Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemodelan Sistem Peramalan Produksi Tanaman Pangan Menggunakan Exponential Smoothing (Studi Kasus : Kabupaten Boyolali) T1 672008609 BAB II

(1)

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1

Penelitian Sebelumnya

Dalam skripsi penelitian yang berjudul “Pemodelan dinamis pola tanam berbasis metode LVQ (Learning Vector Quantization)” (Bursa, 2010), menghasilkan sistem informasi pola tanam pada suatu daerah dengan menggabungkan data klimatologi, data koordinat dan ketinggian wilayah pada citra landsat menggunakan data raster dan diolah dengan metode LVQ (Learning Vector Quantization).

Judul penelitian hibah bersaing “Penyusunan Model Pranata Mangsa Baru dengan Menggunakan Teknologi Map Server” (Simanjuntak, 2010), hasil penelitian tersebut adalah penyediaan fasilitas diseminasi pembelajaran mandiri terhadap kelompok penyuluh pertanian lapangan (PPL) untuk penataan pola tanam komoditas pertanian menggunakan perangkat Pranata Mangsa Baru yang disusun dengan pendekatan agrometeorologi.

Perbedaan dari penelitian ini adalah selain menggabungkan data klimatologi dan agrometeorologi yang akurat, penelitian ini dilengkapi dengan peramalan cuaca. Sehingga sistem ini akan memperkirakan tanaman yang cocok untuk ditanam pada masa yang ditentukan oleh

user.


(2)

2.2

Identifikasi Iklim di Jawa Tengah

Letak geografis propinsi Jawa Tengah terletak pada 5o40' Lintang Utara dan 8o30' Lintang Selatan dan antara 108o30' Bujur Barat dan 111o30' Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Secara administratif propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Luas Wilayah Jawa Tengah sebesar 3.250.000 hektar atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa (1,70% luas Indonesia). Luas yang ada terdiri dari 1.000.000 hektar (30,80%) lahan sawah dan 2.250.000 hektar (69,20%) bukan lahan sawah (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2011).

Menurut penggunaannya, luas lahan sawah terbesar berpengairan teknis (38,26 persen), selainnya berpengairan setengah teknis, tadah hujan dan lain-lain. Dengan teknik irigasi yang baik, potensi lahan sawah yang dapat ditanami padi lebih dari dua kali sebesar 69,56%. Lahan kering yang dipakai untuk tegalan/kebun/ladang/huma sebesar 34,36% dari total bukan lahan sawah (DINHUBKOMINFO, 2009).

Menurut Stasiun Klimatologi Klas 1 Semarang, suhu udara rata-rata di Jawa Tengah berkisar antara 18oC sampai 28oC. Sementara itu, suhu rata-rata tanah berumput (kedalaman 5 Cm), berkisar antara 17oC sampai 35oC, rata-rata suhu air berkisar antara 21oC sampai 28oC. Sedangkan untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 73% sampai 94%. Curah hujan terbanyak terdapat di Stasiun Meteorologi Pertanian khusus batas Salatiga sebanyak 3.990 mm, dengan hari hujan 195 hari (DINHUBKOMINFO, 2009).


(3)

2.3

Analisis Abnormalitas Cuaca pada Curah Hujan

dan Pola Tanam

Kondisi iklim di Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh sirkulasi monsoon yang menimbulkan perbedaan iklim antara musim hujan dan musim kemarau. Besarnya curah hujan akan sangat tergantung pada sirkulasi monsoon. Sirkulasi monsoon akan dipengaruhi oleh kejadian ENSO (El Nino Southern Oscillation) yang secara meteorologis diekspresikan dalam nilai Southern Oscillation Index (SOI). Berdasarkan hal tersebut maka fluktuasi curah hujan sangat berkorelasi dengan fluktuasi SOI. Kejadian El Nino dapat berdampak pada penurunan curah hujan, dan kejadian La Nina dapat menimbulkan peningkatan curah hujan. Pola produksi tanaman pangan umumnya berbeda pada musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan dimulai manakala curah hujan pada hari tertentu telah mencapai antara 200 - 350 mm. Definisi dari Badan Meteorologi dan Geofisika, awal musim hujan curah hujan harian sebesar 50 mm selama 10 hari berturur-turut yang kemudian diikuti dengan curah hujan diatas 50 mm pada 10 hari berikutnya. Dengan menggunakan batasan curah hujan tersebut periode musim hujan di wilayah Indonesia bervariasi menurut lokasi tetapi umumnya berlangsung antara bulan September/Oktober hingga bulan Maret/April (Irawan, 2006).

Anomali iklim El Nino dan La Nina menimbulkan pengaruh terhadap besaran curah hujan dan ketersediaan air irigasi, periode musim hujan dan musim kemarau dan pergeseran musim tanam. Di Provinsi Lampung, El Nino dapat menyebabkan awal musim kemarau lebih cepat 2-5 dasarian (1 dasarian = 10 hari) dibanding kondisi iklim


(4)

normal sedangkan akhir musim kemarau lebih lambat 2-4 dasarian, sehingga musim kemarau menjadi lebih panjang dari yang biasanya sekitar 8-20 dasarian menjadi 14-25 dasarian. Musim kemarau yang semakin panjang juga terjadi di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah sekitar 7-9 dasarian menurut daerah (Irawan, 2006).

Peristiwa El Nino dan La Nina dapat menimbulkan variasi besarnya dampak yaitu : besarnya dampak yang ditimbulkan oleh anomali iklim terhadap situasi iklim lokal atau curah hujan lokal, dan kemampuan petani dalam mencegah penurunan produksi yang disebabkan oleh anomali iklim di setiap daerah. Kedua faktor tersebut menyebabkan penurunan curah hujan yang tergolong besar di suatu daerah, dapat saja tidak menimbulkan dampak serius terhadap produksi pangan jika penurunan suplai air akibat El Nino dapat ditanggulangi. Sebaliknya,daerah yang mengalami penurunan curah hujan relatif kecil dapat mengalami dampak penurunan produksi yang tinggi, jika petani tidak mampu melakukan adaptasi dan antisipasi yang diperlukan (Irawan, 2006).

Sistem usaha tani memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap faktor klimatologi, sebagaimana digambarkan oleh Gambar 2.1. Bentuk resiko iklim pada pola tanam lahan sawah adalah sebagaimana berikut ini :

− Bulan Januari – Februari komoditas padi (padi 1) beresiko terkena banjir di beberapa daerah.

− Komoditas padi 2 resiko terkena kekeringan (awal musim kemarau lebih cepat).

− Jagung resiko terkena kekeringan (hari kering panjang menuju musim hujan).


(5)

Gambar 2.1 Pengaruh curah huja

Bentuk resiko iklim pada pola t berikut ini:

− Jagung/kacang–kacangan panjang awal musim hujan da

− Jagung resiko terkena ang

2.4

Pemodelan

Konsep dan teknik anal para ahli militer untuk kepe keseluruhan implikasi yang strategi militer. Pendekatan ini yang luas dan sistematik unt penelitian yang kompleks. O suatu sistem dengan kerumit

ujan terhadap sistem usaha tani (Boer, 2004)

a tanam lahan kering adalah sebagaimana

gan resiko terkena kekeringan (hari kering hujan dan awal musim kering lebih cepat).

ngin kencang (bulan Januari – Februari).

nalisis sistem semula dikembangkan oleh perluan mengeksplorasi dan mengkaji g diakibatkan oleh alternatif-alternatif n ini merupakan suatu strategi penelitian k untuk menyelesaikan suatu problem Obyek penelitian biasanya merupakan itan-kerumitan yang sangat kompleks


(6)

sehingga memerlukan pengabstraksian. Dalam hubungan inilah dikenal istilah "model dan pemodelan".

Istilah pemodelan adalah terjemahan bebas dari istilah "modelling". Untuk menghindari berbagai pengertian atau penafsiran yang berbeda-beda, maka istilah "pemodelan" dapat diartikan sebagai suatu rangkaian aktivitas pembuatan model (Soemarno, 2003).

Model adalah suatu representasi atau formalisasi dalam bahasa tertentu dari suatu sistem nyata. Pemodelan merupakan tahapan dalam membuat model darisuatu sistem. Tujuan dari pemodelan adalah menentukan informasi (variabel dan parameter) yang dianggap penting untuk dikumpulkan, sehingga tidak ada model yang unik. Model yang dibuat dapat berfungsi sebagai :

• Pembantu untuk berpikir

• Pembantu untuk berkomunikasi

• Alat dan latihan

• Alat prediksi

• Pembantu dalam percobaan Kriteria model yang baik antara lain:

• Mudah dimengerti pemakainya

• Harus mempunyai tujuan yang jelas

• Dinyatakan secara jelas dan lengkap

• Mudah dikontrol dan dimanipulasi oleh pemakainya

• Mengandung pemecahan masalah yang penting dan jelas

• Mudah diubah, mempunyai prosedur modifikasi


(7)

Adapun hubungan model denga Gambar 2.2 (Hasanah, 2010).

Gambar 2.2 Hubungan Model

2.5

Produksi

Para ahli ekonomi “menghasilkan kekayaan me sumber-sumber kekayaan lingkun konvensional, produksi adalah nilai guna suatu barang atau ja yang ada. Produksi tidak berarti tidak ada, karena tidak seoran (Choir, 2010).

2.6

Tanaman Pangan

Pangan diartikan sebaga sumber hayati dan air, baik ya Batasan untuk tanaman panga karbohidrat dan protein. Seca

dengan sistem nyata dapat dilihat pada

del dengan Sistem Nyata(Hasanah, 2010)

i mendefinisikan produksi sebagai melalui eksploitasi manusia terhadap ngkungan.” Atau bila kita artikan secara ah proses menghasilkan atau menambah u jasa dengan menggunakan sumber daya arti menciptakan secara fisik sesuatu yang ang pun yang dapat menciptakan benda

agai segala sesuatu yang bersumber dari k yang diolah maupun yang tidak diolah. ngan adalah kelompok tanaman sumber ecara sempit, tanaman pangan adalah


(8)

tanaman sumber karbohidrat tanpa dibatasi pada kelompok tanaman semusim (Purwono, 2003).

Pada penelitian ini tanaman pangan yang digunakan adalah jagung, padi dan kedelai. Alasan pemilihan komoditas tersebut adalah peranannya sebagai sumber karbohidrat dan sumber protein bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sehingga disebut sebagai tanaman pangan utama.

2.7

Data Spasial

Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang mengacu pada posisi, obyek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial merupakan salah satu item dari informasi, dimana didalamnya terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan bumi, perairan, kelautan dan bawah atmosfir (Rajabidfard, 2000).

Karakteristik utama dari data spasial adalah bagaimana mengumpulkannya dan memeliharanya untuk berbagai kepentingan. Selain itu juga ditujukan sebagai salah satu elemen yang kritis dalam melaksanakan pembangunan sosial ekonomi secara berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan perkiraan hampir lebih dari 80% informasi mengenai bumi berhubungan dengan informasi spasial (Wulan, 2002).

2.7.1 Metode Data Spasial

Pada pemanfaatannya data spasial yang diolah dengan menggunakan komputer (data spasial digital) menggunakan model sebagai pendekatannya. Model data sebagai suatu set logika atau aturan dan karakteristik dari suatu data spasial. Model data merupakan


(9)

representasi hubungan antara dunia nyata dengan data spasial (Economic and Social Comminssion for Asia and the Pasific, 1996).

Gambar 2.3 menjelaskan terdapat 2 model dalam data spasial, yaitu model data raster dan model data vektor. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, selain itu dalam pemanfaatannya tergantung dari masukan data dan hasil akhir yang akan dihasilkan. Model data tersebut merupakan representasi dari obyek-obyek geografi yang terekam sehingga dapat dikenali dan diproses oleh komputer.

Gambar 2.3 Klasifikasi Model Data Spasial (Chang, 2002)

2.7.1.1 Model Data Raster. Model data raster memiliki struktur data yang tersusun dalam bentuk matriks atau piksel dan membentuk grid. Setiap piksel memiliki nilai tertentu dan memiliki atribut tersendiri, termasuk nilai koordinat yang unik seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.4. Tingkat keakurasian model ini sangat tergantung pada ukuran piksel atau biasa disebut dengan resolusi (D. Gumelar, 2003).


(10)

Gambar 2.4 Struktur M 2.7.1.2 Model Data Vektor. Mode yang paling banyak digunaka (points) dengan nilai koordina spasialnya. Obyek yang dibang yaitu berupa titik (point), gar ditunjukkan pada Gambar 2.5 (

• Titik (Point)

Titik merupakan represent suatu obyek. Titik tidak mempun dalam bentuk simbol baik pada Contoh : Lokasi Fasilitasi Keseha

• Garis (Line)

Garis merupakan bentuk lebih titik dan merepresentasika Jalan, Sungai, dll.

• Area (Polygon)

Polygon merupakan repr Contoh : Danau, Persil Tanah, dl

Gambar 2.5 Contoh Represe

ur Model Data Raster (D. Gumelar, 2003)

odel data vektor merupakan model data kan, model ini berbasiskan pada titik dinat (x, y) untuk membangun obyek bangun terbagi menjadi tiga bagian lagi garis (line), dan area (polygon) seperti

(D. Gumelar, 2003).

entasi grafis yang paling sederhana pada punyai dimensi tetapi dapat ditampilkan pada peta maupun dalam layar monitor.

sehatan, dll

uk linear yang menghubungkan dua atau ikan obyek dalam satu dimensi. Contoh :

epresentasi obyek dalam dua dimensi. h, dll.


(11)

2.8

Analisis Exponential Smoothing

Metode exponential smoothing menggunakan data masa lalu untuk memprediksi nilai sebuah variabel dengan memberi bobot atau faktor pengali yang berbeda-beda. Besarnya bobot berubah secara

eksponensial, semakin kecil untuk data yang semakin usang (Makridakis, 1999). Dalam analisa exponential smoothing ini ada tiga kategori atau metode yang berbeda yaitu single exponential smoothing, double exponential smoothing, dan triple exponential smoothing (Santoso, 2009). Berikut akan dijelaskan karakteristik masing-masing metode dan persamaan yang digunakan dalam penghitungan tiap metode.

2.8.1 Pemulusan Single Exponential Smoothing

Metode ini menggunakan sebuah parameterα, yang dibobotkan kepada data yang paling baru dan membobotkan nilai (1-α) kepada hasil peramalan periode sebelumnya. Harga α terletak antara 0 dan 1. Persamaan statistik pemulusan yang digunakan dalam peramalan terlihat pada persamaan 2.1 (Arsyad, 2001).

At = α[Yt + (1- α) Yt-1 + (1- α)2Yt-2 + ....] ...(2.1)

Dari persamaan 2.1 maka dapat dilakukan substitusi sederhana yang menghasilkan persamaan 2.2 :

At = αYt + (1- α) At-1 ...(2.2)

Dari persamaan statistik pemulusan 2.1 dan 2.2, jika nilai peramalan menjadi Y t+1 maka menghasilkan persamaan 2.3 :


(12)

Dari persamaan ini dapat pula ditulis menjadi persamaan 2.4

Y t+1 = Y t + α (et) ...(2.4)

Kemudian untuk nilai et dapat dihitung dengan persamaan 2.5

et= ( Yt -Y t ) ...(2.5)

Dimana :

Y t+1 : nilai ramalan untuk periode berikutnya

α : konstanta pemulusan (0<α<1)

Yt : data baru atau nilai Y yang sebenarnya pada periode t

Y t : nilai pemulusan atau rata-rata yang dimuluskan hingga

periode t-1

et : adalah kesalahan dalam peramalan t

2.8.2 Pemulusan Double Exponential Smoothing

Berbeda dengan pemulusan single exponential smoothing yang hanya memiliki satu metode, dalam pemulusan double exponential ini dibagi menjadi dua menurut penemunya, yaitu double exponential smoothing dari Brown dan double exponential smoothing dari Holt. Pemulusan dengan metode double exponential smoothing (Brown) digunakan untuk data yang mengandung trend linier. Metode ini sering disebut juga metode linear satu-parameter dari Brown. Sedangkan metode double exponential smoothing dari Holt lebih banyak dipengaruhi oleh faktor musiman. Persamaan yang dipakai dalam implementasi pemulusan double exponential smoothing akan


(13)

menggunakan metode dari Brown dengan persamaan yang tertulis pada persamaan 2.6 sampai 2.10 (Arsyad, 2001) :

Persamaan statistik pemulusan tunggal :

At = αYt + (1- α) At-1 ...(2.6)

Persamaan statistik pemulusan ganda, atau lebih dikenal dengan nilai double exponential smoothing.

At’ = αAt + (1-α) At’-1 ...(2.7)

Selanjutnya berdasarkan model trend linier, cari selisih antara At

dan At’ dengan persamaan 2.8 dan 2.9 :

at = 2At-At’ ...(2.8)

(

- '

)

1 t t

t A A

b

α α −

= ...(2.9) Sedangkan persamaan untuk nilai peramalan Yt+pterlihat pada

persamaan 2.10 :

p b a

Yt+p = t + t ...(2.10)

Dimana :

α : konstanta pemulusan

t

A : pemulusan tahap pertama untuk periode t

' t

A : pemulusan tahap kedua untuk periode t

1

t


(14)

' 1

t A

: pemulusan tahap kedua untuk periode t - 1 at : nilai pemulusan baru selisih antara At dan At’ bt : estimasi trend / faktor penyesuaian tambahan Yt+p : ramalan untuk periode waktu t+ p

p : periode waktu yang diramalkan : 1,2,3,4,…

2.8.3 Pemulusan Triple Exponential Smoothing

Metode ini merupakan metode forecast yang dikemukakan oleh Brown, dengan menggunakan persamaan kwadrat. Metode ini lebih cocok dipakai untuk membuat forecast hal yang berfluktuasi atau mengalami gelombang pasang surut (Subagyo, 1986).

Prosedur pembuatan forecasting dengan metode ini sebagai berikut:

Carilah nilai S’t dengan rumus sebagai berikut

S`t = αXt+ (1− α)S`t-1 ...(2.11)

Untuk tahun pertama nilai S`t belum bisa dicari dengan rumus di

atas, maka boleh ditentukan dengan bebas. Biasanya ditentukan sama seperti nilai yang telah terjadi pada tahun pertama.

Carilah nilai S``t dengan rumus

S``t = α S`t+ (1− α)S`t-1...(2.12)

Pada tahun pertama biasanya nilai S``t ditentukan seperti nilai

yang terjadi pada tahun pertama. Carilah nilai S```t dengan rumus


(15)

Untuk tahun pertama biasanya nilai S```t dianggap sama dengan

data tahun pertama.

Carilah αt = 3 S`t -3 S``t + S```t... ...(2.14)

Carilah nilai bt =

( ) (6 − 5 )S`t − (10 − 8 )S``t + (4 − 3 )S```t ....(2.15)

Carilah nilai ct = ( ) (S`t − 2S``t + S```t ) ...(2.16)

Persamaan forecast-nya = + + ... (2.17) adalah jangka waktu ke depan, yaitu berapa tahun yang akan datang forecast dilakukan. αt , bt , ct adalah nilai yang telah dihitung

sesuai dengan rumus 2.14, 2.15 dan 2.16.

Pada penelitian ini menggunakan metode peramalan (forecast) dengan metode Triple Exponential Smoothing, dikarenakan metode tersebut cocok dipakai untuk peramalan yang berfluktuasi.

2.9

Ketepatan Metode Peramalan

Tingkat ketepatan peramalan suatu produk dipandang sebagai tolok ukur seberapa jauh model peramalan itu mampu memprediksi data yang telah diolahnya dengan baik. Dengan demikian perlu dilakukan evaluasi kesesuaian metode peramalan terhadap suatu kumpulan data yang diberikan.

Evaluasi dalam ketepatan metode ini dapat diukur melalui penghitungan berikut ini (Arsyad, 2001):

1. Error/kesalahan pada periode ke-t et = Yt -Yt x 100%


(16)

t

Y merupakan data aktual untuk periode t

t

Y merupakan ramalan untuk periode t

2. Nilai tengah kesalahan mutlak (Mean Absolute Deviation) dari seluruh peramalan.

= ∧ − = n t t t n Y Y 1 | | MAD

3. Nilai tengah kesalahan kuadrat (Mean Squared Error)

= ∧ − = n t t t n Y Y 1 2 ) ( MSE

4. Nilai tengah kesalahan persentase (Mean Percentage Error)

n y Y Y n t t t t % | | MPE 1

= ∧ − =

5. Nilai tengah kesalahan persentase absolut (Mean Absolute Percentage Error)

n y Y Y n t t t t % | | MAPE 1

= ∧ − =


(1)

2.8

Analisis Exponential Smoothing

Metode exponential smoothing menggunakan data masa lalu untuk memprediksi nilai sebuah variabel dengan memberi bobot atau faktor pengali yang berbeda-beda. Besarnya bobot berubah secara eksponensial, semakin kecil untuk data yang semakin usang (Makridakis, 1999). Dalam analisa exponential smoothing ini ada tiga kategori atau metode yang berbeda yaitu single exponential smoothing, double exponential smoothing, dan triple exponential smoothing (Santoso, 2009). Berikut akan dijelaskan karakteristik masing-masing metode dan persamaan yang digunakan dalam penghitungan tiap metode.

2.8.1 Pemulusan Single Exponential Smoothing

Metode ini menggunakan sebuah parameterα, yang dibobotkan kepada data yang paling baru dan membobotkan nilai (1-α) kepada hasil peramalan periode sebelumnya. Harga α terletak antara 0 dan 1. Persamaan statistik pemulusan yang digunakan dalam peramalan terlihat pada persamaan 2.1 (Arsyad, 2001).

At = α[Yt + (1- α) Yt-1 + (1- α)2Yt-2 + ....] ...(2.1)

Dari persamaan 2.1 maka dapat dilakukan substitusi sederhana yang menghasilkan persamaan 2.2 :

At = αYt + (1- α) At-1 ...(2.2)

Dari persamaan statistik pemulusan 2.1 dan 2.2, jika nilai peramalan menjadi Y t+1 maka menghasilkan persamaan 2.3 :


(2)

Dari persamaan ini dapat pula ditulis menjadi persamaan 2.4

Y t+1 = Y t + α (et) ...(2.4)

Kemudian untuk nilai et dapat dihitung dengan persamaan 2.5

et= ( Yt -Y t ) ...(2.5)

Dimana :

Y t+1 : nilai ramalan untuk periode berikutnya

α : konstanta pemulusan (0<α<1)

Yt : data baru atau nilai Y yang sebenarnya pada periode t

Y t : nilai pemulusan atau rata-rata yang dimuluskan hingga

periode t-1

et : adalah kesalahan dalam peramalan t

2.8.2 Pemulusan Double Exponential Smoothing

Berbeda dengan pemulusan single exponential smoothing yang hanya memiliki satu metode, dalam pemulusan double exponential ini dibagi menjadi dua menurut penemunya, yaitu double exponential smoothing dari Brown dan double exponential smoothing dari Holt. Pemulusan dengan metode double exponential smoothing (Brown) digunakan untuk data yang mengandung trend linier. Metode ini sering disebut juga metode linear satu-parameter dari Brown. Sedangkan metode double exponential smoothing dari Holt lebih banyak dipengaruhi oleh faktor musiman. Persamaan yang dipakai dalam implementasi pemulusan double exponential smoothing akan


(3)

menggunakan metode dari Brown dengan persamaan yang tertulis pada persamaan 2.6 sampai 2.10 (Arsyad, 2001) :

Persamaan statistik pemulusan tunggal :

At = αYt + (1- α) At-1 ...(2.6)

Persamaan statistik pemulusan ganda, atau lebih dikenal dengan nilai double exponential smoothing.

At’ = αAt + (1-α) At’-1 ...(2.7)

Selanjutnya berdasarkan model trend linier, cari selisih antara At

dan At’ dengan persamaan 2.8 dan 2.9 :

at = 2At-At’ ...(2.8)

(

- '

)

1 t t

t A A

b

α α

= ...(2.9)

Sedangkan persamaan untuk nilai peramalan Yt+pterlihat pada

persamaan 2.10 : p b a

Yt+p = t + t ...(2.10) Dimana :

α : konstanta pemulusan

t

A : pemulusan tahap pertama untuk periode t

' t

A : pemulusan tahap kedua untuk periode t

1 − t


(4)

' 1 − t A

: pemulusan tahap kedua untuk periode t - 1 at : nilai pemulusan baru selisih antara At dan At’ bt : estimasi trend / faktor penyesuaian tambahan Yt+p : ramalan untuk periode waktu t+ p

p : periode waktu yang diramalkan : 1,2,3,4,… 2.8.3 Pemulusan Triple Exponential Smoothing

Metode ini merupakan metode forecast yang dikemukakan oleh Brown, dengan menggunakan persamaan kwadrat. Metode ini lebih cocok dipakai untuk membuat forecast hal yang berfluktuasi atau mengalami gelombang pasang surut (Subagyo, 1986).

Prosedur pembuatan forecasting dengan metode ini sebagai berikut:

Carilah nilai S’t dengan rumus sebagai berikut

S`t = αXt + (1− α)S`t-1 ...(2.11)

Untuk tahun pertama nilai S`t belum bisa dicari dengan rumus di

atas, maka boleh ditentukan dengan bebas. Biasanya ditentukan sama seperti nilai yang telah terjadi pada tahun pertama.

Carilah nilai S``t dengan rumus

S``t = α S`t+ (1− α)S`t-1...(2.12)

Pada tahun pertama biasanya nilai S``t ditentukan seperti nilai

yang terjadi pada tahun pertama. Carilah nilai S```t dengan rumus


(5)

Untuk tahun pertama biasanya nilai S```t dianggap sama dengan

data tahun pertama.

Carilah αt = 3 S`t -3 S``t + S```t... ...(2.14)

Carilah nilai bt =

( ) (6 − 5 )S`t − (10 − 8 )S``t + (4 − 3 )S```t ....(2.15)

Carilah nilai ct = ( ) (S`t − 2S``t + S```t ) ...(2.16)

Persamaan forecast-nya = + + ... (2.17) adalah jangka waktu ke depan, yaitu berapa tahun yang akan datang forecast dilakukan. αt , bt , ct adalah nilai yang telah dihitung

sesuai dengan rumus 2.14, 2.15 dan 2.16.

Pada penelitian ini menggunakan metode peramalan (forecast) dengan metode Triple Exponential Smoothing, dikarenakan metode tersebut cocok dipakai untuk peramalan yang berfluktuasi.

2.9

Ketepatan Metode Peramalan

Tingkat ketepatan peramalan suatu produk dipandang sebagai tolok ukur seberapa jauh model peramalan itu mampu memprediksi data yang telah diolahnya dengan baik. Dengan demikian perlu dilakukan evaluasi kesesuaian metode peramalan terhadap suatu kumpulan data yang diberikan.

Evaluasi dalam ketepatan metode ini dapat diukur melalui penghitungan berikut ini (Arsyad, 2001):

1. Error/kesalahan pada periode ke-t et = Yt -Yt x 100%


(6)

t

Y merupakan data aktual untuk periode t

t

Y merupakan ramalan untuk periode t

2. Nilai tengah kesalahan mutlak (Mean Absolute Deviation) dari seluruh peramalan.

= ∧ − = n t t t n Y Y 1 | | MAD

3. Nilai tengah kesalahan kuadrat (Mean Squared Error)

= ∧ − = n t t t n Y Y 1 2 ) ( MSE

4. Nilai tengah kesalahan persentase (Mean Percentage Error)

n y Y Y n t t t t % | | MPE 1

= ∧ − =

5. Nilai tengah kesalahan persentase absolut (Mean Absolute

Percentage Error)

n y Y Y n t t t t % | | MAPE 1

= ∧ − =


Dokumen yang terkait

Implementasi dan Penggunaan Metode Exponential Smoothing untuk Meramalkan Penjualan Pakaian (Studi Kasus: Toko Pakaian P. Tarigan)

3 119 200

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peramalan Curah Hujan Menggunakan Metode ARIMA: studi kasus Kabupaten Semarang T1 672015707 BAB II

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemodelan Sistem Peramalan Produksi Tanaman Pangan Menggunakan Exponential Smoothing (Studi Kasus : Kabupaten Boyolali)

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemodelan Sistem Peramalan Produksi Tanaman Pangan Menggunakan Exponential Smoothing (Studi Kasus : Kabupaten Boyolali) T1 672008609 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemodelan Sistem Peramalan Produksi Tanaman Pangan Menggunakan Exponential Smoothing (Studi Kasus : Kabupaten Boyolali) T1 672008609 BAB IV

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemodelan Sistem Peramalan Produksi Tanaman Pangan Menggunakan Exponential Smoothing (Studi Kasus : Kabupaten Boyolali) T1 672008609 BAB V

0 0 2

Sistem Peramalan Harga Emas Antam Menggunakan Double Exponential Smoothing

0 0 9

PENERAPAN METODE DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING PADA PERAMALAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN

4 14 6

SISTEM PERAMALAN STOK OBAT MENGGUNAKAN METODE EXPONENTIAL SMOOTHING

0 0 6

Peramalan Tingkat Produksi Tanaman Pangan dan Tanaman Perkebunan Rakyat Kabupaten Bulukumba menggunakan Metode Exponential Smoothing - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 95