PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI TELEPON PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN METODE THINK TALK WRITE SISWA KELAS III MI AL QODIR WAGE TAMAN SIDOARJO.

(1)

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI TELEPON PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

DENGAN METODE THINK TALK WRITE SISWA KELAS III

MI AL QODIR WAGE TAMAN SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh :

SILICHA SOFIYATUL ULFA NIM. D07213036

PROGRAM STUDI PGMI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FEBRUARI 2017


(2)

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI TELEPON PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

DENGAN METODE THINK TALK WRITE SISWA KELAS III

MI AL QODIR WAGE TAMAN SIDOARJO

SKRIPSI Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

SILICHA SOFIYATUL ULFA NIM. D07213036

PROGRAM STUDI PGMI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FEBRUARI 2017


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Silicha Sofiyatul Ulfa. 2017. Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Telepon Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Dengan Metode Think

Talk Write Siswa Kelas III MI Al- Qodir Wage Taman Sidoarjo. Skripsi,

Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Sunan Ampel Surabaya,Pembimbing I Ibu Dr. Evi Fatimatur Rusydiyah, M.Ag dan Ibu Pembimbing II Dr. Jauharoti Alfin, S.Pd. M.Si

Latar belakang penulisan ini berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, kurangnya variasi dalam metode yang digunakan guru dalam mengajar serta keterampilan siswa dalam berbicara yang dapat dikategorikan kurang. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu melalui penggunaan metode Think Talk Write.

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu: 1) Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara melalui telepon pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan metode Think Talk Write siswa kelas III MI AL Qodir Wage Taman Sidoarjo?.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan model Kurt Lewin yang tiap siklusnya terdiri dari empat komponen pokok, yaitu: 1) Perencanaan, 2) Tindakan, 3) Pengamatan, dan 4) Refleksi. Penelitian ini dilakukan sebanyak 2 siklus.Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu Non tes menggunakan penilaian performance, observasi dengan menggunakan instrumen lembar observasi aktivitas guru dan siswa, wawancara menggunakan format panduan wawancara guru dan siswa, serta dokumentasi.

Hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: 2) Adanya Peningkatan keterampilan berbicara melalui telepon pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan metode Think Talk Write siswa kelas III MI AL Qodir Wage Taman Sidoarjo sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil prosentase akhir aktivitas guru siklus I mendapat 78,12% dan meningkat pada siklus II menjadi 91,93%. Sedangkan, prosentase akhir aktivitas siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 81,52% menjadi 92,04% pada sikus II. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan nilai hasil belajar pada pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada pra siklus prosentase ketuntasan belajar 40,54% dan rata-rata 66,70, kemudian pada siklus I diperoleh prosentase ketuntasan belajar 72,97% dan rata-rata 75,83 dan pada siklus II prosentase ketuntasan belajar dan rata-rata meningkat dengan 91,89% dan rata-rata 83,72% dengan kategori sangat baik dan telah memenuhi indikator kinerja yang ditetapkan.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSEMBAHAN... iii

HALAMAN MOTTO ... v

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... vi

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRISPI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tindakan yang Dipilih... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Lingkup Penelitian ... 5


(9)

BAB II Kajian Teori

A. Keterampilan Berbicara ... 8

1. Keterampilan Berbicara ... 8

2. Hakikat Berbicara... 9

3. Penilaian Keterampilan Berbicara... 13

4. Jenis-jenis Berbicara ... 16

5. Tujuan Berbicara ... 20

6. Faktor Penunjang Kegiatan Berbicara ... 22

7. Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara... 23

8. Berbicara Melalui Telepon ... 24

B. Metode Think Talk Write... 25

1. Pengertian Metode Think-Talk-Write ... 25

2. Langkah-langkah Metode Think-Talk-Write ... 27

3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Think-Talk-Write ... 28

C. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 29

1. Pengertian Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 29

2. Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia... 30

3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 32


(10)

5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa

Indonesia MI ... 34

D. Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Metode ThinkTalk -Write ... 35

BAB III Prosedur Penelitian Tindakan Kelas A. Metode Penelitian ... 38

B. Setting Penelitian ... 42

C. Variabel yang Diteliti ... 42

D. Rencana Tindakan ... 42

E. Data dan Cara Pengumpulannya ... 44

F. Teknik Analisa Data. ... 49

G. Indikator Kinerja ... 52

H. Tim Peneliti dan Tugasnya ... 53

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian ... 54

B. Pembahasan ... 83

BAB V Penutup A. Simpulan... 85

B. Saran ... 86


(11)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN- LAMPIRAN


(12)

Gambar Halaman

3.1. Alur Siklus Kurt Lewin ... 41

4.1. Kegiatan Guru membuka pelajaran siklus I ... 60

4.2 .Kegiatan Guru Bersama Siswa Bermain Tepuk Konsentrasi siklus I ... 62

4.3. Kegiatan Siswa Memperhatikan sebuah tayangan audio siklus I ... 63

4.4. Kegiatan Siswa membuat teks percakapan siklus I... 63

4.5. Kegiatan siswa menuliskan hasil percakapan siklus I... 64

4.6. Kegiatan melakukan praktik berbicara siklus I ... 65

4.7. Kegiatan penutup pembelajaran siklus I ... 67

4.8. Kegiatan guru menjelaskan definisi perakapan siklus II... 75

4.9 Kegiatan siswa sedang menyimak sebuah cerita siklus II ... 76

4.10 Kegiatan siswa bertukar pikiran siklus II ... 77

4.11 Kegiatan siswa memperhatikan guru siklus II ... 78


(13)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Hasill prosentase ketuntasan keterampilan berbicara Siswa ... 86 4.2. Hasil peningkatan nilai rata-rata keterampilan berbicara ... 86


(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

1. Profil MI Al-Qodir Wage Taman Sidoarjo

2. Instrumen wawancara guru dan siswa

3. Nilai pra siklus 4. RPP siklus I

5. Lembar observasi aktivitas guru siklus I 6. Lembar observasi aktivitas siswa siklus I 7. Nilai siklus I

8. RPP siklus II

9. Lembar observasi aktivitas guru siklus II 10.Lembar observasi aktivitas siswa siklus II 11.Nilai siklus II

12.Grafik nilai pra siklus 13.Grafik pra siklus dan siklus I 14.Grafik siklus I dan siklus II

15.Grafik pra siklus, siklus I dan siklus II

16.Grafik peningkatan lembar observasi guru dan siswa 17.Surat Izin Penelitian

18.Surat Tugas

19.Kartu konsultasi bimbingan skripsi


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran menjadi salah satu bagian terpenting, karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional akan di tentukan dari proses pembelajaran tersebut. Berbagai macam disiplin ilmu diajarkan di sekolahan, salah satunya adalah mata pelajaran bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional negara Indonesia. Bahasa Indonesia juga menjadi bahasa pemersatu penduduk negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku dengan juga memiliki berbagai bahasa daerahnya pula. Mengingat pentingnya bahasa Indonesia, maka cara berbahasa Indonesia yang baik harus sudah diajarkan kepada anak sejak dini.

Pelajaran bahasa Indonesia sudah diajarkan kepada peserta didik sejak tingkat SD atau MI, dengan harapan agar peserta didik dapat memahami, menguasai dan mengimplementasikan empat keterampilan berbahasa yaitu mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa ini saling berkaitan dan memiliki kedudukan yang sama-sama penting. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar untuk semua mata pelajaran (kecuali bahasa daerah dan bahasa asing) untuk itu peserta didik harus mampu menguasai keempat keterampilan berbahasa tersebut agar peserta didik dapat menangkap isi pelajaran yang lain.1

1


(16)

2

Salah satu keterampilan berbahasa adalah berbicara. Keterampilan berbicara adalah pengetahuan bentuk-bentuk bahasa dan makna-makna bahasa tersebut, dan kemampuan untuk menggunakannya pada saat kapan dan kepada siapa.2 Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk anak usia dasar, karena dengan cara berbicara anak tersebut mampu mengutarakan gagasan maupun ide dalam pikirannya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu keterampilan berbicara pada anak perlu diberikan penekanan secara khusus Agar anak dapat berperan aktif dan berpartisipasi langsung ketika pembelajaran berlangsung.

Namun yang terjadi pada peserta didik yang menjadi subyek penelitian adalah keterampilan berbicara melalui telepon mata pelajaran Bahasa Indonesia cukup rendah. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan guru bahasa Indonesia di MI AL Qodir Wage Taman Sidoarjo pada tanggal 02 November 2016, dari 37 siswa hanya 40,54% yang dapat mempraktikkan percakapan melalui telepon, yaitu pada kompetensi dasar “Melakukan percakapan melalui telepon/ alat komunikasi sederhana dengan menggunakan kalimat ringkas”. Dari hasil wawancara dengan peserta didik yang ditemui peneliti mengatakan bahwa mereka merasa kurang bisa mengungkapkan ide dan gagasan yang di miliki dan diingatnya secara lisan dengan benar.3

2

Utari dan Nababan, Metodologi Pengajaran Bahasa (Jakarta:Gramedia,1993), 45. 3

Laila Fitriyah, Guru Kelas III MI alqodir Wage Taman Sidoarjo, Wawancara Pribadi, Sidoarjo 02 November 2016.


(17)

3

Berdasarkan hasil analisis peneliti, faktor yang di duga sebagai penyebab rendahnya peningkatan keterampilan berbicara melalui telepon mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu kurang variatifnya proses pembelajaran bahasa Indonesia. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pembelajaran perlu adanya inovasi untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran.4 Sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara peserta didik dalam berbicara maka perlu adanya inovasi baru, salah satunya dengan perubahan metode belajar. Pemilihan metode belajar akan berpengaruh terhadap keterampilan berbicara peserta didik untuk itu guru harus memilih metode yang tepat. Metode ini mampu memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar. Metode ini digunakan untuk mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum dituliskan.

Metode Think Talk Write merupakan metode yang memfasilitasi

latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar. Metode Think Talk Write memperkenankan siswa untuk mempengaruhi dan

memanipulasi ide-ide sebelum menuangkannya dalam bentuk tulisan. Ia juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur. Metode ini mendorong siswa untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan suatu topik tertentu.5 Ada beberapa

4

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2005), 189

5

Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 218.


(18)

4

metode yang dapat di gunakan dalam mengajarkan keterampilan berbicara, namun peneliti memilih metode Think Talk Write

Atas dasar uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul Peningkatan keterampilan berbicara melalui telepon pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan metode Think Talk Write siswa kelas III MI AL Qodir Wage Taman Sidoarjo.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dimana penggunaan metode yang akan dijadikan sebagai permasalahan penelitian dengan fokus masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara melalui telepon pada mata

pelajaran Bahasa Indonesia dengan metode Think Talk Write siswa kelas

III MI AL Qodir Wage Taman Sidoarjo?

C. Tindakan yang Dipilih

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tindakan yang dipilih oleh peneliti untuk Peningkatan keterampilan berbicara melalui telepon pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan metode Think Talk

Write pada siswa kelas III MI AL Qodir Wage Taman Sidoarjo.

Metode ini cocok untuk di terapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara, terutama dalam kajian ini mengenai percakapan, karena nantinya


(19)

5

metode ini akan membantu mengembangkan keterampilan berbicara peserta didik dalam menuangkan ide, gagasan dan apa yang dipahaminya secara lisan

Dengan menerapkan metode Think Talk Write pada mata pelajaran

Bahasa Indonesia, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbicara melalui telepon akan memberi variasi baru pada proses pembelajaran.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara melalui telepon pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan metode Think Talk Write

siswa kelas III MI AL Qodir Wage Taman Sidoarjo.

E. Lingkup Penelitian

Supaya penelitian ini bisa fokus dengan objek, maka permasalahan tersebut akan dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Subjek penelitian adalah siswa kelas III MI Al- Qodir Wage Taman Sidoarjo.

2. Implementasi (pelaksanaan) dengan menggunakan metode think-talk-write

MI Al- Qodir Wage Taman Sidoarjo dianggap efektif dalam pembelajaran dikarenakan pembelajaran ini menarik peserta didik untuk terampil dalam keterampilan berbicara.


(20)

6

3. Materi yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas yaitu percakapan melalui telepon pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Pada KD: Melakukan percakapan melalui telepon/ alat komunikasi sederhana dengan menggunakan kalimat ringkas dengan indikator: percakapan melalui telepon. Adapun indikator untuk penilaian keterampilan berbicara antara lain dari aspek pelafalan, intonasi, isi pembicaraan, sistematika bahasa.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian tindakan kelas diharapkan bermanfaat secara teoritis dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pengajaran di bidang Bahasa Indonesia yang lebih kreatif dan inovatif. Berdasarkan hasil penelitian ini nantinya akan dapat diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran khususnya pelajaran Bahasa Indonesia.

2. Manfaat Praktis

1) Manfaat bagi guru:

a. Guru dapat mengetahui suatu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan sistem pembelajaran di kelas.

b. Guru mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem pengajarannya sehingga dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan.


(21)

7

c. Guru mengetahui kendala-kendala yang dihadapi saat penelitian, sehingga akan membantu untuk meningkatkan pembelajaran selanjutnya.

2) Manfaat bagi siswa:

a. Menanamkan sifat kreatif, aktif dan saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.

b. Siswa akan lebih memahami materi yang diajarkan.

c. Melatih keterampilan berbicara dan mengungkapkan pendapatnya kepada siswa lain.

3) Manfaat bagi sekolah:

a. Memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam rangka perbaikan

pembelajaran serta profesionalisme guru yang bersangkutan. b. Meningkatkan kualitas pembelajaran dalam suatu sekolah. 4) Bagi Peneliti:

Peneliti menambah pengalaman dan wawasan dalam menentukan cara yang dilakukan dalam kegiatan belajar bahasa Indonesia terutama pada keterampilan berbicara melalui telepon, agar proses belajar berlangsung dengan baik.


(22)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Keterampilan Berbicara

1. Keterampilan Berbicara

Salah satu aspek keterampilan berbahasa adalah berbicara. Begitu krusialnya keterampilan berbicara dalam berbagai segi kehidupan membuat setiap orang perlu menguasai keterampilan tersebut. Dengan

menguasai keterampilan berbicara, seseorang akan mampu

mengekspresikan pikiran, perasaan, dan gagasannya secara cerdas, kreatif, dan cekatan.

Keterampilan berbicara penting bagi siswa. Hal tersebut di karenakan keterampilan berbicara mampu membentuk siswa menjadi penerus bangsa yang mampu melahirkan tuturan atau ujaran secara komunikatif, jelas, dan runtut, serta mudah dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga dapat membentuk siswa menjadi lebih aktif dalam berpendapat. Keterampilan berbicara juga mampu membentuk siswa lebih berbudaya karena mereka sudah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks situasi tutur di mana, kapan, dan dengan siapa ia berbicara.1

Keterampilan berbicara tidak terlepas dari keterampilan menyimak. Sebelum seseorang dapat berbicara, ia harus dapat melakukan kegiatan

1

Aninditya Sri Nugraheni dan Suyadi, Empat Pilar Pembelajaran Bahasa Indonesia


(23)

9

menyimak. Hasil dari keterampilan menyimak merupakan dasar dari keterampilan berbicara. Tarigan menyatakan:

Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang

berkembang pada kehidupan anak yang hanya dilalui oleh keterampilan

menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar

dipelajari”2

Keterampilan berbicara menurut Isah Cahyani adalah “kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk mengekpresikan, mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”3

Berdasarkan uraian diatas, maka keterampilan berbicara

merupakan suatu kemampuan dan ketepatan dalam menyampaikan gagasan, pikiran, perasaan kepada orang lain.

2. Hakikat Berbicara

Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi dengan mempergunakan suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat yang lain4

2

Henry Guntur Tarigan, Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, 1986), 45.

3

Isah cahyani. Modul Mari Belajar Bahasa Indonesia. (Jakarta :DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM KEMENAG, 2012) , Hal 121.

4

Nurgiyantoro. Burhan .Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia . (Yogyakarta: BPFE,1995), 276.


(24)

10

Berbicara menurut Hendrikus merupakan titik tolak dan retorika, yang berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan informasi/ memberi motivasi). Dengan kata lain, berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia.5

Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan, berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara, dapat dikatakan berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh manusia, demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk perilakumanusia yang memanfaatkan faktar-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantikdan linguistik.6

Berbicara berarti mengemukakan ide atau pesan lisan secara aktif agar terjadi kegiatan komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Memang setiap orang dikodratkan untuk berbicara secara lisan, tetapi tidak semua memiliki keterampilan untuk berbicara secara baik dan benar. Selain

5

Dori Wuwur, Hendrikus, Retorika (Yogyakarta : Kanisius, 1991), 14.

6


(25)

11

itu,hal yang menjadi masalah dalam berinteraksi dengan orang lain adalah metode atau caranya saat berkomunikasi dengan orang lain.7

Pengertiannya secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar, misalnya mengemukakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.8 Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di dalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain.

Kegiatan berbicara senantiasa di ikuti kegiatan menyimak, keterampilan berbicara juga menunjang keterampilan menulis, dan kegiatan berbicara juga berhubungan erat dengan kegiatan membaca. “Seseorang yang memiliki keterampilan menyimak dengan baik biasanya akan menjadi pembicara yang baik pula”. Pembicara yang baik akan

berusaha agar penyimaknya dengan dapat menangkap isi

pembicaraannya.9

Dalam berkomunikasi tentu ada pihak yang berperan sebagai penyampai maksud dan penerima maksud. Agar komunikasi terjalin dengan baik, maka kedua pihak juga harus bisa bekerja sama dengan baik. Kerja sama yang baik itu dapat diciptakan dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain memperhatikan: 1) siapa yang diajak

7

Choki Wijaya, Seni Berbicara dan Berkomunikasi (Yogyakarta: Solusi Distribusi, 2010), 5. 8

Henry Guntur Tarigan, Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa (Bandung:Angkasa, 2008), 15.

9


(26)

12

berkomunikasi, 2) situasi, 3) tempat, 4) isi pembicaraan, dan 5) media yang digunakan.

Saat guru memberikan pembelajaran berbicara ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Fokus perhatian guru saat memberikan pembelajaran berbicara adalah sebagai berikut.

a. Pesan, amanat yang akan disampaikan kepada pendengar.

b. Bahasa pengemban pesan atau gagasan.

c. Media penyampaian (alat ucap, tubuh, dan bagian tubuh lainnya). d. Arus bunyi ujaran yang dikirim oleh pembicara.

e. Upaya pendengar untuk mendengar arus bunyi ujaran dan mengamati

gerak mimik pembicara serta usaha mengamati penyampaian gagasan lewat media visual.

f. Usaha memahami arus bunyi ujaran, gerak mimik menuansakan

makna atau suasana tertentu serta penyampaian gagasan dari pembicara lewat media visual.

g. Usaha pendengar untuk meresapkan, menilai, mengembangkan

gagasan yang disampaikan.

Dari ketujuh unsur yang terlibat tersebut di atas dapat dikelompokkan menjadi tiga sudut pandang yang terpenting, yaitu: a) pembicara, b) pendengar, dan c) medan pembicara.


(27)

13

3. Penilaian Keterampilan Berbicara

Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian termasuk dalam pembelajaran kegiatan berbicara. Cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuan berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara.

Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan tertentu perlu ada penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran berikutnya. Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa berdasarkan pada dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan non kebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran dan gaya.

Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya harus memperhatikan lima faktor, yaitu.

a. Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan

tepat?

b. Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara serta rekaman suku kata memuaskan?


(28)

14

c. Apakah ketepatan dalam pemilihan kata (diksi) dapat dipahami oleh pendengar?

d. Sejauh manakah “kewajaran” dan “kelancaran” ataupun

kenative-speaker-an” yang tercermin bila sesorang berbicara?

e. Apakah sudah memahami apa yang kita bicarakan?

Berikut ini merupakan keefektifan dalam berbicara meliputi :

a. Ketepatan pengucapan

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak selalu sama, setiap orang mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, dan menyimpang, maka keefektifan komunikasi akan terganggu.10

b. Ketepatan Intonasi

Kesesuaian intonasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara dan merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan intonasi yang sesuai dengan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika

10

Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S Pembinaan kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia (Jakarta : Erlangga, 1991), 56


(29)

15

penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan menimbulkan kejemuhan dan keefektifan berbicara berkurang.

c. Pilihan Kata (diksi)

Pilihan kata (diksi) hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah dikenal oleh pendengar. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun menghambat kelancaran komunikasi. Pilihan kata itu tentu harus disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara (pendengar).

d. Kelancaran

Seorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita dengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi –bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar.

e. Pemahaman

Dalam hal berbicara, seseorang tidak hanya sekedar mengucapkan kata-kata saja melainkan harus memahami apa saja yang harus ia bicarakan, menguasai topik yang dibicarakan. Sehingga pembicaraan yang dihasilkan lebih terarah dan bermakna.


(30)

16

4. Jenis-jenis Berbicara

Dalam pembahasan mengenai jenis-jenis berbicara, ada 5 (lima) landasan tumpu yang dapat digunakan dalam mengklasifikasikan berbicara yaitu:

a. Situasi; b. Tujuan;

c. Jumlah pendengar; d. Peristiwa khusus; e. Metode penyampaian.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai pengklasifikasian tersebut. a. Jenis Berbicara Berdasarkan Situasi Pembicaraan

Berdasarkan situasi pembicara, berbicara dibedakan atas berbicara formal dan berbicara informal. Berbicara informal meliputi

bertukar pengalaman, percakapan, penyampaian berita,

pengumuman, bertelepon, dan memberi petunjuk. Adapun berbicara formal meliputi ceramah, wawancara, debat, diskusi, dan bercerita dalam situasi formal.

b. Jenis Berbicara Berdasarkan Tujuan Pembicara

Tujuan pembicara pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu (1) berbicara untuk menghibur, (2) berbicara untuk menginformasikan, (3) berbicara untuk menstimuli, (4) berbicara untuk meyakinkan, (5) berbicara untuk menggerakkan.


(31)

17

Bila anda menyaksikan pelawak beraksi, Anda akan tahu bahwa para pemain mempunyai tujuan untuk menghibur. Berbicara untuk menghibur biasanya bersuasana santai. Disini pembicara berusaha membuat pendengarnya senang dan gembira.

Bila kita menerangkan cara kerja komputer kepada orang lain atau menjelaskan kaitan antara pendidikan, lingkungan, dan

bahasa dalam suatu seminar, berarti kita bertujuan

menginformasikan sesuatu kepada khalayak. Di sini pembicara berusaha berbicara secara jelas, sistematis, dan tepat agar isi informasi terjaga keakuratannya. Jenis berbicara ini banyak dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Jenis berbicara menstimuli jauh lebih kompleks dari pada berbicara menghibur dan menginformasikan. Di sini pembicara harus pandai mempengaruhi pendengar sehingga akhirnya pendengar tergerak untuk melakukan hal-hal yang dikehendaki pembicara. Pembicara biasanya secara sosial berstatus lebih tinggi daripada pendengarnya. Pembicara biasanya berusaha membangkitkan semangat pendengarnya sehingga ia bekerja lebih tekun atau belajar lebih baik. Contohnya kita menasihati seorang siswa yang malas dan melalaikan tugasnya.

Jenis berbicara untuk meyakinkan merupakan tahap yang lebih jauh dari berbicara untuk menstimuli. Di sini pembicara


(32)

18

bertujuan meyakinkan pendengar lewat pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar akan diubah, misalnya dari menolak menjadi menerima. Dalam hal ini, pembicara biasanya menyertakan bukti, fakta, contoh, dan ilustrasi yang tepat.

Adapun jenis berbicara menggerakkan merupakan kelanjutan dari jenis berbicara meyakinkan. Jenis berbicara menggerakkan bertujuan menggerakkan pendengar/khalayak agar mereka berbuat dan bertindak seperti yang dikehendaki pembicara. Di sini diperlukan keterampilan berbicara yang tinggi, kelihaian membakar emosi, kepintaran memanfaatkan situasi, dan penguasaan terhadap massa.

c. Jenis Berbicara Berdasarkan Jumlah Pendengar

1. Berbicara Antar Pribadi. Jenis berbicara ini terjadi apabila seseorang berbicara dengan satu pendengar (empat mata). 2. Berbicara Dalam Kelompok Kecil. Jenis berbicara ini terjadi

apabila ada sekelompok kecil (3-5 orang) dalam pembicaraan itu.

3. Berbicara Dalam Kelompok Besar. Terjadi apabila pembicara berhadapan dengan pendengar dalam jumlah besar. Misalnya, saat menjadi pemandu acara.


(33)

19

d. Jenis Berbicara Berdasarkan Peristiwa Khusus yang Melatari Pembicaraan

1. Situasi presentasi. Contohnya pidato yang dilakukan saat pembagian hadiah.

2. Situasi penyambutan. Contohnya pidato yang berisi sambutan umum yang menjadi inti acara.

3. Situasi perpisahan. Contohnya pidato yang berisi kata-kata perpisahan pada saat acara perpisahan atau pada saat penutupan suatu acara.

4. Situasi jamuan adalah pidato yang berisi ucapan selamat, doa kesehatan buat tamu, dsb.

5. Situasi perkenalan. Pidato yang berisi pihak yang

memperkenalkan diri kepada khalayak.

6. Situasi nominasi. Pidato yang berisi pujian dan alasan mengapa suatu itu dinominasikan.

e. Jenis Berbicara Berdasarkan Metode Penyampaian Berbicara

Berdasarkan metode penyampaian, ada 4 (empat) jenis berbicara, yaitu:

1. Metode mendadak (impromptu), terjadi bila secara tiba-tiba seseorang diminta berbicara di depan khalayak (tidak ada persiapan sama sekali).


(34)

20

2. Metode tanpa persiapan (ekstemporan), dalam metode ini pembicara masih mempunyai waktu yang cukup untuk membuat persiapan-persiapan khusus yang berupa kerangka pembicaraan atau catatan-catatan penting tentang urutan uraian dan kata-kata khusus yang harus disampaikan. Metode ini merupakan metode yang sering digunakan oleh pembicara yang berpengalaman karena metode ini membutuhkan pembicara yang mampu mengembangkan pembicaraan dengan bebas.

3. Metode membaca naskah. Metode ini cocok digunakan apabila

pembicara akan menyampaikan suatu pernyataan kebijakan atau keterangan secara tertib dalam pidato-pidato resmi, pidato keneragaan, pidato radio, dan sebagainya.

4. Metode menghafal. Metode ini menunjukkan bahwa

pembicara sudah mengadakan perencanaan, membuat naskah, dan menghafal naskah. Agar berhasil dengan metode ini hendaknya pembicara dapat menghayati dan menjiawi apa yang diucapkan serta berusaha untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang melatari pembicaraan itu.

5. Tujuan Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Tarigan menyatakan bahwa “agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif,


(35)

21

setidaknya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan, dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar, dan mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan”.11

Tarigan mengatakan bahwa tujuan berbicara antara lain: (a) memberitahukan, melaporkan (b) menjamu, menghibur (c) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan. Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampikan pikiran secara efektif, setidaknya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan, dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar, dan mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.

Menurut Imam Syafi’ie bahwa tujuan berbicara dibedakan menjadi empat macam, yakni (1) untuk menyenangkan atau menghibur pendengar, (2) untuk menyampaikan informasi dan menjelaskan sesuatu, (3) untuk merangsang dan mendorong pendengar melakukan sesuatu, (4) untuk

meyakinkan pendengar.12

Gorys Keraf menyatakan bahwa tujuan berbicara (pidato) sebagai berikut.

a. Mendorong pembicara utnuk memberi semangat, membangkitkan

kegairahan, serta menunjukkan rasa hormat, dan pengabdian.

11

Henry Guntur Tarigan, Berbicara (sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa) (Bandung: Angkasa.2008), 16.

12Imam Syafi’ie,


(36)

22

b. Meyakinkan: pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan atau sikap mental/intelektual kepada para pendengarnya.

c. Berbuat/atau bertindak: pembicara menghendaki tindakan atau reaksi fisik dari para pendengar dengan terbangkitkannya emosi.

d. Memberitahukan: pembicara berusaha menguraikan atau

menyampaikan sesuatu kepada pendengar, dengan harapan agar pendengar mengetahui tentang sesuatu hal, pengetahuan dan sebagainya.

e. Menyenangkan: pembicara bermaksud menggembirakan, menghibur

para pendengar agar terlepas dari kerutinan yang dialami oleh pendengar.

6. Faktor Penunjang Kegiatan berbicara

Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu menyampaikan pesan secara lisan kepada sekelompok orang, yang disebut juga audiens atau majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau pesan dapat sampai kepada audiens dengan baik, perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat menunjang keefektifan berbicara. Muhadjir mengungkapkan bahwa dalam berbicara diperlukan hal-hal diluar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan. Pada saat berbicara diperlukan : 1) penguasaan bahasa, 2.) bahasa, 3) keberanian dan


(37)

23

ketenangan, 4) kesanggupan, menyampaikan ide dengan lancar dan teratur.13

Secara terperinci Maidar mengemukakan beberapa faktor penunjang pada kegiatan berbicara sebagai berikut: faktor kebahasaan meliputi. 1) ketepatan ucapan,2) penepatan tekanan nada sendi atau durasi yang sesuai, 3) pilihan kata, 4) ketepatan penggunaan kalimat serta tata bahasanya, 5) ketepatan sasaran pembicaraan, dan faktor non kebahasaan, terdiri atas: 1) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, 2) pandangan harus diarahkan ke lawan bicara, 5) kenyaringan suara, 6) kelancaran, 7) relevansi/ penalaran, 8) penguasan topik.14

Uraian dua pendapat di atas, dapat disimpulkan, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan berbicara, adalah faktor-faktor kebahasaan (linguistik) dan non kebahasaan (non linguistik).

7. Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara

Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan yang mengakibatkan pesan yang diterima oleh pendengar tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara. Menurut Sujanto (1988:192) ada tiga faktor penyebab gangguan dalam kegiatan berbicara, meliputi: 1) faktor fisik yailu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan faktor yang

13

Muhadjir dan A.Latief, Berbicara” dalam Menjalankan Pengajaran Bahasa dan Sastra Volume

I No. 3 (Tahun 1975: Depdikbud,1995), 22.

14

Maidar dan Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonsia (Jakarta: Erlangga, 1991), 18.


(38)

24

berasal dari partisipan. 2) Faktor media, yaitu faktor linguistik dan faktor non linguistik, misalnya lagu, irama, tekanan, ucapan, dan isyarat gerak bagian tubuh, dan 3) faktor psikologi, yaitu kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, misalnya dalam keadaan marah, menangis, dan sakit.15

8. Berbicara Melalui Telepon

Telepon berasal dari kata tele dan phone yang mempunyai pengertian jauh dan mendengar. Jadi, telepon adalah berbicara dari jarak jauh. Telepon merupakan alat komunikasi yang paling efektif. Oleh sebab itu, permintaan akan telepon yang semakin meningkat. Telepon merupakan bagian dari kehidupan manusia sarana penunjang bisnis. Pengguna telepon terdapat pada berbagai lapisan masyarakat baik individu atau instansi. Kini telepon sudah dimodifikasi, menjadi alat komunikasi yang multiguna, dan beraneka ragam model. 16

Telepon merupakan sarana baru untuk berkomunikasi. Cara menelepon yang menyenangkan dan efisien berpengaruh terhadap tanggapan orang lain. Oleh karena itu, sikap ramah dan hormat dalam bertelepon perlu diperhatikan. Jika berbicara melalui telepon kita hendaknya menggunakan tutur kata dan nada suara yang sopan serta ramah sebagiamana halnya kita bertemu atau menerima tamu. Kita harus tulus dan mau mendengarkan apa yang dikatakan lawan bicara kita.

15

Sujanto, Membaca, Menulis, Berbicara untuk MKDU Bahasa Indonesia (Jakarta: Erlangga,1988), 192.


(39)

25

B. Metode Think-Talk-Write

1. Pengertian Metode Think-Talk-Write

Metode adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Karena penyampaian itu berlangsung dalam interaksi edukatif, dapat juga diartikan sebagai cara yang dipergunakan oelh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode merupakan alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.17

Metode pembelajaran think-talk-write merupakan salah satu dari

model pembelajaran kooperatif yang membangun secara tepat untuk berfikir dan refleksikan dan untuk mengkoordinasikan ide-ide serta mengetes ide tersebut sebelum siswa diminta untuk menulis.

Think-Talk-Write (TTW) merupakan strategi pembelajaran yang

dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin. Strategi think-talk-write

didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Strategi think-talk-write mendorong siswa untuk berfikir, berbicara, dan

kemudian menuliskan berkenaan dengan suatu topik. Strategi think-talk-walk digunakan untuk mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum menuliskannya. Strategi think-talk-write memperkenankan

siswa untuk mempengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum menuliskannya. Strategi think-talk-write juga membantu siswa dalam

17


(40)

26

mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur.

Menurut Porter bahwa think-talk-write adalah pembelajaran

dimana siswa diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memulai belajar dengan memahami pemasalahan terlebih dahulu, kemudian terlibat secara aktif dalam diskusi kelompok, dan akhirnya menuliskan dengn bahasa sendiri hasil belajar yang diperolehnya.18

Menurut Ngaliman metode think-talk-write dimulai dengan

berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisim dan alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laporan hasil presentasi.19

Dari beberapa penjelasan di atas dapat dipaparkan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan metode think-talk-write dimulai

dengan bagaimana siswa memikirkan penyelesaian suatu tugas atau

masalah, kemudian diikuti dengan mengkomunikasikan hasil

pemikirannya melalui forum diskusi, dan akhirnya melalui forum diskusi tersebut siswa dapat menuliskan kembali hasil pemikirannya. Aktivitas berpikir, berbicara, dan menulis adalah salah satu bentuk aktivitas belajar-mengajar bahasa yang memberikan peluang kepada siswa untuk

berpartisipasi aktif. Melalui aktivitas tersebut siswa dapat

18

Bobbi De Porter, Quantum Learning (Bandung: Penerbit Kaifa, 1992), 179. 19


(41)

27

mengembangkan kemampuan berbahasa secara tepat, terutama saat menyampaikan ide-ide bahasa.

2. Langkah-Langkah Metode Think-Talk-Write

Langkah-langkah metode think-talk-write adalah sebagai berikut:

a. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (Think), untuk dibawa ke forum diskusi

b. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan( Talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan

bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. Pemahaman dibangun melalui interaksi dalam diskusi, karena itu diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan.

c. Siswa mengontruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dan

komunikasi matematika dalam bentuk tulisan (Write).

d. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu, dipilih satu atau beberapa orang siswa sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawaban,

sedangkan kelompok lain diminta memeberikan tanggpan.20

20

Miftahul Huda, Model-model pengajaran dan pembelajaran ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 220.


(42)

28

3. Kelebihan dan Kelemahan Metode Think-Talk-Write

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwasanya metode

think-talk-write memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Prasetyo

menyatakan bahwasanya kelebihan dari model pembelajaran metode

think-talk-write sebagai berikut:

a. Memberi kesempatan siswa untuk berinteraksi dan berkolaborasi

membicaakan tentang peyelidikannya atau catatan-catatan kecil mereka untuk anggota kelompoknya.

b. Siswa terlibat langsung dalam belajar sehingga termotivasi untuk belajar.

c. Model ini berpusat pada siswa, misalnya memberi kesempatan kepada siswa dan guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar. Guru menjadi monitoring dan menilai partisipasi siswa dalam belajar.

Sedangkan kelemahan dari model think-talk-write adalah sebagai berikut:

a. Model pembelajaran ini kurang berhasil dalam kelas besar, misalkan sebagaian waktu hilang karena membantu siswa mencari solusi pemecahan masalah atau menemukan teori-teori yang berhubungan dengan lembar kerja siswa.


(43)

29

C. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

1. Pengertian Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara ia berfungsi sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, sebagai pengembang kebudayaan, sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sebagai alat perhubungan dalam kepentingan pemerintahan dan kenegaraan. Berhubungan dengan hal itu maka perlu adanya suatu pembelajaran Bahasa Indonesia. Secara keseluruhan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan

mengungkapkan pikiran dan perasaan, serta persatuan dan kesatuan bangsa. Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya, yaitu sebagai sarana komunikasi, sarana, berpikir/bernalar, sarana persatuan, dan sarana kebudayaan.

Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan penunjang

keberhasilan dalam mempelajari semua mata pelajaran. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya,


(44)

30

dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut.21

Mata pelajaran bahasa Indonesia SD, merupakan mata pelajaran strategis karena dengan bahasalah guru dapat menyalurkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan informasi kepada siswa atau sebaliknya sehingga siswa dapat menerimanya dengan baik. Oleh karena itu, guru sebagai pengemban tugas operasional pendidikan/ pembelajaran di sekolah dituntut agar dapat mengkaji, dan mengembangkan kurikulum dengan benar.

Pada mata pelajaran bahasa Indonesia, ada empat aspek pembelajaran yang harus dikembangkan di SD. Empat aspek pembelajaran itu disebut dengan empat keterampilan berbahasa, yang meliputi keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.22 Namun dalam penelitian ini yang diteliti hanyalah keterampilan berbicara.

2. Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi yakni sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, lambang

21

Isa Cahyani, Modul Pembelajaran Bahasa Indonesia (Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2012), 27.

22

Fuji Santoso, Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), 243.


(45)

31

identitas nasional, alat pemersatu, serta alat komunikasi antardaerah dan antarkebudayaan.

Tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki kemampuan diantaranya:

a. Berkomunikasi secara efektif dan efisiensi sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.

b. Menghargai dan bangga dalam menggunakan bahasa Indonesia

sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara

c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat

dan kreatif untuk berbagai tujuan.

d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual serta kematangan emosional dan sosial.

e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas

wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah

budaya intelektual manusia Indonesia.

Pembelajaran bahasa Indonesia saat ini telah mencakup seluruh aspek kebahasaan, maka siswa dituntut mampu berkomunikasi secara efektif, selalu menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi formal, memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat, serta mampu membanggakan bahasa Indonesia sebagai budaya


(46)

32

Indonesia. Dengan begitu, siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan disertai rasa bangga terhadap budayanya sendiri.

Fungsi pembelajaran bahasa Indonesia adalah merupakan salah satu alat penting untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, antara lain:

a. Menanamkan, memupuk, dan mengembangkan perasaan satu nusa,

satu bangsa, dan satu bahasa.

b. Memupuk dan mengembangkan kecakapan berbahasa Indonesia

lisan dan tulisan.

c. Memupuk dan mengembangkan kecakapan berpikir dinamis,

rasional, dan praktis.

d. Memupuk dan mengembangkan keterampilan untuk memahami,

mengungkapkan, dan menikmati keindahan bahasa Indonesia secara lisan maupun tulisan.

3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Mendengarkan

b. Berbicara


(47)

33

d. Menulis

4. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia MI

Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia MI terdiri dari beberapa kompetensi, yakni:

a. Mendengarkan

Memahami wacana lisan berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk, pesan, pengumuman, berita, deskripsi berbagai peristiwa dan benda di sekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng, puisi, cerita, drama, pantun dan cerita rakyat.

b. Berbicara

Menggunakan wacan lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan sederhana, wawancara, percakapan telepon, diskusi, pidato, deskripsi peristiwa dan benda di sekitar, memberi petunjuk, deklamasi, cerita, pelaporan hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk dongeng, pantun, drama, dan puisi.

c. Membaca

Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berbentuk petunjuk, teks panjang, dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk puisi, dongeng, pantun, percakapan, cerita, dan drama.


(48)

34

Melakukan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana, petunjuk, surat, pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan, ringkasan, parafrase, serta berbagai karya sastra untuk anak berbentuk cerita, puisi, dan pantun.23

5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia MI

Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar Kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespons situasi lokal, regional, nasional dan global. Untuk penjelasan lebih rinci dari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di semester 1 dan II dapat dilihat di Lampiran 2.1.

Dengan Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan:

1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan

kemampuan, kebutuhan dan minatnya, serta dapat menumbuhkan

23

Permendiknas No. 23 Tahun 2006. Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah, 15-16.


(49)

35

penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;

2. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan

kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar;

3. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar

kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya;

4. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktifterlibat dalam

pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan disekolah;

5. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan

dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia;

6. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan

dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

D. Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Metode Think Talk

Write

Sebagaimana kita ketahui metode think-talk-write merupakan

metode yang dimulai dengan bepikir melalui bahan bacaan (menyimak,


(50)

36

dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi.

Dengan metode ini peserta didik diharapkan dapat bekerja sama dengan baik bersama anggota kelompoknya dan mau bekerja sama. Metode ini juga dapat membuat siswa aktif terbukti dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Aziz Fitroni24, Abdul Muktadir25, Indri

Widiyastuti.26dalam proses pembelajaran, karena tahapan yang ada dalam

metode ini adalah berpikir, berkomunikasi, dan menulis. Dengan begitu aspek kognitif, afektif, dan juga psikomotor akan terasah dengan baik. Dalam kegiatan berpikir anak akan menggunakan pengetahuannya tentang mendeskripsikan lingkungan sekolah. Dalam hal ini peserta didik akan memikirkan hal apa saja yang ia temui dalam lingkungannya. Setelah itu, peseta didik akan tertarik mulai menuangkan gagasannya kepada temannya dengan cara berkomunikasi. Dari tahapan tersebut akan tercipta suatu kesimpulan yang mana peserta didik akan menyimpannya dan mulai menulisnya dalam laporan yang akan ia presentasikan di depan.

24Aziz Fitroni, “

Peningkatan Keterampilan Menulis Petunjuk Melakukan Sesuatu Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Metode Think-Talk-Write di Kelas IV MI Muhammadiyah 23 Surabaya”, Laporan Penelitian (Skripsi dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2015), diunduh 01 November 2016 pukul 7.18 AM.

25

Abdul Muktadir, “Penerapan Metode Think, Talk, Write (Ttw) Dalam Meningkatkan Keterampilan Menulis Paragraf Eksposisi Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SDN 29 Kota Bengkulu”, Laporan Penelitian, (Skripsi dari Universitas Negeri Surabaya, 2011), diunduh 14 November 2016 pukul 7.25 AM.

26 Indri Widiyastuti, “

Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi Melalui Model Pembelajaran

Think Talk Write Dengan Media Audio Visual Pada Siswa Kelas IV SD”, Laporan Penelitian (Skripsi dari Universitas Negeri Semarang, 2013), Diunduh 14 November 2016 pukul 7.38 AM.


(51)

37

Dari sekilas gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode think-talk-write peneliti mengasumsikan metode ini

cocok untuk digunakan dalam peningkatan keterampilan berbicara berbicara melalui telepon. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu membuktikan hal tersebut dengan melakukan penelitian ini.


(52)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang didesain untuk membantu guru mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di kelas, informasi ini bermanfaat untuk mengambil keputusan yang tepat untuk menentukan metode yang seharusnya digunakan dalam proses pembelajaran, demi peningkatan profesionalisme guru, prestasi belajar, kelas dan sekolahan.

PTK meliputi tiga kata yaitu “penelitian”, “tindakan”, dan “kelas”. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi peneliti atau orang-orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan kualitas di berbagai bidang. Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaannya berbentuk rangkaian periode/siklus kegiatan. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa/mahasiswa yang dalam waktu yang sama dan tempat yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru/dosen yang sama.1

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi

1


(53)

39

meningkat.2 Menurut Suyanto, PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas.3

Karakteristik utama penelitian tindakan adalah bahwa penelitian dilakukan melalui refleksi diri. Artinya, dalam penelitian tindakan, pelaku praktik, seperti pendidik, merupakan pelaku utama penelitian. Karakteristik lainya adalah adanya latar belakang permasalahan praktis dalam pelaksanaan tugas sehari-hari pendidik, diselenggarakan secara kolaboratif antara peneliti, pendidik, kepala sekolah atau ketua penyelenggara, peserta didik dan orang tua dan adanya peran ganda pendidik sebagai praktisisekaligus sebagai peneliti praktisinya sendiri. Selain itu terdapat prinsip penelitian tindakan yang merujuk pada berbagai ketentuan atau arahan dasar agar penelitian tindakan dapat berjalan sebagaimana mestinya dan memberikan hasil yang optimal.4

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan model penelitian dari teori Kurt Lewin.Model Kurt Lewin merupakan model yang selama ini

menjadi acuan pokok dari berbagai model action research, terutama

classroom action research (CAR). Konsep pokok action reserch menurut

Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu: (1) perencanaan (planning), (2)

aksi atau tindakan (acting), (3) observasi (observing), dan (4) refleksi

2

IGAK, Wardani, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010), 14. 3

Basrowi dan Suwandi, Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), 26. 4

Ishak Abdulhak, Penelitian Tindakan Dalam Pendidikan Non Formal (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), 56.


(54)

40

(reflecting), hubungan antara keempat komponen tersebut menunjukkan

sebuah siklus.5

Apabila digambarkan dalam bentuk visualisasi, maka model Kurt

Lewin akan tergambar dalam bagan lingkaran seperti berikut.

Gambar 3.1: Prosedur PTK Model Kurt Lewin

5

Trianto, Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas [Classroom Action Research];Teori &Praktik, cet.ke-3, (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2012), Hlm 29-30.

Identifikasi masalah

Perencanaa n(Planning)

Tindakan (Acting) Refleksi

(Reflecting)

Pengamatan

(Observing)

Perencanaan Ulang

Siklus I

Siklus II


(55)

41

1. Perencanaan (Planning). Pada tahap ini peneliti menyusun rencana

tindakan atau solusi terhadap pemecahan masalah dalam bentuk rencana tindakan kelas.

2. Tindakan (Acting). Peneliti melaksanakan tindakan yang telah

dirumuskan pada RPP, meliputi: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup)

3. Pengamatan (Observing). Tahap ketiga ini, yaitu kegiatan yang harus

dilakukan adalah:

a. Mengamati perilaku siswa-siswi dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran

b. Memantau kegiatan diskusi/kerja sama antar siswa-siswi dalam kelompok

c. Mengamati pemahaman pada tiap-tiap anak terhadap penguasaan materi pembelajaran yang telah dirancang sesuai PTK

4. Refleksi (Reflecting). Kegiatan yang harus dilakukan pada tahap

keempat yakni sebagai berikut: a. Mencatat hasil observasi b. Mengevaluasi hasil observasi c. Menganalisis hasil pembelajaran

d. Mencatat kelemahan-kelemahan untuk dijadikan bahan

penyusunan rancangan siklus berikutnya, sampai tujuan PTK selesai.


(56)

42

B. Setting Penelitian

1. Tempat : MI Al- Qodir Wage Taman Sidoarjo

2. Waktu : Semester Genap

3. Subyek : Siswa kelas III MI Al- Qodir Wage Taman Sidoarjo

C. Variabel yang Diteliti

1. Variabel input : Siswa kelas III MI Al- Qodir Wage Taman Sidoarjo tahun pelajaran 2016/2017

2. Variabel proses: Penerapan metode Think Talk Write pada mata pelajaran

bahasa Indonesia

3. Variabel output: Peningkatan keterampilan berbicara melalui telepon

D. Rencana Tindakan

1. Siklus I

1) Perencanaan

Kegiatan utama yang dilakukan peneliti dalam tahap perencanaan adalah:

a. Merencanakan pelaksanaan metode Think Talk Write ( TTW) pada

mata pelajaran bahasa Indonesiadengan membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

b. Merancang strategi dan skenario kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.


(57)

43

c. Membuat alat pedoman observasi untuk mengetahui kinerja peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai wujud dari pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diajarkan, dan menetapkan indikator ketercapaian serta menyusun instrumen pengumpulan data.

2) Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan berpatokan pada RPP dan skenario

pembelajaran.Dengan menggunakan metode Think Talk Write.

3) Pengamatan

Pada tahap pengamatan ini, kegiatan yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:

a. Mengamati guru dalam proses pembelajaran.

b. Mengamati perilaku siswa-siswi dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran.

c. Merekam data mengenai proses dan produk dari implementasi

tndakan yang dirancang dengan pengamatan instrument penelitian 4) Analisis dan Refleksi

Pada tahap ini peneliti melakukan analisis dan refleksi sebagai berikut:

a. Memeriksa instrument penelitian b. Memeriksa hasil observasi

c. Mendiskusikan dengan guru untuk mengevaluasi tindakan yang telah


(58)

44

d. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus berikutnya

e. Evaluasi siklus I, Jika ternyata hasil yang diperoleh belum berhasil maka akan diadakan siklus berikutnya.

2. SIKLUS II

Kegiatan yang dilakukan pada siklus kedua dimaksudkan sebagai perbaikan dari siklus pertama. Tahapan pada siklus identik dengan siklus pertama yaitu diawali dengan perencanaan ( Planing),

dilanjutkan dengan tindakan ( Action), observasi ( Observation), dan

refleksi ( Reflection). Pada tahap ini dilakukan refleksi terhadap siklus I

dan siklus II. Selain itu juga dilakukan diskusi dengan gutu kolaborator untuk mengevaluasi agar dibuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran.

E. Data dan Cara Pengumpulan

1. Data

Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan responden maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam bentuk statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan penelitian yang dimaksud.6 Di dalam penelitian ini, data yang diperlukan untuk

6


(59)

45

dianalisis adalah data kegiatan siswa dan kegiatan gruu serta data kemampuan siswa.

a. Data kualitatif

Data kualitatif merupakan data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik berwujud pertanyaan atau berupa kata-kata. Adapun yang termasuk dalam data kualitatif pada penelitian ini meliputi: yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:

1) Materi yang disampaikan dalam Penelitian Tindakan Kelas

2) Metode yang dipakai dalam penelitian Tindakan Kelas

3) Pernyataan verbal siswa dan guru yang diperoleh dari hasil wawancara sehubungan dengan proses pembelajaran dan pemahaman terhadap materi.

b. Data kuantitatif

Data kuantitatif merupakan data yang berwujud angka-angka. Adapun yang termasuk dalam data kuantatif pada penelitian ini, meliputi:

1) Data jumlah siswa kelas III

2) Data persentase ketuntasan minimal 3) Data nilai siswa

4) Data prosentase aktivitas guru dan siswa

Menurut Sudjana, bahwa untuk menghitung persentase dari hasil tes peserta didik menggunakan rumus sebagai berikut:


(60)

46

P = x 100 Keterangan :

P : Persentase yang akan dicari

F : Frekuensi (banyaknya siswa yang tuntas) N : jumlah siswa keseluruhan

Sedangkan rata-rata kelas dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebgai berikut:

Nilai rata-rata = Jumlah nilai keseluruhan

Jumalah siswa

Dari hasil rata-rata pencapaian indikator pembelajaran dapat dikategorikan berdasarkan ketentuan berikut. Setelah ini dinyatakan dengan kriteria yang sifatnya kuantitatif, yaitu:

90- 100 = Sangat Baik

80- 89 = Baik

70- 79 = Cukup

60- 69 = Tidak Baik

0- 40 = Sangat Tidak Baik

2. Teknik pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut:


(61)

47

Wawancara adalah pertemuan tanya jawab peneliti dengan informan untuk tanya jawab. Orang-orang yang diwawancarai dapat termasuk beberapa orang siswa, kepala sekolah, beberapa teman sejawat, pegawai tata usaha sekolah, orang tua siswa, dll.7

Panduan wawancara yang sudah disusun secara tertulis sesuai dengan masalah, kemudian digunakan sebagai sarana untuk

mendapatkan informasi.8Wawancara ini dikerjakan dengan

sistematis dan berlandasakan tujuan penelitian. Metode ini digunakan peneliti sebagai data pendukung dalam penelitian untuk memperoleh data yang kaitannya dengan sikap atau pendapat guru dan siswa, kesulitan-kesulitan, dan kesan-kesan siswa kelas III MI Al- Qodir Wage Taman Sidoarjo sebelum dan sesudah diberi tindakan.

b. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Adapun yang dilakukan pada waktu pengamatan adalah mengamati gejala-gejala sosial dalam kategori yang tepat, mengamati berkali-kali dan mencatat segera dengan memakai alat bantu mekanik. Observasi dalam PTK dapat dilakukan untuk memantau guru dan siswa. Sebagai alat pemantau kegiatan guru,

7

Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas (Bandung: Rosdakarya, 2008), 117. 8


(62)

48

observasi digunakan untuk mencatat setiap tindakan yang dilakukan guru sesuai dengan masalah dalam PTK itu sendiri. Misalnya, mengamati dan mencatat setiap tindakan guru dalam setiap siklus atau tindakan pembelajaran sesuai dengan fokus masalah. Hal tersebut juga berlaku dalam observasi jika digunakan sebagai alat pemantau kegiatan siswa. Dalam pelaksanaanya digunakan alat bantu checklist, skala penilaian atau alat mekanik

seperti kamera foto dan lainnya.

Peneliti mengamati secara langsung peristiwa di lapangan sebagai pengamat yang berperan serta secara lengkap unutk memperoleh suatu keyakinan tentang keabsahan data dengan mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Dengan demikian peneliti memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkan.

c. Penilaian Non-tes

Pada penelitian ini, teknik penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam berbicara adalah non-tes. Non-tes merupakan alat penilaian yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi keadaan si tertes (siswa) tanpa menggunakan alat tes.9

9

Burhan Nurgiyanto, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Yogyakarta: BPFE, 1987), 52.


(63)

49

Tingkat keterampilan berbicara siswa diukur dengan tehnik non-tes dengan bentuk penilaian performance. Instrumen yang

digunakan adalah rubrik penilaian performance.

d. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.10 Pembuktian dilakukan dengan mencari bukti-bukti dokumenter, berupa dokumen arsip jurnal, peta, dan catatan lapangan Peneliti.

F. Teknik Analisis Data

Pada penelitian tindakan kelas ini, digunakan analisis diskripsi kualitatif, yaitu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan dan fakta sesuai dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa juga untuk mengetahui respons terhadap kegiatan serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.11

a. Analisis Prosentase Aktivitas Guru dan Siswa

Data tentang aktivitas siswa dianalisis dengan menghitung prosentasi aktivitas siswa untuk setiap indikator.Rumus menghitung presentase siswa untuk tiap-tiap indikator adalah:

10

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 231.

11

Zainal Aqib, Penelitian tindakan kelas untuk guru, SD, SLB, TK ( Bandung: CV. Yrama Widya, 2009), 40.


(64)

50

S1

Keterangan:

S1: Presentase Aktivitas guru/siswa X1:Banyak aktivitas guru/siswa

N : Jumlah aktivitas secara keseluruhan12 b. Analisis Ketuntasan

Untuk analisis tingkat keberhasilan atau presentasi, ketuntasan belajar siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung, dilakukan

dengan cara memberikan penilaian keterampilan berbicara(

Performance)

1) Penilaian Performance

Pada penilaian performance ini yakni menilai pada keterampilan berbicara yang meliputi 4 aspek yaitu, Pelafalan, Intonasi, Isi Pembicaraa, Gaya bahasa yang digunakan. Dengan masing-masing aspek diklasifikasikan dalam tiga tingatan sesuai kriteria penilaian yang ditetapkan dalam RPP

Untuk analisis hasil penilaian siswa dilakukan dengan cara mengubah skor yang diperoleh siswa menjadi nilai siswa. Dapat dituliskan rumus:

Nilai:

12

Kusaeri, Penerapan pendekatan diskusi dalam pembelajaran persamaan kuadrat pada siswa kelas I SMU Negeri 13 Surabaya, ( Surabaya: UNESA,2006), 51.


(65)

51

Setelah nilai sisaw diketahui, peneliti menjumlahkan nilai yang diperoleh siswa, selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata. Menurut Sudjana, bahwa untuk menghitung rata-rata digunakan rumus sebagai berikut:13

2) Penilaian Ketuntasan Belajar

Berdasarkan petunjuk belajar mengajar, bahwa tingkat pencapaian tes formatif adalah 75%, maka peniliti menganggap bahwa penggunan metode Think Talk Write dikatakan berhasil dalam meningkatkan keterampilan berbicara melalui telepon pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan memenuhi ketuntasan belajar minimal 75% dengan kriteria tingkat keberhasilan belajar yang dikelompokkan kedalam lima kategori berikut:

90-100% : Sangat baik

70-89% : Baik

50-69% : Cukup baik

0-49% : Tidak baik

Kriteria ketuntasan siswa dikatakan tuntas apabila memperoleh 75% dari skor maksimal dan suatu pembelajaran dikatakan efektif jika ketuntasan klasikalnya 75% maksudnya

13


(66)

52

jika dalam satu kelas siswa yang berhasil 75% maka

ketuntasannya tercapai.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif prosentase. Untuk menghitung prosentase ketuntasan belajar, digunakan rumus:

p x 100

A. Indikator Kinerja

Indikator kinerja berarti alat penunjuk atau sesuatu yang menunjukkan kualitas sesuatu. Adapun indikator yang diharapkan oleh peneliti, yaitu:

1. Meningkatnya prosentase keterampilan berbicara siswa melalui metode

Think Talk Write (TTW) mencapai 75%. Pencapaian tersebut dapat

dilihat dari hasil belajar siswa yang mendapat nilai di atas KKM yaitu 70.

Siswa dinyatakan tuntas secara individual jika mendapatkan nilai minimal 70. Sedangkan keberhasilan kelas ditetapkan sebesar 75%. Artinya bahwa jika dalam evaluasi, diperoleh hasil belajar minimal 75% siswa kelas III berhasil secara individual ( 27 orang), maka Metode pembelajaran yang diterapkan dapat dikatakan berhasil. Demikian sebaliknya, jika siswa kelas III yang berhasil secara individual masih


(67)

53

dibawah 75% maka Metode pembelajaran yang diterapkan dapat dikatakan belum berhasil.

B. Tim Peneliti dan Tugasnya

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara kolaboratif, antara guru kelas dan mahasiswa sebagai peneliti. Tugas guru mendampingi peneliti

dalam menerapkan penggunaan metode Think Talk Write ( TTW)pada mata

pelajaran bahasa Indonesia. Adapun rincian tugas guru dan mahasiswa adalah sebagai berikut:

1. Nama guru : Laila Fithtriyah, M. Pd. I

Bertugas : Bertanggungjawab melaksanakan kegiatan pembelajaran, terlibat dalam perencanaan, observasi, dan merefleksi pada tiap-tiap siklus.

2. Nama peneliti : Silicha Sofiyatul Ulfa

Bertugas : Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, menyusun instrumen penelitian, membuat lembar observasi, melakukan diskusi dengan guru kolaborasi, dan menyusun hasil laporan penelitian.


(68)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Persiklus

Penelitian berbasis Classroom Research (PTK) ini dilakukan dalam dua

siklus. Dalam tiap siklus terdiri dari empat langkah pokok yaitu perencanaan(planning), pelaksanaan(action), observasi(observing), dan refleksi

(reflection). Subyek penelitiannya ialah siswa-siswi kelas III MI Al-Qodir Wage

Taman Sidoarjo dengan jumlah 37 siswa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Think Talk Write pada mata pelajaran Bahasa Indonesia

untuk meningkatkan keterampilan berbicara melalui telepon.

Data tingkat pemahaman materi diperoleh dari hasil non tes siswa yang dilaksanakan pada dua siklus. Sedangkan data bagiamana penerapan metode

Think Talk Write selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, yakni dari

lembar observasi guru dan siswa. Tahapan dalam penelitian ini terdiri dari Pra siklus, siklus I dan siklus II.

1. Pra Siklus

Hasil pra siklus diperoleh dari dua jenis data, yaitu hasil pre-tese, hasil wawancara guru dan siswa. Hasil pre test diperoleh ketika sisswa mengerjakan soal pre test yang dilakukan peneliti sebelum pelaksanaan siklus I oleh peneliti. Pada kegiatan Pre-test ini masih banyak siswa yang mendapat


(69)

55

nilai dibawa kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 75.Dari 36 siswa hanya 15 siswa yang tuntas dan 22 siswa tidak tuntas.

Menurut guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas III, siswa kelas III dapat dikategorikan kurang dalam aspek keterampilan berbicaranya. Guru sering menggunakan ceramah dalam pemebelajaran karena menurutnya ana-anak dalam tahap kelas awal, yang mana perlu untuk lebih banyak pengetahuannya. Guru juga kurang dalam menggunakan berbagai macam variasi metode pembelajaran terutama untuk metode untuk penilaian aspek berbicaranya. Sedangkan menurut sebagian siswa mereka sudah merasa senang dalam pembelajaran Bahasa Indonesia namun sedikit membosankan dan kurang semnagat. Sehingga tidak semua materi terserap dengan baik. Siswa juga terkadang masih terbawa dengan bahasa dareah mereka masing-masing ketika melakukan praktik berbicara.

Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan memahami materi mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas III MI Al- qodir pada penilaian aspek keterampilan berbicara melalui telepon masih rendah atau dibawah nilai KKM.

Daritabel 4.2 diperoleh darinilai praktek berbicara melalui telepon siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yakni ada 22 siswa yang tuntas dan ada 15 siswa yang tidak tuntas. Prosentase ketuntasan nilai


(70)

56

praktek berbicara siswa yaitu 40,54 % dengan nilai rata-rata 66,70. Berikut keterangan perhitungannya:

T = Tuntas

TT = Tidak tuntas a. Keterangan rata-rata:

Rata-rata ∑ ∑

= 66,70

b. Keterangan prosentase ketuntasan siswa secara klasikal: Prosentase ∑

∑ X 100% x 100 %

= 40,54%

2. Siklus I

Siklus I terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan dimulai dengan peneliti menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP yang sudah disusun kemudian divalidasikan kepada Ibu Nurul Hidayati, M. Pd


(1)

84

Terbukti karena disetiap kegiatan pembelajaran pada Pra siklus, siklus I

kemudian siklus II meningkat, baik dari segi prosentase ketuntasan nilai

maupun rata-rata nilai secara klasikal

Grafik 4.1

Peningkatan prosentase ketuntasan keterampilan berbicara

Grafik 4.2

Peningkatan nilai rata-rata keterampilan berbicara

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00%

Pra Siklus Siklus I Siklus II

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90


(2)

BAB V PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang peningkatan

keterampilan membaca mata pelajaranbahasa Indonesia dengan metode Think

Talk Write ( TTW) pada Siswa Kelas III MI Al- Qodir Wage Taman Sidoarjo,

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Adanya peningkatam prosentase keterampilan berbicara siswa secara klasikal

pada siklus I yaitu 72,97%, artinya dari 37siswa, hanya 22 siswa yang tuntas

sedangkan 10 siswa belum tuntas, sehingga nilai rata-rata kelas yaitu 75,83.

Sedangkan pada siklus II, prosentase keterampilan berbicara siswa secara

klasikal mengalami peningkatan menjadi 91,89%, artinya dari 37 siswa, ada

34 siswa yang tuntas dan 3 siswa yang tidak tuntas, sehingga nilai rata-rata

kelas yaitu 83,72. Keterampilan berbicara siswa dari pra siklus ke siklus I

kemudian meningkat lagi pada siklus II. Prosentase pada pra siklus yaitu

40,54%, meningkat menjadi 72,97% pada siklus I, kemudian meningkat lagi

91,89% pada siklus II. Sedangkan untuk nilai rata-rata kelas pada pra siklus

yaitu 66,70 meningkat menjadi 78,06 pada siklus I, kemudian meningkat lagi

menjadi 83,72 pada siklus II.Berdasarkan pembahasan di atas, maka metode

Think Talk Write (TTW)dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa


(3)

86

B. Saran

Dengan pembuktian bahwa metode think-talk-write dapat meningkatkan

keterampilan menulis pada materi menulis karangan deskripsi, dapat disampaikan

saran-saran sebagai berikut:

1. Hendaknya guru lebih memperhatikan lagi kondisi siswa dalam mengikuti

proses belajar mengajar, agar dapat diketahui apakah para siswa menyukai

metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Hal ini dikarenakan dengan

adanya variasi metode dalam pembelajaran akan memiliki pengaruh yang

positif terhadap keterampilan siswa dalam berbicara, misalnya metode

think-talk-write yang sudah diterapkan pada penelitian ini.

2. Guru diharapkan sebelum melakukan proses belajar mengajar lebih

mempersiapkan diri secara maksimal, baik dari segi kesiapan guru tersebut

maupun dari segi siswa nya sendiri, sehingga ketika proses belajar mengajar

berlangsung, guru sudah benar-benar menguasai metode dan materi yang akan

diajarkan.

3. Penggunaan metode Think Talk Write seyogyanya dapat diterapkan secara

kesinambungan oleh guru dalam pembelajaran terutama pada kelas awal.

4. Siswa diharapkan sering berlatih dalam berbicara dari beberapa aspek

pembelajaran yang memang menekankan aspek berbicaranya terutama dari


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak. 2012. Penelitian Tindakan Dalam Pendidikan Non Formal. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru, SD, SLB, TK Bandung:

CV. Yrama Widya.

Basrowi dan Suwandi. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Bogor : Ghalia

Indonesia.

Bobbi De Porter. 1992. Quantum Learning. Bandung: Penerbit Kaifa.

Cahyani, Isah . 2012 Modul Mari Belajar Bahasa Indonesia.Jakarta :direktorat

jenderal pendidikan islam kemenag.

Cahyani, Isah. 2012. Modul Pembelajaran Bahasa Indonesia,. Jakarta Pusat:

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.

Dori Wuwur, Hendrikus. 1991. Retorika. Yogyakarta : Kanisius.

Ekawarna. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Referensi.

G. Arsjad, Maidar dan Mukti U.S. 1991.Pembinaan kemampuan Berbicara Bahasa

Indonesia. Jakarta : Erlangga

Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Kusaeri. 2006.Penerapan Pendekatan Diskusi dalam Pembelajaran Persamaan

Kuadrat Pada Siswa Kelas I SMU Negeri 13 Surabaya. Surabaya: UNESA

Miftahul Huda. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Muhadjir dan A.Latief, 1995. “Berbicara” dalam Menjalankan Pengajaran Bahasa

dan Sastra Volume I No. 3. Tahun 1975: Depdikbud

Maidar dan Mukti, 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia.


(5)

88

Ngaliman. 2014. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Nurgiyanto,2001. Penelitian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, BPFE,

Yogyakarta.

Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Menulis Secara populer. Jakarta: Pustaka Jaya.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Penilaian dalam pengajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

Permendiknas No. 23 Tahun 2006. Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk

Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Trianto. 2012. Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas [Classroom Action

Research];Teori &Praktik, cet.ke-3 Jakarta: Prestasi Pustakarya.

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar . Bandung: CV Pustaka Setia.

Santoso, Fuji. 2007. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Yogyakarta: raha

Ilmu.

Sri Nugraheni, Aninditya dan Suyadi. 2011. Empat Pilar Pembelajaran Bahasa

Indonesia. Yogyakarta: Metamorfosa Press.

Subagyo, Joko. 2006. Metode Penelitian dalam teori dan praktek. Jakarta: Rineka

Cipta.

Sudjana. 1998. Evaluasi Hasil Belajar. Bandung : Pusaka Martiana.

Sujanto, 1988. Membaca, Menulis, Berbicara untuk MKDU Bahasa Indonesia.

Jakarta: Erlangga.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa.


(6)

89

Wijaya, Choki. 2010. Seni Berbicara dan Berkomunikasi. Yogyakarta: Solusi

Distribusi.

Wiriaatmadja, Roichati. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:

Rosdakarya.


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar ekonomi siswa dengan menggunakan metode pembelajaran TTW (Think Talk Write) dan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) di SMA Nusa Putra Tangerang

1 6 154

Pengaruh strategi pembelajaran think-talk write (TTW) tehadap hasil belajar fisika siswa : kuasi eksperimen di SMA Negeri 3 Rangkasbitung

2 16 103

Pengaruh Strategi Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa : studi ekperimen di MTsN 19 Pondok Labu Jakarta Selatan

0 5 225

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DEBAT AKTIF PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Debat Aktif pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri 3 Purwantoro Ke

0 0 16

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI METODE THINK-TALK-WRITE PADA SISWA KELAS IV MI MUHAMMADIYAH 23 SURABAYA.

1 1 90

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI METODE DEBAT PADA SISWA KELAS V MI TARBIYATUL AKHLAQ GRESIK.

0 0 128

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI MENULIS PENGUMUMAN MELALUI MODEL TTW ( THINK, TALK, DAN WRITE ) DI KELAS IV MI AL-IBROHIMI KONANG BANGKALAN.

0 0 115

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA MATERI BERTELEPON MELALUI METODE COOPERATIVE SCRIPT PADA SISWA KELAS III A MI ROUDLOTUL BANAT SEPANJANG SIDOARJO.

0 0 109

PENINGKATAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL THINK TALK WRITE DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS III SDN URANGAGUNG SIDOARJO Yulia Evinda Sari 158620600038Semester 6A1S-1 PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Yuliaevindasari96

0 0 6

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI MODEL THINK TALK WRITE (BERPIKIR BERBICARA MENULIS) SISWA KELAS IV SDN 2 JEMBATAN KEMBAR TIMUR TAHUN AJARAN 20162017

0 0 11