Perbedaan Efek Pemberian Asam Asetilsalisilat Dosis100 mg Dan 300 mg Terhadap Fungsi Aggregasi Trombosit, Kadar D-dimer Dan Outcome Fungsional Pada Penderita Stroke Iskemik Akut
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Stroke merupakan suatu sindrom neurologi yang merupakan
ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Di
Indonesia sendiri stroke tercatat sebagai angka kematian tertinggi 15,4 %
(Misbach J dkk, 2011).
Peningkatan morbiditas yang ditimbulkan oleh stroke merupakan
hal yang penting untuk diperhatikan sehingga bukan hanya pencegahan
terjadinya stroke saja yang menjadi tujuan pengobatan namun juga
mencegah terjadinya morbiditas lebih lanjut pun harus diperhatikan (Rist
PM dkk, 2012).
Trombosit adalah suatu komponen hemostasis yang penting dan
berperan dalam proses aterotrombosis berdasarkan kemampuannya
untuk
melekat
pada
dinding
pembuluh
darah
yang
rusak
dan
berakumulasi pada lokasi injuri. Meskipun adesi dan aktifasi trombosit
merupakan suatu proses fisiologis, namun bila tidak terkontrol maka bisa
menyebabkan pembentukan trombus intraluminal dan oklusi pembuluh
darah dan berakibat terjadinya iskemik baik transien maupun permanen
maupun nekrosis (Brass L, 2010).
Peranan trombosit pada hemostasis normal dan kelainan-kelainan
vaskular sudah diketahui dengan baik. Setiap aspek pada trombosit, baik
bentuknya,
densitas
yang
tinggi,
kandungan
granul-granul
yang
disekresikan oleh trombosit dan kemampuannya utnuk membentuk
trombin sudah ditentukan untuk membentuk suatu sumbat hemostatik
pada keadaan aliran darah yang cepat (Brass L, 2010).
Moghadam SF dkk (2007) menuliskan adanya peningkatan aktifitas
trombosit setelah kejadian stroke akut. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya marker PAC-1, CD62P dan CD23. Penelitian mereka juga
menemukan bahwa aggregasi trombosit pada penderita stroke iskemik
lebih tinggi bila dibandingkan penderita Transient Ischemic Attack (TIA).
Asam asetilsalisilat (acethylsalicilic acid/ASA) adalah salah satu
terapi yang efektif pada penanganan primer maupun sekunder terhadap
penatalaksanaan stroke iskemik (Aydinalp A dkk, 2010). Menurut
penelitian Antithrombotic Trialists’ Collaboration, tidak ada perbedaan
efektifitas pemberian ASA dengan dosis medium (160-325 mg/hari) dan
dosis rendah (75-150 mg/hari). Sedangkan dosis tinggi (500-1.500
mg/hari) efektif namun lebih bersifat gastrotoksik (Aydinalp A dkk, 2010).
Asam asetilsalisilat (ASA) adalah suatu obat yang memiliki efek
anti-inflamasi, anti-trombotik dan efek analgetik. Efek yang paling
menguntungkan dari ASA terutama adalah sebagai anti-platelet yang
menghambat pembentukan trombus platelet di arteri. Antiplatelet yang lain
memiliki efektifitas yang tidak sama baiknya dengan ASA (Mehmetoglu I
dkk, 2012).
Asam asetilsalisilat (ASA) juga memiliki efek antioksidan yang kuat.
Namun selain mekanisme antiplatelet dan antiinflamasi, mekanisme kerja
ASA yang lainnya belum banyak diketahui (Mehmetoglu I dkk, 2012).
Penelitian yang dilakukan Aydinalp A dkk (2010) yang juga
dilakukan pada 2 dosis ASA yang berbeda mendapatkan secara
keseluruhan prevalensi inhibisi platelet inkomplit terdapat pada 22%
sampel penelitian. Inhibisi platelet inkomplit ini lebih tinggi pada pasien
yang diterapi dengan ASA dosis 100 mg (30,4%) dibandingkan ASA dosis
300 mg. Penelitian ini juga mendapatkan bahwa jenis kelamin dan dosis
ASA berhubungan dengan inhibisi platelet inkomplit. Pada analisis
multivariat dari penelitian mereka juga didapatkan bahwa jenis kelamin
wanita (OR= 0,99; 95% IK 0,9913-0,9994; p=0,025) dan dosis ASA
(OR=3,38; 95% IK 1,4774-7,7469; p=0,003) merupakan faktor prediktif
independen terhadap inhibisi platelet inkomplit. Sehingga penelitian
mereka menyimpulkan bahwa pengobatan dengan menggunakan dosis
yang lebih tinggi dapat mengurangi aggregasi platelet inkomplit terutama
pada pasien wanita.
Penelitian Rist PM dkk (2012) menemukan bahwa setelah follow up
rata-rata selama 9,9 tahun, penderita yang mendapatkan ASA dengan
dosis 100 mg per hari dapat mengurangi resiko iskemik serebral namun
tidak memiliki outcome fungsional yang berbeda.
Wongkornrat W dkk (2011) melakukan suatu studi secara prospektif
pada 100 orang pasien yang menjalani Coronary Artery Bypass Grafting
(CABG). Dalam penelitiannya mereka meneliti perbandingan aggregasi
trombosit setelah pemberian ASA dosis rendah (100 mg) per hari. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 kali (post operatif,
hari ke 2 dan hari ke-8). Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan akibat pemberian ASA dengan 2 dosis tersebut
terhadap aggregasi trombosit (post CABG hari ke-2 p=0,161; hari ke-8
p=0,0098). Penelitian ini menyimpulkan pemberian ASA dosis rendah
sebaiknya diberikan pada pasien post CABG karena intensitas aggregasi
platelet antara kedua kelompok ini tidak berbeda dan memberikan efek
profilaksis yang sama efektifnya dengan ASA dosis tinggi.
Suatu
penelitian
metaanalisis
terhadap
terapi
antiplatelet
menunjukkan adanya penurunan efektifitas kerja ASA yang cukup
progresif terutama setelah 2 tahun pengobatan (Antiplatelet Trialists’
Collaboration, 2002).
Pulcinelli FM dkk (2004) membandingkan efek pemberian ASA
selama 2 bulan yang ternyata secara signifikan menghambat aggregasi
trombosit, dan efek inhibisi ini akan menurun secara progresif. Pada follow
up setelah 24 bulan, collagen induced platelet aggregation secara
signifikan lebih tinggi daripada yang di follow up selama 2 bulan (p
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Stroke merupakan suatu sindrom neurologi yang merupakan
ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Di
Indonesia sendiri stroke tercatat sebagai angka kematian tertinggi 15,4 %
(Misbach J dkk, 2011).
Peningkatan morbiditas yang ditimbulkan oleh stroke merupakan
hal yang penting untuk diperhatikan sehingga bukan hanya pencegahan
terjadinya stroke saja yang menjadi tujuan pengobatan namun juga
mencegah terjadinya morbiditas lebih lanjut pun harus diperhatikan (Rist
PM dkk, 2012).
Trombosit adalah suatu komponen hemostasis yang penting dan
berperan dalam proses aterotrombosis berdasarkan kemampuannya
untuk
melekat
pada
dinding
pembuluh
darah
yang
rusak
dan
berakumulasi pada lokasi injuri. Meskipun adesi dan aktifasi trombosit
merupakan suatu proses fisiologis, namun bila tidak terkontrol maka bisa
menyebabkan pembentukan trombus intraluminal dan oklusi pembuluh
darah dan berakibat terjadinya iskemik baik transien maupun permanen
maupun nekrosis (Brass L, 2010).
Peranan trombosit pada hemostasis normal dan kelainan-kelainan
vaskular sudah diketahui dengan baik. Setiap aspek pada trombosit, baik
bentuknya,
densitas
yang
tinggi,
kandungan
granul-granul
yang
disekresikan oleh trombosit dan kemampuannya utnuk membentuk
trombin sudah ditentukan untuk membentuk suatu sumbat hemostatik
pada keadaan aliran darah yang cepat (Brass L, 2010).
Moghadam SF dkk (2007) menuliskan adanya peningkatan aktifitas
trombosit setelah kejadian stroke akut. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya marker PAC-1, CD62P dan CD23. Penelitian mereka juga
menemukan bahwa aggregasi trombosit pada penderita stroke iskemik
lebih tinggi bila dibandingkan penderita Transient Ischemic Attack (TIA).
Asam asetilsalisilat (acethylsalicilic acid/ASA) adalah salah satu
terapi yang efektif pada penanganan primer maupun sekunder terhadap
penatalaksanaan stroke iskemik (Aydinalp A dkk, 2010). Menurut
penelitian Antithrombotic Trialists’ Collaboration, tidak ada perbedaan
efektifitas pemberian ASA dengan dosis medium (160-325 mg/hari) dan
dosis rendah (75-150 mg/hari). Sedangkan dosis tinggi (500-1.500
mg/hari) efektif namun lebih bersifat gastrotoksik (Aydinalp A dkk, 2010).
Asam asetilsalisilat (ASA) adalah suatu obat yang memiliki efek
anti-inflamasi, anti-trombotik dan efek analgetik. Efek yang paling
menguntungkan dari ASA terutama adalah sebagai anti-platelet yang
menghambat pembentukan trombus platelet di arteri. Antiplatelet yang lain
memiliki efektifitas yang tidak sama baiknya dengan ASA (Mehmetoglu I
dkk, 2012).
Asam asetilsalisilat (ASA) juga memiliki efek antioksidan yang kuat.
Namun selain mekanisme antiplatelet dan antiinflamasi, mekanisme kerja
ASA yang lainnya belum banyak diketahui (Mehmetoglu I dkk, 2012).
Penelitian yang dilakukan Aydinalp A dkk (2010) yang juga
dilakukan pada 2 dosis ASA yang berbeda mendapatkan secara
keseluruhan prevalensi inhibisi platelet inkomplit terdapat pada 22%
sampel penelitian. Inhibisi platelet inkomplit ini lebih tinggi pada pasien
yang diterapi dengan ASA dosis 100 mg (30,4%) dibandingkan ASA dosis
300 mg. Penelitian ini juga mendapatkan bahwa jenis kelamin dan dosis
ASA berhubungan dengan inhibisi platelet inkomplit. Pada analisis
multivariat dari penelitian mereka juga didapatkan bahwa jenis kelamin
wanita (OR= 0,99; 95% IK 0,9913-0,9994; p=0,025) dan dosis ASA
(OR=3,38; 95% IK 1,4774-7,7469; p=0,003) merupakan faktor prediktif
independen terhadap inhibisi platelet inkomplit. Sehingga penelitian
mereka menyimpulkan bahwa pengobatan dengan menggunakan dosis
yang lebih tinggi dapat mengurangi aggregasi platelet inkomplit terutama
pada pasien wanita.
Penelitian Rist PM dkk (2012) menemukan bahwa setelah follow up
rata-rata selama 9,9 tahun, penderita yang mendapatkan ASA dengan
dosis 100 mg per hari dapat mengurangi resiko iskemik serebral namun
tidak memiliki outcome fungsional yang berbeda.
Wongkornrat W dkk (2011) melakukan suatu studi secara prospektif
pada 100 orang pasien yang menjalani Coronary Artery Bypass Grafting
(CABG). Dalam penelitiannya mereka meneliti perbandingan aggregasi
trombosit setelah pemberian ASA dosis rendah (100 mg) per hari. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 kali (post operatif,
hari ke 2 dan hari ke-8). Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan akibat pemberian ASA dengan 2 dosis tersebut
terhadap aggregasi trombosit (post CABG hari ke-2 p=0,161; hari ke-8
p=0,0098). Penelitian ini menyimpulkan pemberian ASA dosis rendah
sebaiknya diberikan pada pasien post CABG karena intensitas aggregasi
platelet antara kedua kelompok ini tidak berbeda dan memberikan efek
profilaksis yang sama efektifnya dengan ASA dosis tinggi.
Suatu
penelitian
metaanalisis
terhadap
terapi
antiplatelet
menunjukkan adanya penurunan efektifitas kerja ASA yang cukup
progresif terutama setelah 2 tahun pengobatan (Antiplatelet Trialists’
Collaboration, 2002).
Pulcinelli FM dkk (2004) membandingkan efek pemberian ASA
selama 2 bulan yang ternyata secara signifikan menghambat aggregasi
trombosit, dan efek inhibisi ini akan menurun secara progresif. Pada follow
up setelah 24 bulan, collagen induced platelet aggregation secara
signifikan lebih tinggi daripada yang di follow up selama 2 bulan (p