OPTIMALISASI OMBUDSMAN DALAM UPAYA ADMIN

1. JUDUL:
OPTIMALISASI

OMBUDSMAN

DALAM

UPAYA

ADMINISTRASI

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA
2. ABSTRAK
Pejabat Tata Usaha Negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya
memberikan pelayanan publik harus mematuhi Asas-asas Umum Pemerintahan
yang Baik. Pelanggaran administrasi yang mengakibatkan kerugian bagi warga
masyarakat dapat dilaporkan ke Ombudsman RI atau Pengadilan Tata Usaha
Negara. Kedua lembaga ini memiliki irisan peran yang sama dalam upaya
administrasi penyelesaian kasus maladministrasi. Ombudsman sebagai lembaga
pengawas layanan publik oleh pejabat tata usaha negara terdapat di tiap
propinsi. Mekanisme pendekatan persuasive dilakukan ombudsman selaku

mediator dalam upaya administrasi. Optimalisasi peran dan potensi Ombudsman
perlu didukung sehingga masyarakat lebih mudah mengakses keadilan dan
pelayanan publik yang lebih prima.
Kata kunci : ombudsman, maladministrasi, upaya administrasi, tata usaha
negara.
Administrative officials in carrying out its duties and functions provide the
public service must comply with the General principles of Good Governanc.
Administrative offences that result in harm to citizens can be reported to the
Ombudsman or the Administrative Court. Both these institutions have sliced the
same roles in the administration effort for resolving cases of maladministration.
The Ombudsman as an institution of public service supervisors by state
administrative officials in each province. Mechanism of persuasive approach
made the ombudsman as a mediator in the efforts of the administration.
Optimization of the role and potential of the Ombudsman needs to be supported so
that the public easier access to justice and public services a more prime.
Keywords: maladministrasi, the ombudsman, administrative efforts, state
adminstration.
3. NAMA:
Dian Sasmita


A. PENDAHULUAN
Perselisihan masyarakat dengan penguasa tidak dapat dipungkiri dalam
tatanan sebuah negara. Jumlah pengaduan yang masuk di Ombudsman setiap
tahun mengalami peningkatan. Tahun 2012 terdapat 2.224 aduan sedangkan tahun
sebelumnya hanya 1.867 laporan terhadap pelayanan publik oleh penyelenggara
negara1. Artinya terdapat peningkatan jumlah keluahan masyarakat sebesar
8,41%. Sepertiga jumlah pengaduan tersebut ditujukan bagi pemerintahan daerah.
Otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 1999 memberikan banyak
kemajuan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SKPD) sebagai pelaksana program pemerintah daerah selalu
berinteraksi dengan masyarakat. 33% laporan keluhan di Ombudsman adalah
mengenai pelayanan SKPD yang kurang optimal. Aduan masyarakat merupakan
bukti kontrol publik terhadap kualitas pejabat tata usaha negara.
Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) adalah pejabat yang melaksanakan
urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangan2. Paham negara
kesejahteraan (walfare state) mendorong perluasan tanggungjawab negara dalam
urusan kemasyarakatan. Sehingga dibutuhakn fungsi pengawasan kinerja
pemerintahan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara salah satunya3. Kian
meningkatnya kuantitas urusan pemerintahan maka kian meningkat juga potensi
terjadinya maladministrasi yang mendatangkan kerugian bagi masyarakat.

Maladministrasi adalah tindakan administrasi yang dilakukukan pemerintah
kaidah atau prinsip penyelenggaraan pemerintahan. Mereka yang menderita
kerugian dari tindakan maladministrasi berhak mengajukan gugatan di Pengadilan
Tata Usaha Negara sesuai kompetensi absolute dan relative dari lembaga
peradilan yang bersangkutan.
Putusan pengadilan tata usaha negara beragam dan bersifat eksekutorial
ketika telah memiliki kekuatan hukum yang sah (in kracht van gewijsde). Pada
kenyataannya, warga negara sebagai pengadu masih mengalami kesulitan
http://www.ombudsman.go.id/index.php/beritaartikel/berita/455-ombudsman-pengaduanmasyarakat-bisa-naik-20-tahun-2013.html. Diakses tanggal 10 Juli 2014 pukul 21.00 WIB.
2
R Soegijatno Tjakranegara. 1994. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika. Hlm.5.
3
W.Riawan Tjandra . 2009. Peradilan Tata Usaha Negara, Mendorong Terwujudnya Pemerintahan
yang Bersih dan Berwibawa, Yogyakarta: Penerbit Universitas Atmajaya. hlm. 1.
1

mendapatkan keadilan karena tergugat, dalam hal ini pemerintah, masih enggan
atau mengabaikan putusan yang ada. Indroharto menyampaikan dalam bukunya
bahwa pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha negara yang telah memiliki

kekuatan huku tetap pun di waktu yang akan datang tidak akan semudah yang
diharapakan4.
Dua kemungkinan putusan pengadilan tidak dilaksanakan berupa pertama
putusan yang membebankan kewajiban bagi tergugat atau pejabat tata usaha
negara untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Misalnya mencabut suatu
keputusan tata usaha atau menerbitan keputusan yang yang sesuai dengan isi amar
putusan pengadilan tata usaha negara. Kedua, mematuhi perintah penetapan hakim
untuk menangguhkan pelaksanaan sebuah keputusan tata usaha yang sedang
disengketakan5.
Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha negara diperlukan
untuk meningkatkan kesadaran hukum pejabat tata usaha negara. Salah satu tugas
pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan prima.
Pelaksanaan isi putusan pengadilan menjadi salah satu penilaian masyarakat
terhadap kualitas kinerja pemerintahan. Kontrol masyarakat dibutuhkan dalam
rangka optimalisasi mutu layanan pemerintah.
Ombudsman adalah salah satu lembaga negara yang dibentuk sejak tahun
2000 dan dikukuhkan lewat Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia. Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa lembaga
negara adalah bagian dari kesatuan organisasi sebuah negara. Kenyataannya
birokrasi pemerintah belum mampu memenuhi tuntutan masyarakat terhadap

layanan yang berstandart baik, efektif dan efisien.

Sejalan perkembangan

kebutuhan masyarakat maka mendorong lahirnya lembaga independen, seperti
Komisi Ombudsman Nasional6.
Sejalan dengan kebutuhan pengawasan atas pelayanan oleh penyelenggara
negara dalam mewujudkan pemerintahan yang baik, bersihm dan efisien.
4

Indroharto. 2005. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Buku
II. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm. 244.
5
Supandi. 2005. Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Menaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
di Medan. Ringkasan Penelitian Desertasi pada Universitas Sumatera Utara. Hlm.6.
6
Jimly Asshiddiqie. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta:
Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. hlm.28.

Pemerintah sebelumnya telah membentuk Komisi Ombudsman Nasional melalui

Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Kemudian lembaga ini dikuatkan
melalui Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008. Pasal 1 menyebutkan:
“Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan
mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negaradan pemerintah, termasuk yang diselenggarakan oleh
Badan Usaha Milik Negara, BAdan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum
Milik Negara serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagaian atau seluruh
dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggarapan pendapatan dan belanja daerah.”
Data dari Mahkamah Agung (MA) terdapat 33 Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara dengan jumlah putusan yang telah terpublikasi sebanyak 3.514
kasus7. Jumlah yang sangat besar untuk sengketa tata usaha negara yang ditangani
oleh MA. Sedangkan aduan yang masuk ke Ombudsman terdapat sekitar dua ribu
per tahunnya. Obyek konsentrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara dan
Ombudsman memiliki kesamaan yakni mengenai ketidakpuasan masyarakat
terhadap produk pemerintah berupa tata usaha negara sesuai Asas Umum
Pemerintahan yang Baik (AUPB) dan peraturan yang berlaku.
Irisan focus perhatian ini menarik untuk dibahas. Timbunan perkara tata
usaha negara di MA tentunya memberikan dampak pada proses hukum yang lebih

lama dan sisi anggaran tidaklah sedikit. Peran ombudsman lebih dioptimalkan
dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara yang dengan prosedur upaya
administratif.

B. RUMUSAN MASALAH
Narasi di atas mengantarkan pada pertanyaan sebagai berikut yakni
bagaimanakah kedudukan Ombudsman Republik Indonesia dalam sengketa tata
usaha negara dengan upaya administratif?
7

http://putusan.mahkamahagung.go.id/ditjen/tun/index.html?keyword=&sort_by=nCount&sort_meth
od=asc&mode=cari. Diakses tanggal 10 Juli 2014 pukul 22.49 WIB.

C. METODE PENELITIAN
Penulisan makalah ini merupakan hasil dari penelitian normatif atas
rumusan masalah di atas. Sumber data yang digunakan berupa data sekunder atau
bahan kepustakaan yakni tidak langsung dari narasumber utama. Bahan hukum
primer dan sekunder diolah untuk mendukung kajian mengenai permasalahan
yang hendak diteliti.


D. LANDASAN TEORI
1. Kedudukan Lembaga Negara
Dewasa ini pembentukan lembaga negara seakan menjawab kebutuhan
peningkatan peran pemerintah. R. Rhodes dalam bukunya Jimly Asshiddiqie
menyampaikan variasi bentuk lembaga atau organ negara atau pemerintahan
yang deconcetrated dan decentralized8. Lemabaga ini memiliki tiga peran
utama sebagai:
a. Lembaga yang mengelola tugas dari pemerintah pusat dengan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan berbagai lembaga lainnya.
b. Melakukan pemantauan dan memfasilitasi pelaksanaan berbagai kebijakan
pemerintah pusat.
c. Mewakili kepentingan pemerinta daerah dalam berhadapan dengan
pemerintah pusat.
Pasca reformasi tahun 1998, dinamika pemerintahan Indonesia
mengalami perubahan bentuk. Amandemen UUD RI 1945 dilakukan berulang
adalah salah satu wujudnya. Puluhan lembaga dan komisi independen
terbentuk. Masyarakat dibuat kebingungan dengan banyaknya lemaga yang
ada dengan fungsi yang berbeda-beda. Berikut ini adalah klasifikasi lembaga
negara9:
a. Lembaga tinggi negara yang sederajat dan bersifat independen, yakni:


8
9

1)

Presiden dan Wakil Presiden

2)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Jimly Asshiddiqie. Op.cit. hlm.5.
Jimly Asshiddiqie. Op.cit. hlm.28

3)

Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

4)


Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

5)

Mahkamah Konstitusi (MK)

6)

Mahkamah Agung (MA)

7)

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

b. Lembaga negara dan komisi negara bersifat independen yang berdasarkan
konstitusi, atau memiliki constitutional importance :
1)

Komisi Yudisial (KY)


2)

Bank Indonesia (BI)

3)

Tentara Nasional Indonesia (TNI)

4)

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)

5)

Komisi Pemilihan Umum (KPU)

6)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

7)

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM)

8)

Kejaksaan Agung10

c. Lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang:
1) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
2) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
3) Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
d. Lembaga atau komisi yang berada di lingkungan pemerintahan dan
bersifat khusus:

10

1)

Konsil Kedokteran Indonesia

2)

Komisi Pendidikan Nasional

3)

Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas)

4)

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

5)

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknolgi (BPPT)

6)

Badan Pertanahan Nasional (BPN)

7)

Badan Kepegawaian Nasional (BKN)

Khusus untuk KomnasHAM dan Kejaksaan Agung, secara konstitusi tidak secara jeals diatur. Namun
berdasarkan Pasal 24 Ayat (3) UUD RI 1945 disebutkan Badan-bdan lain yang fungsinya berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang .

8)

Lembaga Administrasi Negara (LAN)

e. Lembaga dan komisi di lingkungan pemerintahan lainnya:
1)

Mentri dan Kementrian Negara

2)

Dewan Pertimbangan Presiden

3)

Komisi Hukum Nasional (KHN)

4)

Komisi Ombudsman Nasional (KON)11

5)

Komisi Kepolisian

6)

Komisi Kejaksaan

f. Lembaga, komisi, badan hukum milik negara, atau badan hukum lainnya
yang dibentuk untuk kepentingan pemerintah atau kepentingan umum
lainnya:
1)

Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA

2)

KAmar Dagang dan Industri (KADIN)

3)

Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)

4)

BHMN Perguruan Tinggi

5)

BHMN Rumah Sakit

6)

Koprs Pegawai Negeri Sipil Indonesia (KORPRI)

7)

Ikatan Notaris Indonesia (INI)

8)

Persatuan Advokat Indonesia (PERADI)
Rincian lembaga tersebut, saat ini mengalami penambahan misalnya

Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasaan
terhadap Perempuan, dan sebagainya. Kenyataan ini tidak hanya dialami
Indonesia, namun sudah mengglobal. Menjawab bahwa birokrasi di
lingkungan pemerintahan sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat atas pelayanan yang efektif, efisien, dan berstandar kian
meningkat.
Ombudsman berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun
2008 adalah lembaga negara yang mandiri dan tidak memiliki hubungan
organic dengan lembaga negara dan institusi pemerintahan lainnya.
Penggunaan istilah Komisi Ombudsman Nasional (KON) karena mengacu pada Keppres Nomor 44
Tahun 2000 dan penyusunan buku tersebut sebelum UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman
Republik Indonesia terbentuk.
11

Kedudukan ombudsman yang independen selaras dengan tugas dan
kewenangannya12. Dalam ranah tata pemerintahan, semua lembaga negara
berada dalam posisi yang seimbang dan saling mengkontrol. Tidak ada
lembaga yang lebih superior dibanding yang lain, sesuai dengan amanat UUD
RI Tahun 1945.

2. Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dan Prinsip Good Governance
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)

menjunjung

tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum untuk mewujudkan
penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme,13. Penyelenggara negara yang bersih adalah penyelenggara negara
mentaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek
korupsi, kolusi dan nepotisme serta perbuatan tercela lainnya
Crince Le Roy mengemukakan sebelas butir Asas-asas sebagai
peradilan

tata usaha yang berlaku di Belanda pada tahun 1976 sebagai

berikut:
a. Asas bertindak cermat (principle of carefulness).
b. Asas motivasi dalam setiap keputusan (principle motivation).
c. Asas larangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non
d. Asas kepastian hukum (principle of legal security).
e. Asas keseimbangan (principle of proportionality).
f. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equality).
g. Asas permainan yang baik (principle of fair play).
h. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonable or prohibition of
arbitrainess).
i. Asas menanggapi penghargaan yang wajar (principle of meeting raised
expectation).
j. Asas meniadakan akibat keputusan yang batal (principle of undoing the
cosequences of unnulled decision).

12
13

M. Makhfudz. 2012. Hukum Administrasi Negara. Bandung: Graha Ilmu. Hlm.133
Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999

k. Asas perlindungan atas pandangan (cara) hidup pribadi (principle of
protecting the personal way of life).
Kesebelas asas tersebut kemudian disebarluaskan oleh Kuntjoro
Purbopranoto dengan menambahkan dua asas lainnya, yakni:
1) Asas kebijakan (principle of sapiently).
2) Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public
service)14.
Sejak saat itu Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik mulai banyak
ditemukan dalam berbagai literatur hukum tata usaha negara di Indonesia.
Semangat good governance mulai marak sejak masa reformasi.
Kebutuhan masyarakat terhadap birokrasi pemerintahan yang bersih dan bebas
korupsi mendorong lahirnya Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Setahun berikutnya lahirlah Undang-undang Nomor 28
Tahun 1999 mengenai permasalahan yang sama. Mendukung pelaksanaan
undang-undang tersebut, segeralah terbit empat peraturan pemerintah seperti:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1999 tentang Persyaratan Tata
Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi
Pemeriksa.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara.
Beberapa prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih
15

berupa :
a. Kepastian hukum.
S.F. Marbun .1997. Peradilan Administrasi Negara Dan Upaya Administrasi Di Indonesia. Cetakan
Pertama. Yogjakarta: LIBERTY. Hlm.349.

14

Pasal 3 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
15

b. Tertib penyelenggaraan negara
c. Kepentingan umum
d. Keterbukaan
e. Proporsionalitas
f. Profesionalitas
g. Akuntabilitas
Ketujuh asas tersebut juga tercantum dalam penjelasan Pasal 53 Ayat
(2) huruf b Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
namun terdapat penambahan satu asas lagi. Yakni asas kepentingan umum 16.
Upaya memberikan kepastian hukum bagi seseorang yang memperoleh
hak berdasarkan suatu keputusan pemerintah, maka keputusan tersebut tidak
dapat dicabut kembali. Penyelenggara negara didorong untuk memiliki
kepatuhan terhadap norma hukum sebagai wujud penegakan supremasi
hukum. Sehingga keputusan yang dibuat juga tidak diperkenankan melanggar
norma hukum.
Prinsip akuntabilitas pertanggungjawaban kegiatan penyelenggaraan
negara diperlukan. Menurut Willian C. Johnson yang ditulis oleh Saldi Isra17
bahwa pertanggungjawaban dapat dilakukan dengan berbagai saluran:
a. Bersifat internal-formal yang dilakukan dalam bentuk
(1) executive control, (2) budget preparation and management, (3) rulemaking procedure, (4) inspector general and auditors, (5) chief financial
officers, (6) investigative commission
b. Bersifat external-formal melalui
(1) legislative oversight, (2) budgetary review and enactment, (3)
legislative rule-making, (4) legislative veto, (5) legislative investigation,
(6) legislative casework, (7) legislative audits, (8) ratification and
W. Riawan Tjandra. 2008. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. hlm.74
Saldi Isra. 2003. Menciptakan Pemerintah yang Baik dan Bersih di Daerah. Pekanbaru: Makalah
Promosi Program Studi Ilmu Hukum Kerjasama Pascasarjana Universitas Andalas dan Universitas Riau.
Hlm.8.
16

17

appointments, (9) judicial review and takeover, (10) intergovernmental
controls, dan (11) electoral process.
c. Bersifat external-informal, dilakukan dengan bentuk :
(1) monitoring by interest/ clientele groups, (2) professional communities,
(3) informational media, dan (4) freedom of information law.
d. Bersifat internal-informal dilakukan dalam bentuk:
(1) professional standars, (2) ethical codes and values, dan (4) whistleblowers.
Kehadiran Ombudsman merupakan upaya pemerintah melakukan
pertanggungjawaban yang bersifat external – informal yakni monitoring by
interest. Melalui lembaga negara dengan fungsi pengawasan ini, pemerintah
dapat meningkatkan kinerjanya yang lebih berdaya guna dan tepat guna
sebagai bagian dari upaya pelayanan publik.
Keputusan Men-PAN RI No.63 Tahun 2004 mengatur hakikat
pelayaan publik yakni pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang
merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebaagai abdi
masyarakat. Asas dalam pelayanan publik adalah transparansi, akuntabilitas,
kondisional, partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban.
Berdasarkan definisi tersebut, pelayanan publik dapat dibedakan dalam tiga
jenis, sebagai berikut 18:
a. Kelompok pelayanan administrative. Yakni pelayanan yang menghasilkan
berbagai dokumen resmi yang dibutuhkan publik. Contohnya akte
kelahiran, surat ijin pendirian bangunan.
b. Kelompok pelayanan barang berupa pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk barang yang dapat dimanfaatkan oleh publik. Misal
jaringan listrik, telepon.

18

W. Riawan Tjandra. Op.cit. hlm.99

c. Kelompok pelayanan jasa, yakni pelayanan yang menghasilkan bentuk
jasa yang dibutuhkan publik. Misalnya pendidikan, kesehatan.

E. PEMBAHASAAN
Ombudsman pada awal kehadirannya bernama Komisi Ombudsman
Nasional (KON) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000.
Gagasan awal pendirian Ombudsman datang semasa Presiden Abdurrahman
Wahid melalui Keputusan Presiden Nomor 155 Tahun 1999 tentang Tim
Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsman19.
Kehadiran Ombudsman merupakan wujud peran serta dan pemberdaayaan
masyarakat dalam fungsi pengawasan. Misi ini sejalan dengan iklim demokrasi
dimana kran partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan negara dibuka agar
penyelewengan atau tindakan semena-mena dapat diminimalisir. Negara di
daratan Eropa telah memiliki lembaga ombudsman jauh sebelum Indonesia
merdeka. Swedia mengenai justite ombudsman sejak tahun 1809. Perkembangan
berikutnya merebak sejak tahun 1960-an, hampir tiap negara di Eropa memiliki
Ombudsman sebagai fungsi monitoring kegiatan pemerintahan.
Undang-undang Noor 37 Tahun 2008 memberikan semangat baru bagi
Ombudsman yang semula berbentuk komisi menjadi lembaga negara yang sejajar
dengan kejaksaan atau kementrian. Rekomendasi sebagai salah satu hasil kerja
investigasi Ombudsman tidak mengikat secara hukum. Akibatnya banyak
rekomendasi yang tidak dipatuhi atau bahkan diabaikan20. Perubahan melalui
peraturan perundangan memberikan kekuatan pada rekomendasi Ombudsman
yang bersifat wajib. Bagi terlapor penyelenggara negara wajib melaksanakan
rekomendasi tersebut dan dapat dikenai sanksi administrative bilamana
mengabaikannya. Kewenangan Ombudsman telah diperluas juga hingga
menjangkau ke propinsi dan daerah.
Laporan atau aduan dari masyarakat yang diterima kemudian akan
dilakukan langkah investigas. Ombudsman mengenal dua tahapan investigasi
Antonius Sujata, dkk. 2002. Ombudsman Indonesia, Masa Lalu, Sekarang dan Masa Mendatang.
Jakarta : Komisi Ombudsman Nasional. hlm, 2
20
Antonius Sujata. 2003. Efektifitas Ombudsman Indonesia: Kajian atas Kasus-kasus Tindak Lanjut
2000 2003. Jakarta : Komisi Ombudsman Nasional. Hlm.7.
19

yakni investigasi di belakang meja. Artinya kegiatan memeriksa keputusan, surat,
atau dokumen yang disampaikan pelapor untuk memperoleh kebenaran atas
laporan tersebut. Tahap berikutnya adalah investigasi lapangan dengan meminta
keteranngan lisan dari terlapor dan pelapor atau pihak lainnya yang berkaitan21.
Tugas dan wewenang Ombudsman dijalankan dengan memegang prinsip
kepatutan,

keadilan,

non

diskriminasi,

tidak

memihak,

akuntabilitas,

keseimbangan, dan kerahasiaan22. Tugas Ombudsman sebagaimana Pasal 7
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 yakni:
1.

Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik

2.

Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan

3.

Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan
Ombudsman

4.

Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik

5.

Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga negara atau
pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan

6.

Membangun jaringan kerja

7.

Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.

8.

Melakukan tugas lain yang diberikan undang-undang
Maladministrasi merupakan obyek dominan dari materi pemeriksaan

Ombudsman. Dalam spectrum penyelenggaraan negara, maladministrasi dipahami
secara luas mencakup penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan fungsi
pelayanan publik oleh pejabat pemerintahan. Tindakan maladministrasi tidak
terbatas dalam urusan administrasi belaka, namun dapat berupa perbuatan, sikap,
maupun prosedur.
Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 menjelaskan
pengertian maladministrasi sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum,
Sunaryati Hartono, dkk. 2003. Panduan Investigasi untuk Ombudsman Indonesia. Jakarta: Komisi
Ombudsman Nasional. Hlm.30.
22
Ni matul Huda. 2007. Lembaga Negara dalam Masa transisi Demokrasi. Yogyakarta: UII Press.
Hlm.252
21

melampaui kewenangan, menggunakan kewenangan untuk tujuan lain dari tujuan
kewenangan tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum
dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara
negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan atau
immaterial bagi masyarakat dan perseorangan.
Ombudsman

memberikan

indikator

wujud

maladministrasi

yakni

melakukan tindakan yang janggal (inappropriate) karena tidak melakukan
sebagaimana mestinya; penyimpangan (deviate); sewenang-wenang (arbitrary);
melanggar ketentuan (irregular/illegitimate); penyalahgunaan wewenang (abuse
of power); keterlambatan yang tidak perlu (undue delay) karena penundaan yang
tidak perlu; atau pelanggaran kepatutan (equity23).
Tindakan maladministrasi yang dilakukan aparatur pemerintah dapat
dikarenakan adanya beberapa kondisi sebagai berikut:
1. Mis Conduct yakni melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepentingan
yang semestinya.
2. Deceitful Practice merupakan praktek tidak jujur terhadap masyarakat.
3. Corruption karena penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki.
4. Defective Policy Implementation yaitu kebijakan yang tidak berakhir dengan
sebuah implementasi.
5. Beureu Pathologic adalah penyakit birokrasi seperti pelayanan yang berbelitbelit, penggunan kata-kata yang banyak, bersifat kaku, pembengkakan staf,
atau laporan keuangan yang cacat.
Maladministrasi dapat tersurat dalam suatu surat keputusan dari pejabat
tata usaha negara yang merugikan warga masyarakat. Keabsahan Keputusan Tata
Usaha Negara (KTUN) berdasarkan Pasal 53 Ayat (2) UU Nomor 9 Tahun 2004,
dari sudut normative yakni jika KTUN sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan KTUN sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik. MAnakala terdapat KTUN yang bertentangan dengan isi pasal tersebut
maka masyarakat sebagai pihak yang dirugikan dapat megajukan gugatan di
Pengadilan Tata Usaha Negara.

23

Sunaryati Hartono. Ibid. hlm.5.

Penyelesaian sengketa tata usaha negara dapat dilakukan dengan tiga cara
yakni:
1. Upaya Administratif, adalah prosedur yang dapat ditempu oleh seseorang atau
badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu KTUN (Pasal 48
Ayat(1) UU No.5 Tahun 1986)
2. Gugatan, terhadap sengketa Tata Usaha Negara yang dalam penyelesaiannya
tidak tersedia peluang upaya administratif karena peraturan perundangan yang
mengatur KTUN tersebut memang tidak ada ketentuan tentang upaya
administratif. Atau sengketa Tata Usaha Negara yang telah melalui upaya
administratif namun pelapor yang merasa dirugikan belum dapat menerima
keputusan dari upaya administratif.
3. Perdamaian, yang terjadi di luar pengadilan dan dilakukan oleh para pihak
yang bersengketa sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2
Tahun 199124.
Penyelesaian sengketa TUN dengan upaya administrative cenderung lebih
sedikit daripada gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Karena materi
sengketa yang dapat ditempu upaya administratif masih terbatas. Bentuk upaya
administratif yakni keberatan dan banding administratif. Keberatan merupakan
prosedur yang dapat ditempuh seseorang atau badan hukum perdata terhdap
KTUN yang kurang memuaskan. Penyelesaian keberatan ini dilakukan sendiri
oleh Badan Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN tersebut. Banding
administratif adalah prosedur penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh atasan
dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN tersebut.
Jumlah kasus yang diterima oleh Ombudsman tahun 2013 mengalami
kenaikan 20% dari tahun sebelumnya25. Maladministrasi yang dilakukan aparatur
pemerintahan ada yang termasuk dalam kategori sengketa Tata Usaha Negara
dimana penyelesaiannya dapat menggunakan upaya administratif, sebagai
alternatif pilihan. Sepanjang peraturan perundangan yang menaungi produk Tata

R. Wiyono. 2007. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm.109
www.suarapembaruan.com/home/laporan-pengaduan-masyarakat-ke-ombudsmanmeningkat/28444

24

25

Usaha Negara tersebut mengatur peluang upaya administratif, maka upaya
tersebut dapat dilakukan.
Tahapan dalam upaya administratif tersebut dapat dilakukan oleh
Ombudsman sebagai lembaga pengawas pejabat atau badan tata usaha negara
sebagai pelayan publik. Ombudsman memiliki kekhasan prosedur penyelesaian
yakni dengan pendekatan persuasive. Ombudsman tidak melulu menyelesaikan
semua pengaduan yan masuk dengan mekanisme rekomendasi. Namun dapat
melakukan pendekatan dengan para pihak yang bersengeta dan bertindak sebagai
mediator dalam upaya administratif apabila terdapat penyimpangan prosedur
administrasi.

Penyelesaian

model

seperti

ini

diharapkan

lebih

mampu

menjembatani kebutuhan pelapor dan kepentingan terlapor.

F. KESIMPULAN & REKOMENDASI
Hakekatnya, hukum administrasi negara mengatur hubungan alat-alat
pemerintahan dengan masyarakat dan memberikan jaminan perlindungan bagi
warna negara dari tindakan sewenang-wenang aparatut pemerintah. Selama ini
masyarakat menangkap kesan bahwa Ombudsman berseberangan dengan
Pengadilan Tata Usaha Negara. Situasi demikian didukung juga dengan belum
terkodifikasinya peraturan perundangan tentang administrasi negara.
Rancangan Undang-undang (RUU) Administrasi Pemerintahan

masih

dalam pembahasan oleh legislative. Namun dalam pembukaan dan pasalnya
terdapat uraian peran Ombudsman dalam mewujudkan pelayanan pemerintah
yang berkualitas. Pasal 31 RUU Administrasi Pemerintahan menguraikan bahwa
keputusan administasi pemerintahan yang memberatkan penerima keputusan
dapat ditarik sebagaian atau seluruhnya. Penjelasan pasal tersebut memberikan
ruang penyelesaian melalui Ombudsman dengan mekanisme yang ada.
Kodifikasi peraturan perundangan tentang administrasi negara belum
terlaksana. Beberapa isu diatur lewat beberapa undang-undang namun belum
tampak jembatan penghubungnya. Akibatnya pelaksana undang-undang dan
masyarakat mengalami kebingungan. Salah satunya pengenai peran Ombudsman
dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara. Partisipasi Ombudsman

dimungkinkan namun masih diperlukan pemahaman bersama antara Mahkamah
Agung, Ombudsman, dan institusi terkait lainnya.
Jumlah kantor Ombudsman yang tersebar di setiap propinsi diharapkan
dapat mendukung pengembangan peran tersebut. Namun perlu juga ditingkatkan
personel atau anggota dari setiap perwakilan Ombudsman di daerah. Edukasi ke
masyarakat tentang tugas dan wewenang Ombudsman harus dilakukan secara
berkala. Sehingga masyarakat sebagai penerima layanan publik menjadi meingkat
pemahamanannya mengenai Ombudsman dan lebih mudah aksesnya untuk
melakukan aduan atau keberatan.

G. DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Antonius Sujata, dkk. 2002. Ombudsman Indonesia, Masa Lalu, Sekarang dan
Masa Mendatang. Jakarta : Komisi Ombudsman Nasional.
---------------. 2003. Efektifitas Ombudsman Indonesia: Kajian atas Kasus-kasus
Tindak Lanjut 2000 – 2003. Jakarta : Komisi Ombudsman Nasional.
Indroharto. 2005. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara. Buku II. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Jimly Asshiddiqie. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi. Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi.
M. Makhfudz. 2012. Hukum Administrasi Negara. Bandung: Graha Ilmu.
Ni’matul Huda. 2007. Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi.
Yogyakarta: UII Press.
R Soegijatno Tjakranegara. 1994. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Saldi Isra. 2003. Menciptakan Pemerintah yang Baik dan Bersih di Daerah.
Pekanbaru: Makalah Promosi Program Studi Ilmu Hukum Kerjasama
Pascasarjana Universitas Andalas dan Universitas Riau.
S.F. Marbun .1997. Peradilan Administrasi Negara Dan Upaya Administrasi Di
Indonesia. Cetakan Pertama, Yogjakarta: LIBERTY.

Sunaryati Hartono, dkk. 2003. Panduan Investigasi untuk Ombudsman Indonesia.
Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional.
Supandi. 2005. Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Menaati Putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara di Medan. Ringkasan Penelitian Desertasi pada
Universitas Sumatera Utara
R. Wiyono. 2007. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar
Grafika.
W. Riawan Tjandra. 2008. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Universitas
Atma Jaya.
-------------------------. 2009.

Peradilan Tata Usaha Negara, Mendorong

Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa, Yogyakarta:
Penerbit Universitas Atmajaya.

Peraturan Perundang-undangan:
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional

Jurnal:
Saldi Isra. 2003. Menciptakan Pemerintah yang Baik dan Bersih di Daerah.
Pekanbaru: Makalah Promosi Program Studi Ilmu Hukum Kerjasama
Pascasarjana Universitas Andalas dan Universitas Riau. Mei 2003.
Nike K Rumokoy. 2010. Tinjauan terhadap Asas-asas Umum Pemerintahan yang
Baik dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan. Manado: Jurnal
Hukum UNSRAT Volume XVIII/Nomor 3. Mei-Agustus 2010.
Internet:

http://www.ombudsman.go.id/index.php/beritaartikel/berita/455-ombudsmanpengaduan-masyarakat-bisa-naik-20-tahun-2013.html. Diakses tanggal 10
Juli 2014 pukul 21.00 WIB.
www.suarapembaruan.com/home/laporan-pengaduan-masyarakat-ke-ombudsmanmeningkat/28444. Diakses tanggal 11 Juli 2014 pukul 15.50.

http://putusan.mahkamahagung.go.id/ditjen/tun/index.html?keyword=&sort_by=n
Count&sort_method=asc&mode=cari. Diakses tanggal 10 Juli 2014 pukul
22.49 WIB.