TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN IMPLIKASI HUKUMNYA STUDI KASUS DI DESA DEKAT AGUNG KECAMATAN SANGKAPURA BAWEAN KABUPATEN GRESIK.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN IMPLIKASI
HUKUMNYA
(Studi Kasus di Desa Dekat Agung Kec. Sangkapura Bawean Gresik)

SKRIPSI
OLEH:
MOH YUSUF
NIM: C01211045

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga
Surabaya
2016

i

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN IMPLIKASI
HUKUMNYA
(Studi Kasus di Desa Dekat Agung Kec. Sangkapura Bawean Gresik)


SKRIPSI

OLEH:
MOH YUSUF
NIM: C01211045

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga
Surabaya
2016

ii

iii

iv

v


vi

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kawin Paksa
Dan Implikasi Hukumnya di Desa Dekat Agung Kec. Sangkapura Bawean” ini
merupakan penelitian lapangan guna menjawab pertanyaan Mengapa terjadi
kawin paksa dan implikasi Hukumnya di Desa Dekat Agung kecamatan
Sangkapura Bawean Gresik serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
kawin paksa dan implikasi hukumnya di Desa Dekat Agung kecamatan
Sangkapura Bawean Gresik.
Data penelitian ini dihimpun melalui wawancara dan telaah pustaka.
Teknik analisis data dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang
bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antara fenomena yang diselidiki. Selanjutnya data tersebut diolah dan
dianalisis dengan pola pikir induktif,
Hasil penelitian dijelaskan bahwasanya tradisi kawin paksa dan implikasi
hukumnya di Desa Dekat Agung kecamatan Sangkapura Bawean Gresik adalah
perkawinan yang pelaksanaanya terpaksa atau dipaksa oleh orang tua dan hal ini
merupakan perjodohan, hal ini dilakukan masyarakat karena faktor ekonomi,

faktor untuk mendekatkan hubungan tali persaudaraan dan juga pemberian
wewenang kepada kiai, semua itu di lakukan adalah untuk kesejehteraan hidup
bagi keluarga mereka, Sekalipun dalam pelaksaannya dengan memaksa atau
paksaan. Hasil analisis hukum Islam terhadap tradisi kawin paksa dan implikasi
hukumnya di Desa Dekat Agung kecamatan Sangkapura Bawean Gresik. Secara
deskriptif masalah ini betentangan dengan ajaran agama Islam karena secara
proses pelaksaannya kawin paksa tersebut di dalamnya terdapat suatu
pemaksaan, yang menyebabkan ketidakrelaan pelaku baik kedua-duanya atau
salah satunya, begitu juga tidak terpenuhinya tujuan, rukun dan syarat-syarat
dalam perkawinan.. Dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 16 ayat (1)
“perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai”. Dan dijelaskan
kembali dalam pasal 17 ayat (2) “Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh
salah satu calon mempelai maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan”
Hendaknya masyarakat Desa Dekat Agung bagi pihak yang akan
melakukan perkawinan, harus memilih pasangan yang sesuai dengan keinginan
hati. Perkawinan yang barakah itu apabila perkawinan dilakukan oleh dua orang
yang suka sama suka bukan dengan pemaksaan. Karena apabila dalam
perkawinan mengandung unsur pemaksaan sulit untuk membina keluarga yang
saki>nah mawaddah dan rah}mah. Hendaknya banyak mempertimbangkan dan
lebih berhati-hati dalam melakukan pemakasaan dan memilih pasangan hidup

karena ketika salah dalam memilih pasangan maka akan sulit untuk membentuk
sebuah bahtera kehidupan rumah tangga yang kekal dan bahagia.

iv

DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM .................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii
DAFTAR TRANSLITERASI ................................................................................... ix
BAB I

PENDAHULUAN... ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ...................................................... 7
C. Rumusan Masalah .............................................................................. 8
D. Kajian Pustaka ................................................................................... 8

E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ................................................................. 11
G. Definisi Operasional .......................................................................... 12
H. Metode Penelitian .............................................................................. 13
I. Sistematika Pembahasan ................................................................... 16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DALAM ISLAM
A. Pengertian pernikahan ....................................................................... 18
B. Dasar hukum pernikahan… ............................................................... 20
C. Syarat dan Rukun pernikahan … ....................................................... 22
D. Tujuan perkawinan............................................................................. 27
vii

E. Kreteria memilih pasangan hidup menurut Islam… ......................... 30
F. Nikah paksa dan segala problematikanya.......................................... 38
G. Pendapat ulama’ tentang kawin paksa.. ............................................ 43
H. Hak Wali Mujbir. ............................................................................... 47
I. Memilih calon suami dalam Islam.. ................................................... 52

J. Memilih calon istri dalam Islam.. ...................................................... 56
K. Konsep Kafa’ah dalam Islam .. .......................................................... 59
BAB III

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN
IMPLIKASI HUKUMNYA
A. Keadaan wilayah Desa Dekat Agung ................................................ 64
1.

Sejarah Desa Dekat Agung ......................................................... 64

2.

Letak Geografis .......................................................................... 64

3.

Kesejahteraan dan keadaan sosial ............................................... 66

4.


Keadaan ekonomi.. ...................................................................... 68

5.

Agama .. ...................................................................................... 68

B. Deskripsi Kawin Paksa Dan Implikasi Hukumnya ........................... 69
C. Latar Belakang Terjadinya Kawin Paksa .......................................... 70
D. Faktor Penyebab Terjadinya Kawin Paksa ........................................ 71
E. Akibat Hukum Kawin Paksa ............................................................. 79
BAB IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA
ANAK PEREMPUAN DENGAN LAKI-LAKI CAP JANGKAR
A. Analisis Terhadap Deskripsi Kawin Paksa ........................................ 82
B. Tinjauan hukum Islam Terhadap tradisi Kawin Paksa Dan
Implikasi Hukumnya .......................................................................... 84
viii


BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 93
B. Saran-Saran ........................................................................................ 94

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah
Islam merupakan Agama yang diridhai Allah SWT. Di dalamnya
mengandung kebenaran dan nilai-nilai universal yang terdiri atas dimensi

syariah dan aqidah. Allah SWT menciptakan alam semesta ini dalam
keadaan berpasang-pasangan, ada laki-laki ada perempuan, ada jantan ada
betina, ada siang ada malam, serta ada baik ada buruk. Pasangan pria dan
wanita memiliki rasa saling tertarik yang akhirnya menuju pada suatu
ikatan perkawinan dan bisa menghasilkan keturunan serta hidup dalam
kedamaian sesuai dengan perintah Allah SWT dan petunjuk dari RasulNya. Islam merupakan agama yang selalu dijadikan sebagai aturan hukum
dan pedoman hidup demi menggapai keselamatan dan kebahagiaan di dunia
dan di akhirat, untuk mewujudkan hal tersebut setiap muslim diwajibkan
untuk menempuh pola kehidupan yang benar berdasarkan dengan ketentuan
al-Qur’an dan as-Sunnah, salah satunya yaitu perkawinan.1
Pernikahan adalah aqad (ija>b/qabu>l) antara laki-laki dan perempuan
untuk memenuhi tujuan hidup berumah tangga sebagai suami istri yang sah
menurut syarat dan rukunnya yang telah di tentukan oleh syara’. Pengertian
perkawinan

yang

lainnya,

diantaranya


menurut

Undang-Undang

Perkawinan No.1 tahun 1974, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
1

Sayyid Sabiq, fiqh Sunnah, jilid VI (Bandung: PT. AL-Maarif, 1997), 9.

1

2

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”.2
Perkawinan merupakan salah satu aturan yang ada dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah, Sebagaimana Firman Allah dalam surat adz-dzariyat : 49
       

Artinya: “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah” (Q.S. adz-dzariyat :
49)3
Firman-Nya pula dalam surat yasin : 36
            



Artinya: “maha suci tuhan yang telah menciptakan pasanganpasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan
dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (Yasin:
36)4
Dalam persepektif sosiologi perkawinan tidak hanya menyangkut
persoalan peribadi insan yang terlibat dalam perkawinan melainkan lebih
jauh lagi. Perkawinan membawa pengaruh atau efek yang lebih besar dalam
masyarakat, sebab perkawinan itu membentuk dan mengatur rumah tangga
yang merupakan basis pertama dari masyarakat yang besar diatas kecintaan
dan kasih sayang. Salah satu alat untuk memperkokoh ikatan perkawinan
itu adalah rasa cinta dan kasih sayang antara laki-laki dan wanita secara
2

Undang-undang No.1 tahun 1974 Pasal 1, ( Bandung: CV. Nuansa aulia Cet.1,2008), 80.
Depag RI., Al-Qur’an dan terjemahnya, (Surabaya: mahkota, 1990) 862.
4
Ibid., 710.

3

3

timbal balik. Di atas dasar cinta inilah kedua belah pihak yang melakukan
ikatan perkawinan itu berusaha membentuk rumah tangga yang bahagia.
Dari rumah tangga tadi kemudian lahir anak-anak kemudian bertambah
luas menjadi rumpun keluarga demikian seterusnya sehingga tersusun
masyarakat besar.5
Pada hakikatnya perkawinan adalah suatu ikatan antara pria dan
wanita sebagai suami istri untuk membentuk sebuah keluarga yang bahagia
hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an surat ar-Rum: 21
            

      
   

Artinya: “dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supanya kamu
cendrung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S.
ar-Rum: 21)6
Dan dalam sebuah hadis yang berbunyi:

Artinya: “dari Anas bin Malik r.a. Katanya: Sesungguhnya Nabi
SAW. Setelah beliau memuji Allah dan menyanjungnya, beliau
bersabda: akan tetapi saya shalat, tidur, berpuasa dan mengawini
beberapa orang wanita. Barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku,
maka dia bukan ummatku.” (muttafaqun Alaih. Ini menurut riwayat
Muslim)7

5

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam & UUP, (yogyakarta: liberty, 1999), 17.
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: mahkota, 1990) 644.
7
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: PT Sinar Baru, 1990), 352.
6

4

Sedangkan perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan,
yaitu akad yang sangat kuat atau mitha>qan gali>za} n untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah yang bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang saki>nah,

mawaddah dan

rah}mah.8
Dengan perkawinan manusia akan dapat mengurangi diri dari
kemaksiatan. Ketika membahas perkawinan maka tidak bisa lepas dari
syarat dan rukun perkawinan yang berlaku terhadap orang Islam itu sendiri
terutama di Indonesia. Syarat merupakan hal-hal yang melekat pada
masing-masing unsur yang menjadi dari sebagian suatu perbuatan hukum
dan peristiwa hukum. Rukun adalah unsur yang melekat pada peristiwa
hukum atau perbuatan hukum (misal akad perkawinan), baik dari segi
subyek hukum maupun obyek hukum yang merupakan bagian dari
perbuatan hukum ketika peristiwa hukum tersebut berlanjut. Suatu
perbuatan atau tindakan hukum dinyatakan sah apabila terpenuhinya
seluruh rukunnya, dan perbuatan hukum

tidak sah apabila tidak

terpenuhinya salah satu rukun atau semua rukunnya.9
Perkawinan itu tidak boleh dilakukan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan Agama. Seperti yang termaktub dalam ketentuan alQur’an yaitu larangan karena perbedaan agama. Namun khusus laki-laki

8

Bisri, Cik Hasan, dkk, Kompulsi Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu), 140.
9
Neng Djubaidah, Pencatatatan Perkawinan dan PerkawinanTidak Di Catatkan Menurut Hukum
Tertulis Di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar grafika, 2001), 90.

5

Islam boleh mengawini seorang wanita ahli kitab, seperti Yahudi dan
Nasrani.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang akan
melangsungkan perkawinan ialah “ikhtiyar” (tidak dipaksa) pihak yang
melangsungkan perkawinan itu dirumuskan dengan kata-kata calon isteri
dan suami atau persetujuan mereka. Untuk kesempurnaan itulah perlu
adanya khitbah atau peminangan yang merupakan satu langkah sebelum
mereka melangsungkan perkawinan, sehingga semua pihak dapat
mempertimbangkan apa yang akan mereka lakukan.10
Salah satu tujuan pernikahan itu untuk membentuk keluarga yang
bahagia demi mencapai kebahagiaan yang kekal baik di dunia maupun di
akhirat berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa. 11 Perkawinan bertujuan
untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Perkawinan
merupakan

hal

yang

sakral

dan

diagungkan

oleh

pihak

yang

melaksanakannya.
Untuk membentuk dan mewujudkan suatu rumah tangga yang
bahagia dan sejahtera lahir dan batin tersebut tidak mudah, oleh sebab itu
masing-masing anggota keluarga harus menyadari tentang tujuan
perkawinan itu sendiri. Untuk mencapai tujuan yang diidamkan prasyarat
yang harus dimiliki calon suami isteri antara lain adanya cinta kasih di

10

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan DEPAG, Ilmu Fiqih Jilid II (Jakarta: CV. Yuline,
cet. Ke-2, 1984), 70.
11
Neng Djubaidah, S.H.,M.H., Pencatatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak di Catatkan
Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001) ,63.

6

antara mereka berdua. Untuk melangsungkan perkawinan yang di dasari
cinta kasih itu harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu atas
kemauannya sendiri tanpa ada unsur paksaan dari orang lain (orang tua).
Sebagai mana tercantum dalam pasal 6 Undang-undang perkawinan No. 1
Tahun 1974 ayat 1 yaitu: “perkawinan harus didasarkan atas persetujuan
kedua belah pihak atau calon mempelai”12
Dalam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat Desa Dekat
Agung sering kali terjadi kawin paksa, yakni orang tua memaksa anak
perempuannya menikah dengan laki-laki yang bukan pilihannya sendiri,
motif pemaksaan ini seringkali terjadi karena didorong faktor ekonomi.
Berdasarkan

pengamatan

sementara

di

Desa

Dekat

Agung

Kecamatan Sangkapura Bawean Kabupaten Gresik ada beberapa pasangan
suami istri yang melakukan perkawinan secara paksa karena adanya
paksaan dari orang tua. Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974
diterangkan tentang perkawinan itu sendiri mengharuskan perkawinan itu
terjadi atas persetujuan dari kedua belah pihak, baik dari pihak laki-laki
maupun pihak perempuan, paling tidak antara kedua belah pihak harus
saling kenal, baik secara fisik maupun batin lebih-lebih mengenal secara
keseluruhan yaitu karakter, sifat dan tingkah laku.
Berpijak dari latar belakang di atas, apakah dampak yang ditimbulkan
dari kawin paksa tersebut berpengaruh terhadap tujuan perkawinan, lalu

12

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam & UUP, (Yogyakarta: Liberty, 1999), 9.

7

bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap masalah tersebut, maka perlu
diadakan penelitian lebih lanjut.
B.

Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah yang terdapat dalam penelitian ini yaitu :
1. Pandangan masyarakat dan tokoh masyarakat Desa Dekat Agung
terhadap tradisi kawin paksa dan implikasi hukumnya.
2. Deskripsi dan pengertian kawin paksa dan implikasi hukumnya di Desa
Dekat Agung Kec. Sangkapura Bawean.
3. Pendapat para tokoh ulama’ di masyarakat Bawean tentang kawin
paksa dan implikasi hukumnya. khususnya tokoh agama di Desa Dekat
Agung.
4. Tinjauan hukum Islam terhadap kawin paksa dan implikasi hukumnya.
5. Proses kawin paksa dan implikasi hukumnya. di Desa Dekat Agung Kec.
Sangkapura Bawean.
6. Faktor-faktor penyebab kawin paksa dan implikasi hukumnya.
7. Akibat hukum dari kawin paksa dan implikasi hukumnya
Dari identifikasi masalah tersebut maka penulis membatasi
masalah dalam beberapa aspek, yaitu:
1. Proses kawin paksa dan implikasi hukumnya di Desa Dekat Agung
kecamatan Sangkapura Bawean Gresik.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap kawin paksa dan implikasi hukumnya di
Desa Dekat Agung kecamatan Sangkapura Bawean Gresik.

8

C.

Rumusan Masalah
Agar lebih praktis dan lebih operasional dalam penelitian ini, maka
pembahas akan merumuskan dalam bentuk permasalahan-permasalahan
sebagai berikut:
1. Mengapa terjadi kawin paksa dan implikasi hukumnya di Desa Dekat
Agung kecamatan Sangkapura Bawean Gresik.?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kawin paksa dan implikasi
hukumnya di Desa Dekat Agung kecamatan Sangkapura Bawean
Gresik?

D.

Kajian Pustaka
Kajian pustaka yaitu deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan seputar permasalahan yang akan diteliti.
Kajian pustaka dilakukan untuk menegaskan bahwa kajian penelitian yang
penulis tulis tersebut sama sekali bukan pengulangan atau duplikasi dari
kajian atau penelitian sebelumnya.
Adapun penelitian skripsi yang berkaitan dengan judul penelitian ini
berdasarkan yang peneliti ketahui tidak banyak yang membahas masalah
ini. Akan tetapi dalam hal ini ada skripsi yang juga membahasnya tapi
sama sekali tidak ada kesamaan dalam pembahasan maupun tempat
kejadian di dalamnya, yaitu :
a. Skripsi saudara Muhammad Sahirul Anam yang berjudul, “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap kabin tellak

Studi kasus di Desa Teluk

Jatidawang Kec. Tambak Bawean. yang mana lebih menekankan pada

9

bagaimana peran masyarakat dan tinjauan Hukum Islam dalam
menanggapi tradisi Kabin tellak.

Kabin tellak yang terjadi di Desa Teluk jatidawang adalah
perkawinan yang pelaksanaanya terpaksa atau dipaksa oleh masyarakat
terhadap
perzinahan.

pelaku,

karena

Kemudian

akibat
setelah

perselingkuhan,
akad

langsung

pemerkosaan,
penjatuhan

talak/diceraikan13
b. Skripsi saudara Rusman yang berjudul, Tinjauan Hukum Islam terhadap
tradisi pemberian otoritas kiai dalam penentuan pasangan hidup dalam
perkawinan di Desa Klapayan Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan,
yang mana lebih menekankan pada bagaiamana peran otoritas kiai dalam
penentuan pasangan hidup dan bagaimana tinjauan hukum islam dalam
menanggapi hal yang sedemikian.14
c. Skripsi saudari Husniyah yang berjudul, Tinjauan Hukum Islam terhadap
Kawin di bawah ancaman terhadap korban kecelakaan lalu lintas di Desa
Klapayan kecamatan Sepulu kabupaten Bangkalan, skripsi ini berisikan
bagaimana bentuk tanggung jawab seorang pelaku kecelakaan lalu lintas
untuk mengawini korbannya sendiri dan bagaimana tinjauan hukum

13

Muhammad Sahirul Anam, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kabin Tellak Studi Kasus Di
Desa Teluk Jatidawang Kec. Tambak Bawean” (Skripsi—IAIN Sunan Ampel, Surabaya,
2013),63.
14

Rusman, Tinjauan Hukum Islam terhadap tradisi pemberian otoritas kiai dalam penentuan
pasangan hidup dalam perkawinan di Desa Klapayan Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan, (
fak. Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 20015).

10

Islam terhadap kawin di bawah ancaman terhadap korban kecelakaan lalu
lintas di Desa Klapayan kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan.15
d. Skripsi saudari Faulia awalina yang berjudul analisis terhadap putusan
tahun 2000 pengadilan agama sidoarja tentang permintaan ganti rugi
oleh suami dalam perkara cerai gugat tentang perjodohan yang akhirnya
mengakibatkan perceraian, kemudian pihak laki-laki meminta ganti rugi
dalam cerai gugat.16
e. Skripsi saudari Sa’diyah yang berjudul Dampak kawin Paksa di Desa

Petis Benem Kecamatan Duduk Sampeyan Gresik, Faktor yang
menyebabkan kawin paksa yaitu karena faktor ekonomi. Dampak yang
ditimbulkan adalah dampak positif, sehingga perkawinan paksa tidak
dilarang di daerah petis benem.17
Sementara skripsi yang penulis bahas di sini berjudul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Kawin Paksa Dan Implikasi Hukumnya (Studi
kasus di Desa Dekat Agung Kec. Sangkapura Bawean) yang mana lebih
menekankan pada bagaimana peran masyarakat dan tinjauan Hukum
Islam dalam menanggapi tradisi kawin paksa dan implikasi hukumnya.
yang nantinya peneliti akan fokus pada proses kawin paksa dan
implikasi hukumnya. di Desa Dekat Agung kecamatan Sangkapura
15

Husniyah, Tinjauan Hukum Islam terhadap Kawin di bawah ancaman terhadap korban
kecelakaan lalu lintas di Desa Klapayan kecamatan Sepulu kabupaten Bangkalan, ( fak. Syariah
IAIN Sunan Ampel Surabaya, 20013).
16
Faulia awalina, analisis terhadap putusan tahun 2000 pengadilan agama sidoarja tentang
permintaan ganti rugi oleh suami dalam perkara cerai gugat, ( fak. Syariah IAIN Sunan Ampel
Surabaya, 2004).
17
Sa’diyah, dampak kawin paksa di desa petis benem kecamatan duduk sampeyan gresik,
(fak. Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2003).

11

Bawean Gresik dan tinjauan hukum Islam terhadap kawin paksa dan
implikasi hukumnya. di Desa Dekat Agung kecamatan Sangkapura
Bawean Gresik.
E.

Tujuan Penelitian
Selain dengan permasalahan diatas, maka peneliti sekripsi ini
bertujuan antara lain:
1. Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kawin paksa dan implikasi
hukumnya di Desa Dekat Agung kecamatan Sangkapura Bawean Gresik.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap kawin paksa dan
implikasi hukumnya di Desa Dekat Agung kecamatan Sangkapura
Bawean Gresik

F.

Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini diharapakan dapat memberi menfaat
yang berguna dalam dua aspek berikut :
1. Dari segi teoritis. Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat
memberikan sumbangsi keilmuan,

khususnya mengenai orang tua

mencarikan pasangan hidup terhadap anak perempuan.
2. Dari segi praktis. Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat
memberikan sumbangan Sebagai ilmu tentang hukum perkawinan,
khususnya untuk orang tua memilih pasangan hidup terhadap anak
perempuan-Nya.

12

G.

Definisi Operasional
Untuk mempermudah memahami judul skripsi ini, penulis akan
menguraikan maksud dari variabel penelitian tersebut. Adapun yang perlu
dijelaskan dalam definisi operasional tersebut adalah:
1. Hukum Islam adalah

hukum samawi, artinya hukum agama yang

menerima wahyu yaitu kitab suci al-Qur’an, hukum Islam mengatur
hubungan pribadi, Masyarakat, Negara, dan sebagainya, dan akhirnya
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.18 Di dalam Hukum
Islam juga terdapat Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang
berkenaan dengan kehidupan pemilihan pasangan dalam perkawinan,
berdasarkan al-Qur’an, As-sunnah dan KHI, dan hasil ijtihad para
ulama’(kitab fiqih) yang mana dalam hal ini membahas masalah
perkawinan.
2. Kawin Paksa, dalam bahasa Indonesia berasal dari dua suku kata yaitu
kawin dan paksa. Kawin dalam kamus bahasa Indonesia berarti
perjodohan antara laki-laki dan perempuan sehingga menjadi suami dan
istri, sedangkan paksa adalah perbuatan (tekanan, desakan dan
sebagainya) yang mengharuskan (mau tidak mau atau harus). Sedangkan
dalam kamus ilmiah popular, paksa adalah mengerjakan sesuatu yang di
haruskan walaupun tidak mau. Jadi kedua kata tersebut jika
digabungkan akan menjadi kawin paksa yang berarti suatu perkawinan

18

Abd Shomad, Hukum Islam Penoramaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2010), 1.

13

yang dilaksanakan tidak atas kemauan sendiri (jadi karena desakan atau
tekanan) dari orang tua ataupun pihak lain yang mempunyai hak untuk
memaksanya menikah.19
3. Implikasi adalah akibat langsung yang terjadi karena suatu hal.20
H.

Metode Penelitian
Penelitian ini adalah Field Reseach (penelitian lapangan) yaitu
penelitian yang langsung terjun kelapangan.
1. Data yang dikumpulkan
Terkait dengan rumusan masalah di atas, maka dalam penelitian ini
data yang dikumpulkan yaitu :
a.

Data tentang latar belakang kawin paksa.

b.

Data tentang sebab-sebab terjadinya kawin paksa.

c.

Data tentang pelaku kawin paksa.

2. Sumber Data
Adapun sumber data penelitian ini antara lain:
a.

Sumber primer
Sumber primer yaitu sumber pokok atau data yang diperoleh
dari subyek penelitian di lapangan berupa hasil wawancara dan
pengamatan dengan sumber di antaranya : Penduduk masyarakat
Desa Dekat Agung, Kepala Desa Dekat Agung , tokoh masyarakat
Desa Dekat Agung, orang tua dan pelaku kawin paksa.

b.
19
20

Sumber Sekunder

Kamus besar bahasa Indonesia.
Ibid.

14

Sember sekunder yaitu sumber tambahan yang berupa
dokumen, buku atau kitab, yang diperoleh dari bahan pustaka yang
relevan atau yang berhubungan dengan judul penelitian, di
antaranya :
1.

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.

2.

Soemiyati, Hukum perkawinan islam dan undang-undang

Perkawinan.
3.

Bisri, Cik Hasan, Dkk, Kompilasi hukum islam dan peradilan

agama.
4.

Al- Ghazali, Menyikap Hakikat Perkawinan.

5.

Achmad kuzari, Nikah sebagai perikatan.

6.

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia.

7.

Abd. Shomad, Hukum Islam Penoramaan Prinsip Syari’ah

Dalam Hukum Indonesia.
8.

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian sosial, (format-foramat

kuantitatif dan kualitatif).
9.

Ghazaly, Abd. Rahman, Fikih Munakahat.

10. Neng Djubaidah, Pencatatatan Perkawinan dan Perkawinan

Tidak di Catatkan Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan
Hukum Islam.
11. Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam.
12. Moh. Nazir, Metode Penelitian.
13. Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional.

15

14. Syaid sabiq. Terjemah Fiqh Sunnah jilid 6,7,8.
15. Umar Said, Hukum Islam di Indonesia Tentang Perkawinan.
16. KHI (Kompilasi Hukum Islam) dan Undang-Undang No.1
Tahun 1974 tentang Perkawinan
3. Teknik Pengumpulan data .
Data yang sudah dikumpulkan diatas kemudian diolah. Dalam hal
ini penulis menggunakan tehnik yaitu :
1.

Wawancara yaitu suatu bentuk komunikasi atau percakapan antara
dua orang atau lebih guna memperoleh informasi. Seorang peneliti
bertanya

langsung

kepada

subjek

atau

responden

untuk

mendapatkan informasi yang diinginkan guna mencapai tujuannya
dan memperoleh data yang akan dijadikan sebagai bahan laporan
penelitian.21 Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan Kepala
Desa, para Tokoh Agama masyarakat, dan pelaku kawin paksa.
2.

Observasi: metode ini dilakukan atau mengadakan pengamatan
langsung pada saat pelaksanaan bimbingan penyuluhan dan
penasehat yang dihasilkan dari wawancara di masyarakat Desa
Dekat Agung. Dengan cara mengadakan pengamatan langsung
terhadap obyek yang diteliti.

4. Teknik Analisis Data
Dalam teknik analasis data, maka penulis akan menganalisis data
tersebut dengan menggunakan metode analisis induktif, yakni bermula
21

S. Nasution, Metode Research (penelitian ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 113.

16

dari hal-hal yang bersifat umum yaitu berupa buku-buku atau kitab
maupun peraturan Undang-Undang yang menjelaskan tentang hukum
Islam, khususnya yaitu dalam hal perkawinan, kemudian merujuk
kepada kawin paksa.
Dari hasil analisis inilah diharapkan bisa menjadi suatu jawaban
atas rumusan masalah diatas dan sekaligus sebagai bahan untuk
pembahasan hasil penelitian dan bisa ditarik suatu kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas lima bab yang
masing-masing menampakkan titik berat yang berbeda, namun dalam
satu kesatuan saling mendukung dan melengkapi.
Bab pertama, bab pendahuluan berisi latar belakang, identifikasi
masalah, rumusan masalah, Kajian Pustaka, tujuan penelitian, kegunaan
hasil penelitian, identifikasi masalah, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, Berisi landasan teori yang tentang perkawinan
meliputi : pengertian perkawinan, prinsip perkawinan, rukun dan syarat
perkawinan, tujuan perkawinan, hak wali mujbir, pemilihan calon suami
dalam Islam, pemilihan calon istri dalam Islam, hak dan kewajiban
suami istri dalam perkawinan.
Bab ketiga, Merupakan uraian tentang data laporan hasil
penelitian yang meliputi: Profil keadaan Desa Dekat Agung berupa
sejarah Desa, letak geografis, kesejahteraan dan keadaan sosial, keadaan

17

ekonomi, Agama, Deskripsi kawin paksa., latar belakang terjadinya
kawin paksa, faktor-faktor penyebab terjadinya kawin paksa, Akibat
hukum kawin paksa.
Bab keempat, Merupakan bab yang menganalisis lebih mendalam
mengenai tinjauan hukum Islam terhadap kawin paksa, Di Desa Dekat
Agung kecamatan Sangkapura Bawean. Yaitu analisis terhadap
deskripsi kawin paksa, Dan analisis terhadap tinjauan hukum Islam
terhadap kawin paksa.
Bab kelima, Merupakan bab Penutup berisi kesimpulan dan saran.

18

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN
A. Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
Nikah

secara

bahasa

berarti

‫الجمع‬

(menghimpun)

dan

(mengumpulkan) dikatakan ‫( الضم‬pohon-pohon itu saling berhimpun
antara satu dengan yang lain). Jika satu bagian pohon dengan bagian
pohon yang lainnya saling berhimpun atau berkumpul.1
Sebutan lain buat pernikahan adalah az-zawaj/az-ziwaj dan azzijah, terambil dari akar kata zaja-yajuzu-zaujan (arab) yang secara
harfiah berarti menghasut, menaburkan benih perselisihan dan
mengadu domba. Namun yang dimaksud dengan az-zawaj/az-ziwaj
disini ialah at-tazwij yang terambil dari kata zawwaja yuzawwijutazwijan (arab) yang secara harfiah mengawinkan, mencampuri,
menemani, mempergauli, menyertai dan memperistri.2
Para

ulama’

berbeda

dalam

mendefinisikan

kata

pernikahan/perkawinan secara istilah, antara lain:
a.

Menurut Ulama’ salaf

1

Taqiyuddin Abu Bakar Bin Ahmad Al Husaini, Kifayatul Akhyar. Jus II, Indonesia: Darul Ihya
Kutubi Arabiyah, tth,36
2
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Jakarta:. Raja Grafindo
Persada, 2004, 43

18

19

b.

Artinya: Akad yang mengandung ketentuan hukum
kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz
atau ziwaj atau yang semakna keduanya.3
Menurut Muhammad Amin al-Kurdi memberikan pengertian
nikah sebagai berikut:

Atrinya: Akad yang menjamin bolehnya bersetubuh
dengan lafadz inkah atau tazwij atau terjemahnya.4
c.

Taqiyuddin Abi Bakar memberikan pengertian nikah sebagai
berikut:

Artinya: Akad yang terkenal dan mengandung beberapa
rukun dan syarat.5
d.

Menurut UU. Perkawinan
Perkawinan ialah: ikatan lahir batin, antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.6

3

Zakiyah Darajad, dkk. Ilmu fiqih, Jilid II, Jakarta: thn 1989-1990, 98.
Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, Beirut: Dar al-Fikr, tt., 373.
5
Taqiyuddin Abu Bakar Bin Ahmad Al Husaini, Kifayatul Akhyar. Jus II, Indonesia: Darul Ihya
Kutubi Arabiyah, tt,38.
6
Pasal I Undang-Undang perkawinan No 1 Tahun 1974.
4

20

e.

Menurut KHI
Pernikahan yaitu suatu akad yang sangat kuat atau

mitsaqan gholizon untuk mentaati perintah Allah SWT
dan melaksanakannya merupakan ibadah.7
B. Dasar Hukum dan Tujuan Pernikahan
Dasar hukum dan tujuan pernikahan menurut ajaran islam yang

pertama adalah melaksanakan Sunatullah. Pernikahan yang dinyatakan
sebagai Sunatullah ini merupakan kebutuhan yang di minati oleh setiap
naluri manusiadan dianggap oleh Islam sebagai ikatan yang sangat kokoh
atau mitsaqon ghalizan.8 Karena itu, pernikahan hendaknya dianggap
sakral dan dimaksudkan untuk membinah rumah tangga yang abadi
selamanya.9 Seperti yang tercantum dalam Al-qur’an (Surat An-Nur : 32)
             
      

Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi
Maha mengetahui. (Surat An-Nur : 32)10

7

Pasal 2 Kmpilasi Hukum Islam
Lihat, Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 21.
9
Dedi Junaedi, Bimbingan Perkawinan, Jakarat: Akademika Pressindo, 2003, 6.
10
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al_Qur’an, (TM. Hasbi Ash-Shiddieqy), Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Jakarta: Depag RI. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an,1989, 549
8

21

Tujuan yang kedua adalah untuk mengamalkan sunnah Rasulullah
sebagaimana disebut dalam hadis Nabi :

Artinya : Perkawinan adalah peraturanku barang siapa yang
kepadaperaturanku bukanlah ia termasuk umatku. (Bkhori
dan Muslim).11
Tujuan dan dasr hukum yang ketiga adalah untuk menenangkan
pandangan mata dan menjaga kehormatan diri sebagaimana dinyatakan
dalam hadis :

Artinya : Dari Abdullah bin Mas’ud Rosulullah SAW bersabda :
hai sekalian pemuda barang siapa yang diantara kamu yang
telah sanggup kawin, maka hendaklah kawin maka
sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (terhadap
yang dilarang oleh agama) dan memelihara faraj dan barang
siapa yang tidak sanggup hendakla berpuasa, karena itu perisai
baginya. (HR. Bukhori dan Muslim).12
Kata al-ba’ah dalam hadis di atas berarti kemampuan seseorang
untuk melakukan sebuah pernikahan di lihat dari segi kemampuan jimak
dan kemampuan ekonomi.

11

Mahrus Ali, terj. Bulughul maram, karya Al-Hafidz Ibn Hajar Al-asqalani, Surabaya: Mutiara
Ilmu, 1995, 413
12
Taqiyuddin Abu Bakar Bin Ahmad Al Husaini, Kifayatul Akhyar…, 36.

22

Pernikahan merupakan salah satu perintah agama kepada yang
mapan untuk segera melaksanakannya, karena dengan pernikahan dapat
mengurangi maksiat penglihatan dan memelihara diri dari perbuatan zina.
Oleh karena itu, bagi mereka yang mempunyai keinginan untuk menikah,
sementara pembekalan untuk memasuki perkawinan belum siap, maka
untuk membentengi diri dari perbuatan tercela yang menuju perzinahan,
caranya yaitu dengan berpuasa.13
Selain dari tiga hal tersebut di atas maka tujuan yang keempat
untuk mendapatkan keturunan yang sah, yang kuat iman, kuat ilmu dan
kuat amal sehingga mereka itu dapat membangun masa depannya yang
lebih baik, bagi dirinya, keluarganya dan masyarakat serta bangsa dan
negaranya.
Dengan demikian maka rumusan tentang tujuan perkawinan yang
ada di dalam undang-undang adalah sejalan dengan ajaran Islam yaitu
untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
C. Syarat dan Rukun Pernikahan
Pernikahan adalah pintu masuk menuju keluarga, karena itu di
dalam ajaran Islam pernikahan diatur dengan syarat dan rukun yang jelas
dan rinci. Pernikahan oleh agama ditentukan unsur-unsurnya yang
menurut istilah hukumnya di sebut rukun, dan masing-masing rukun
memerlukan syarat-syarat.14

13
14

Ibid., 38.
Toto Suryana, ibadah Peraktis, Bandung: CV. Alafabeta, 80.

23

Syarat yang dimaksud dalam pernikahan adalah suatu hal yang
pasti ada dalam pernikahan, akan tetapi tidak termasuk salah satu bagian
dari hakikat pernikahan. Dengan demikian rukun nikah itu wajib
terpenuhi ketika diadakan akad pernikahan, sebab tidak sah akadnya jika
tidak terpenuhi rukunnya.
Untuk sahnya perkawinan, para ulama’ telah merumuskan sekian
banyak rukun dan syarat yang mereka pahami dari ayat-ayat al-qur’an
maupun hadis-hadis Nabi SAW.
Sebelum mengadakan pernikahan atau akad, sebaiknya kedua
belah pihak sudah saling mengetahui keadaan yang sebenarnya yang
menimbulkan hasrat untuk menikah, ketentuan semacam ini dapat kita
baca dalam hadis berikut :

Artinya : Dari Jabir r.a dia berkata : rosulullah SAW bersabda : apabila
seseorang diantara kamu meminang seseorang wanita, lalu jika
dia sanggup untuk melihat dari wanita itu sesuatu yang
mendorong untuk menikahinya maka hendakla dilakukan (HR.
Abu Dawud).
Adapun rukun dan syarat-syarat pernikahan adalah sebagai
berikut:
1. Mempelai laki-laki, syarat-syaratnya :
a) Beragama Islam
b) Laki-laki
15

Abu Dawud Sulaiman Ibn Asya’es Al Sajirtani, Sunan Abu Dawud, Beirut; Darul Kutub Al
Ilmiyah, 1996, 229.

24

c) Jelas orangnya
d) Dapat memberikan persetujuan
e) Tidak terdapat halangan perkawinan
2. Mempelai perempuan, syarat-syaratnya
a) Beragama, meskipun Yahudi atau Nasrani
b) Perempuan
c) Jelas orangnya
d) Dapat dimintai persetujuan
e) Tidak terdapat halangan pernikahan
3. Adanya Wali Nikah
Dari sekian banyak syarat dan rukun-rukun untuk sahnya pernikahan
menurut hukum Islam, wali adalah hal yang sangat penting dan
menetukan.
Adapun syarat-syarat wali adalah sebagai berikut:
a) Laki-laki
b) Dewasa
c) Mempunyai hak perwalian
d) Tidak terdapat halangan perwaliannya
Dalam soal pernikahan, yang pertama kali berhak menjadi wali adalah
wali aqrab (bapak atau kakek), jadi selama wali aqrab masi ada hak
menikahkan belum dapat dipindahkan kepada wali yang lain (wali

25

ab’ad). Apabila wali aqrab masi ada dan memenuhi syarat tetapi yang
menikahkan wali ab’ad , maka nikahnya tidak sah.16
4. Adanya Saksi
Menurut jumhur ulama, pernikahan yang tidak dihadiri saksi itu tidak
sah., jika ketika belangsungnya ijab-qobul itu tidak ada saksi yang
menyaksikan sekalipun di umumkan kepada khalayak ramai dengan
menggunakan cara lain, perkawinannya tetep tidak sah. 17
Adapun syarat-syarat menjadi saksi adalah sebagai berikut:
1) Minimal dua orang laki-laki
2) Hadir dalam ijab-qobul
3) Dapat mengerti maksud akad
4) Islam
5) Dewasa
5. Ijab Qobul
Rukun yang mendasar dalam pernikahan adalah ridhonya laki-laki dan
perempuan, dan persetujuan keduanya untuk berkeluarga. Perasaan
ridha dan setuju itu bersifat kejiwaan yang tidak dapat dilihat dengan
mata kepala. Karena itu harus ada tanda yang tegas untuk
menunjukkan kemauan mengadakan ikatan suami istri. Tanda itu
diutarakan dengan kata-kata oleh kedua belah pihak yang mengadakan
akad.18

16

Taqiyuddin Abu Bakar Bin Ahmad Al Husaini, Kifayatul Akhyar…, 52.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 2, Beirut: Dar al Fikr, tt., 48-49.
18
Ibid., 29.

17

26

Akad nikah terdiri dari dua bagian, yaitu ijab dan qabul. Ijab ialah
perkataan wali atau wakilnya dan qabul ialah penerimaan dari pihak
laki-laki atau wakilnya.19
Akad nikah itu tidak dapat dibenarkan dan tidak mempunyai akibat
hukum yang sah apabila belum memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Adanya pernyataan menikahkan dari wali
2) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria
3) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kata nikah
4) Antara ijab dan qobul bersambungan
5) Antara ijab dan qobul jelas maksudnya
6) Orang yang berkait dengan ijab qobul tidak sedang dalam ihram
haji/umrah
7) Majelis ijab dan qobul itu harus dihadiri minimum empat orang,
yaitu: calon mempelai peria atau wakilnya, wali dari mempelai
wanita atau wakilnya, dan dua orang saksi.20
6. Mahar
Dalam bahasa indonesia kata mahar dikenal dengan nama
maskawin. Mahar atau maskawin adalah harta pemberian dari calon
mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan yang

19
20

Moh. Anwar, Hukum Perkawinan Islam…, 126.
Ahmad Rofiq, Pokok-pokok Hukum Islam…, 71-72.

27

merupakan hak istri dan sunnah disebutkan ketika akad nikah
berlangsung.21
Jadi pemberian maskawin ini wajib, dan sunnah apabila
disebutkan pada waktu akad nikah.22 Namum apabila maskawin itu
tidak disebutkan dalam akad nikah, maka wajib membayar maskawin
yang pantas (mahar mis|il).23
D. Tujuan Perkawinan
Tujuan nikah pada umumnya bergantung pada masin-masing
individu yang akan melakukannya, karena lebih bersifat subyektif.
Namun demikian, ada juga tujuan perkawinan dalam Islam yaitu: untuk
memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubung antara laki-laki
dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia
dengan dasar cinta dan kasih sanyang, untuk memperoleh keturunan yang
Sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah
diatur oleh syariah.24
Adapun

tujuan perkawinan secara rinci dapat dikemukakan

sebagai berikut:25
1. Melaksanakan Libido Seksualitas
Semua manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai
insting seks, hanya kadarnya yang berbeda. Dengan perkawinan,
21

Dirjen Bimbaga Islam Depag, Ilmu Fiqih , jilid 2, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana
Perguruan Tinggi Agama, 1985, cet. Ke-2, 109.
22
Ibid., 110.
23
Ibid., 114.
24
Soemiyati, hukum perkawinan Islam dan UU Perkawinan, 12.
25
Slamet abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat I, 12-17.

28

seorang laki-laki dapat menyalurkan nafsu seksualnya kepada seorang
perempuan dengan sah dan begitu pula sebaliknya.
2. Memperoleh Keturunan
Memperoleh keturuna atau anak dalam perkawinan bagi
penghidupan manusia mengandung dua segi kepentingan, yaitu:
kepentingan untuk diri peribadi dan kepentingan yang bersifat umum
(universal). Setiap orang yang melaksanakan perkawinan tentu
mempunyai keinginan untuk memperoleh keturunan atau anak.
3. Memperoleh Kebahagiaan dan Ketentraman
Dalam hidup keluarga perlu adanya ketentraman, kebahagiaan
dan ketenangan lahir batin. Dengan keluarga yang bahagia dan
sejahtera akan dapat mengantarkan pada ketenangan ibadah.
4. Mengikuti sunnah Nabi
Nabi

Muhammad

SAW.

Menyuruh

kepada

umatnya

sebagaimana disebutkan dalam hadis:

Artinya: “Nikah itu adalah sunnahku, barang siapa yang tidak
menyukai sunnahku, maka dia bukan termasuk ummatku.”26
5. Menjalankan Perintah Allah SWT
Allah SWT. Menyuruh kepada kita untuk menikah apabilah
telah mampu. Dalam sebuah ayat Allah SWT. Berfirman:
26

Mahrus Ali, terj. Bulughul maram, karya Al-Hafidz Ibn Hajar Al-asqalani, Surabaya: Mutiara
Ilmu, 1995, 413

29

            
             

   

Artinya: dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga
atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil,
Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. 27
sedangkan imam ghozali membagi tujuan dan faedah perkawinan
kepada lima hal, seperti berikut:28
1. memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan
keturunan

serta

memperkembangkan

suku-suku

bangsa

manusia.
2. Memenuhi tuntu\tan naluriah hidup kemanusiaan .
3. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
4. Membentuk dan mengatur rumah tangga dan menjadi basis
pertama dari masyarakat yang besar diatas dasar kecintaan dan
kasih sanyang.
5. Menumbuhkan

kesungguhan

berusaha

mencari

rizki

penghidupan yang halal, dan memperbesar rasa tanggung
jawab.

27
28

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 115.
Soemiyati, hukum perkawinan Islam dan UU Perkawinan, 12.

30

Dari berbagai sumber Al-qur’an maupun as-Sunnah yang telah
disebut diatas cukuplah jelas bahwa Islam tidak menyetujui kehidupan
yang membujang dan memerintah kaum muslimin agar menikah.
Sedangkan tujuan perkawinan dalam Islam, sebagaimana telah kita
ketahui,

bukan

semata-mata

untuk

kesenangan

lahirinyah

juga

membentuk suatu lembaga yang dengannya kaum peria dan wanita dapat
memelihara diri dari kesehatan dan perbuatan maksiat, melahirkan dan
merawat anak untuk melanjutkan keturunan manusia serta memenuhi
kebutuhan seksual yang wajar dan diperliukan untuk menciptakan
kenyamanan dan kebahagiaan.
E. Kriteria Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam
Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga
mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan
hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua
tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir
hayat kita.
Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami
tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus
sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah
memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila
seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada
pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita
yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu

31

atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau
pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi
(memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai
menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga
kelak.
1. Kriteria Memilih Calon Istri
Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa
petunjuk di antaranya :
a. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan
berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan
mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Artinya: Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan
itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu
pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.”
(Muttafaqun ‘Alaihi)29
Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi
agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta,
keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.
Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang

29

Al Ima>m abi> al Husain Muslim bin al Hujja>j, Mukhtas}}ar S}ahi>h Muslim..., 297.

32

Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik
hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)30
Sehubungan

dengan

kriteria

memilih

calon

istri

berdasarkan akhlaknya, Allah berfirman :
Artinya:“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang
keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang
keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki
yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita
yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26)31
Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan
berusaha dengan ilmu tersebut agar menjadi wanita yang
shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita
yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
sebagaimana firman-Nya :
Artinya: “Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah
memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34) 32
Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah
sebaik-baik perhiasan dunia.
Artinya: “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan
dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)
b. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :
Artinya: Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam bersabda : ”kawinilah perempuan penyayang dan
banyak anak.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu
Hibban)33
Departemen Agama. RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., 37
Departemen Agama. RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., 353
32
Departemen Agama. RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., 85
33
Abd Alla>h bin Abd ar-Rahma>n, Taud}ih} al-ahka>m, juz V (Makkah: al-Usra> 2003), 220.

3