KAITAN ANTARA HUBUNGAN KONSULER DENGAN KONSUL KEHORMATAN

(1)

BAB II

KAITAN ANTARA HUBUNGAN KONSULER DENGAN KONSUL KEHORMATAN

A. Sejarah Hubungan Konsuler

1. Sebelum Konvensi Wina 1963

Manusia sebagai makhluk yang selalu hidup bermasyarakat sudah tentu tidak dapat hidup tanpa manusia lainnya, atau istilahnya zoon politikon menurut Aristoteles.29 Begitu juga dengan negara yang merupakan suatu organisasi besar terdiri dari sekumpulan masyarakat yang memiliki berbagai kepentingan, sudah tentu tidak bisa eksis tanpa berhubungan dengan negara lainnya. Setiap negara memiliki kepentingannya masing-masing yang terkadang, kepentingan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh negara itu sendiri. Oleh karena itu, negara tersebut harus berhubungan ataupun bekerjasama dengan negara lain untuk dapat memenuhi kepentingannya itu.

Salah satu kegiatan dalam rangka memenuhi kepentingan suatu negara adalah perdagangan,dimana kegiatan perdagangan ini biasanya dilakukan dengan negara lain. Pada abad ke-21 ini,perdagangan antarnegara merupakan hal yang signifikan. Apalagi didukung dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta transportasi yang telah meminimalisir hambatan-hambatan bagi kegiatan perdagangan antarnegara.


(2)

Apabila dilihat dari sejarahnya, sebelum dikenal istilah negara seperti yang kita kenal sekarang ini, di zaman Yunani Kuno telah terdapat kegiatan-kegiatan perdagangan yang dilakukan antar city-states. City-state atau negara kota melakukan perdagangan antara mereka satu sama lainnya atau dengan kota-kota lain di Timur Tengah. Akibat perkembangan kegiatan perdagangan antar

city-states ini kemudian lahirlah suatu lembaga konsuler. Tentu saja lembaga konsuler

yang lahir pada saat itu tidak sama dengan lembaga konsuler yang kita kenal sekarang ini kendati keduanya dapat dibandingkan.

Istilah proxenia pada zaman Yunani Kuno muncul dalam kegiatan perdagangan antar city-states sebagai seorang pejabat negara atau warga negara terkemuka yang dipercayakan oleh suatu negara asing untuk bertugas dan bertanggung jawab atas warga negara asing tersebut yang berkedudukan di negara sang pejabat atau warga negara terkemuka tersebut. Proxenia juga menggunakan semua koneksi dan pengaruhnya untuk mendukung persahabatan ataupun aliansi dengan city-state yang ia wakili. Contohnya adalah Cimon, seorang proxenia yang mewakili Sparta di Athena, ia telah melaksanakan tugasnya bahkan sebelum pecahnya perang Peloponnesia Pertama 30 (460 SM- sekitar 445 SM) hampir 2500 tahun yang lalu 31

30 Perang Peloponnesia Pertama (First Peloponnesia n Wa r) merupakan perang antara

Sparta dan Athena yang salah satu penyebanya adalah kecemburuan Sparta terhadap perkembangan Kekaisaran Athena.


(3)

Kemudian pada masa Romawi istilah bagi pejabat yang bertugas sebagai

proxenia ini disebut preator peregrinus.32

Kekaisaran Romawi kemudian jatuh tetapi kemudian segera disusul dengan berdirinya Kekaisaran Romawi Timur atau yang dikenal sebagai Byzantium dengan pusat pemerintahan di Konstantinopel dan Istanbul. Asas hukum personal ditemukan pada masa kejayaan Kekaisaran Romawi Timur ini. Pada masa itu di Byzantium banyak warga negara asing yang berkedudukan di sana, namun mereka tetap diperbolehkan memakai hukum nasionalnya masing-masing. Selain itu, para golongan warga asing di wilayah itu boleh mengangkat wakil khusus yang berasal dari golongan mereka sendiri sesuai dengan asal negaranya. Kemudian muncul suatu lembaga pengadilan khusus yang mengadili perselisihan yang terjadi antara para pedagang asing dengan warga negara Byzantium. Pejabat-pejabat yang diangkat sebagai hakim-hakim khusus bagi pedagang dan warga negara asing di luar negeri inilah yang kemudian disebut konsul.33

Selanjutnya hingga pada abad ke-12 dimana terjadi perpecahan di Semenanjung Italia yang memunculkan lagi pemerintahan negara-negara kota (city-states) yang telah berkembang, dimana dalam kegiatan perdagangannya telah melahirkan suatu konsul perniagaan yang memimpin persekutuan perniagaan dan mewakili kepentingannya di luar negeri,terutama di kota-kota pusat perdagangan seperti Milan dan Pisa. Perlu diketahui,aturan-aturan mengenai tugas-tugas konsul

32 S.L.Roy,Diploma si,Rajawa li,Ja karta,1995,hal.221,lihat juga Widodo,op.cit.,hal.185 33 Masyur Effendi, Hukum Diploma tik Interna siona l: Hubunga n Politik Beba s Aktif Asa s

Hukum Diploma tik da la m Era Keterga ntunga n Anta rba ngsa, Usaha Nasional ,Surabaya, 1995. hal.15


(4)

pada awalnya berkembang sekitar abad ke- 12, sebagian besar dalam bentuk kompilasi-kompilasi hukum laut.

Dinas konsuler yang terorganisasi secara sistematis dianggap penting untuk didirikan oleh negara-negara Eropa pada abad ke-13 dengan harapan agar dinas tersebut dapat melindungi warga negara asal pejabat konsuler yang berada di luar negeri. Konsul bukan lagi diangkat oleh para pendatang asing di antara mereka sendiri,melainkan diutus oleh negara masing- masing.

Raja Richard III pada tahun 1485, mengangkat seorang konsul di Florence yang merupakan Konsulat Kerajaan pertama. Oleh karena itu, semua warga Inggris yang berada di Florence tunduk pada hukum Inggris dan memiliki peradilan yang dijalankan oleh konsulat tersebut.34 Sementara itu di dalam berbagai catatan sejarah, selain di Eropa Barat dan Asia Barat, lembaga-lembaga kekonsuleran juga didirikan di wilayah Asia Timur. Dalam penelitian Resink, di Indonesia juga telah ada Lembaga Syahbandar yang keberadaannya dapat disejajarkan dengan lembaga kekonsuleran di Eropa.35

Peranan lembaga konsuler sedikit mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-17. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya antara lain karena berkembangnya sistem perwakilan diplomatik dan fungsi konsul di bidang hukum yang meliputi bidang sipil dan pidana sudah tidak sesuai lagi dengan kedaulatan teritorial negara penerima. Perubahan signifikan terhadap kekuasaan konsul ini

34 M.Sanwani Nasution,Penga nta r ke Hukum Interna siona l da la m Hubunga n Diploma tik,

Fakultas Hukum USU, Medan,1989, hal.12


(5)

mencapai puncaknya dengan dikeluarkannya sekumpulan peraturan menyangkut konsuler yaitu Ordonnance de la Marine,Colbert pada tahun 1681.36

Peranan lembaga konsul kembali berkembang pada abad ke-18. Perkembangan lembaga konsul ini sejalan dengan perdagangan internasional yang juga berkembang dengan pesatnya. Berbagai perubahan berkaitan dengan hal-hal yang diperlukan dalam fungsi konsuler telah membuat eksistensi lembaga konsuler kembali menonjol. Lembaga Konsuler resmi pertama dibuka di Perancis pada akhir abad ke-18, yang kemudian disusul oleh negara-negara lainnya. Perkembangan perwakilan konsuler, untuk selanjutnya terus mengalami perkembangan yang pesat bersamaan dengan perwakilan diplomatik untuk mengurus berbagai kegiatan perdagangan, transportasi dan warga negara mereka.37

Selanjutnya karena semakin signifikannya peran lembaga konsuler pada abad ke-19 dan ke-20 terutama dalam berbagai kegiatan perdagangan dan urusan masalah warga negara asing di berbagai negara, maka diperlukan suatu pengaturan yang terkodifikasi menyangkut pelaksanaan hubungan konsuler oleh lembaga konsul terutama kekebalan,hak istimewa dan status para konsul. Hal ini kemudian menjadi titik awal lahirnya suatu pengaturan tentang hubungan konsuler yang menjadi acuan bagi negara-negara dalam melakukan hubungan konsuler mereka satu sama lain.

36 http://untreaty.un.org/cod/avl/ha/vccr/vccr.html diakses tanggal 10 April 2013 37 Boer Mauna,op.cit,hal.573


(6)

Beberapa usaha persiapan dalam pengkodifikasian aturan-aturan internasional tentang konsuler, antara lain mengadopsi perjanjian-perjanjian yang bersifat regional, misalnya dalam Konferensi Negara-negara Amerika di Havana,Kuba pada tahun 1928 yang menghasilkan Convention on Consular

Agents (Konvensi mengenai Pejabat Konsuler). Setelah itu, meskipun dirasakan

perlu adanya pengaturan konsuler melalui instrumen internasional, belum ada usaha yang cukup menyangkut hal tersebut dan dibiarkan tertunda hingga hampir 20 tahun kemudian.

2. Lahirnya Konvensi Wina 1963

Pada 1949 Komisi Hukum Internasional memutuskan untuk menyertakan masalah hubungan konsuler dan kekebalan sebagai bagian dari rencana kodifikasi yang akan datang.

Pembahasan masalah tersebut dalam Komisi Hukum Internasional dimulai sejak tahun 1955,tepatnya pada pertemuan ketujuh yang diadakan di Jenewa,Swiss pada tanggal 2 Mei-8 Juli 1955. Dimana pada saat itu Komisi Hukum Internasional mengangkat seorang Rapporteur khusus bernama Mr. Jaroslav Zourek untuk meninjau masalah tersebut dan membuat rancangan peraturan yang berdasarkan jus cogens,hukum internasional maupun hukum nasional.

Selanjutnya rancangan peraturan tersebut dibagi ke dalam empat bagian berupa; hubungan konsuler dan kekebalan, hak-hak istimewa konsuler, status hukum konsul-konsul kehormatan beserta hak-hak istimewa dan kekebalannya,


(7)

dan ketentuan umum. Rancangan peraturan tersebut juga dilengkapi dengan komentar-komentar dan kemudian diserahkan ke negara-negara anggota untuk dilakukan observasi dalam beberapa tahap negosiasi.

Pada pertemuan ke-12 yang diadakan pada 25 April-1 July 1960, Komisi menetapkan bahwa pasal-pasal yang menyangkut konsul karir juga berlaku bagi konsul kehormatan.38 Rencana terakhir konvensi mengenai Hubungan Konsuler telah dimajukan kepada Majelis Umum PBB dalam tahun 1961. Melalui Resolusi 1685 (XVI),Majelis Umum PBB telah menyetujui rancangan yang diusulkan dan memutuskan untuk menyelenggarakan konferensi pada Maret 1963.

Konferensi PBB mengenai Hubungan Konsuler diselenggarakan di Wina, Austria mulai tanggal 4 Maret hingga 22 April 1963 yang dihadiri oleh wakil dari 95 negara. Setelah melalui pertimbangan matang, pada 18 April 1963 konferensi telah menyetujui rancangan terakhir Konvensi mengenai Hubungan Konsuler termasuk kedua Protokol Pilihan sebagaimana juga terjadi pada Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik. Perumusan Konvensi yang telah dilakukan secara teliti dan rinci ini bahkan dianggap lebih panjang dibandingkan Konvensi Wina 1961. Akta finalnya ditandatangani pada 24 Aril 1963 dan dinyatakan berlaku efektif pada tanggal 19 Maret 1967. Selanjutnya ada 117 negara yang telah meratifikasi dan aksesi, 40 di antaranya telah menjadi pihak dalam Protokol Pilihan tentang Kewajiban untuk Menyelesaikan Sengketa.39

38 http://untreaty.un.org/cod/avl/ha/vccr/vccr.html

39 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diploma tik Teori da n Ka sus, P.T. Alumni, Bandung,


(8)

Indonesia telah meratifikasi Konvensi tersebut dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1982 pada tanggal 25 Januari 1982.

Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler memiliki 79 pasal dan digolongkan ke dalam lima bab. Bab Pertama mulai dari pasal 2 hingga pasal 27 merupakan cara-cara mengadakan hubungan konsuler beserta tugas-tugas konsul. Mengenai kekebalan dan keistimewaan konsuler diatur di dalam Bab Kedua (Pasal 28-57). Lembaga Konsul Kehormatan mendapatkan pengaturannya sendiri dalam Bab Ketiga (Pasal 58-67) termasuk mengenai kantor, kekebalan dan keistimewaannya. Bab Keempat (Pasal 69-73) berisi ketentuan-ketentuan umum misalnya mengenai pelaksanaan tugas-tugas konsuler oleh perwakilan diplomatik, hubungan konvensi ini dengan persetujuan internasional lainnya dan sebagainya. Bab kelima adalah mengenai ketentuan-ketentuan final seperti penandatangan, ratifikasi dan aksesi, mulai berlakunya, dan lain-lain.

B. Pembukaan Hubungan Konsuler

Mengenai pembukaan hubungan konsuler yang hendak dilakukan antarnegara,Konvensi Wina 1963 mengaturnya dalam Pasal 2 yaitu sebagai berikut:

1) The establishment of consular relations between States takes place by

mutual consent.

2) The consent given to the establishment of diplomatic relations between two

States implies, unless otherwise stated, consent to the establishment of consular relations.

3) The severance of diplomatic relations shall not ipso facto involve the

severance of consular relations.


(9)

Dengan demikian dapat diketahui hal yang paling utama dalam pembukaan hubungan konsuler yaitu adanya mutual consent atau kesepakatan bersama antara negara-negara yang bersangkutan (Pasal 2 ayat (1)). Tidak berbeda dengan pembukaan hubungan diplomatik yang juga mengharuskan adanya kesepakatan bersama antarnegara. Kesepakatan bersama antarnegara ini dapat juga berarti pelaksanaan hubungan konsuler antara negara-negara yang bersangkutan berlaku secara timbal balik. Biasanya kesepakatan bersama ini tertuang dalam bentuk joint

communike (komunike bersama).

Dalam Pasal 2 ayat (2) di atas menyatakan bahwa persetujuan yang diberikan terhadap pembukaan hubungan diplomatik antara kedua negara yang bersangkutan berlaku juga terhadap pembukaan hubungan konsuler,kecuali dinyatakan lain. Hal ini berarti, apabila kedua negara telah membuka hubungan diplomatik sebelumnya maka sudah termasuk juga pembukaan hubungan konsuler. Kecuali ada pernyataan oleh negara-negara yang bersangkutan bahwa kesepakatan bersama dalam pembukaan hubungan diplomatik tidak termasuk untuk pembukaan hubungan konsuler.

Pemutusan hubungan diplomatik tidak berakibat ipso facto40 terhadap pemutusan hubungan konsuler (Pasal 2 ayat(3)). Maksudnya yaitu apabila terjadi pemutusan hubungan diplomatik antarnegara yang bersangkutan, tidak menyebabkan putusnya hubungan konsuler antar kedua negara tersebut.

40 Ipso facto dapat diartikan sebagai “berpengaruh langsung” atau “meghasilkan efek langsung” terhadap suatu tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Ipso_facto diakses pada 25 Juli 2013.


(10)

Gerharld von Glahn menambahkan satu persyaratan utama selain kesepakatan bersama dalam menjalin hubungan konsuler antarnegara, yaitu diperlukan juga adanya persetujuan antara negara penerima dengan negara pengirim untuk melaksanakan hubungan konsuler berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku.41

Setelah hubungan konsuler terjalin antar kedua negara, maka hal yang harus diperhatikan selanjutnya yaitu mengenai pembukaan kantor konsuler di wilayah negara penerima. Perlu diketahui bahwa perwakilan konsuler dapat didirikan di wilayah yang tidak berdaulat atau di wilayah yang belum diakui.42 Misalnya negara-negara yang belum mempunyai pemerintahan sendiri atau yang berada di bawah kedaulatan asing.

Apabila dalam pembukaan hubungan konsuler antarnegara diperlukan adanya kesepakatan bersama (mutual consent) antara negara-negara yang bersangkutan, maka begitu juga dengan pembukaan kantor konsuler di wilayah negara penerima yang memerlukan adanya persetujuan dari negara tersebut (State’s consent). Dari sini kita dapat melihat bahwa kesepakatan bersama dalam pembukaan hubungan konsuler berbeda dan tidak termasuk dengan persetujuan negara penerima dalam hal pembukaan kantor konsuler.Pasal 4 ayat 1 Konvensi Wina 1963 menyatakan sebagai berikut; “A consular post may be established in

the territory of the receiving State only with that State’s consent.”

41 Gerhard von Glahn,op.cit.hal.235

42Mohd. Burhan Tsani, Hukum da n Hubunga n Interna siona l, Liberty, Yogyakarta, 1990,


(11)

Hal ini berarti dalam pembukaan kantor konsuler, suatu negara (negara pengirim) yang hendak membuka perwakilan konsulernya di negara lain (negara penerima) memerlukan adanya persetujuan tersendiri dari negara yang menjadi negara penerima.

Mengenai masalah kedudukan kantor konsuler, tingkatan dan wilayah kerjanya harus dilaksanakan oleh negara pengirim dan harus tunduk pada ketentuan dan persetujuan negara penerima. Pasal 4 ayat (2) dengan tegas menyatakan sebagai berikut; The seat of the consular post, its classification and the consular district shall be established by the sending State and shall be subject

to the approval of the receiving State.

Sampai saat ini belum ada pedoman baku menyangkut persoalan-persoalan aturan teknis misalnya seperti pengangkatan kepala kantor konsuler dan siapa yang berhak mengangkatnya. Hal-hal tersebut banyak ditentukan oleh hukum nasional masing-masing negara.

Di Indonesia sendiri dalam hal membuka hubungan konsuler dengan negara lain, ditetapkan oleh presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan pembukaan kantor konsuler di negara lain ditetapkan dengan keputusan presiden. Keduanya terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang bunyinya;

1) Pembukaan dan pemutusan hubungan diplomatik atau konsuler dengan negara lain serta masuk ke dalam atau keluar dari keanggotaan organisasi internasional ditetapkan oleh Presiden dengan memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat.


(12)

2) Pembukaan dan penutupan kantor perwakilan diplomatik atau konsuler di negara lain atau kantor perwakilan pada organisasi internasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pembukaan kantor konsuler di Indonesia memiliki mekanisme sebagai berikut :

1. Persetujuan negara penerima (RI) dapat berupa nota atau nota diplomatik, apabila nota pemberitahuan tentang pembukaan perwakilan konsuler ditandatangani oleh kepala negara atau menteri luar negeri negara pengirim (asing) maka nota persetujuan yang disampaikan sebaga jawabannya ditandatangani oleh Kepala Negara RI atau didelegasikan pada Menteri Luar Negeri RI. Apabila antara negara pengirim dengan negara RI (penerima) telah menjalin hubungan diplomatik, tetapi secara tegas disebutkan bahwa pembukaan perwakilan diplomatik tidak termasuk pembukaan kantor konsuler, maka persetujuan antara negara penerima dengan pengirim tentang pembukaan perwakilan konsuler tersebut dapat pula hanya ditandatangani oleh kepala perwakilan diplomatik negara pengirim yang ada di Jakarta. Jika demikian jawaban atas permohonan akan disampaikan oleh Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler atas nama Menteri Luar Negeri RI.

2. Nota diplomatik dari negara pengirim perwakilan konsuler tersebut harus berisi tentang ; keinginan negara tersebut untuk membuka perwakilan konsuler di wilayah RI disertai dengan dasar alasannya, rencana tempat kedudukan kantor konsuler, bentuk/tingkat perwakilan yang akan dibuka.


(13)

3. Prosedur penyampaian permohonan dan jawaban nota diplomatik atau nota di Indonesia dalam rangka pembukaan perwakilan konsuler adalah:

(a)Nota diplomatik diajukan ke Deplu RI u.p. (c.q) Direktorat Fasilitas Diplomatik (Ditfasdip), dari bagian ini dilanjutkan ke bagian-bagian lain dalam Deplu misalnya Dirjen Politik dan Dirjen Sosial Budaya dan Penerangan, selanjutnya nota tersebut dibahas pihak-pihak yang terkait. (b)Nota dari Dirjen Hubungan Sosial Budaya dan Penerangan diteruskan

pada instansi terkait misalnya Mabes TNI, dan BIN untuk dibahas olehnya dari segi politik da keamanan yang berkaitan erat dengan rencana pembukaan kantor konsuler tersebut.

(c)Apabila permohonan tersebut dianggap sangat penting dan mendesak,maka secara khusus Deplu RI akan mengadakan rapat koordinasi untuk segera membahasnya.

(d)Instansi-instansi yang terkait dan diserahi nota tersebut setelah melakukan pembahasan akan segera membuat jawaban yang berisi pendapat dan saran serta kesimpulantentang diterima atau ditolaknya permohonan tersebut ditelaah dari sisi polotik dan keamanan RI. Berdasar jawaban inilah Dirjen Hubungan Sosial Budaya dan Penerangan serta Dirjen Politik Departemen Luar Negeri RI membuat nota diplomatik yang merupakan jawaban atas permohonan tersebut kepada Direktorat Fasilitas Diplomatik. Berpola pada beberapa langkah


(14)

yang harus dilewati tersebut baru nota diplomatik yang berisi tentang diterima atau ditolaknya permohonan dapat diterbitkan.43

C. Klasifikasi Pejabat Konsuler Menurut Konvensi Wina 1963

Pejabat Konsuler dibagi ke dalam dua kategori sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) Konvensi Wina 1963,yaitu sebagai berikut:

“Consular officers are of two categories, namely career consular officers and honorary consular officers. The provisions of Chapter II of the present Convention apply to consular posts headed by career consular officers, the provisions of Chapter III govern consular posts headed by honorary consular

officers.

Dengan menelaah kutipan pasal di atas, dapat dipahami Konvensi Wina 1963 membagi pejabat konsuler ke dalam dua kategori yaitu Pejabat Konsuler Karir dan Pejabat Konsuler Kehormatan. Selain itu ketentuan peraturan yang berlaku mengenai kekebalan dan hak-hak istimewa bagi keduanya ditempatkan dalam chapter yang berbeda dalam konvensi ini, dimana ketentuan mengenai kantor konsuler yang dikepalai Pejabat Konsuler Karir terdapat dalam Chapter II konvensi, sedangkan mengenai kantor konsuler yang dikepalai Pejabat Konsul Kehormatan ketentuannya terdapat di Chapter III konvensi. Meskipun begitu ada beberapa ketentuan yang berlaku bagi Pejabat Konsul Karir,berlaku juga bagi Pejabat Konsul Kehormatan.

Konvensi Wina 1963 tidak memberikan definisi atau batasan yang jelas mengenai Pejabat Konsul Karir maupun Pejabat Konsul Kehormatan,serta perbedaan di antara keduanya. Perlu diketahui bahwa Pejabat Konsul Karir dan

43 Masyur Effendi,Hukum Konsuler Hukum Diploma tik serta Ha k da n Kewa jiba n Wa kil


(15)

Pejabat Konsul Kehormatan keduanya memiliki status hukum yang berbeda menyangkut masalah kekebalan dan hak-hak istimewa.

Penggunaan istilah Konsul Kehormatan (honorary consul) tidak memiliki pengertian yang sama menurut hukum di setiap negara. Dalam beberapa kasus, terdapat standar yang menentukan bahwa pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tugas konsulernya tidak menerima bayaran. Namun ada juga hukum lainnya, yang secara jelas mengakui bahwa Konsul Karir juga memiliki kemungkinan dibayar ataupun tidak dibayar,dan yang menjadi dasar perbedaan antara Konsul Karir dengan Konsul Kehormatan adalah fakta bahwa Konsul Karir merupakan pejabat yang dikirim ke luar negeri sementara Konsul kehormatan adalah pejabat yang diangkat dari penduduk lokal negara di mana pos konsuler itu ditempatkan (negara asing).

Menurut beberapa batasan yang terdapat dalam peraturan-peraturan lainnya mengenai konsuler, istilah Konsul Kehormatan merupakan seorang wakil yang bukan merupakan warga negara dari negara pengirim.Wakil ini disamping melaksanakan tugas-tugas resminya, juga berwenang untuk melakukan pekerjaan lain yang menguntungkan bagi dirinya,tidak masalah apakah ia benar-benar melakukan pekerjaan lain itu atau tidak.

Dalam hal pemberian kekebalan konsuler, beberapa negara menganggap konsul kehormatan sebagai perwakilan yang memiliki kewarganegaraan apapun,dan disamping melaksanakan fungsi kekonsulerannya juga memiliki pekerjaan atau profesi yang menguntungkan dirinya. Selanjutnya,banyak negara


(16)

menganggap konsul-konsul yang bukan merupakan konsul karir sebagai konsul kehormatan.44

Dapat disimpulkan,beberapa perbedaan yang prinsip antara Pejabat Konsul Karir dengan Pejabat Konsul Kehormatan,antara lain:

1. Pejabat Konsul Karir menerima gaji dan pensiun, sedangkan Pejabat Konsul Kehormatan tidak menerima gaji namun dalam beberapa praktik, menerima hak-hak honorarium yang merupakan imbalan jasa dari tugas-tugas yang telah dilaksanakannya (hak conselary).

2. Pejabat Konsul Karir diangkat dari warga negara sendiri, sedangkan Pejabat Konsul Kehormatan tidak perlu dari warga negaranya sendiri, dapat saja seorang pengusaha sukses dari negara di mana pos konsuler itu ditempatkan.

3. Pejabat Konsul Karir merupakan pegawai tetap dari departemen luar negeri negara pengirim,sedangkan Pejabat Konsul Kehormatan bisa saja diangkat dari warga negara penerima.

4. Pejabat Konsul Karir membayar pajak di negara pengirimnya dan tidak diperkenankan mengerjaka tugas lain,sedangkan Pejabat Konsul Kehormatan membayar pajak di negaranya sendiri dan boleh merangkap jabatan lain.

5. Kekebalan dan keistimewaan yang diberikan kepada Pejabat Konsul Karir beserta anggota-anggota keluarganya,tidak diberikan kepada anggota-anggota keluarga dari Pejabat Konsul Kehormatan.

44 Dra ft Articles on Consula r Rela tions, with commenta ries 1961, Copyright United


(17)

6. Pertukaran dan atau pengiriman kantong-kantong konsuler (consuler bags) antara dua pos konsuler yang dipimpin oleh pejabat-pejabat Konsul Kehormatan di negara yang berbeda45,tidak diperkenankan dibuka tanpa persetujuan dari kedua negara penerima yang bersangkutan.46

D. Pengangkatan Konsul Kehormatan

Suatu negara dapat mengangkat seorang warga negara asing untuk mengepalai suatu kantor konsulatnya. Warga negara asing yang diangkat biasanya adalah seorang usahawan setempat, di mana kantor konsulat dibuka, yang memiliki hubungan baik dan pengalaman yang erat dengan negara yang mengangkatnya. Warga negara asing setempat yang mengepalai kantor konsulat suatu negara itulah yang disebut Konsul Kehormatan (honorary consul).

Dalam Konvensi Wina 1963 tidak terdapat perbedaan dalam pengaturan mengenai pengangkatan kepala-kepala kantor konsuler,baik bagi yang dikepalai oleh Konsul Karir maupun yang dikepalai oleh Konsul Kehormatan. Pasal 10 konvensi menyatakan sebagai berikut :

1) Heads of consular posts are appointed by the sending State and are

admitted to the exercise of their functions by the receiving State.

2) Subject to the provisions of the present Convention, the formalities for the

appointment and for the admission of the head of a consular post are determined by the laws, regulations and usages of the sending State and of the receiving State respectively.

45 Pasal 58 ayat (4) Konvensi Wina 1963

46 Syahmin,A.K,Hukum Diploma tik Da la m Kera ngka Studi Ana lisis,PT RajaGrafindo


(18)

Kepala-kepala kantor konsuler diangkat oleh negara pengirim dan diakui oleh negara penerima untuk melaksanakan fungsi-fungsi konsulernya (Pasal 10 ayat (1)). Dengan tetap tunduk kepada ketentuan-ketentuan konvensi ini, formalitas dalam pengangkatan dan pengakuan kepala kantor konsuler ditentukan oleh hukum, peraturan-peraturan dan kebiasaan-kebiasaan masing-masing di negara pengirim dan negara penerima ( Pasal 10 ayat (2)).

Hal-hal formalitas dalam pengangkatan dan pengakuan kepala kantor konsuler ini berkaitan dengan antara lain; siapa pejabat di negara pengirim yang berwenang mengangkat kepala kantor konsuler dan siapa pejabat di negara penerima yang berwenang memberikan pengakuan kepada kepala kantor konsuler untuk melaksanakan fungsinya. Selain itu prosedur pengangkatan dan pengakuan kepala kantor konsuler juga termasuk dalam formalitas yang ditentukan oleh negara pengirim dan penerima. Meskipun begitu, ketentuan yang berkaitan dengan pengangkatan dan pengakuan kepala kantor konsuler ini harus diterapkan secara seragam tanpa diskriminasi antara negara satu dengan yang lain. Misalnya pada negara A pejabat yang berwenang memberi eksekuatur kepala perwakilan konsuler setingkat konsulat Jenderal dari negara B adalah presiden dengan prosedur baku sebagaimana ditentukan negara A, maka ketentuan tersebut harus diterapkan konsisten pada pemberian eksekuatur kepala perwakilan konsuler yang tingkatannya sama dengan negara B yang berasal dari negara C,negara D,atau negara E.47


(19)

Kepala kantor konsuler yang diangkat oleh negara pengirim harus disertai dengan suatu dokumen dalam bentuk komisi (comission). Sebutan lainnya untuk dokumen ini, selain komisi konsuler, dalam bahasa Perancis disebut sebagai lettre

de provision, lettre patente,commission consulaire, atau Surat Tauliah48.

Mengenai dokumen yang menyertai pengangkatan kepala kantor konsuler ini terdapat dalam Pasal 11 Konvensi Wina 1963 sebagai berikut.

1) The head of a consular post shall be provided by the sending State with a

document, in the form of a commission or similar instrument, made out for each appointment, certifying his capacity and showing, as a general rule, his full name, his category and class, the consular district and the seat of the consular post.

2) The sending State shall transmit the commission or similar instrument

through the diplomatic or other appropriate channel to the Government of the State in whose territory the head of a consular post is to exercise his functions.

3) If the receiving State agrees, the sending State may, instead of a

commission or similar instrument, send to the receiving State a notification containing the particulars required by paragraph 1 of this article.

Pada Pasal 11 ayat (1) di atas dapat diketahui selain dalam bentuk surat komisi konsuler,dokumen yang menyertai pengangkatan kepala kantor konsuler juga dapat berupa instrumen lain yang dapat dipersamakan dengan surat komisi tersebut. Surat tersebut dibuat oleh negara pengirim pada setiap kali terjadi pengangkatan kepala kantor konsuler. Surat komisi konsuler berisi tentang nama lengkap kepala kantor konsuler,wilayah kerja dari kantor konsuler yang dikepalainya,klasifikasi konsulernya serta tempat kedudukan dari kantor konsuler yang dikepalainya.

48 Istilah Surat Tauliah terdapat dalam Undang -Undang No.37 Tahun 1999 tentang


(20)

Pengiriman dokumen pengangkatan kepala kantor konsuler oleh negara pengirim ke negara penerima,dilakukan melalui saluran diplomatik (apabila antara negara pengirim dan penerima perwakilan konsuler telah menjalin hubungan diplomatik. Apabila hal tersebut tidak memungkinkan atau antara kedua negara belum menjalin hubungan diplomatik, maka pengiriman dokumen-dokumen tersebut dapat dilakukan melalui saluran lain yang pantas dan disepakati oleh kedua negara (Pasal 11 ayat (2)) .

Selain surat komisi atau instrumen lain yang dapat dipersamakan, apabila negara penerima setuju, negara pengirim boleh mengirimkan suatu pemberitahuan atau notifikasi kepada negara penerima berisi hal-hal tertentu yang diperlukan seperti yang disebutkan ayat (1) pasal ini,yaitu nama lengkap,klasifikasi konsuler,serta wilayah dan kedudukan konsuler (Pasal 11 ayat (3)).

Apabila dalam pengangkatan kepala kantor konsuler harus dilengkapi dengan suatu dokumen ataupun pemberitahuan oleh negara pengirim, maka dalam hal pemberian pengakuan kepada kepala kantor konsuler tersebut oleh negara penerima dikeluarkanlah suatu eksekuatur (exequatur). Eksekuatur ini merupakan persetujuan atau kesepakatan yang diberikan oleh negara penerima perwakilan konsuler atas seorang calon kepala perwakilan konsuler dari negara pengirim, untuk menerima pengangkatannya sehingga kepala kantor konsuler tersebut dapat mulai melaksanakan tugas-tugasnya setelah ia memperoleh eksekuatur tersebut. Berikut terdapat dalam Pasal 12 Konvensi Wina 1963.

1) The head of a consular post is admitted to the exercise of his functions by

an authorization from the receiving State termed an exequatur, whatever the form of this authorization.


(21)

2) A State which refused to grant an exequatur is not obliged to give to the sending State reasons for such refusal.

3) Subject to the provisions of articles 13 and 15, the head of a consular post

shall not enter upon his duties until he has received an exequatur.

Suatu negara yang menolak untuk mengeluarkan eksekuatur tidak memiliki kewajiban untuk memberitahukan alasan penolakan pemberian eksekuatur tersebut kepada negara pengirim (Pasal 12 ayat (2)).Apabila seorang kepala kantor konsuler belum menerima eksekuatur,ia tidak diperkenankan untuk melaksanakan tugas-tugas kekonsulerannya,hal ini ditegaskan dalam Pasal 12 ayat (3). Namun di dalam Konvensi Wina 1963 juga dikenal istilah pengakuan

sementara atau ‘provisional admission’ ataupun eksekuatur sementara. Apabila

terjadi penundaan dalam pengeluaran eksekuatur, kepala kantor konsuler diberikan pengakuan sementara agar tetap dapat melaksanakan fungsi konsulernya. Meskipun sifatnya sementara, namun apabila pengakuan atau eksekuatur tersebut telah diberikan oleh negara penerima, seluruh ketentuan Konvensi Wina 1963 atau ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengan hubungan konsuler sudah dianggap berlaku sebagaimana mestinya. Pengakuan sementara ini diatur dalam Pasal 13 konvensi;“P ending delivery of the exequatur, the head of a consular post may be admitted on a provisional basis to the exercise of his

functions. In that case, the provisions of the present Convention shall apply.

Selanjutnya Pasal 14 Konvensi Wina 1963 menyatakan sebagai berikut;

As soon as the head of a consular post is admitted even provisionally to the

exercise of his functions, the receiving State shall immediately notify the competent authorities of the consular district. It shall also ensure that the necessary measures are taken to enable the head of a consular post to carry out


(22)

the duties of his office and to have the benefit of the provisions of the present

Convention.

Bahwa segera setelah kepala kantor konsuler memperoleh pengakuan untuk melaksanakan fungsi-fungsinya bahkan pengakuan yang bersifat sementara sekalipun, negara penerima harus secepatnya memberitahukan tentang hal tersebut kepada pihak berkuasa yang berwenang (maksudnya pemerintah daerah) di daerah konsuler terkait. Harus dipastikan bahwa tindakan-tindakan yang penting harus dilakukan agar memudahkan kepala kantor konsuler menjalankan tugas-tugas kekonsulerannya.

E. Ruang Lingkup Hubungan Konsuler oleh Konsul Kehormatan Jerman di Medan

1. Pembukaan Konsulat Kehormatan Jerman di Medan

Indonesia dan Republik Federal Jerman (Jerman Barat) telah resmi menjalin hubungan diplomatik sejak tahun 1952 dengan diresmikannya Kantor Perwakilan Tetap di Bonn (ibukota Jerman Barat saat itu) dan sebuah Konsulat juga diresmikan pada tahun yang sama. Dilanjutkan dengan peresmian K edutaan Besar Republik Indonesia di Bonn pada tahun 1954. Tahun 1973 Indonesia juga mendirikan sebuah Kantor Perwakilan Tetap untuk Republik Demokrat Jerman (Jerman Timur) di Berlin bagian timur, yang kemudian ditingkatkan menjadi sebuah Kedutaan pada tahun 1976.49

49 http://kemlu.go.id/berlin/Pages/AboutUs.aspx?IDP=5&l=id diakses pada tanggal 18


(23)

Akibat kekalahannya dalam Perang Dunia II, pada 1945 wilayah Jerman terbagi menjadi dua wilayah. Wilayah Jerman Barat yang diduduki dan dikontrol oleh Perancis,Amerika Serikat, dan Inggris sementara wilayah Jerman Timur merupakan zona kedudukan Uni Soviet. Pada pertengahan tahun 1980-an Penyatuan kembali Jerman oleh rakyat Jerman Barat dan Timur secara luas dianggap sebagai suatu cita-cita atau harapan tinggi tak terhingga yang sulit dicapai. Namun harapan untuk Penyatuan kembali Jerman tiba-tiba muncul kembali dengan reformasi politik yang digelindingkan oleh pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev di tahun 1985. Setelah ini angin perubahan mulai berhembus di Blok Timur, dan memunculkan harapan baru di dalam Jerman Timur.

Pada bulan Agustus 1989, pemerintahan reformis Hongaria menghilangkan peraturan ketat di perbatasannya dengan Austria dan pada September lebih dari 13.000 warga Jerman Timur bisa melarikan diri ke Jerman Barat melalui Hongaria. Hal ini memicu jatuhnya kabinet Jerman Timur yang disusul dengan diruntuhkannya Tembok Berlin yang merupakan pemisah antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Negara Jerman secara resmi dipersatukan kembali pada tanggal 3 Oktober 1990 ketika enam negara bagian Jerman Timur (Bundesländer); Brandenburg, Mecklenburg-Vorpommern, Sachsen, Sachsen-Anhalt, Thüringen, dan Berlin bersatu secara resmi bergabung dengan Republik Federal Jerman (Jerman Barat). 50

Pemerintah Indonesia termasuk di dalam negara yang menyokong penuh proses penyatuan kembali Jerman pada tahun 1990. Yang berdampak pada


(24)

penyesuaian kedua KBRI (Jerman Timur dan Barat) mengikuti perkembangan terkini. Berdasarkan Dekrit Presiden No. 2 tahun 1991 tertanggal 17 Januari 1991 maka KBRI di Berlin Timur dan Konsulat di Berlin Barat ditutup. Selanjutnya Perwakilan Indonesia di Berlin menjadi Konsulat Jenderal RI. Pada tahun 1999 Kedutaan Besar Republik Indonesia yang berkedudukan di Bonn pindah ke ke Berlin. Konsulat Jenderal RI yang berkedudukan di Berlin ditutup dan untuk selanjutnya pindah ke kota Frankfurt am Main.

Saat ini perwakilan Indonesia di Jerman terdiri dari sebuah KBRI yang terletak di Berlin,dua Konsulat Jenderal yang berada di Frankfurt dan Hamburg,dan enam Konsulat Kehormatan yang masing-masing terletak di Bremen, Düesseldorf,Hannover,K iel, München ,dan Baden-Baden.51

Sedangkan Republik Federal Jerman (Jerman Barat) juga telah membuka Kedutaan Besar Republik Federal Jerman di Jakarta pada tahun 1952. Pada saat ini perwakilan Jerman di Indonesia selain Kedutaan Besar yang terletak di Jakarta juga terdapat tiga Konsulat Kehormatan Jerman yang masing-masing terletak di Surabaya, Denpasar,dan Medan.52

Konsulat Kehormatan Jerman di Medan dibuka pada tanggal 16 Desember 2010. Saat ini Konsulat Kehormatan Jerman di Medan dikepalai oleh seorang warga negara Indonesia yang diangkat oleh Republik Federal Jerman sebagai Pejabat Konsul Kehormatan, yaitu Liliek Darmadi,Dipl.Ing.MM.

51 http://www.kemlu.go.id/Pages/MissionDisplay.aspx?IDP=104&l=id diakses tanggal 18

April 2013

52http://www.jakarta.diplo.de/Vertretung/jakarta/id/03_20Botschaft/Oeffnungszeiten/Oeffn


(25)

Jerman membuka kantor Konsulat Kehormatan di Medan karena adanya kebutuhan akan kantor konsulat yang signifikan, untuk menangani urusan-urusan kekonsuleran Jerman di Medan dan wilayah-wilayah yang termasuk yurisdiksinya. Namun untuk membuka suatu konsulat yang dikepalai oleh Pejabat Konsul Karir dianggap kurang efisien dan membutuhkan terlalu banyak biaya, karena untuk menjalankan fungsinya Pejabat Konsul Karir mempunyai beberapa pegawai pelaksana, staf administrasi, staf teknis dan staf-staf pelayan lainnya. Selain itu Pejabat Konsul Karir adalah warga negara pengirim yang berarti merupakan warga negara Jerman,sudah tentu mengenai tempat tinggal dan keperluannya yang lain selama bertugas ditanggung oleh pemerintah Jerman sendiri.

Sedangkan Pejabat Konsul Kehormatan,selain tidak menerima gaji, dalam menjalankan tugasnya tidak memerlukan banyak pegawai dan staf,bisa bekerja sendiri ataupun hanya mengangkat satu atau dua staf saja.Pejabat Konsul Kehormatan biasanya adalah warga negara setempat dari negara penerima di mana Konsulat dibuka,sehingga pemerintah Jerman tidak perlu menanggung masalah tempat tinggalnya.53

Dalam subbab sebelumnya mengenai pembukaan hubungan konsuler, menurut Pasal 2 ayat (2) Konvensi Wina 1963 bahwa apabila dua negara telah setuju untuk mengadakan hubungan diplomatik maka persetujuan tersebut juga berlaku untuk mengadakan hubungan konsuler,kecuali dinyatakan lain. Indonesia dan Jerman resmi menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1952, yang diikuti

53 Liliek Darmadi, Konsul Kehormatan Jerman, Wa wa nca ra , Konsulat Kehormatan Jerman


(26)

dengan Indonesia membuka Kantor Perwakilan Tetap (yang kemudian ditingkatkan menjadi KBRI) di Bonn dan sebuah Konsulat. Pada tahun yang sama, Jerman juga membuka Kedutaan Besar Republik Federal Jerman di Jakarta.

Berdasarkan penjelasan di atas,dapat dipahami bahwa antara Indonesia dan Jerman sudah mengadakan hubungan diplomatik dan konsuler. Bila kedua negara telah mengadakan hubungan konsuler dan ingin membuka kantor perwakilan, mengacu pada Pasal 4 ayat (1) Konvensi Wina 1963,maka diperlukan persetujuan dari negara tempat kantor tersebut akan dibuka. Oleh karena itu,dalam pembukaan Konsulat Kehormatan Jerman di Medan, yang diperlukan adalah persetujuan atau izin dari Indonesia untuk Jerman membuka konsulatnya di dalam wilayah Indonesia.

Persetujuan atau izin tersebut diperoleh melalui mekanisme pembukaan kantor konsulat di Indonesia yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, yaitu adanya nota pemberitahuan oleh negara pengirim, dalam hal ini Jerman, berupa Nota Kedutaan Besar No. 536/2009 tanggal 2 Juli 2009 tentang permohonan pembukaan konsulat,jurisdiksi dan tempat kedudukan serta penunjukan Saudara Liliek Darmadi sebagai Konsul Kehormatan Jerman , yang dikirim ke Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. Kemudian setelah melalui beberapa tahap, Kemenlu mengeluarkan nota diplomatik balasan yang menyetujui permohonan tersebut dan sekaligus memberikan pengakuan sementara (exequatur sementara) kepada Konsul Kehormatan Jerman di Medan.54

54 Dapat di lihat dalam Nota Diplomatik balasan dari Kemenlu RI kepada Kedubes Jerman


(27)

2. Pengangkatan Konsul Kehormatan Jerman di Medan

Mengenai pengangkatan Konsul Kehormatan Jerman di Medan, mengacu pada Pasal 10 Konvensi Wina 1963. Dimana hal-hal yang utama yaitu mengenai pengangkatan Konsul Kehormatan oleh negara pengirim dan pengakuan terhadap Konsul Kehormatan tersebut oleh negara penerima. Meskipun tetap tunduk kepada ketentuan Konvensi Wina 1963, formalitas mengenai pengangkatan dan pengakuan tersebut ditentukan oleh hukum,peraturan-peraturan,dan kebiasaan dari negara pengirim maupun negara penerima. Biasanya terdapat semacam perjanjian antara kedua negara yang mengatur formalitas tersebut. Namun antara Indonesia dan Jerman sampai saat ini belum ada membuat perjanjian yang mengatur formalitas pengangkatan dan pemberian pengakuan bagi konsul-konsul kedua negara.

Oleh karena itu, dapat dianggap bahwa pengangkatan Konsul Kehormatan Jerman berdasarkan hukum Jerman dan pemberian pengakuan terhadap Konsul Kehormatan Jerman oleh pemerintah Indonesia berdasarkan hukum Indonesia. Termasuk siapa yang berwenang mengangkat Konsul Kehormatan di Jerman dan siapa yang berwenang memberikan pengakuan kepada Konsul Kehormatan di Indonesia serta prosedurnya menurut hukum negara masing-masing yang tidak melenceng dari ketentuan Konvensi Wina 1963.

Menurut Gesetz über die Konsularbeamten, ihre Aufgaben und Befugnisse (Undang-Undang tentang Pejabat Konsuler,Fungsi-fungsi dan Kewenangannya) disingkat Konsulargesetz atau Undang-Undang Konsuler, Pasal 21 mengenai pengangkatan Konsul Kehormatan menyatakan sebagai berikut;


(28)

1) Zu Honorarkonsularbeamten können sowohl Deutsche wie Ausländer ernannt werden.

2) Vor der Ernennung zum Honorarkonsularbeamten ist insbesondere

zu prüfen, ob der Bewerber nach seiner P ersönlichkeit, seiner beruflichen Erfahrung, seiner Stellung im Empfangsstaat, seiner Vertrautheit mit den Verhältnissen in dem für ihn vorgesehenen Konsularbezirk und seinen Sprachkenntnissen für das Amt geeignet erscheint.

Wird ein Ausländer ernannt, so hat er folgendes Gelöbnis zu leisten: " Ich gelobe, meine Amtspflichten als Honorarkonsularbeamter der Bundesrepublik Deutschland nach den für mein Amt maßgebenden

Gesetzen und Weisungen treu und gewissenhaft zu erfüllen."55

Warga negara Jerman maupun warga negara asing boleh diangkat menjadi Pejabat Konsul Kehormatan (Pasal 21 ayat (1)). Sebelum diangkat menjadi Pejabat Konsul Kehormatan,harus diteliti dengan seksama apakah kepribadian calon, pengalaman profesionalnya, kedudukannya di negara penerima, keakrabannya dengan daerah-daerah konsuler yang ditentukan, dan kemampuan bahasanya membuatnya pantas untuk menerima jabatan tersebut. Dan apabila yang diangkat adalah orang asing,ia harus mengucapkan janji sebagai berikut:

“Saya berjanji untuk melaksanakan tugas-tugas resmi saya sebagai Pejabat

Konsul Kehormatan Republik Federal Jerman dengan setia dan sungguh-sungguh menurut hukum dan petunjuk-petunjuk yang berlaku bagi jabatan saya”.

Mengenai sistematik pengangkatannya menjadi Pejabat Konsul Kehormatan, Liliek Darmadi,Dipl.Ing.,MM menerangkan bahwa ada lima orang yang direkomendasikan Kedubes Jerman, terdiri dari dua warga negara Jerman dan tiga warga negara Indonesia (termasuk beliau) yang diundang untuk melewati tes di Jerman. Tes ini sesuai dengan Pasal 21 ayat (2) Konsulargesetz, bahwa

55Konsula rgesetz ini diperoleh dari


(29)

seorang calon Pejabat Konsul Kehormatan harus benar-benar pantas untuk menerima jabatan tersebut dengan memperhatikan berbagai hal,seperti kepribadian, kemampuan bahasa, kedudukannya di negara penerima,dsb. Kemudian dua warga negara Jerman gugur dalam tes, dan tinggal tiga orang warga negara Indonesia hingga akhirnya beliaulah yang terpilih sebagai Pejabat Konsul Kehormatan Jerman.

Selanjutnya, Kementerian Luar Negeri Jerman mengeluarkan surat pengangkatan Liliek Darmadi,Dipl.Ing.,MM sebagai Pejabat Konsul Kehormatan Jerman dan Presiden Jerman mengeluarkan komisi konsuler untuk dikirimkan ke pemerintah Indonesia melalui saluran diplomatik. Yaitu dalam bentuk Nota Kedutaan Besar No. 536/2009 tanggal 2 Juli 2009 dan dikirimkan ke Kementerian Luar Negeri Indonesia. Kemenlu Indonesia kemudian mengeluarkan persetujuan dalam bentuk pengakuan sementara (exequatur sementara). Sebelum keluar

exequatur, Presiden Indonesia mengirimkan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk

memberikan rekomendasi kepada Presiden, hal ini memang termasuk tugas BIN yaitu mendeteksi dan mengidentifikasi perkembangan situasi bidang luar negeri 56 dan membuat rekomendasi berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing.57 Setelah itu Presiden mengeluarkan exequatur untuk Konsul Kehormatan Jerman.58 Mengenai dasar hukum tentang siapa yang berwenang mengangkat Konsul Kehormatan di Jerman, dapat dilihat dari Pasal 20 Konsulargesetz,sebagai berikut;

“Honorarkonsularbeamte sind Ehrenbeamte im Sinne des Beamtenrechts, die mit

der Wahrnehmung konsularischer Aufgaben beauftragt sind.

56 Pasal 12 poin (b) Peraturan Presiden No. 34 Tahun 2010 tentang Badan Intelijen Negara. 57 Pasal 29 poin (d) Undang-Undang No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.


(30)

Pasal 20 tersebut menyatakan bahwa Pejabat Konsul Kehormatan adalah pejabat kehormatan seperti yang dimaksud dalam undang-undang tentang pejabat, yang dipercaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi kekonsuleran. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pejabat kehormatan dan siapa yang berwenang mengangkatnya maka merujuk pada Gesetz zur Regelung des Statusrechts der Beamtinnen und Beamten in den Ländern (Beamtenstatusgesetz) yaitu Undang-Undang tentang Status Hukum Pejabat-Pejabat Negara disingkat Undang-Undang Status Pejabat dan Bundesbeamtengesetz (BBG) yaitu Undang- Undang Pejabat Federal.

Beamtenstatusgesetz Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan sebagai

berikut;

1) Als Ehrenbeamtin oder Ehrenbeamter kann berufen werden, wer Aufgaben

im Sinne des § 3 Abs. 2 unentgeltlich wahrnehmen soll.

2) Die Rechtsverhältnisse der Ehrenbeamtinnen und Ehrenbeamten können

durch Landesrecht abweichend von den für Beamtinnen und Beamte allgemein geltenden Vorschriften geregelt werden, soweit es deren besondere Rechtsstellung erfordert.

Seseorang dapat diangkat sebagai Pejabat Kehormatan untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (2) tanpa dibayar. Fungsi-fungsi tersebut yaitu yang berkaitan dengan tugas-tugas negara. Status hukum Pejabat Kehormatan dapat diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum bagi pejabat-pejabat sepanjang tidak ditentukan lain oleh hukum. Oleh karena itu mengenai yang berwenang untuk mengangkat Pejabat Kehormatan dapat dilihat dari Pasal 12 ayat (1) Bundesbeamtengesetz, yaitu; “Die Bundespräsidentin oder der Bundespräsident oder eine von ihr oder ihm bestimmte Stelle ernennt die


(31)

Presiden atau badan khusus yang ditunjuk oleh Presiden, mengangkat pejabat-pejabat kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Namun dalam hal pengangkatan Pejabat-pejabat Konsul Kehormatan, Presiden Jerman juga memberikan wewenang kepada Menteri Luar Negeri untuk hal tersebut. Hal ini diatur dalam Anordnung des Bundespräsidenten über die Ernennung und Entlassung der Beamtinnen, Beamten, Richterinnen und Richter des Bundes (Peraturan Presiden tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat-Pejabat dan Hakim Hakim Federal) Pasal 1 ayat (1) sebagai berikut;

Ich übertrage die Ausübung des Rechtes zur Ernennung und Entlassung aller

Bundesbeamtinnen und Bundesbeamten. Die Ausübung des Rechtes zur Ernennung und Entlassung der deutschen Honorarkonsularbeamtinnen und Honorarkonsularbeamten übertrage ich der Bundesministerin oder dem

Bundesminister des Auswärtigen.

Sedangkan Pasal 2 menyatakan kecuali untuk hal-hal tertentu wewenang

pengangkatan tetap berada pada Presiden; “F ür besondere F älle behalte ich mir

die Ernennung und Entlassung der in Artikel 1 Abs. 1 genannten Beamtinnen,

Beamten, Richterinnen und Richter des Bundes vor.

Pemberian pengakuan terhadap Konsul Kehormatan Jerman yaitu berupa pemberian exequatur oleh pemerintah Indonesia. Mengenai siapa yang berhak mengeluarkan exequatur bagi Konsul Kehormatan, diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri Pasal 38 ayat (2) yaitu59; “Presiden menerima Surat Tauliah seorang Konsul Jenderal Kehormatan atau Konsul Kehormatan asing yang bertugas di Indonesia serta mengeluarkan eksekuatur.”

59 Surat Tauliah memiliki arti yang sama dengan Komisi Konsuler atau Letter of


(32)

3. Hal-hal Operasional dalam Hubungan Konsuler Oleh Konsul Kehormatan Jerman di Medan

Dalam melaksanakan tugas-tugas kekonsulerannya,Konsul Kehormatan Jerman yang berkedudukan di Medan memiliki wilayah yurisdiksi (consulate

district) meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau,

Sumatera Selatan, termasuk Kepulauan Mentawai.60

Konsul Kehormatan Jerman tidak digaji, biaya operasional dalam menjalankan fungsi-fungsi kekonsulerannya akan diganti oleh Kedutaan Besar Republik Federal Jerman. Konsul Kehormatan akan mengeluarkan dana pribadi terlebih dahulu untuk biaya operasional konsuler, kemudian biaya-biaya operasional tersebut diajukan ke Kedutaan Besar Jerman untuk ditanggung kedutaan. Biaya yang ditanggung hanya yang jelas peruntukannya untuk operasional dan memiliki standar kewajaran , misal biaya transport konsul,gaji pegawai,dsb.

Jabatan Konsul Kehormatan tidak memiki jangka waktu tertentu. Namun Konsul Kehormatan dapat diberhentikan kapan saja apabila terjadi kondisi-kondisi yang menyebabkan seorang pejabat harus diberhentikan. Mengenai hal ini, disebutkan dalam Pasal 23 Konsulargesetz, yaitu sebagai berikut;

“Honorarkonsularbeamte können jederzeit verabschiedet werden. Sie sind zu

verabschieden, wenn die Voraussetzungen für die Versetzung eines Beamten in

den Ruhestand gegeben sind.

60 Dapat dilihat pada exequa tur (Surat Pengakuan) yang dikeluarkan oleh Presiden

Republik Indonesia kepada Konsul Kehormatan Jerman yang terdapat pada Lampiran IV skripsi ini.


(33)

Untuk membantunya melaksanakan fungsi-fungsi konsuler,Konsul Kehormatan mengangkat seorang staf administrasi dan seorang staf keamanan. Konsul Kehormatan sebagai kepala Konsulat Kehormatan Jerman bertanggung jawab secara keseluruhan atas semua kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan masalah konsuler di kantornya.

Konsul Kehormatan Jerman yang berkedudukan di Medan tidak bekerja

full-time, beliau juga memiliki pekerjaan dan profesi lain di luar tugasnya sebagai

Pejabat Konsul Kehormatan. Namun ia harus dapat membagi waktu, dimana ia dalam waktu 24 jam harus selalu siap untuk dihubungi oleh Kedutaan Besar Republik Federal Jerman. Dalam hal ini Konsul Kehormatan Jerman di Medan memiliki e-mail yang selalu aktif dalam 24 jam, dan seringkali beliau langsung mendapatkan e-mail langsung dari Kementerian Luar Negeri Jerman mengenai bermacam-macam hal yang terkait dengan proteksi warga negaranya misalnya mengenai adanya informasi-informasi penting dan hal-hal darurat seperti bencana alam.61


(1)

1) Zu Honorarkonsularbeamten können sowohl Deutsche wie Ausländer ernannt werden.

2) Vor der Ernennung zum Honorarkonsularbeamten ist insbesondere zu prüfen, ob der Bewerber nach seiner P ersönlichkeit, seiner beruflichen Erfahrung, seiner Stellung im Empfangsstaat, seiner Vertrautheit mit den Verhältnissen in dem für ihn vorgesehenen Konsularbezirk und seinen Sprachkenntnissen für das Amt geeignet erscheint.

Wird ein Ausländer ernannt, so hat er folgendes Gelöbnis zu leisten: " Ich gelobe, meine Amtspflichten als Honorarkonsularbeamter der Bundesrepublik Deutschland nach den für mein Amt maßgebenden Gesetzen und Weisungen treu und gewissenhaft zu erfüllen."55

Warga negara Jerman maupun warga negara asing boleh diangkat menjadi Pejabat Konsul Kehormatan (Pasal 21 ayat (1)). Sebelum diangkat menjadi Pejabat Konsul Kehormatan,harus diteliti dengan seksama apakah kepribadian calon, pengalaman profesionalnya, kedudukannya di negara penerima, keakrabannya dengan daerah-daerah konsuler yang ditentukan, dan kemampuan bahasanya membuatnya pantas untuk menerima jabatan tersebut. Dan apabila yang diangkat adalah orang asing,ia harus mengucapkan janji sebagai berikut:

“Saya berjanji untuk melaksanakan tugas-tugas resmi saya sebagai Pejabat Konsul Kehormatan Republik Federal Jerman dengan setia dan sungguh-sungguh menurut hukum dan petunjuk-petunjuk yang berlaku bagi jabatan saya”.

Mengenai sistematik pengangkatannya menjadi Pejabat Konsul Kehormatan, Liliek Darmadi,Dipl.Ing.,MM menerangkan bahwa ada lima orang yang direkomendasikan Kedubes Jerman, terdiri dari dua warga negara Jerman dan tiga warga negara Indonesia (termasuk beliau) yang diundang untuk melewati tes di Jerman. Tes ini sesuai dengan Pasal 21 ayat (2) Konsulargesetz, bahwa

55Konsula rgesetz ini diperoleh dari


(2)

seorang calon Pejabat Konsul Kehormatan harus benar-benar pantas untuk menerima jabatan tersebut dengan memperhatikan berbagai hal,seperti kepribadian, kemampuan bahasa, kedudukannya di negara penerima,dsb. Kemudian dua warga negara Jerman gugur dalam tes, dan tinggal tiga orang warga negara Indonesia hingga akhirnya beliaulah yang terpilih sebagai Pejabat Konsul Kehormatan Jerman.

Selanjutnya, Kementerian Luar Negeri Jerman mengeluarkan surat pengangkatan Liliek Darmadi,Dipl.Ing.,MM sebagai Pejabat Konsul Kehormatan Jerman dan Presiden Jerman mengeluarkan komisi konsuler untuk dikirimkan ke pemerintah Indonesia melalui saluran diplomatik. Yaitu dalam bentuk Nota Kedutaan Besar No. 536/2009 tanggal 2 Juli 2009 dan dikirimkan ke Kementerian Luar Negeri Indonesia. Kemenlu Indonesia kemudian mengeluarkan persetujuan dalam bentuk pengakuan sementara (exequatur sementara). Sebelum keluar exequatur, Presiden Indonesia mengirimkan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk memberikan rekomendasi kepada Presiden, hal ini memang termasuk tugas BIN yaitu mendeteksi dan mengidentifikasi perkembangan situasi bidang luar negeri 56

dan membuat rekomendasi berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing.57

Setelah itu Presiden mengeluarkan exequatur untuk Konsul Kehormatan Jerman.58

Mengenai dasar hukum tentang siapa yang berwenang mengangkat Konsul Kehormatan di Jerman, dapat dilihat dari Pasal 20 Konsulargesetz,sebagai berikut; “Honorarkonsularbeamte sind Ehrenbeamte im Sinne des Beamtenrechts, die mit der Wahrnehmung konsularischer Aufgaben beauftragt sind.

56 Pasal 12 poin (b) Peraturan Presiden No. 34 Tahun 2010 tentang Badan Intelijen Negara. 57 Pasal 29 poin (d) Undang-Undang No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.


(3)

Pasal 20 tersebut menyatakan bahwa Pejabat Konsul Kehormatan adalah pejabat kehormatan seperti yang dimaksud dalam undang-undang tentang pejabat, yang dipercaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi kekonsuleran. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pejabat kehormatan dan siapa yang berwenang mengangkatnya maka merujuk pada Gesetz zur Regelung des Statusrechts der Beamtinnen und Beamten in den Ländern (Beamtenstatusgesetz) yaitu Undang-Undang tentang Status Hukum Pejabat-Pejabat Negara disingkat Undang-Undang Status Pejabat dan Bundesbeamtengesetz (BBG) yaitu Undang- Undang Pejabat Federal.

Beamtenstatusgesetz Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan sebagai berikut;

1) Als Ehrenbeamtin oder Ehrenbeamter kann berufen werden, wer Aufgaben im Sinne des § 3 Abs. 2 unentgeltlich wahrnehmen soll.

2) Die Rechtsverhältnisse der Ehrenbeamtinnen und Ehrenbeamten können durch Landesrecht abweichend von den für Beamtinnen und Beamte allgemein geltenden Vorschriften geregelt werden, soweit es deren besondere Rechtsstellung erfordert.

Seseorang dapat diangkat sebagai Pejabat Kehormatan untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (2) tanpa dibayar. Fungsi-fungsi tersebut yaitu yang berkaitan dengan tugas-tugas negara. Status hukum Pejabat Kehormatan dapat diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum bagi pejabat-pejabat sepanjang tidak ditentukan lain oleh hukum. Oleh karena itu mengenai yang berwenang untuk mengangkat Pejabat Kehormatan dapat dilihat dari Pasal 12 ayat (1) Bundesbeamtengesetz, yaitu; “Die Bundespräsidentin oder der Bundespräsident oder eine von ihr oder ihm bestimmte Stelle ernennt die Beamtinnen und Beamten, soweit gesetzlich nichts anderes bestimmt ist.


(4)

Presiden atau badan khusus yang ditunjuk oleh Presiden, mengangkat pejabat-pejabat kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Namun dalam hal pengangkatan Pejabat-pejabat Konsul Kehormatan, Presiden Jerman juga memberikan wewenang kepada Menteri Luar Negeri untuk hal tersebut. Hal ini diatur dalam Anordnung des Bundespräsidenten über die Ernennung und Entlassung der Beamtinnen, Beamten, Richterinnen und Richter des Bundes (Peraturan Presiden tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat-Pejabat dan Hakim Hakim Federal) Pasal 1 ayat (1) sebagai berikut;

Ich übertrage die Ausübung des Rechtes zur Ernennung und Entlassung aller Bundesbeamtinnen und Bundesbeamten. Die Ausübung des Rechtes zur Ernennung und Entlassung der deutschen Honorarkonsularbeamtinnen und Honorarkonsularbeamten übertrage ich der Bundesministerin oder dem Bundesminister des Auswärtigen.

Sedangkan Pasal 2 menyatakan kecuali untuk hal-hal tertentu wewenang pengangkatan tetap berada pada Presiden; “F ür besondere F älle behalte ich mir die Ernennung und Entlassung der in Artikel 1 Abs. 1 genannten Beamtinnen, Beamten, Richterinnen und Richter des Bundes vor.

Pemberian pengakuan terhadap Konsul Kehormatan Jerman yaitu berupa pemberian exequatur oleh pemerintah Indonesia. Mengenai siapa yang berhak mengeluarkan exequatur bagi Konsul Kehormatan, diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri Pasal 38 ayat (2) yaitu59; “Presiden menerima Surat Tauliah seorang Konsul Jenderal Kehormatan atau Konsul Kehormatan asing yang bertugas di Indonesia serta mengeluarkan eksekuatur.”

59 Surat Tauliah memiliki arti yang sama dengan Komisi Konsuler atau Letter of


(5)

3. Hal-hal Operasional dalam Hubungan Konsuler Oleh Konsul Kehormatan Jerman di Medan

Dalam melaksanakan tugas-tugas kekonsulerannya,Konsul Kehormatan Jerman yang berkedudukan di Medan memiliki wilayah yurisdiksi (consulate district) meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, termasuk Kepulauan Mentawai.60

Konsul Kehormatan Jerman tidak digaji, biaya operasional dalam menjalankan fungsi-fungsi kekonsulerannya akan diganti oleh Kedutaan Besar Republik Federal Jerman. Konsul Kehormatan akan mengeluarkan dana pribadi terlebih dahulu untuk biaya operasional konsuler, kemudian biaya-biaya operasional tersebut diajukan ke Kedutaan Besar Jerman untuk ditanggung kedutaan. Biaya yang ditanggung hanya yang jelas peruntukannya untuk operasional dan memiliki standar kewajaran , misal biaya transport konsul,gaji pegawai,dsb.

Jabatan Konsul Kehormatan tidak memiki jangka waktu tertentu. Namun Konsul Kehormatan dapat diberhentikan kapan saja apabila terjadi kondisi-kondisi yang menyebabkan seorang pejabat harus diberhentikan. Mengenai hal ini, disebutkan dalam Pasal 23 Konsulargesetz, yaitu sebagai berikut; “Honorarkonsularbeamte können jederzeit verabschiedet werden. Sie sind zu verabschieden, wenn die Voraussetzungen für die Versetzung eines Beamten in den Ruhestand gegeben sind.

60 Dapat dilihat pada exequa tur (Surat Pengakuan) yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia kepada Konsul Kehormatan Jerman yang terdapat pada Lampiran IV skripsi ini.


(6)

Untuk membantunya melaksanakan fungsi-fungsi konsuler,Konsul Kehormatan mengangkat seorang staf administrasi dan seorang staf keamanan. Konsul Kehormatan sebagai kepala Konsulat Kehormatan Jerman bertanggung jawab secara keseluruhan atas semua kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan masalah konsuler di kantornya.

Konsul Kehormatan Jerman yang berkedudukan di Medan tidak bekerja full-time, beliau juga memiliki pekerjaan dan profesi lain di luar tugasnya sebagai Pejabat Konsul Kehormatan. Namun ia harus dapat membagi waktu, dimana ia dalam waktu 24 jam harus selalu siap untuk dihubungi oleh Kedutaan Besar Republik Federal Jerman. Dalam hal ini Konsul Kehormatan Jerman di Medan memiliki e-mail yang selalu aktif dalam 24 jam, dan seringkali beliau langsung mendapatkan e-mail langsung dari Kementerian Luar Negeri Jerman mengenai bermacam-macam hal yang terkait dengan proteksi warga negaranya misalnya mengenai adanya informasi-informasi penting dan hal-hal darurat seperti bencana alam.61

61Liliek Darmadi,Wawancara,loc.cit.