PENGGUNAAN MEDIA COMPUTERISED PICTOGRAPH (COMPIC) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANAK DOWN SYNDROME NONVERBAL.

(1)

PENGGUNAAN MEDIA COMPUTERISED PICTOGRAPH

(COMPIC) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI ANAK DOWN SYNDROME NONVERBAL

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus

Oleh:

P o n i j a

1204711

PRODI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

Penggunaan Media Computerised Pictograph (Compic) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Down Syndrome Nonverbal

Oleh Ponija

S.Pd Uninus Bandung, 2002

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Prodi Pendidikan Kebutuhan Khusus

© Ponija 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing

Juang Sunanto, Ph.D NIP.19610515 198703 1 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

Dr. Djadja Rahardja, M.Ed NIP.19590414 198503 1 005


(4)

ABSTRAK

PENGGUNAAN MEDIA COMPUTERISED PICTOGRAPH (COMPIC) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

ANAK DOWN SYNDROME NONVERBAL

Ponija/NIM 1204711/Prodi Pendidikan Kebutuhan Khusus/SPs UPI

Dalam memahami anak down syndrome tidak terlepas dari pemahaman anak tunagrahita. Dampak dari faktor kecerdasan yang dimiliki anak down syndrome akan mempengaruhi perkembangan bahasa dan komunikasinya. Berdasarkan pengalaman dilapangan tidak semua anak down syndrome mampu melakukan komunikasi secara verbal sehingga mereka akan mengalami kesulitan dalam mengikuti intruksi dan mengekspresikan kebutuhan mereka secara verbal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan media compic dalam meningkatkan kemampuan komunikasi anak down syndrome nonverbal khususnya dalam menyatakan keinginan atau mengajukan permintaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode eksperimen dengan kasus tunggal atau Single Subject Research (SSR) dengan desain penelitian A-B-A. Dalam penelitian ini subjek penelitian berjumlah 3 anak down

syndrome nonverbal dengan jenis kelamin laki-laki usia antara 8-10 tahun. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek menunjukkan peningkatkan kemampuan komunikasi dalam hal menyatakan keinginan atau permintaan. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada kondisi baseline pertama ke kondisi intervensi dimana ketiga subjek menunjukkan perubahan kecenderungan arah dari mendatar ke arah naik dan tingkat stabilitas data dari tidak stabil menjadi stabil serta mean level frekuensi yang meningkat antara 2 – 3. Perubahan juga dapat dilihat setelah intervensi dihentikan yaitu pada kondisi baseline kedua walaupun menunjukkan kecenderungan arah yang menurun dan mendatar namun mean level frekuensi yang terjadi lebih tinggi dibandingkan pada kondisi baseline pertama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media compic efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi anak down syndrome nonverbal yang dalam hal ini komunikasi dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan rekomendasi bagi guru dan orangtua dalam pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus terlebih bagi anak down syndrome yang kemampuan bahasanya belum maksimal atau nonverbal. Dengan menggunakan media compic diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi secara efektif dan maksimal bagi anak berkebutuhan khusus terlebih bagi anak down syndrome yang nonverbal.


(5)

ABSTRACT

THE USE OF COMPUTERISED PICTOGRAPH (COMPIC) AS MEDIA TO IMPROVE THE COMMUNICATION SKILLS OF CHILDREN WITH

NONVERBAL DOWN SYNDROME

Ponija/Student ID: 1204711/Special Needs Education Program/School of Postgraduate Studies Indonesia University of Education

Understanding children with Down syndrome is inseparable from understanding intellectually disabled children. The intelligence of children with Down syndrome will impact on their language and communication development. Based on research in the field, not all children with Down syndrome are able to communicate verbally, so that they will experience difficulties in following instructions and expressing their needs verbally. The aim of this research is to find the effectiveness of compic media in improving the communication skills of children with nonverbal Down syndrome, especially in expressing their wishes or requesting for something. The method employed was experimental using single subject research with a design of A-B-A. In this research, there were three boys with nonverbal Down syndrome as the subjects, aged between 8 and 10 years old. The results of the research showed that the three subjects demonstrated improvement in their communication abilities, specifically in expressing their wishes or requests. The improvement was observable from the first baseline condition to the intervention period, where the three subjects showed a change in their tendency from being static to rising, and data stability moved from being unstable to stable, while the mean level frequency also increased between 2 and 3. The changes were also observable after intervention was stopped, namely on the second baseline condition, even though there was a tendency of declining and being static, the mean level frequency was higher compared to the first baseline condition. Therefore, it can be concluded that the use of compic media was effective in improving the communication skills of children with nonverbal Down syndrome, where in this respect communication was focused on expressingwishes or requests to others. From these results, it is expected that teachers and parents can use the media in the teaching and learning for children with special needs, ultimately children with Down syndrome whose language abilities are not optimal or nonverbal. The use of compic media is also expected to effectively and optimally improve the communication skills of children with special needs, more specifically those with nonverbal Down syndrome.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latarbelakang Masalah ... B. Identifikasi Masalah ... C. Batasan Masalah ... D. Rumusan Masalah ... E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 1 7 7 8 9 BAB II KOMUNIKASI ANAK DOWN SYNDROME NONVERBAL DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTERISED PICTHOGRAPH (COMPIC) ... 10

A. Konsep Dasar Anak Down Syndrome ... B. Konsep Dasar Komunikasi ... C. Konsep Dasar Compic ... D. Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran ... 10 12 15 18 BAB III METODE PENELITIAN ... 20

A. Desain Penelitian ... B. Definisi Operasional Variabel ... C. Prosedur Penelitian ...

20 21 22


(7)

D. Subjek Penelitian ... E. Instrumen Penelitian ... F. Teknik Pengumpulan Data ... G. Teknik Analisis Data ...

24 26 27 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Hasil Penelitian ... 1. Subjek 1 ... 2. Subjek 2 ... 3. Subjek 3 ... B. Pembahasan ...

31 32 38 43 48

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 51

A. Kesimpulan ... B. Rekomendasi ...

51 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 55


(8)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1. Kemampuan komunikasi (menyatakan keinginan) Subjek 1 G ... 32

4.2. Skor frekuensi kemampuan komunikasi subjek 1 G ... 37

4.3. Kemampuan Komunikasi (menyatakan keinginan) Subjek 1 D ... 38

4.4. Skor frekuensi kemampuan komunikasi subjek 1 D ... 43

4.5. Kemampuan Komunikasi (menyatakan keinginan) Subjek 1 Z ... 43


(9)

DAFTAR GAMBAR

Grafik Halaman 3.1. Desain Penelitian A-B-A ... 32


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Analisis Data ... 55

2. Hasil Observasi ... 66

3. Hasil Wawancara... 69

4. Media Compic ... 75

5. Catatan Lembar Instrumen ... 77

6. Foto Kegiatan Penelitian ... 107

7. SK Pembimbing Tesis ... 108

8. Surat Pengantar Penelitian ... 110


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Cangara (2011:2), bahwa “hal yang mendorong manusia ingin berkomunikasi dengan manusia lainnya karena adanya dua kebutuhan yaitu kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya”.

Dalam melakukan interaksi dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya maka diperlukan komunikasi. Menurut Shannon dan Weaver dalam Cangara (2011:20),

Komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.

Dalam kehidupan sehari-hari salah satu bentuk media komunikasi yang banyak digunakan adalah bahasa. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi dengan orang lain dapat dilakukan dengan berbagai macam seperti bahasa lisan, tertulis, symbol, gambar dan isyarat. Komunikasi yang sering dan banyak digunakan adalah melalui bahasa lisan yaitu berbicara. Sunardi dan Sunaryo (2007:177), berpendapat bahwa “bahasa merupakan saran komunikasi utama dalam pergaulan kehidupan manusia, sehingga fungsi bahasa yang paling mendasar adalah untuk komunikasi yaitu sebagai media utama dalam menjalin relasi dan interaksi dengan lingkungan”.

Dalam proses komunikasi anak dapat belajar dan semakin bertambah pengetahuannya serta dapat menyampaikan ide, keinginan dan memahami keinginan orang lain. Menurut Yuwono (2009:59), manfaat dalam berkomunikasi adalah: “anak dapat memahami dan menyampaikan informasi, meminta yang disukai, menyampaikan pikiran/mengekspresikan keinginannya


(12)

2

untuk memenuhi kebutuhannya”. Seseorang sebelum berkomunikasi dengan bahasa ekspresif dalam hal ini bicara maka diperlukan beberapa aspek yang harus dipahami yaitu arti kata, penggunaan bahasa (kata), dan aspek sintaksis yaitu membangun kalimat dengan baik. Dengan memahami ketiga aspek tersebut maka seseorang akan dengan mudah melakukan komunikasi dengan berbicara atau bahasa lisan.

Bagi anak yang dilahirkan dengan perkembangan normal tidak ada masalah dalam perkembangan bahasa dan akan mudah belajar berkomunikasi dengan lingkungan sekitar sesuai dengan usia perkembangannya. Ketrampilan berbahasa anak-anak, menurut Alimin (2004:175), dapat diperoleh dengan mudah yaitu:

Anak dapat belajar bahasa apa saja yang mereka dengar setiap hari dengan cepat dan dapat menguasai aturan dasar bahasa kurang lebih pada usia 4 tahun. Bahasa apapun memiliki kalimat yang tidak terbatas dan kalimat-kalimat dari bahasa yang mereka dengar dan mereka ucapkan belum pernah mereka dengar sebelumnya.

Lain halnya dengan anak down syndrome yang dalam perkembangannya salah satunya mengalami hambatan dalam perkembangan kecerdasan atau kognitif. Menurut Nevid (2005:150), “down syndrome adalah kondisi yang

disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta abnormal fisik yang beragam”. Anak dengan down syndrome rata-rata mengalami hambatan dalam kecerdasan yang sebagian besar termasuk pada anak tunagrahita sedang dan juga disertai gangguan fisik lainnya serta emosi. Hal tersebut ditegaskan oleh Nevid (2005:150), bahwa:

Hampir semua anak ini mengalami retardasi metal dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik, seperti gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernapasan dan mereka cenderung kehilangan ingatan serta emosi yang kekanak-kanakan yang menandai senilitas.

Dampak dari faktor kecerdasan yang dimiliki anak dengan down

syndrome akan mempengaruhi perkembangan lainnya dan salah satunya


(13)

3

mengikuti intruksi dan mengekspresikan kebutuhan mereka secara verbal. Efendi (2005:99), berpendapat bahwa:

Kecerdasan sebagai salah satu potensi yang dimiliki oleh setiap individu ternyata mempunyai nilai strategis dalam memberikan sumbangan untuk meningkatkan perolehan bahasa dan kecakapan bicara, disamping pengaruh eksternal yang lain seperti latihan, pendidikan dan stimulasi lingkungan.

Hal tersebut di atas juga ditegaskan oleh penelitian Rochyadi dalam Somantri (2005:115), keterkaitan antara dengan kecerdasan dengan penguasaan bahasa bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi dalam kemampuan berbahasa khususnya kemampuan menyusun sintaksis dan penguasaan perbendaharaan katanya.

Dalam memahami anak down syndrome tidak terlepas dari pemahaman konsep tentang anak tunagrahita karena sebagian besar anak down syndrome termasuk anak tunagrahita. Sehingga kemampuan berbahasanya mengalami gangguan, seperti hasil penelitian Ingall dalam Rocyadi (2005:23), yang menunjukkan bahwa:

(1) memperoleh ketrampilan berbahasa pada dasarnya sama seperti anak normal, (2) Kecepatan dalam memperoleh ketrampilan berbahasa jauh lebih rendah daripada anak normal, (3) Kebanyakan tidak dapat mencapai ketrampilan bahasa yang sempurna, (4) Perkembangan bahasanya sangat lambat dibandingkan dengan anak normal sekalipun memiliki MA yang sama, (5) Mengalami kesulitan tertentu dalam menguasai gramatikal, (6) Bahasanya bersifat konkrit, (7) Tidak dapat menggunakan kalimat majemuk dan banyak menggunakan kalimat tunggal.

Dalam mengembangkan kemampuan bahasa dan bicara anak normal tidak banyak mengalami hambatan, berbeda halnya dengan anak down

syndrome dikarenakan faktor intelegensi yang rendah akan mempengaruhi

terhadap stimulasi verbal dan nonverbal dalam unsur bahasa serta kemampuan bicara dari anak itu. Anak down syndrome dengan taraf intelegensi yang dimilikinya maka akan mempengaruhi kemampuan komunikasi dengan orang lain. Hal tersebut dijelaskan oleh Lewis (2003:231), bahwa anak down


(14)

4

bahasa dibandingkan dengan tipe perkembangan lain walaupun kosa katanya bertambah. Dalam meningkatkan kemampuan komunikasinya, berdasarkan penelitian Anggraeni dan Baihaqi (2004:130), pembelajaran anak down

syndrome sejak dini sangat dibutuhkan mengingat kecerdasan dan kemampuan

bahasanya jauh di bawah rata-rata.

Selain faktor kecerdasan yang dimiliki oleh anak untuk meningkatkan pemahaman dalam berbahasa maka diperlukan media yang konkrit dan pembelajaran yang bertahap dan menyenangkan. Berdasarkan penelititan Anggraeni dan Baihaqi (2004:131) mengingat down syndrome termasuk tunagrahita maka dalam memahami pelajaran diperlukan media dan disajikan lebih menarik serta konkrit. Dalam rangka meningkatkan kosa kata dan kemampuan komunikasi anak down syndrome berberapa media yang sering dipakai adalah Pecture Exchange Communication System (PECS), kartu bergambar, dan Computerised Pictograph (Compic).

Penelitian Foreman dan Crews (1998;21), dalam komunikasi augmentatif pada anak down syndrome yang mengalami kesulitan pada area visual dan perseptual dengan menggunakan Makaton (sistem penandaan), sistem gambar komputerisasi dan Compic menunjukkan adanya peningkatan dalam memahami instruksi bahasa secara verbal atau dengan simbol dan memahami suatu tugas sehingga komunikasinya semakin meningkat.

Dalam kegiatan belajar dan bermain di SLB Negeri Binjai peneliti melihat bagaimana kemampuan komunikasi anak down syndrome masih sangat terbatas terutama yang kemampuan bahasa verbalnya belum keluar. Sebagian dari anak tersebut berkomunikasi dengan menunjuk ke benda yang diinginkan atau mengisyaratkan aktivitas yang ingin dilakukan. Dampak dari komunikasi yang dimiliki anak down syndrome tersebut akan menimbulkan masalah pada anak itu sendiri dan orang lain yang diajak berkomunikasi karena kurang menangkap apa yang disampaikan anak tersebut. Disamping itu akan mempengaruhi perkembangan emosi dan perilakunya karena tidak mampu dalam mengungkapkan keinginannya kepada orang lain. Anak tersebut sering menjadi marah atau mengamuk karena apa yang menjadi


(15)

5

keinginannya tidak terpenuhi dan orangtua mengalami kebingungan dalam menghadapinya.

Dari masalah yang dihadapi anak down syndrome tersebut dengan menggunakan media Computerised Pictograph (Compic) maka diharapkan akan lebih meningkatkan perbendaharaan kata anak down syndrome yang dengan demikian kemampuan komunikasinya pun akan semakin berkembang. Berdasarkan penelitian Anggraeni dan Baihaqi (2004:138), pembelajaran dalam pemahaman kosa kata anak down syndrome sejak dini dengan media

Compic lebih cepat dicapai dan komunikasi yang terjalin lebih komunikatif

antara anak dengan guru atau orang lain.

Compic merupakan kumpulan gambar yang dicetak melalui komputer,

dari gambar-gambar tersebut mengandung 1 makna kata yang dapat mewakili bermacam-macam benda. Menurut Soetardjo (2001:5), COMputerised

PICtograph (Compic) didefinisikan sebagai berikut :

Bagian dari suatu sistem komunikasi yang diperluas, yang terdiri dari perbendaharaan sekitar 1800 buah gambar hasil kreasi dengan komputer; masing-masing memiliki asosiasi dengan sebuah kata atau frase. Ini setingkat lebih tinggi dari gambar biasa, yang hanya mewakili sebuah / hanya salah satu anggota dari suatu kelompok. Simbol compic mewakili tingkat selanjutnya dalam pengertian abstrak.

Dalam kegiatan sehari-hari pada akhirnya Compic digunakan untuk menunjukkan suatu benda, menunjukkan keadaan atau situasi, menunjukkan keinginan, mengemukakan suatu pilihan, mengemukakan perasaan, menceritakan sesuatu, membuat jadwal kegiatan dan membuat lembar latihan. Dalam penelitian Foreman dan Crews (1998:18), komunikasi augmentatif dengan media Makaton, sistem gambar komputerisasi dan Compic yang digunakan anak down syndrome menunjukkan peningkatan dalam menanggapi rangsangan yang bersifat abstrak dan menyatakan dalam komunikasi. Program yang diberikan meliputi kata benda, kata kerja, dan kata sifat dalam bentuk jadwal dalam papan komunikasi, cerita dan permainan. Oleh sebab itu dengan penggunaan simbol sebagai alat bantu komunikasi menjadikan anak down syndrome dapat berkomunikasi lebih efektif.


(16)

6

Dalam mengenalkan anak dengan masalah perkembangan bahasa dengan menggunakan Compic dilaksanakan secara terstruktur dan sistematis yang pada akhir anak tersebut mampu memanfaatkan Compic untuk berkomunikasi dengan orang lain. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Zafar (199:4), bahwa:

Compic digunakan oleh anak-anak dan orang dewasa yang mengalami gangguan berbicara, mengalami gangguan pendengaran, kesulitan belajar dan kesulitan memahami sesuatu. Selain untuk anak-anak dan orang dewasa yang mengalami kesulitan berkomunikasi, gambar compic juga dipakai oleh anak sekolah TK dalam memperkenalkan perbendaharan kata dan anak SD untuk permulaan membaca.

Compic dapat digunakan pada anak dengan gangguan lainnya seperti

autis dalam meningkatkan kemampuan komunikasinya. Hal didukung oleh penelitian Lenawaty (2009:17), penerapan Compic pada anak autis nonverbal yang menunjukkan bahwa dengan penggunaan media Compic dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan spontanitas yang muncul dalam menyatakan keinginan atau kebutuhannya.

Oleh sebab itu pengggunaan Compic dipandang dapat membantu anak

down syndrome yang nonverbal untuk meningkatkan kemampuan

komunikasinya dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain dan orang lain dapat memahami makna simbol dari Compic tersebut. Dengan demikian kemampuan komunikasi anak down syndrome nonverbal semakin meningkat.

Melihat permasalahan tersebut maka peneliti ingin mencoba meneliti penggunaan Compic dalam meningkatkan kemampuan komunikasi anak down

syndrome nonverbal.

B. Identifikasi Masalah

Dalam memahami anak down syndrome tidak terlepas dari pemahaman konsep anak tunagrahita karena sebagian besar mereka memiliki tingkat kecerdasan yang berada dibawah rata-rata. Dampak dari kecerdasan yang dimiliki anak down syndrome sangat kompleks.


(17)

7

Menurut Alimin (2004:174), dari kemampuan kecerdasan yang dimilikinya, anak down syndrome akan mengalami hambatan dalam: (1) belajar yang berhubungan dengan aspek kognitif, (2) perkembangan bahasa dan bicara, (3) hambatan yang berhubungan dengan motivasi, (4) hambatan dalam belajar ketrampilan hidup.

Hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara anak down syndrome dapat disebabkan oleh faktor dari dalam diri anak dan faktor dari luar. Faktor dari dalam misalnya kemampuan kecerdasan yang dimilikinya yang rendah karena antara kecerdasan berhubungan dengan tingkat kemampuan bahasa. Sedangkan faktor yang muncul dari luar misalnya metode pembelajaran yang diterapkan, media yang dalam pembelajaran, dan stimulus yang diberikan. Faktor-faktor tersebut berdampak terhadap perbendaharaan kata yang dimilikinya dan membangun tata bahasa yang terbatas sehingga akan mempengaruhi dalam kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Dari hambatan yang dialami tersebut, dalam berkomunikasi anak down

syndrome sering menggunakan isyarat atau menunjuk benda / aktivitas yang

diinginkan dan dalam mengucapkan nama benda atau aktivitas yang diinginkan kurang sempurna. Akibatnya komunikasi anak down syndrome khususnya yang nonverbal menjadi terbatas dan orang lain mengalami kesulitan dalam memahami komunikasi yang dilakukan.

C. Batasan Masalah

Down syndrome secara psikologis termasuk tunagrahita, berkaitan

dengan tingkat kecerdasan yang dimilikinya, maka down syndrome dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu ringan, sedang dan berat.

Dampak dari kecerdasan yang dimiliki, salah satunya akan mempengaruhi dalam perkembangan bahasa dan bicara. Dari perkembangan bahasa dan bicaranya anak dengan down syndrome, dapat dikelompokan menjadi down syndrome yang mampu berbicara secara verbal dengan kata atau kalimat, down syndrome yang nonverbal atau tidak mampu bicara dan


(18)

8

down syndrome yang majemuk yaitu disertai gangguan lainnya seperti

gangguan pendengaran.

Dalam berkomunikasi tidak dapat dipisahkan dari unsur kemampuan berbahasa. Bahasa dalam berkomunikasi dapat dibagi menjadi dua yaitu bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bahasa reseptif merupakan kemampuan dalam mendengar dan memahami bahasa. Bahasa ekspresif merupakan kemampuan menggunakan bahasa baik melalui kata-kata, tulisan, simbol, dan isyarat atau gesture.

Komunikasi bahasa ekspresif dengan simbol dapat dilakukan dengan berbagai media misalnya kartu gambar, PECS, dan Compic. Dengan prosedur yang tepat dan benar dengan salah satu media tersebut diharapkan akan terjadi komunikasi dua arah yang saling dipahami.

Agar penelitian yang dilakukan tidak meluas, maka peneliti membatasi masalah yang diteliti yaitu: kemampuan komunikasi bahasa ekspresif anak

down syndrome khususnya yang nonverbal dalam menyatakan keinginan atau

permintaan kepada orang lain dengan menggunakan media Compic. Prosedur yang dilakukan yaitu anak menukarkan gambar compic yang ada kepada orang lain terhadap sesuatu yang diinginkan sehingga orang tersebut memberikan apa yang diinginkan oleh anak.

D. Rumusan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada pengggunaan media Compic. Dengan

demikian yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana efektivitas penggunaan media Compic dalam meningkatkan

kemampuan komunikasi anak down syndrome nonverbal?”. E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan media compic dalam meningkatkan kemampuan komunikasi anak down syndrome nonverbal.


(19)

9

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dengan media compic ini diharapkan dapat memberi alternatif komunikasi bagi anak down syndrome nonverbal yang efektif sehingga dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi khususnya dalam perkembangan bahasa dan komunikasinya.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah maka penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan kasus tunggal atau Single Subject Research (SSR). Metode penelitian eksperimen yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi tertentu terhadap perlakuan yang sudah diberikan yaitu kemampuan komunikasi dalam hal menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain anak down syndrome nonverbal dengan diberikan intervensi menggunakan compic.

Desain eksperimen kasus tunggal baik dengan sampel tunggal maupun kelompok, untuk kasus tertentu dianggap paling tepat untuk meneliti manusia, terutama apabila perilaku yang diamati tidak mungkin diambil rata-ratanya. Dalam beberapa kasus, rata-rata kelompok tidak mencerminkan keadaan perilaku kelompok itu. Pada penelitian dengan Single Subject Research ini peneliti mengamati 3 subjek dengan kategori yang sama dan variabel yang sama.

A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah desain A-B-A. Prosedur dalam desain ini meliputi pengukuran target behavior pada kondisi baseline awal (A1) kemudian diberikan intervensi (B) dan selanjutkan dilakukan pengukuran baseline ke dua setelah diberikan intervensi (A2) dengan prosedur seperti pada baseline awal.

Gambar 3.1.

Desain Penelitian A – B – A

X

І

X

Ї

X

Ј

X

Љ

X

Њ

...

O

І

O

Ї

O

Ј

O

Љ

O

Њ

O

І

O

Ї

O

Ј

O

Љ

O

Њ

... O

І

O

Ї

O

Ј

O

Љ

O

Њ

Baselin1 (A1) Intervensi (B) Baseline (A2)


(21)

21

B. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (target perilaku / behavior target).

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Pelatihan penggunaan media compic merupakan variabel bebas atau penyebab yang mempengaruhi kemampuan komunikasi. Media compic merupakan gambar komputer yang tidak berwarna, satu gambar dapat mewakili beberapa jenis dari benda tersebut dan bersifat umum serta dituliskan kata dibawahnya sehingga orang lain memahami arti dari gambar compic tersebut.

Penggunaan compic untuk membantu dalam komunikasi melalui berbagai tahapan yang harus dikuasai oleh calon penggunanya. Adapun tahapan-tahapan yang harus dikuasai oleh calon pengguna compic adalah :

 Dapat mengenali suatu benda

 Dapat mencocokan benda dengan benda

 Dapat mencocokan benda dengan foto

 Dapat mencocokan benda dengan gambar

 Dapat mencocokan benda dengan compic

 Dapat mencocokan gambar dengan compic

 Siap untuk memakai compic

Media compic yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi anak down syndrome nonverbal berdasarkan hasil observasi kemampuan bahasa anak dan wawancara terhadap orangtua dan guru tentang kemampuan bahasa yang dikuasai oleh anak yang dilakukan sebelum intervensi diberikan. Kosa kata media compic terdiri dari kata kerja dan kata benda yang sudah dikuasai atau dipahami oleh anak.


(22)

22

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Yang menjadi perilaku sasaran atau

target behavior dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi anak down syndrome nonverbal dengan orang lain. Definisi dari target behavior

atau perilaku sasaran ini adalah kemampuan komunikasi dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain sehingga terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain dengan melalui media compic. Prosedur yang dilakukan yaitu anak menukarkan gambar compic yang ada kepada orang lain terhadap sesuatu yang diinginkan sehingga orang tersebut memberikan apa yang diinginkan oleh anak.

Dalam penelitian ini yang menjadi satuan ukuran dari target perilaku adalah frekuensi. Frekuensi yang dimaksud adalah berapa kali target

behavior muncul pada periode tertentu dalam setiap sesi.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur pengambilan data dalam penelitian ini sesuai dengan desain yang digunakan yaitu meliputi pengambilan data awal atau baseline (A1), intervensi (B), dan data akhir baselie (A2).

1. Baseline (A1)

Baseline merupakan kondisi awal kemampuan berkomunikasi yang dimiliki subjek dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain sebelum diberikan intervensi dengan media compic. Dalam pengambilan data baseline, hal yang perlu dicatat dan direkam yaitu frekuensi subjek melakukan komunikasi selama periode sesi baseline dilakukan. Data yang mucul pada setiap sesi dicatat pada format instrumen yang sudah disiapkan

Prosedur pengambilan data dalam sesi baseline direncanakan selama 5 sesi atau sampai diperoleh data yang stabil yang selanjutkan dapat diberikan intervensi. Baseline awal dilaksanakan pada jam belajar di


(23)

23

sekolah pada pukul 08.45 – 09.00 wib setiap hari dengan lama setiap sesi 15 menit.

Dalam memudahkan pengambilan data maka ruangan perlu di setting menjadi setengah lingkaran dan data dicatat melalui format yang disediakan dengan menghitung berapa kali subjek melakukan komunikasi selama sesi baseline. Untuk keakuratan data dilakukan oleh 3 orang yaitu guru kelas, peneliti, dan orang yang sudah dikenal oleh subjek serta melihat kembali hasil rekaman selama sesi baseline tersebut.

2. Intervensi (B)

Intervensi dilakukan selama sesi setelah baseline. Sebelum intervensi dilakukan terlebih dulu peneliti menentukan perbendaharaan kata yang akan diberikan dan yang sudah dikuasai oleh subjek melalui wawancara terhadap guru dan orangtuanya serta dengan melakukan observasi terhadap subjek. Dari perbendaharaan kata yang sudah dikuasai oleh subjek selanjutnya disesuaikan dengan compic yang yang ada. Sebelum compic diberikan dalam intervensi komunikasi terlebh dulu subjek dikenalkan dengan beberapa tahapan diantaranya mencocokan benda atau kata kerja dengan gambar, mencocokan benda atau gambar dengan compic dan menggunakan compic dalam komunikasi.

Prosedur dalam pengambilan data pada sesi intervensi direncanakan selama 10 sesi yang dilaksanakan pada jam belajar di sekolah pada pukul 08.45 – 09.00 wib setiap hari dengan lama setiap sesi 15 menit. Pada tahap intervensi ini peneliti bertugas sebagai promter serta observer. Pencatatan data dilakukan dengan mengisi format pencatat data selama sesi intervensi berapa kali subjek melakukan komunikasi dengan media compic atau dengan melihat hasil rekaman yang ada.

Prosedur dalam tahapan intervensi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Mendampingi ke tiga subjek pada saat pengambilan data setiap sesi dengan duduk di dekatnya berperan sebagai promter.


(24)

24

b. Media compic yang digunakan disiapkan di depan subjek dalam folder atau terpisah dan benda yang ada dalam compic disiapkan oleh guru. Media compic yang digunakan dalam ukuran 4 x 6 cm.

c. Melatih subjek untuk mengambil compic dan memberikan kepada guru pada saat menginginkan sesuatu benda atau aktivitas yang diinginkan. Pada saat subjek memberikan compic maka guru memberikan benda yang diinginkan atau aktivitas yang ingin dilakukan.

d. Bantuan secara bertahap dikurangi dalam sesi intervensi sehingga subjek mampu memahami komunikasi yang dilakukan dengan compic tersebut.

3. Baseline (A2)

Prosedur pengambilan data dalam sesi baseline kedua (A2) pada dasarnya sama pada baseline awal. Pada baselne kedua direncanakan selama 5 sesi untuk memperoleh data perubahan dari target behavior setelah diberikan intervensi. Baseline kedua dilaksanakan pada jam belajar di sekolah pada pukul 08.45 – 09.00 wib setiap hari dengan lama setiap sesi 15 menit.

Dalam baseline ke dua setting ruangan tetap menjadi setengah lingkaran dan data dicatat melalui format yang disediakan dengan menghitung berapa kali subjek melakukan komunikasi selama sesi baseline. Untuk keakuratan data pencatan data dilakukan oleh 3 orang yaitu guru kelas, peneliti, dan orang yang sudah dikenal oleh subjek serta melihat kembali hasil rekaman selama sesi baseline tersebut.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah anak down syndrome nonverbal di SLB Negeri Binjai Sumatera Utara. Subjek penelitian terdiri dari 3 anak yang berada pada kelas rendah dengan rentang usia berkisar 8 – 10 tahun, jenis kelamin laki-laki dan memiliki IQ yang relatif seimbang. Kemampuan bahasa


(25)

25

yang dimiliki oleh ketiga subjek masih nonverbal atau kemampuan bicara yang tidak jelas.

1. Subjek 1 (G)

Subjek 1 berinisial G usia saat ini 8 tahun dan duduk di kelas D3 C1. Subjek merupakan anak ke 4 dari 4 bersaudara dan semua saudara mempunyai perkembangan yang normal. Kemampuan bahasa ekspresif saat ini subjek 1 mampu mengeluarkan kata-kata namun tidak jelas dan kemampuan bahasa reseptif cukup bagus dimana subjek mampu memahami kalimat perintah yang diberikan oleh guru atau orangtua. Kemampuan kosa kata yang dimiliki subjek saat ini masih terbatas pada benda-benda yang berhubungan dengan kebutuhan setiap hari misalnya alat tulis, pakaian dan makanan. Dalam menyebutkan benda-benda tersebut subjek masih belum mampu. Kemampuan komunikasi subjek dengan orang lain cenderung dengan isyarat atau menunjukkan benda terhadap apa yang diinginkan. Pada saat keinginannya tidak terpenuhi subjek cenderug menunjukkan emosi marah dengan teriak.

2. Subjek 2 (D)

Subjek 2 berinisial D usia saat ini 10 tahun dan duduk di kelas D3 C1. Subjek merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara dan semua saudara mempunyai perkembangan yang normal. Kemampuan bahasa ekspresif saat ini subjek 2 mampu mengeluarkan kata-kata namun tidak jelas dan kemampuan bahasa reseptif cukup bagus dimana subjek mampu memahami kalimat perintah yang diberikan oleh guru atau orangtua. Kemampuan kosa kata yang dimiliki subjek saat ini masih terbatas pada benda-benda yang berhubungan dengan kebutuhan setiap hari misalnya alat tulis, pakaian dan makanan. Dalam menyebutkan benda-benda tersebut subjek masih belum mampu. Kemampuan komunikasi subjek dengan orang lain cenderung dengan isyarat sambil mengucapkan kata-kata yang kurang dipahami oleh orang lain. Pada saat keinginannya tidak terpenuhi subjek cenderug menunjukkan emosi marah dan perilaku subjek kurang terkontrol.


(26)

26

3. Subjek 3 (Z)

Subjek 3 berinisial Z usia saat ini 8 tahun dan duduk di kelas D3 C1. Subjek merupakan anak ke 1 dari 2 bersaudara dan adiknya mempunyai perkembangan yang normal. Kemampuan bahasa ekspresif saat ini subjek belum mampu mengeluarkan kata-kata hanya cenderung suara vokal yang keluar dan kemampuan bahasa reseptif masih kurang dimana subjek kurang mampu memahami kalimta perintah yang diberikan oleh guru atau orangtua. Kemampuan perbendaharaan kata yang dimiliki subjek saat ini masih terbatas pada benda-benda yang berhubungan dengan kebutuhan setiap hari misalnya alat tulis, pakaian dan makanan. Dalam menyebutkan benda-benda tersebut subjek masih belum mampu. Kemampuan komunikasi subjek dengan orang lain cenderung dengan isyarat atau menunjukkan benda terhadap apa yang diinginkan. Pada saat keinginannya tidak terpenuhi subjek cenderung menunjukkan emosi marah dan mau bertindak agresif dengan memukul.

Dari ketiga subjek dalam kemampuan bahasa ekpresif masih belum jelas sehingga dalam berkomunikasi dengan orang lain sering menggunakan isyarat. Perbendaharaan kata yang dikuasai oleh subjek masih terbatas sehingga kosa kata yang akan diberikan dalam intervensi terbatas meliputi kata benda (makanan dan benda disekitar) dan kata kerja yang sering dilakukan oleh anak.

E. Instrumen Penelitian

Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian (Sugiyono,2011;147). Dalam penelitan ini data yang diukur adalah banyaknya komunikasi dalam mengajukan permintaan yang dilakukan oleh subjek sehingga satuan ukuran yang dipakai adalah frekuensi. Dengan demikian instrumen dalam penelitian ini adalah berupa format pencatat data kejadian.


(27)

27

Contoh Instrumen Format Pencatat Data

F. Teknik Pegumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan pengamatan terhadap target behavior yaitu komunikasi yang dilakukan oleh subjek dalam menyatakan keinginan atau permintaan pada setiap sesi dengan merekam dan mencatat dengan format yang disediakan. Hal yang perlu dicatat adalah frekuensi target behavior itu muncul pada setiap sesi. Untuk menjaga keakuratan data yang diperoleh pencatatan data dilakukan oleh tiga orang yaitu guru kelas, orang lain yang sudah dikenal oleh subjek, dan peneliti.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif sederhana karena teknik ini menggambarkan data yang telah terkumpul apa adanya dari sampel yang diambil tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Penyajian data diberikan dalam bentuk grafik atau diagram dari hasil baseline sebelum diberikan intervensi dan setelah diberikan

Instrumen Format Pencatat Data

Target Perilaku : Mengajukan permintaan/keinginan

Kondisi : Baseline (A1) / Intervensi (B) / Baseline (A2)

Nama Subjek : X

Pengamat : X

Tanggal :

Mulai : 08.45 wib

Berakhir : 09.00 wib

Sesi / hari :


(28)

28

intervensi dalam kurun waktu tertentu sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas perubahan yang terjadi pada subjek sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Penyajian data tersebut sejalan dengan pendapat Sunanto (2006;56), yang menyatakan “pengukuran berulang-ulang adalah suatu ciri dari desain subjek tunggal dan analisis data pada penelitian subjek tunggal melibatkan inspeksi visual dan analisis grafik”.

Dalam penyajian data bentuk grafik menurut Sunanto (2006;30), ada beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan yaitu: absis, ordinat, titik awal, label kondisi, garis perubahan kondisi dan judul grafik

Analisis data dalam penelitian ini adalah inspeksi visual dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap data yang telah ditampilkan dalam grafik. Dalam analisis data ini terdiri dari dua yaitu analisis dalam kondisi dan analisis antar kondisi. Beberapa komponen yang perlu dianalisis dalam kondisi (Sunanto, 2006;68), adalah :

1. Panjang kondisi

Panjang kondisi dapat dilihat dari banyaknya data poin / skor dalam setiap kondisi. Panjang dan pendeknya kondisi tergantung dari masalah penelitian dan jenis intervensi yang diberikan. Pengukuran dilakukan hingga diperoleh kestabilan dan level tertentu. Secara umum pada fase baseline dapat digunakan tiga atau lima data skor.

2. Kecenderungan arah

Kecenderungan arah digunakan untuk mengetahui gambaran perilaku subjek yang diteliti dari sesi ke sesi. Ada tiga macam kecenderungan arah grafik yaitu meningkat, mendatar dan menurun. Masing-masing makna dari kecenderungan arah tergantung dari tujuan intervensinya. Untuk menentukan kecenderungan arah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

metode freehand (tangan bebas) dan metode split-midlle (belah tengah).

3. Tingkat stabilitas

Tingkat stabilitas digunakan untuk menunjukkan tingkat homogenitas data dalam suatu kondisi. Untuk melihat tingkat stabilitas data dengan cara menghitung banyaknya data yang berada dalam rentang 50 % diatas dan


(29)

29

dibawah mean. Data dikatakan stabil apabila sebanyak 50 % atau lebih data berada dalam rentang 50% di atas dan dibawah mean.

4. Tingkat perubahan

Tingkat atau level digunakan untuk menunjukkan besar kecilnya tingkat stabilitas dan perubahan data pada dua kondisi yang berbeda misalnya kondisi baseline dengan intervensi. Tingkat perubahan data dalam suatu kondisi merupakan selisih antara data pertama dengan data terakhir. Untuk melihat tingkat perubahan dari tujuan intervensi yang diberikan dengan cara menentukan data skor pada kondisi pertama dan kondisi kedua, mengurangi data skor yang besar dengan data yang kecil.

5. Jejak Data

Jejak data merupakan perubahan dari data satu ke data lain dalam suatu kondisi. Kemungkinan perubahan data yang terjadi yaitu menaik, menurun dan mendatar. Jejak data dapat ditunjukkan dengan analisis pada kecenderungan arah.

6. Rentang

Rentang merupakan kondisi jarak antara data pertama dan data terkahir yang dapat memberikan informasi dalam analisis tingkat perubahan.

Sedangkan komponen utama yang perlu dianalisis dalam analisis antar kondisi adalah :

1. Variabel yang diubah

Analisis data antar kondisi dalam penelitian ini difokuskan pada perubahan perilaku atau target behavior yaitu kemampuan komunikasi dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain sebagai pengaruh dari intervensi melalui media compic yang diberikan.

2. Perubahan kecenderungan arah dan efeknya

Perubahan kecederungan arah dan efeknya merupakan makna perubahan

target behavior garfik antara kondisi baseline dan setelah diberikan

intervensi. Perubahan kecenderungan arah grafik antar kondisi ini banyak kemungkinan yang terjadi misalnya mendatar ke mendatar, mendatar ke


(30)

30

menaik, dan mendatar ke menurun. Sedangkan efek dari perubahan yang terjadi tergantung pada tujuan dari intervensinya.

3. Perubahan stabilitas dan efek

Stabilitas data menunjukkan tingkat kestabilan perubahan dari sederetan data dan dapat dikatakan stabil apabila menunjukkan arah yang konsisten yaitu mendatar, menaik atau menurun. Stabilitas data yang diperoleh akan menentukan dilanjutkan atau tidaknya pada kondisi berikutnya.

4. Perubahan level data

Perubahan level data menunjukkan seberapa besar data berubah yang ditunjukkan selisih antara kondisi data baseline dan data intervensi yang mengandung makna sebagai perubahan dari target behavior dari intervensi yang diberikan.

5. Data tumpang tindih

Data tumpang tindih merupakan terjadinya data yang sama pada kedua kondisi baseline dan intervensi, yang menunjukkan tidak adanya perubahan target behavior sebagai pengaruh dari intervensi yang diberikan.


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa intervensi melalui media compic efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi bagi anak down syndrome nonverbal, yang dalam hal ini kemampuan komunikasi dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain. Komunikasi ketiga subjek sebelum diberikan intervensi menunjukkan jumlah frekuensi yang rendah dalam melakukan komunikasi dengan orang lain. Mereka mengalami kesulitan dalam mengungkapkan apa yang diinginkan dan cenderung dengan isyarat yang disertai dengan kata-kata yang tidak jelas sehingga orang lain yang diajak komunikasi mengalami kesulitan dalam memahami apa yang diinginkan oleh subjek.

Hasil penelitian menunjukkan subjek 1 (G) setelah diberikan intervensi melalui media compic terjadi perubahan dalam kemampuan komunikasi yaitu jumlah frekuensi yang lebih tinggi dalam melakukan komunikasi dengan orang lain menggunakan media compic dibandingkan sebelum diberikan intervensi. Data juga menunjukkan perubahan tingkat stabilitas dari yang tidak stabil menjadi stabil dan kecenderungan arah dari mendatar menjadi naik dalam komunikasi dengan orang lain.

Pada subjek 2 (D) setelah diberikan intervensi menunjukkan perubahan yaitu meningkatnya jumlah frekuensi dalam melakukan komunikasi dengan orang lain dengan media compic dibandingkan sebelum intervensi diberikan. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan tingkat stabilitas dari tidak stabil menjadi stabil dan kecenderungan arah yang mendatar menjadi naik dalam melakukan komunikasi dari sebelum dengan sesudah intervensi.

Sedangkan subjek ke 3 (Z) perubahan dari sebelum intervensi dengan

sesudah intervensi yang diberikan menunjukkan perubahan dari

kecenderungan arah yang mendatar dan jumlah frekuensi yang rendah dalam melakukan komunikasi dengan orang lain menjadi kecenderungan arah yang


(32)

52

meningkat dengan jumlah frekuensi yang lebih tinggi. Demikian juga tingkat stabilitas data dari yang tidak stabil menjadi stabil.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media compic efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi ketiga subjek anak

down syndrome nonverbal dalam hal menyatakan keinginan atau permintaan

kepada orang lain.

B. Rekomendasi

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi melalui media compic untuk meningkatkan kemampuan komunikasi anak down syndrome nonverbal, khususnya komunikasi dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain. Kelebihan dari penelitian penggunaan media compic tidak terbatas hanya meningkatnya komunikasi melainkan dapat meningkatkan perbendaharaan kata yang dikuasainya dan secara tidak langsung anak akan mampu membaca makna kata yang tertulis pada media compic tersebut. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan rekomendasi bagi guru dan orang tua dalam pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus terlebih bagi anak down syndrome yang kemampuan bahasanya belum maksimal atau nonverbal. Dengan pemahaman akan media compic yang dikuasai akan memudahkan anak dalam melakukan komunikasi dengan orang lain yang pada akhirnya perkembangan bahasa anak akan berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Dalam penelitian ini yang menjadi kelemahan yaitu terbatas pada subjek tertentu yang diteliti sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat dikembangkan pada subjek yang lain dengan kemampuan yang berbeda. Disamping itu untuk mendapatkan hubungan yang lebih kuat dari 2 variabel dapat dicobakan dengan desain penelitian yang lain yaitu A-B-A-B. Dari target perilaku dalam komunikasi dapat dikembangkan ke target yang lain seperti mengajukan atau menanggapi pertanyaan sehingga kemampuan komunikasi akan lebih berkembang.


(33)

53

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z. (2004). Hambatan Belajar Pada Anak Down Syndrome dan

Implikasinya Terhadap Intervensi Pendidikan, JASI Vol.2 Tahun 2004 PLB

UPI

Anggraeni, D dan Baihaqi, M. (2004). Program Komunikasi Dini Bagi Anak

Down Syndrome Dengan Media Compic Di TKLB Bina Kasih Bandung,

JASI Vol.2 Tahun 2004 PLB UPI

Asrori. (2009). Psikologi Belajar, Bandung, PT Rineka Cipta

Cangara, H. (2011). Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, Rajawali Pers.

Efendi, M. (2005). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta, Bumi Aksara.

Effendy,O.U. (1992). Dinamika Komunikasi, Bandung, Rosdakarya

Foreman, P dan Crews, G. (1998). Using Augmentative Communication with

Infant and Young Children with Down Syndrome, Down Syndrome Research and Pratice Vol 5, No.1, pp 16 – 25

Gunarhadi. (2005). Penanganan Sindroma Down Dalam Lingkungan Keuarga

dan Sekolah, Jakarta, Depdiknas

Lenawaty, V., Widyorini, E. dan Roswita, M.Y. (2009). Efek Penerapan Compic

Terhadap Kemampuan Komunikasi Anak Autis Nonverbal,Semarang Unika Soegijapranata Tersedia: http://eprints.unika.ac.id/1444/ [ 1 Maret 2013 ] Lewis, V. (2003). Development and Disability, Oxford: Blackwell Publishing. Nevid, J.S. dkk (2005). Psikologi Abnormal, Edisi Ke-5 Jili 2, Jakarta, Erlangga Pervin, L.A., Cervone, D., John, O.P. (2012), Psikologi Kepribadian Edisi

Kesembilan, Jakarta, Kencana Pranada Media Group.

Quill, K.A. ( _____ ). Strategi Untuk Mengembangkan Kemampuan Sosialisasi

dan Komunikasi, Terjemahan Mengajar Anak Autisme.

Rochyadi, E. (2005). Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi


(34)

54

Rohimi, S. (2013). Merawat Bayi dengan Sindroma Down, Panduan sederhana bagi Orangtua Untuk Merawat Bayi Sindroma Down, Jakarat, Dian Rakyat. Sauri, H.S. (2006). Membangun Komunikasi dalam Keluarga, Bandung,

PT.Genesindo.

Soetardjo, S.R. (2001). Anak Anda Belum Bicara? Gunakan compic sebagai batu

loncatan, Jakarta, YPA

Somantri, S. (2005). Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung, Refika Aditama. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung,

Alfabeta.

Sunanto, J., Takeuchi, K., dan Nakata, H. (2006). Penelitian dengan Subjek

Tunggal, Bandung, UPI Press.

Sunardi dan Sunaryo. (2007). Intervensi Dini ABK, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

Tender, J. (1999). Teaching Language to Children with Autism, Makalah dalam Workshop Autism September Jakarta

Yuwono. (2009). Anak Autisme (Kajian Teori dan Empirik), Bandung, Alfabet Zafar, A. (1998). Pelatihan Penggunaan Compic pada Penyandang Autisme,


(1)

dibawah mean. Data dikatakan stabil apabila sebanyak 50 % atau lebih data berada dalam rentang 50% di atas dan dibawah mean.

4. Tingkat perubahan

Tingkat atau level digunakan untuk menunjukkan besar kecilnya tingkat stabilitas dan perubahan data pada dua kondisi yang berbeda misalnya kondisi baseline dengan intervensi. Tingkat perubahan data dalam suatu kondisi merupakan selisih antara data pertama dengan data terakhir. Untuk melihat tingkat perubahan dari tujuan intervensi yang diberikan dengan cara menentukan data skor pada kondisi pertama dan kondisi kedua, mengurangi data skor yang besar dengan data yang kecil.

5. Jejak Data

Jejak data merupakan perubahan dari data satu ke data lain dalam suatu kondisi. Kemungkinan perubahan data yang terjadi yaitu menaik, menurun dan mendatar. Jejak data dapat ditunjukkan dengan analisis pada kecenderungan arah.

6. Rentang

Rentang merupakan kondisi jarak antara data pertama dan data terkahir yang dapat memberikan informasi dalam analisis tingkat perubahan.

Sedangkan komponen utama yang perlu dianalisis dalam analisis antar kondisi adalah :

1. Variabel yang diubah

Analisis data antar kondisi dalam penelitian ini difokuskan pada perubahan perilaku atau target behavior yaitu kemampuan komunikasi dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain sebagai pengaruh dari intervensi melalui media compic yang diberikan.

2. Perubahan kecenderungan arah dan efeknya

Perubahan kecederungan arah dan efeknya merupakan makna perubahan target behavior garfik antara kondisi baseline dan setelah diberikan intervensi. Perubahan kecenderungan arah grafik antar kondisi ini banyak


(2)

30

menaik, dan mendatar ke menurun. Sedangkan efek dari perubahan yang terjadi tergantung pada tujuan dari intervensinya.

3. Perubahan stabilitas dan efek

Stabilitas data menunjukkan tingkat kestabilan perubahan dari sederetan data dan dapat dikatakan stabil apabila menunjukkan arah yang konsisten yaitu mendatar, menaik atau menurun. Stabilitas data yang diperoleh akan menentukan dilanjutkan atau tidaknya pada kondisi berikutnya.

4. Perubahan level data

Perubahan level data menunjukkan seberapa besar data berubah yang ditunjukkan selisih antara kondisi data baseline dan data intervensi yang mengandung makna sebagai perubahan dari target behavior dari intervensi yang diberikan.

5. Data tumpang tindih

Data tumpang tindih merupakan terjadinya data yang sama pada kedua kondisi baseline dan intervensi, yang menunjukkan tidak adanya perubahan target behavior sebagai pengaruh dari intervensi yang diberikan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa intervensi melalui media compic efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi bagi anak down syndrome nonverbal, yang dalam hal ini kemampuan komunikasi dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain. Komunikasi ketiga subjek sebelum diberikan intervensi menunjukkan jumlah frekuensi yang rendah dalam melakukan komunikasi dengan orang lain. Mereka mengalami kesulitan dalam mengungkapkan apa yang diinginkan dan cenderung dengan isyarat yang disertai dengan kata-kata yang tidak jelas sehingga orang lain yang diajak komunikasi mengalami kesulitan dalam memahami apa yang diinginkan oleh subjek.

Hasil penelitian menunjukkan subjek 1 (G) setelah diberikan intervensi melalui media compic terjadi perubahan dalam kemampuan komunikasi yaitu jumlah frekuensi yang lebih tinggi dalam melakukan komunikasi dengan orang lain menggunakan media compic dibandingkan sebelum diberikan intervensi. Data juga menunjukkan perubahan tingkat stabilitas dari yang tidak stabil menjadi stabil dan kecenderungan arah dari mendatar menjadi naik dalam komunikasi dengan orang lain.

Pada subjek 2 (D) setelah diberikan intervensi menunjukkan perubahan yaitu meningkatnya jumlah frekuensi dalam melakukan komunikasi dengan orang lain dengan media compic dibandingkan sebelum intervensi diberikan. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan tingkat stabilitas dari tidak stabil menjadi stabil dan kecenderungan arah yang mendatar menjadi naik dalam melakukan komunikasi dari sebelum dengan sesudah intervensi.

Sedangkan subjek ke 3 (Z) perubahan dari sebelum intervensi dengan

sesudah intervensi yang diberikan menunjukkan perubahan dari


(4)

52

meningkat dengan jumlah frekuensi yang lebih tinggi. Demikian juga tingkat stabilitas data dari yang tidak stabil menjadi stabil.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media compic efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi ketiga subjek anak down syndrome nonverbal dalam hal menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain.

B. Rekomendasi

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi melalui media compic untuk meningkatkan kemampuan komunikasi anak down syndrome nonverbal, khususnya komunikasi dalam menyatakan keinginan atau permintaan kepada orang lain. Kelebihan dari penelitian penggunaan media compic tidak terbatas hanya meningkatnya komunikasi melainkan dapat meningkatkan perbendaharaan kata yang dikuasainya dan secara tidak langsung anak akan mampu membaca makna kata yang tertulis pada media compic tersebut. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan rekomendasi bagi guru dan orang tua dalam pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus terlebih bagi anak down syndrome yang kemampuan bahasanya belum maksimal atau nonverbal. Dengan pemahaman akan media compic yang dikuasai akan memudahkan anak dalam melakukan komunikasi dengan orang lain yang pada akhirnya perkembangan bahasa anak akan berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Dalam penelitian ini yang menjadi kelemahan yaitu terbatas pada subjek tertentu yang diteliti sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat dikembangkan pada subjek yang lain dengan kemampuan yang berbeda. Disamping itu untuk mendapatkan hubungan yang lebih kuat dari 2 variabel dapat dicobakan dengan desain penelitian yang lain yaitu A-B-A-B. Dari target perilaku dalam komunikasi dapat dikembangkan ke target yang lain seperti mengajukan atau menanggapi pertanyaan sehingga kemampuan komunikasi akan lebih berkembang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z. (2004). Hambatan Belajar Pada Anak Down Syndrome dan Implikasinya Terhadap Intervensi Pendidikan, JASI Vol.2 Tahun 2004 PLB UPI

Anggraeni, D dan Baihaqi, M. (2004). Program Komunikasi Dini Bagi Anak Down Syndrome Dengan Media Compic Di TKLB Bina Kasih Bandung, JASI Vol.2 Tahun 2004 PLB UPI

Asrori. (2009). Psikologi Belajar, Bandung, PT Rineka Cipta

Cangara, H. (2011). Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, Rajawali Pers.

Efendi, M. (2005). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta, Bumi Aksara.

Effendy,O.U. (1992). Dinamika Komunikasi, Bandung, Rosdakarya

Foreman, P dan Crews, G. (1998). Using Augmentative Communication with Infant and Young Children with Down Syndrome, Down Syndrome Research and Pratice Vol 5, No.1, pp 16 – 25

Gunarhadi. (2005). Penanganan Sindroma Down Dalam Lingkungan Keuarga dan Sekolah, Jakarta, Depdiknas

Lenawaty, V., Widyorini, E. dan Roswita, M.Y. (2009). Efek Penerapan Compic Terhadap Kemampuan Komunikasi Anak Autis Nonverbal,Semarang Unika Soegijapranata Tersedia: http://eprints.unika.ac.id/1444/ [ 1 Maret 2013 ] Lewis, V. (2003). Development and Disability, Oxford: Blackwell Publishing. Nevid, J.S. dkk (2005). Psikologi Abnormal, Edisi Ke-5 Jili 2, Jakarta, Erlangga Pervin, L.A., Cervone, D., John, O.P. (2012), Psikologi Kepribadian Edisi

Kesembilan, Jakarta, Kencana Pranada Media Group.

Quill, K.A. ( _____ ). Strategi Untuk Mengembangkan Kemampuan Sosialisasi dan Komunikasi, Terjemahan Mengajar Anak Autisme.

Rochyadi, E. (2005). Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita, Jakarta, Depdiknas


(6)

54

Rohimi, S. (2013). Merawat Bayi dengan Sindroma Down, Panduan sederhana bagi Orangtua Untuk Merawat Bayi Sindroma Down, Jakarat, Dian Rakyat. Sauri, H.S. (2006). Membangun Komunikasi dalam Keluarga, Bandung,

PT.Genesindo.

Soetardjo, S.R. (2001). Anak Anda Belum Bicara? Gunakan compic sebagai batu loncatan, Jakarta, YPA

Somantri, S. (2005). Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung, Refika Aditama. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung,

Alfabeta.

Sunanto, J., Takeuchi, K., dan Nakata, H. (2006). Penelitian dengan Subjek Tunggal, Bandung, UPI Press.

Sunardi dan Sunaryo. (2007). Intervensi Dini ABK, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

Tender, J. (1999). Teaching Language to Children with Autism, Makalah dalam Workshop Autism September Jakarta

Yuwono. (2009). Anak Autisme (Kajian Teori dan Empirik), Bandung, Alfabet Zafar, A. (1998). Pelatihan Penggunaan Compic pada Penyandang Autisme,