TINGGINYA IMPOR TANAMAN PANGAN DI NEGARA

TINGGINYA IMPOR TANAMAN PANGAN DI NEGARA AGRARIS
(INDONESIA)

BAB 1

PENDAHULUAN
Pangan menjadi sektor vital bagi setiap negara. Hal ini ditegaskan masa

kepemimpinan Presiden Soekarno bahwa “Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu
bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka “malapetaka”, oleh karena itu
perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner.” Dari ungkapan tersebut,
tergambar bahwa sepatutnya pangan menjadi prioritas utama. Akan tetapi sayangnya hal
tersebut tidak terimplementasikan dengan baik, dimana urgensitas pangan pada kenyataannya
tidak berbading lurus dengan kebijakan pemerintah, terutama pada masa orde baru, yang
lebih menekankan pada pengembangan sektor industri. Implikasinya, sektor pangan telah
banyak terlupakan.
Pertanyaan besarnya adalah mengapa dinegara kita sekarang bisa kekurangan
tanaman pangan dan justru kita sekarang malah mengimpor beras dari luar negri padahal
pada zaman dahulu indonesia dikenal sebagai nrgara swasembada pangan. Di bawah ini PDB
pertanian 2005 – 2009.


Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) 2005-2009

Grafik 1. Pertumbuhan PDB Pertanian 2005-2009

Dari tabel dan grafik di atas terlihat bahwa sektor pertanian memperlihatkan kinerja
pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan. Selama 2005-2009, pertumbuhan PDB
pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) memperlihatkan kenaikan setiap tahunnya yaitu
rata-rata 3,57 persen. Meski di awal periode masih dibawah target, tetapi pertumbuhan PDB
pertanian terus meningkat, bahkan di tahun 2008 berhasil melampaui target yang ditetapkan.
Di tabel 2 juga disebutkan bahwa produktivitas padi terus meningkat capaian produksi
komoditas pertanian selama tahun 2005-2008 telah menunjukan prestasi sangat baik, antara
lain: peningkatan produksi padi dari 54,15 juta ton GKG tahun 2005 menjadi 60,33 juta ton
GKG pada tahun 2008, atau meningkat rata-rata 3,69 persen setiap tahun. Target produksi

padi 2009 sebesar 63,5 juta ton GKG, sementara berdasarkan ARAM III (Oktober 2009)
produksi padi telah mencapai 63,8 juta ton GKG atau mencapai 100,5 % dari target tahun
2009.
Peningkatan produksi ini telah menempatkan Indonesia meraih kembali status
swasembada beras sejak tahun 2007 dan terhindar dari krisis pangan seperti terjadi di banyak
negara ketika krisis keuangan global melanda dunia. Keberhasilan swasembada ini sudah

diakui dunia dan bahkan banyak negara menyatakan keinginan untuk mempelajari strategi
yang telah diterapkan Indonesia. Tetapi semua keberhasilan dan kebanggaan menjadi
swasembada pangan itu berbanding terbalik dengan keadaan bahwa indonesia salah satu
negara konsumtif impor, padahal produksi tanaman pangan tinggi.
Tabel 2. Produksi Komoditas Tanaman Pangan, 2005-2009

Tujuan analisis ini adalah ingin menemukan kebijakan yang bisa secara efektif untuk
mengurangi kebijakan impor tanaman pangan di indonesia. Hal itu dilakukan agar kebijakan
impor berkurang serta ketahanan pangan untuk mencapai kedaulatan pangan di indonesia
terpenuhi. Selain itu, secara umum kebijakan tersebut nantinya juga diharapkan mampu untuk
memperbaiki perekonomian dan memberikan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara
nasional (welfare state).

BAB II

MASALAH KEBIJAKAN

Masalah impor yang tinggi berawal dari kurangnya kerja keras pemerintah untuk
memanfaatkan produk lokal sebagai pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Pemerintah hanya mengutamakan untung dan rugi semata tidak memikirkan dampak panjang

ke depannya sehingga banyak petani yang dirugikan oleh kebijakan tersebut. Padahal sebagai
negara dengan luas wilayah terbesar ke-4 di dunia, tentunya menjadi kesempatan besar bagi
Indonesia untuk menjadi negara yang agraris dan mampu berdaulat pangan. Namun ironisnya
yang saat ini terjadi adalah pemerintah kewalahan dalam mencukupi konsumsi pangan
domestik. Pada akhirnya kondisi ini memaksa pemerintah untuk mengimpor sejumlah
komoditas pangan. Pada tabel 3 terlihat tingginya angka impor sehingga neraca perdagangan
mengalami devisit atau minus terus tiap tahunnya.

Tabel 3. Neraca Perdagangan Pertanian 2005 – 2009
2005

2006

2007

2008

2009

Sub Sektor

US$(000)
1

2

3

4

TANAMAN PANGAN
Ekspor

286.744

264.155

289.049

348.914


321.280

Impor

2.115.140

2.568.453

2.729.147

3.526.961

2.737.862

Neraca

-1.828.396

-2.304.299


-2.440.098

-3.178.047

-2.416.582

HORTIKULTURA
Ekspor

227.974

238.063

254.765

432.727

378.627

Impor


367.425

527.415

795.846

909.669

1.063.120

Neraca

-139.451

-289.352

-542.081

-476.942


-684.493

Ekspor

10.673.186

13.972.064

19.948.923

27.369.363

21.581.670

Impor

1.532.520

1.675.067


3.379.875

4.535.918

3.949.191

Neraca

9.140.666

12.296.997

16.569.048

22.833.445

17.632.479

Ekspor


396.526

388.939

748.531

1.148.170

754.914

Impor

1.121.832

1.190.396

1.696.459

2.352.219


2.132.800

Neraca

-725.306

-801.457

-947.928

-1.204.409

-1.337.886

PERKEBUNAN

PETERNAKAN

5

PERTANIAN
Ekspor

11.584.429

14.863.221

21.241.268

29.299.174

23.036.491

Impor

5.136.916

5.961.331

8.601.327

11.324.767

9.882.973

neraca

6.447.513

8.901.890

12.639.941

17.947.407

13.153.518

Keterangan: angka kumulatif s/d september 2009
Sumber: BPS diolah Pusdatin Deptan dalam RENSRA KEMENPER 2010-2014
Angka impor dalam sektor tanaman pangan 10x lipat tinggi daripada ekpor yang
artinya indonesia mengalami devisit. Realisasi neraca perdagangan pertanian, selama periode
2005-2009, khususnya tanaman pangan tiap tahun mengalami devisit, dimana impor lebih
besar dari pada ekspor. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa tahun 2005 devisit neraca US$
-1.828.396 juta , dan tiga tahun kemudian tahun 2008 meningkat drastis pada puncaknya US$
-3.178.047 juta, dan kenaikan neraca tanaman pangan dari 2005 – 2009 selama 4 tahun
adalah 10%.

Diagram Perdagangan impor - ekspor Tanaman pangan (Ribu US$ )
3000
2800
2600
2400
2200
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0

ekspor
impor

2005

2006

2007

2008

2009

Sumber : BPS diolah Pusdatin Deptan
Dari diagram di atas bisa dijelaskan bahwa impor tanaman tinggi dan pada titik
puncaknya adalah tahun ketiga (batang diagram warna merah). Oleh karena itu masalah yang

terjadi adalah besarnya impor tanaman pangan di negeri agraris dan swasembada pangan.
Selanjutnya dari analisis itu dapat kami simpulkan formal problem kebijakannya adalah
bagaimana menurunkan impor tanaman pangan di indonesia.

BAB III

FORECASTING DAN REKOMENDASI ALTERNATIF KEBIJAKAN

Forecasting
Untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana dapat meningkatkan efektifitas
birokrasi pemerintah di IBT secara khusus dan memperbaiki indeks efektivitas birokrasi
secara nasional, maka akan dilakukan terlebih dahulu forecasting atau prakiraan terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Teknik yang dilakukan adalah dengan
menggunakan teknik extrapolatif forecasting. Dan dalam teknik extrapolatif menggunakan
data times series.

Proyeksi Kenaikan Impor Pangan (dalam%)
Tahun 2005-2021
20
15
10
5
0
2005-2009
-5
-10
-15
-20
-25
-30

2009-2013

2013-2017

2017-2021

Kenaikan Impor Pangan Setiap 4 Tahun

Dari angka proyeksi kenaikan impor pangan, tren proyeksi untuk 12 tahun ke depan
masih bisa terus naik, tahun 2005-2009 sebesar -24%, 2009-2013 naik 10% menjadi -14%

dan tahun 2013-2017 naik lagi 10% sehingga menjadi -4% dan proyeksi tahun 2017 naik
sebesar 14%.

Rekomendasi alternatif kebijakan
Status quo
Dimana tetap mempertahankan situasi yang ada sekarang ini, dimana pemerintah
tidak banyak mengembangkan dan mengambil alternatif kebijakan lain untuk mengurangi
impor tanaman pangan di indonesia, karena menurut pemerintah sendiri upaya untuk
mengatasi kenaikan harga pangan dalam negeri biasanya melakukan impor pangan dari
negara lain. Dengan melakukan impor, diharapkan harga pangan dapat ditekan turun melalui
peningkatan pasokan ke pasar dalam negeri. tetapi kebijakan status quo tersebut berdampak
pada keterpurukan di sektor pertanian yang terjadi secara terus menerus.
Tarif Impor
Tarif impor sekarang merupakan suatu kebijakan perdagangan yang paling umum
digunakan dalam perdagangan internasional. Kebijakan tarif impor ini merupakan
konsekuensi dari kesepakatan WTO. Pada prinsipnya tarif impor adalah sejenis pajak yang
dikenakan atas barang-barang yang diimpor. Kebijakan tarif impor ini lebih mudah
dilaksanakan sebagai alternatif kebijakan impor pangan karena berbagi alasan. Pertama,
harga komoditas pangan di luar negeri dan dalam negeri dapat diketahui dengan pasti pada
setiap waktu. Dengan kemudahan tersebut, pemerintah tinggal menentukan berapa besar tarif

yang ingin diterapkan. Kedua, kebijakan tarif akan menguntungkan pemerintah karena ada
penerimaan yang pasti dari tarif. Penerimaan dari tarif dapat menjadi sumber tambahan
pendanaan pemerintah untuk berbagai keperluan, seperti untuk insentif peningkatan produksi
pangan dalam negeri. Ketiga, bagi Indonesia sebagai negara pengimpor pangan yang tidak
bisa memengaruhi harga pangan dunia, kebijakan tarif ini memberikan perlindungan bagi
produsen dalam negeri. Kebijakan tarif impor membuat harga barang yang diimpor menjadi
meningkat di pasar dalam negeri. Kondisi ini membuat produsen dalam negeri tetap
mendapat insentif dalam upaya meningkatkan produksinya.
Meningkatkan Kesejahteraan Petani
Rendahnya upah petani menjadi permasalahan yang hingga saat ini belum dapat
diselesaikan oleh pemerintah. Sebagai gambaran umum, tabel di bawah ini memaparkan upah
harian buruh tani indonesia tahun 2009-2011 (Rupiah)
Tabel 4. Upah harian buruh tani indonesia 2009-2011

Sumber: BPS

Jadi pada kenyataanya nominal upah yang harus di dapat petani tidak sesuai dengan
yang di dapat secara riil. Oleh karena itu, diperlukan political will yang kuat dari pemerintah
untuk mengangkat dan memperhatikan persoalan upah dan jaminan sosial petani. Dibawah
ini salah satu cara meningkatkan kesejahteraan petani adalah melalui NTP (Nilai Tukar
Petani), lihat grafik 2.

Grafik 2. Nilai Tukar Petani (NTP)

Meskipun NTP belum dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya dari
kesejahteraan petani, namun NTP sampai saat ini masih merupakan salah satu indikator untuk
mengukur kesejahteraan petani. Oleh karena itu, NTP disebut salah satu indikator relatif yang
menunjukkan tingkat kesejahteraan petani. NTP dihitung dengan cara membandingkan antara
indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. Kinerja NTP
selama tahun 2005-2009 memperlihatkan kecenderungan yang tren yang cenderung
meningkat. NTP meningkat mendekati 100 selama tahun 2005-2006, sama dengan 100 pada
tahun 2007 dan lebih dari 100 pada tahun 2008-2009. Nilai NTP yang lebih dari 100
menunjukkan bahwa yang dibelanjakan petani masih lebih besar dari yang didapatkan.

Diversifikasi Pangan
Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai daratan dan lahan pertanian yang
sangat luas. Dari lahan pertanian yang ada dihasilkan sekian banyak sekali produk pertanian
yang menjadi makanan pokok bagi masyarakat. Sebut saja padi/beras yang menjadi makanan
pokok masyarakat Jawa, Sumatra, Kalimantan, jagung menjadi makanan pokok masyarakat
Madura dan Sagu menjadi makanan pokok masyarakat Maluku dan Papua.
Tetapi pada saat ini dalam masyarakat mengalami degradasi pilihan atas varian
makanan pokok. Ada penyempitan pilihan pada makanan pokok dalam masyarakat. Seakan
terbentuk anggapan bahwa makanan pokok masyarakat Indonesia hanyalah beras/nasi saja.
Anggapan ini semakin menguat mendominasi dalam masyarakat kita. Orang belum
menganggap sudah makan kalau belum makan nasi padahal dia telah memakan makanan
yang mengandung karbohidrat seperti kandungan dalam beras.
Maka kemudian mulai dikenalkan kembali kepada masyarakat bahan pangan lokal
yang semula seakan dilupakan oleh masyarakat, seperti garut, gembili, kesuwek, ketela, dll..
Pengenalan kembali ini dilanjutkan pengembangan dengan diversifikasi bahan pangan lokal.
Gerakan-gerakan ini sudah mulai kelihatan hasilnya dengan semakin banyaknya masyarakat
yang mengembangkan tanaman-tanaman tersebut dalam skope yang relatif kecil.
Agar program diversifikasi pangan antara lain jagung dan ubi sebagai alternatif bahan
makanan pokok dapat berhasil, harus terus diciptakan berbagai aneka makanan non-beras.
Tak cukup hanya dengan mengenalkannya saja, tapi juga disertai dengan gerakan dan
kemauan kuat yang didukung oleh penegakan kebijakan pemerintah serta momentum
pemanfaatan makanan pokok lain yang menyehatkan, lebih murah, dan memungkinkan untuk
menggantikan peran beras.

BAB IV

ALTERNATIF KEBIJAKAN YANG TERPILIH

Alternatif untuk menurunkan impor tanaman pangan di indonesia yang paling sesuai
dan coock untuk diterapkan dalam mencapai tujuan yang dimaksudkan di atas, penulis
menggunakan teknik Gueller, dimana pembobotan kriteria menggunakan niliai kumulatif 10.
Jadi setiap bobot yang jumlahnya 5 tersebut memiliki nilai yang berbeda-beda tetapi jumlah
nilai tetap adalah 10. Warna kuning cenderung rendah yaitu nilainya 1, hijau nilai sedang
yaitu 2, dan merah cenderung tinggi yaitu nilainya 3.
Alternatif
Tujuan

Kriteria

DI INDONESIA

TANAMANMENGURANG
PANGAN
I IMPOR

Status-Quo

TOTAL

Biaya (cost
effectiveness)
(2)
Efektivitas
(2)
Kemudahan
implementasi
(2)

Keuntungan
(1)
Resiko politik
(3)
10

Sangat
merugikan
petani jangka
panjang
Belum
sepenuhnya
memenuhi
kebutuhan
Mudah,
akibatnya
impor terus
menerus

Harga pangan
stabil

Menaikan
Tarif impor

Meningkatkan
Kesejahteraan
Petani

Diversifikasi
pangan

Penentuan tarif
impor sesuai
yang
diinginkan
pemerintah

Tinggi, karena
memberi upah
minimum bagi
petani

Lebih murah
dan terjangkau

Kurang efektif
karena lebih
menguntungka
n pemerintah

Efektif dengan
cara menjamin
kesejahteraannya

Kurang efektif
karena
menghilangkan
kebiasaan

Sedang, karena
pemerintah
belum
menentukan
tarif yang
tinggi

Mudah, karena
bahan pokok di
produksi oleh
petani

Tidak mudah
karena mindset
tidak berubah

Masih rendah

Petani dirugikan

Tidak untung

Terjadi
keresahan

Tinggi

15

21

Timbul
Kekecewaan pada
petani
22

Tidak ada
ancaman
17

1

2

3

Dari tabel di atas bisa disimpulkan bahwa alternatif kebijakan yang mendapatkan nilai
tertinggi yaitu alternatif meningkatkan kesejahteraan petani. Maka dari itu, alternatif
kebijakan yang dipilih bisa menjawab persoalan nilai impor yang tinggi sehingga bisa
dikurangi atau ditekan. Dan diharapkan kebijakan tersebut bisa menghasilkan apa yang di
harapkan.

BAB V

RENCANA IMPLEMENTASI

Untuk mengimplementasikan alternatif kebijakan yang dipilih maka cara yang
dilakukan adalah dengan meningkatkan kesejahteraan petani, melalui penambahan upah dan
ekstensifikasi lahan untuk kepentingan para petani. Pemberian subsidi pupuk unggulan secara
gratis dan penyuluhan pertanian yang baik, benar dan menguntungkan petani lokal. Sehingga
petani lebih bersemangat dalam bertani dan meningkatkan produksi pangan.
Jika alternative kebijakan tersebut berhasil maka indonesia akan berhasil mencapai ketahanan
pangan dan kedaulatan pangan, bisa berswasembada pangan secara nyata bahkan nisa ekspor
pangan ke negara lain. Dan indonesia tidak perlu lagi bergantung dengan impor dan harga
pangan akan stabil