PERANAN PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG DALAM

PERANAN PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG
DALAM PEMBERDAYAAN
USAHA MIKRO, KECIL DAN MENEGAH
Oleh:
A. AKIUN, SH,MH
NPM.21208017
ABSTRAK
This thesis is studies of the problem of the Role of Singkawang Local Government to empowering micro, small and
middle business. By the legal research method. Obtainet conclution that though policy of the Local Goverment to
empowering micro, small and middle business in Singkawang City have been arranged into the people aconomic
program plan to increase middle small indutry bases on cluster, but at its implementation level still experiencing legal and
technical problem. So gets negative response from as big of UMKM. In consequence is recommended that Central and
Local Goverment is obliged to act pro active in forming regulation of execution about empowering UMKM, and increases
its the role in enableness of UMKM from aspect: financing, facilites and basic facilities, imformation business,
partnership, business premit, oppoortunity of business, promotion trade, and institutional support on sustainable
development.
Keyword : The Role of Singkawang Local Goverment, empowering micro, small and middle business
A.

LATAR BELAKANG MASALAH
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang dijamin eksistensi dan kehidupannya

bedarsarkan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia
Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil dan
Menegah. Kemudian diundangkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menegah sebagai ganti UU no. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Sebagaimana dipahami, bahwa Usaha Mikro , Kecil dan menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi
nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya
sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan
Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara.
Meskispun usaha mikro, kecil dan menegah telah menujunkkan peranannya dalam perekonomian nasional,
namun masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal , dalam
hal produksi dan pengolahan, pemasalan, sumber daya manusia, desain dan teknologi, permodalan, serta iklim
usaha.
Sehubungan dengan itu usaha mikro, kecil dan menegah perlu diberdayakan dengan cara:
a. Penumbuhan iklim usaha yang mendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan
b. Pengembangan dan pembinaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah dalam perekonomian nasional, maka pemberdayaan tersebut perlu dilaksanakan oleh Pemerintah,
Pemerintah berkesinambungan.
Berkenaan dengan pemberdayaan UMKN di Kota Singkawang, Pemerintah Kota Singkawang yang
dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 12 tahun 2001

tentang pembentukan Kota Singkawang, telah berupaya menyusun kebijakannya , sebagaimana tercermin dalam
.
Visi dan Misi Pemerintah Kota Singkawang 2008-2012, yaitu: 1
VISI :
Singkawang sebagai Sentra Perkembagan Ekonomi Kalbar yang Terpercaya, Aman, Kooperatif, Unik, memiliki
layanan publik yang prima dan berorientasi kepada kepentingan pengembangan Ekonomi Rakyat.
SINGKAWANG SPEKTAKULER 2012
PENJELASAN MAKNA VISI:


Sebagai pusat bisnis berbasis ekonomi kerakyatan mengandung makna menjadikan Kota Singkawang
sebagai sastra pengembangan ekonomi yang terdepan di KALBAR, sebagai kota pilihan utama dalam
berbasis dan berinvestasi. Selain itu berkembangnya industri rumah tangga, pengembangan perdagangan
rakyat yang lebih luas, serta berkembangnya aktivitas pertanian, perkebunan, pariwisata dan jasa
masyarakatnya.

1.

RPJM, Pemerintah Kota singkawang, 2008-2012


1



Adapun masyarakat maju mengandung pengertian meningkatnya kualitas sumber daya manusia, yang
menyangkut kualitas pendidikan dan ilmu pengetahuan, serta : kualitas atau derajat kesehatannya.
Sedangkan masyarakat sejahtera mengandung makna masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari, interaksi sosial secara harmonis dan menjujung tinggi supremasi hukum serta terjamin
kesejahteraan sosial dasarnya.
MISI :

Dalam rangka mewujudkan Visi yang telah di tetapkan, maka di susunlah misi pembangunan daerah sebagai
berikut:


Menerapkan ekonomi rakyat yang berbasis pengembangan agrobisnis, agroindusti, dan pariwisata yang
kompetitif dan berorientasi pasar serta memberikan ruang kepada kesempatan kerja.




Percepatan pembangunan ekonomi.



Menumbuhkembangkan kepercayaan sosial ( social trust ), kemandirian, kreativitas dan inovasi masyarakat.



Mempercepat pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.

Menurut Walikota Singkawang “ Peluang pengembangan ekonomi yang dapat dilakukan di Kota Singkawang
berdasarkan potensi unggulan daerah yang ada cukup variatif, melipiti sektor : Pertanian, Perkebunan, Industri,
Perdagangan, Pariwisata, Perhotelan dan lain lain. Karena itu diperlukan upaya mengembangkan infrastruktur Kota
yang lebih aksesif seperti Prasarana jalan, Telekomunikasi dan Perhubungan(Bandara udara dan Pelabuhan laut )
Pengembangan berbagai potensi unggulan tersebut perlu di lakukan secara harmonis agar benar-benar
terwujud “motto” Kota singkawang sebagai: “ Kota Spektakuler” ialah menjadi Sentra Perkembangan Ekonomi
Kalbar yang Terpecaya, Aman, Koorperatif, Unik, memiliki layanan publik yang prima dan berorientasi kepada
kepentingan pengembangan ekonomi rakyat
Hal itu, hanya dapat di wujudkan jika terjalin kesatuan persepsi, gerak pelaksanaan dan tata laksana
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan oleh lembaga eksekutif, legislatif dan segenap komponen

masyarakat Kota Singkawang berdasarkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di tingkat
Pusat maupun Daerah.

Selain itu, upaya-upaya terobosan dalam bentuk menjalin kemitraan dengan pihak swasta dalam dan luar
negeri, serta warga Kota Singkawang yang sudah sukses namun berdomisili di luar Kota Singkawang/Kalimantan
Barat layak di lakukan agar pengembangan kegiatan usaha di kota Singkawang dapat semakin akseleratif.
Karena itu, pada pameran MTQ XXll 25 s.d 31 mei 2008, telah di jadikan “Ajang Memperkenalkan Produk
Produk dan Potensi Usaha Mikro Kecil an Menengah “. Walikota Singkawang Hasan Karman, SH.MM, dalam
laporannya sebagai ketua umum MTQ XXII pada acara pembukaan Pameran MTQ XXII adalah sebagai sarana
memperkenalkan produk dan potensi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM ) serta budaya Islam kepada
masyarakat luas. Sekaligus memperluas jaringan pemasaran sebagai langkah antisipasi pasar global dalam
persaingan bebas, wadah bagi pelaku usaha/UMKM dalam meningkatkan mutu produksi, tolak ukur masyarakat
terhadap produk UMKM menuju pasar yang lebih luas, serta sebagai sarana pembelajaran agar produknya dikenal
masyarakat luas.
Sedangkan tujuan pameran adalah : “Pemberdayaan UMKM agar mampu bersaing di pasar lokal, regional
dan internasional serta memupuk bersaing di pasar lokal, dan internasional serta memupuk kecintaan,
kepercayaan serta kebanggan masyarakat terhadap produk lokal yang bernuansa Islam”.
Hasil yang di harapkan dari pameran tersebut adalah “ meningkatnya kualitas dan kuantitas produk UMKM
sehingga dapat bersaing di pasar yang lebih luas, tumbuhya rasa kecintaan dan kebanggaan masyarakat terhadap
produk lokal dan Islami serta makin luasnya jaringan pemasaran produk UMKM.

Akan tetapi setelah dilaksanakannya pameran MTQ XXII dan sampai kini tahun 2010, ternyata tujuan dan
hasil yang di harapkan itu belumlah terwujud seperti yang direncanakan. Sebab, dari wawancara penulis dengan
60 responden pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kota Singkawang, menunjukkan upaya-upaya yang di
lakukan oleh Pemerintah Kota Singkawang, hakikatnya baru sebatas himbauan/pencitraan. Perlu di ketahui, bahwa
sampai tahun 2008 jumlah UMKM di kota Singkawang sebanyak 3.643 Unit dengan komposisi: (a) Usaha Mikro 21
Unit; (b) Usaha Kecil 3.431 Unit; (c) Usaha Menengah 191 Unit. Untuk Koperasi sebanyak 143 Unit. 2. Sedangkan
pelaksanaan program pembinaannya masih belum efektif, antara lain dalam bentuk:

2

1)

Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif pada aspek: pendanaan, persaingan, prasarana, informasi,
pemasaran, perizinan dan perlindungan usaha;

2)

Pembinaan bidang: produksi, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi;

3)


Penyedian Pembiayaan dalam bentuk: kredit perbankan, pemberian pinjaman dari lembaga keuangan bukan
bank, model ventura, pemberian pinjaman dari dana penyisihan sebagai laba badan usaha milik Negara
( BUMN ), pemberian hibah dan pembiayaan lainnya;
Kenyataan tersebut dikarenakan :

1)

Pembangunan UKM masih bersifat top down walaupun sudah otonom;

2)

Kurangnya koordinasi antar pembina sehingga di lapangan ada beberapa kegiatan yang tumpang tindih;

3)

Program pemerintah Kota Singkawang masih berjalan secara parsial, kurang memberikan arti bagi
pembangunan UKM;

2.

Sumber DEPERINDAG, KOPERASI DAN UKM: Data Base UMKM Di Kota Singkawang Per 31
Desember 2008

Dari fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa program pemberdayaan Pemerintah Kota Singkawang terhadap
usaha mikro, kecil dan menengah masih belum berdayaguna dan berhasilguna.

B. Rumusan Masalah
1.

Bagaimana wujud kebijakan Pemerintah Kota Singkawang dalam pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah di Kota Singkawang?

2.

Apakah kendala dominan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Singkawang dalam melakukan pembinaan
terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kota Singkawang?

3.

Apa yang yuridis dan teknis yang seharusnya di lakukan untuk meningkatkan pemberdayaan Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah di Kota Singkawang?

C. Kerangka Pemikiran Teoritik
Untuk mendekati, memahami, menjelaskan dan menganalisis masalah penelitian ini, diperlukan kerangka
pemikiran teoretik yang di bangun atas dasar konsep-konsep hukum yang dianggap relevan dan fungsional dengan
topik dan masalah penelitian, yaitu: Teori Negara Hukum, Konsep Hukum sebagai sarana Pembangunan Ekonomi,
Konsep Otonomi Daerah, dan peranan Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, sebagaimana terpolakan pada bagan di bawah ini:

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIK

TEORI NEGARA HUKUM

Konsep Hukum Sebagai
Sarana Pembangunan

Konsep
Pembangunan nasional

3


Peranan Hukum Dalam
Pembangunan Ekonomi

Konsep
Otonomi Daerah

Peranan Pemerintah Daerah
Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah
D. Pembahasan
1)

Wujud Kebijakan pemerintah Kota Singkawang dalam pemberdayaan usaha Mikro, Kecil dam Menengah di
Kota Singkawang

Berdasarkan pasal 4 s.d Pasal 15 undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah berkewajiban menetapkan kebijakan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
terutama dari aspek : a. Pendanaan; b. Sarana dan prasarana; c. Informasi usaha; d. Kemitraan; e. Perizinan
usaha; f. Kesempatan usaha; g. Promosi dagang; dan h. Dukungan kelembagaan {Pasal 7 Ayat 1}
Karena itu, untuk mengetahui bagaimana wujud kebijakan tersebut dalam pemberdayaan UMKM di

wilayahnya, maka peneliti telah melakukan studi dokumen dan wawancara dengan responden penelitian ini.
Hasilnya dapat dideskripsikan sebagai berikut :

a. Penyusunan Rencana Strategi Pembangunan UMKM
Dari hasil penelitian (studi dokumen ) terhadap RPJMD kota Singkawang tahun 2008-2012, menunjukkan
wujud kebijakan Pemerintah Kota singkawang dalam pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di kota
Singkawang, secara normatif (Makro) memang sudah di rumuskan seperti tercantum dalam Tabel : 1 di bawah
ini.

Tabel : 1
Rencana Pelaksanaan Program Bidang Ekonomi Kerakyatan
2008-2012
1.

Strategi/Kebijakan :
Meningkatkan Industri Kecil Menengah (lKM) berbasis klaster
2

2.

1. Program peningkatan Kapasitas IPTEK Sistem Produksi dengan kegiatan pokok :
a. Pengembangan insfrastrukrur Kelembagaan Standarisasi;
b. Pengembangan sistem inovasi teknologi industri;
c. Penguatan kemampuan industri berbasis teknologi;
2. Pengembangan Industri kecil dan menengah dengan kegiatan pokok:
a. Fasilitas bagi industri kecil dan menengah terhadap pemanfaatan sumber daya;
b. Pembinaan Industri kecil dan menengah dalam memperkuat jaringan Klaster industri;
c. Pemberian kemudahan izin usaha industri kecil dan menengah;
d. Pemberian fasilitas kemudahan akses perbankan bagi industri kecil dan menengah;

3.

Sasaran :
1. Terwujudnya keterpaduan pengembangan perekonomian rakyat khususnya pada sektor
kecil dan menengah.
2. Terwujudnya sarana dan prasarana pendukung bidang industri kecil dan menengah.
Sumber : RPJMD Kota Singkawang 2008-2012, Bab VII Penutup, Halaman 178

4

industri

Berdasarkan data Tabel : 1 di atas menunjukkan wujud kebijakan Pemerintah Kota Singkawang dalam
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah masih sangat umum dan hanya terbatas pada skala prioritas
kegiatan industri kecil dan menengah.
Padahal berdasakan data base Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kota
singkawang tahun 2008 terdapat keanekaragaman jenis UMKM di Kota Singkawang, yaitu sebanyak 3.643 Unit
dengan komposisi : a. Usaha Mikro 21 unit, b. Usaha Kecil 3.431 unit, c. Usaha Menengah 191 unit. Untuk
Koperasi sebanyak 143 unit, Koperasi Pegawai Negeri : 19 unit, Koperasi Unit Desa : 6 unit, Koperasi
Karyawan : 11 unit, Koperasi Serba Usaha : 28 Unit, Koperasi Tani : 10 unit, Koperasi Pondok Pesantren : 4
Unit, Koperasi Wiredatama : 4 unit, Koperasi Primkopabri dan Polri : 6 unit, Koperasi lain-lain : 36 unit.

b.

Pelaksanaan program Pemberdayaan UMKM
Kemudian dari hasil wawancara penelitian dengan 10 unit usaha mikro, 35 Unit usaha mikro, 35 unit
usaha kecil dan 25 unit usaha menengah (N=60) diperoleh data, bahwa penjabaran prinsip pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang diamanatkan Pasal 4 UU NO. Tahun 2008 tentang UMKM ke dalam
RPJMP Pemerintah Kota singkawang dan RKP Dinas Perindustrian, Koperasi dan UMKM di nilai oleh sebagian
besar responden masih belum optimal untuk :
a.

Menumbuhkan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah
guna berkarya dengan prakarya sendiri;

b.

Mewujudkan kebijakan publik yang transparan, akuntabel dan berkeadilan;

c.

Mengembangkan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi
Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah;

Dimana:
1)

Rata-rata 70% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum optimal, hanya 30% yang menyatakan sudah
optimal, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah kota singkawang lebih ditingkatkan ke depan.

2)

Rata-rata 80% Golongan Usaha Kecil menyatakan belum optimal, hanya 20% yang menyatakan sudah
optimal, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih di tingkatkan ke
depan.

3)

Rata-rata 67% Golongan Usaha Menengah Menyatakan belum optimal, hanya 33% yang menyatakan
sudah optimal, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih di tingkatkan
ke depan.

c. Pemberdayaan dari aspek pendanaan
Dalam upaya penumbuhan iklim usaha yang kondusif dari aspek pendanaan oleh Pemerintah Daerah
sebagaimana di wajibkan Pasal 7 ayat 1 huruf a Jo Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM juga
mendapatkan penilaian yang diperoleh dari N = 60 dan diolah menunjukkan belum terjabarkan ke dalam
Peraturan Daerah untuk:
a.

Memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil dan
mengaskes kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan Bank.

Menengah untuk dapat

b.

Untuk memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat di akses oleh
usaha mikro kecil dan menengah.

c.

Memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, murah dan tidak diskriminatif
dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dimana:
1.

Rata-rata 100% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum di atur dan belum di laksanakan secara konkret
di lapangan.

2.

Rata-rata 100% Golongan Usaha kecil menyatakan belum di atur dan belum di laksanakan secara konkret
di lapangan.

3.

Rata-rata 100% Golongan Usaha Menengah menyatakan belum di atur dan belum di laksanakan secara
konkret di lapangan.

d. Pemberdayaan dari Aspek Penyiapan Sarana dan Prasarana
Dalam daya penumbuhan iklim usaha yang kondusif dari aspek penyiapan sarana dan prasarana oleh
Pemerintah Daerah sebagaimana diwajibkan pasal 7 ayat 1 b Jo Pasal 9 UU No: 20 tahun 2008 tentang
UMKM, ternyata juga mendapatkan penilaian yang negatif dari sebagian besar responden. Dari data yang di
peroleh dari negara = 60 dan diolah menunjukkan belum terjabarkan kedalam peraturan Daerah untuk:

5

a.

Mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro
dan Kecil; dan

b.

Memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan Kecil

Dimana:
1.

Rata-rata 70% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum kondusif dan hanya 30% yang menyatakan
sudah kondusif, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih di tingkatkan ke
depan.

2.

Rata-rata 80% Golongan usaha Kecil menyatakan belum kondusif dan hanya 20% yang menyatakan
sudah kondusif, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih di tingkatkan ke
depan.

3.

Rata-rata 67% Golongan usaha Menengah menyatakan belum kondusif dan hanya 33% yang menyatakan
sudah kondusif, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih di tingkatkan ke
depan.

e. Pemberdayaan Dari Aspek Informasi Usaha
Dalam upaya pertumbuhan iklim usaha yang kondusif dari aspek informasi Usaha sebagaimana
diwajibkan Pasal 7 ayat 1 huruf c Jo Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM juga mendapatkan
penilaian yang negatif dari sebagian besar responden.
Dari data yang diperoleh dari negara = 60 dan diolah menunjukkan belum terjabarkan ke dalam Peraturan
Daerah untuk :
a. Membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis;
b. Mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan, komoditas,
penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan
c. Memberikan jaminan tranparasi dan akses yang sama bagi semua pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
atas segala informasi usaha.
Dimana:
1.

Rata-rata 70% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 30% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan

2.

Rata-rata 80% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 20% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan

3.

Rata-rata 67% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 33% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan.

f. Pemberdayaan dari aspek kemitraan
Dalam daya penumbuhan iklim usaha yang kondusif dari aspek kemitraan yang harmonis oleh Pemerintah
Daerah sebagaimana di wajibkan pasal 7 Ayat 1 huruf d Jo Pasal 11 UU No. Yang negatif dari responden. Dari
data yang diperoleh dari negara = 60 dan diolah menunjukkan belum terjabarkan ke dalam Peraturan Daerah
untuk :
a.

Mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha besar;

b.

Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antara
Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha besar;

c.

Mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan
melindungi konsumen; dan

d.

Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh
sekelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

orang perseorangan atau

Dimana :
1. Rata-rata 70% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 30% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan
2. Rata-rata 80% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 20% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan

6

3.

Rata-rata 67% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 33% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan.

g. Pemberdayaan dari Aspek Perizinan
Dalam upaya penumbuhan iklim usaha yang kondusif dari aspek Perizinan oleh pemerintah Daerah
sebagaimana di wajibkan Pasal 7 Ayat 1 huruf e Jo pasal 12 UU No. Tahun 2008 tentang UMKM, ternyata juga
mendapatkan penilaian yang negatif dari Negara = 60 dan responden. Dari data yang diperoeh dari Negara =
60 dan diolah menunjukkan belum terjabarkan kedalam peraturan Daerah untuk :
a.

Menyederhanakan tata dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu ; dan

b.

Membebaskan biaya perizinan bagi usaha mikro dan memberikan keringanan biaya perizinan bagi Usaha
Kecil.

Dimana:
1.

Rata-rata 70% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 30% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan

2.

Rata-rata 80% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 20% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan

3.

Rata-rata 67% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 33% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan.

h. Pemberdayaan dari aspek Kesempatan Berusaha
Dalam upaya penumbuhan iklim usaha yang kondusif dari aspek berusaha oleh pemerintah Daerah
sebagaimana di wajibkan Pasal 7 Ayat 1 huruf e Jo pasal 13 UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM, ternyata
juga mendapatkan penilaian yang negatif dari Negara = 60 dan responden. Dari data yang diperoleh dari
Negara = 60 dan diolah menunjukkan belum terjabarkan kedalam peraturan Daerah untuk antara lain :
a.

Menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokohan, lokasi
sentra industri, lokasi pertanian rakyat , lokasi pertambangan rakyat, lokasi wajar bagi pedagang kaki lima,
serta lokasi lainnya.

b.

Menetapkan alokasi waktu Usaha Mikro dan Kecil di subsektor perdagangan reatil;

c.

Mencabangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya,
mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan turun-menurun;

Dimana:
1.

Rata-rata 70% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 30% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan

2.

Rata-rata 80% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 20% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan

3.

Rata-rata 67% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 33% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan.

i. Pemberdayaan dari aspek promosi pedagang
Berikutnya mengenai upaya penumbuhan iklim usaha yang kondusif dari aspek promosi dagang oleh
pemerintah Daerah sebagaimana di wajibkan Pasal 7 Ayat 1 huruf e Jo pasal 14 UU No.20 Tahun 2008 tentang
UMKM, ternyata juga mendapatkan penilaian yang negatif dari Negara = 60 dan responden. Dari data yang
diperoleh dari Negara = 60 dan diolah menunjukkan belum terjabarkan kedalam peraturan Daerah untuk antara
lain :
a.

Meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di dalam dan di luar negeri.

b.

Memperluaskan sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil, Mengengah di dalam dan
di luar negeri.

Dimana :
1.

Rata-rata 70% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 30% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan

7

2.

Rata-rata 80% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 20% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan

3.

Rata-rata 67% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 33% yang menyatakan sudah
memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih ditingkatkan lagi ke
depan.

j. Pemberdayaan dari aspek dukungan kelembagaan
Berikutnya mengenai upaya penumbuhan iklim usaha yang kondusif dari aspek dukungan kelembagaan
oleh pemerintah Daerah sebagaimana di wajibkan Pasal 7 Ayat 1 huruf e Jo pasal 15 UU No.20 Tahun 2008
tentang UMKM, ternyata juga mendapatkan penilaian yang negatif dari Negara = 60 dan responden. Dari data
yang diperoleh dari Negara = 60 dan diolah menunjukkan belum terjabarkan kedalam peraturan Daerah untuk :
mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan
keuangan mitra bank, lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah.
Dimana : Rata-rata 70% Golongan Usaha Mikro menyatakan belum memadai , hanya 30% yang
menyatakan sudah memadai, namun tetap menuntut agar kebijakan Pemerintah Kota Singkawang lebih
ditingkatkan lagi ke depan
2. Kendala dominan yang dihadapi oleh pemerintah Kota Singkawang dalam melakukan Pembinaan terhadap
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kota Singkawang.
Pada dasarnya ada dua macam kendala dominan yang di hadapi oleh pemerintah Kota Singkawang
dalam melaksanakan pembinaan terhadap UMKM di wilayahnya :
A. Pertama kendala yuridis
Kendala yuridis ini terkait dengan perusahaan Undang-undang UMKM dari yang lama di ganti dengan
yang baru, sehingga memerlukan perubahan terhadap peraturan di tingkat daaerah. Sementara peraturan
pelaksanaan Undang-undang yang baru dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan
Peraturan Menteri belum diterbitkan.
Akibatnya, untuk memprogram pembentukan Peraturan Daerah atas inisiatif Walikota maupun DPRD
kota Singkawang mengalami hambatan karena belum ada peraturan pelaksanaan yang dapat dipedomani
B. Kendala teknis terhadap Pembinaan UMKM di Kota Singkawang.
Kendala teknis sebenarnya sangat variatif dan cukup kompleks, namun jika diabstraksikan dari keluhan
UMKM intinya mencakup permasalahan antara lain :
a.

Kesulitan permodalan, sehingga UMKM kurang mampu mengembangkan usahanya . Sementara upaya
mendapatkan kredit dari bank maupun lembaga keuangan non bank masih sangat birokratis dan dengan
persyaratan yang cukup komplek serta perlunya anggunan. Dalam hal ini sekalipun menurut bunyi
normanya peraturan perundang-undangan sudah berpihak kepada UMKM, namun pada tataran
pelaksanaannya tetap bersifat membelenggu.

b.

Kesulitan dalam informasi dan pemasaran ( domestik dan ekspor ). Disebabkan belum tersedianya sistem
informasi yang canggih, cepat, dan murah. Sekalipun ada tetapi sangat sulit diakses dan diaplikasikan
oleh UMKM yang kemampuan SDM dan lingkup usahanya belum profesional.

c.

Rendahnya kualitas SDM UMKM menyebabkan kurang berkembangnya kewirausahaan, rendahnya
produktivita, dan daya saing, sehingga sangat berpengaruh dalam menciptakan dan memanfaatkan
peluang usaha, agresifitas mengakses pasar ( terutama ekspor ), dan akses terhadap sumber-sumber
permodalan.

d.

Keterbatasan dalam teknis produksi dan manajemen. Ini merupakan kelemahan mendasar dari UMKM
yang ada di kota Singkawang. Hanya sebagian kecil saja yang memiliki kemampuan teknis poduksi dan
manajemen profesional.

e.

Keterbatasan sarana dan infrastruktur, terutama sektor transportasi telekomunikasi, pasokan air bersih
dan listrik.

f.

Masih terbatasnya penggunaan teknologi informasi (seperti internet). sehingga jangkuan pasar menjadi
terbatas dan efesiensi usaha rendah.

3.

Dari hasil wawancara peneliti dengan responden dan informasi sekunder lainnya yang terkait.

Terkait dengan permasalahan pembinaan UMKM di atas Asep Ahmad Soefuloh menyampaikan pendapatannya
sebagai berikut : 3.

8

a. Bahwa sebelum otonomi daerah era UU 22 Tahun 1999 terhadap UMKM cukup mudah karena koordinasi
antara pemerintah Kabupaten/Kota dengan pemerintah Provinsi sangat baik. Tetapi pada era otonomi
sekarang ini,
koordinasinya menjadi kurang bagus. Disamping itu , pejabat yang mengenai masalah UMKM banyak tidak
mengetahui persoalan UMKM.
b. Dalam upaya meningkatkan kesempatan dan kemajuan UMKM perlu dilakukan regulasi yang memberikan
kepastian dan perlindungan hukum terhadap UMKM.
c. Selain itu perlu ditingkatkan pembinaan teknis terhadap UMKM yang meliputi :
1.

Pembinaan produksi dengan cara pengembangan unit pendampingan langsung kepada UMKM dan
pembinaan terpadu dengan menggunakan strategi kluser. Sistem ini menjadi penting karena akan
memudahkan untuk pengembangannya dan akan memudahkan untuk membentuk network dimana itu
berguna bagi kelangsungan suatu produksi

2.

Pembinaan pemasaran (terutama untuk tujuan ekspor) dengan meniadakan berbagai hambatan
kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh tiap-tiap negara tujuan yang terlalu tinggi, dan dengan mutu produk
serta desain kemasan yang distandarisasi.

3.

Dalam pembinaan kemampuan manajerial SDM UMKM, Pemerintah Daerah melalui Dinas
Penindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM, melaksanakan secara terkoordinasi dengan instansiinstansi dan pihak terkait lainnya. Sehingga dapat dihindari munculnya duplikasi dan pengulangan
pelaksanaan kegiatan / program pembinaan

4.

Dalam pembinaan permodalan, seharusnya Pemerintah Daerah melakukan secara intensif dengan
perbankkan dan bisa menanggung beban pembinaan permodalan minimal sebesar 35% dari APBD.
Sebab, jika di lihat dari sisi penganggaran, maka sebenarnya anggaran pembinaan yang di lakukan oleh
Pemerintah Daerah adalah dasarnya bersumber dari pusat melalui anggaran dekonsentrasi (APBN).
Sementara anggaran dari Daerah (APBN) lebih banyak ditujukan untuk pelatihan.

5.

Demikian pula terhadap pembinaan koperasi, tetap harus di lakukan secara berkesinambungan untuk
mewujudkan sokoguru perekonomian nasional sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945.

Seperti di amanahkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, bahwa Pemerintah Daerah
berkewajiban memberdayakan UMKM di daerahnya , untuk menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan
peraturan perundang-undangan dan kewajiban yang meliputi aspek : pendanaan, sarana dan prasarana,
informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang dan dukungan
kelembagaan.
Karena itu, perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam menyusun rencana strategi dan rencana program
pemberdayaan UMKM. Di mana Dinas Penindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM menjadi institusi
pelaksana Pembina terdepan di Daerah. Otonomi Daerah yang bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi
pelayanan kepada masyarakat. Akan memberikan mandat sangat besar kepada stakeholder ini. Pada saat
sekarang dinas tidak bisa lagi bertumpu pada petunjuk dari instansi diatasnya. Segala sesuatunya tergantung
kepada inovasi dan kreativitas masing-masing dinas di Daerah.

3.

Asep Ahmad Saefuloh, Kebijakan Pemerintah Dalam Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah,
Makalah ini merupakan ringkasan dari laporan penelitian tentang”Pengembangan UKM di Indonesia” yang
dilakukan oleh Pusat Pengkajian Pelayanan Data dan Informasi Sekretariat Jendral DPR RI Tahun 2007. Penulis
adalah Peneliti Muda Bidang Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian Pelayanan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jendral DPR RI.
Menurut Asep Ahmad Soefuloh, secara empirik studi terhadap peran Pemerintah terhadap UMKM dapat
merujuk pada studi yang di lakukan oleh : 4.
1.

Tambunan bersama PEP-LIPI 65 responden di mana menunjukkan bahwa sebagian besar responden
( 47%) melakukan kegiatan ekspor atas inisiatif sendiri, sedangkan bantuan dari Pemerintah hanya 3,7
persen.

2.

Kemudian berdasarkan studi Sanusi (2006) dari temuan lapangan terlihat bahwa peran ideal yang
seharusnya dilakukan dari masing-masing stakeholder terhadap UKM juga koperasi belum berjalan secara
optimal dalam suatu tatanan koordinasi yang sinergis. Bahkan fakta di lapangan masih banyak di temukan
adanya tarik lulur kepentingan antara Dinas Koperasi dan Dekopin , sebagai stakeholder dominan dalam
implementasi kebijakan pengembangan SDM UKM termasuk koperasi . Bahkan di beberapa tempat di
temukan Konflik yang cukup tajam antara Dewan Koperasi Nasional (Dekopin) dengan Dinas Koperasi,
terutama dalam bidang teknis, seperti pengembangan pendidikan dan pelatihan, penyaluran subsidi, dan
lainnya. Akibat muncul banyak duplikasi pengulangan kegiatan program.

c.

Upaya Yuridis dan Teknis yang dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah di Kota Singkawang.

9

Bahwa berdasarkan UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM, sebenarnya
pengaturan pemberdayaan terhadap UMKM dapat dikatakan sudah sangat kuat dan memberikan nilai
kepastian hukum, akan tetapi, pada tataran operasionalnya memang mengalami beberapa kendala yuridis
aplikatif yang disebabkan oleh belum tertibnya peraturan pelaksanaan yang lebih operasional untuk dijadikan
pedoman pengaturan di tingkat daerah. Sehingga rencana strategis dan progam pembangunan ekonomi
kerakyatan yang berbasis pada pemberdayaan UMKM belum dapat diwujudkan secara optimal.
Karena itu, Pemeritah Pusat seharusnya bersikap pro aktif dalam membentuk peraturan pelaksanaan
yang dapat dijabarkan ke dalam Peraturan Daerah dan Kebijakan kepada Daerah.
Sebab, pemberdayaan UMKM memang menjadi sangat strategis dalam menggerakan kegiatan ekonomi
masyarakat, sekaligus menjadi tumpuan sebagian besar masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraannya.
Menurut Riana Pangabean, terdapat beberapa alasan mengapa UMKM perlu diberdayakan dalam sistem
perekonomian nasional terutama melalui kerjasama Bank, koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yaitu
karena: 5.
a. Sebanyak 92% UMKM belum bisa mengakses permodalan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa : (1)
Bank hanya menjangkau 4 juta dari 48 juta bisnis unit UMKM pada lebih kurang 10.000 desa dari total desa
di Indonesia : (2) Jumlah dana perkuatan usaha selama periode 2000-2006 diberikan kepada 10.593 unit
koperasi dengan nilai dukungan perkuatan sebesar Rp 2.41 Triliun atau sebesar Rp 227.7 juta per koperasi
dan (3) Jumlah perkuatan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui lembaga non koperasi selama periode
2002-2006 diberikan kepada 14.131 unit dengan nilai dukungan perkuatan sebesar Rp 347.5 Milyar atau
sebesar Rp 24,7 Juta per unit lembaga non koperasi.
b. Menurut BPS (2006), jika pengusaha UMKM tidak diberdayakan menyebaban kemiskinan makin besar dan
menjadi beban seluruh bangsa.
c. Menurut hasil penelitian umumnnya usaha mikro yang mendapat pelayanan keuangan pendapatannya
meningkat per bulan rata-rata 87,34% dan alasan yang kelima faktor pendanaan menjadi daya dorong bagi
usaha mikro untuk naik kelas menjadi usaha menengah dan usaha mikro ini mempunyai potensi untuk
dikembangkan secara cepat.
Selain keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan permodalan, UMKM juga masih memiliki keterbatasan
dalam pemasaran, kompetensi berusaha yang masih lemah dan kurang memiliki usaha baik antar UMKM dan
pengusaha besar untuk mengembangkan usahanya. Faktor ini juga menjadi faktor penentu untuk
berkembangnya suatu usaha. Jika hanya faktor modal yang diatasi sedangkan faktor lain ditinggalkan maka
modal tersebut akan kurang bermanfaat bagi UMKM. Oleh sebab itu disamping kerjasama untuk memenuhi
permodalan, faktor yang telah disebutkan diatas juga harus digarap secara utuh.
Lantas bagaimanakah Pola Kerjasama Bank, Koperasi, dan LKM dapat diwujudkan? Jawabannya
menurut Riana Pangabean, adalah dengan mengefektifkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang
ada, antara lain sebagai berikut : 6.
1. Dasar Kerjasama Antar Bank Dengan Koperasi dan LKM
a.

Salah satu bukti adanya kerjasama antara Bank dan Lembaga Keuangan Mikro yang termasuk pada

4.

Ibid

5.

Riana Pangabean, Kerjasama Bank,Koperasi dan Lembaga Kuangan Mikro (LKM) Mendukung
Pemberdayaan Usaha Mikro,Kecil dan Menengah,Artikel,Jakarta,2007.
6.

Ibid

lembaga keuangan formal dapat dijelaskan dalam kasus pendanaan usaha UMKM yang bersumber dari
dana Surat Utang Pemerintah (SUP). Sedangkan solusi untuk mengatasi kurang aksesnya UMKM pada
permodalan dan kepada lembaga keuangan khususnya Perbankan, maka pemerintah menerbitkan
Surat Utang Pemerintah (SUP) Nomor SU-005/MK/1999 tanggal 29 Desember Tahun 1999.
Pelaksanaan pelayanan permodalan ini mengacu kepada 7 (tujuh) ketentuan-ketentuan hukum antara
lain : (1) UU RI No. 24 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, (2) UU RI No. 24 tentang Surat Utang
Negara, (3) Keputusan Menteri Negara Koperasi No. 21/Kep/M.KUKM/II/2003 Tanggal 23 Februari 2003
Tentang Pedoman Pemberian Rekomendasi Penunjukan Badan Usaha Milik Negara dan Lembaga
Keuangan Pelaksana Kredit Usaha Mikro dan Kecil, dan (4) Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 12/KMK/06/2005 Tanggal 14 Februari 2005 (Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian
Negara KUKM, 2007).
b.

Pola hubungan yang dikembangkan untuk memperdayakan bertanggung jawab terhadap resiko
tunggakan bunga pinjaman. Pelaksana KUKM adalah BUMN pengelola dan Lembaga Keuangan
Pelaksanaan (LKP). Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu penyedia jasa keuangan yang ditunjuk
Menteri Keuangan menyalurkan KUKM sedangkan LKP adalah Bank Umum, Bank Perkreditan

10

Rakyat/Bank Perkreditan Simpan Pinjam Koperasi, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dan lembaga-lembaga
perkreditan yang diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat.
c.

BUMN yang sudah terlibat dalam pemberdayaan UMKM mulai tahun 2003 adalah (1) BUMN meliputi PT.
Bank Mandiri dan PT. PNM sedangkan (2) LKP yang terlibat terdiri dari : BRI , BNI, BTN, Bukopin,
Perum Pegadaian dan 24 BPD di Indonesia.

2. Pola Kerjasama Bank Mendukung Pemberdayaan UMKM
a.

Identifikasi hubungan Bank, Koperasi dan LKM dapat dilihat dari program dan pelaksanaan kegiatan
pelayanan perkreditan kepada UMKM untuk masing-masing lembaga keuangan.Menurut Bank
Indonesia pada tahun 2001 ada 14 Bank Umum yang merencanakan plafon kredit kepada KUKM
sebesar Rp 24,4 Triliun realisasi kredit kepada KUKM sampai bulan Agustus sebesar 88,4%, jumlah
kredit tersebut meliputi 1,4 juta rekening. Ke 14 Bank tersebut adalah (1) PT. Bank Mandiri, (2) PT. Bank
Negara Indonesia (persero), (3) Bank Negara (persero), (4) PT. Bank Rakyat Indonesia (persero), (5) PT.
Bank Central Asia Tbk, (6) PT. Bank Danamon Indonesia (persero) (7) PT. Bank Internasional Tbk, (8)
PT. Bank Universal Tbk, (9) PT. Bank Lippo, (10) PT. Bank Bali Tbk, (11) PT. Bank Niaga, (12) PT. Bank
Bukopin, (13) PT. Pan Indonesia dan (14) PT. Bank Buana.
Realisasi kredit sebesar 30,4% adalah merupakan kredit Mikro sebesar 32,1%, kredit untuk mikro dan
sebagian besar atau 37,6% merupakan kredit menengah. Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit
menengah digunakan untuk kredit modal kerja. Jangkauan pemberian kredit usaha mikro meliputi usaha
miskin atau mendekati miskin dengan pendapatan sekitar Rp 500 rb per rumah tangga.

b.

Contoh kasus pertama adalah Bank Rakyat Idonesia (BRI). Sebagaimana di ketahui bahwa BRI masih
mempunyai komitmen untuk melayani UMKM walaupun Bank tersebut sudah menjdi Bank umum.
Sampai saat ini pasar utama BRI adalah UMKM karena UMKM telah terbukti mampu bertahan pada
masa kritis dan terbukti UMKM disiplin mengembalikan kredit. Persyaratan kredit pada BRI tidak
berdasarkan sektor tetapi berdasarkan kemampuan nasabah membayar kembali pinjamannya dan
peluang bisnis. Pertumbuhan kredit UMKM pada bank didominasi oleh sektor pertanian dan industri.
Ada pun jumlah rencana dan realisasi kredit bagi UMKM Tahun 2003, Rp 40.609 triliun atau 85,31% dari
total kredit yang disalurkan sebesar Rp 47,599 triliun. Tahun 2004, Rp 50,93 triliun atau 86,67% dari
rencana total kredit sebesar 58,763 triliun.

c. Contoh kasus kedua Bank Mandiri. Sampai tanggal 26 Oktober 2007 jumlah kredit yang direncanakan
untuk UMKM sampai triwulan ketiga, mencapai Rp 16 triliun dan kredit baru untuk UKM mencapai Rp 3
triliun. Pertumbuhan kredit UMKM didomonasi oleh sektor perdagangan.
3. Kerjasama Koperasi Mendukung Pemberdayaan UMKM
a. Lembaga Keuangan Mikro (LMK) di Indonesia menurut Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia
Memiliki ciri (1) Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan yang relevan atau sesuai dengan
kebutuhan riil masyarakat : (2) Melayani kelompok masyarakat berpenghasilan rendah : (3)
Menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontektual dan fleksibel agar lebih mudah dijangkau oleh
masyarakat miskin yang membutuhkan.
b. Selama ini LKM merupakan lembaga yang mampu untuk memenuhi modal UMKM karena LKM mampu
menyesuaikan pelayanan dengan karakter UMKM yang cenderung dianggap tidak bankable oleh sekttor
perbankan komersial. Selain itu LKM mampu memberikan kredit dalam skala besar tanpa jaminan, tanpa
aturan yang ketat. LKM juga dapat menjadi perpanjangan tangan dari lembaga keuangan formal.
4. Kerjasama Koperasi Mendukung Pemberdayaan UMKM
a. Koperasi yang dikembangkan Pemerintah untuk memberikan pelayanan keuangan kepada UMKM
adalah koperasi simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam terdiri dari (1) Koperasi simpam pinjam
disebut KSP adalah koperasi yang melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan dan (2) unit
usaha simpan pinjam disebut USP adalah usaha yang dibentuk dalam suatu koperasi sebagai bagian
dari kegiatan usaha koperasi melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.
b. Selain koperasi tersebut terdapat pula Koperasi Kredit (Credit Union) telah masuk di Indonesia sejak
tahun 1950. Koperasi kredit dimaksud dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu,
bersepakat untuk menabungkan uang mereka. Terciptalah modal bersama yang dipinjamkan diantara
sesama mereka dengan tujuan produktif dan kesejahteraan berarti bahwa pinjaman hanya diberikan
untuk kebutuhan anggota bagi usaha-usaha yang biasa meningkatkan penghasilan atau usaha
stabilitas kehidupan para anggota. Artinya pinjaman tidak bisa diberikan untuk tujuan konsumtif
ataupun spekulatif.
c. Perkembangan usaha KSP sampai tahun 2005 sangat pesat yaitu sebagai berikut (1) Jumlah KSP
1.598 unit: (2) Jumlah anggota sebanyak 480.326 orang: (3) Jumlah nasabah 878.379 orang: (4)
Modal pinjaman Rp 195.873.180 juta: (5) Modal sendiri Rp 776.216.03 juta: (6) Modal penyertaan Rp
6.640,94 juta; (7) Simpanan yang diterima Rp 325.270,95 juta: (8) SHU yang belum dibagi Rp
107.364,73 juta; (9) Total aset Rp 1.393.932,55 jutadan (10) Pinjaman yang diberikan Rp 1.154.815,88
juta. Demikian juga perkembangan USP pada tahun yang sama cukup menonjol yaitu: (1) Jumlah USP
koperasi sebanyak 36.485 unit; (2) Jumlah anggota sebanyak 4.987.783 orang; (3) Jumlah nasabah
10.524.908 orang; (4) modal pinjaman Rp 1.557.374,67 juta; (5) Modal sendiri Rp 4.054.858,83 juta;

11

(6) Modal penyertaan Rp 6.640,94 juta; (7) Simpanan yang diterima Rp 325.270,95 juta; (8) SHU yang
belum di bagi Rp 107.364,73 juta; (9) Total aset Rp 1.393.932,55 juta ; dan (10) Pinjaman yang di
berikan Rp 1.154.815,88 juta. Demikian juga perkembangan USP pada tahun yang sama cukup
menonjol yaitu : (1) Jumlah USP Koperasi sebanyak 36.485 unit; (2) Jumlah anggota sebanyak
4.987.783 orang; (3) Jumlah nasabah 10.524.908 orang; (4) Modal pinjaman Rp 1.557.374,67 juta; (5)
Modal sendiri Rp 4.054.858,83 juta; (6) Modal penyertaan Rp 200.000 juta: (7) Simpanan yang
diterima Rp 1.545.578,36 juta; (8) SHU yang belum di bagi Rp 1.864.693.91; (9) Total aset Rp
7.524.063.62 juta; (10) Pinjaman yang diberikan Rp 13.495.662 juta.
5. Strategi Kerjasama Bank, Koperasi dan LKM
a. Secara umum tujuan pemberdayaan UMKM adalah (1) Memberikan Kontribusi bagi pembentukan
PDB; (2) Menyediakan kesempatan kerja atau mengurangi penggangguran; (3) Meningkatkan ekspor
untuk meningkatkan devisa negara; (4) Pemerataan pendapatan; (5) Memperkuat struktur ekonomi.
Dalam tulisan ini fokus pemberdayaan diarahkan kepada usaha mikro bertujuan untuk (1) Memperkuat
permodalan UMKM; (2) Pemberdayaan usaha mikro;(3) Memperluaskan kesempatan kerja dan (4)
mengurangi kemiskinan. Melalui usaha yang dilaksanakan, maka tujuan ini akan tercapai bila semua
pihak yang terlibat khususnya bank, koperasi dan LKM membangun kerjasama. Agar kerjasama
tersebut terlaksana dan diimplementasikan dilapangan perlu mengoptimalkan peran masing masing.
b. Beberapa hal yang menjadi alasan di perlukannya kerjasama antara Bank, Koperasi dan LKM, adalah:
1.

Bahwa Bank hanya menjangkau 4 juta dari 48 juta bisnis unit UMKM pada lebih kurang 10.000 desa dari
total desa di Indonesia. Artinya masih terdapat 44 juta unit usaha bisnis UMKM yang belum terjangkau.
Dari jumlah ini belum diketahui apakah berapa UMKM yang di layani oleh koperasi dan LKM atau lembaga
lain yang berfungsi sebagai penyalur kredit.

2.

Dilihat dari pesan BABK sesuai dengan payung hukum. Bank tidak didesain untuk melayani UMKM yang
tidak mempunyai kolateral dan persyaratan lainnya. Dengan aturan ini maka Bank tidak mungkin dapat
menjangkau semua UMKM yang ada di desa. Oleh sebab itu peran Bank dalam kerjasama ini mungkin
hanya sebagai channeling dan jika ada kesempatan bisa sebagai executing.

3.

Koperasi simpan pinjam/Unit Simpan serta koperasi kredit maasih bekerja sendiri-sendiri. Disatu pihak
perkembangan KSP/USP cukup pesat namun dilain pihak belum diketahui seberapa banyak KSP/USP
telah melaksanakan fungsinya sebagai koperasi sejati dalam memberikan layanan kepada UMKM. Ada
opini yang berkembang di masyarakat bahwa ada beberapa KSP/USP yang menjalankan usahanya
seperti rentenir. Perilaku ini perlu diluruskan oleh pihak yang berwenang khususnya pemuda Kabupaten
dan Kodya.

d.

Dari keterbatasan-keterbatasan yang memiliki oleh masing-masing pelaku tersebut diatas, maka untuk
mendukung pemberdayaan UMKM diperlukan strategi sebagai berikut: (1) Melakukan kerjasama seperti
yang telah dilakukan selama ini di mana Bank berfungsi sebagai executing atau channeling; (2) Perlu
adanya wadah lembaga keuangan mikro untuk mengkoordinasikan semua lembaga keuangan mikro yang
sudah beroperasi selama ini. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk membangun kerja sama
antar Bank, koperasi dan LKM yaitu :

1).

Adanya data yang jelas tentang UMKM di masing-masing Kabupaten/Kota;

2).

Adanya Peta dimana Koperasi dan LKM mengadakan kegiatan pemberdayaan UMKM;

3).

Adanya suatu sosialisasi dari pemerintah kepada Bank, Koperasi dan LKM anggota masyarakat yang akan
dilayani untuk melaksanakan kerjasama ini;

4).

Adanya koordinasi secara nasional dari pemerintah untuk melaksanakan kerjasama ini dan perlu
kesinambungan.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan umum, bahwa Bank belum berfungsi sebagai agen
pembangunan dalam hal pemberdayaan UMKM di semua Kabupaten, Kota maupun Kecamatan di Indonesia.
Kerjasama Bank, Koperasi dan LKM mendukung pemberdayaan UMKM sudah ada diberbagai tempat, namun
belum jelas dimana lokasi dan beberapa jumlah UMKM yang sudah dilayani oleh ketiga lembaga keuangan
tersebut.
Baik Bank, Koperasi dan LKM sebagian besar bekerja secara sendiri-sendiri memberdayakan UMKM.
Pelayanan seperti ini menunjukan kurangnya koordinasi dan komitmen dari semua pihak meberdayakan LKM
lainnya adalah pola executing dan channeling. Pada umumnya pelayanan kredit kepada UMKM dilaksanakan
secara sendiri dan mengikuti payung hukum masing-masing. Belum tercipta koordinasi antar pelaku pelayanan
kredit dalam pemberdayaan UMKM.
E. Rekomendasi
Bahwa salah satu tujuan nasional yang hendak diwujudkan sebagaimana diamanatkan UUD 1945
adalah negara (pemerintah) wajib memajukan kesejahteraan umum. Berarti kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
merupakan representasi rakyat Indonesia dalam kehidupan ekonomi nasional, untuk itu perlu disusun rencana
pemberdayaan UMKM di Indonesia yang terintegrasi, sistematis dan berkelanjutan, serta diimpelementasikan

12

berdasarkan atas hukum demi terwujudnya nilai keadilan, kesejahteraan, dan kepastian hukum bagi segenap
rakyat Indonesia.
Dalam upaya meningkatkan permodalan UMKM perlu dilakukan peningkatan kerjasama antara Bank
dengan koperasi, UMKM dan LKM, dengan cara: (a) membangun komitmen untuk melaksanakan kerjasama
secara sungguh-sungguh dalam dan berkesinambungan; (b) membuat konsep kerjasama sesuai sasaran
pelayanan; (c) sosialisasi kepada semua pihak yang terkait terutama Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Untuk menunjang terlaksananya kerjasama tersebut diperlukan :
1) Adanya UMKM di masing-masing Kabupaten/Kota;
2) Adanya peta dimana LKM mengadakan kegiatan pemberdayaan UMKM;
3) Adanya informasi mengenai UMKM belum mendapat pelayaan permodalan;
4) Adanya sosialisasi dari pemerintah kepada Bank , Koperasi dan LKM, dan anggota masyarakat yang akan
dilayani untuk melaksanakan kejasama;
5) Adanya koordinasi ditingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat dalam pelaksanaan kerjasama;
6) Adanya komitmen secara nasional dari pemerintah untuk melaksanakan kerjasama secara kesinambungan.
Demikian rekomendasi yang dapat dikemukakan melalui penelitian tesis ini.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku
Agus Yuda Hernoko, 2001. Kebebasan berkontrak dalam kontrak standar (pengembangan Konsep Win-Win Solution Sebagai
Alternatif Baru Dalam Kontrak Bisnis dalam Puspa Ragam Informasi dan Problematika Hukum, diaditoleh
sarwini dan L. Budi Kagramanto, Surabaya; karya abditama.
Amrah Muslimin, 1978. Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah 1903-1978, Bandung; Alumni.
Aniza Nur Madyanti, 2005. Analisis Pengaruh Peraktek Good Goverment Terhadap Kualitas Pelayanan Kemahasiswaan Di
Akademi Pimpinan Perusahaan, Tesis, Jakarta, Universitas Indonesia.
Bagir Manan, 1990. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut Azas Desentralisasi Berdasarkan UUD 1945, Disertai, Bandung
: UNPAD.
Carolie Bryant dan Loise G. White, 1989. Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, Jakarta : LP3ES.
C.F. Strong, 1966. Modern Politikal Constitutional, London, ELBS and Singwick & Jakson Limited.
Erman Rajagukguk, 1997. Pe