GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PERI

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN IBU DI DESA KEDUNGKENDO, CANDI SIDOARJO KARYA TULIS ILMIAH OLEH : ARINASARI EKA PRATIWI

  NIM : 2010.1080

AKADEMI KEBIDANAN SITI KHODIJAH MUHAMMADIYAH SEPANJANG - SIDOARJO

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN IBU DI DESA KEDUNGKENDO, CANDI SIDOARJO KARYA TULIS ILMIAH

  Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III Kebidanan Siti Khodijah Muhammadiyah Sepanjang - Sidoarjo

OLEH : ARINASARI EKA PRATIWI

  NIM 2010.1080

AKADEMI KEBIDANAN SITI KHODIJAH MUHAMMADIYAH SEPANJANG – SIDOARJO

LEMBAR PERSETUJUAN

  Karya Tulis Oleh : ARINASARI EKA PRATIWI Judul : GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG

PERILAKU SEKSUAL BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN IBU DI DESA KEDUNGKENDO, CANDI SIDOARJO

  Telah disetujui untuk diujikan di hadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah pada tanggal : 10 Oktober 2013

  Menyetujui : Pembimbing

  YANIK PURWANTI, M. Keb.

LEMBAR PENGESAHAN

  Telah diuji dan disahkan oleh Tim Penguji pada Ujian Sidang Karya Tulis Ilmiah

  di Akademi Kebidanan Siti Khodijah Muhammadiyah Sepanjang-Sidoarjo tanggal: 10 Oktober 2013

  Tim Penguji:

  Penguji I

  : Agus Salim, S. Pd., M. Psi

  Penguji II

  : Yanik Purwanti, M. Keb.

  Mengetahui: Direktur Akademi Kebidanan Siti Khodijah Muhammadiyah Sepanjang-Sidoarjo

  dr. H. Zainul Arifin, M. Kes.

MOTTO

  “I AM NOT CLEVER BUT I HAVE STRONG

DESIRE TO MASTER IT” PERSEMBAHAN

  Karyaku ini ku persembahkan Kepada :

   Mama dan Papa tercinta yang selalu memberikan semangat, do’a dan kasih sayang buat naa sampai naa bisa jadi seperti sekarang  apapun yang terjadi naa selalu sayang Mama Papa 

   Haidar Abdillah “my bear” yang selalu memberikan dukungan, semangat, do’a dan segala arahan selama pengerjaan KTI ini

   Mas iwan, kakak sepupu terbaik sepanjang masa yang selalu memberikan motivasi dan berbagai wejangan

   Seluruh teman-teman AKBID terutama rini, azmil, putri, sin, dian selow, sutra, tiwik, gita, embung.. naa bisa karna dukungan kalian semua dan

  untuk luluk yang selalu menjadi panutan dan motivasiku.. kalian semua adalah teman terbaikku.. 

   Bu Siti Cholifah dan Bu Yanik Purwanti selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan motivasinya

   Bu Djauharoh selaku pembimbing akademik yang tak pernah lelah memberikan arahan

   Almamaterku yang telah mendidikku untuk menjadi orang yang berguna untuk masyarakat, bangsa dan Negara

   Dosen-dosenku tercinta yang selama ini sudah memberikan ilmu dan bimbingan yang tiada harganya bagiku..

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia- Nya sehingga dapat terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah dengan judul

  “Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang Perilaku Seksual Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan Ibu Di Desa Kedungkendo, Candi

  Sidoarjo”, sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Akademi Kebidanan Siti Khodijah Muhammadiyah Sepanjang – Sidoarjo.

  Dalam Karya Tulis Ilmiah ini dijabarkan bagaimana faktor-faktor resiko pola pacaran yang salah dengan kejadian kehamilan tidak diinginkan sehingga nantinya dapat menjadikan bahan masukan bahan pembelajaran, penyuluhan kepada remaja.

  Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

  1. Ibu Yanik Purwanti, M. Keb. dan Siti Cholifah, SST. selaku pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan koreksi, masukan, serta semangat sehingga terwujud karya tulis ilmiah ini

  2. Bapak Sukiman selaku kepala RT 22 RW 07 Desa Kedungkendo Kec. Candi Kab. Sidoarjo atas kebijaksanaannya dalam memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

  3. Remaja di RT 22 RW 07 Desa Kedungkendo Kec. Candi Kab. Sidoarjo yang bersedia menjadi responden.

  4. dr. H. Zainul Arifin, M. Kes. selaku Direktur Akademi Kebidanan Siti Khodijah Muhammadiyah Sepanjang-Sidoarjo.

  5. Bapak dan ibu dosen Akademi Kebidanan Siti Khodijah Muhammadiyah Sepanjang-Sidoarjo beserta staf yang telah banyak membantu penulisan selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

  6. Bapak, ibu dan keluarga besarku tersayang yang selalu memberikan dukungan baik moril, spiritual maupun materil.

  7. Sahabat – sahabatku serta semua pihak yang setia memberikan semangat dan membantu penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

  Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah diberikan dan semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi diri kami sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.

  Sidoarjo, 10 Oktober 2013

  Penulis

ABSTRAK

  Masa remaja merupakan masa peralihan, dalam tahap ini mulai bangkitnya dorongan seks, Adanya kebutuhan orang untuk dapat memahami seks dengan baik dan benar, sehingga orang tua diharapkan dapat memberikan informasi tentang perilaku seksual. Berdasarkan data sekunder di RT 14 RW VII Desa Buncitan Duran Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 14 September 2012 –

  20 September 2012 didapatkan masih banyak (60) remaja belum mengetahui tentang perilaku seksual remaja. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran pengetahuan remaja tentang perilaku seksual berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu di Perumahan TNI-AL Desa Kedungkendo, Candi Sidoarjo.

  Desain penelitian menggunakan deskriptif, populasi penelitian adalah remaja usia 15 – 19 tahun di Perumahan TNI-AL Desa Kedungkendo, Candi Sidoarjo. Didapatkan besar sampel sebanyak 20 orang. Pengambilan data secara primer dengan kuesioner. Data disajikan dengan tabel frekuensi. Dianalisis secara deskriptif tanpa menggunakan uji statistik.

  Hasil penelitian remaja di Perumahan TNI-AL Desa Kedungkendo, Candi Sidoarjo sebagian besar memiliki pengetahuan tentang perilaku seksual remaja yang cukup (60) berdasarkan tingkat pendidikan ibu dan sebagian besar memiliki pengetahuan tentang perilaku seksual remaja yang cukup (73,3) berdasarkan pekerjaan ibu.

  Simpulan penelitian ini adalah sebagian besar remaja di Perumahan TNI-AL Desa Kedungkendo, Candi Sidoarjo berpengetahuan cukup. Disarankan kepada orang tua agar tetap memberikan informasi tentang perilaku seksual kepada para remaja sehingga remaja memiliki pengetahuan yang cukup dan memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.

  Kata Kunci : Remaja, Pengetahuan Tentang Perilaku Seksual

ABSTRACT

  Adolescence is a period of transition, the stage began to rise in sex drive, there was a need to be able to understand the sex is good and right, so that parents are expected to provide information about sexual behavior. Based on secondary data in RT 14 RW Village VII Buncitan Duran Sedati Sidoarjo district on 14 September 2012 - 20 September 2012 obtained many (60 ) teens do not know about the sexual behavior of adolescents. The purpose of this study was to determine the description of knowledge about adolescent sexual behavior based on the level of mother's education and employment in the Navy Housing Kedungkendo village, Candi Sidoarjo.

  Using descriptive research design, the study population is youth ages 15-19 years in the Navy Housing RT 22 RW 07 Desa Kedungkendo Candi Sidoarjo district. Obtained a sample size of 20 people. Retrieval of primary data by questionnaire. Data are presented with a table of frequency. Analyzed descriptively without using statistical tests.

  The results teenagers in Navy Housing Kedungkendo village, Candi Sidoarjo most knowledgeable about adolescent sexual behavior are sufficient (60 ) based on mother's education level and most have knowledge about adolescent sexual behavior are sufficient (73,3 ) based on the work mother.

  The conclusions of this study are mostly teenagers in Navy Housing RT 22 RW 07 Desa Kedungkendo, Candi Sidoarjo knowledgeable enough. Advised the parents to continue to provide information about sexual behavior to young people so that teens have a sufficient knowledge and understanding of the needs of providing a rational basis of moral values in making decisions related to sexual behavior.

  Key Word : Teens , Knowledge About Sexual Behavior

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 : Lembar kuesioner Lampiran 2 : Lembar Penilaian Lampiran 3 : Jadwal Penelitian KTI Lampiran 4 : Surat Ijin Penelitian Lampiran 5 : Surat Balasan Penelitian Lampiran 6 : Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 7 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 8 : Kegiatan Bimbingan KTI Lampiran 9 : Hasil Pengolahan Data Print Out Statistik Lampiran 10 : Surat Pernyataan Keaslian Tulisan

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  World Health Organization (WHO) menyatakan definisi remaja didasarkan pada usia kesuburan (fertilisasi) perempuan, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi usia tersebut dalam 2 bagian, yaitu remaja awal usia 10-14 tahun dan remaja akhir usia 15-20 tahun. Selain itu, PBB menetapkan usia 15-24 tahun sebagai pemuda (Sarwono, 2011:12).

  Masa remaja juga sering disebut dengan masa pubertas. Masa ini lebih ditekankan pada perubahan psikososial atau kematangan yang menyertai masa pubertas (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010:1). Istilah “pubertas” mengacu pada fase pertama masa remaja, tahap perkembangan ini ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang akan dipersiapkan untuk reproduksi (Wuryani, 2008:89). Selama pertumbuhan pesat masa remaja, terjadi perubahan fisik yang amat penting, seperti perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, perkembangan ciri-ciri seks primer dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder (Hurlock, 2005:188).

  Masa remaja merupakan masa peralihan dari ketergantungan sosial- ekonomi yang penuh menuju ke keadaan yang relatif lebih mandiri. Pada masa ini merupakan puncak perkembangan emosi. Dalam tahap ini terjadi Masa remaja merupakan masa peralihan dari ketergantungan sosial- ekonomi yang penuh menuju ke keadaan yang relatif lebih mandiri. Pada masa ini merupakan puncak perkembangan emosi. Dalam tahap ini terjadi

  Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk perilaku seksual dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, dalam khayalan atau diri sendiri (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010:86-87). Adanya kebutuhan orang untuk dapat memahami seks dengan baik dan benar merupakan sebuah petunjuk bahwa pendidikan seks diperlukan. Masyarakat selalu berkembang dan mengalami perubahan, termasuk perubahan nilai dan moralitas serta pandangan terhadap seks (Wuryani 2008:1).

  Pendidikan seks bagi remaja yang di sampaikan oleh orang tua menjadi sesuatu yang harus dipertahankan. Dewasa ini, nilai-nilai moral seks sudah semakin kabur, dan para remaja pada akhirnya akan dikonfrontasi dengan godaan seksual. Satu-satunya penyelamat adalah orang tua yang telah mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan belajar tentang cara mengajarkan seks yang sehat kepada para remajanya serta memberikan latihan mental dan moral (Wuryani 2008:8).

  Semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa seorang remaja. Orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaan Semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa seorang remaja. Orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaan

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang perilaku seksual meliputi faktor dari dalam remaja itu sendiri, faktor orang tua (ibu) dan faktor lingkungan (Santrock, 2007:262). Faktor dari dalam diri remaja yang mempengaruhi pengetahuan tentang perilaku seksual, yaitu dari faktor umur, tingkat pendidikan, intelegensi, agama dan status sosial ekonomi. Faktor orang tua khususnya ibu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, tingkat pedidikan, pekerjaan, intelegensi, status sosial budaya dan status sosial ekonomi. Serta faktor lingkungan seperti adanya perkumpulangroup dan media (Sarwono, 2011:187-188).

  Menurut penelitian Septi Andita di RT 14 RW VII Desa Buncitan Duran Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 14 September 2012 – 20 September 2012 menyatakan dari 20 remaja di dapatkan 8 remaja (40) sudah mengetahui tentang perilaku seksual dan 12 remaja (60) belum mengetahui tentang perilaku seksual.

  Berdasarkan data diatas didapatkan masih banyak (60) remaja belum mengetahui tentang perilaku seksual remaja. Dampak pada remaja yang tidak mengetahui tentang perilaku seksual dapat menimbulkan masalah seperti kehamilan remaja, infeksi yang ditularkan secara seksual, perilaku kekerasan seksual, dan pelecehan seksual (Santrock, 2007:270).

1.2 Idetifikasi Masalah

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang perilaku seksual, yaitu :

1.2.1 Faktor Remaja

  1.2.1.1 Usia

  Usia terhitung mulai saat individu dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Hurlock, 2005:61). Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan tentang perilaku seksual yang diperoleh (Hastutik, 2011:3-4).

  1.2.1.2 Pendidikan

  Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya (Hastutik, 2011:4). Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya (Hastutik, 2011:4). Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang

  1.2.1.3 Agama

  Pengaruh lingkungan terhadap tingkat pengetahuan pada diri remaja tampak dalam aspek kehidupan beragama, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai atau tidak dengan agama yang dianut. Keyakinan beragama merupakan mekanisme kontrol bagi perilaku seksual pada diri seorang remaja (Hastutik, 2011:8).

  1.2.1.4 Intelegensi

  Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru secara efektif. Selama masa remaja, kemampuan untuk belajar, berpikir, dan mempergunakan pengetahuan semakin meningkat. Skor IQ (Inteligence Quotient) meningkat dan stabil dalam usia ini, kemampuan berpikir abstrak, memiliki kemungkinan, dan pengertian mengenai konsekuensi jangka panjang dalam pengambilan keputusan juga meningkat (Karya, 2010:10).

  Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil proses belajar. Intelegensi bagi seorang remaja merupakan salah satu modal berfikir dan mengolah berbagai informasi tentang perilaku seksual secara terarah Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil proses belajar. Intelegensi bagi seorang remaja merupakan salah satu modal berfikir dan mengolah berbagai informasi tentang perilaku seksual secara terarah

  1.2.1.5 Status Sosial Ekonomi

  Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku individu. Remaja yang berasal dari status sosial ekonominya baik memiliki sikap positif terhadap pengetahuan tentang perilaku seksual remaja di banding remaja yang berasal dari status ekonomi rendah (Latipun, 2008:233).

  1.2.1.6 Sosial Budaya

  Sosial budaya termasuk didalamnya yaitu pandangan keagamaan, khususnya dalam penyerapan nilai-nilai sosial keagamaan untuk memperkuat super ego dalam diri seorang remaja (Latipun, 2008:233).

1.2.2 Faktor Orang Tua (Ibu)

  1.2.2.1 Usia

  Usia terhitung mulai saat individu dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup usia tingkat kematangan dan kekuatan, seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum Usia terhitung mulai saat individu dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup usia tingkat kematangan dan kekuatan, seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum

  1.2.2.2 Tingkat Pendidikan

  Ibu yang pendidikannya rendah kurang memahami tentang masalah perilaku seksual yang beresiko dan mungkin juga selalu menunggu arahan atau keputusan dari suami sehingga kurang berinisiatif dalam menghadapi keadaan perkembangan perilaku remajanya. Dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi tentunya mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah terutama dalam hal mengarahkan remajanya untuk berperilaku seksual yang tidak berisiko (Indarsita, 2007:3).

  1.2.2.3 Pekerjaan

  Tugas utama seorang ibu adalah mengatur rumah tangga dan tetap harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi, karena kodrat ibu yang telah digariskan oleh Tuhan YME bahwa tugas mulia seorang ibu adalah membesaran anak. Bekerja merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan tentang perilaku seksual pada remaja. Ibu yang bekerja mempunyai resiko remaja yang berperilaku seksual yang tidak sehat (Indarsita, 2007:3).

  1.2.2.4 Intelegensi

  Intelegensi yang dimiliki seorang ibu mempengaruhi kemampuan dalam menyelesaikan masalah serta cara-cara dalam mengambil keputusan. Ibu yang memiliki kemampuan intelegensi yang lebih tinggi akan banyak berpartisipasi serta lebih cepat dan tepat dalam proses pengambilan keputusan tentang perilaku seksual pada remaja (Latipun, 2008:233).

  1.2.2.5 Status Sosial Ekonomi

  Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga.

1.2.3 Faktor Lingkungan

  Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi remaja dimana seorang remaja dapat mempelajari hal- hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan, seorang remaja akan memperoleh pengalaman yang berpengaruh terhadap cara berfikir dalam menghadapi hal apapun (Hastutik, 2011:4).

  Hubungan personal diantara remaja semakin intensif tidak hanya karena hal ini penting agar diterima dalam sebuah peer, akan tetapi karena remaja memiliki kebutuhan untuk berbagi perasaan dan Hubungan personal diantara remaja semakin intensif tidak hanya karena hal ini penting agar diterima dalam sebuah peer, akan tetapi karena remaja memiliki kebutuhan untuk berbagi perasaan dan

1.3 Pembatasan Masalah

  Berdasarkan identifikasi masalah banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja agar penelitian lebih jelas dan lebih terarah, maka pada penelitian ini dibatasi pada faktor pendidikan dan pekerjaan ibu.

1.4 Perumusan Masalah

  Berdasarkan pembatasan masalah, maka perumusan masalah sebagai berikut :

  1.3.1.1 Bagaimana gambaran tingkat pendidikan ibu remaja?

  1.3.1.2 Bagaimana gambaran pekerjaan ibu remaja?

  1.3.1.3 Bagaimana gambaran pengetahuan remaja tentang perilaku seksual?

  1.3.1.4 Bagaimana gambaran pengetahuan remaja tentang perilaku seksual berdasarkan tingkat pendidikan ibu?

  1.3.1.5 Bagaimana gambaran pengetahuan remaja tentang perilaku seksual berdasarkan pekerjaan ibu?

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

  Diketahuinya gambaran pengetahuan remaja tentang perilaku seksual berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu di Perumahan TNI-AL RT 22 RW 07 Desa Kedungkendo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.

1.5.2 Tujuan Khusus

  1.5.2.1 Mengidentifikasikan gambaran tingkat pendidikan ibu

  remaja di Perumahan TNI-AL RT 22 RW 07 Desa Kedungkendo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.

  1.5.2.2 Mengidentifikasikan gambaran pekerjaan ibu remaja di

  Perumahan TNI-AL RT 22 RW 07 Desa Kedungkendo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.

  1.5.2.3 Mengidentifikasikan gambaran pengetahuan remaja tentang

  perilaku seksual di Perumahan TNI-AL RT 22 RW 07 Desa Kedungkendo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.

  1.5.2.4 Mengidentifikasikan gambaran pengetahuan remaja tentang

  Perumahan TNI-AL RT 22 RW 07 Desa Kedungkendo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.

  1.5.2.5 Mengidentifikasikan gambaran pengetahuan remaja tentang

  perilaku seksual berdasarkan pekerjaan ibu di Perumahan TNI-AL RT 22 RW 07 Desa Kedungkendo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Bagi Tempat Penelitian

  Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan atau informasi tentang pengetahuan remaja terhadap perilaku seksual, agar para orang tua dapat memberikan pengetahuan yang lebih pada para remajanya.

1.6.2 Bagi Institusi Pendidikan

  Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan refrensi dalam hal kepustakaan tentang perilaku seksual pada remaja.

1.6.3 Bagi Masyarakat

  Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang pendidikan seks. Sehingga para remaja dapat mengambil keputusan yang baik tentang apa yang seharusnya boleh dilakukan dan belum boleh dilakukan. Serta dapat mengurangi angka kejadian Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang pendidikan seks. Sehingga para remaja dapat mengambil keputusan yang baik tentang apa yang seharusnya boleh dilakukan dan belum boleh dilakukan. Serta dapat mengurangi angka kejadian

  

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  Pada bab ini disajikan tentang konsep dasar yang berkaitan dengan judul penelitian, konsep dasar tersebut terdiri dari : konsep dasar pengetahuan, konsep dasar remaja, konsep dasar perilaku seksual, konsep dasar tingat pendidikan dan kerangka konsep.

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

  Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh darimata dan telinga. Pengetahuan dapat diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010).

  Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan indrawati. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indra atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Hastutik, 2011:2).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercangkup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yang meliputi :

  2.1.2.1 Tahu (Know)

  Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

  2.1.2.2 Memahami (Comprehension)

  Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  2.1.2.3 Aplikasi (Application)

  Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  2.1.2.4 Analisis (Analysis)

  Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

  memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

  2.1.2.5 Sintesis (Synthesis)

  Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

  2.1.2.6 Evaluasi (Evaluation)

  Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penelitian itu didasari pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria yang ada.

2.1.3 Pengukuran Pengetahuan

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur

  Menurut Arikunto (2006), untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, pembagian kriteria pengukuran data di bagi menjadi 3 tingkat, yaitu :

  1. Pengetahuan baik

  : jika didapat hasil >75

  2. Pengetahuan cukup

  : jika didapat hasil 60-75

  3. Pengetahuan kurang

  : jika didapat hasil <60

2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

  Faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja :

  2.1.4.1 Faktor Remaja

  - Usia

  Bertambahnya usia seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperoleh, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampun penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Hastutik, 2011:3-4).

  - Intelegensi

  Intelegensi diartikan sebagai kemampuan belajar dan berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi ialah faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi Intelegensi diartikan sebagai kemampuan belajar dan berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi ialah faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi

  - Sosial Budaya

  Sosial

  budaya

  mempunyai pengaruh

  pada

  pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungan dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang dapat mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan khususnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang sehat (Hastutik, 2011:3-4).

  - Pendidikan

  Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya (Hastutik, 2011:4). Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan

  meningkatkan intelegensi dan berpengaruh pada meningkatkan intelegensi dan berpengaruh pada

  - Pengalaman

  Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahauan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upayauntuk memperoleh pengetahauan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu (Hastutik, 2011:3-4).

  2.1.4.2 Faktor Orang Tua (ibu)

  Menurut Sarwono (2010), seorang ibu wajib mendidik anak remajanya dengan baik yang dapat didasari dari tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu. Menurut Santrock (2007:262), faktor orang tua khususnya ibu yang mampu mempengaruhi pengetahuan remaja tentang perilaku seksual yang sehat. Dalam keluarga ibu banyak bertanggung jawab dalam pendidikan anak di banding ayah dan penentuan peran seks lebih banyak dilakukan oleh ibu karena hubungan ibu dengan anak lebih dekat, hal ini mendorong anak lebih mudah di pengaruhi oleh ibu dari pada ayah (Hurlock, 2005).

  Faktor orang tua (ibu), yaitu : - Usia

  Usia terhitung mulai saat individu dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup usia tingkat kematangan dan kekuatan, seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya memberi pengetahuan tentang perilaku seksual pada remajanya (Hurlock, 1999 : 61).

  - Tingkat Pendidikan

  Ibu yang pendidikannya rendah kurang memahami tentang masalah perilaku seksual yang beresiko dan mungkin juga selalu menunggu arahan atau keputusan dari suami sehingga kurang berinisiatif dalam menghadapi keadaan perkembangan perilaku remajanya. Dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi tentunya mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah terutama dalam hal mengarahkan remajanya untuk berperilaku seksual yang tidak berisiko (Indarsita, 2007:3).

  - Pekerjaan

  Tugas utama seorang ibu adalah mengatur rumah tangga dan tetap harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi, karena kodrat ibu yang telah digariskan oleh Tuhan YME bahwa tugas mulia seorang ibu adalah membesaran anak. Bekerja merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan tentang perilaku seksual pada remaja. Ibu yang bekerja mempunyai resiko remaja yang berperilaku seksual yang tidak sehat (Indarsita, 2007:3).

  - Intelegensi

  Intelegensi yang dimiliki seorang ibu mempengaruhi kemampuan dalam menyelesaikan masalah serta cara-cara dalam mengambil keputusan. Ibu yang memiliki kemampuan intelegensi yang lebih tinggi akan banyak berpartisipasi serta lebih cepat dan tepat dalam proses pengambilan keputusan tentang perilaku seksual pada remaja (Latipun, 2005:233).

  - Status Sosial Ekonomi

  Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedang ekonomi dikaitkan dengan Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedang ekonomi dikaitkan dengan

  2.1.4.3 Lingkungan

  Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

  pengetahuan seseorang.

  Lingkungan

  memberikan pengaruh pertama bagi seseorang dimana seseorang dapat mempelajari hal- hal yang baik juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan, seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berfikirnya (Hastutik, 2011:4).

  2.1.4.4 Informasi

  Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi bila ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahauan yang dimiliki seseorang (Hastutik, 2011:3-4).

2.2 Konsep Dasar Remaja

2.2.1 Definisi

  Remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda sosial seksual sekundernya Remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda sosial seksual sekundernya

  Secara anatomis keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna dan secara fungsional alat-alat kelamin sudah berfungsi secara sempurna. Pada akhir perkembangan fisik akan didapatkan antara lain pada remaja laki-laki badan berotot, suara besar, berkumis atau berjanggut, pertumbuhan penis dan kantong zakar, ereksi dan ejakulasi, sedangkan pada remaja perempuan pertumbuhan Rahim dan vagina, pinggul melebar, payudara membesar, menstruasi pertama (Sarwono, 2011:8).

  Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh menuju ke keadaan yang relatif lebih mandiri. Pada masa ini merupakan puncak perkembangan emosi. Dalam tahap ini terjadi perubahan dari kecenderungan mementingkan diri sendiri menjadi kecenderungan memperhatikan kepentingan orang lain dan kecenderungan Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh menuju ke keadaan yang relatif lebih mandiri. Pada masa ini merupakan puncak perkembangan emosi. Dalam tahap ini terjadi perubahan dari kecenderungan mementingkan diri sendiri menjadi kecenderungan memperhatikan kepentingan orang lain dan kecenderungan

2.2.2 Karakteristik

  Menurut Turner dan Helms (1995) dalam Karya (2010:10-11), menyatakan bahwa remaja yang merupakan kelanjutan dari masa anak-anak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  2.2.2.1 Usia Pubertas

  Usia dimana pertumbuhan fisik ditandai dengan kematangan karakteristik seksual primer dan sekunder, serta kemampuan untuk memiliki anak (reproduksi) dikenal sebagai pubertas. Oleh karena cepat lambatnya pubertas sangat tergantung pada kondisi tubuh masing-masing individu, maka sulit ditetapkan secara pasti usia berapa seseorang memasuki pubertas. Akan tetapi secara umum, remaja perempuan memasuki usia pubertas dua tahun lebih awal dibanding remaja laki-laki.

  2.2.2.2 Pembentukan Konsep Diri

  Masa remaja sedang mengalami periode Identity Vs Identity Confusion. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri, serta mulai memiliki falsafah hidup tertentu. Remaja mulai memiliki Masa remaja sedang mengalami periode Identity Vs Identity Confusion. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri, serta mulai memiliki falsafah hidup tertentu. Remaja mulai memiliki

  2.2.2.3 Keterlibatan dalam Lingkungan Sosial

  Hubungan personal diantara remaja semakin intensif tidak hanya karena hal ini penting agar diterima dalam sebuah peer, akan tetapi karena remaja memiliki kebutuhan untuk berbagi perasaan dan pengalaman mereka yang baru. Pada saat ini, peer groups menawarkan dukungan dan perasaan aman kepada remaja yang berusaha mandiri dan ingin lepas dari keluarga mereka.

  Menurut Hurlock (2005), karena remaja lebih banyak berasa diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya tentang sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.

  2.2.2.4 Perkembangan Perilaku dan Peran Seksual

  Menurut Sarwono (2010), ada pandangan yang menyatakan bahwa seks merupakan sesuatu hal yang sangat menarik bagi para remaja. Hal ini ditandai dengan adanya tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya, maupun dengan sesama jenis yang Menurut Sarwono (2010), ada pandangan yang menyatakan bahwa seks merupakan sesuatu hal yang sangat menarik bagi para remaja. Hal ini ditandai dengan adanya tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya, maupun dengan sesama jenis yang

  Di fase ini, remaja juga dituntut untuk berperilaku sesuai dengan peran seksual mereka, baik sebagai laki-laki atau perempuan. Misalnya laki-laki yang harus mulai berperan sebagai pemimpin dalam bidang sekolah, sementara perempuan mulai tertarik dengan kegiatan seputar dapur.

  2.2.2.5 Perkembangan Moral

  Remaja memiliki pengertian pentingnya peraturan dan hubungan dengan orang lain dalam lingkungan sosial. Oleh karena remaja memiliki kemampuan untuk berpikir abstrak, maka hal tersebut membentuk pandangan-pandangan baru tentang benar dan salah, baik dan buruk. Bagi remaja jalan yang benar untuk berperilaku ditentukan oleh nilai dan keyakinan mereka terhadap sesuatu. Perkembangan moral ini akan berpengaruh bagaimana remaja memandang lingkungan sosialnya, politik dan agama.

  2.2.2.6 Adanya Perilaku Menyimpang atau Kenakalan Remaja

  Menurut Sarwono (2010), semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat

  (norma agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga, dan lain-lain) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang. Tetapi jika perilaku itu terjadi terhadap norma-norma hukum pidana barulah disebut kenakalan. Adapun perilaku menyimpang yang biasanya dilakukan oleh remaja adalah penggunaan obat-obatan terlarang, kerusuhan, pemberontakan terhadap otoritas, pemerkosaan, dan lain-lain.

  Ada beberapa faktor yang menyebabkan kenakalan remaja antara lain: keluarga berantakan (broken home), kurangnya kasih sayang orangtua, disiplin yang berlebihan, pengasuhan yang tidak stabil, dan kemiskinan ekonomi (Karya, 2010:10-11).

2.2.3 Batasan Remaja

  Menurut Sarwono (2010), WHO menyatakan definisi remaja didasarkan pada usia kesuburan (fertilisasi) perempuan, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi usia tersebut dalam 2 bagian, yaitu remaja awal usia 10-14 tahun dan remaja akhir usia 15-20 tahun. Selain itu, PBB menetapkan usia 15-

  24 tahun sebagai pemuda. Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan ada tiga tahap perkembangan remaja, meliputi :

  2.2.3.1 Remaja awal (Early Adolescent)

  Remaja pada tahap ini mengalami kebingungan akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan yang menyertai perubahan tersebut.

  2.2.3.2 Remaja madya atau pertengahan ( Middle Adolescent )

  Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu mereka masih mengalami kebingungan untuk menentukan pilihan.

  2.2.3.3 Remaja akhir (Late Adolescent)

  Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu : minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual, ego untuk mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dalam pengalaman-pengalaman baru, terbentuk identitas seksual yang tidak akan yang tidak akan berubah lagi, egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain dan tumbuh “dinding” yang memisahkan diri dan pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public).

2.2.4 Tugas-tugas Perkembangan Remaja

  Menurut WHO, remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2010).

  Menurut Hurlock (2005), setiap individu dalam setiap perkembangannya memiliki tugas-tugas yang harus dilalui. Kegagalan dalam pelaksanaannya akan mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang, sehingga sulit diterima oleh kelompok teman- temannya dan tidak mampu menyamai teman-teman sebaya yang sudah menguasai tugas-tugas perkembangan. Menurut Yuniarti (2007:6), tugas-tugas perkembangan remaja antara lain :

  1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

  2. Mencapai peran sosial pria dan wanita

  3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

  4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

  5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya

  6. Mempersiapkan karier ekonomi

  7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

  8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi

2.3 Konsep Dasar Perilaku Seksual

2.3.1 Pengertian Seks

  Seks adalah bukan hanya hubungan intim, ekspresi dari seksualitas dapat terkait dengan banyak perilaku lain. Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang sering disebut jenis kelamin (Anton, 2010). Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2007).

2.3.2 Bentuk-bentuk Perilaku Seksual

  2.3.4.1 Masturbasi dan onani

  Masturbasi dan onani merujuk kepada pemuasan seks yang dilakukan oleh diri sendiri yang melibatkan beberapa bentuk dari stimulasi atau rangsangan fisik langsung. Masturbasi biasanya dilakukan oleh perempuan melibatkan menggosok, menyentuh, mengelus dengan lembut organ vital, tetapi masturbasi juga dapat melalui rangsangan dari Masturbasi dan onani merujuk kepada pemuasan seks yang dilakukan oleh diri sendiri yang melibatkan beberapa bentuk dari stimulasi atau rangsangan fisik langsung. Masturbasi biasanya dilakukan oleh perempuan melibatkan menggosok, menyentuh, mengelus dengan lembut organ vital, tetapi masturbasi juga dapat melalui rangsangan dari

  2.3.4.2 Petting

  Merupakan kontak atau hubungan fisik antara orang untuk menghasilkan rangsangan erotis tetapi tanpa melakukan hubungan intimsenggama. Petting, yang termasuk di dalamnya adalah menyentuh dan mengelus dengan lembut berbagai bagian tubuh terutama payudara dan organ vital, biasanya lebih dapat diterima daripada hubungan seks karena petting bersifat kurang intim dan tidak menyebabkan kehamilan.

  2.3.4.3 Oral seks

  Oral seks termasuk beberapa tipe rangsangan seperti Fellatio (dari bahasa latin untuk ”menghisap” atau ”menyedot”) merujuk kepada rangsangan terhadap penis laki-

  laki dan Cunnilingus (dari bahasa latin untuk ”vulva” dan ”lidah”) merujuk kepada stimulasi atau rangsangan oral terhadap organ vital wanita (Karya, 2010:9).

2.3.3 Perilaku seksual yang sehat

  2.3.3.1 Adanya dorongan seks pada remaja merupakan bentuk dari

  perilaku seksual. Macamnya yaitu mulai dari berkencan, bercumbu dan bersenggama.Adanya dorongan seks ini tidak bisa ditolak, tetapi perlu disalurkan dalam bentuk kegiatan- kegiatan yang produktif ataupun rekreatif sesuai dengan hobi dan minat masing-masing remaja.

  2.3.3.2 Munculnya sumber informasi yang bisa merangsang

  munculnya dorongan seksual harus dihindari.

  2.3.3.3 Perlunya ditanamkan pemahaman berbagai efek negatif dari

  perilaku seksual yang sehat, serta kemungkinan terserang suatu penyakit.

  2.3.3.4 Adanya sumber informasi yang jelas serta mengenai

  pendidikan seks akan banyak manfaatnya.

2.3.4 Perilaku seksual yang tidak sehat

  Perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya dilakukan yaitu :

  2.3.4.1 Masturbasi dan onani merupakan suatu kebiasaan buruk

  berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi, yang dipengaruhi dari teman-teman atau rangsangan yang timbul melalui gambar dan film atau video porno.

  2.3.4.2 Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual dari yang

  ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

  2.3.4.3 Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.

2.3.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah seksual pada remaja

  Menurut Sarwono (2010) dan Nitya (2009), faktor-faktor yang menyebabkan masalah seksualitas pada remaja, yaitu :

  2.3.5.1 Meningkatnya Libido Seksualitas

  Remaja mengalami perubahan-perubahan fisik dan peran sosial yang terjadi pada dirinya. Di dalam upaya mengisi peran sosialnya, seorang remaja mendapat motivasinya dari meningkatkan energi seksual atau libido. Menurut Anna Freud, fokus utama dari energi seksual ini adalah perasaan-perasaan di sekitar alat kelamin, objek- objek dan tujuan seksual.

  2.3.5.2 Penundaan Usia Perkawinan

  Penundaan usia perkawinan terjadi karena banyak hal, salah satunya adalah karena kecenderungan masyarakat Penundaan usia perkawinan terjadi karena banyak hal, salah satunya adalah karena kecenderungan masyarakat

  2.3.5.3 Tabu-Larangan

  Seks dianggap bersumber pada dorongan-dorongan naluri yang bertentangan dengan dorongan “moral” sehingga menyebabkan remaja pada umunya tidak mau mengakui aktivitas seksualnya dan sangat sulit diajak berdiskusi tentang seks.

  2.3.5.4 Kurangnya Informasi tentang Seks

  Pada umumnya remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang seks akan salah mengartikan tentang seks. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang seks dari orang tua sehingga mereka berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat.

  2.3.5.5 Pergaulan yang Makin Bebas

  Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, Kiranya di kota-kota besar, hal ini sangat mengkhawatirkan apalagi jika kurangnya pemantauan dari orang tua.

  2.3.5.6 Pengaruh Orang Tua

  Peran keluarga khususnya ibu dalam komunikasi dengan remaja terbatas hanya dalam hal-hal tertentu saja seperti pendidikan, pelajaran, kesehatan atau keuangan. Sementara untuk masalah pergaulan dan khususnya masalah seksual, remaja cenderung untuk lebih banyak bertanya kepada teman-temannya (Sarwono, 2010:139). Pengaruh orang tua ada karena ketidaktahuan maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan remaja dan tidak terbuka terhadap remajanya. Orang tua cenderung membuat jarak dalam masalah ini.

  Adanya kebutuhan seorang remaja untuk dapat memahami seks dengan baik dan benar merupakan sebuah petunjuk bahwa pendidikan seks sangat diperlukan. Satu- satunya penyelamatnya adalah orang tua yang telah mempersiapkan diri untuk menghadapi remajanya dengan belajar tentang cara mengajarkan seks yang sehat kepada para remajanya serta memberikan latihan mental dan moral. Pendidikan seks bagi remaja yang di sampaikan oleh orang tua menjadi sesuatu yang harus dipertahankan di dalam keluarga (Wuryani, 2008:1).

  Pendidikan Seks terdiri dari dua segi yaitu pengetahuan secara biologis yang termasuk dalam pengetahuan alat-alat reproduksi, proses reproduksi, serta pengetahuan dan pemahaman cara penularan PMS. Serta pengetahuan dengan pendekatan sosial psikologis yang membahas soal seks, perkembangan diri, soal kontrasepsi, mengenal perilaku seksual beresiko dan hak-hak manusia untuk keselamatan kita serta keputusan untuk melakukan hubungan seks. Pendidikan seks yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia sehingga termasuk pendidikan akhlak dan moral.

  Menurut Dianawati (2009), tujuan pendidikan seks dalam keluarga yaitu : 1.) memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental. kematangan emosional, 2.) Mengurangi ketakutan dan kecemasan, 3.) Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks, 4.) Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual, 6.) Memberikan pengetahuan tentang penyimpangan seksual agar remaja dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi, 7.) Memberikan pengertian yang dapat membuat remaja melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif.

  Manfaat pendidikan seks dalam keluarga yaitu mendapat pandangan positif tentang informasi seks, mengetahui akibat dan bahaya tentang pergaulan bebas atau seks bebas, dapat mengetahui tindakan yang menyimpang dan dapat menghidarinya, menghindari terjadinya hal-hal negatif yang diakibatkan dari kegiatan seks bebas serta bahaya akibat seks bebas.

  2.3.5.7 Pengaruh teman sebaya

  Kecenderungan pengetahuan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Selain itu pada masa remaja, pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya.

  1. Perspektif akademik