MAKALAH EKOLOGI DAN ILMU LINGKUNGAN KEBA

MAKALAH EKOLOGI DAN ILMU LINGKUNGAN
KEBAKARAN HUTAN
Guna Memenuhi Tugas Semester 2 Mata Kuliah Ekologi dan lmu Lingkungan
Dosen Pengampu Danang Endarto, S.T., M. Si

Disusun Oleh
Adie Surya Ariatna

( K5415001 )

Afifah Zulwidya N F

( K5415002 )

Anggita Puspitosari

( K5415010 )

Bagas Shidiq Kusuma

( K5415014 )


Dias Risfatul H.

( K5415018 )

Febri Susilowati

( K5415024 )

Khoiriyyah Iffa

( K5415031 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2016

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
disusun untuk melengkapi tugas kelompok pada mata kuliah yang bersangkutan. Tak lupa juga
kami ucapkan terimakasih yang sebesar - besar nya kepada Dosen Pengampu mata kuliah
Ekologi dan lmu Lingkungan yaitu Danang Endarto, S.T., M. Si sebagai dosen pengajar yang telah

meluangkan waktu untuk mengajar kami mahasiswa Pendidikan Geografi angkatan 2015.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu
penulis sangat berharap kepada pembaca untuk bersedia menyampaikan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan digunakan sebaik-baiknya. Terimakasih.

Surakarta, Mei 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan sebagai paru-paru dunia juga penyumbang oksigen dan keanekaragaman hayati

terbesar di muka bumi.Terdapat berbagai jenis flora dan fauna didalamnya.Hutan adalah
bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia yang dapat ditemukan baik di daerah tropis
maupun daerah beriklim dingin.Sebagai fungsi ekosistem, hutan berperan sebagai lumbung
air, penyeimbang lingkungan, dan mencegah timbulnya pemanasan global.
Hutan Indonesia merupakan hutan terluas ke-3 di dunia setelah Brazil dan Zaire. Luas
hutan di Indonesia diperkirakan mencapai 120,35 juta hektar atau sekitar 63 persen luas
daratan. Penyebaran hutan di Indonesia hampir berada di seluruh wilayah nusantara,
termasuk Provinsi Riau. Sebagian besar wilayah hutan Provinsi Riau merupakan lahan
gambut yang sangat berpotensi untuk pertumbuhan kelapa sawit.Dari luasan total lahan
gambut di dunia sebesar 423.825.000 ha, sebanyak 38.317.000 ha terdapat di wilayah
tropika. Sekitar 50% dari luasan lahan gambut tropika tersebut terdapat di Indonesia yang
tersebar di pulau-pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua, sehingga Indonesia menempati
urutan ke-4 dalam hal luas total lahan gambut sedunia, setelah Kanada, Uni Soviet, dan
Amerika Serikat.Indonesia memiliki lahan gambut terluas diantara negara tropis lainnya,
yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar luas terutama di pulau Sumatera, Kalimantan dan
Papua (BB Litbang SDLP, 2008 dalam Agus dan Subiksa, 2008). Lahan gambut Riau
menempati urutan ke-2 terbanyak setelah provinsi Papua.
Oleh karena itu, banyak perusahaan-perusahaan baik swasta asing maupun dalam negeri
yang berminat dan tertarik terhadap lahan gambut di Provinsi Riau dan kemudian melakukan
kerjasama untuk membangun perkebunan kelapa sawit yang akan diolah menjadi minyak.

Namun tidak semua perusahaan yang menaati peraturan pemerintah terutama dalam hal
pengelolaan lahan untuk pembangunan sehingga timbulah tindakan illegal yang dilakukan
oleh perusahaan tersebut yang hanya dapat memberikan keuntungan sepihak. Misalkan,
pembukaan lahan yang dilakukan dengan cara pembakaran hutan.
Dengan semakin banyaknya lahan yang dibakar maka akan meningkatkan kadar asap dari
kebakaran itu sendiri. Apalagi asap yang ditimbulkan dari pembakaran lahan gambut yang

dinilai sangat sulit dalam upaya penyelesaiannya. Dikarenakan, saat musim kemarau tiba
permukaan tanah gambut cepat sekali kering dan mudah terbakar, dan api di permukaan juga
dapat merambat ke lapisan dalam yang relatif lembab. Oleh karenanya, ketika terbakar,
kobaran api tersebut akan bercampur dengan uap air di dalam gambut dan menghasilkan asap
yang sangat banyak.
Kebakaran hutan dapat didefinisikan sebagai sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar,
tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan pertanian disekitarnya. Kebakaran
hutan sangat rawan terjadi ketika musim kemarau. Adapun beberapa penyebab terjadinya
kebakaran hutan antara lain: Pembakaran lahan yang tidak terkendali, kurangnya penegakan
hukum terhadap perusahaan yang melanggar peraturan pembukaan lahan, aktivitas
vulkanisme, dan kecerobohan manusia.
Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan
aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi yang cukup mencenangkan

bagi dunia Internasional, faktanya Indonesia mendapatkan rekor dunia guiness yang dirilis
oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di
dunia, Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah dengan 1.8 juta hektar
hutan dirusakan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005, sebuah tingkat kerusakan hutan
sebesar 2% setiap tahunnya.
B. Rumusan Masalah
Dalam Penulisan makalah ini mempunyai rumusan masalah yaitu
1. Pengertian dan manfaat hutan di Indonesia
2. Kerusakan hutan dan penyebabnya yang terjadi di Indonesia
3. Kebakaran hutan dan jenis-jenisnya
4. Penyebab dan dampak kebakaran hutan
5. Pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan
6. Beberapa kasus kebakaran hutan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hutan
Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang

lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).
Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia, hutan adalah suatu areal yang dikelola untuk
produksi kayu dan hasil hutan lainnya dipelihara bagi keuntungan tidak langsung atau dapat
pula bahwa hutan sekumpulan tumbuhan yang tumbuh bersama. Pemanfaatan sekaligus
perlindungan hutan di Indonesia diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23
tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri
Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Menurut
beberapa peraturan tersebut,hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil
hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,
perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi,
pariwisata dan sebagainya.
B. Hutan di Indonesia
Luas hutan di Indonesia berkisar 122 juta hektar, yang persebarannya di Pulau Jawa
hanya sekitar 3 juta Ha, terdiri atas 55% hutan produksi dan 45% hutan lindung. Persebaran
hutan di Indonesia kebanyakan berjenis hutan hujan tropis yang luasnnya mencapai 89 juta
hektar. Daerah-daerah hutan hujan tropis antara lain terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan,
Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Irian. Hutan hujan tropis anggotanya tidak pernah
menggugurkan daun, liananya berkayu, pohon-pohonnya lurus dapat mencapai rata-rata 30
meter.

C. Manfaat Hutan di Indonesia
Ada beberapa manfaat hutan yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia
antara lain.

1. Kekayaan Keanekaragaman Hayati
Kekayaan Keanekaragaman Hayati yang Tinggi sebagai Paru-paru Dunia Jamur dan
bakteri tersebut dapat membantu proses pembusukan pada hewan dan tumbuhan secara
cepat. Dengan demikian hutan hujan tropika tidak saja ditandai dengan pertumbuhan
yang baik tetapi juga tempat pembusukan yang baik. Keanekaragaman hayati ditandai
dengan kekayaan spesies yang dapat mencapai sampai hampir 1.400 spesies, Brasil
tercatat mempunyai 1.383 spesies. Di daerah tropika tumbuhan berkayu mempunyai
dominasi yang lebih besar daripada daerah lainnya.
2. Hutan Sebagai Pengatur Aliran Air
Penguapan air ke udara hingga terjadi kondensasi di atas tanah yang berhutan antara lain
disebabkan oleh adanya air hujan, dengan ditahannya (intersepsi) air hujan tersbut oleh
tajuk pohon yang terdiri dari lapisan daun, dan diuapkan kembali ke udara. Sebagian lagi
menembus lapisan tajuk dan menetes serta mengalir melalui batang ke atas permukaan
serasah di hutan.
3. Pencegah Erosi dan Banjir
Erosi dan banjir adalah akibat langsung dari pembukaan dan pengolahan tanah terutama

di daerah yang mempunyai kemiringan permukaan bumi atau disebut juga kontur yang
curam. Keduanya dapat bersumber dari kawasan hutan maupun dari luar kawasan hutan,
misalnya perkebunan, tegalan, dan kebun milik rakyat.
4. Menjaga Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah sebagian besar dalam bentuk mineral, seperti unsur-unsur Ca, K, N, P,
dan lainnya, disimpan pada bagian dari vegetasi yang ada di atas tanah, misalnya pada
batang, dahan, ranting, daun, bunga, buah, dan lain-lain. Dengan demikian dengan
adanya kerapatan hutan pada hutan tropika dapat menjaga kesuburan tanah.
D. Kerusakan Hutan di Indonesia
Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data
laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh Departemen
Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun. Bahkan jika
melihat data yang dikeluarkan oleh State of the World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The
UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 20002005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of

The Record memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya
rusak hutan tercepat di dunia.
Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri
Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135 juta
hektar) sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga

tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah musnah.
Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi
dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (Hak Penguasaan Hutan). Dari total luas
hutan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih
terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer.
Laju deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan industri,
terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga
mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter
kubik per tahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari berkelanjutan)
sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut World Bank adalah 22
juta meter kubik meter per tahun. Penyebab deforestasi terbesar kedua di Indonesia,
disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi hutan) menjadi perkebunan. Konversi
hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha
hutan sampai akhir 1997.
Deforestasi (kerusakan hutan) memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan
lingkungan alam di Indonesia. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi hutan
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan peristiwa
bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir.
Dampak buruk lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan
flora di Indonesia utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin

terancam kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus),
dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus),
elang jawa (Spizaetus bartelsi), merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera
(Elephant maximus sumatranus).

E. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang memiliki dampak
negatif. Kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, atau kebakaran semak, adalah sebuah
kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah dan lahan
pertanian disekitarnya. Selain itu, kebakaran hutan dapat didefinisikan sebagai pembakaran
yang tidak tertahan dan menyebar secara bebas dan mengonsumsi bahan bakar yang tersedia
di hutan,antara lain terdiri dari serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati, dan lain-lain.
Istilah Kebakaran hutan di dalam Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut juga Api Hutan.
Selanjutnya dijelaskan bahwa Kebakaran Hutan atau Api Hutan adalah Api Liar yang terjadi
di dalam hutan, yang membakar sebagian atau seluruh komponen hutan. Dikenal ada 3
macam kebakaran hutan, Jenis-jenis kebakaran hutan tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.

Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan yaitu kebakaran yang terjadi pada lantai

hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering dan tanaman bawah. Sifat api
permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas, namun cepat padam. Dalam
kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari api permukaan.

2.

Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk yaitu kebakaran yang membakar seluruh tajuk tanaman
pokok terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah terbakar. Apabila tajuk
hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat merambat dari satu tajuk ke tajuk yang
lain. Hal ini tidak terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun tidak saling bersentuhan.

3.

Api Tanah adalah api yang membakar lapisan organik yang dibawah lantai hutan. Oleh
karena sedikit udara dan bahan organik ini, kebakaran yang terjadi tidak ditandai dengan
adanya nyala api. Penyebaran api juga sangat lambat, bahan api tertahan dalam waktu
yang lama pada suatu tempat.

F. Kebakaran dan Pembakaran
Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang sama tetapi
mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak disengaja
sedangkan pembakaran identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi tindakan
pembakaran dapat juga menimbulkan terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan istilah
kebakaran hutan dengan pembakaran terkendali merupakan suatu istilah yang berbeda.

Penggunaan istilah ini sering kali mengakibatkan timbulnya persepsi yang salah terhadap
dampak yang ditimbulkannya.
Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi digeneralisasi sebagai kebakaran hutan, padahal
sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukan
maupun akibat kelalaian, baik oleh peladang berpindah ataupun oleh pelaku binis kehutanan
atau perkebunan, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva gunung berapi).
Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah
dapat dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah
manusia, entah itu sengaja dibakar atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian pada
saat penyiapan lahan. Bahan bakar dan api merupakan faktor penting untuk mempersiapkan
lahan pertanian dan perkebunan (Saharjo, 1999). Pembakaran selain dianggap mudah dan
murah juga menghasilkan bahan mineral yang siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya
jumlah bahan bakar yang dibakar di atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan
kerusakan lingkungan yang luas. Untuk itu, agar dampak lingkungan yang ditimbulkannya
kecil, maka penggunaan api dan bahan bakar pada penyiapan lahan haruslah diatur secara
cermat dan hati-hati. Untuk menyelesaikan masalah ini maka manajemen penanggulangan
bahaya kebakaran harus berdasarkan hasil penelitian dan tidak lagi hanya mengandalkan dari
terjemahan textbook atau pengalaman dari negara lain tanpa menyesuaikan dengan keadaan
lahan di Indonesia (Saharjo, 2000).
G. Penyebab Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
1. Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang.
2. Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok sembarangan dan lupa

mematikan api di perkemahan.
3.

Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung
berapi.

4.

Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian atau membuka
lahan pertanian baru dan tindakan vandalisme.

5. Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut

kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.

H. Kerugian yang ditimbulkannya
Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan
dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia tahun
1997/98 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun 1997/98
mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7
milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita
akibat kebakaran hutantersebut kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak
ekonomi bagikegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan
emisi karbon kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar (Tacconi, 2003).
Hasil perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003), menunjukkan
bahwa kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar sampai
US $ 4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan kerugian yang tidak
dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan yang terkait dengan kebakaran
seperti kayu, kematian pohon, HTI, kebun, bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya
serta biaya yang terkait dengan kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.
I. Dampak Kebakaran Hutan
1. Dampak Kebakaran Hutan terhadap Lingkungan Biologis
Yang dimaksud dengan lingkungan biologi yaitu segala sesuatu di sekitar manusia yang
berupa organisme hidup selain dari manusia itu sendiri seperti hewan, tumbuhan, dan
decomposer. Dampak yang ditimbulkan dari adanya kebakaran hutan khususnya terhadap
lingkungan biologis antara lain sebagai berikut:
a. Terhadap flora dan fauna
Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak kesimbangan
alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain
itu, terbakarnya hutan akan membuat Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar
aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah
binatang. Berbagai spesies endemik (tumbuhan maupun hewan) terancam punah
akibat kebakaran hutan. Selain itu, kebakaran hutan dapat mengakibatkan
terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak

asap atau rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat menyebabkan banyak spesies
endemik/khas di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti.
Beberapa dampak kebakaran tehadap hewan dan tumbuhan antara lain sebagai
berikut:
–BANGSA BINATANG
Kebakaran hutan akan mengakibatkan banyak binatang yang akan kehilangan
tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung serta tempat untuk mencarimakan.
Dengan demikian, hewan yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru
setelah terjadinya kebakaran tersebut akan mengalami penurunan jumlah bahkan
dapat mengalami kepunahan.
Contoh dampak kebakaran hutan bagi beberapa hewan antara lain sebagai berikut:
a. Geobin : seluruh daur hidupnya di dalam tubuh tanah (Ciliophora, Rhizopoda &
Mastigophora, dll).
b. Geofil : sebagian daur hidupnya di dalam tubuh tanah (serangga)
–BANGSA TUMBUHAN
Kehidupan tumbuhan berhubungan erat dengan hutan yang merupakan tempat
hidupnya. Kebakaran hutan dapat mengakibatkan berkurangnya vegetasi tertentu.
Contoh dampak kebakaran hutan terhadap tumbuhan adalah sebagai berikut:
 Tumbuhan tingkat tinggi (akar pohon, semak atau rumput)
 Tumbuhan tingkat rendah (bakteri, cendawan dan Ganggang)
Terjadinya kebakaran hutan akan menghilangkan vegetasi di atas tanah, sehingga
apabila terjadi hujan maka hujan akan langsung mengenai permukaan atas tanah,
sehingga mendapatkan energi pukulan hujan lebih besar, karena tidak lagi tertahan
oleh vegetasi penutup tanah. Kondisi ini akan menyebabkan rusaknya struktur tanah
b. Terhadap keanekaragaman hayati
Kebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati. Hutan
yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami
kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah
tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering
muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar.
Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.

c. Terhadap mikroorganisme
Kebakaran hutan dapat membunuh organisme (makroorganisme dan mikroorganisme)
tanah yang bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah. Makroorganisme tanah
misalnya: cacing tanah yang dapat meningkatkan aerasi dan drainase tanah, dan
mikroorganisme tanah misalnya: mikorisa yang dapat meningkatkan ketersediaan
unsur hara P, Zn, Cu, Ca, Mg, dan Fe akan terbunuh.
Selain itu, bakteri penambat (fiksasi) nitrogen pada bintil-bintil akar tumbuhan
Leguminosae juga akan mati sehingga laju fiksasi ntrogen akan menurun.
Mikroorganisme, seperti bakteri dekomposer yang ada pada lapisan serasah saat
kebakaran pasti akan mati. Dengan temperatur yang melebihi normal akan membuat
mikroorganisma mati, karena sebagian besar mikroorganisma tanah memiliki adaptasi
suhu yang sempit. Namun demikian, apabila mikroorganisme tanah tersebut mampu
bertahan hidup, maka ancaman berikutnya adalah terjadinya perubahan iklim mikro
yang juga dapat membunuhnya. Dengan terbunuhnya mikroorganisme tanah dan
dekomposer seperti telah dijelaskan di atas, maka akan mengakibatkan proses
humifikasi dan dekomposisi menjadi terhenti.
d. Terhadap organisme dalam tanah
Kebakaran hutan biasanya menimbulkan dampak langsung terhadap kematian populasi
dan organisme tanah serta dampak yang lebih signifikan lagi yaitu merusak habitat dari
organisme itu sendiri. Perubahan suhu tanah dan hilangnya lapisan serasah, juga bisa
menyebabkan perubahan terhadap karakteristik habitat dan iklim mikro. Kebakaran
hutan menyebabkan bahan makanan untuk organisme menjadi sedikit, kebanyakan
organisme tanah mudah mati oleh api dan hal itu dengan segera menyebabkan
perubahan dalam habitat, hal ini kemungkinan menyebabkan penurunan jumlah
mikroorganisme yang sangat besar dalam habitat. Efek negatif ini biasanya bersifat
sementara dan populasi organisme tanah akhirnya kembali menjadi banyak lagi dalam
beberapa tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisika, kimia dan biologi tanah pada
hutan dan hutan yang sudah dibuka pada daerah Buffer Zone dan Resort Sei Betung
pada Taman Nasional Gunung Leuser Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Yang dimulai pada bulan April hingga
Mei 2011. Penelitian ini mengambil 12 titik sampel tanah sebagai bahan penelitian,
yaitu 6 sampel pada hutan asli dan 6 sampel pada hutan yang sudah dibuka untuk lahan
pertanian. Metode yang digunakan adalah Survei Bebas tingkat survei semi detail dan
analisis data kandungan bahan organik tanah dengan metode Walkley and Black, hara
Nitrogen total tanah dengan metode Kjeldhalterm, Tekstur tanah dengan metode
Hidrometer, pH tanah dengan metode Elektrometri, Kapasitas Tukar Kation (KTK)
dengan metode Ekstraksi NH4OAc pH 7 serta nisbah C/N tanah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kandungan bahan organik digolongkan dalam 4 kriteria, yakni
sangat rendah dan rendah (pada tanah hutan yang sudah dibuka untuk lahan pertanian
tanaman musiman dan tahunan), sedang dan tinggi (pada tanah hutan alami). N-total
tanah digolongkan dalam 3 kriteria, yakni rendah (pada tanah hutan alami), sedang dan
tinggi (pada tanah hutan alami dan hutan yang sudah dibuka untuk lahan pertanian
tanaman musiman dan tahunan). Rasio C/N tanah digolongkan dalam 4 kriteria, yakni
sangat rendah (pada tanah hutan yang sudah dibuka untuk lahan pertanian tanaman
musiman dan tahunan), rendah, sedang dan tinggi (pada tanah hutan alami). pH tanah
digolongkan dalam 3 kriteria, yakni sangat masam, masam dan agak masam. Tekstur
tanah lebih dominan lempung berpasir. Kapasitas Tukar Kation tanah digolongkan
dalam 1 kriteria, yakni rendah (pada tanah hutan alami dan hutan yang sudah dibuka
untuk lahan pertanian tanaman musiman dan tahunan).
2. Menimbulkan Polutan Udara
Menteri Kesehatan RI, 2003 menyatakan bahwa kebakaran hutan menimbulkan polutan
udara yang dapat menyebabkan penyakit dan membahayakan kesehatan manusia.
Berbagai pencemar udara yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan, misalnya : debu
dengan ukuran partikel kecil (PM10 & PM2,5), gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran
pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain.
Selain itu juga dapat menimbulkan gangguan jarak pandang/ penglihatan, sehingga dapat
menganggu semua bentuk kegiatan di luar rumah. Gumpalan asap yang pedas akibat
kebakaran yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998 meliputi wilayah Sumatra dan

Kalimantan, juga Singapura dan sebagian dari Malaysia dan Thailand. Sekitar 75 juta
orang terkena gangguan kesehatan yang disebabkan oleh asap. (Cifor,2001).
Gambut yang terbakar di Indonesia melepas karbon lebih banyak ke atmosfir daripada
yang dilepaskan Amerika Serikat dalam satu tahun. Hal itu membuat Indonesia menjadi
salah satu pencemar lingkungan terburuk di dunia pada periode tersebut (Applegate, G.
dalam CIFOR, 2001).
Dampak kebakaran hutan 1997/98 bagi ekosistem direvisi karena perubahan perhitungan
luas kebakaran yang ditemukan. Taconi, 2003 menyebutkan bahwa kebakaran yang
mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar 1,62-2,7
miliar dolar. Biaya akibat pencemaran kabut asap sekitar 674-799 juta dolar; biaya ini
kemungkinan lebih tinggi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis di
Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon menunjukkan
bahwa kemungkinan biayanyamencapai2,8 miliar dolar.
J. Pencegahan Kebakaran Hutan di Indonesia
Upaya untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang
bersifat represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan yang
bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi
kebakaran hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya adalah
pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan
(secara sengaja), dan lain-lain.
Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha, tindakan atau
kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan
terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan dilaksanakan
sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan pemerintah dalam kasus
kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak didominasi oleh
penanganan yang sifatnya represif. Berdasarkan data yang ada, penanganan yang sifatnya
represif ini tidak efektif dalam mengatasi kebakaran hutan di Indonesia.
Hal ini terbukti dari pembakaran hutan yang terjadi secara terus menerus. Sebagai
contoh : pada bulan Juli 1997 terjadi kasus kebakaran hutan. Upaya pemadaman sudah
dijalankan, namun karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan efek yang

muncul (seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Sejumlah pihak
didakwa sebagai pelaku telah diproses, meskipun hukuman yang dijatuhkan tidak membuat
mereka jera. Ketidakefektifan penanganan ini juga terlihat dari masih terus terjadinya
kebakaran di hutan Indonesia, bahkan pada tahun 2008 ini.
Oleh karena itu, berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa menghasilkan
upaya pengendalian kebakaran hutan yang efektif.
Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara
terpadu dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan. Ada
kesamaan bentuk pencegahan yang dilakukan diberbagai tingkat itu, yaitu penanggungjawab
di setiap tingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi berikut ini :
1. Mapping : pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing.
Fungsi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim digunakan adalah 3
cara berikut:


pemetaan daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masa lalu
maupun hasil prediksi.



pemetaan daerah rawan yang dibuat seiring dengan adanya survai desa
(Partisipatory Rural Appraisal)



pemetaan daerah rawan dengan menggunakan Global Positioning System atau
citra satelit

2. Informasi : penyediaan sistem informasi kebakaran hutan. Hal ini bisa dilakukan dengan
pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat
dilaksanakan dengan 2 cara berikut :


analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah



pengolahan data hasil pengintaian petugas

3. Sosialisasi : pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat.
Penyuluhan dimaksudkan agar menginformasikan kepada masyarakat di setiap wilayah
mengenai bahaya dan dampak, serta peran aktivitas manusia yang seringkali memicu dan
menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada
masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya

pencegahannya. Pembinaan merupakan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk dapat
meminimalkan intensitas terjadinya kebakaran hutan. Sementara, pelatihan bertujuan
untuk mempersiapkan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar wilayah rawan
kebakaran hutan,untuk melakukan tindakan awal dalam merespon kebakaran hutan.
4. Standardisasi : pembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure).
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan
maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku
dalam berbagai hal berikut :


Metode pelaporan
Untuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk,
khususnya data yang berkaitan dengan kebakaran hutan, harus diterapkan sistem
pelaporan yang sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Ketika data yang
masuk sudah lancar, diperlukan analisis yang tepat sehingga bisa dijadikan sebuah
dasar untuk kebijakan yang tepat.



Peralatan
Standar minimal peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa
diterapkan oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali
sehubungan dengan potensi terjadinya kebakaran hutan, fasilitas pendukung, dan
sumber daya manusia yang tersedia di daerah.



Metode Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran Hutan
Standardisasi ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan
kebakaran yang efisien dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran
hutan yang terjadi. Adanya standardisasi ini akan memudahkan petugas penanganan
kebakaran untuk segera mengambil inisiatif yang tepat dan jelas ketika terjadi kasus
kebakaran hutan.

5.

Supervisi : pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung
dengan hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya
perusakan lingkungan, sedangkan pengawasan adalah tindak lanjut dari hasil analisis
pemantauan. Jadi, pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan data,kemudian
pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut. Pemantauan, menurut
kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi empat, yaitu :



Pemantauan terbuka : Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang
diamati. Contoh : patroli hutan



Pemantauan tertutup (intelejen) : Pemantauan yang dilakukan dengan cara
penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.



Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan,
dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup.



Pemantauan aktif : Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun
data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah
rawan kebakaran hutan.

Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :


Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya
perusakan lingkungan (pembakaran hutan). Contohnya : pengawasan untuk
menentukan status ketika akan terjadi kebakaran hutan



Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi
perusakan yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah
terjadinya kerusakan lingkungan.

Untuk mendukung keberhasilan, upaya pencegahan yang sudah dikemukakan diatas,
diperlukan berbagai pengembangan fasilitas pendukung yang meliputi :
1.

Pengembangan dan sosialisasi hasil pemetaan kawasan rawan kebakaran hutan
Hasil pemetaan sebisa mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada
berbagai instansi terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang
berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah.

2.

Pengembangan

organisasi

penyelenggara

Pencegahan

Kebakaran

Hutan

Pencegahan Kebakaran Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan
daerah. Peran serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini.
Sementara itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu
menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya Pencegahan
Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif.
3.

Pengembangan sistem komunikasi
Sistem komunikasi perlu dikembangkan seoptimal mungkin sehingga koordinasi antar
tingkatan (daerah sampai pusat) maupun antar daerah bisa berjalan cepat. Hal ini akan

mendukung kelancaran early warning system, transfer data, dan sosialisasi kebijakan
yangberkaitan dengan kebakaran hutan
K. Penanggulan Kebakaran Hutan di Indonesia
Penanggulangan hutan di Indonesia telah di atur dengan jelas di dalam Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Adapun
upaya penanggulangan yang dimaktub tersebut antara lain:
1.

Memberdayakan sejumlah posko yang bertugas menanggulangi kebakaran hutan di
semua tingkatan. Pemberdayaan ini juga harus disertai dengan langkah pembinaan terkait
tindakan apa saja yang harus dilakukan jika kawasan hutan telah memasuki status Siaga I
dan juga Siaga II.

2.

Memindahkan segala macam sumber daya baik itu manusia, perlengkapan serta dana
pada semua tingkatan mulai dari jajaran Kementrian Kehutanan hingga instansi lain
bahkan juga pihak swasta.

3.

Memantapkan koordinasi antara sesame instansi yang saling terkait melalui dengan
PUSDALKARHUTNAS dan juga di lever daerah dengan PUSDALKARHUTDA tingkat
I dan SATLAK kebakaran lahan dan juga hutan.

4.

Bekerjasama dengan pihak luar seperti Negara lainnya dalam hal menanggulangi
kebakaran hutan. Negara yang potensial adalah Negara yang berbatasan dengan kita
misalnya dengan Malaysia berama pasukan BOMBA-nya. Atau juga dengan Australia
bahkan Amerika Serikat.
Upaya penanggulangan kebakaran hutan ini tentunya harus sinkron dengan upaya

pencegahan. Sebab walau bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari memanggulangi.
Ada beragam cara yang bisa dilakukan dalam rangka mencegah kebakaran hutan khususnya
yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti membuang punting rokok di wilayah yang
kering, kegiatan pembukaan lahan dan juga api unggun yang lupa dimatikan. Upaya
pencegahannya adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya mereka yang
berhubungan langsung dengan hutan. Masyarakat ini biasanya tinggal di wilayah hutan dan
memperluas area pertaniannya dengan membakar. Pemerintah harus serius mengadakan
sosialisi agar hal ini bisa dicegah.

Pada dasarnya upaya penanggulangan kebakaran hutan juga bisa disempurnakan jika
pemerintah mau memanfaatkan teknologi semacam bom air. Atau bisa juga lebih lanjut
ditemukan metode yang lebih efisien dan ampuh menaklukkan kobaran api di hutan.
Langkah yang paling baik adalah dengan mengikutsertakan para perangkat pendidikan agar
merancang teknologi maupun metode yang membantu pemerintah di level praktis. Sokongan
dana dari pemerintah akan membuat program tersebut lebih baik dan terarah.
L. Beberapa Kasus Kebakaran Hutan yang Terjadi Didunia
1. Kebakaran Hutan di Riau
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali menangkap seorang
petani saat membersihkan lahan dengan cara membakar di Kabupaten Siak, Provinsi
Riau. Penangkapan dilakukan saat BNPB melakukan patroli.
“Kejadiannya beberapa hari lalu saat tim melakukan patroli udara dan darat,” kata Humas
BNPB Agus Wibowo di Pekanbaru, Minggu (21/7) seperti dikutip Antara.
Dia menjelaskan, pelaku yang teriindikasi sebagai petani pemilik lahan di
Kabupaten Siak ini diamankan oleh tim pemantau yang terdiri atas pasukan Tentara
Nasional Indonesia (TNI), masyarakat dan Polri.
“Sampai saat ini patroli masih terus berjalan dengan dikoordinir Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Riau,” katanya
Dengan tertangkapnya seorang pelaku pembakar hutan ini, maka total jumlah
pembakar lahan perorangan ada sebanyak 25 orang. Saat ini Polda Riau juga tengah
melakukan penyelidikan terhadap 12 kasus dan 5 kasus penyidikan dengan tersangka 24
orang dan satu korporasi.
Sebanyak 24 tersangka tersebut merupakan pelaku pembakar hutan maupun
individu yang memang ingin memperluas lahan dengan menyuruh membakar hutan.
Hingga saat ini dilaporkan situasi di Riau semakin kondusif meskipun pada
peristiwa pembakaran hutan tersebut dua orang dicatat meninggal yang mana satu orang
bahkan turut terbakar.
Sementara untuk kasus pembakaran hutan yang melibatkan perusahaan
perkebunan di Provinsi Riau masih ‘menggantung’. Sejauh ini Polda Riau belum juga
menetapkan tersangka pada kasus yang terindikasi melibatkan sebuah perusahaan

perkebunan, PT Adei Plantation (AP). Untuk memperkuat dugaan itu, Polda Riau
berencana mengambil keterangan saksi ahli. Saksi ahli yang rencana didatangkan ada
beberapa, di mana menurut informasi kepolisian saksi tersebut dari pihak Kementerian
Lingkungan Hidup dan akademisi. Polda Riau sebelumnya juga telah memeriksa
sebanyak 16 saksi dari kalangan karyawan dan pejabat perusahaan diduga pembakar
lahan.
2. Kebakaran Hutan di Sydney
Langit di atas pelabuhan kota Sydney berubah menjadi memerah pada Kamis
kemarin akibat kebakaran hutan di sebagian besar area di negara bagian New South
Wales (NSW), Australia. Menurut laporan petugas pemadam kebakaran, terdapat hampir
100 titik api yang ada di Australia bagian tenggara itu.
Kantor berita BBC, Kamis 17 Oktober 2013, melansir, sebanyak 200 rumah
diperkirakan ikut terbakar dalam insiden tersebut. Jumlah itu masih dapat terus
bertambah, karena petugas pemadam kebakaran hingga kini masih menghitung.
Akibat kebakaran tersebut, satu orang dilaporkan tewas saat sedang berusaha
melindungi rumahnya di Danau Munmorah di Central Coast agar tidak ikut terbakar. Korban
tewas adalah pria berusia 63 tahun dan meregang nyawa akibat serangan jantung pada
Kamis sore waktu setempat. Tiga pemadam kebakaran terluka.
Dugaan sementara, kebakaran disebabkan suhu udara yang sangat panas dan angin
kencang. Kendati suhu udara dan kecepatan angin sudah mulai menurun, namun kebakaran
masih terus terjadi di pinggiran kota Sydney.
Menurut laporan BBC, sekitar dua ribu petugas pemadam kebakaran dikerahkan ke
seluruh negara bagian untuk mengendalikan si jago merah. Namun, masih banyak titik api
yang di luar kendali mereka. Wakil Kepala Layanan Pemadam Kebakaran Pedesaan NSW,
Rob Rogers, mengatakan ini merupakan kondisi kebakaran terparah yang pernah dia lihat
dalam satu dekade terakhir. “Ada ribuan kilometer area yang terbakar api dan harus kami
padamkan,” ujar Rogers. Hal serupa turut diperkuat kesaksian petugas pemadam kebakaran
lainnya yang menyebut ketinggian api mencapai 20 hingga 30 meter.

Perdana Menteri, Tony Abbott, yang mengetahui soal bencana ini, berkunjung ke
daerah Blue Mountain, area terparah yang terkena bencana. Abbott mengaku salut terhadap
upaya para petugas pemadam kebakaran.
“Orang-orang ini adalah sosok yang pada hari biasa bersama-sama mendukung dan
melindungi sesama warga Australia,” ungkap Abbott.
Untuk sementara ini, api memang dapat dikendalikan, namun suhu panas diprediksi
akan kembali melanda NSW mulai pekan depan. Menurut laporan Dailymail, kebakaran
hutan kerap terjadi di Negeri Kangguru saat suhu udara tinggi. Aksi kebakaran terparah
lainnya pernah terjadi di tahun 2009 silam yang menyebabkan 173 orang tewas dan melalap
dua ribu rumah di Negara Bagian Victoria.
3.

Kebakaran Hutan di California
Kebakaran hutan di California telah menghanguskan lebih dari 100 bangunan,

termasuk 11 rumah, dan menghanguskan areal hutan seluas 155 kilometer persegi. Petugas
pemadam kebakaran yang berjuang mengatasi kebakaran besar di negara bagian California
yang telah menghanguskan hutan luas di salah satu taman nasional terkenal mengatakan
mereka seharusnya akan memadamkan kebakaran itu sepenuhnya minggu ini.
Dinas Kehutanan Amerika memperkirakan yang disebut Lingkar Kebakaran di Taman
Nasional Yosemite dan sekitarnya akan dipadamkan 100 persen hari Jumat. Hingga Kamis
tengah hari, kebakaran itu 84 persen dipadamkan dan telah menghanguskan 104.000 hektar
lahan. Jay Millier, ekolog senior kebakaran hutan hari Kamis memberitahu Associated Press
kebakaran besar itu telah membuat wilayah mirip permukaan bulan yang “dinuklir” di
pegunungan Sierra Nevada yang lebih besar dari wilayah manapun yang pernah terbakar
dalam ratusan tahun. Dia mengatakan tidak ada lagi yang tersisa di hampir 40 persen wilayah
lokasi kebakaran kecuali lahan hangus.
Pemerintah Amerika pekan lalu mengatakan Lingkar Api itu disebabkan oleh seorang
pemburu yang tidak dapat mengendalikan api unggun ilegal yang dinyalakannya pada tanggal
17 Agustus. Dinas Kehutanan Amerika mengatakan belum ada orang yang ditahan dalam
kasus itu. Kebakaran itu telah menghanguskan lebih dari 100 bangunan, termasuk 11 rumah,
dan membuat area seluas 155 kilometer persegi dalam keadaan mati semuanya.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Luas hutan di Indonesia berkisar 122 juta hektar, yang persebarannya di Pulau
Jawa hanya sekitar 3 juta Ha, terdiri atas 55% hutan produksi dan 45% hutan lindung.
Persebaran hutan di Indonesia kebanyakan berjenis hutan hujan tropis yang luasnnya
mencapai 89 juta hektar.
Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang
dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17
juta hektar pertahun. Bahkan jika melihat data yang dikeluarkan oleh State of the
World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization
(FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun.
Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record
memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak
hutan tercepat di dunia. Dan penyebab kerusakan hutan tersebuh ada dua yaitu faktor
alam dan faktor manusia.
B. Saran
Dengan banyaknya kasus kerusakan hukum penulis berharap pemerintah lebih
mempertegas aturan mengenai penanggulangan hutan di Indonesia yang telah di atur
dengan jelas di dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/MenhutIi/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Selain itu penyuluhan, pelatihan dan
pembinaan masyarakat akan pentingnya menjaga hutan harus diperbanyak
kuantitasnya.

DAFTAR PUSTAKA
De Bano, L.F., D.G.Neary and P.F. Ffolliott. 1998. Fire’s Effects on Ecosystem. and
Sons. USA.
Pudjiharta, Ag. dan A.Fauzi. 1981. Beberapa indikator fisik untuk menentukan
kebijaksanaan pendahuluan dalam pengelolaan DAS. Proceeding Lokakarya
Pengelolaan Terpadu Daerah Aliran Sungai, Jakarta, 26-27 Mei 1981. P 383- 398.
Purbowaseso, B.2004.Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumardi dan Widyastuti SM. 2004. Dasar – Dasar Perlindungan Hutan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Sagala, Porkas. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Jakarta: Yayasan
obor Indonesia.
Sari Sri Azora Kumala. 2009. Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan:
Suatu Perspektif Dari Ekologi dan Hukum Lingkungan Internasional. Medan:
USU Repository