HAK and KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM HUKU

HAK & KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM HUKUM PERKAWINAN
ISLAM
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Islam

Disusun Oleh :
Hukum Islam (C)
Kelompok 10
Yebe Kallis 11010113130790
Yudha Setya 11010113130757
Lucia Andika 11010113140503
Putra Hanover 11010113140389
Jannete Agustine 11010113140377
Sofi Aulia Iswara 11010113140413
Meita Fadhilah 11010113140422

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN AJARAN 2013/2014

SENIN, 21 APRIL 2014

Ancam Istri, Suami Dihukum Satu Tahun

Penjara
Pengadilan Negeri (PN) Simalungun menjatuhkan hukuman satu tahun penjara terhadap
seorang suami yang mengancam bunuh isterinya, Senin (21/4).
Ketua Majelis Hakim Ben Ronald Situmorang menyatakan terdakwa Nasep (61 tahun) warga
Huta (Dusun) III Nagori (Desa) Senio Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, terbukti
melanggar Pasal 45 ayat 1 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
"Perbuatan terdakwa mengakibatkan trauma bagi saksi korban Ngatiem dan keluarganya," kata
Ben Ronald, saat membacakan amar putusan.
Diuraikan dalam amar putusan, terdakwa mengancam bunuh isterinya dengan mempergunakan
Samurai pada Kamis, 2 Januari 2014 kira-kira pukul 23.00 WIB.
Korban enggan melayani untuk menyediakan makanan terhadap terdakwa karena pulang terlalu
malam. Tersinggung terdakwa mengeluarkan Samurai dari sarungnya dan mengancam didepan
anak-anaknya.
Ketakutan dengan perbuatan terdakwa, korban melaporkan kasus ini ke jalur hukum.

Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt535549a353c3c/ancam-istri-suami-dihukum-satu-tahun-penjara

Kami berpendapat bahwa kasus diatas terdapat pelanggaran hak dan kewajiban
suami-istri yang dilanggar oleh kedua pihak:

1. Analisis Istri
Dalam kasus tersebut istri diketahui bahwa “enggan melayani untuk menyediakan
makanan terhadap suaminya karena pulang terlalu malam” jelas sang istri mengabaikan
kewajibannya, dalam pandangan Hukum Islam, istri telah melanggar Kompilasi Hukum
Islam Buku I tentang Perkawinan Pasal 83 ayat 1 yang berbunyi “Kewajiban utama bagi
seoarang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh
hukum islam.”
2. Analisis Suami
Dalam amar putusan kasus tersebut suami mengancam bunuh isterinya dengan
mempergunakan Samurai pada Kamis, 2 Januari 2014 kira-kira pukul 23.00 WIB.
terdakwa merasa Tersinggung dengan penolakan istrinya sehingga terdakwa mengeluarkan
Samurai dari sarungnya dan mengancam didepan anak-anaknya. Perbuatan suami ini jelas
telah melanggar UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 34 ayat 1 dan Kompilasi
Hukum Islam Buku I tentang Perkawinan Pasal 80 ayat 2 Suami wajib melindungi isterinya
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya. Suami yang memiliki kewajiban untuk melindungi istrinya malah menjadi
ancaman bagi sang istri.
Baik suami dan istri telah melanggar Pasal 33 yang berbunyi “Suami isteri wajib
saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang
satu kepada yang lain.” Yang pada intinya dikarenakan perbuatan istri yang tidak

menghormati suami dan suami yang tidak menghormati maka terjadilah keretakan rumah
tangga yang menyebabkan trauma pada istri.

HAK & KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
AKAD NIKAH MENIMBULKAN HAK DAN KEWAJIBAN
Dengan dilangsungkan akad nikah, antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan
yang dilakukan oleh Walinya, terjalinlah hubungan suami istri dan timbu hak kewajiban masingmaasing timbal balik1
Hak-hak dalam perkawinan itu dapat dibagi menjadi 3, yaitu : hak bersama, hak istri yang
menjadi kewajiban suami, dan hak suami yang menjadi kewajiban istri
HAK-HAK BERSAMA
1. Halal bergaul antara suami dan istri dan masing-masing dapat bersenang-senang satu
2.
3.
4.
5.

sama lain
Terjadi hubungan mahram semenda
Terjadi hubungan waris-mewaris antara suami dan istri sejak akad nikah dilaksanakan
Anak yang lahir dari istri bernasab pada suaminya

Bergaul dengan baik antara suami dengan istri sehingga tercipta hubungan yang harmonis
dan damai
Mengenai hak dan kewajiban bersama suami- istri Undang-undang perkawinan

menyebutkan dalam Pasal 33 “suami-istri wajib cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain”.
HAK-HAK ISTRI
Hak-hak istri yang menjadi kewajiban suami ada 2, yaitu2 :
1. Hak-hak kebendaan
a. Mahar
Harta pemberian wajib dari suami kepada istri, dan merupakan hak penuh bagi
istri yang tidak boleh diganggu oleh suami, suami hanya dibenarkan ikut maka mas
kawin apabila diberikan oleh istri secara sukarela. Mahar dapat diberikan secara
1 K.H.Ahmad Azhar Basyir,MA., Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Uli Press, 2000),hlm. 5354
2 Ibid., hlm. 54-57

langsung saat ijab-qabul, dan dapat diberikan setelah perkawinan dengan
menggunakan istilah “hutang” wajib yang harus tetap diberikan kepada istri.
Macam-macam mahar :



Mahar tertentu (maha musamma)
Apabila dalam akad nikah, atau sesudahnya diasakan ketentuan tentang
wujud dan kadar mahar yang diberikan kepada istri.



Mahar sepada/pantas (mahar mitsil)
Apabila tidak ada ketentuan tentang wujud dan kadar mahar dalam akad
nikah atau sesudahnya. Mahar ini biasanya diberikan sesudah beberapa
waktu setelah akad nikah. Untuk menentukan wujud dan kadar mahar
mitsil tidak ada ukuran yang pasti. Dapat disesuaikan dengan keadaan
dankedudukan

istri

ditengah-tengah

masyarakatnya,


dapat

pula

disesuaikan dengan mahar yang pernah diterima oleh perempuan yang
sederajat atau oleh saudara-saudara atau sanak keluarganya.
Jadi, mahar dalam akad nikah itu hukumnya Sunnah.
Ketentuan Mahar
 Apabila telah terjadi persetubuhan, beralasan QS. An-Nisa 2:20-21 yang
mengajarkan, “apabila kamu akan mengganti istri dengan istri yang lain,
padahal kamu telah membayarkan mahar, kepada salah seorang istri-stri
itu, betapapun jumlahnya, janganlah kamu mengambil kembali sedikitpun
dari mahar itu; apakah kamu akan mengambil kembali dengan jalan
p.tuduhan dusta dengan menanggung dosa yang nyata? Bagaimana kamu
akan mengambil kembali padahal antara kamu suami-istri telah bergaul
(bercampur); dan istri-istri itu telah mengambil janji yang kuat dari


kamu?”.
Apabila terjadi


kematian

salahsatu,

suami-istri

sebelum

terjadi

persetubuhan. Dengan demikian, apabila suami meninggal sebelum
memenuhi wajib maharnya, pembayaran mahar itu diambil dari harta
peninggalannya, sebagai pelunasan hutang. Apabila istri meninggal

sebelum menerima hak atas mahar, harus dipenuhi oleh suami dan
merupakan sebagian dari harta peninggalannya.
b. Nafkah
Mencakup segala keperluan istri, meliputi makanan, pakaina, tempat tinggal,
pembantu rumah tangga, dan pengobatan, meskipun istri tegolong kaya.

QS. Al-Baqarah :233, “….dan Ayah berkewajiban mencukupkan kebutuhan
pakaian dan makanan untuk para ibu anak-anak dengan cara yang makruf…”. Hadits
riwayat Muslim menyebutkan isi Khutbah Nabi dalam haji wada’, antara lain sebagai
berikut, “…takutlah kepada Allah dalam menunaikan kewajiban terhadap istri-istri;
kamu telah memperistri mereka atas nama Allah; adalah menjadi hak kamu bahwa
istri-istri itu tidak menerima tamu orang yang tidak engkau senangi; kalu mereka
melakukannya, boleh kamu beri pelajaran dengan pukulan-pukulan kecil yang tidak
melukai; kamu berkewajiban mencukupkan kebutuhan istri mengenai makanan dan
pakaian dengan makruf”.
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah menceritakan bahwa Hidun
istri Abu Sufyan mengadukan kekikiran suaminya. Nafkah yang diberikan tidak
cukup untuk makan dirinya dan anak-anaknya. Apakah ia boleh mengambilnya tanpa
ijin? Nabi menjawab; ambillah uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan anakmu
dan kamu.
2. Hak-hak bukan kebendaan
Hak-hak bukan kebendaan yang wajib ditunaikan suami terhadap istrinya
disimpulkan dalam QS. An-Nisa : 19 agar suami-suami menggauli istri-istrinya dengan
makruf dan bersabar terhadap hal-hal yang tidak disenangi yang terdapat pada istri.
Menggauli istri dengan makruf dapat mencakup :
a. Sikap menghargai, menghormati, dan perlakuan-perlakuan yang baik, serta

meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang-bidang agama, akhlaq dan ilmu
pengetahuan yang diperlukan. Hadits riwayat Turmutzi dan Ibnu Hibban dari Hibban
dari abu Hurairah r.a. mengajarkan; “orang-orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik budi perangainya, dan orang-orang yang paling baik
diantaranya adalah yang paling baik perlakuannya terhadap istri-istrinya”.
b. Melindungi dan menjaga nama baik istri

Suami berkewajiban melindungi istri serta menjaga nama baiknaya. Hal ini tidak
berarti bahwa suami harus menutup nutupi kesalahan yang memang terdapat pada
irsti. Namun, adalha menjadi kewajiban suami untuk tidak membeberkan kesalahan
kesalahan isrti kepada orang lain. Apabila kepada isrtiri dituduhkan hal yang tidak
benar setelah suami melakukan penelitian setelahnya. Jika istri melakukan hal hal
yang bertentangan dengan ketentuan ketentuan ajaran islam, suami wajib
memperingatkanya, terutana yang menyangkut pergaulanya dengan orang lain. Suami
jangan membiarkan istri menerima tamu yang tidak dikenal identitasnya oleh suami
dan sebagainya. Cemburu kepada istri hendaklah dalam rangka melindungi dan
menjaga nama baiknya. Harus di perhatikan apabila isti ikut bekerja untuk
mencukupkan kebutuhan keluarga, suami tidak boleh bersikap acuh tak acuh kepada
pekerjaan istri. Suami harus berusaha mengetahui apaka istri berkata jujur atau tidak.
c. Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis istri

Hajad biologis adalah kodrat pembawaan hidup. Oleh karena itu suami wajib
memperhatikan hak istri dalam hal ini. Ketentraman dan keserasian hidup perkawinan
antaran lain ditentukan oleh factor hajad biologis ini.
HAK-HAK SUAMI
Hak-hak suasmi dapat disebutkan pada pokoknya ialah hak ditaati mengenai hal-hal yang
menyangkut hidup perkawinan dan hak memberi peajaran kepada istri dengan cara yang baik
dan layak dengan kedudukan suami-istri3
1. Hak ditaati
QS. An-nisa ayat 34 mengajarkan bahwa kaum laki-laki (suami) berkewajiban memimpin
kaum perempuan (istri) karna laki-laki memiliki kelebihan atas kaum perempuan (dari
segi kodrat kejadiannya), dan adanya kewajiban laki-laki memberi nafkah untuk
keperluan keluarganya. Dari bagian pertama ayat 34 QS. An- nisa tersebut dapat
diperoleh ketentuan bahwa kewajiban suami memimpin istri itu tidak akan terselenggara
dengan baik apabila istri tidak taat kepada suami. Isi dari pengertian taat adalah :
a. Istri supaya bertempat tinggal bersama suami dirumah yang telah disediakan
Istri berkwajiban memenuhi hak suami bertempat tinggal dirumah yang telah
disediakan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
 Suami telah memenuhi kewajiban untuk membayar mahar untuk istri
3 Ibid., hlm. 58-61




Rumah yang disediakan pantas untuk tempat tinggal istri serta dilengkapi



dengan perabot dan alat yang diperlukan untuk hidup berumah tangga
Rumah yang disediakan cukup menjamin keamanan jiwa dan harta bendanya,

tidak terlalu jauh dengan tetangga dan penjaga keamanan
 Suami dapat menjamin keselamata itsri ditempat yang disediakan
b. Taat kepada perintah-perintah suami, kecuali apabila melanggar larangan Allah
Istri wajib memenuhi hak suami, taat kepada perintah-perintahnya apabila memenuhi
syarat sebagai berikut :
 Perintah yang dikeluarkan suami terasuk hal-hal yang ada hubungannya
dengan kehidupan rumahtangga. Dengan deamikian apabila misalnya suami
memerintahkan istri untuk membelanjakan harta milik pribadinya sesuai
dengan keinginan suami, istri tidak wajib taat sebab pembe;anjaan milik harta
pribadi istri sebenarnya menjadi hak istri yang tidak dapat dicampuri oleh


suami.
Perintah yang dikeluarkan harus sejalan dengan ketentuan syariat. Apabila
suami memerintahkan istri untuk menjalankan hal-hal yang bertentangan



dengan syariat, perintah itu tidak perlu ditaati.
Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya yang menjadi hak istri, baik yang

bersifat kebendaaan maupun yang bersifat bukan kebendaan.
c. Berdiam dirumah, tidak keluar kecuali dengan ijin suami
Istri wajib beriam dirumah, dan tidak keluar kecuali dengan ijin suami apabila
terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
 Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri
 Larangan keluar rumah tidak berakibat memutuskan hubungan keluarga.
Degan demikian, apabila suami melarang istri menjenguk keluarganya, istri
tidak wajib taat. Ia boleh keluar rumah untuk berkunjung, tetapi tidak boleh
bermalam tanpa ijin suami.
d. Tidak menerima masuknya seseorang tanpa ijin suami
Hak suami agar istri tidak menerimamasuknya seseorang tanpa ijinnya, dimaksudkan
agar ketentraman hidup rumah tangga tetap terpelihara. Ketentuan tersebut berlaku
apabila orang yang datang itu bukan mahram istri. Apabila orang yang datang
merupakan mahramnya, seperti ayah, saudara, paman dan sebagainya, dibenarkan
dengan menerima kedatangan mereka tanpa ijin suami.
Kewajiban taat yang meliputi empat hal tersebut, disertai dengan syarat-syarat yang tidak
memberatkan istri.

2. Hak Memberi Pelajaran
Bagian kedua dari ayat 34 QS.An-nisa mengajarkan, apabila terjadi kekhawatiran suami
bahwa istri bersikap membangkang (nusyus), hendaklah diberi nasihat sescara baik-baik. Apabila
dengan nasihat, pihak istri juga belum mau taat, hendaklah suami berpisah tidur dengan istri.
Apabila masih beum juga kembali taat, suami dibenarkan memberi pelajaran dengan cara
memukul (yang tidak melukai bagian muka)4
Hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abdullah bin Zam’ah mengatakan, “apakah salah
seorang di antara kamu suka memukul istrinya seperti ia memukul budak pada siang hari,
kemudia pada malam hari mengumpulinya”
Riwayat Abdurrazaq dari Aisyah menyebutkan “apakah salah seorang diantara kamu,
tidak merasa malu memukul istrinya seperti ia memukul budak pada siang hari dan
mengumpulinya pada malam hari?”
Dari banyak hadits yang memperungatkan agar suami menjauhi memukul istri itu, dapat
diperoleh ketentuan bahwa Alquran membolehkan suami memberi pelajaran istri dengan jalan
memukul itu hanya berlaku apabila istri memang tidak mudah diberi pelajaran dengan cara yang
halus. Itupun baru dilakukan dalam tingkta terakhir, dan dengan cara yang tidak mengakibatkan
luka pada badan istri dan tidak pula pada bagian muka.

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Kewajiban suami dan istri itu diatur dalam Kompilasi Hukum Islam buku I tentang
Hukum perkawinan.
1. Kewajiban Suami
Kewajiban Suami diatur dalam pasal 80 yaitu5
1. Suami adalah pembimbing, terhadap istri dan rumahtangganya, akan tetap mengenai
hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami-istri
bersama
2. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya

4 Ibid., hlm. 62-67
5 Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, M.A., Hukum Perdata Islam Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), hlm. 150-151

3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi
kessempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan
bangsa
4. Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung :
 Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri
 Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak
 Biaya pendidikan bagi anak
5. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) diatas, mulai berlaku
sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya
6. Istri dapat membebaskan suaminya dari keawjiban terhadap dirinya sebagaimana
tersebut pada ayat (4)
7. Kewajiban suami sebagaimana dmaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz
2. Kewajiban Istri
Kewajiban Istri diatur dalam Pasal 83 yaitu6
1. Kewajiban utam bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami
didalam yang dibenarkan oleh Hukum Islam
2. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumahtangga sehari-hari dengan
sebaik-baiknya
Kewajiban Istri didalam Pasal 84 yaitu
1. Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah
2. Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut dalam pasal 80
ayat(4) tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya
3. Kewajiban suami tersebut, pada ayat (2) diatas berlaku kembali sesudah istri nusyuz
4. Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri, harus didasarkan atas bukti
yang sah

6 Ibid., hlm. 153-154

KASUS POSISI
Katakan saja nama saya “Rima” (34). Saya adalah seorang wanita karier yang memiliki
2anak, dan seorang suami. Suami saya, “Heri” (38) bekerja sebagai General Manager dari sebuah
Perusahaan Swasta ternama di Jakarta Utara. Saya seorang PNS yang bekerja di salah satu
Kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten Bandung. Hubungan rumah tangga kami memang
tergolong harmonis walaupun kami tidak tinggal dalam satu atap setiap harinya, tapi kmi tetap
bisa membuat iri orang-orang disekeliling kami, karena kami bisa menjaga hubungan kami
dengan baik. Suami saya, Mas Heri pulang ke Bandung tiap hari Jumat sore dan pergi lagi ke
Jakarta tiap Minggu malam setelah selesai makan malam bersama.
Saya sangat menanti kedatangannya dirumah, saya sangat senang ketika hari demi hari
berganti menjadi hari jumat. Saya selalu tidak sabar ketika jumat malam itu datang. Ketika itu
Mas Heri sedang dalam kesibukannya, dan ia ijin untuk tidak pulang ke Bandung minggu itu.
Sungguh kecewa saya dibuatnya, tapi mau dikatakan apalagi. Untung saja Sabtu pagi itu saya
ada seminar tentag Kebudayaan Daaerah. Saya berangkat dari rumah sekitar jam 8 pagi untuk
mengunjungi seminar itu.
Singkat cerita, didalam seminar yang sedang saya ikuti tersebut, saya bertemu dengan
salah seorang teman pria saya yang kebetulan satu Universitas pada jaman dahulu. Dan disinilah
awal mula keretakan rumah tangga kami dimulai. Pada seminar itu saya memang bertukar nomor
telepon dengannya. Saya menjadi sering bertukar cerita tentang keluarga dan tentang Mas Heri
dengannya. Pada hari kamis, saya berencana untuk bertemu dengannnya di salahsatuf kafe di
daerah Dago. Saya membawaa anak bungsu saya, untuk tidak menimbulkan fitnah.

Hari demi hari, waktu demi waktu, kami akhirnya semakin dekat dan makin saling sering
bertemu. Saya sudah cukup bosan menanti Mas Heri yang pulang kerumah hanya dua kali dalam
satu bulan. Saya malah makin sering bertemu dengan teman pria saya itu. Akhirnya, saya
meminta Mas Heri untuk menyewa dua pembantu untuk mengurus anak-anak, dan saya
membuat alasan bahwa saya akhir-akhir ini pun sedang sibuk mengurusi pekerjaan di kantor.
Mas Heri pun mengabulkan permintaan saya dengan mudahnya. Saya lebih sibuk mengurusi
pekerjaan di kantor dan lebih intensif bertemu dengan teman pria saya ketimbang mengurusi
pekerjaan rumah tangga ataupun mengurusi kedua buah hati saya dengan Mas Heri.
Pada suatu hari, saya berjanjian dengan teman pria saya di lobby hotel karena ia berjanji
untuk makan malam bersama malam itu. Pada saat itu, ia pun tiba-tiba saja mengatakan bahwa ia
mencintai saya dengan sepenuh hatinya. Saya mendapatkan kegalauan yang sangat besar kala itu.
Tapi saya tidak dapat memungkiri bahwa saya pun memang memiliki rasa yang sama
terhadapnya. Tiba-tiba saja ia mengajakku untuk berduaan di kamar hotel malam itu, dan entah
karena dasar apa akhirnya saya mau saja untuk mengikuti ajakannnya dan hal yang tidak
sepantasnya dilakukan pun terjadi. Dari situlah kami lebih sering bertemu.
Ketika jumat malam Mas Heri pulang ke Bandung, ketika ia mengajakku untuk berduaan
saya selalu menolak karena berdalih dengan alasan capek. Padahal, saya lelah karena saya telah
melakukan hal itu sebelumnya dengan teman pria saya itu. Tetapi entah kenapa saya malah lebih
senang untuk melakukannya dengan teman pria saya. Saya tahu bahwa itu dosa besar yang telah
saya lakukan, tetapi entah kenapa hal itu terus-terusan saya lakukan. Ketika saya sedang mandi
sabtu sore itu, tiba-tiba saja ada pesan singkat masuk ke hp ku dari teman pria saya, yang
berisikan kata-kata mesra darinya. Tetapi sms itu terbaca oleh Mas Heri. Lalu Mas Heri
menelpon langsung teman pria saya. Ketika ia meminta penjelasan darinya, ia berbohong tentang
hubunga kedekatan kami. Memang kami telah sepakat, apabila kami ketahuan maka kami akan
saling berbohong demi keutuhan rumah tanngga kita masing-masing.
Tapi, Mas Heri terus mendesakku dan memaksaku untuk berkata jujur terhadapnya. Pada
akhirnya, akupun jujur kepadanya. Ini salahku, dan ini dosaku. Kini, perkawinan aku dengan
Mas Heri diambang batas perceraian.

ANALISIS KASUS POSISI
Dalam kasus posisi diatas kewajiban kewajiban yang di langgar oleh istri ialah :
1. Melakukan perbuatan Zina
Melanggar ketentuan Al-Qur’an QS 17:32
‫سوسلا تسققسرهبوا البنزسنا إبن ن سهه سكاسن سفابحسشلة سوسساسء سسببيللا‬
“Dan janganlah kamu mendekati Zina, sesungguhnya Zina itu adalah perbuatan keji
dan suatu perbuatan yang buruk.

Hadits tentang zina :
“Seorang muslim yang bersyahadat tidak halal dibunuh, kecuali tiga jenis orang:
‘Pembunuh, orang yang sudah menikah lalu berzina, dan orang yang keluar dari Islam‘”
(HR. Bukhari no. 6378, Muslim no. 1676)
Catatan: Para ulama menjelaskan bahwa hak membunuh tiga jenis orang di sini tidak
terdapat pada semua orang.
Hadits 2
“Tanda-tanda datangnya kiamat diantaranya: Ilmu agama mulai hilang, dan kebodohan
terhadap agama merajalela, banyak orang minum khamr, dan banyak orang yang
berzina terang-terangan” (HR. Bukhari no.80)
Hadits 3
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, karena pihak
ketiganya adalah syaitan” (HR: Ibnu Maja)
Hadits 4

“Ada seorang lelaki, yang sudah masuk Islam, datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam mengakui dirinya berbuat zina. Nabi berpaling darinya hingga lelaki tersebut
mengaku sampai 4 kali. Kemudian beliau bertanya: ‘Apakah engkau gila?’. Ia
menjawab: ‘Tidak’. Kemudian beliau bertanya lagi: ‘Apakah engkau pernah menikah?’.
Ia menjawab: ‘Ya’. Kemudian beliau memerintah agar lelaki tersebut dirajam di
lapangan. Ketika batu dilemparkan kepadanya, ia pun lari. Ia dikejar dan terus dirajam
hingga mati. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan hal yang baik
tentangnya. Kemudian menshalatinya” (HR. Bukhari no. 6820)
Hadits 5
“Pezina tidak dikatakan mu’min ketika ia berzina” (HR. Bukhari no. 2475,
Muslim no.57)
Hadits 6
“Mengasingkan pezina itu sunnah” (HR. Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 8/349)
Hadits 7
Abu Hurairah berkata: “‘Iman itu suci. Orang yang berzina, iman meninggalkannya. Jika
ia menyesal dan bertaubat, imannya kembali‘” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Syu’abul
Iman, dishahihkan Al Albani dalam Takhrij Al Iman, 16)
2. Tidak memberikan nafkah batin kepada suami
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ت أ حصن تحبجىحء ل ححعن حتصحها ال صحمل حبئك حتة حح ت حتى تتصصببحح‬
‫عا ال تحرتجتل اصمحرأ حتحته بإحلى بفحرابشبه حفأ حبح ص‬
‫بإحذا حد ح‬
“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan
memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR.
Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436).
Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafazh,

‫عل حي صحها حح ت حتى ي حصرحضى‬
‫حوال ت حبذي ن حصفبسي ببي حبدبه حما بمصن حرتجلل ي حصد ت‬
‫عل حي صبه بإل تح حكاحن ال ت حبذي بفي ال تحسحمابء حسابخططا ح‬
‫عو اصمحرأ حتحته بإحلى بفحرابشحها حفتحأ صحبى ح‬
‫عن صحها‬
‫ح‬
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil
istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan yang di
langit (penduduk langit) murka pada istri tersebut sampai suaminya ridha
kepadanya.” (HR. Muslim no. 1436)
3. Pada dasarnya, kewajiban untuk mengurusi anak-anak dan mendidiknya adalah
kewajiban dari kedua orangtua:
Allah Subhanahu wata’ala berfirman.
‫جاحرتة‬
‫حيا أ حي تحها ال ت حبذيحن آحمتنوا تقوا أ حن صتفحسك تصم حوأ حصهبليك تصم حناطرا حوتقوتدحها ال تحناتس حوال صبح ح‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (at-Tahriim: 6)
Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman.
‫حتن ن حصرتزتقحك حوال صحعابقبحتة بللتت حصقحوى‬
‫عل حي صحها ل ن حصسأ حل تحك برصزطقا ن ح ص‬
‫حوأ صتمصر أ حصهل ححك ببال ت حصلبة حواصصحطببصر ح‬
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Thaahaa: 132)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫عو ل حته‬
‫ أ حصو حول حلد حصالبلح ي حصد ت‬،‫ أ حصو بعل صلم ي تن صتححفتع بببه‬،‫ حصحدحقلة حجابري حلة‬:‫عحمل تته بإل تح بمصن ث حل حلث‬
‫ت ابصتن آحدحم ان صحقحطحع ح‬
‫حذا حما ح‬
“Apabila meninggal anak Adam, terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim
no. 1631)

KESIMPULAN

Perkawinan merupakan suatu instrumen yang dirancang khusus oleh Allah untuk
melindungi manusia dari segala sesuatu hal yang tidak pantas, serta menjaga kesucian dari umat
manusia. Maka dari perkawinan ini kita dapat membedakan antara hak dan kewajiban antara
suami istri. Dimana kewajiban itu harus dilaksanakan terlebih dahulu ketika ingin terpenuhinya
hak-hak antara suami istri. Hak-hak didalam suami istri menimbulkan hak-hak bersama yaitu
mewujudkan pernikahan yang mawaddah serta rahmah. Saling menasehati satu sama lain, saling
menjaga satu sama lain, serta saling cinta-mencintai dan saling kasih-mengasihi satu sama lain.
Adanya anak-anak yang melengkapi dalam perkawinan, merupakan tanggung jawab dan
kewajiban bagi pasangan suami istri tersebut untuk menjaga, mendidik dan merawat anak-anak
mereka. Segala sesuatu yang timbul dalam hak dan kewajiban suami istri merupakan ibadah
yang tidak terhitung amalannya hingga akhir masa perkawinan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hukum Perkawinan Islam. K.H.Ahmad Azhar Basyir,MA., Uli Press, tahun 2000.
2. Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan
3. Kompilasi Hukum Islam
4. Hukum Perkawinan Islam . Prof.Dr. H. Ali Zainuddin,MA. (Jakarta: Sinar Grafika,
2006), hlm. 106
5. http://indonesiaindonesia.com/f/51170-bertanya-hukum-berzina-alquran-alhadis-ijma/
6. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt535549a353c3c/ancam-istri--suami-dihukumsatu-tahun-penjara