitas eksternal ini menurut (Thomas & Nelson, 1996: 348)

secara terinci sebagai berikut:

a. Reactive of interactive effects of testing

Thomas & Nelson (1996: 348) menyatakan bahwa the pretest may make the subject more aware of or sensitive to the umcomping treatment hal ini juga dinyakan oleh Frankel (2012: 283). Dalam penelitian ini tes yang dilakukan tidak sama dengan treatmen yang diberikan, sehingga efek dari tes akan lebih kecil. Hal berikutnya tidak ada pre tes sehingga pengaruh terhadap tes sebelumnya tidak ada.

b. Interaction of selection bias and experimental treatment

Thomas & Nelson (1996: 348) menyatakan when group is selected on some characteristic, the treatment may work only on group


(6)

156

Y. Touvan Juni Samodra, 2015

Pengaruh Model Pembelajaran dan Persepsi Motorik Terhadap Keterampilan GerakDasar dan Pemahaman Konsep Bermain Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

possessing that characteristic. Untuk mengatasi permasalahan ini dilakukan dengan cara memberikan batasan terhadap subjek yang menjadi populasi maupun kelompok eksperiment. Batasan yang diberlakukan dalam penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas (4, 5, 6) yang memiliki kemampuan persepsi motorik yang dikelompokkan dalam kelompoik tinggi dan rendah yang belum pernah mengenal permainan kick ball.

c. Reactive effects of experimental arrangements

Thomas & Nelson (1996: 348) menyatakan treatments that are effetive in very constrained situation (e.g. laboratories) may not be effective in less contrained (more like real-world) setting. Ini adalah ancaman yang paling besar dalam validitas eksternal dalam penelitian dalam setting bukan di laboratorium. Hal yang dapat dilakukan agar tidak terjadi bias adalah menyarankan sampel untuk tidak melakukan aktivitas bermain kick ball di luar waktu penelitian yang sedang berlangsung. hal kedua dengan jadual yang padat, diusahkan perlakuan dilakukan setiap hari selama 16 kali pertemuan sehingga akan lebih menjamin bahwa siswa tidak melakukan aktivitas lain selain perlakuan yang dilakukan. Dalam pelaksanaannya perlakuan dilakukan selain hari libur dan menyesuaikan jadwal agenda sekolah sehingga eksperimen berkisar antara minimal 3 maksimal 5 kali dalam seminggu.

d. Multiple-treatment interference

Thomas & Nelson (1996: 348) when subjects receive more than one treatment, the effects of previous treatment mya influence subsequent ones. Dalam penelitian ini setiap kelompok sampel eksperimen hanya menerima satu treatmen.