ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH INDUSTRI DI SURABAYA.
SKRIPSI
Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ilmu Ekonomi
Oleh :
Anggit Ardhana Reswary 0611010015/FE/IE
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR
(2)
Segala puji da Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban sebagai mahasiswa untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Ekonomi Pembangunan. Dalam Penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “ Anilisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya “
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Hal ini di sebabkan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang ada walaupun demikian berkat bantuan dan bimbingan yang di terima dari Ibu Drs. Ec. Niniek Imaningsih, MP, Selaku Sebagai Dosen Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari wala untuk memberi bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan mampu terlesaikan dengan baik.
Atas terselesainya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Doedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM Selaku Dekan Fakultas Ekonomi
(3)
Timur dan juga sebagai selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing dan memberikan masukan – masuka positif dan berbobot yang berarti bagi penulis
4. Segenap staf pengajar dari staf kantor Universitas Pembangunan Nasional
“ Veteran “ Jawa Timur yang telah dengan ikhlas memberikan ilmu dan serta pelayanan akademik bagi penulis dan semua mahasiswa / i UPN
5. Keluarga tercinta yang telah sabar mendidik dan membesarkan dengan
penuh kasih sayang baik secara moral, material maupun spiritual atas ukungan dan kesabarannya hingga mampu terselesaikannya skripsi ini serta teman – teman HMC yang tak mungkin di sebutkan satu persatu karena suatu keterbatasan
Akhir kata yang dapat terucap semoga penyusunan skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan pihak – pihak lain yang membutuhkan, semoga ALLAH S.W.T memberikan balasan setimpal.
Wassalamuaikum Wr. Wb
Surabaya, Mei 2012
(4)
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... vii
Daftar Gambar ... viii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. TINJAUAN HALAMAN 2.1. Hasil penelitian terdahulu ... 6
2.1.1 Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori ... 11
2.2.1. Tenaga Kerja ... 11
2.2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja ... 11
2.2.1.2. Pengertian Angkatan kerja ... 12
2.2.1.3. Pengertian Bukan Angkatan Kerja ... 13
2.2.1.4. Permintaan Tenaga Kerja ... 15
2.2.1.5. Penawaran tenaga Kerja ... 17
2.2.1.6. Hubungan Jumlah Tenaga kerja Dengan
(5)
2.2.2.1. Pengertian Kurs Valas………. 20
2.2.2.2. Permintaan dan Penawaran Valuta Asing... 20
2.2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs Mata Uang ……... 21
2.2.2.4 Fungsi Pasar Valuta Asing... 23
2.2.2.5 Hubungan Kurs Valas Dengan Analisis Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Industri di Surabaya ... 23
2.2.3. Pengertian Investasi ... 24
2.2.3.1. Teori Investasi ... 26
2.2.3.2. Investasi Melalui Penanaman Modal Asing ... 28
2.2.3.3. Fakto-faktor yang Menentukan Investasi ... 30
2.2.3.4. Dampak Investasi Melalui PMA ………... 32
2.2.3.5. Suku Bunga... 33
2.2.3.6. Teori Suku Bunga ... 34
2.2.3.7. Hubungan Investasi Dengan Analisis Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya... 37
2.2.4. Tinjauan Inflasi ... 37
2.2.4.1. Pengertian Inflasi ... 37
(6)
2.2.4.5. Cara Mengatasi Inflasi ……… 44
2.2.4.6. Hubungan Inflasi Dengan Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya... 47
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 51
3.2. Teknik Penentuan Data ... 52
3.3. Jenis Dan Sumber Data ... 52
3.3.1. Jenis Data ... 52
3.3.2. Sumber Data ... 53
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 53
3.5. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 54
3.5.1. Teknik Analisis ... 54
3.5.2. Uji Hipotesis ... 55
3.6. Uji Asumsi Klasik ... 59
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Definisi Obyek Penelitian ... 64
4.1.1. Gambaran Geografis Surabaya ... 64
4.1.2. Keadaan Alam Surabaya... 66
(7)
4.2.2. Perkembangan Kurs Valas di Surabaya... 69
4.2.3. Perkembangan Penanaman Modal Asing di Surabaya ... 70
4.2.4. Perkembangan Inflasi di Surabaya ... 71
4.3. Analisis dan Uji Hipotesis ... 72
4.3.1. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Sesuai denganAsumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator)... 72
4.3.2. Analisis Hasil Perhitungan Koefisien Regresi ... 77
4.3.3. Uji Hipotesis secara Simultan ... 78
4.3.4. Uji Hipotesis secara Parsial ... 80
4.3.5. Pembahasan ... 86
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 89
5.2. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
(8)
(9)
Gambar 1 Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja ... 14
Gambar 2 Kurva Permintaan Tenaga Kerja ... 16
Gambar 3 Kurva Penawaran Tenaga Kerja ... 17
Gambar 4 Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja... 18
Gambar 5 Tingkat Suku Bunga Keseimbangan di Pasar Investasi (Loanable Found) Dalam Satu Periode ... 35
Gambar 6 Kerangka Pikir Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Sektor Perdagangan di Surabaya... 39
Gambar 7 Kurva distribusiPenolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Simultan ... 40
Gambar 8 Kerangka Fikir Analis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyarapan Kerja Sektor Industri Di Surabaya ... 49
Gambar 9 Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Simultan ... 56
Gambar 10 Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Parsial ... 58
Gambar 11 Kurva Durbin-Watson... 60
Gambar 12 Kurva Statistik Durbin-Watson ... 74
Gambar 13 Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan ... 79
(10)
Gambar 15 Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor
Kurs Valas (X2) terhadap Jumlah Industri di Surabaya ( Y ) .... 83
Gambar 16 Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor
PMA (X3) terhadap Jumlah Industri di Surabaya ( Y ) ... 84
Gambar 17 Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor
(11)
SURABAYA
Oleh
Anggit Ardhana Reswary
ABSTRACT
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan variabel yang dominan dari faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah industri di Surabaya. Variabel penelitian adalah Tenaga Kerja, Kurs Valas, Investasi, Inflasi, Industri. Pengumpulan data yang berkaitan dengan variabel dengan Tenaga Kerja, Kurs Valas, Investasi, Inflasi, dan Industri di peroleh dari instansi BPS Kota Surabaya. Teknik analisis untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat di gunakan analisis regresi linier berganda. Uji hipotesis untuk menguji pengaruh secara simultan anatara variabel bebas terhadap variabel terikat maka di pergunakan uji F, pengujian secara parsial menggunakan uji t.
Hasil penelitan dapat di simpulkan bahwa secara simultan bahwa Tenaga Kerja berpengaruh signifikan terhadap analisis faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah industri di Surabaya. Secara parsial Kurs Valas, Investasi, Inflasi, Industri tidak berpengaruh atau tidak signifikan secara negative terhadap analisis faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah industri di Surabaya, Sehingga dapat di simpulkan secara keseluruhan yang berpengaruh secara signifikan yang mempengaruhi terhadap analisis faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah industri di Surabaya adalah variabel Tenaga Kerja, karena variabel ini memeliki koefisien Determinasi paling besar dari nilai keempat variabel lainnya.
Kata Kunci : Tenaga Kerja, Kurs Valas, Investasi, Inflasi, industri
(12)
1.1. Latar Belakang
Industrialisasi merupakan alur pokok pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang maju dan mandiri. Selain berperan strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan meningkatkan produktifitas masyarakat, juga berperan menciptakan lapangan usaha serta memperluas lapangan usaha serta memperluas kesempatan kerja, meningkatkan serta meratakan pendapatan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan. (Rasyid, 2007 : 2).
Pembangunan industri, sebagai motor penggerak perekonomian, akan terus didorong perannya karena telah terbukti memberi kontribusi yang berarti terhadap pembangunan nasional. Berbagai upaya perbaikan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap kemerosotan kinerja sektor industri telah dilakukan, namun kinerja itu tampaknya belum sepenuhnya pulih. Hal ini disebabkan adanya permasalahan yang membutuhkan perhatian dan perlu segera diatasi. (Wahyudi, 2008 : 3).
Namun demikian, industri masih menghadapi tantangan yang harus segera diatasi. Belum berkembangnya industri bahan baku dan industri penunjang di dalam negeri merupakan masalah utama yang dihadapi. Kondisi ini berakibat pada lemahnya keterkaitan antara industri hulu dan
(13)
hilir, sehingga struktur industri secara keseluruhan menjadi rentan. Dampaknya tercermin dari besarnya ketergantungan komponen impor bahan baku dan setengah jadi pada industri kimia, otomotif, dan elektronika. (Kuncoro, 2000 : 2-3).
Masalah lain yang menuntut perhatian bersama adalah lemahnya penguasaan teknologi industri. Fakta di pasar menunjukkan bahwa sebagian besar produk lokal dihasilkan oleh industri berbasis teknologi rendah, yakni industri yang menghasilkan nilai tambah relatif rendah. Kondisi ini juga disebabkan oleh belum terpadunya pengembangan iptek di lembaga-lembaga penelitian yang tersebar di berbagai instansi dengan dunia industri. Ketertinggalan atas penguasaan teknologi membuat daya saing produk industri lemah dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Di pasar lokal, daya saing produk kita semakin terancam akibat belum meluasnya penerapan standarisasi nasional. (Mashudi, 2001 : 9).
Dalam persaingan global yang semakin tajam, industri manufaktur suatu negara dituntut untuk mampu menghasilkan output secara efisien jika ingin tetap dapat bertahan. Efisiensi dalam produksi dapat tercapai jika sumber daya yang tersedia dapat dialokasikan secara efektif dan efisien. Hal ini dapat dikembangkan dengan adanya peran pemerintah ikut campur dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kapabilitas nasional. (Porter, 1990 : 15).
Atas dasar uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengamati masalah pendapatan industri di kota Surabaya dan mengkaji lebih dalam
(14)
lagi tentang ”Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya ”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Apakah tenaga kerja, kurs valas, investasi ( PMA ), inflasi
berpengaruh terhadap analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya
b. Diantara tenaga kerja, kurs valas, investasi ( PMA ), inflasi manakah
yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah di tenaga kerja, kurs valas, investasi ( PMA ), inflasi kemukakan sebelumnya, maka perlu diketahui tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui apakah variabel berpengaruh terhadap analisis
faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya
b. Untuk mengetahui diantara variabel investasi, kurs valas, dan
(15)
terhadap analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, maka hasilnya diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut:
a. Bagi Pengembangan Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi pihak universitas khususnya Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus sebagai koleksi pembendaharaan referensi dan tambahan wacana pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.
b. Bagi Sektor Industri Dan Sektor Perdagangan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau masukan terhadap analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya serta sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan ekonomi industri yang berhubungan dengan masalah analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya.
(16)
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengalaman dan pengetahuan tentang cara penulisan karya ilmiah yang baik khususnya peneliti dan dapat dipakai sebagai bekal jika nantinya terjun ke masyarakat.
(17)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang berkaitan dengan analisis beberapa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan industri di Surabaya, antara lain :
a. Heriawan (2000) dengan judul penelitian ”Beberapa faktor Yang
Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Pengolahan Kayu Di Jawa Timur”. Berdasarkan hasil uji secara
simultan diperoleh hasil F hitung = 52,978 > F tabel = 4,76 yang
berarti bahwa variabel jumlah unit usaha, tingkat upah dan jumlah nilai produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Secara persial untuk variabel jumlah unit usaha (X1) diperoleh hasil t hitung = 2,718 > t tabel = 2,447 yang
berarti variabel jumlah unit usaha berpengaruh secara positif
terhadap penyerapan tenaga kerja. Variable tingkat upah (X2)
diperoleh hasil t hitung = 3,653 > t tabel =2,447 yang berarti variabel
tingkat upah berpengaruh secara nyata terhadap penyerapan tenaga kerja, variabel nilai produksi berpengaruh secara nyata terhadap penyerapan tenaga kerja.
(18)
b. Handoko (2000) dengan judul penelitian ” Analisis beberapa
Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Kecil Di Kota Mojokerto” dengan hasil penelitian
sebagai berikut : secara simultan (uji F) diperoleh hasil F hitung =
609,367 dan F tabel = 3,29 artinya F hitung > F tabel, dengan kata lain
jumlah unit usaha (X1), nilai produksi (X2), dan Investasi (X3)
secara simultan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil (Y). Secara parsial (Uji t) diperoleh hasil t tabel =
3,567 masing masing berpengaruh terhadap penyerapan tenaga
kerja. Dan untuk nilai produksi (X2) t hitung = -1,103 tidak
berpengaruh secara nyata terhadap penyerapan tenaga kerja dengan t hitung = 12,180
c. Widodo (2002) dengan judul penelitian ”Analisis Yang
Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Menengah Ke Atas Di Propinsi Jawa Timur”. Dalam pengujian hipotesis dengan menggunakan uji F secara simultan diperoleh
hasil F hitung = 71,90 > F tabel = 4,53 yang berarti variabel bebas
yaitu nilai investasi, tingkat upah, Produk Domestik Regional Bruto, dan unit industri secara serempak berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu tenaga kerja yang diserap pada industri menengah ke atas di propinsi jawa timur. Demikian juga hasil
analisis secara parsial diperoleh t hitung dari nilai investasi (X1)
(19)
secara individu tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah tenaga kerja yang terserap, hal ini disebabkan investasi kurang maksimal digunakan untuk meningkatkan proses produksi.
Variabel tingkat upah (X2) berpengaruh secara nyata terhadap
variabel jumlah tenaga kerja yang terserap dengan t hitung -2,471 <-t
tabel = -2,447, variabel Produk Domestik Regional Bruto (X3)
diperoleh t hitung 2,705 > t tabel = 2,447 yang berarti bahwa Produk
Domestik Regional Bruto berpengaruh secara nyata terhadap jumlah tenaga kerja yang diserap.
d. Yunita (2004) dengan judul penelitian ”Analisis Beberapa faktor
Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Kabupaten Sidoarjo” dengan hasil penelitian sebagai berikut : Untuk mengetahui pengaruh antar variabel bebas yang terdiri dari
jumlah industri kecil (X1) nilai produksi (X2) investasi (X3)
dengan variabel terikat penyerapan tenaga kerja diperoleh hasil secara simultan nilai F hitung = 22,395 > F tabel = 4,76 jadi secara
simultan variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel
terikat. Sedangkan secara parsial jumlah industri Kecil (X1) t hitung
=-1,182 > t tabel =-2,4469 berareti tidak berpengaruh terhadap
penyerapan tenaga kerja dan untuk Nilai Produksi (X2) t hitung =
3,020 Investasi (X3) = 2,708 > t tabel = 2,4469 yang berarti
(20)
e. Kristiawan (2004) dengan judul penelitian ”Analisis Beberapa
Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Di Surabaya” dengan hasil penelitian sebagai berikut: Untuk mengetahui pngaruh antara variabel bebas yang
terdiri dari modal usaha (X1), jumlah industri kecil (X2), dan
jumlah angkatan kerja (X3) terhadap penyerapan tenaga kerja di
surabaya (Y). Dengan menggunakan uji f diperoleh t hitung =
202,233 > F tabel =3,59 dan secara parsial menunjukkan modal
usaha industri kecil (X1) dan jumlah angkatan kerja (X3)
berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di surabaya (Y), dimana t hitung (X1) = 12.000 dan t hitung (X3) = 6,695 > t tabel =
2,201 sedangkan jumlah industri kecil (X2) tidak berpengaruh
terhadap penyerapan tenaga kerja di kota surabaya. Dimana diperoleh t hitung (X2) = 0,244 < t tabel = 2,201
f. Tindage (2006) dengan judul jurnal penelitian ”Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Perdagangan Di Jatim”. Dengan hasil penelitian sebagai berikut Untuk mengetahui pengaruh antar variabel bebas yang terdiri dari
investasi (X1), nilai produksi (X2), dan unit usaha (X3) dengan
variabel terikatnya yaitu penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan di Jatim (Y) dengan menggunakan uji F secara simultan variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel
(21)
parsial diketahui bahwa variabel bebas investasi (X1) tidak
berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor
perdagangan di Jatim (Y) dengan t hitung =1,164 < t tabel =2,201
sehingga secara parsial nilai produksi tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan di Jatim. Untuk variabel unit usaha (X3) diperoleh t hitung =8,786 > t tabel =2,201
sehingga secara parsial diketahui bahwa unit usaha (X3)
berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan di Jatim.
2.1.1. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu pada kurun waktu, ruang lingkup, tempat penelitian dan jumlah variabel yang digunakan untuk penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan diatas, yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini dengan judul “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya”, dengan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya (Y), sedangkan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Tenaga Kerja (X1), kurs valas (X2), Investasi ( PMA ) (X3), dan inflasi
(22)
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Tenaga Kerja
2.2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan negara lain. Batas usia yang di anut oleh Indonesia adalah minimum 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. (Dumairy, 1997 : 74).
Tenaga kerja (man power) adalah kemampuan manusia untuk mengeluarkan usaha tiap satuan waktu guna menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. (Suroto, 1992 : 17).
Tenaga kerja yaitu penduduk pada usia kerja yaitu antara 15 sampai 64 tahun. Penduduk pada usia kerja ini digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja.
(Suparmoko, 1992 : 114).
Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup bekerja. Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk diri sendiri ataupun untuk anggota keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah ataupun mereka yang bersedia dan mampu untuk bekerja, dalam arti mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja. (Sumarsono, 2003 : 5).
Tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut
(23)
terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga) walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. (Simanjuntak, 1995 : 2).
2.2.1.2. Pengertian Angkatan Kerja
Angkatan kerja adalah bagian penduduk yang mampu dan bersedia melakukan pekerjaan. Kata “mampu” disini menunjukkan kepada tiga hal, yaitu :
a. Mampu fisik, yaitu sudah cukup umur, jasmani, sudah cukup kuat
dan tidak mempunyai cacat mental.
b. Mampu mental, yaitu mempunyai mental yang sehat dan tidak
memiliki kelainan untuk melakukan pekerjaan normal.
c. Mampu yuridis, yaitu tidak kehilangan kebebasan dan bersedia
untuk memiliki dan melakukan pekerjaan. Kata “bersedia” berarti orang yang bersangkutan dapat secara aktif mampu dan pasif atas kemauannya sendiri mencari pekerjaan. (Dumairy, 1997 : 75). Angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Sedangkan penduduk yang bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja penuh. (Suparmoko, 1992 : 67).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja
(24)
atau mempunyai pekerjaan, namun untuk sementara sedang tidak mencari pekerjaan.
2.2.1.3. Pengertian Bukan Angkatan Kerja
Bukan Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. (Sumarsono, 2003 : 116).
Bukan Angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan. Mereka ini adalah bagian dari tenaga yang sesungguhnya tidak terlihat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa yang bukan angkatan kerja disini dapat di golongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Golongan yang bersekolah, yaitu mereka yang kegiatannya hanya
sekolah.
b. Golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang
mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah.
c. Golongan lain-lain, yaitu :
1. Penerima pendapatan yaitu mereka yang tidak melakukan
sesuatu kegiatan ekonomi, tetapi memperoleh pendapatan, seperti: tunjangan pensiun, bunga atas pinjaman atau sewa atas hak milik.
2. Mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain.
Konsep memilah-memilah tenaga kerja seperti ini disebut pendekatan angkatan kerja (labour force approach), yang
(25)
diperkenalkan oleh International Labour Organization
(ILO). (Dumairy, 1997 : 74)
Gambar 1 : Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja
Bukan Angkatan Kerja
Penerima Pendapatan Mengurus
Rumah Tangga Sekolah
Setengah Pengangguran Bekerja Penuh
Bekerja Pengangguran
Penghasilan Rendah Produktifitas Rendah
Tidak Kentara Kentara (yang kerja sedikit)
Angkatan Kerja
Tenaga Kerja Bukan Tenaga Kerja
Penduduk
Sumber : Simanjuntak J. Payaman, 1995, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit LPFE UI, Jakarta, Halaman 19.
Keterangan :
Jumlah penduduk dan angkatan kerja, serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi sebenarnya tidak perlu menjadi masalah bila daya
(26)
dukung yang efektif di negara itu cukup kuat untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja.
Penduduk disuatu negara bisa menjadi tenaga kerja atau bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dapat dibagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, sekalipun mereka adalah angkatan kerja tidak semua angkatan kerja akan bekerja, ada juga yang menganggur. Penduduk yang telah bekerja juga tidak selalu bekerja penuh, ada penduduk yang bekerja setengah menganggur, dapat dilihat dan setengah pengangguran kentara karena jam kerja yang sedikit dan pengangguran tidak kentara karena produktivitas rendah ataupun penghasilan yang rendah.
Bukan angkatan kerja dalam hal ini disebabkan oleh beberapa hal karena masih duduk dibangku sekolah, mengurus rumah tangga bagi mereka yang telah berkeluarga, penerima pendapatan atau orang yang tidak produktif tetapi mendapatkan imbalan seperti, pensiunan pendapatan dari jasa sewa, bunga simpanan dan lain sebagainya.
(Simanjuntak, 1995 : 16) 2.2.1.4 Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja adalah kebutuhan yang sudah didasarkan atas kesediaan membayarkan upah tertentu sebagai imbalan pemberian kerja bermaksud menggunakan atau meminta sekian orang karyawan dengan kesediaan membayar upah sekian rupiah setiap waktu. Jadi, dalam permintaan ini sudah ikut dipertimbangkan tinggi rendahnya upah
(27)
yang berlaku dalam masyarakat atau yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan. (Suroto, 1992 : 21).
Gambar 2 : Kurva Permintaan Tenaga Kerja
Upah
VMPPL
D w1
w w2
D = MPPL X P
0
A N B Penempatan
Sumber : Simanjuntak J. Payaman, 1995, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit LPFE UI, Jakarta, Halaman 75.
Keterangan :
Garis DD melukiskan nilai hasil marginal karyawan (Value
marginal physical pruduct of VMPPL) untuk setiap tingkat penempatan.
Bila misalnya jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak OA = 100
orang, maka nilai hasil kerja orang yang ke 100 dinamakan VMPPL nya
(28)
tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh karena itu laba perusahaan akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan mempekerjakan orang hingga
ON. Dititik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPPL X P
sama dengan upah yang dibayarkan kepada karyawan
2.2.1.5 Penawaran Tenaga Kerja
Persediaan tenaga kerja adalah istilah yang biasanya juga belum dihubungkan dengan faktor upah. Sedangkan dalam istilah penawaran tenaga kerja sudah ikut dipertimbangkan faktor upahnya. Dalam hal ini pencari kerja bersedia menerima pekerjaan itu atau menawarkan tenaganya apabila kepadanya diberikan upah sekian rupiah setiap waktu.
(Suroto, 1992 : 22).
Gambar 3 : Kurva Penawaran Tenaga kerja
Upah Ns (Pe = 2.0)
W2 Ns (Pe = 1.0)
W1
0 N1 Tenaga kerja
Sumber : Nopirin, 1992, Ekonomi Moneter, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 16.
(29)
Keterangan :
Pada harga harapan Pe = 1.0. Upah nominal adalah W1 maka
jumlah tenaga kerja yang ditawarkan adalah N1. Apabila harga harapan
naik menjadi Pe = 2.0; tingkat upah w2 akan memberikan upah riil yang
sama, sehingga jumlah tenaga kerja yang ditawarkan tetap pada N1.
Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan akan naik apabila upah riilnya naik,
yakni apabila upah nominal naik menjadi W2 sedang yang diharapkan
tetap tidak berubah pada Pe = 1.0
Gambar 4 : Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja
Upah
Nominal NS (P1)
W1
W2
W3 ND (P1)
N2 N1 N3 L Tenaga
Kerja
bit BPFE UGM,
karta, Halaman 16.
Keter
Sumber : Nopirin, 1992, Ekonomi Moneter, Pener Yogya
angan :
Keseimbangan dalam pasar tenaga kerja akan terjadi pada tingkat upah riil dimana jumlah tenaga kerja yang diminta sama dengan yang
(30)
ditawarkan. Pada gambar 3 keseimbangan terjadi pada tingkat upah
(nominal) W1 dengan jumlah tenaga kerja N1 pada harga P1. Jika upah
nominal turun menjadi W2, dengan harga tetap P1 berarti upah riil turun,
jumlah tenaga kerja yang diminta (N3) melebihi yang ditawarkan (N2).
Kelebihan jumlah tenaga kerja yang diminta ini akan mendorong tingkat
upah naik sampai ke W1 kembali dimana tingkat upah riil juga kembali
2.2.1.6. nalisis Faktor Yang
Mem
nambah analisis faktor yang mempengaruhi di surabaya
2.2.2.1. Peng
sama seperti semula.
Hubungan Jumlah Tenaga Kerja Dengan A pengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya
Tenaga merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya karena semakin banyak jumlah tenaga kerja dipakai maka produktivitas untuk setiap proses produksi atau dalam menciptakan serta memperbesar nilai suatu barang akan meningkat dan hasil produksinya juga semakin besar sehingga nantinya akan me
jumlah industri
2.2.2. Kurs Valas
ertian Kurs Valas
Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang sesuatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya Rupiah yang
(31)
dibutu
(
luar
ternasional. Sedangkan kurs adalah harga mata
au membiayai transaksi ekonomi keua
mendapatkan maka harus mata uang negara lain agar
hkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing.
Sukirno, 2006 : 397).
Kurs adalah jumlah atau harga mata uang domestik dari mata uang negeri (asing) atau ratio antara satu unit satuan mata uang dengan jumlah mata uang yang lain pada waktu tertentu.(Salvatore, 1994 : 140). Valuta asing adalah mata uang asing yang diperlukan untuk melaksanakan transaksi in
uang suatu negara diukur dengan mata uang negara lain.
(McEachern, 2001: 436).
Valuta asing ( valas ) atau foreign exchange ( forex ) atau foreign
currency adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang
digunakan untuk melakukan at
ngan internasional dan yang mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral. (Hamdy, 1998 : 16).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurs merupakan perbandingan antara mata uang yang berbeda yang didalamnya terdapat perbandingan nilai sehingga untuk
menukarkan mata uang tersebut dengan memperoleh satu unit mata uang asing.
2.2.2.2.Permintaan dan Penawaran Valuta Asing
A. Permintaan Valuta Asing
Permintaan valuta asing merupakan keingginan dari penduduk suatu negara untuk memperoleh suatu jenis mata uang asing. Permintaan
(32)
tersebut memberikan gambaran tentang besarnya jumlah suatu valuta asing tertentu yang ingin diperoleh penduduk suatu negara. Dengan tujuan digunakan untuk membayar atau membiayai pembelian barang-barang dari luar negeri dan asset-aset di luar negeri. Keingginan penduduk yang bertambah besar untuk
kan menurunkan permintaan
B.
, tetapi negara murah, p
2.2.2.3.F
intaan dan penawaran suatu valuta, yang luta disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya :
a).
memperoleh barang dari suatu negara a valuta asing. (Sukirno, 1998 : 292). Penawaran Valuta Asing
Merupakan keingginan dari penduduk suatu negara untuk membeli mata uang asing atau negara lain. Keingginan tersebut menunjukkan banyaknya (jumlah) mata uang suatu negara yang akan digunakan untuk membeli produk-produk atau barang negara lain dan ditawarkan kepada penduduk negara lain. Maka semakin mahal harga mata uang suatu negara, makin banyak penawarannya
sebaliknya apabila harga mata uang suatu
enawarannya akan semakin sedikit. (Sukirno, 1998 : 359).
aktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurs Mata Uang
Perubahan dalam perm
selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs va
Perubahan dalam citarasa masyarakat
Citarasa masyarakat mempengaruhi corak konsumsi mereka maka akan mengubah corak konsumsi mereka pada barang-barang yang
(33)
diproduksikan di dalam negeri maupun yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan pengimpor berkurang dan ia dapat pula menaikkan ekspor. ng impor menyebabkan
b).
ga barang ekspor dan impor akan menyebabkan permintaan atas mata uang negara
c).
aruhnya pada kurs pertukaran valuta asing. runkan
d).
menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Sedangkan perbaikan kualitas barang-bara
keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar. Perubahan harga barang ekspor dan impor
Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Dengan demikian perubahan harga-har
perubahan dalam penawaran dan tersebut
Kenaikan harga umum (inflasi) Inflasi sangat besar peng
Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menu nilai suatu valuta asing.
Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi
Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting peranannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung akan
(34)
Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara itu.
. 2.2.2.4.F
dalam
ta asing serta pemindahan dana
ntuk
gi
2.2.2.5 Hubungan Kurs Valas Dengan Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah
ila kita mengekspor barang / jasa ke Luar Negeri. (Salvatore, 92 : 116).
(Sukirno, 2006 : 402) ungsi Pasar Valuta Asing
Pasar valuta asing mempunyai beberapa fungsi pokok
membantu kelancaran lalu lintas pembayaran internasional yaitu :
1) Mempermudah penukaran valu
dari satu negara ke negara lain.
2) Karena sering terdapat transaksi internasional yang tidak perlu
segera diselesaikan pembayaran dan penyerahan barangnya, maka pasar valuta asing memberikan kemudahan u dilaksanakannya perjanjian / kontrak jual beli dengan kredit.
3) Memungkinkan dilakukannya hedging. Hedging dilakukan
apabila pada saat yang sama melakukan transaksi jual beli valuta asing di pasar yang berbeda, untuk menghilangkan / menguran resiko kerugian akibat perubahan kurs. (Nopirin, 1994 : 234).
Industri Di Surabaya.
Pada umumnya, kurs mata uang asing ditentukan oleh perpotongan kurva permintaan dan penawaran pasar dari mata uang asing. Permintaan timbul bila negara mengimpor barang / jasa dari luar negeri. Penawaran mata uang asing timbul b
(35)
Menurut Nopirin, menyebutkan bahwa makin tinggi tingkat perubahan pendapatan (relatif terhadap negara lain), maka besar kemungkinan untuk mengekspor berarti makin besar permintaan akan kurs valuta asing cenderung naik (harga mata uang Rupiah menurun). (Nopirin,1995 : 242).
2.2.3. Pengertian Investasi
Kata investasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Investment”, apabila dalam memperlancar bahasa Indonesia investasi adalah “penanaman modal” investasi adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu kegiatan usaha, karena ini sangat dibutuhkan sebagai faktor penunjang di dalam proses produksi.
Menurut pendapat Prof. Robinson yang dikutip oleh Suherman Rosyidi dalam bukunya yang berjudul Pengantar Teori Ekonomi mengatakan bahwa investasi itu penambahan barang-barang modal baru, sedangkan membeli selembar kertas saham bukanlah investasi
(Rosyidi, 1994 : 158).
Investasi adalah pengeluaran yang ditunjukkan untuk meningkatkan atau mmpertahankan stok barang modal. Stok barang modal terdiri dari pabrik mesin dan produk-produk tahan lama yang digunakan dalam proses produksi. (Dornbusch dan Fischer, 1995 : 46).
Menurut (Sukirno,2001:107). investasi diartikan sebagai
pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi
(36)
untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Dalam prakteknya, suatu usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investor (atau pembentukan modal atau penanaman modal), meliputi pengeluaran atau pembelanjaan sebagai berikut:
a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan
kantor, bangunan pabrik, dan bangunan-bangunan lainnya.
c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan
mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional. (Sukirno, 2001: 107).
Dari berbagai penjelasan diatas tentang definisi investasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa investasi adalah pengeluaran yang disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang-barang modal, selain itu bisa diartikan sebagai uasaha membina industri supaya dapat lebih maju dan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup usaha sebagai faktor penunjang di dalam memperlancar proses produksi.
(37)
2.2.3.1. Teori Investasi
Masalah investai adalah suatu masalah yang langsung berkaitan dengan besarnya pengharapan akan pendapatan dari barang modal dimasa depan. Pengharapan dimasa depan inilah yang menjadi faktor
terpenting untuk penentu besarnya investasi menurut
(Suparmoko 2000 : 84 ) terdapat 2 teori, yaitu :
a. Teori Klasik
Teori klasik tentang investasi didasarkan atas teori produktivitas batas (marginal produktivity) dari faktor produksi modal. Menurut teori ini besarnya modal yang akan di investasikan dalam proses produksi ditentukan oleh produktivitas batasnya dibandingkan dengan tingkat bunga-bunganya. Sehingga investasi ini akan terus dilakukan bilamana produktivitas batas dari investasi itu masih lebih tinggi daripada tingkat bunga yang akan diterimanya bila seandainya modal itu dipinjamkan dan tidak di investasikan.
Dengan teori produktivitas batas, maka masalah investasi oleh para-para ahli ekonomi klasik dipecahkan atas dasar prinsip maksimalisasi laba dari perusahaan-perusahaan industri. Sebab suatu perusahaan akan memaksimalisasi labanya dalam suatu persaingan sempurna. Bila perusahaan itu menggunakan modalnya sampai pada jumlah produksi marginal kapitalnya sama dengan harga capital yaitu suku bunga, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
(38)
1. Suatu investasi akan dijalankan apabila pendapatan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga. Pendapatan dari investasi merupakan jumlah pendapatan yang akan diterima setiap akhir tahun selama barang modal digunakan dalam produksi.
2. Investasi dalam modal adalah menguntungkan bila biaya ditambah
bunga lebih kecil dari pendapatan yang diharapkan dari investasi itu.
b. Teori Keynes
Masalah investasi baik penentu jumlah maupun kesempatan untuk melakukan investasi oleh Keynes didasarkan atas konsep
Marginal Efficiency of Investment (MEI), yaitu bahwa investasi itu
akan dijalankan apabila MEI lebih tinggi daripada tingkat suku bunga. Menurut garis MEI ini antara lain disebabkan oleh 2 hal, yaitu
(Suparmoko, 2000: 84) :
1. Bahwa semakin banyak investasi yang terlaksana dalam
masyarakat, maka semakin rendah efisiensi marginal investasi itu, semakin banyak investasi yang terlaksana dalam lapangan ekonomi maka semakin sengitlah persaingan para investor sehingga MEI menurun.
2. Semakin banyak investasi dilakukan, maka biaya dari barang
(39)
2.2.3.2. Investasi Melalui Penanaman Modal Asing ( PMA )
Macam-macam investasi dibagi menjadi 4 kelompok, yang pembagiannya sebagai berikut:
1. Autonomous Invesment dan Induced Investment
Autonomous Investment ( investasi otonomi ) adalah investasi yang
besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, tetapi dapat berubah oleh karena adanya perubahan faktor-faktor di luar pendapatan. Faktor-faktor lain diluar selain pendapatan yang mempengaruhi tingkat investasi seperti itu, misalnya tingkat teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya. Sedangkan Induced Investment atau investasi terimbas adalah investasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
2. Public Investment dan Private Investment
Public Investment adalah Investasi atau penanaman modal yang
dilakukan oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah). Public investment tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang bersifat personal, investasi ini bersifat impersonal atau resmi. Sedangkan Private
Investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta. Di
dalam private investment, unsur-unsur seperti keuntungan yang akan diperoleh dimasa depan penjualan dan sebagainya merupakan peranan yang sangat penting dalam menentukan volume investasi. Sementara dalam penentuan volume investasi, pertimbangan itu
(40)
lebih diarahkan kepada melayani atau menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak.
3. Domestik Investment dan Foreign Investment
Domestik investment adalah penanaman modal di dalam negeri,
sedangkan Foreign Investment adalah penanaman modal asing. Sebuah negara yang memiliki banyak sekali faktor produksi alam atau faktor produksi tenaga manusia namun tidak memiliki faktor produksi modal (capital) yang cukup untuk mengelolah sumber- sumber yang dimiliki, maka mengundang modal asing agar sumber-sumber yang ada termanfaatkan.
4. Gross Investment dan Net Investment
Gross Investment (Investasi Bruto) adalah total seluruh investasi yang
diadakan atau yang dilaksanakan pada suatu ketika. Dengan demikian investasi bruto dapat benilai positif ataupun nol (yaitu ada atau tidak ada investasi sama sekali) tetapi tidak akan bernilai negatif. Sedangkan Net Investment (Investasi Netto) adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. Apabila misalnya investasi bruto tahun ini adalah Rp. 25 juta sedangkan penyusutan yang terjadi selama tahun yang lalu adalah sebesar Rp. 10 juta, maka itu berarti
bahwa investasi netto tahun ini adalah sebesar Rp. 15 juta.
(41)
2.2.3.3. Faktor – Faktor Yang Menentukan Investasi
a. Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.
Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang barang-barang modal dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan apabila investasi tersebut telah selesai dilaksanakan, yaitu pada waktu industri atau perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang dan jasa yang menjadi produksinya, maka para pemilik modal biasanya akan melakukan kegiatan terus selama beberapa tahun. Oleh karena itu dalam menentukan apakah semua kegiatan yang akan dan dikembangkan itu dapat memperoleh atau menimbulkan kerugian, maka para pemilik modal harus membuat ramalan-ramalan mengenai keadaan dimasa mendatang.
b. Tingkat bunga.
Bagi perusahaan yang bijaksana hendaknya selalu mengikuti dan memperhatikan perkembangan pasar, terutama tentang perkembangan tingkat bunga yang dapat mempengaruhi beropeasinya setiap perusahaan oleh karena itu tingkat bunga dapat digolongkan sebagai salah satu faktor penting yang akan menentukan besarnya investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha.
c. Perubahan dan perkembangan teknologi.
Kegiatan yang dikembangkan dalam kegiatan produksi atau usaha lain, maka hal demikian itu ditanamkan mengadakan pembaharuan.
(42)
Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan teknologi, maka semakin banyak pula jumlah kegiatan pembaharuan yang dilakukan oleh para pengusaha.
d. Tingkat pendapatan Nasional dan perubahan - perubahannya.
Sejarah perkembangan ekonomi dunia menunjukkan bahwa akhir ini berbagai penemuan dan pembaharuan sangat besar peranannya. Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara pendapatan nasional dan investasi merupakan cenderung untuk mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional semakin besar jumlahnya. Demikian pula sebaliknya, apabila pendapatan nasional rendah biasanya nilai investasinya juga rendah.
e. Keuntungan yang dicapai perusahaan.
Setiap perusahaan yang sangat berkembang salah satu faktor penting yang dapat menentukan untuk kegiatan / pengembangan investasi adalah keuntungan yang diperolehnya. Apabila perusahaan-perusahaan itu melakukan investasi dengan menggunakan tabungannya / modal kas, maka perusahaan yang harus dibayar untuk jangka waktu berikutnya. Ini berarti di samping mengurangi biaya investasi yang akan di lakukan secara otomatis akan menambah modal / keuntungan perusahaan-perusahaan yang bersangkutan. ( Rosyidi, 1994 : 165 ).
(43)
2.2.3.4. Dampak Investasi Melalui PMA :
Kehadiran penanaman modal asing di Negara kita bukan merupakan sesuatu yang baru bagi Negara dan masyarakat Indonesia. Penanaman modal asing secara langsung sempat menjadu primadona dalam mitra pembangunan saat Negara kita melaju pada tingkat percepatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di atas 7 % per tahun. saat belum krisis perekonomian terjadi. Bersama dengan investasi masyarakat dan PMDN, penenemen modal secara keseluruhan telah tumbuh rata-rata sekitar 10 % per tahun pada periode 1991-1996 dengan kontribusi hamper mencapai 30 % terhadap Produk Domestik Bruto.
Kinerja penanaman modal yang kurang baik sejak tahun 1996 menyebabkan lambatnya proses pemulihan ekonomi Negara kita beberapa tahun setelah krisis. Beberapa tantangan yang dihadapi untuk memberdayakan penanaman modal telah diakui Pemerintah dalam buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009. Kendala dan tantangan tersebut antara lain :
a. Persaingan kebijakan investasi yang dilakukan oleh Negara pesaing
seperti China, Vietnam, Thailand dan Malaysia.
b. Masih rendahnya kapasitas hukum, karena berlarutnya RUU Penanaman
Modal.
c. Lemahnya insentif investasi.
d. Kualitas SDM yang rendah dan terbatasnya infrastruktur.
e. Tidak adanya kebijakan yang jelas untuk mendorong pengalihan
teknologi dari PMA.
(44)
keamanan dan penyalah gunaan wewenang.
g. Meningkatnya nilai tukar riil efektif rupiah.
h. Belum optimalnya pemberian insentif dan fasilitasi.
Tantangan dan kendala di atas lambat laun mulai dapat diatasi oleh Pemerintah pada beberapa tahun terakhir ini. Pemerintah bertekad dalam program pembangunan yang sedang berjalan untuk mewujudkan iklim infestasi yang sehat. Restrukturisasi lembaga pemerintahan segera dilakukan dengan menuntaskan sinkronisasi peraturan antar sector dan antar pusat daerah. Peningkatan efisieni pelayanan ekspor impor ke pelabuhan, kepabeanan dan administrasi ekspor dan import telah menjadi prioritas penanganan oleh Instansi Pemerintah terkait. Pemangkasan prosedur perijinanpun telah dilakukan sekaligus dengan dikeluarkannya berbagai paket insentif investasi pada tahun 2006 ini.
2.2.3.5. Suku Bunga
Pengertian Suku Bunga
Bunga tidak hanya terdapat dalam kredit bank, tetapi pada setiap kegiatan simpan pinjam selalu terkandung adanya pungutan bunga.
( Sinungan, 2001 : 42 )
Definisi suku bunga adalah jangka waktu tertentu atau bias di pandang sebagai sewa atas dasar penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu ( Boediono , 2000 : 2 )
Suku bunga adalah harga yang harus dibayar bank peminjam lainnya atas pemanfaatan uang selama jangka waktu pinjaman (misalnya 1 tahun) ada bunga yang bersifat tetap dan ada pula yang bersifat
(45)
variabel. Ada bunga yang aman karena berasal dari obligasi ang terjamin (seperti obligasi pemerintah) dan ada pula bunga dari obligasi “rongsokan“ yang berasal dari perusahaan yang hampir bangkrut. (
Samuelson dan Nordhaus,1993:332 )
Suku bunga adalah tingkat harga dari uang yakni berapa persenkah dari sejumlah uang tertentu yang harus dikembalikan atau dibayarkan karena terpakainya uang itu.
2.2.3.6. Teori Suku Bunga
Ada pun teori mengenai suku bunga, yaitu :
1. Teori Klasik
Pengertian dasar dari suku bunga, yaitu sebagai harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu, sedangkan menurut teori klasik, bunga adalah harga yang terjadi di pasar investasi
(loaneble found). Pasar dana investasi ini dapat di ilustrasikan
sebagai anggota masyarakat yang menerima pendapatan melebihi kebutuhan konsumsinya selama periode tertentu dan mereka ini disebut kelompok “ penabung “ di mana bersama – sama jumlah “ tabungan “ membentuk suplai dan penawaran (loaneble found). Di lain pihak, pada periode yang sama ada anggota masyarakat yang membutuhkan dana, mereka adalah pengusaha yang membutuhkan
dana untuk operasi atau perluasan usahanya. Mereka adalah “ investor ” dan jumlah seluruh kebutuhan mereka akan dana
(46)
penabung dan para investor bertemu di pasar dana investasi
(loaneble found), dan dari proses tawar menawar di antara mereka
akhirnya di hasilkan suku bunga kesepakatan atau keseimbangan.
( Boediono, 2000 : 76 )
Gambar 5 : Tingkat Suku Bunga Keseimbangan Di Pasar Investasi ( Loanable Found ) dalam Satu Periode
Tingkat Bunga (%)
R
0
F
S
I
Dana Investasi
Sumber : Boediono 2000, Ekonomi Moneter, Edisi keempat, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitass Gajah Mada, Yogyakarta Hal 77
Keterangan : I : Investor S : Penabung R : Suku Bunga
(47)
Penawaran akan dana investasi ( S ) bertemu dengan permintaan akan dana investasi ( I ) di pasar investasi ( loaneble found ) dan terciptalah suku bunga keseimbangan ( di mana S = I ). Faktor utama dari penentu dari kurva S adalah rate of time preference pada penabung atau premi yang harus di bayarkan kepada pemilik dana agar ia mau meminjamkan uangnya. Sedangkan fackor penentu utama dari kurva I adalah marginal product dari kapital jadi tingkat bunga dalam teori klasik
berubah apabila kedua factor penentu utama berubah.
( Boediono, 2000 : 82 )
2. Teori Keynes
Menurut teori Keynes adalah suku bunga di pengaruhi permintaan dan penawaran uang. Ada tiga motif menurut teori ini yaitu motif transaksi, berjaga – jaga, dari spekulasi. Taga motif tersebut sumber timbulnya “ permintaan akan uang “ yang di beri nama liquidity
preference. Liquidity Preference mempunyai makna bahwa permintaan
akan uang menurut Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa uang pada umumnya menginginkan dirinya tetap likuid untuk memenuhi tiga motif tersebut. Preferensi atau keinginan untuk tetap likuid membuat orang bersedia untuk membayar harga tertentu untuk penggunaan uang.
Teori keynes menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang untuk membayar harga uang ( tingkat bunga ) dengan unsure penerimaan akan uang untuk tujuan spekulasi, permintaan besar
(48)
apabila tingkat bunga rendah dan permintaan kecil apabila tingkat bunga tinggi. ( Boediono, 2000 : 83 )
2.2.3.7. Hubungan Investasi Dengan Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya.
Pengaruh jumlah industri memberikan peran yang penting dalam mendorong kemajuan investasi, di antaranya jumlah industri yang melimpah dengan penanaman modal asing dan memperbanyak produksi yang di hasilkan dengan asumsi bahwa stabilitas politik dan ekonomi yang stabil. Dengan kestabilan itu maka akan berpengaruh pada meningkatnya investasi. ( Irawan Dan Suparmoko, 1992 :80 )
2.2.4. Tinjauan Inflasi 2.2.4.1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah suatu kondisi, ketika tingkat harga (agrept)
meningkat secara terus menerus dan mempengaruhi individu, dunia
usaha dan pemerintah. (Puspopranoto, 2004 : 38).
Inflasi adalah kenaikan harga-harga umum barang dan jasa secara terus-menerus pada suatu periode tertentu. (Nopirin, 2000 : 25).
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk kenaikkan secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga-harga yang lain. (Boediono,
(49)
Beberapa pengertian yang patut digaris bawahi dalam definisi inflasi tersebut adalah mencakup tip aspek yaitu :
1. Adanya kecenderungan (tendency) harga-harga untuk meningkat,
yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu naik dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus-menerus (sustained),
yang berarti peningkatan harga tersebut bukan hanya terjadi pada suatu waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan secara. Terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.
3. Mencakup pengertian tingkat harga umum (general level prices),
yang berarti tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja. (Anonim, 2000: 11).
2.2.4.2. Jenis -Jenis Inflasi
Inflasi bisa ditinjau dari tiga segi. Pertama, berdasarkan tingkat keparahannya. Kedua, berdasarkan penyebabnya, yang sangat berkaitan erat dengan arus uang dan barang. Ketiga, berdasarkan asalnya.
a. Berdasarkan Tingkat Keparahannya
Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dibedakan atas beberapa macam, yaitu .
Inflasi ringan (dibawah 10% setahun).
Inflasi sedang (antara 10-30% setahun).
Inflasi berat (antara 30-100% setahun).
(50)
b. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang bertambah terlalu kuat akibat tingkat harga umum naik (misalnya karena bertambahnya pengeluaran perusahaan).
Gambar 6 : Terjadinya Demand Pull Inflation
Sumber : Boediono, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 156.
Sebagaimana dalam gambar perekonomian dimulai
pada PI dan tingkat output riil dimana (P1,Q1) berada pada
(51)
penawaran S. Kurva permintaan bergeser keluar D2
pergeseran seperti itu dapat berasal dari faktor kelebihan pengeluaran permintaan.
Pergeseran kurva permintaan menaikkan output riil
(dari Q1 ke Q2) dan tingkat harga (dari P1 ke P2) maka inilah
yang disebut demand pull inflation (inflasi tarikan permintaan) yang disebabkan penggeseran kurva permintaan menarik keatas tingkat harga dan menyebabkan inflasi.
2. Inflasi Dorongan Penawaran (Cost Push Inflation)
Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi biasanya ditandai dengan kenaikan harga barang serta turunnya produksi (misalnya kenaikan harga Wang baku yang didatangkan dari luar negeri, kenaikan harga-harga BBM)
Gambar 7 :Terjadinya Cost Push Inflation S2
Sumber : Boediono, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 157.
(52)
Pada gambar diatas bahwa bila ongkos produksi naik (misalnya kenaikan sarana produksi naik dari luar negeri atau karena harga bahan bakar minyak) maka kurva
penawaran masyarakat bergeser dari S1 ke S2, harga tentu saja
naik dan menyebabkan inflasi dorongan biaya.
c. Berdasarkan Asal dari Inflasi
Dari segi asalnya, inflasi dapat dibedakan atas :
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Domestic Inflation)
Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan yang gagal dan sebagainya.
2. Inflasi yang berasal dari luar negri (Imported Inflation)
Inflasi yang berasal dari luar negri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga yaitu inflasi diluar negri atau di negara-negara langganan berdagang negara kita.
2.2.4.3. Dampak Inflasi
Menurut Sukirno, akibat buruk dari inflasi dapat dibedakan menjadi dua aspek :
a. Akibat Buruk pada Perekonomian
Inflasi yang sangat tinggi dan tidak terkendali dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
(53)
1. Inflasi menggalakkan penanaman modal spekulatif kepercayaan pada nilai uang yang semakin turun menyebabkan masyarakat pemilik modal menanamkan uangnya pada investasi yang bersifat spekulatif, misal : tanah, bangunan dan benda berharga.
2. Tingkat bunga meningkatkan dan akan menggurangi investasi,
untuk menghindari merosotnya nilai modal yang dipinjamkan perbankan kepada debitur, maka institusi perbankan akan meningkatkan bunga kreditnya sehingga akan mempengaruhi penurunan investasi.
3. Inflasi menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan
ekonomi dimasa yang akan datang
4. Menimbulkan masalah neraca pembayaran, inflasi
menyebabkan harga barang impor lebih murah dibandingkan dengan barang produksi dalam negeri.
b. Akibat Buruk pada Individu dan Masyarakat
1. Memperburuk distribusi pendapatan
Dalam masa inflasi nilai harga tetap seperti rumah, tanah dan bangunan akan meningkat pesat, sedangkan bagi masyarakat yang tidak memiliki harta pendapatan riilnya akan semakin merosot.
2. Pendapatan riil merosot bagi penduduk yang berpenghasilan
(54)
barang yang selalu mendahului peningkatan pendapatan masyarakat. (Sukirno, 2002: 307).
2.2.4.4 Teori-Teori Inflasi
Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing -masing menyoroti aspek-aspek tertentu yang mencakup semua aspek penting dari proses inflasi atau kenaikan harga. Teori-teori inflasi antara lain sebagai berikut :
a. Teori Kuantitas
Adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
1. Inflasi hanya bisa. terjadi kalau ada penambahan volume uang
yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau uang giral tidak menjadi soal). Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab musabab awal dari kenaikan harga tersebut.
2. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar
dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga- harga di masa. mendatang.
b. Teori Keynesian
Teori ini menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar atas kemampuan ekonominya. Teori ini juga menyoroti bagaimana perebutan rezeki antar golongan masyarakat akan bisa
(55)
menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia yaitu I > S.
c. Teori Strukturalis
Teori ini disebut juga teori jangka panjang adalah teori yang menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya ketegaran supply bahan makan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab struktural pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat di banding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kalangan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi yang relative berkepanjangan bila pembangunan sektor penghasilan bahan pangan dan industri barang ekspor tidak dibenahi atau ditambah (Putong, 2003 : 261).
2.2.4.5 Cara Mengatasi Inflasi
Inflasi tentunya harus diatasi dan untuk mengatasinya dapat dilakukan pemerintah dengan cara melakukan beberapa kebijakan yang menyangkut bidang moneter, fiskal dan non moneter. Adapun penjelasan kebijakan tersebut akan diuraikan di bawah ini.
a. Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan
(56)
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal. Untuk menjalankan kebijakan ini Bank Indonesia menjalankan beberapa politik/kebijakan yaitu politik diskonto, politik pasar terbuka dan menaikkan cash ratio.
1. Politik Diskonto ditujukan untuk menaikkan tingkat bunga
karena dengan bunga kredit tinggi maka aktivitas ekonomi yang menggunakan dana pinjaman akan tertahan karena modal pinjaman menjadi mahal.
2. Politik Pasar Terbuka dilakukan dengan cara menawarkan
surat berharga ke pasar modal. Dengan cara ini diharapkan masyarakat membeli surat berharga tersebut seperti SBI yang memiliki tingkat bunga tinggi, dan ini merupakan upaya agar uang yang beredar di masyarakat mengalami penurunan jumlahnya.
3. Cash Ratio artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank
Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikkan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang,
(57)
b. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan finansial pemerintah. Bentuk kebijakan ini antara lain:
1. Pengurangan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran
keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan.
2. Menaikkan pajak, akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
c. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan non moneter dapat dilakukan dengan cara menaikkan hasil produksi, kebijakan upah dan pengawasan harga dan distribusi barang.
1. Menaikkan hasil produksi, cara ini cukup efektif mengingat
inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
2. Kebijakan upah, tidak lain merupakan upaya menstabilkan
upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikkan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan
(58)
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
3. Pengawasan harga dan distribusi barang dimaksudkan agar
harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi / HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
2.2.4.6 Hubungan Inflasi Dengan Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya
Inflasi, yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang adalah peristiwa moneter yang penting dan biasa dijumpai di hampir semua negara. Inflasi dapat menimbulkan keresahan bagi industri dan perdagangan. apalagi jika hal itu terjadi secara terus-menerus (berkepanjangan). Kenaikan harga akan menyulitkan jumlah industri yang mempunyai jumlah tenaga kerja yang sedikit dan yang jumlah tenaga kerjanya tetap. Misalnya, sebelum terjadi inflasi, penyerapan tenaga kerja sektor industri dan sektor perdagangan pada Agustus 2007 masing-masing sebesar 8.39 juta orang dan 10.34 juta orang namun pada akhir Agustus 2007 terjadi inflasi maka secara otomatis persentase jumlah industri
(59)
mengalami penurunan sekitar 1 ribu orang. Jadi, dengan analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya . Oleh karena itu inflasi diharapkan agar turun supaya tidak mengurangi jumlah indsutri yang akan mempengaruhi jumlah industri di Surabaya.
2.3. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dari penelitian ini membahas “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya”, dalam pembahasan ini variabel yang mempengaruhi yaitu Tenaga Kerja, Kurs Valas, Investasi ( PMA ), dan Inflasi. Untuk mengetahui keterkaitan hubungan antar variabel maka dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut :
1. Tenaga Kerja ( X1 )
Penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan negara lain. Batas usia yang di anut oleh Indonesia adalah minimum 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja
2. Kurs Valas Asing ( X 2 )
Adalah nilai mata uang asing ( USD ) terhadap mata uang rupiah yang digunakan untuk melakukan transaksi – transaksi atau membiayai transaksi keuangan internasional yang memiliki nilai ukur atau harga konstan sesuai dengan standart dari setiap Negara. Apabila Kurs Valas ($ USD ) meningkat maka akan mempengaruhi nilai rupiah ( Rp ) akan
(60)
turun sehingga Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri akan mengalami peningkatan.
3. Investasi ( X3 )
Investasi yang tertanam pada sektor jumlah industri yang dapat meningkatkan tenaga kerja dan memperluas lapangan kerja
4. Inflasi ( X4 )
Kecenderungan dari harga-harga untuk kenaikan secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga-harga yang lain. Apabila inflasi turun hal ini dapat menyebabkan barang dan jasa meningkat sehingga Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri juga mengalami peningkatan.
Gambar 8 : Kerangka Pikir Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya
Tenaga kerja ( X1)
Jumlah Industri
( Y ) Kurs valas
(X2)
Investasi (X3)
Inflasi (X4) Sumber : Peneliti
(61)
2.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih belum teruji kebenarannya dan masih harus dibuktikan secara empiris berdasarkan fakta-fakta yang ada. Hipotesis akan ditolak jika memang salah atau diterima jika fakta-fakta membenarkan. Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Diduga ada pengaruh antara tenaga kerja,investasi, kurs
valas,inflasi terhadap analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di Surabaya.
2. Diduga investasi mempunyai pengaruh paling dominan terhadap
(62)
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara operasional berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman-pengalaman empiris.
Untuk memperjelas terhadap masing-masing variabel yang diamati, maka pengukuran terhadap variabel-variabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Variabel terikat (Dependent Variable) :
Yang menjadi variabel terikat (Y) adalah jumlah industri analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya.
b. Variabel bebas (Independent variable) terdiri dari : 1. Tenaga Kerja (X1)
Adalah Kemampuan manusia untuk mengeluarkan usaha tiap satuan waktu guna menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain dalam proses produksi. Variabel ini dinyatakan dalam satuan persen (%)
2. Kurs Valas (X2)
Adalah Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang sesuatu negara
(63)
dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain.. Variabel ini dinyatakan dalam satuan dollar atau rupiah ($ / Rp).
3. Investasi (X3)
Adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu kegiatan usaha, karena ini sangat dibutuhkan sebagai faktor penunjang di dalam proses produksi. Variabel ini dinyatakan dalam ($ / Rp).
4. Inflasi (X4)
Adalah kecenderungan dari harga-harga untuk kenaikan secara umum dan terus – menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga-harga yang lain. Variabel ini dinyatakan dalam satuan persen (%)
3.2. Teknik Penentuan Data
Dalam penulisan ini data yang digunakan adalah data berkala (Time Series Data) yaitu data dari tahun ke tahun selama 15 tahun sejak tahun 1994 sampai 2008.
3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari instansi-instansi atau lembaga yang ada hubungannya dalam penelitian ini.
(64)
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari :
a. Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan cabang Surabaya.
b. Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) cabang Surabaya. c. Kantor Bank Indonesia (BI) cabang Surabaya.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data, dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : a. Studi kepustakaan (Library Research)
yaitu teknik pengumpulan data dengan telaah atau studi dari berbagai laporan kegiatan penelitian, buku-buku atau literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
b. Studi lapangan (Field Research)
yaitu suatu pengamatan dan pencatatan sistematis dan teratur di lapangan mengenai obyek yang sedang diteliti untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Studi lapangan dilakukan dengan cara :
1. Dokumentasi, yaitu mencatat dan mengambil data berupa laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dengan menggunakan alat berupa kamera, komputer, dan perekam suara.
(65)
2. Wawancara (interview), yaitu mengadakan wawancara atau tanya jawab lisan secara langsung terhadap permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1. Teknik Analisis
Untuk menganalisis pengaruh yang disebutkan dalam hipotesis diatas maka analisa data ini dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimate) untuk mengetahui koefisiensi pada persamaan tersebut betul-betul linier ( tidak bias ). Model ini menunujukkan hubungan spesifik antara variabel-variabel bebas dan terikat.
Bentuk perumusannya sebagai berikut : Y1 = o + 1X1 + 2X2 + X3 + e
Y2= o+ 1X1+ 2X2+ X3+ e.....(Surhayadi dan Purwanto,2004: 509) Di mana:
Y = Jumlah Industri X1 = Tenaga Kerja
X1 = Tenaga Kerja
X2 = Kurs Valas
X2 = Kurs Valas
X3 = Investasi
(66)
X4 = Inflasi
X4 = Inflasi = Konstanta
1, , = Koefisien Regresi
e = Variabel Pengganggu (residual)
3.5.2. Uji Hipotesis
Untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3, X4,) terhadap
variabel terikat Y maka digunakan : a. Uji F
Uji F dipergunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat dengan menggunakan rumus : F hitung = KT Regresi ...(Soelistyo, 2001 : 325). KT Galat
Keterangan :
KT = Kuadrat Tengah Galat = Error = Residual
Dengan derajat kebebasan sebesar ( k, n – k – 1 ) Keterangan :
n = Jumlah Sampel
(1)
Tabel Pengujian Nilai t
df
t 0,10
t 0,05
T 0,025
t 0,01
t 0,005
df
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.078
1.886
1.638
1.533
1.476
1.440
1.415
1.397
1.383
1.372
1.363
1.356
1.350
1.345
1.341
1.337
1.333
1.330
1.328
1.325
1.323
1.321
1.319
1.318
1.316
6.314
2.920
2.353
2.132
2.015
1.943
1.895
1.860
1.833
1.812
1.796
1.782
1.771
1.761
1.753
1.746
1.740
1.734
1.729
1.725
1.721
1.717
1.714
1.711
1.780
12.706
4.303
3.182
2.376
2.571
2.447
2.365
2.306
2.262
2.228
2.201
2.179
2.160
2.145
2.131
2.120
2.110
2.101
2.093
2.086
2.080
2.074
2.069
2.064
2.060
31.821
6.965
4.541
3.747
3.365
2.343
2.998
2.896
2.821
2.764
2.718
2.681
2.650
2.624
2.602
2.583
2.567
2.552
2.539
2.528
2.518
2.508
2.500
2.492
2.485
63.657
9.925
5.841
4.604
4.032
3.707
3.499
3.355
3.250
3.169
3.106
3.055
3.012
2.977
2.947
2.921
2.898
2.878
2.861
2.845
2.831
2.819
2.807
2.797
2.787
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
21
23
24
25
Sumber : Gujarati, Damodar, 1999, Ekonometrika Dasar, penerbit Erlangga,
Jakarta
(2)
93
TABEL DURBIN-WATSON
Durbin-Watson of Statistik : Significance of
dl
and
du
at 0.05 level significance
n k = 1 k = 2 K = 3 k = 4 k = 5
dL dU dL dU dL dU dL dU dL dU
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 0.879 1.320 0.927 1.324 0.971 1.331 1.010 1.340 1.045 1.350 1.077 1.361 1.060 1.371 1.133 1.381 1.158 1.391 1.180 1.401 1.201 1.411 1.221 1.420 1.239 1.429 1.257 1.437 1.273 1.446 1.288 1.454 1.302 1.461 1.316 1.469 1.328 1.476 1.341 1.483 1.352 1.489 1.363 1.496 1.373 1.502 1.383 1.508 1.393 1.514 1.402 1.519 1.411 1.525 1.419 1.530 1.427 1.535 1.435 1.540 1.442 1.544 1.475 1.566 1.503 1.585 1.528 1.601 1.549 1.616 1.567 1.629 1.583 1.641 1.598 1.652 1.611 1.662 1.624 1.671 1.635 1.679 1.645 1.679 1.654 1.694
0.697 1.641 0.658 1.604 0.812 1.579 0.861 1.562 0.905 1.551 0.943 1.543 0.982 1.539 1.015 1.536 1.046 1.535 0.074 1.535 1.100 1.537 1.125 1.538 1.147 1.541 1.168 1.543 1.188 1.545 1.206 1.550 1.224 1.553 1.240 1.558 1.255 1.560 1.270 1.563 1.284 1.567 1.297 1.570 1.309 1.574 1.321 1.577 1.333 1.580 1.343 1.584 1.354 1.587 1.364 1.590 1.373 1.594 1.382 1.597 1.391 1.600 1.430 1.615 1.462 1.628 1.490 1.641 1.514 1.652 1.536 1.662 1.554 1.672 1.571 1.680 1.586 1.688 1.600 1.696 1.612 1.703 1.612 1.703 1.634 1.715
0.525 2.016 0.595 1.928 0.658 1.864 0.715 1.816 0.767 1.779 0.814 1.750 0.857 1.726 0.897 1.710 0.933 1.696 0.967 1.685 0.908 1.676 1.026 1.669 1.053 1.664 1.076 1.660 1.101 1.656 1.123 1.654 1.143 1.652 1.162 1.651 1.181 1.650 1.198 1.650 1.214 1.650 1.229 1.650 1.244 1.650 1.258 1.651 1.271 1.652 1.283 1.653 1.295 1.654 1.307 1.655 1.318 1.656 1.328 1.658 1.338 1.659 1.383 1.666 1.421 1.674 1.452 1.681 1.480 1.689 1.503 1.696 1.525 1.703 1.543 1.709 1.560 1.715 1.575 1.721 1.589 1.726 1.589 1.726 1.613 1.736
0.376 2.414 0.444 2.253 0.512 2.177 0.574 2.094 0.632 2.030
0.688 1.977
0.734 1.935 0.778 1.900 0.820 1.873 0.859 1.848 0.894 1.828 0.927 1.812 0.958 1.797 0.989 1.785 1.013 1.775 1.036 1.767 1.062 1.759 1.084 1.753 1.104 1.747 1.124 1.743 1.143 1.739 1.160 1.735 1.177 1.732 1.193 1.730 1.208 1.728 1.222 1.726 1.236 1.724 1.249 1.723 1.261 1.722 1.273 1.722 1.285 1.721 1.338 1.720 1.378 1.721 1.414 1.724 1.444 1.724 1.471 1.731 1.494 1.735 1.515 1.739 1.534 1.743 1.550 1.747 1.568 1.751 1.588 1.751 1.592 1.758
0.243 2.822 0.316 2.545 0.379 2.506 0.445 2.380 0.505 2.298 0.562 2.220 0.615 2.157 0.664 2.104 0.710 2.060 0.752 2.023 0.792 1.901 0.829 1.964 0.863 1.940 0.895 1.920 0.925 1.902 0.952 1.886 0.979 1.873 1.004 1.861 1.028 1.850 1.050 1.841 1.071 1.833 1.090 1.825 1.109 1.819 1.127 1.813 1.144 1.808 1.160 1.803 1.175 1.799 1.190 1.795 1.204 1,792 1.218 1.789 1.230 1.786 1.287 1.776 1.335 1.771 1.374 1.768 1.408 1.767 1.438 1.767 1.464 1.768 1.487 1.770 1.507 1.772 1.525 1.774 1.542 1.776 1.542 1.776 1.571 1.780
(3)
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Dengan Program
SPSS 13.0 (Statistical Program for Social Science)
Descriptive Statistics
6730.8667 3712.69201 15 191356.6 74142.77429 15 7707.0667 3310.30284 15 152515.6 153339.06685 15 14.0027 22.69732 15 y1=jumlah industri
x1=tenaga kerja x2=kurs valas x3=pma x4=inflasi
Mean Std. Deviation N
Variables Entered/Removedb
x4=inflasi, x2=kurs valas, x1=tenaga kerja,
x3=pmaa
. Enter
Model 1
Variables Entered
Variables
Removed Method
All requested variables entered. a.
Dependent Variable: y1=jumlah industri b.
Model Summaryb
.860a .739 .635 2242.52606 1.173
Model 1
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson Predictors: (Constant), x4=inflasi, x2=kurs valas, x1=tenaga kerja, x3=pma
a.
Dependent Variable: y1=jumlah industri b.
ANOVAb
142687916 4 35671979.09 7.093 .006a
50289231.4 10 5028923.138
192977148 14
Regression Residual Total Model 1
Sum of
(4)
95
Coefficientsa
2472.526 3462.864 .714 .492
.045 .009 .901 4.881 .001 .839 .765 1.307
-.140 .233 -.125 -.602 .560 -.187 .604 1.656
.007 .006 .307 1.332 .212 .388 .489 2.044
36.877 26.598 .225 1.386 .196 .402 .986 1.015
(Constant) x1=tenaga kerja x2=kurs valas x3=pma x4=inflasi Model
1
B Std. Error Unstandardized
Coefficients
Beta Standardized
Coefficients
t Sig. Partial
Correlations
Tolerance VIF Collinearity Statistics
Dependent Variable: y1=jumlah industri a.
Correlations
1.000 .475 -.532* .136 .036
. .074 .041 .630 .899
15 15 15 15 15
.475 1.000 -.414 -.029 .093
.074 . .125 .919 .742
15 15 15 15 15
-.532* -.414 1.000 -.039 .007
.041 .125 . .889 .980
15 15 15 15 15
.136 -.029 -.039 1.000 .104
.630 .919 .889 . .713
15 15 15 15 15
.036 .093 .007 .104 1.000
.899 .742 .980 .713 .
15 15 15 15 15
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
x1=tenaga kerja
x2=kurs valas
x3=pma
x4=inflasi
Unstandardized Residual Spearman's rho
x1=tenaga
kerja x2=kurs valas x3=pma x4=inflasi
Unstandardiz ed Residual
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.
(5)
Anonim, 2005. Rencana Stratetik Departemen Perdagangan,
Jakarta,Departemen Perdagangan kota Jakarta.
---, 2008. Surabaya dalam angka, Surabaya, Badan Pusat Statistik kota
Surabaya.
Algifari, 2000. Analisis Regresi Teori Kasus dan Solusi, Penerbit BPFE UGM,
Yogyakarta.
Arsyad, Lincolin, 1992. Ekonomi Pembangunan, Edisi Kedua, Penerbit BP STIE
YKPN, Yogyakarta.
Boediono, 2001. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit BPFE UGM,
Yogyakarta.
Dumairy, Horne, 1997. Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Gujarati, Damodar, 1997, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta.
---, 1999, Ekonometrika Dasar, Edisi Pertama, Cetakan
Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Jhingan, M, L, 1991. Ekonomi Perencanaan dan Pembangunan, Penerbit CV.
Rajawali, Jakarta.
Landiyanto, Erlangga Agustino, 2008, Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur
(Tinjauan Empiris di Kota Surabaya), Fakultas Ekonomi Universitas
Airlangga, Surabaya.
Kuncoro, Mudrajat, 2006. Ekonomika Pembangunan Teori, Masalah dan
Kebijakan, Edisi Keempat, Cetakan Pertama, Penerbit UPP STIM YKPN,
Yogyakarta.
Mashudi, Djohan, 2002. Pengaruh Modal, Pendidikan dan Tenaga Kerja
Terhadap Pendapatan Pengusaha Sepatu Sandal Kulit di Lingkungan
Industri Kecil Kabupaten Magetan, Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi Vol 1
no 1.
(6)