TINJAUAN PENGGUNAAN BENTUK SURAT DAKWAAN ALTERNATIF DAN METODE PEMBUKTIANNYA DALAM PERSIDANGAN PERKARA PENYALAHGUNAAN DAN PEMALSUAN KARTU KREDIT
commit to user
TINJAUAN PENGGUNAAN BENTUK SURAT DAKWAAN ALTERNATIF DAN METODE PEMBUKTIANNYA DALAM PERSIDANGAN PERKARA PENYALAHGUNAAN DAN PEMALSUAN
KARTU KREDIT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR. 455/Pid.B/2005/PN.SKA)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universita Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
TRI SURYANI E0007230
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(2)
commit to user
(3)
(4)
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Tri Suryani
NIM : E0007230
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
TINJAUAN PENGGUNAAN BENTUK SURAT DAKWAAN
ALTERNATIF DAN METODE PEMBUKTIANNYA DALAM
PERSIDANGAN PERKARA PENYALAHGUNAAN DAN PEMALSUAN
KARTU KREDIT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR.
455/Pid.B/2005/PN.SKA) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftaar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skipsi) ini.
Surakarta, 4 April 2011 Yang membuat pernyataan
Tri Suryani NIM.E0007230
(5)
commit to user
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Kemarin adalah sebuah cek mundur Esok adalah sebuah surat tilang
Hari ini adalah satu-satunya uang tunai yang anda punya, Jadi pergunakanlah dengan bijak
(Kay Lyons)
“ Dasar utama dari keadilan adalah adanya itikad baik” (marcus Tullius Cicero, 106-43 SM)
PERSEMBAHAN
Tulisan ini kupersembahkan kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa. 2. Bapak dan ibu tersayang. 3. Kakak-kakakku tersayang. 4. Teman-teman dan sahabatku. 5. Almamaterku tercinta.
(6)
commit to user
vi ABSTRAKSI
TRI SURYANI, E0007230, TINJAUAN PENGGUNAAN BENTUK SURAT DAKWAAN ALTERNATIF DAN METODE PEMBUKTIANNYA DALAM PERSIDANGAN PERKARA PENYALAHGUNAAN DAN PEMALSUAN
KARTU KREDIT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR.
455/Pid.B/2005/PN.SKA), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui metode pembuktian surat dakwaan yang disusun dalam bentuk alternatif dan efektifitas penggunaan bentuk dakwaan alternatif dalam perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit oleh penuntut umum dalam pembuktian kesalahan terdakwa.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : jenis penelitian normatif, sifat penelitian preskriptif, pendekatan studi kasus dan pendekatan Undang-Undang, metode penelitian kualitatif, teknik analisis data dengan metode deduksi, pengumpulan bahan hukum dengan studi pustaka dan bahan hukum sekunder (buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, karya ilmiah, makalah dan majalah), bahan hukum tersier (kamus dan internet) dan sumber penelitian hukum dari bahan hokum primer terdiri dari perundang-undangan, cetakan-cetakan resmi atau risalah dalam pembuatan perundnag-undangan dan putusan-putusan hakim serta bahan hukum sekunder yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-kometar atas putusan pengadilan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan, penggunaan bentuk surat dakwaan alternatif dalam persidangan perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu adalah didasarkan kepada fakta-fakta hukum hasil penyidikan kepolisian dimana penuntut umum mengalami kesulitan untuk menentukan secara pasti bentuk dakwaan yang paling tepat dan metode pembuktian bentuk dakwaan alternatif dalam persidangan perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit yang dilakukan oleh teerdakwa Rifani dan terdakwa Jhon Arieza Iskandar, yaitu sesuai dengan pembuktian terhadap bentuk dakwaan alternatif, dimana jika pembuktian terhadap dakwaan kesatu sudah terbukti maka tidak perlu dilakukan pembuktian terhadap dakwaan kedua
(7)
commit to user
ABSTRACTTRI SURYANI, E0007230, A REVIEW ON THE USE OF ALTERNATIVE INDICTMENT FORM AND ITS AUTHENTICATION METHOD IN THE TRIAL OF CREDIT CARD MISUSE AND FALSIFICATION CASE (A CASE STUDY ON VERDICT NO. 455/Pid.B/2005/PN.SKA), Law Faculty of Sebelas Maret University.
This research aims to find out the authentication method of indictment arranged in alternative form and effectiveness of alternative indictment form use in credit card misuse and falsification case by the public prosecutor in authenticating the indicted guilt.
The research method employed in this law writing are as follows: normative research type, prescriptive research nature, case study and statute approaches, qualitative research method, data analysis technique, deduction method, law material collection using library study and secondary law material (textbooks written by the law expert, law journals, scholars opinions, scientific work, paper and magazine), tertiary law material (dictionary and internet) and the source of law research of primary law material consisting of statute approach, official notes or treatise of legislation and jurist verdict as well as secondary law materials constituting all publications of law not belonging to official document. Law publication includes textbooks, law dictionary, law journals, and comments on the court verdict.
Considering the result of research, it can be concluded that, the use of alternative indictment form use in the trial of credit card misuse and falsification case is based on the general facts resulting from the police officer’s investigation in which the public prosecutor finds difficulty of determining exactly the appropriate indictment form and the authentication method of alternative indictment form in the trial of credit card misuse and falsification case committed by the defendants Rifani and John Arieza Iskandar, corresponding to the authentication on alternative indictment form, in which if the authentication on the first indictment has been proved, there is no necessity for the authentication on the second indictment.
(8)
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :
TINJAUAN PENGGUNAAN BENTUK SURAT DAKWAAN
ALTERNATIF DAN METODE PEMBUKTIANNYA DALAM
PERSIDANGAN PERKARA PENYALAHGUNAAN DAN PEMALSUAN
KARTU KREDIT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR
.455/Pid.B/2005/PN.SKA).
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan, bimbingan, dorongan, saran dan nasehat dari berbagai pihak. Oleh Karen itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Muhammad Yamin,S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Bambang Santoso, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya penulisan hukum ini.
3. Bapak Edy Herdyanto,S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Acara. 4. Tim penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji dan
memberikan masukan untuk menyempurnakan penulisan hukum ini. 5. Bapak Soehartono, S.H.,M.Hum selaku Pembimbing Akademik.
6. Bapak dan ibu tersayang yang telah merangkai doa untuk penulis, melimpahkan kasih sayang dan dukungan yang tiada henti.
7. Kakakku Joko Budiyanto, Dwi Haryanti dan mbak Ike atas segala nasehat, dan semangatnya untuk terselesaikannya penulisan hukum ini.
8. Arenta Aulia Susanto dan keluarga terima kasih atas doa, dukungan dan kesabarannya selama ini.
(9)
commit to user
9. Teman-teman selama penulis kuliah di Fakultas Hukum UNS : Ay (yang selalu bisa membuat aku tersenyum), Giska (untuk menjadi yang selalu dewasa diantara kita), Estu (makasih banget udah bantuin skripsiku), Hafidz, Ocki, Jefri, padhe, budhe, dan semua teman-teman‘Happy Heboh’ (yang nggak bisa aku sebutin semuanya, aku nggak bisa melewatkan 4 tahun disini tanpa kalian semua……). Mbak mega, mas andri, mas aw (makasih atas masukannya….).
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya bagi penulis dalam penylisan hukum ini.
Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memmberikan manfaat bagi kita sebagai kalangan akademisi, terutama untuk penulisan, praktisi, maupun masyarakat umum.
Surakarta, April 2011
(10)
commit to user
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 13
1. Tinjauan Tentang Pembuktian ... 13
2. Tinjauan Tentang Surat Dakwaan... 18
3. Tinjauan Tentang Penuntutan………... 27
4. Tinjauan Tentang Kartu Kredit... 32
B. Kerangka Pemikiran ... 40
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penggunaan Bentuk Surat Dakwaan Alternatif dalam Persidangan Perkara Penyalahgunaan dan Pemalsuan Kartu Kredit………... 42 1. Kasus Posisi……….. 42
(11)
commit to user
3. Pembahasan………... 46
B. Metode Pembuktian Bentuk Dakwaan Alternatif dalam Persidangan Perkara Penyalahgunaan dan Pemalsuan Kartu Kredit………...
50
1. Alat Bukti Dalam Persidangan……….. 50
2. Pembuktian Dakwaan………... 60
3. Pembahasan………... 66
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan……….... 71
B. Saran……….. 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(12)
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian dunia yang dewasa ini sedang mengalami perubahan pesat yang cukup mendasar menuju kepada sistem ekonomi global yang lebih efektif dan efisien. Hal ini ditandai dengan semakin terintegrasinya pasar keuangan dunia yang menuntut adanya kemudahan dan kecepatan didalam perpindahan arus lalu lintas modal maupun perdagangan akibat semakin ketatnya persaingan ekonomi yang saat ini sedang terjadi di dunia internasional. Menanggapi hal itu maka perlu diupayakan pemecahan dari masalah-masalah yang timbul agar dapat ditentukan kebijaksanaan perekonomian yang tepat.
Penggunaan fasilitas perbankan seperti kartu kredit merupakan salah satu fungsi bank dalam bidang ekonomi yaitu fungsi bank sebagai lembaga financial intermediary yang artinya, di satu sisi bank dapat melakukan penghimpunan dana dari masyarakat, dan di sisi lain bank dapat melakukan penyaluran dana yang dihimpun dari masyarakat kepada masyarakat itu sendiri. Kartu kredit merupakan salah satu kartu yang diterbitkan oleh bank yang kegunaannya sebagai alat pembayaran ditempat-tempat seperti pasar, swalayan, hotel, restoran, tempat hiburan, dan tempat lainnya, penggunaan berbagai jenis kartu kredit disebabkan beberapa faktor yaitu untuk kenyamanan, kemudahan, dan unsur praktis bagi penggunanya.
Saat memberikan fasilitas kartu kredit kepada nasabahnya harus bertujuan untuk hal yang lebih baik bagi pengguna kartu kredit, sehingga terjadi unsur kepercayaan dari bank bahwa nasabah kredit dapat melakukan prestasinya atau mampu mengembalikan kredit sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Kartu kredit digolongkan dalam kredit jangka pendek yang saat ini diminati masyarakat karena bunga yang di bebankan sangat ringan yaitu tidak lebih dari 5% (lima persen). Sedangkan bagi bank dengan memberikan
(13)
kredit jangka pendek maka memperkecil resiko yang akan dihadapi oleh bank seperti macetnya pembayaran tagihan atau kredit macet.
Mekanisme perolehan kartu kredit tidak sulit karena hanya memerlukan kartu identitas dan slip gaji lalu mengisi formulir yang disediakan oleh bank. Setelah itu bank melakukan analisa kelayakan pemberian kredit yang meliputi survey, lalu mengecek dengan melakukan blacklist yang dikeluarkan oleh bank Indonesia serta melakukan crosscheck terhdap bank lain selaku sesama penerbit kartu kredit lain agar pemohon hanya memiliki satu kartu kredit dari penerbit kartu kredit.
Seiring dengan penggunaan kartu kredit yang makin meningkat dari tahun ke tahun tidak menutup kemungkinan timbul penyalahgunaan kartu kredit orang lain dengan berbagai modus yang menimbulkan kerugian tidak saja bagi bank tetapi juga bagi masyarakat pengguna kartu kredit itu sendiri, hal itu dapat berakibat terjadinya kredit macet yang dapat mengganggu sistem perbankan nasional dan melemahkan nilai tukar mata uang Indonesia terhadap mata uang asing.
Adanya penyalahgunaan kartu kredit maka kejahatan yang ditimbulkan akan memiliki nilai yang strategis, selain bersifat kejahatan Nasional. Penyalahgunaan kartu kredit juga bersifat kejahatan lintas Negara atau Transnasional, karena kartu kredit yang diterbitkan di Indonesia dapat juga digunakan diluar negeri asalkan penggunaannya ditempat pembayaran yang memiliki logo yang sama dengan logo penerbit kartu kredit tersebut. Sebagai contoh warga Negara Indonesia yang pergi ke Negara Jerman, disana dia menggunakan kartu kredit Mastercard untuk membayar transaksi jual beli pada mesinEDC (Electronic Draft Capture)yang berlogoMastercardsetelah itu pelaku langsung membuang kartu kreditnya atau tidak membayar tagihan atas kartu kreditnya sehingga perbuatan pelaku dapat merugikan Negara Jerman karena mata uang yang beredar tidak dapat kembali sebagaimana mestinya dan menjadi kredit macet. Hal inilah yang dimaksud kejahatan kartu kredit yang bersifat lintas Negara atauTransnasional.
(14)
commit to user
3
Dilihat dari semakin meningkatnya kejahatan dalam tindak pidana kartu kredit yang pelakunya terdiri dari satu orang atau segolongan masyarakat yang memiliki tingkat kepintaran yang tinggi dengan pemanfaatan teknologi yang canggih. Oleh karena itu pelaku kejahatan tersebut sudah sepantasnya dijatuhi hukuman pidana maksimum sebagaimana yang diancamkan oleh peraturan perundang-undangannya agar setimpal dengan tindak pidana yang dilakukannya.
Untuk membuktikan kesalahan dari pelaku kejahatan, diperlukan serangkaian proses mulai dari penyidikan, penyelidikan, penuntutan, sampai pada putusan yang disertai dengan penjatuhan pidana baik berupa pidana penjara maupun pidana denda. Dari serangkaian proses tersebut, yang menjadi ujung tombak untuk menentukan bersalah atau tidaknya seseorang adalah pada proses penuntutannya. Pada Pasal 1 butir 7 KUHAP tercantum definisi penuntutan. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputuskan oleh hakim disidang pengadilan.
Berdasarkan pada Pasal 13 KUHAP penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Selain itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan, kejaksaan RI selanjutnya disebut kejaksaan adalah alat Negara penegak hukum yang terutama bertugas sebagai Penuntut Umum. Menurut Pasal 14 KUHAP, Penuntut Umum mempunyai wewenang:
1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau pembantu penyidik;
2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan ayat 4 dengan memberi petunjukdalam rangka menyempurnakan penyidikan dan penyidik.
(15)
3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan lanjutan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; 4. Membuat surat dakwan;
5. Melimpahkan perkara kepengadilan;
6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk dating pada sidang yang telah ditentukan;
7. Melakukan penuntutan;
8. Menutup perkara demi kepentingan hukum;
9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut undang-undang;
10. Melaksanakan penetapan hakim.
Dilihat dari sepuluh wewenang yang dimiliki oleh Penuntut Umun tersebut, wewenang yang sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana adalah wewenang untuk membuat surat dakwaan. Karena dalam surat dakwaan tersebut merupakan dasar, dan menentukan batas-batas bagi pemeriksaan hakim, apakah perkara tersebut akan dilanjutkan ke proses selanjutnya ataukah perkara tersebut dihentukan sampai disitu. Hal ini berkaitan dengan eksepsi yang diajukan oleh terdakwa. Surat dakwaan sendiri digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan tuntutan yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan putusan. Hakim tidak boleh memutus melebihi apa yang ada dalam tuntutan dan juga tidak boleh memutus apa yang tidak ada dalam tuntutan.
Tujuan utama surat dakwaan adalah bahwa undang-undang ingin melihat ditetapkannya alasan-alasan yang menjadi dasar penuntutan suatu peristiwa pidana, untuk itu sifat-sifat khusus dari suatu tindak pidana yang telah dilakukan itu harus dicantumkan dengan sebaik-baiknya. Dari pada itu kepentingan surat dakwaan bagi terdakwa adalah bahwa ia mengetahui setepat-tepatnya dan seteliti-litinya yang didakwakan kepadanya sehingga ia
(16)
commit to user
5
sampai pada hal yang sekecil-kecilnya untuk dapat mempersiapkan
pembalasannya terhadap dakwaan tersebut.
(http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1026 diakses 9 November 2010
12.20)
Surat Dakwaan merupakan penataan konstruksi yuridis atas fakta fakta perbuatan terdakwa yang terungkap sebagai hasil penyidikan dengan cara merangkai perpaduan antara fakta-fakta perbuatan tersebut dengan unsur unsur Tindak Pidana sesuai ketentuan Undang Undang Pidana yang bersangkutan. Dalam penyusunan surat dakwaan sendiri terbagi menjadi 5 macam. Salah satunya adalah surat dakwaan alternatif. Dalam dakwaan dibuat beberapa dakwaan tetapi hanya ada satu tindak pidana saja. Hal ini karena adanya keragu-raguan dari penuntut umum untuk menentukan tindak pidana yang paling tepat untuk didakwakan terhadap terdakwa.
Menurut pendapat Van Bemmelen sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah menguatkan dakwaan alternatif dibuat dalam hal :
1. Penuntut umum tidak mengetahui dengan pasti perbuatan mana dari ketentuan pidana yang didakwakan akan terbukti nantinya di Pengadilan, misalnya apakah terbukti nantinya membujuk melakukan perbuatan atau melakukan perbuatan.
2. Penuntut umum meragukan ketentuan pidana mana yang akan ditetapkan oleh hakim atas perbuatan yang menurut pertimbangannya telah nyata terbukti.(A Hamzah,2008:185)
Karakteristik dari dakwaan alternatif adalah masing-masing akan saling mengecualikan satu sama lain, maka hakim akan memilih salah satu dakwaan yang didakwakan yang terbukti menurut keyakinannya. Sehingga hakim bebas memilih salah satu dari dakwaan tersebut yang terbukti, tanpa harus memeriksa dan memutus dakwaan yang lainnya. Karena itu dakwaan alternatif disebut juga dakwaan pilihan(keuze tenlastelgging). Sehingga dalam
(17)
beberapa perkara pidana, penggunaan dakwaan jenis ini lebih efektif untuk membuktikan kesalahan terdakwa.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan hukum tentang pembuktian pada dakwaan yang disusun dalam bentuk alternatif dan efektifitasnya dalam membuktikan kesalahan terdakwa. Untuk itulah penulis termotivasi untuk menulis penulisan hukum dengan judul, “TINJAUAN PENGGUNAAN BENTUK SURAT DAKWAAN
ALTERNATIF DAN METODE PEMBUKTIANNYA DALAM
PERSIDANGAN PERKARA PENYALAHGUNAAN DAN
PEMALSUAN KARTU KREDIT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR. 455/Pid.B/2005/PN.SKA)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang tersebut, maka penulis mengemukakan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana penggunaan bentuk surat dakwaan alternatif dalam
persidangan perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit.
2. Bagaimana metode pembuktian bentuk dakwaan alternatif dalam persidangan perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit.
C. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai, dan suatu penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun yang menjadi tujuan penelituan ini adalah antara lain sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui penggunaan bentuk surat dakwaan alternatif dalam persidangan perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit. b. Untuk mengetahui metode pembuktian bentuk dakwaan alternatif
dalam persidangan perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit.
(18)
commit to user
7
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pemahaman penulis dibidang Hukum Acara khususnya Hukum Acara Pidana.
b. Memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar sarjana hukum dalam bidang ilmu hukum di Fakulas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan di bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara pada khususnya.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang metode pembuktian surat dakwaan yang disusun dalam bentuk alternatif sebagai sarana pembuktian kesalahan terdakwa.
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian -penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah sekaligus mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Menjadi wawasan dan pengetahuan hukum bagi masyarakat luas terkait dengan metode pembuktian dalam bentuk surat dakwaan alternatif.
(19)
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,2005:35)
Berdasarkan hal tersebut maka penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian antara lain sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif menurut Johny Ibrahim adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya (Jhny Ibrahim, 2006:57). Pendapat ini kemudian dipertegas dengan pendapat Sudikno Mertokusumo yang menyatakan bahwa disiplin ilmiah dan cara kerja ilmu hukum normatif adalah pada obyeknya, obyek tersebut adalah hukum yang terutama terdiri atas kumpulan peraturan-peraturan hukum yang bercampur aduk merupakan chaos, tidak terbilang banyaknya peraturan perundang-undangan yang dkeluarkan setiap tahunnya. Dan ilmu hokum (normatif) tidak melihat hukum sebagai suatu chaos ataumass of rulestetapi melihatnya sebagai suatustructured whole of system(Jhoni Ibrahim, 2006 : 57). Penulis memilih menggunakan jenis penelitian hukum yang normatif, karena menurut penulis sumber penelitian yang digunakan adalah bahan hukum sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat perskriptif dan terapan. Ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat perskriptif mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas suatu aturan, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum
(20)
commit to user
9
menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan hukum (Peter Mahmud Marzuki,2005:22).
Penelitian ini oleh penulis akan memberikan preskriptif mengenai penggunaan bentuk dakwwaan alternatif dan metode pembuktiannya dalam persidangan perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit (studi kasus dalam perkara nomor No. 455/Pid.B/2005/PN.SKA).
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum mempunyai beberapa macam pendekatan, pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penlitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). (Peter Mahmud Marzuki,2005:93). Adapun dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan melakukan studi kasus terhadap Putusan No. 455/pid.B/2005/PN SKA dalam perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit. Dan pendekatan Undang-Undang (statue approach) dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
4. Jenis dan Bahan Penelitian Hukum
Jenis data hukum yang digunakan dalam penelitian hukum yang dilakukan oleh penulis adalah data hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Sehingga yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
a. Bahan Hukum Primer
Merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif atau otoritas. Bahan hukum primer terdiri atas perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan
(21)
putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki,2005:141). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
b. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
c. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor. 455/pid.B/2005/PN SKA.
b. Bahan Hukum Sekunder
Berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, yang meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan peradilan (Peter Mahmud Marzuki,2005:141) Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan ini adalah buku-buku, artikel, internet, dan sumber lain yang berkaitan dengan isu hukum dalam penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektronik yan kemudian dikategorikan menurut jenisnya. Tehnik pengumpulan bahan hukum tersebut diatas disebut studi pustaka.
6. Teknik Analisis
Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian normatif dimana teknik analisi yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan silogisme dan interpretasi dengan menggunakan pola berfikir deduktif. Interpretasi atau penafsiran merupakan metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan yang gamblang terkait
(22)
commit to user
11
teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Silogisme yang penulis gunakan adalah menggunakan silogisme pendekatan deduktif yaitu proses penalaran yan bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus kemudian ditarik kesimpulan sebagai pernyataan akhir yang mengandung kebenaran.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sitematika penulisan hukum serta mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis menyajikan sistematikan penunisan ini menjadi 4 (empat) Bab. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian yang digunakan dalam pennyusunan penulisan hukum ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori yang menjadi landasan atau memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan pada literature-literatur yang berkaitan dengan penulidan hukum ini.kerangka teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang penuntutan, surat dakwaan, penyalahgunaan kartu kredit, dan pembuktian.
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses meneliti berdasarkan rumusan masalah yang diteliti. Pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini yaitu mengenai penggunaan bentuk surat dakwaan alternatif dan metode pembuktian dakwaan yang disusun dalam
(23)
bentu alternatif dalam persidangan perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit.
BAB IV: PENUTUP
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi sumber-sumber pustaka dalam penulisan hukum ini baik secara langsung maupun tidak langsung
(24)
commit to user
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian
Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian (Hari Sasangka dan Lily Rosita,2003:10).
Pengertian pembuktian tidak secara jelas disebutkan dalam KUHAP, tetapi dalam KUHAP menerangkan serangkaian proses yang dapat digunakan untuk pembuktian yang tertuang dalam proses penyelidikan, penuntutan sampai dengan proses pemeriksaan di persidangan. Pengaturan tentang pembuktian dalam KUHAP hanya menyebutkan tentang macam-macam alat bukti yang tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Sedangkan pembuktian adalah ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan Undang-Undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan Undang-Undang dan yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (Yahya Harahap,2000:273)
“Hukum pembuktian adalah ketentuan yang memuat dan mengatur tentang berbagai unsur pembuktian yang tersusun dan teratur saling berkaitan dan berhubungan sehingga membentuk suatu kebulatan perihal pembuktian, yang jika dilihat dari segi keteraturan dan keterkaitannya dalam suatu kebulatan itu dapat juga disebut dengan sistem pembuktian.” (Adami Chazawi, 2008:24).
(25)
b. Teori Pembuktian
1) Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (positief wettwllijke bewijs theorie)
Menurut teori ini pembuktian hanya didasarkan kepada undang-undang semata artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Teori ini disebut juga teori pembuktian formel( formele bewijstheorie)
Menurut D.Simons seperti dikutip oleh Andi Hamzah Teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (positief wettwllijke bewijs theorie) ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subyektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang keras.(Andi Hamzah,2008:251).
2) Sistem pembuktian berdasarkan pada Undang-Undang secara terbatas( negatief wettelijk bewijstheorie)
Menurut sistem ini dalam pembuktian kesalahan terdakwa hakim tidak sepenuhnya mengandalkan alat-alat bukti serta dengan cara-cara yang ditentukan oleh Undang-Undang.itu tidak cukup, tetapi harus disertai dengan keyakinan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.
Dasar dari sistem pembuktian ini adalah Pasal 183 KUHAP yang rumusannnya adalah :
“hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepasa seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya”.
(26)
commit to user
15
3) Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka (conviction in time).
Menurut sistem ini ,hakim dapat menyatakan telah terbukti kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan dengan didasarkan pada keyakinannya saja, dan tidak perlu mempertimbangkan darimana (alat bukti) dia peroleh dan alasan-alasan yang dipergunakan serta bagaimana caranya dalam membentuk keyakinannya tersebut. (Adami Chazawi,2008:25)
4) Sistem keyakinan dengan alasan logis(laconviction in raisonne)
Merupakan sistem pembuktian yang dalam menentukan kesalahan terdakwa didasarkan pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan hakim untuk menarik kesimpulan tentang terbuktinya kesalahan terdakwa ini didasarkan pada alasan-alasan yang logis. Walaupun alasan-alasan itu dengan menggunakan alat bukti yang diatur di dalam maupun di luar Undang-Undang.
c. Asas–Asas Pembuktian
1) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
Dasar hukum bagi berlakunya asas ini terdapat dalam Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang isinya : hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Maksud dari pasal ini adalah sesuatu yang sudah diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa tersebut memang sudah demikian halnya atau sudah semestinya demikian. Dan suatu pengalaman yang selamanya sah selalu mengakibatkan demikian.
Lazimnya bunyi rumusan Pasal 184 ayat (2) KUHAP ini selalu disebut dengan istilah notoir feiten yang berarti setiap hal
(27)
yang “sudah umum diketahui” tidak lagi perlu dibuktikan dalam pemeriksaan sidang pengadilan. (Yahya Harahap, 2000:276)
2) Menjadi saksi adalah kewajiban
Diatur dalam Pasal 159 ayat (2) yang isinya: menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Demikian pula halnya dengan ahli.
3) Satu saksi bukan saksi(unus testis nullus testis)
Pengaturan dari asas ini terdapat dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menerangkan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
4) Pengakuan terdakwa tidak melenyapkan kewajiban pembuktian.
Pengaturannya terdapat dalam Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang menerangkan bahwa keterangan terdakwa saja ttidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
5) Keterangann terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri.
Diatur dalam Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang menerangkan bahwa keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
(28)
commit to user
17
d. Alat Bukti
Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa (Hari Sasangka dan Lily Rosita,2003:11).
Macam alat bukti yang sah dan boleh dipergunakan untuk membuktikan yang telah ditentukan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah :
1) Keterangan saksi
Pengertian saksi yang diatur dalam Pasal 1 butir 26, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Sedangkan keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai sesuatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.
2) Keterangan ahli
Pengertian ketetangan ahli terdapat dalam Pasal 1 butir 28, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
3) Surat
Definisi surat menutur Asser-Aneme seperti dikutip oleh Andi Hamzah, surat-surat adalah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk
(29)
mengeluarkan isi pemikiran.(Andi Hamzah, 2008:276). Surat yang dapat dijadikan sebagai alat bukti adalah surat atau akta otentik dan surat di bawah tangan dalam hal jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
4) Petunjuk
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
5) Keterangan terdakwa.
Adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Jika dibandingkan dengan alat-alat bukti dalam Pasal 295 HIR, maka alat-alat bukti dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP ada beberapa perbedaan, perbedaan itu adalah :
1) Alat bukti pengakuan menutur HIR, yang dalam KUHAP diperluas menjadi keterangan terdakwa. Pengertian keterangan terdakwa lebih luas dari sekedar pengakuan.
2) Dalam KUHAP ditambahkan alat bukti baru yang dulu dalam HIR bukan merupakan alat bukti, yalni keterangan ahli. (Adami Chazawi,2008:37)
2. Tinjauan Umum Tentang Surat Dakwaan a. Pengertian Surat Dakwaan
Menurut A Karim Nasution pengertian surat dakwaan yaitu : “Tuduhan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan yang sementara
(30)
commit to user
19
dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan”. (A karim Nasution,1973:75)
Surat dakwaan adalah surat atau akte yang memuat perumusan dari tindak pidana yang didakwakan yang disimpulkan dan ditarik dari hasil penyidikan dari penyidik dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan (Yahya Harahap,2000:376)
Surat dakwaan merupakan dasar penuntutan perkara pidana yang dibuat oleh jaksa penuntut umum dan diajukan ke pengadilan dengan adanya surat dakwaan tersebut berarti ruang lingkup pemeriksaan telah dibatasi dan jika dalam pemeriksaan terjadi penyimpangan dari surat dakwaan, maka hakim ketua sidang mempunyai wewenang untuk memberikan teguran kepada jaksa atau penasihat hukum tersangka (Kuswindiarti.2005.”Pola Pembelaan Dalam Memberikan Bantuan Hukum Terhadap terdakwa dalam Proses Pemeriksaan di Pengadilan”.JURNAL MANAJERIAL.Vol. 5, No. 2.).
Berdasarkan pada Surat Edaran Bersama Mahkamah Agung dan Jaksa Agung tanggal 20 Oktober 1962 No. 6 MA/1962/24/SE menegaskan bahwa pembuatan surat dakwaan baik dalam perkara tolakan maupun dalam perkara sumir adalah jaksa, sehingga penuntut umum ditempatkan pada posisi yang berdiri sendiri. Sehingga terdapat tiga prinsip dalam pembuatan surat dakwaan yaitu :
1) Pembuatan surat dakwaan dilakukan secara sempurna dan berdiri sendiri atas wewenang yang diberikan Undang-Undang kepada penuntut umum.
2) Surat dakwaan adalah dasar pemeriksaan hakim.
3) Hanya jaksa penuntut umum yang berhak dan berwenang menghadapkan dan mendakwa seseorang yang dianggap melakukan tindak pidana di muka sidang pengadilan.
(31)
b. Fungsi dan Dasar Pembuatan Surat Dakwaan
Fungsi dari Surat Dakwaan ditinjau dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara pidana, maka fungsi Surat Dakwaan dapat dikategorikan :
1) Bagi Pengadilan/Hakim,
Surat Dakwaan merupakan dasar dan sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan dalam penjatuhan keputusan;
2) Bagi Penutut Umum,
Surat Dakwaan merupakan dasar pembuktian/analisis yuridis, tuntutan pidana dan penggunaan upaya hukum;
3) Bagi terdakwa/Penasehat Hukum,
Surat Dakwaan merupakan dasar untuk mempersiapkan dan menyusun pembelaan.
Dasar dalam pembuatan Surat Dakwaan yang diatur dalam KUHAP sebagai berikut :
1) Penuntut Umum mempunyai wewenang membuat Surat Dakwaan (pasal 14 huruf d KUHAP);
2) Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu Tindak Pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan,yang berwenang mengadili (pasal 137 KUHAP); 3) Pembuatan Surat Dakwaan dilakukan oleh penuntut umum bila ia
berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan (pasal 140 ayat 1 KUHAP).
c. Syarat-Syarat Pembuatan Surat Dakwaan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan Surat dakwaan adalah sebagai berikut :Pasal 143 (2) KUHAP menetapkan
(32)
commit to user
21
syarat syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan Surat Dakwaan, yakni syarat syarat yang berkenaan dengan tanggal, tanda tangan Penuntut Umum dan identitas lengkap terdakwa. Syarat syarat dimaksud dalam praktek disebut sebagai syarat formil. Sesuai ketentuan pasal 143 (2) huruf a KUHAP, syarat formil meliputi : 1) Surat Dakwaan harus dibubuhi tanggal dan tanda tangan Penuntut
Umum pernbuat Surat Dakwaan;
2) Surat Dakwaan harus memuat secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi : nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan.
Disamping syarat formil tersebut ditetapkan pula bahwa Surat Dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan dengan menyebutkan tempat dan waktu Tindak Pidana itu dilakukan. Syarat ini dalam praktek tersebut sebagai syarat materiil. Sesuai ketentuan pasal 143 (2) huruf b KUHAP, syarat materiil. meliputi:
1) Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan;
2) Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai waktu dan tempat Tindak Pidana itu dilakukan.
Cermat adalah ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau dakwaan tidak dapat dibuktikan, misalnya, adakah pengaduan dalam hal delik aduan, apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan tindak pidana tersebut, apakah tindak pidana tersebut belum/sudah kadaluarsa, apakah tindak pidana tersebutnebis in nidem.
Jelas yaitu Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian
(33)
perbuatan materil (fakta) yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan. Dan lengkap adalah uraian dakwaan yang mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan undang-undang secara lengkap.
Secara materiil. suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila Surat Dakwaan tersebut telah memberikan gambaran secara bulat dan utuh tentang :
1) Tindak Pidana yang dilakukan;
2) Siapa yang melakukan Tindak Pidana tersebut; 3) Dimana Tindak Pidana dilakukan;
4) Bilamana/kapan Tindak Pidana dilakukan; 5) Bagaimana Tindak Pidana tersebut dilakukan;
6) Akibat apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut (delik materiil).
7) Apakah yang mendorong terdakwa melakukan Tindak Pidana tersebut (delik delik tertentu);
8) Ketentuan ketentuan Pidana yang diterapkan.
Komponen komponen tersebut secara kasuistik harus disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang didakwakan (apakah Tindak Pidana tersebut termasuk delik formil atau delik materiii). Dengan demikian dapat diformulasikan bahwa syarat formil adalah syarat yang berkenaan dengan formalitas pembuatan Surat Dakwaan, sedang syarat materiil adalah syarat yang berkenaan dengan materi/substansi Surat Dakwaan. Untuk keabsahan Surat Dakwaan, kedua syarat tersebut harus dipenuhi. Tidak terpenuhinya syarat formil, menyebabkan Surat Dakwaan dapat dibatalkan(vernietigbaar), sedang tidak terpenuhinya syarat materiil. menyebabkan dakwaan batal demi hukum (absolut nietig).
(34)
commit to user
23
Undang Undang tidak menetapkan bentuk Surat Dakwaan dan adanya berbagai bentuk Surat Dakwaan dikenal dalam perkembangan praktek, sebagai berikut:
1) Tunggal
Dalam Surat Dakwaan hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya. Dakwaan tunggal digunakan, apabila Jaksa Penuntut Umum berpendapat dan yakin benar bahwa :
a) Perbuatan yang dilakukan terdakwa hanya merupakan satu
tindak pidana saja;
b) Terdakwa melakukan satu perbuatan, tetapi termasuk dalam
beberapa ketentuan pidana (eendaadche semenloop=Concursus
idealis), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1)
KUHP;
c) Terdakwa melakukan perbuatan yng berlanjut (voorgezette
hadeling), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1)
KUHP.
2) Altermatif
Dalam Surat Dakwaan terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan. Meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, tetapi hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan.
(35)
Tujuan yang hendak dicapai dengan pembuatan dakwaan alternatif oleh penuntut umum pada dasarnya bertitik tolak pada pemikiran :
a) Untuk menghindari pelaku terlepas atau terbebas dari pertanggung jawaban hukum pidana(crime liability).
b) Memberi pilihan kepada hakim untuk menerapkan hukum yang lebih tepat (Yahya Harahap,2000:390)
3) Subsidair.
Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan subsider juga terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana terendah.
4) Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan kumulatif, didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus, ke semua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri.
5) Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini dikombinasikan/digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau Subsidair. Timbulnya bentuk ini seiring dengan perkembangan dibidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk/jenisnya maupun dalam modus operandi yang dipergunakan.
(36)
commit to user
25
e. Teknik pembuatan Surat Dakwaan
Teknik pembuatan Surat Dakwaan berkenaan dengan pemilihan bentuk Surat Dakwaan dan redaksi yang dipergunakan dalam merumuskan Tindak Pidana yang didakwakan.
1) Pemilihan Bentuk.
Bentuk Surat Dakwaan disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Apabila terdakwa hanya melakukan satu tindak pidana, maka digunakan dakwaan tunggal. Dalam hal terdakwa melakukan satu Tindak Pidana yang menyentuh beberapa perumusan Tindak Pidana dalam Undang Undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi dan ketentuan pidana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif atau subsidair. Dalam hal terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing masing merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri sendiri, dipergunakan bentuk dakwaan kumulatif.
2) Teknis Redaksional
Hal ini berkenaan dengan cara merumuskan fakta-fakta dan perbuatan terdakwa yang dipadukan dengan unsur unsur Tindak Pidana sesuai perumusan ketentuan pidana yang dilanggar, sehingga nampak dengan jelas bahwa fakta-fakta perbuatan terdakwa memenuhi segenap unsur Tindak Pidana sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan. Perumusan dimaksud harus dilengkapi dengan uraian tentang waktu dan tempat Tindak Pidana dilakukan. Uraian kedua komponen tersebut dilakukan secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan kalimat kallimat efektif
Berdasarkan pada R.I.B pada pasal 282 R.I.B kemungkinan mengadakan perubahan surat dakwaan pada waktu sidang berjalan diperbolehkan. Yaitu diperbolehkannya mengadakan perubahan surat dakwaan selama persidangan berjalan dengan perubahan
(37)
sedemikian rupa, sehingga penyebutan suatu perbuatan yang tadinya tidak lengkap dapat diubah menjadi penyebutan suatu perbuatan yang merupakan kejahatan atau pelanggaran, yang perubahannya tidak boleh berakibat bahwa perbuatan tersebut sesudah dirubah merupakan perbuatan lain daripada perbuatan yang disebut semula (Faisal Salam,2001:203)
Surat dakwaan diubah baik atas inisiatif penuntut umum maupun atas saran hakim. Dalam ketentuan pasal 12 Undang-Undnag Pokok Kejaksaan (Undang-Undang No. 15 Tahun 1961) ditentukan bahwa “ dalam hal surat tuduhan (dakwaan) kurang memenuhi syarat-syarat, jaksa wajib memperhatikan saran-saran yang diberikan oleh hakim sebelum persidangan pengadilan dimulai”. Dapat disimpulakan bahwa perubahan surat dakwaan tersebut hanya dapat dilakukan sebelum pemeriksaan dipersidangan dimulai. Selain ketentuan diatas dalam KUHAP juga mengatur tentang jangka waktu yang diperbolehkan untuk melakukan perubahan terhadap surat dakwaan
(http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1026 diakses 9
November 2010 Pukul 12.20)
Ketentuan pada pasal 282 R.I.B sudah tidak berlaku dengan keluarnya KUHAP. Sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP maka Penuntut Umum hanya diperbolehkan untuk mengubah surat dakwaan sebelum ditetapkannya hari sidang terhadap perkara yang bersangkutan, sehingga setelah ditetapkan hari sidang segala bentuk perubahan atas surat dakwaan tidak diperkenankan. Hal ini termuat dalam Pasal 144 KUHAP yaitu :
a) Penuntut umum dapat merubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan, maupun untuk tidak meanjutkan penuntutannya.
(38)
commit to user
27
b) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai. c) Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia
menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasehat hukum dan penyidik.
3. Tinjauan Umum Tentang Penuntutan a. Pengertian Penuntutan
Definisi penuntutan menurut Wirjono Prodjodikoro seperti dikutip oleh Andi Hamzah adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada Hakim, dengan permohonan, supaya Hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa (Andi Hamzah, 2008:162). Perbedaan dengan definisi pada KUHAP adalah disebutkan dengan tegas “terdakwa” sedangkan dalam KUHAP tidak.
Definisi dari penuntutan yang terdapat dalam KUHAP sendiri terdapat dalam Pasal 1 butir 7 yaitu :
“penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menutur cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”.
Dari bunyi ketentuan pasal diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penuntutan berarti tindakan penuntut umum untuk :
1) Melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenaang,
2) Dengan permintaan supaya perkara tersebut diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. (Yahya Harahap,2000:374)
b. Asas-Asas Penuntutan
Sehubungan dengan wewenang penuntutan, dalam hukum acara pidana dikenal dua asas penuntutan, yaitu :
(39)
1) Asas legalitas
Asas legalitas adalah penuntut umum diwajibkan menuntut semua orang yang dianggap cukup alasan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran hukum. Menurut asas ini, penuntut umum wajib menuntut seseorang yang didakwa telah melakukan tindak pidana.
2) Asas oportunitas
Asas oportunitas adalah penuntut umum tidak diharuskan melakukan penuntutan terhadap seseorang, meskipun yang bersangkutan sudah jelas telah melakukan tindak pidana yang dapat dihukum. Menurut asas ini penuntut umum tidak wajib melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melakukan suatu tindak pidana jika menurut pertimbangannya apabila orang tersebut dituntut akan merugikan kepentingan umum, sehingga demi kepentingan umum seseornag yang melakukan tindak pidana dapat tidak dituntut.
Menurut asas legalitas, penuntut umum wajib menuntut seseorang yang didakwakan telah melakukan tindak pidana. Sedangkan asas oportunitas, penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan suatu tindak pidana jika menurut pertimbangannya jika orang tersebut dituntut akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan tindak pidana tidak dapat dituntut. Penerapan asas oportunitas di negara kita berdasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat dan bukan kepentingan pribadi. Penuntut Umum berkewajiban mencari keadilan :
Prosecutors are blessed and cursed with extensive discretion. They de-cide whether and who to prosecute. They can recommend a harsh or a le-nient sentence. And when exculpatory evidence surfaces following a defendant's conviction, a prosecutor decides whether to continue to prose-cute or drop the case. Because of the importance of
(40)
commit to user
29
criminal prosecutions and the broad discretion prosecutors hold in pursuing them, prosecutors within an office sometimes disagree. When a prosecutor's view of a case differs from her boss's perspective, both lawyers must decide what justice. requires. A prosecutor is duty bound to ¯ seek justice,. not just win a con-viction. (Melanie D. Wilson.2008.”Finding A Happy and Ethical Medium Between A Prosecutor Who Believes the Defendant didn’t do it and the Boss Who Says that He did”. Northwestern University School of Law, Vol. 103.)
c. Penggabungan Perkara
Terhadap penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum, penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dengan satu sutar dakwaan. Tetapi penggabungan perkara pidana itu dapat dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 141 KUHAP, yaitu :
1) Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya.
2) Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain.
3) Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain akan tetapi satu dengan yang lainnya itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemerikasaan.
Pada penjelasan KUHAP dijelaskan maksud dari kata “bersangkut-paut” adalah :
1) Oleh lebih dari seorang yang bekerjasama dan dilakukan pada saat yang bersamaan.
2) Oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan ketapi merupakan pelaksanaan dari pemufakatan jahat yang dibuat oleh mereka sebelumnya.
(41)
3) Oleh lebih dari seorang dengan maksud mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk melakukan delik lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena delik lain.
d. Pemecahan Perkara(splitsing)
Kebalikan dari penggabungan perkara, penuntu umum dapat memecah perkara menjadi lebih dari satu. Hal in diatur dalam Pasal 142 KUHAP yang isinya:
“Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan pasal 141, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah.”
Pemecahan perkara (splitsing) dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para tersangka saling menjadi saksi sehingga diperlukan pemeriksaan baru baik terhadap tersangka maupun saksi. Dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP untuk semua perkara yang dipecah (splitsing) harus diperiksa kembali.
Menurut Andi Hamzah dalam perkara yang dipecah(splitsing) tidak harus diperiksa kembali. Mungkin kalau tidak ada saksi sedangkan ada beberapa orang tersangka bergantian menjadi saksi. Tetapi hal yang demikian sesungguhnya dapat menimbulkan kemungkinan orang akan dipaksa berbohong, tidak akan memberatkan tersangka (terdakwa) karena pada gilirannya nanti ia juga akan menjadi tersangka (terdakwa). (Andi Hamzah,2008:165).
Tidak selalu dalam memecah perkara perlu pemeriksaan baru. Kalau ada beberapa tersangka dan juga ada beberapa orang saksi, maka dalam memecah perkara tersebut hanya perlu membuat duplikatnya saja., dimana daftar nama tersangka diubah menjadi sendiri-sendiri, dan pemeriksaan saksi tetap. Dalam hal ini penuntut umum dapat langsung memecah perkara tersebut menjadi beberapa buah. Sehingga yang perlu diminta penyidik adalah duplikat hasil pemeriksaan.
(42)
commit to user
31
e. Proses Penuntutan
Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 7 itu secara singkat proses penuntutan dan tuntutan pidana sebagai berikut :
1) Pelimpahan perkara pidana yang disertai surat dakwaan ke pengadilan yang berwenang.
2) Pemeriksaan di sidang pengadilan. 3) Tuntutan Pidana.
4) Putusan hakim.
Proses penuntutan dapat dilakukan setelah proses penyidikan selesai dan berkas penyidikan diberikan kepada kejaksaan adapun proses penuntutan sebagaimana disebutkan dalam pasal 138 KUHAP adalah sebagai berikut :
1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dan penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.
2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.
Berdasarkan pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses yang pertama kali dilakukan oleh penyidik dalam melakukan penuntutan adalah proses pra penuntutan dimana penuntut umum memberikan petunjuk kepada penyidik dalam rangka penyempurnaan penyidikan. Pada proses pra penuntutan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dimana kejaksaan mempunyai wewenang untuk melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
(43)
sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan. Untuk melengkapi berkas perkara, pemerikasaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut :
1) Tidak dilakukan terhadap tersangka.
2) Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau membahayakan keselamatan Negara.
3) Harus dapat dilaksanakan 14 hari setelah dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP.
4) Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik.
Proses selanjutnya adalah pembuatan surat dakwaan. Menurut Pasal 140 KUHAP, apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukann penuntutan maka penuntut umum dalam waktu secepatnya harus membuat surat dakwaan.
4. Tinjauan Umum tentang Kartu Kredit a. Pengertian Kartu Kredit
Menurut Suryo Hadibroto dan Prakoso sebagaimana dikutip oleh Hermansyah kartu kredit adalah suatu jenis alat pembayaran, sebagai pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukar dengan produk barang atau jasa yang diinginkan ditempat-tempat yang menerima kartu kredit (merchant) atau bisa digunakan konsumen untuk menguangkan kepada bank penerbit atau jaringannya( cash advance ). (hermansyah,2005:45)
Pengertian secara bahasa berasal dari Kata bithaqah (kartu) secara bahasa digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari bahan lain, diatasnya ditulis penjelasan yang berkaitan dengan potongan kertas itu. Sementara katai’timansecara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan dalam dunia usaha artinya
(44)
commit to user
33
semacam pinjaman, yakni yang berasal dari kepercayaan terhadap peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu ia memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar secara tertunda.
Pengertian secara termilogis kartu kredit yaitu kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang. Kalau kita terjemahkan kata‘kredit giro’ ini secara langsung artinya adalah kartu pinjaman. Atau kartu yang memberikan kesempatan kepada pembawanya untuk mendapatkan pinjaman.
b. Macam-Macam Kartu Kredit
1) Kartu kredit pinjaman yang tidak dapat diperbaharui(charge card) Keistimewaan paling menonjol dari kartu ini adalah diharuskannya menutup total dana yang ditarik secara lengkap dalam waktu tertentu yang diperkenankan, atau sebagian dari dana tersebut. Biasanya waktu yang diperkenankan tidak lebih dari tiga puluh hari, namun terkadang bisa mencapai dua bulan. Kalau pihak pembawa kartu terlambat membayarnya dalam waktu yang telah ditentukan, ia akan dikenai denda keterlambatan. Dan kalau ia menolak membayar, keanggotaannya dicabut, kartunya ditarik kembali dan persoalannya diangkat ke pengadilan.
2) Kartu kredit pinjaman yang dapat diperbaharui (Revolving Credit Card)
Pemilik kartu ini diberikan pilihan cara menutupi semua tagihannya secara lengkap dalam jangka waktu yang ditoleransi atau sebagian dari jumlah tagihannya dan sisanya diberikan dengan cara ditunda, dan dapat diikutkan pada tagihan berikutnya. Bila ia menunda pembayaran, ia akan dikenakan dua macam bunga.
(45)
Pertama bunga keterlambatan, kedua bunga dari sisa dana yang belum ditutupi. Kalau ia berhasil menutupi dana tersebut dalam waktu yang ditentukan, ia hanya terkena satu macam bunga saja, yaitu bunga penundaan pembayaran. Dana yang ditarik tidak akan terbatas bila pemiliknya terus saja melunasi tagihan beserta bunga kartu kreditnya secara simultan.
Jenis kartu kredit berdasarkan pada fungsinya kartu kredit terbagi menjadi 5, yaitu:
1) Charge card
Merupakan kartu kredit dimana pemegang kartu harus melunasi semua penagihan yang terjadi atas dirinya sekaligus pada saat jatuh tempo.
2) Credit card
Adalah suatu system dimana pemegang kartu dapat melunasi penagihan yang terjadi atas dirinya sekaligus atau secara angsuran pada saat jatuh tempo.
3) Debit card
Merupakan kartu kredit yang pembayaran atas penagihan nasabah melalui pendebitan atas rekening yang ada di bank dimana pada saat membuka kartu.dengan pendebitan tersebut maka sejumlah uang nasabah yang sesuai dengan nominal transaksi berkurang atau dikreditkan kepada rekening pedagang tempat nasabah berbelanja.
4) Cash card
Merupakan kartu yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada ATM maupun langsung di teller bank. Namun pembayarancashini tidak dapat dilakukan diluar bank.
(46)
commit to user
35
Merupakan kartu yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk menarik uang tunai. (kasmir,2002: 174)
c. Dasar Hukum Kartu Kredit
Pengaturan mengenai kartu kredit belum secara tegas disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) namun dalam didalam KUHPerdata terdapat ketentuan yang dapat dijadikan dasar hukum pelaksanaan kegiatan bisnis kartu kredit diindonesia yaitu adanya asas ‘’kebebasan berkontrak’’ (partij autonomie). Penegrtian dari asas ini adalah setiap orang bebas untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian dengan orang lain baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur oleh undang-undang, kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian, kebebasan untuk menentukan isi perjanjian, dan kebebasan untuk menerima atau menyimpangi hukum perjanjian yang bersifat pelengkap (aanvullend recht). Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu : tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
Selain dalam KUHPerdata sekarang terdapat beberapa peraturan yang dapat dijadikan landasan hukum penerbitan kartu kredit di Indonesia, yaitu :
a. Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 2 ayat (1) dari Keppres ini antara lain menyebutkan bahwa salah satu kegiatan dari lembaga pembiayaan adalah melakukan usaha kartu kredit. Sementara itu dalam Pasal 1 ayat (7) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan kartu kredit adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam rangka pembelian barang/jasa dengan mempergunakan kartu
(47)
kredit. Selanjutnya dalam Pasal 3 yang dapat melakukan kegiatan pembiayaan tersebut, termasuk kartu kredit adalah bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan pembiayaan. Namun sekarang lembaga keuangan bukan bank sudah tidak ada lagi dalam system hukum keuangan kita.
b. Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Dalam Pasal 2 dari Keputusan Menteri Keuangan tersebut juga menyebutkan bahwa salah satu dari kegiatan pembiayaan adalah usaha kartu kredit. Dan dalam Pasal 7 ditentukan bahwa pelaksanaan kegiatan kartu kredit dilakukan dengan cara penerbitan kartu kredit yang dapat digunakan oleh pemegangnya untuk pembayaran pengadaan barang/jasa.
c. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankkan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Dalam Pasal 6 huruf 1 juga dengan tegas dinyatakan bahwa salah satu kegiatan bank adalah melakukan usaha kartu kredit.
d. Pihak-Pihak Dalam Penerbitan Kartu Kredit
Dalam penerbitan kartu kredit terdapat tiga pihak yang terlibat didalamnya, yaitu :
1) Bank penerbit kartu kredit (issuer bank)
Adalah bank yang menerbitkan kartu kredit yang mempunyai hak untuk melakukan penagihan pembayaran dari pemegang kartu atau card holder serta mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran kepadamerchant.
(48)
commit to user
37
2) Merchant
Adalah penjual barang atau jasa yang bersedia menerima pembayaran dengan kartu kredit. Dan seseorang atau perusahaan yang melakukan perjasama dengan bank penerbit dalam menerima kartu kredit sebagai pembayaran atas transaksi barang atau jasa yang dijualnya, sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama.
3) Pemegang kartu( Card holder)
Adalah seseorang yang telah diberi kepercayaan oleh bank penerbit untuk menggunakan kartu kredit dalam melakukan transaksi denganmerchantyang telah ditetapkan oleh bank penerbit.
e. Tindak Pidana Perbankkan
Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) terdapat tiga belas macam tindak pidana yang diatur mulai dari pasal 46 sampai dengan Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana itu dapat digolongkan ke dalam empat macam:
1) Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan, diatur dalam Pasal 46.
2) Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, diatur dalam Pasal 47 ayat (1) ayat (2) dan Pasal 47 A.
3) Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank diatur dalam pasal 48 ayat (1) dan ayat (2).
4) Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank diatur dalam pasal 49 ayat (1) huruf a,b dan c, ayat (2) huruf a dan b, Pasal 50
dan Pasal 50A.
(
(49)
f. Modus Tindak Pidana Kartu Kredit
Modus dari tindak pidana yang berkaitan dengan kartu kredit adalah :
1) Modus Konvensional :
Pencurian data pada saat pemilik betransaksi di Cashier, sebelum kartu kredit yang bersangkutan di swipe ke mesin EDC terlebih dahulu di gesek pada alat mungil bernama Skimming Device yang dapat membaca dan merekam data pada magnetic stripe kartu kredit asli. Modus ini jelas melibatkan Merchant staff tersebut.
2) Modus Chip
Memasang sebuah chip secara diam-diam ke dalam mesin EDC di berbagai merchant. Hal ini dapat dilakukan oleh staff pemilik mesin EDC atau Perusahaan yang melakukan jasa service mesin EDC. Dengan chip tersebut maka data transaksi akan dengan mudah terekam.
3) ModusWire Trapping
Modus ini sangat canggih, dimana sitemnya dalam melakukan penyadapan dari jaringan telekomunikasi data. Dengan modus ini data yang dapat dicuri sangat banyak sehingga dampak kerugian akan semakin luas. Pada tehnik ini semua data jenis kartu kredit dapat tersadap dengan mudah.
4) Hilangnya Kartu Kredit(Lost/Stolen Card)
Modus operandi dalam hal ini sederhana saja. Di mana pihak pemegang kartu kredit berpura-pura menyatakan bahwa kartu kreditnya hilang. Baik karena dicuri ataupun bukan.
(50)
commit to user
39
Dalam hal ini di buat suatu kartu kredit palsu yang persis sama dengan kartu kredit yang asli. Lengkap dengan logo pihak penerbit. Kadang-kadang magnetic stripe juga ikut ditiru. Dalam kasus ini seperti ini biasanya terlibat suatu sindikat nasional, regional maupun internasional.
6) Mengubah Kartu Kredit(Re-Embosssed Card/Altered Card) Modus operandi dalam tindak pidana kartu kredit dengan cara mengubah data-data yang terdapat dalam kartu kredit dengan menggunakan data palsu.
7) Kartu dari Bocoran Informasi(Solicited Card)
Ada pihak-pihak seperti penerbit atau karyawan dari penerbit ataupun pihak yang dekat dengan pemegang yang membocorkaninformasi tentang nomor dan kode kartu kredit kepada suatu sindikat pemalsu kartu kredit.
8) Kejahatan dalam Pengiriman Kartu(Mail Order Fraud)
Apabila kartu kredit dikirim dengan pos maka kartu tersebut tidak sampai ke tangan pemegangnya. Biasanya pelaku adalah orang dalam/pegawai kantor pos tersebut.
(
(51)
B. Kerangka Pemikiran
Bagan I :Kerangka Pemikiran Keterangan :
Berdasarkan kerangka berfikir tersebut dapat dijelaskan bahwa telah terjadi tindak pidana pemalsuan dan penyalahgunan kartu kredit. Dengan adanya tindak pidana maka telah terjadi pelanggaran terhadap hukum pidana yang berlaku. Maka pelaku harus proses pemeriksaan
Penuntutan Oleh Penuntut Umum
Pembuktian Kesalahan Yang Dilakukan Oleh
Terdakwa
Dakwaan Alternatif
Metode Pembuktian
Putusan Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Pemalsuan dan Penyalahgunaan Kartu
(52)
commit to user
41
perkara dipersidangan untuk mempertanggung jawabkan tindak pidana yang telah dilakukannnya.pemeriksaan perkara dipersidangan ini dilakukan setelah adanya bukti permulaan yang cukup untuk tindak pidana yang didakwakan terhadapnya.
Proses pemeriksaan persidangan ini dimulai dari tindakan penangkapan sampai dengan penyidikan yang dilakukan oleh Polri, kemudian berkas perkara penyidikan itu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri untuk diperiksa dan ditindak lanjuti. Setelah perkara pidana dilimpakhan ke Kejaksaan Negeri maka memasuki tahap proses persidangan, dimana menjadi kewenangan dari penuntut umum untuk melakukan penuntutan terhadap perkara pidana tersebut, penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum bertujuan untuk membuktikan kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa.
Pembuktian tersebut dapat dilakukan dengan penyusunan surat dakwaan. Karena surat dakwaan merupakan dasar dalam proses persidangan. Dalam hal ini dakwaan yang digunakan adalah dakwaan alternatif karena dakwaan alternatif merupakan dakwaan yang paling efektif untuk membuktikan kesalahan terdakwa dengan metode pembuktian yang dilakukan terhadapnya. Dan berdasarkan pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum maka hakim dapat mengambil putusan yang mengikat dalam perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit yang dilakukan oleh terdakwa.
(53)
commit to user
BAB IIIHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Penggunaan Bentuk Surat Dakwaan Alternatif dalam Persidangan Perkara Penyalahgunaan dan Pemalsuan Kartu Kredit
a. Kasus Posisi
Pada awalnya terdakwa Rifani membeli kartu kredit HSBC master card jenis gold No. 5409-2600-00676-0058 atas nama Arief.S dari saudara Rudi seharga Rp. 4.000.000,-. Selanjutnya terdakwa Rifani mencari Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama Arief.S dengan alamat Jl. Cemara Raya No. 119 Rt.01/10 Kelurahan Cibodasari Kec. Cobodas Tanggerang, setelah memperoleh KTP tersebut terdakwa Rifani mengajak Jhon Arieza Iskandar ke Solo bermaksud untuk menggunakan kartu kredit HSBC miliknya karena sebelumnya saudara Rudi berpesan agar kartu kredit HSBC digunakan di Solo, karena Solo sudah dikondusikan dan dijamin tidak ada masalah. Setelah berada di Solo para terdakwa meminta tolong kepada saksi Ari Patria Wisnu untuk menarik uang sebesar Rp. 4.500.000,- menggunakan kartu tersebut setelah ada kesepakatan dengan Toko Satelit bahwa Bank mendapatkan 2,8 % dan Toko Satelit mendapatkan 1,2 % guna membayar telepon dan listrik maka kartu digesekkan di mesin EDC (Elektronic Data Capture ) setelah mendapat persetujuan transaksinya dibayar maka Toko Satelit dalam hal ini saksi Libranis Suhoko, membayar Rp. 4.500.000,- kepada saksi Ari Patria Wisnu selanjutnya oleh saksi Ari Patria Wisnu diserahkan kepada terdakwa Rifani yang pada saat itu bersama terdakwa Jhon Arieza Iskandar menunggu di luar Toko Satelit kemudian oleh para terdakwa uang tersebut sidah habis digunakan untuk membayar hutang dan kebutuhan sehari-hari.
(54)
commit to user
43
Identitas Terdakwa
Nama : Rifani
Tempat Lahir : Jakarta
Umur/Tgl. Lahir : 35 tahun/1 Juni 1974 Jenis Kelamin : Pria
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Jalan Mawar Berduri 12 Tangerang
Agama : Islam
Pekerjaan : Tehnisi komputer Pendidikan :Sarjana Ilmu Komputer
Nama : Jhon Arieza Iskandar Tempat Lahir : Bekasi
Umur/Tgl. Lahir : Bekasi, 32 tahun/23 Mei 1977 Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Jalan Melati Nan Wangi No. 23 Tangerang
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : D3 Elektro
b. Dakwaan
pertama
Bahwa ia terdakwa Rifan bersama-sama dengan temannya yang bernama Jhon Arieza Iskandar pada hari Rabu tanggal 19 Oktober 2005 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2005 bertempat di Toko “Satelit” Jalan Slamet Riyadi Solo atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, dengan maksud secara melawan hukum dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang
(1)
commit to user
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap, 2000: 273). Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, jenis alat bukti yang sah dan dapat digunakan sebagai alat bukti adalah :
1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Menurut sistem penuntutan yang diatur dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang dibebani pembuktian adalah Penuntut Umum. Hal ini karena penuntut umumlah yang membuat surat dakwaan, sehingga wajar beban pembuktian ada di pundak penuntut umum. Salah satu tugas penuntut umum adalah membuat surat dakwaan. Dalam menyusun surat dakwaan, maka penuntut umum bisa memilih bentuk dakwaan alternatif. Dakwaan alternatif mempunyai ciri, yaitu antara dakwaan yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan kata
penghubung “atau”. Dakwaan ini memberi pilihan kepada hakim untuk
menentukan dakwaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tindak pidana yang dilakukan terdakwa berada dua atau beberapa delik yang mempunya corak dan ciri yang hampir sama. Sedangkan metode atau. cara pemeriksaannya adalah :
1. memeriksa dakwaan pertama, kalau terbukti, dakwaan berikut dibiarkan.
2. Diperiksa dakwaan secara keseluruhan, baru ditentukan dakwaan yang tepat.
(2)
Pertimbangan yang menjadi dasar bagi hakim dalam putusan yang menyatakan bahwa berdasarkan fakta-fakta dipersidangan telah didapatkan kenyataan bahwa para terdakwa yaitu terdakwa Rifani membeli kartu kredit HSBC dari temannya Rudi di Jakarta seharga Rp.4.000.000,- selanjutnya bersama-sama dengan dan terdakwa Jhon Arieza Iskandar pergi ke Surakarta serta sesampainya di Surakarta minta bantuan saksi Arie untuk menarik uang tunai dengan menggunakan kartu tersebut sebanyak Rp.4.500.000,- di Toko Satelit Jl. Slamet Riyadi No 206 Surakarta hasilnya uang tersebut digunakan untuk belanja dan kebutuhan yang lainnya bersama terdakwa Jhon Arieza Iskandar dan telah habis, sedangkan Rp.300.000,- untuk Arie sebagai upah mencairkan dan terdakwa mengetahui kartu tersebut palsu dan kartu tersebut atas nama Arief S dengan No.5409.2600.0676.0058 berlaku dari bulan Oktober 2004 s/d bulan Oktober 2007.
Berdasarkan pada pembuktian didepan persidangan dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit ini dilakukan oleh terdakwa Rifani dan terdakwa Jhon Arieza Iskandar maka semua unsur yang ada dalam dakwaan pertama dalam dakwaan alternatif telah terbukti. Sehingga dengan telah terbuktinya dakwaan pertama dalam dakwaan alternatif maka menghilangkan pula beban pembuktian dalam dakwaan kedua dalam dakwaan alternatif. Hal ini dituangkan dalam salah satu pertimbangan dalam putusan terhadap perkara tersebut yang isinya : menimbang bahwa oleh karena dakwaan pertama telah terbukti maka dakwaan kedua tidak perlu dibuktikan lagi.
Sehingga berdasarkan pada pertimbangan dari majelis hakim dalam pengambilan putusan dalam perkara tindak pidana penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit ini dilakukan oleh terdakwa Rifani dan terdakwa Jhon Arieza Iskandar dengan bentuk dakwaan alternatif sudah sesuai dengan ketentuan dalam hal pembuktian terhadap dakwaan dalam
(3)
commit to user
kedua. Karena hanya ada satu tindak pidana saja yang dituangkan kedalam dua dakwaan.
Pertimbangan hakim dengan hanya melakukan pemeriksaan dan pembuktian didepan persidangan hanya terhadap rumusan tindak pidana dalam dakwaan pertama pada dakwaan alternatif, karena terhadap dua dakwaan yang didakwakan oleh penuntut umum mempunyai kemiripan dalam rumusan tindak pidananya.
(4)
commit to user
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan apa yang diuraikan dalam bab hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut :
1. Penggunaan Bentuk Surat Dakwaan Alternatif dalam Persidangan Perkara Penyalahgunaan dan Pemalsuan Kartu adalah didasarkan kepada fakta-fakta hukum hasil penyidikan kepolisian dimana Penuntut Umum mengalami kesulitan untuk menentukan secara pasti bentuk dakwaan yang paling tepat. Hal demikian disebabkan antara tindak pidana yang satu dengan yang lain mempunyai corak yang hampir sama. Dalam kasus yang Penulis kaji Penuntut Umum memilih bentuk dakwaan alternatif untuk perkara pemalsuan dan penyalahgunaan kartu kredit, yaitu dakwaan pemalsuan surat atau penipuan. Unsur-unsur dalam rumusan tindak pidana pemalsuan surat dan penipuan yang hampir sama adalah adanya unsur pemalsuan atau memakai sesuatu hal yang dipalsukan, dalam hal ini adalah surat, nama atau martabat, selain itu juga mempunyai ancaman hukuman yang tidak terpaut jauh yaitu ancaman hukuman selama 6 (enam) tahun untuk dakwaan pertama dan 4 (empat) tahun untuk dakwaan kedua. Sehingga dalam perkara penyalahgunaan dan pemalsuan kartu kredit ini terhadap satu tindak pidana yang dilakukan oleh para terdakwa dimasukkan kedalam dua pilihan rumusan dakwaan yang disusun didalam dakwaan dalam bentuk alternatif. Hal ini dimungkinkan untuk mencegah para terdakwa terbebas dari hukuman.
2. Metode Pembuktian Bentuk Dakwaan Alternatif terdapat dua pilihan metode pembuktian yang akan digunakan yaitu dengan melakukan pembuktian terhadap dakwaan pertama dan jika dakwaan pertama sudah terbukti maka tidak perlu dilakukan pembuktian lagi terhadap
(5)
commit to user
3. dakwaan kedua. Untuk metode pembuktian yang kedua adalah dengan melakukan pembuktian terhadap keseluruhan dari dakwaan yang didakwaan yaitu terhadap dakwaan pertama dan kedua, kemudian baru dilakukan pemilihan tentang rumusan tindak pidana mana yang tepat dan paling sesuai dengan tindak pidana y ang dilakukan oleh terdakwa. Dalam persidangan perkara Penyalahgunaan dan Pemalsuan Kartu Kredit yang dilakukan oleh terdakwa Rifani dan terdakwa Jhon Arieza Iskandar pembuktian hanya dilakukan terhadap dakwaan pertama dari dakwaan alternatif yaitu terhadap Pasal 263 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat ke-1 KUHP. Yang berdasarkan pada fakta yang terungkap didalam persidangan para terdakwa telah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama dalam dakwaan alternatif. Sehingga dengan terbuktinya dakwaan pertama dalam dakwaan alternatif dalam perkara Penyalahgunaan dan Pemalsuan Kartu Kredit yang dilakukan oleh teerdakwa Rifani dan terdakwa Jhon Arieza Iskandar maka tidak perlu dilakukannya pembuktian terhadap dakwaan kedua dalam dakwaan alternatif yaitu tindak pidana yang didakwa dengan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Karena hanya ada satu tindak pidana saja yang dilakukan oleh para terdakwa yang dituangkan kedalam dua rumusan dakwaan.
B. Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis menyampaikan saran sebagai berikut :
1. Penuntut umum seyogyanya lebih memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kecermatan di dalam memformulasikan bentuk surat dakwaan, agar proses beracara dipersidangan dapat berjalan dengan maksimal.
(6)
2. Meningkatkan koordinasi antara penuntut umum, hakim, dan terdakwa dalam proses pembuktian dipersidangan agar tercapainya tujuan hukum keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
3. Untuk perkara yang menyangkut kejahatan kartu kredit, diperlukan peran aktif dari penuntut umum untuk berkoordinasi dengan ahli agar pelaksanaan pembuktian dapat berjalan optimal.