PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI METODE DEBAT PADA SISWA KELAS V MI TARBIYATUL AKHLAQ GRESIK.

(1)

SKRIPSI

Oleh:

UMROTUL KHUMAIDAH D07212039

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JUNI 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Umrotul Khumaidah, 2016. Peningkatan Keterampilan Berbicara Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Metode Debat Pada Siswa Kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik. Skripsi Jurusan PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Jauharoti Alfin, M. Si.

Kata Kunci: Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, Metode Debat.

Pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab pada materi lingkungan yang dilaksanakan di MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik pada kelas V belum sepenuhnya melibatkan peran siswa secara optimal. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam berbicara bahasa Indonesia. Dalam hal ini siswa cenderung pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran kurang bermakna. Untuk menanggapi hal tersebut, maka dengan melaksanakan Metode Debat melalui penelitin tindakan kelas diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara bahasa Indonesia pada siswa MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik.

Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik sebelum diterapkan metode Debat ? 2. Bagaimana penerapan metode Debat untuk meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik ? 3. Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik melalui metode Debat ?

Untuk memperoleh hasil penelitian tersebut, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan pendekatan kualitatif. Model PTK yang digunakan yaitu model Kurt Lewin. Dimana dalam satu siklus terdiri dari empat komponen, meliputi: Perencanaan, tindakan observasi, dan refleksi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif dan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan rumus nilai rata-rata dan presentase ketuntasan belajar.

Dari uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa melalui metode Debat dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berbicara bahasa Indonesia pada siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas belajar siswa yang mengalami peningkatan. Pada siklus I nilai rata-rata sebesar 71,9% sedangkan ketuntasan tes lisan siklus II sebesar 86,3%.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN MOTTO ii

HALAMAN PERSEMBAHAN iii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI iv

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI v

ABSTRAK vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GRAFIK xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 8

C. Tindakan yang Dipilih 9

D. Tujuan Penelitian 10

E. Manfaat Penelitian 10

F. Lingkup Penelitian 12

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Keterampilan Berbicara 13

1. Pengertian Keterampilan Berbicara 13

2. Tujuan Keterampilan Berbicara 15

3. Fungsi Berbicara 17

4. Rambu-rambu dalam Berbicara 18


(8)

6. Penilaian Keterampilan Berbicara 20

7. Jenis-jenis Berbicara 22

B. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia 24

1. Pengertian Bahasa 24

2. Prinsip Hakikat Bahasa 25

3. Tujuan Bahasa Indonesia 27

4. Fungsi Bahasa Indonesia 28

5. Ruang lingkup Mata Pelajaran Bahasa Indonesia 30

C. Hakikat Metode 31

1. Pengertian Metode 31

2. Kedudukan Metode dalam Belajar Mengajar 32

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metode Pembelajaran 33

4. Prinsip-prinsip Penentuan Metode 34

5. Efektivitas Penggunaan Metode 36

D. Metode Pembelajaran Debat 37

1. Pengertian Metode Debat 37

2. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Debat 39

3. Kelebihan Metode Debat 42

4. Kekurangan Metode Debat 42

E. Jenis-jenis Penilaian 42

1. Penilaian Unjuk Kerja 44

2. Penilaian Sikap 47

3. Penilaian Tertulis 48

4. Penilaian Proyek 50

5. Penilaian Portofolio 52

F. Kerangka Berpikir 56

G. Hipotesis Tindakan 57

BAB III METODE DAN RENCANA PENELITIAN

A. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian 58

B. Setting dan Subjek Penelitian 60

C. Variabel yang Diteliti 61

D. Rencana Tindakan 61

E. Data dan Sumber Data 64


(9)

G. Teknik Pengumpulan Data 74

H. Analisis Data dan Interpretasi Data 75

I. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian 76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Sekolah 78

B. Deskripsi Hasil Penelitian 79

1. Siklus I 79

2. Siklus II 94

C. Analisis Data 109

D. Pembahasan 111

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 113

B. Saran 114

DAFTAR PUSTAKA

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN RIWAYAT HIDUP


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarmanusia. Bahasa sebagai alat komunikasi ini, dalam rangka memenuhi sifat manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama manusia. Bahasa dianggap sebagai alat yang paling sempurna dan mampu membawakan pikiran dan perasaan baik mengenai hal-hal yang bersifat konkrit maupun yang bersifat abstrak. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dituntut untuk mempunyai kemampuan berbahasa yang baik. Seseorang yang mempunyai kemampuan berbahasa yang memadai akan lebih mudah menyerap dan menyampaikan informasi baik secara lisan maupun tulisan.

Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain. Peserta didik juga dapat mengemukakan gagasan, perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analisis dan imaginatif yang


(11)

ada dalam dirinya. Pada dasarnya pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik belajar berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik berupa lisan maupun tulisan.

Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan.1 Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara. Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak atau mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Siswa harus menguasai keempat aspek tersebut agar terampil berbahasa. Dengan demikian, pembelajaran keterampilan berbahasa di sekolah tidak hanya menekankan pada teori saja, tetapi siswa dituntut untuk mampu menggunakan bahasa sebagaimana fungsinya, yaitu sebagai alat untuk berkomunikasi.

Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah berbicara, sebab keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya.2 Keterampilan ini bukanlah suatu jenis keterampilan yang dapat diwariskan secara turun temurun walaupun pada dasarnya secara alamiah setiap manusia dapat berbicara. Namun, keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan dan pengarahan yang intensif. Kemampuan siswa

1

Nurgiyantoro. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia,

(Yogyakarta: BPFE, 1995), hlm:27

2

Tarigan, H.G, Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1986), hlm: 86


(12)

dalam berbicara juga akan bermanfaat dalam kegiatan menyimak dan memahami bacaan.

Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh para siswa Sekolah Dasar karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di Sekolah Dasar. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan berbicara mereka. Siswa yang tidak mampu berbicara dengan baik dan benar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Karena apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun profesional.3Sebagaimana Ayat Al-Qur’an Surat Al-Ahzab: 70-71.

ْ ّاا ّ آ

اْونمآ

اْوقّتا

ّ

اْواْوقو

ْ ْ ااا ْ ا ْوق

ْ ا

ْ ا ْ آ

ى ق

ْ مو

ّ

اْو و

ْ ق

ا

اااْو

ا ا ْيظ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian

kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah

memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu.

Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah

mendapat kemenangan yang besar”4

Ayat Al-Qur’an menganjurkan seseorang membaca suatu pokok pembahasan terlebih dahulu sesuatu yang akan ditanggapi sebelum mengeluarkan pendapat agar apa yang kita ucapkan mempunyai dasar yang kuat. Surat Al-Alaq ayat 1-5:

ْآ ْق

ْ

ِ

ْ ّاا

ا

ا ْ ْاا

ْ م

ا

ْآ ْق

ّ و

ْ ْاا

ا

ْ ّاا

ّ

قْا

ا

ّ

ا ْ ْاا

ْ ا م

ْ ْ

ا

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhan yang menjadikan.

Menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang

3

Supriyadi, dkk, Pendidikan Bahasa Indonesia 2, (Jakarta: Depdikbud, 2005), hlm : 179 4


(13)

Maha Pemurah. Yang mengajar dalam qalam. Dia mengajar manusia

sesuatu yang tidak diketahui.”5

Beberapa masalah terkait penafsiran ayat Al-Qur’an diatas bahwa membaca adalah bagian dari berbicara. Ketika siswa dalam keterampilan berbicaranya masih rendah dapat dikatakan siswa tersebut memiliki sedikit keterampilan dalam membaca. Karena siswa yang memiliki keterampilan membaca yang baik, ia akan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dalam berbicara, itu disebabkan siswa tersebut memiliki pengetahuan dasar yang kuat.

Sebagaimana Surat Al-Alaq ayat 4 yang berartikan “Yang

mengajar dalam qalam”, menjelaskan bahwa keterampilan berbicara

menjadi hal yang mendasar ketika seseorang berprofesi sebagai pengajar. Keterampilan berbicara sangat diperlukan dalam hal ini karena penyampaian materi akan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan keterampilan ini dibandingkan melalui keterampilan menulis atau yang lainnya.

Ada banyak hal yang menyebabkan siswa terhambat atau mengalami gangguan-gangguan dalam berbicara seperti malu saat berbicara, tidak percaya diri, merasa cemas. Perasaan cemas yang dialami siswa itu menimbulkan rasa takut dalam berbicara. Apabila rasa takut itu menguasai diri seseorang maka menyebabkan timbulnya gugup sehingga berbicara menjadi tak terarah, sering terjadi pengulangan kosa kata dan dalam pengucapannya khususnya dalam bercerita menjadi tidak

5


(14)

tersampaikannya pesan. Selain itu beberapa siswa tidak memperhatikan penjelasan guru saat pembelajaran dan belum tepatnya penggunaan metode pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yakni keterampilan berbicara. Selain itu guru terlalu banyak menyuapi materi, guru kurang mengajak siswa untuk lebih aktif menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Proses pembelajaran di kelas yang tidak relevan dengan yang diharapkan, mengakibatkan kemampuan berbicara siswa menjadi rendah.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan penulis, hal diatas terjadi di beberapa MI di Surabaya dan sekitarnya. Dan hal ini juga terjadi di siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik. Di sini penulis temukan bahwa dalam proses pembelajaran berbicara masih banyak permasalahan. Salah satu masalah yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran yaitu ketika guru melakukan pembelajaran diskusi, hanya siswa tertentu saja yang berani mengutarakan hasil diskusinya seperti membacakan hasil diskusi, bertanya, menyanggah serta memberi tanggapan sedangkan yang lainnya hanya menjadi pendengar setia. Hal ini dikarenakan kurangnya rasa percaya diri dalam diri siswa tersebut.

Hal ini terbukti dari hasil nilai evaluasi unjuk kerja siswa UAS semester genap tahun ajaran 2014/2015 yang masih berada dibawah KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 70 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Peneliti mendapat data bahwa siswa yang mendapat nilai diatas KKM hanya 5 siswa atau 33%. Sedangkan 10 siswa atau 67% masih


(15)

memperoleh nilai dibawah KKM. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya kreativitas guru dalam mengajar sehingga siswa merasa bosan atau jenuh dalam proses pembelajaran. Selain itu dalam proses pembelajaran guru kurang menekankan keterampilan berbicara siswa dalam menyelesaikan masalah.

Berdasarkan akar permasalahan yang dikemukakan di atas, perlu dicarikan solusinya, sehingga peneliti perlu untuk melakukan suatu penelitian tindakan. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan keterampilan berbicara siswa, melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, dan menciptakan pembelajaran mandiri yang berpusat pada siswa sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator.

Peran guru di dalam memberikan pengajaran dan materi kepada siswa akan berpengaruh pada kemampuan siswa dalam menerima dan mempelajari pelajaran yang diberikan guru. Penggunan teknik dan metode belajar yang tepat dapat membangkitkan, mengarahkan dan menyalurkan segala daya yang ada pada diri sendiri guna mencapai tujuan belajar.

Selain itu Hal ini disebabkan kurang inovatifnya guru dalam menggunakan strategi pembelajaran dan metode ceramah yang sering digunakan oleh guru. Satu diantaranya penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan ceramah akan membuat siswa terbiasa kurang aktif dikelas, kurang termotivasi, kurang bisa mengeksplor kemampuan yang dimiliki, dan kurang antusias mengikuti pelajaran. Apabila pendekatan, metode maupun teknik pembelajaran yang diterapkan


(16)

guru tidak diperbaharui sesuai dengan keadaan siswa, maka akan berdampak buruk bagi siswa dan juga untuk sekolah. Dampak yang bisa terjadi antara lain, menurunnya hasil belajar siswa, pembelajaran menjadi tidak efektif dan prestasi sekolah menurun.

Berdasarkan permasalahan tersebut untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berbicara maka perlu digunakan metode pembelajaran yang tepat. Salah satu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa adalah metode Debat. Metode ini dapat memancing siswa untuk berbicara di depan kelas dan membantu terjadinya komunikasi. Oleh karena itu, tujuan penerapan metode Debat lebih ditekankan pada aspek keterampilan berbicara. Dengan demikian, pembelajaran bahasa tidak hanya mendengarkan guru menerangkan saja, tetapi diperlukan keaktifan siswa di dalam proses belajar mengajar, sehingga terjalin interaksi baik antara siswa dengan siswa maupun dengan guru.

Penelitian yang relevan dengan metode ini sebagaimana penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh Nur Khasanah6, Casila Mulani7, Susilawati, dkk8. Berdasarkan penelitian yang mereka lakukan maka dapat disimpulkan bahwa metode Debat ini merupakan metode yang efektif dan

6

Khasanah, Nur. 2014. Peningkatan Keterampilan Berbicara Melaui Metode Inisiasi Debat Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri 01 BolonTahun Pelajaran

2013/2014. Other thesis, Universitas Sebelas Maret 7

Mulani, Casila (2014) Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Implementasi Strategi Debat Aktif Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 1 Belang Wetan, Klaten 2013/2014. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

8

Susilawati, dkk. 2014. Peningkatan Keterampilan Berbicara dan Hasil Belajar Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe Debat Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas VA SD Negeri 20 Kota Bengkulu. Undergraduated thesis, Universitas Bengkulu.


(17)

efisien untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa, selain itu siswa juga akan lebih kritis dalam memecahkan masalah serta suasana kelas akan menjadi lebih bersemangat. Hal ini terbukti dari presentase nilai rata-rata kelas yang semakin bertambah naik, yang awalnya nilai rata-rata-rata-rata kelas di bawah KKM setelah diberlakukan metode ini nilai rata-rata kelas menjadi diatas KKM bahkan lebih. Hasil dari salah satu peneliti diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa pada kondisi awal, yaitu 67,71 dengan persentase ketuntasan klasikalnya hanya 43,59%. Pada siklus I, nilai rata-rata kelas meningkat mencapai 70,88 dengan persentase ketuntasan klasikalnya 61,54%. Setelah tindakan pada siklus II, nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 77 dengan persentase ketuntasan klasikal 76,92%.9

Latar belakangtersebut menunjukan bahwa keterampilan berbicara yang baik dapat dihasilkan dari metode yang digunakan guru dalam pembelajarannya. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti dan membahas mengenai “Peningkatan Keterampilan Berbicara Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Metode Debat Siswa Kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakangdiatas dan dari hasil refleksi dari semua masalah yang berkaitan dengan rendahnya nilai rata-rata unjuk kerja

9

Khasanah, Nur. 2014. Peningkatan Keterampilan Berbicara Melaui Metode Inisiasi Debat Pada Mata Pelajaran Bahasa IndonesiaSiswa Kelas V SD Negeri 01 BolonTahun Pelajaran


(18)

Bahasa Indonesia yang dicapai dalam evaluasi akhir belajar, maka diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik sebelum diterapkan metode Debat ?

2. Bagaimana penerapan metode Debat untuk meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik ?

3. Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik melalui metode Debat ?

C. Tindakan yang Dipilih

Dari identifikasi masalah diatas, maka perlu diangkat proposal penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Keterampilan Berbicara Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Metode Debat Siswa Kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik”. Karena penggunaan metode Debat dapat memancing siswa untuk berbicara di depan kelas dan membantu terjadinya komunikasi. Diantaranya seperti membacakan hasil diskusi, menanggapi hasil diskusi kelompok lain, bertanya serta menyanggah dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu dengan adanya pertandingan akademis ini terciptalah kompetisi yang sehat antar kelompok, siswa akan belajar dengan motivasi yang tinggi untuk memperoleh nilai yang baik. Metode ini juga mudah diterapkan dan menuntu partisipasi dari semua siswa untuk aktif dalam pembelajaran.


(19)

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan diketahui dan dianalisis maka:

1. Untuk mengetahui keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik sebelum diterapkan metode Debat

2. Untuk mengetahui upaya penerapan metode Debat untuk meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik

3. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik melalui metode Debat

E. Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi nyata dalam meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik melalui metode Debat. Manfaat ini terinci sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk mengembangkan teori pembelajaran keterampilan berbicara di kelas rendah dengan menerapkan metode Debat.

b. Sebagai bahan acuan dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pada aspek keterampilan berbicara.


(20)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam keterampilan berbicara Bahasa Indonesia dengan intonasi, kelancaran, pengucapan, dan pilihan kata yang tepat dalam berbicara melalui metode Debat.

b. Bagi Guru

Guru dapat menjadikan hal ini sebagai informasi dan rujukan dalam pengajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia melalui metode Debat. Selain itu penelitian ini dapat menjadi pertimbangan guru dalam mengajar dengan menggunakan metode Debat dalam keterampilan berbicara baik dari strategi persiapan mengajar maupun kendala-kendala yang dihadapi. Serta dapat menambah pengalaman menerapkan beberapa metode pembelajaran salah satunya yaitu metode Debat untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

c. Bagi Sekolah

Sekolah mendapat gambaran dan data tentang peningkatan kualitas siswanya dalam keterampilan berbicara melalui metode Debat, khususnya siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik.


(21)

d. Bagi Peneliti

Melakukan kajian-kajian lebih lanjut untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode Debat yang dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi sekolah. e. Bagi Peneliti lain

Sebagai sumber informasi pengetahuan dalam bidang keterampilan berbicara

F. Lingkup Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada masalah pembelajaran yang ada di MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik. Banyak masalah pembelajaran yang peneliti temukan. Agar penelitian ini bisa terfokus dan tidak terjadi kesimpangsiuran pembahasan, permasalahan tersebut akan dibatasi pada hal-hal tersebut di bawah ini :

1. Mata pelajaran bahasa Indonesia pada keterampilan berbicara. Pelajaran 7 tentang Lingkungan Alamku. Menanggapi suatu persoalan yang disampaikan teman dapat melatih siswa dalam keterampilan mendengarkan dan berbicara.

2. Penelitian tindakan kelas ini dikenakan pada siswa kelas V MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik.

3. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2015

– 2016.

4. Metode yang dipakai adalah metode Dedat untuk meningkatkan keterampilan berbicara.


(22)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Keterampilan Berbicara

1. Pengertian Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang harus dilatih kepada siswa. Sebagai keterampilan yang paling sering digunakan dalam proses pembelajaran bahasa maupun kehidupan sehari-hari, semestinya keterampilan berbicara ini dapat dimiliki oleh setiap siswa dengan baik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Terampil adalah mampu dan cekatan, Sedangkan keterampilan merupakan

kecakapan seseorang untuk menyelesaikan tugas”.1

Jadi Setiap keterampilan itu berhubungan erat dengan proses berpikir yang mendasari bahasa.

Menurut Reber yang dikutip Muhibbin Syah bahwa

“keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu”.2

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 1447.

2

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,Cet. V,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 117.


(23)

Dari beberapa definisi keterampilan diatas dapat penulis simpulkan bahwa keterampilan merupakan kegiatan seseorang yang melibatkan gerak jasmani dan kesadaran yang dapat dikuasai seseorang dengan banyak berlatih.

Hampir dapat dipastikan bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari kegiatan berbicara atau berkomunikasi antara seseorang atau satu kelompok dan kelompok lainnya. Peristiwa komunikasi tersebut baik disadari maupun tidak disadari oleh adanya saling membutuhkan antara satu dan lainnya.

Banyak ahli yang berpendapat tentang pengertian berbicara

diantaranya dalam KBBI “Berbicara yaitu berkata; bercakap;

berbahasa; melahirkan pendapat, dan berunding”.3

Tarigan mendefinisikan berbicara sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar dan penyimak.4

Sementara itu Alek dan achmad menjelaskan bahwa Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain.5

3

Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm. 188.

4

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Cet. I,(Bandung: Angkasa, 2008), hlm. 16.

5

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, Cet. III,(Bandung: Rosda, 2011), hlm. 241.


(24)

Senada dengan pendapat tersebut, Arsjad dan Mukti yang dikutip Isah Cahyani mengemukakan bahwa keterampilan berbicara adalah

kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk

mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.6

Dari definisi keterampilan dan berbicara yang sudah dipaparkan tersebut, maka dapat penulis simpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kecakapan seseorang dalam berbahasa saat mengekspresikan pendapat atau menyampaikan pesan sesuai dengan kebutuhan para pendengarnya.

2. Tujuan Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara memiliki tujuan yang banyak ragamnya. Berikut penulis paparkan tujuan keterampilan berbicara. Tujuan utama dalam keterampilan berbicara adalah untuk berkomunikasi.7 Sedangkan tujuan berbicara secara umum terdapat tiga golongan yaitu berbicara untuk memberitahukan (to inform),

menghibur (to entertain), dan membujuk (to persuade).8

Disamping itu, keterampilan berbicara juga memiliki tujuan dalam pengembangan yang akan dimiliki bagi seorang yang berbicara, diantaranya:

6

Isah Cahyani, Bahasa Indonesia, Cet. I,(Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2009), hlm. 172.

7

Tarigan, op.cit., hlm. 15

8

Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia, Cet. I,(Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), hlm. 37.


(25)

a. Kemudahan berbicara

Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai mereka mengembangkan keterampilan ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di hadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya. b. Kejelasan

Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan jelas, baik artikulasi maupun diksi kalimatnya. Gagasan yang diucapkan harus tersusun dengan baik.

c. Bertanggung Jawab

Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi pokok pembicaraan, tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya. d. Membentuk pendengaran yang kritis

Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan utama, yaitu peserta didik perlu belajar untuk mengevaluasi kata-kata, niat, dan tujuan pembicaranya.

e. Membentuk kebiasaan

Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari bahkan dalam bahasa


(26)

ibu. Faktor ini demikian penting dalam membentuk kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang.9

Selain itu Iskandar Wassid juga menerangkan tujuan pembelajaran keterampilan berbicara untuk tingkat pemula yaitu melafalkan bunyi-bunyi bahasa, menyampaikan informasi, menyatakan setuju atau tidak setuju, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil menyimak atau bacaan, menyatakan ungkapan rasa hormat dan bermain peran.10 Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas jadi dapat penulis simpulkan bahwa tujuan keterampilan berbicara yaitu berbeda-beda tergantung dari tujuan pembicara berbicara, namun secara umum tujuan keterampilan berbicara yaitu untuk memberikan informasi, menghibur dan meyakinkan seseorang.

3. Fungsi Berbicara

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa bahasa memiliki fungsi sebagai alat untuk membicarakan berbagai hal. Menurut Jauharoti alfin dkk, fungsi berbicara yaitu: (1) untuk menggerakan serta memanipulasi lingkungan, (2) pengawasan terhadap peristiwa-peristiwa, (3) menyampaikan fakta dan pengetahuan, (4) menjelaskan, menggambarkan, (5) untuk menyatakan perasaan dan

9

iskandarWassid dan Dadang Sunendar, op.cit., hlm. 242-243

10Ibid,


(27)

emosi yang ada dalam benaknya, (6) untuk mendapatkan pengetahuan dan (7) untuk menciptakan gagasan imajiner.11

Dapat penulis simpulkan bahwa fungsi berbicara banyak sekali diantaranya pembicara dapat menyampaikan pengetahuan yang dimiliki kepada pendengar, berbicara juga dapat membantu pembicara dalam mengeluarkan ide-ide dan perasaan yang sedang atau pernah dirasakan.

4. Rambu-rambu dalam Berbicara

Suksesnya sebuah pembicaraan sangat tergantung kepada pembicaradan pendengar. Untuk itu dituntut beberapa persyaratan kepada seorangpembicara dan pendengar. Berikut penulis paparkan

“hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang pembicara yang baik, yaitu: (1) pandai menemukan topik yang tepat, (2) menguasai materi, (3) memahami pendengar, (4) memahami situasi, (5) merumuskan tujuan dengan jelas,(6) berpenampilan meyakinkan,

(7) memanfaatkan alat bantu”.12

Dapat penulis simpulkan bahwa banyak hal yang harus diperhatikan seorang pembicara yakni pembicara harus memilih topik yang tepat yang sesuai dengan situasi yang sedang dialami pada akhir-akhir ini dan pastinya pembicara harus menguasai materi yang akan disampaikannya. Seorang pembicara harus mengetahui siapa pendengarnya agar dalam berbicara, informasi

11

Jauharoti Alfin, Muhammad Thohri, Sri Wahyuni, Bahasa Indonesia, Cet. I,(Surabaya: LAPIS PGMI, 2008), hlm. 4-12.

12


(28)

yang disampaikan dapat berguna bagi pendengar dan terjadi

feedback antara pembicara dan pendengar.

5. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Keterampilan Berbicara

Untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain harus memberikan kesan menguasai masalah yang dibicarakan, pembicara juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu pembicara harus berbicara dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan diantaranya sebagai berikut:

a. Faktor-Faktor Kebahasaan

Faktor kebahasaan yang harus diperhatikan pembicara yaitu ketepatan ucapan, pengucapan konsonan, penempatan konsonan, penggunaan nada, pilihan kata, pilihan ungkapan, variasi kata, struktur kalimat, dan ragam kalimat.

b. Faktor Non Kebahasaan

Selain faktor kebahasaan pembicara juga harus memperhatikan faktor non kebahasaan misalnya keberanian dan semangat dalam berbicara, kelancaran dalam berbicara, kenyaringan


(29)

suara saat berbicara, pandangan mata saat berbicara, mimik saat berbicara, dan penguasaan topik yang akan dibicarakan.13

Berdasarkan penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa seorang pembicara dalam berbicara harus memilih kata-kata yang tepat pada saat berbicara dan struktur kalimat agar pendengar cepat mengerti dan memahami materi yang pembicara sampaikan. Selain itu seorang pembicara juga harus memiliki semangat yang dapat ditularkan oleh para pendengarnya, pandangan mata seorang pembicara dengan pendengar juga merupakan hal yang penting bagi seorang pembicara.

6. Penilaian Keterampilan Berbicara

Keberhasilan sebuah pengajaran dapat diketahui hasilnya melalui assesmen atau penilaian pembelajaran yang berfungsi

untuk mengukur kemampuan siswa setelah dilakasanakan proses

pembelajaran itu. “Penilaian adalah proses pegumpulan informasi

tentang peserta didik (melalui berbagai sumber bukti), berkenaan dengan apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka dapat

lakukan”.14

Dengan demikian, proses penilaian ini direncanakan dengan sengaja untuk memperoleh informasi atau data-data tertentu.

13

Isah Cahyani dan Hodijah, Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar, Cet I, (Bandung: UPI PRESS, 2009), hlm.62.

14

Sri Wahyuni dan Abd. Syukur Ibrahim, Asesmen Pembelajaran Bahasa, Cet. I, (Bandung : Refika Aditama, 2012), hlm. 2


(30)

Henry Guntur Tarigan dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang, pada prinsipnya kita harus memperhatikan lima faktor yaitu:

a. Apakah vokal dan konsonan diucapkan dengan tepat?

b. Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta tekanansuku kata, memuaskan?

c. Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakannya?

d. Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?

e. Sejauh manakah kewajaran atau kelancaran yang tercermin bila seseorang berbicara?15

Sri wahyuni menjelaskan bahwa penilaian pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan melalui berbagai cara, di antaranya

tes perbuatan yaitu “tes bahasa yang menghendaki jawaban peserta

tes dalam bentuk penampilan/perbuatan atau kinerja (performance), misalnya tes paper and pensil tes, tes identifikasi, tes simulasi, dan

tes petik kerja”.16

Berdasarkan penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa penilaian keterampilan berbicara memperhatikan beberapa

15

Tarigan, op.Cit., Berbicara Sebagai Salah Satu Keterampilan Berbahasa, hlm. 28

16


(31)

aspek dalam berbicara yaitu pengucapan konsonan, intonasi pembicara dalam berbicara, ketepatan dalam berbicara yang tercakup dalam ekspresi fisik, ekspresi verbal dan ekspresi suara.

7. Jenis-jenis Berbicara

Bila diperhatikan mengenai bahasa akan kita dapatkan berbagai jenis berbicara. Diantaranya berbicara ditinjau sebagai seni yakni sebagai berikut:

a. Diskusi

Diskusi berasal dari kata bahasa latin “discutere”, yang berarti membeberkan masalah. Dalam arti luas diskusi berarti memberikan jawaban atas pertanyaan atau pembicaraan serius tentang suatu masalah objektif. Dalam arti sempit, diskusi berarti tukar-menukar pikiran yang terjadi dalam kelompok kecil atau besar.17

Bertukar pikiran baru dapat dikatakan berdiskusi apabila ada masalah yang dibicarakan, ada seseorang sebagai anggota diskusi, ada peserta sebagai anggota diskusi, setiap anggota mengemukakan pendapatnya, keputusan dan kesimpulan harus disetujui bersama.18

17

Siti Sahara, dkk, Keterampilan Berbahasa Indonesia, Cet. III, (Jakarta: FITK, 2009), hlm. 18 18

Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), hlm.7.18


(32)

b. Seminar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, seminar ialah pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah di bawah pimpinan ketua sidang.19 Menurut Maidar Arsjad yang dikutip Siti Sahara, seminar adalah suatu pertemuan yang bersifat ilmiah untuk membahas suatu masalah tertentu dengan perasaan dan tanggapan melalui diskusi untuk mendapat keputusan bersama.20

c. Pidato

Seorang guru hendaknya memiliki keterampilan berbicara dan memiliki kemampuan berpidato, karena orang yang dapat berpidato dengan baik akan mampu meyakinkan pendengarnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), pidato diartikan sebagai pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan pada orang lain.21 Menurut Djago Tarigan pidato adalah berbicara di hadapan orang banyak dalam rangka menyampaikan suatu masalah untuk mencapai suatu tujuan tertentu.22 Dengan demikian, jenis-jenis keterampilan berbicara tersebut dapat mengefektifkan keterampilan berbicara karena adanya pembicara, pendengar dan pokok pembicaraan yang dipilih.

19

Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm.2345

20

Siti Sahara, dkk, op.cit., hlm. 25-26

21

Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm.2343

22


(33)

B. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia 1. Pengertian Bahasa

Tarigan memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.23

Menurut Santoso mengutarakan bahwa bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.24 Definisi lain, Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (language may be form and not matter) atau sesuatu sistem

lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Mackey.25

Menurut Wibowo, bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.26 Sejalan dengan pendapat diatas, Walija mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada

23

Guntur Henry,Pengajaran Kompetensi Bahasa Indonesia,(Bandung: Angkasa, 1989), hlm. 4

24

Santoso, Kusno Budi,Problematika Bahasa Indonesia,(Bandung: Angkasa, 1990), hlm. 1

25

Mackey, W.F,Analisis Bahasa,(Surabaya: Usaha Nasional), hlm. 12

26


(34)

orang lain.27 Sedangkan Syamsuddin memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.28

Sementara Pengabean berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf.29 Pendapat terakhir tentang bahasa ini diutarakan oleh Soejono, bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam hidup bersama.30

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah lambang atau bunyi yang bermakna atau berartikulasi sebagai sarana berkomunikasi secara efektif.

2. Prinsip Hakikat Bahasa

Menurut Tarigan mengemukakan adanya delapan prinsip dasar hakikat bahasa, yaitu

a. Bahasa adalah suatu sistem; Bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.

27

Walija,Bahasa Indonesia dalam Perbincangan,(Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press, 1996), hlm. 4

28

Syamsuddin, A.R, Sanggar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta, 1986), hlm. 2

29

Pangabean, Maruli, Bahasa Pengaruh dan Peranannya,(Jakarta: Gramedia, 1981), hlm. 5

30


(35)

Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap ujaran bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa yang berbunyi

“nasi” melambangkan konsep atau makna „sesuatu yang biasa

dimakan orang sebagai makanan pokok’.

b. Bahasa adalah vokal; Urutan bunyi vokal yang terstruktur yang digunakan atau dapat digunakan dalam komunikasi internasional oleh kelompok manusia dan secara lengkap digunakan untuk mengungkapkan sesuatu, peristiwa, dan proses yang terdapat di sekitar manusia.

c. Bahasa tersusun daripada lambang-lambang arbitrari; Tidak adanya hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dengan kata lain, hubungan antara bahasa dan bendanya hanya didasarkan pada kesepakatan antara penurut bahasa di dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan. Misalnya, lambang bahasa yang berwujud bunyi kuda dengan rujukannya yaitu seekor binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, tidak ada hubungannya sama sekali, tidak ada ciri alamiahnya sedikitpun.

d. Setiap bahasa bersifat unik; Setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya.


(36)

e. Bahasa dibangun daripada kebiasaan-kebiasaan; Sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama dari generasi ke generasi.

f. Bahasa ialah alat komunikasi; Sarana penyampaian informasi kepada orang lain secara lisan maupun tertulis mengenai apapun yang ingin kita inginkan tanpa menghindari tata bahasa yang sudah ada.

g. Bahasa berhubungan erat dengan tempatnya berada; Kebudayaan itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi itu.

h. Bahasa itu berubah-ubah; 31

3. Tujuan Bahasa Indonesia

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006: 10 tentang Standar isi menyebutkan bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar memiliki tujuan sebagai berikut.

a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.

b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

31

Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1990), hlm. 2-3


(37)

c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa di Sekolah Dasar diharapkan siswa mendapat bekal yang matang untuk mengembangkan dirinya dalam pendidikan berikutnya dan hidup bermasyarakat. Dalam bidang pengetahuan siswa memiliki pemahaman dasar-dasar kebahasaan terutama bahasa baku serta mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

4. Fungsi Bahasa Indonesia

Tatat Hartati menjelaskan tentang fungsi mata pelajaran Bahasa Indonesia. Standar Kompetensi ini disiapkan dengan mempertimbangkan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara serta sastra Indonesia sebagai hasil cipta intelektual produk budaya yang berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai berikut:


(38)

b. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya

c. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni d. Sarana penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik

untuk keperluan menyangkut berbagai masalah e. Sarana pengembangan penalaran

f. Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan Indonesia

Dengan mengetahui fungsi bahasa Indonesia, tentu kita akan selalu berusaha untuk mempelajari dan menguasai bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh. Sebab dengan demikian secara tidak langsung kita telah berusaha untuk membina persatuan dan kesatuan bangsa, serta melestarikan budaya bangsa.32

Pendapat lain mengutarakan bahwa fungsi pengajaran bahasa Indonesia di SD adalah sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa itu, terutama sebagai alat komunikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD dapat memberikan kemampuan dasar berbahasa yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah maupun untuk menyerap ilmu yang dipelajari lewat bahasa itu. Selain itu pembelajaran bahasa Indonesia juga dapat membentuk sikap

32


(39)

berbahasa yang positif serta memberikan dasar untuk menikmati dan menghargai sastra Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu diperhatikan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur bangsa, serta pembinaan rasa persatuan nasional.33

5. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam KTSP mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi (a) aspek mendengarkan, (b) aspek berbicara, (c) aspek membaca, (d) aspek menulis, (e) kesastraan dan (d) kosa kata (Depdikbud: 2006) Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuam dan erat sekali hubungannya dengan proses yang mendasari bahasa. Dalam Penelitian ini ruang lingkup bahasa Indonesia yang di ambil adalah ruang lingkup membaca karena sesuai dengan masalah yang ada yakni rendahnya keterampilan membaca cerita siswa dalam proses pembelajaran. Keterampilan membaca merupakan modal awal siswa untuk menggali ilmu pengetahuan yang akan dikembangkan dalam pendidikan formal.

33

Mentawai Island, (5 Desember 2015). http://kalius-sabakalek.blogspot.co.id/2013/03/tujuan-pembelajaran-bahasa-indonesia.html.


(40)

C. Hakikat Metode

1. Pengertian Metode

Kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan efektif dan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan dan hendak mencapai tujuan pembelajaran tentu perlu memperhatikan dan mengatur lingkungan belajar. Maka seorang guru mempersiapkan metode sebagai suatu komponen yang berperan serta dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar.

Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.34Sedangkan Eveline Siregar dan Hartini Nara menjelaskan bahwa metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.35 Senada dengan pendapat Eveline, Pupuh Fatuhurrohman dan M.Sobry Sutikno menjelaskan bahwa metode merupakan cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.36Hal yang sama juga dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah, Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.37

34

Asep Herry Hernawan, Asra, dan Laksmi Dewi, Belajar dan Pembelajaran SD, Cet. I, (Bandung: UPI, 2007), hlm. 90.

35

Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajr dan Pembelajaran, Cet. II, (Ciawi: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 80.

36

Pupuh Fatuhurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Konsep Umum dan Konsep Islam,Cet. I, (Bandung: Refika Aditama, 2010), hlm. 15.

37

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 46


(41)

Sedangkan Suyono dan Hariyanto metode pembelajaran adalah Seluruh perencanaan dan prosedur maupun langkah-langkah kegiatan pembelajaran termasuk pilihan cara penilaian yang akan dilaksanakan.38 Senada dengan pendapat di atas Benny A. Pribadi menjelaskan, metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan oleh guru atau instruktur untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran secara spesifik.39

Dari pengertian metode dan metode pembelajaran yang telah dikemukakan di atas dapat penulis simpulkan bahwa metode adalah suatu cara yang digunakan oleh para pendidik di dalam menyajikan materi-materi pelajaran untuk mencapai sesuatu yang telah ditentukan dalam proses belajar mengajar, agar pelajaran itu dapat dipahami oleh peserta didik dengan baik.

2. Kedudukan Metode dalam Belajar Mengajar

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, metode memiliki kedudukan:

a. Sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar (KBM).

b. Menyiasati perbedaan individual anak didik, sebagai strategi pengajaran.

38

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, Cet. II, (Bandung: Rosdakarya, 2011), hlm. 19.

39

Benny A. Pribadi, Model Assure untuk Mendesain Pembelajaran Sukses, Cet. I, (Jakarta: Dian Rakyat 2011), hlm. 80.


(42)

c. Sebagai alat untuk mencapai tujuan.40

Dapat penulis simpulkan bahwa kedudukan metode dalam belajar mengajar memiliki peranan yang penting karena kedudukan metode ini berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar. Jadi sebaiknya metode yang digunakan guru saat kegiatan belajar mengajar (KBM) dapat menjadi alat yang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metode Pembelajaran

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi metode pembelajaran, faktor itu dari internal maupun eksternal. Adapun beberapa ahli yang akan memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi metode pembelajaran.

Syaiful Bahri Djamarah berpendapat bahwa, pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut: anak didik, tujuan, situasi, fasilitas, guru.41 Sedangkan Pupuh Fathurohman dan M. Sobry Sutikno mengutarakan bahwa, faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode antara lain : tujuan yang hendak dicapai, materi pelajaran, peserta didik, situasi, fasilitas dan guru.42

40

Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm. 72-73

41

Djamarah, Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 88-92

42


(43)

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi metode pembelajaran diantaranya peserta didik, tujuan, situasi, fasilitas serta guru.

4. Prinsip-prinsip Penentuan Metode

Metode apapun yang dipilih dalam kegiatan belajar hendaklah memperhatikan beberapa prinsip yang mendasari urgensi metode dalam proses belajar mengajar, yakni:

a. Prinsip motivasi dan tujuan belajar. Motivasi memiliki kekuatan sangat dahsyat dalam proses pembelajaran. Belajar tanpa motivasi seperti badan tanpa jiwa, atau laksana mobiltanpa bahan bakar. b. Prinsip kematangan dan perbedaan individual. Belajar memiliki

masa kepekaan masing-masing dan tiap anak memiliki tempo kepekaan yang tidak sama.

c. Prinsip penyediaan peluang dan pengalaman praktis. Belajar dengan memperhatikan peluang sebesar-besarnya bagi partisipasi anak didik dan pengalaman langsung oleh anak jauh memiliki makna ketimbang belajar verbalistik.

d. Integrasi pemahaman dan pengalaman. Penyatuan pemahaman dan pengalaman menghendaki suatu proses pembelajaran yang mampu menerapkan pengalaman nyata dalam suatu daur proses belajar.

e. Prinsip Fungsional, belajar merupakan proses pengalaman hidup yang bermanfaat bagi kehidupan berikutnya.


(44)

f. Prinsip menggembirakan. Belajar merupakan proses berlanjut tanpa henti, tentu seiring kebutuhan dan tuntutan yang terus berkembang.43

Berdasarkan penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa prinsip penentuan metode hendaknya metode tersebut dapat memberikan motivasi untuk siswa dalam kegiatan pembelajaran, metode tersebut dapat memberikan pengalaman secara langsung untuk siswa, metode tersebut dapat manjadikan pembelajarnnya bermanfaat serta dapat diterapkan dalam kehidupan siswa dan metode tersebut hendaknya menjadikan siswa senang dan bergembira dalam mengikuti pembelajaran.

Sedangkan menurut Abdul Majid Prinsip-prinsip penentuan metode yaitu sebagai berikut:

a. Berpusat kepada anak didik (Student Oriented). Guru harus

memandang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Gaya belajar (Learning style) anak didik harus diperhatikan.

b. Belajar dengan melakukan (learning by doing) guru harus

menyediakan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya. Sehingga ia memperoleh pengalaman yang nyata.

43


(45)

c. Mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial

(Learning to live together).

d. Mengembangkan keingintahuan dengan imajinasi untuk memompa daya imajinatif anak didik untuk berpikir kritis dan kreatif.

e. Mengembangkan kreativitas dan daya imajinasi anak untuk menemukan jawaban terhadap setiap masalah yang dihadapi anak didik.44

5. Efektivitas Penggunaan Metode

Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang dengan percuma hanya karena penggunaan metode semata-mata berdasarkan kehendak guru dan bukan atas dasar kebutuhan siswa, atau karakter situasi kelas.

Untuk menetapkan metode mengajar, bukan tujuan menyesuaikan dengan metode atau karakter anak, tetapi metode hendaknya menjadi variable dependen yang dapat berubah dan berkembang sesuai kebutuhan.45 Jadi dapat penulis simpulkan agar metode yang digunakan dapat berjalan dengan efektif maka harus ada

44

Abdul Majid, op.cit., hlm. 136-137.

45


(46)

kesesuaian antara metode yang digunakan dengan komponen pengajaran yang telah disusun dalam satuan pengajaran.

D. Metode Pembelajaran Debat 1. Pengertian Metode Debat

Menurut KBBI, debat adalah pembahasan atau pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.46 Sedangkan menurut Hendri Guntur Tarigan, debat adalah saling adu argumentasi antar pribadi atau antar kelompok manusia, dengan tujuan mencapai kemenangan satu pihak.47

Menurut Kamdhi, debat adalah suatu pembahasan atau pertukaran pendapat mengenai suatu pokok masalah dimana masing-masing peserta memberikan alasan untuk mempertahankan pendapatnya.48 Berdasarkan beberapa kajian dan kasus yang dihadapi pada berbagai kondisi, dapat disimpulkan bahwa debat memiliki pengertian sebagai berikut:

a. Debat adalah kegiatan argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara individual maupun kelompok dalam mendiskusikan dan memecahkan suatu masalah. Debat dilakukan menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri.

46

Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm. 242

47

Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1990), hlm. 120.

48


(47)

b. Debat adalah suatu diskusi antara dua orang atau lebih yang berbeda pandangan, dimana antara satu pihak dengan pihak yang lain saling menyerang (opositif).

c. Debat terjadi dimana unsur emosi banyak berperan. Pesertanya kebanyakan hanya hendak mempertahankan pendapat masing-masing dibandingkan mendengar pendapat dari orang lain dan berkehendak agar peserta lain menyetujui pendapatnya. Oleh karena itu, dalam debat terdapat unsur pemaksaan kehendak. d. Debat adalah aktivitas utama dari masyarakat yang

mengedepankan demokratik.

e. Sebuah kontes antara dua orang atau grup yang mempresentasikan tentang argumen mereka dan berusaha untuk mengembangkan argumen dari lawan mereka.

Adapula debat yang diselenggarakan secara formal adalah debat antar kandidat legislatif dan debat antar calon presiden/wakil presiden yang umum dilakukan menjelang pemilihan umum.Debat kompetitif adalah debat dalam bentuk permainan yang biasa dilakukan di tingkat sekolah dan universitas. Dalam hal ini, debat dilakukan sebagai pertandingan dengan aturan ("format") yang jelas dan ketat antara dua pihak yang masing-masing mendukung dan menentang sebuah pernyataan. Debat disaksikan oleh satu atau beberapa orang juri yang ditunjuk untuk menentukan pemenang dari sebuah debat.


(48)

Pemenang dari debat kompetitif adalah tim yang berhasil menunjukkan pengetahuan dan kemampuan debat yang lebih baik.

Debat kompetitif dalam pendidikan tidak seperti debat sebenarnya di parlemen, debat kompetitif tidak bertujuan untuk menghasilkan keputusan namun lebih diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan tertentu di kalangan pesertanya, seperti kemampuan untuk mengutarakan pendapat secara logis, jelas dan terstruktur, mendengarkan pendapat yang berbeda, dan kemampuan berbahasa asing (bila debat dilakukan dalam bahasa asing).49

2. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Debat

Pembelajaran dengan metode Debat mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Teknis pelaksanaan metode Debat menurut Melvin L. Siberman dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Susunlah sebuah pertanyaan yang berisi pendapat tentang isu kontroversial yang terkait dengan mata Pelajaran Anda

(misalnya., “Media membuat berita, bukan melaporkannya.”)

2) Bagilah siswa menjadi dua tim debat. Berikan (secara acak) posisi

“pro” kepada satu kelompok dan posisi “kontra” kepada

kelompok yang lain.

49


(49)

3) Selanjutnya, buatlah dua hingga empat sub kelompok dalam masing-masing tim debat. Misalnya, dalam sebuah kelas yang berisi 24 siswa Anda dapat membuat tiga sub kelompok kontra, yang masing-masing terdiri dari empat anggota. Perintahkan tiap sub kelompok untuk menyusun argumen bagi pendapat yang dipegangnya, atau menyediakan daftar panjang argumen yang mungkin akan mereka diskusikan dan pilih. Pada akhir dari diskusi mereka, perintahkan sub kelompok untuk memilih juru bicara.

4) Tempatkan dua hingga empat kursi (tergantung jumlah dari sub kelompok yang dibuat untuk tiap pihak) bagi para juru bicara dari pihak yang pro dalam posisi berhadapan dengan jumlah kursi yang sama bagi juru bicara dari pihak yang kontra. Posisikan siswa yang lain di belakang tim debat mereka. Untuk contoh sebelumnya, susunannya akan tampak seperti ini :

X X

X X

X X

X Pro Kon X

X Pro Kon X

X Pro Kon X

X X

X X

X X

Gambar 2.1


(50)

Mulailah “debat” dengan meminta para juru bicara

mengemukakan pendapat mereka. Sebutlah proses ini sebagai

“argumen pembuka”.

5) Setelah semua siswa mendengarkan argumen pembuka, hentikan debat dan suruh mereka kembali ke sub kelompok awal mereka. Perintahkan sub-sub kelompok untuk menyusun strategi dalam rangka mengkonter argumen pembuka dari pihak lawan. Sekali lagi, perintahkan tiap sub kelompok memilih juru bicara, akan lebih baik bila menggunakan orang baru.

6) Kembali ke “debat”. Perintahkan para juru bicara, yang duduk berhadap-hadapan, untuk memberikan “argumen tandingan”. Ketika debat berlanjut (pastikan untuk menyelang-nyeling antara kedua belah pihak), anjurkan siswa lain untuk memberikan catatan yang memuat argumen tandingan atau bantahan kepada pendebat mereka. Juga, anjurkan mereka untuk memberi tepuk tangan atas argumen yang disampaikan oleh perwakilan tim debat mereka.

7) Bila Anda rasa perlu, akhirilah debat. Tanpa menyebutkan pemenangnya, perintahkan siswa untuk kembali berkumpul membentuk satu lingkaran. Pastikan untuk mengumpulkan siswa dengan meminta mereka duduk bersebelahan dengan siswa yang berasal dari pihak lawan debatnya. Lakukan diskusi dalam satu kelas penuh tentang apa yang didapatkan oleh siswa dari


(51)

persoalan yang diperdebatkan. Juga perintahkan siswa untuk mengenali apa yang menurut mereka merupakan argumen terbaik yang dikemukakan oleh kedua belah pihak50

3. Kelebihan Metode Debat

Adapun kelebihan metode Debat dari segi manfaat antara lain: 1) Peserta didik menjadi lebih kritis

2) Suasana kelas menjadi lebih bersemangat

3) Peserta didik dapat mengungkapakan pendapatnya dalam forum 4) Peserta didik menjadi lebih besar hati, ketika pendapatnya tidak

sesuai dengan peserta yang lain

4. Kekurangan Metode Debat

Adapun kekurangan metode Debat dari segi manfaat antara lain:

1) Biasanya hanya siswa yang aktif saja yang berbicara

2) Terkadang timbul perselisihan antar siswa setelah berdebat karena tidak terima pendapatnya disanggah

3) Biasanya timbul rasa ingin saling menjatuhkan 4) Memakan waktu yang cukup lama51

E. Jenis-jenis Penilaian

Evaluasi pembelajaran yang berpihak pada pengembangan keterampilan berbahasa dan bersastra adalah penilaian berbasis kelas.

50

Siberman Mel, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Cet. X,(Bandung: Nuansa Cendekia, 1996), hlm. 141-143.

51

Lihat : http://fitria507.blogspot.co.id/2011/12/kelebihan-dan-kekurangan-metode.html . (Diakses pada tanggal 27 November 2015)


(52)

Penilaian berbasis kelas adalah proses penilaian yang dilakukan secara terus-menerus. Penilaian dilakukan pada saat siswa melaksanakan proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas, seperti di laboratorium atau lapangan. Dengan demikian kegiatan evaluasi bukan merupakan kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran.

Penilaian berbasis kelas harus mengembangkan berbagai jenis evaluasi, baik evaluasi yang berkaitan dengan pengujian dan pengukuran tingkat kognitif menggunakan tes, maupun evaluasi terhadap perkembangan mental melalui penilaian tentang sikap, produk atau karya.

Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai teknik/cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap,

penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian

produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik

(portfolio), dan penilaian diri.52

Wina Sanjaya mengatakan, sebagai suatu proses, pelaksanaan penilaian berbasis kelas harus terencana dan terarah sesuai dengan tujuan pencapaian kompetensi. Penilaian berbasis kelas menganut prinsip-prinsip;

52


(53)

a) motivasi, b) validitas, c) adil, d) terbuka, e) berkesinambungan, f) menyeluruh, g) bermakna dan h) edukatif.53

Alat penilaian yang baik adalah alat penilaian yang dapat dipahami secara baik oleh penilai maupun objek yang dinilai. Siswa perlu diberitahu prosedur penilaian yang akan dilakukan beserta kriteria penilaiannya. Keterbukaan ini diharapkan dapat mendorong siswa untuk memperoleh hasil yang baik sehingga memotivasi cara belajar mereka. Keterbukaan juga memungkinkan siswa memahami posisi mereka dalam pencapaian kompetensi. Dengan prinsip keterbukaan, siswa mengetahui kelemahan dirinya, kemudian berusaha menutup kelemahan tersebut dengan belajar lebih giat lagi.

Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat dilakukan beragam teknik penilaian yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Ada tujuh teknik yang dapat digunakan dalam pembelajaran tetapi teknik yang sering digunakan pada pembelajaran bahasa Indonesia, yakni penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian portofolio. Penjelasan tentang kelima teknik penilaian tersebut sebagai berikut:

1. Penilaian Unjuk Kerja

Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan siswa dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang

53

Sanjaya, Wina, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.185


(54)

menuntut siswa seperti: presentasi, diskusi, bermain peran, berpidato, dan membaca puisi. Cara penilaian ini dianggap lebih autentik daripada tes tertulis karena yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya.

Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut; (1) Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan siswa untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi (2) Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai, (3) Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, (4) Kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga mudah diamati, (5) Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati.

Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai kemampuan berbicara, misalnya dilakukan pengamatan atau observasi berbicara yang beragam, seperti: diskusi dalam kelompok kecil, berpidato, bercerita, bermain peran dan melakukan wawancara. Dengan demikian, gambaran kemampuan siswa akan lebih utuh. Untuk mengamati unjuk kerja siswa dapat menggunakan alat atau instrumen berikut:

Daftar Cek (Check-list)

Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (baik-tidak baik). Dengan menggunakan daftar cek, siswa


(55)

diamati oleh guru. Jika tidak dapat diamati, siswa tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah guru hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati, baik-tidak baik. Dengan demikian baik-tidak terdapat nilai tengah. Contoh daftar cek (check list) pada penilaian berbicara tampak pada rubrik di bawah ini:

No. Aspek yang Dinilai Skor

1 2 3 4

1. Ekspresi Fisik

a) Berdiri tegak melihat khalayak

b) Mengubah ekspresi wajah sesuai

perubahan pernyataan yang

disampaikan

c) Gerak tubuh dan gerak tangan membantu memberikan penegasan 2. Ekspresi Suara

a) Berbicara dengan kata-kata jelas

b) Nada dan suara berubah-ubah sesuai pernyataan

c) Berbicara cukup keras untuk didengar khalayak

3. Ekspresi Verbal

a) Memilih kata-kata yang tepat untuk menegaskan arti

b) Tidak mengulang-ulang pernyataan c) Menggunakan kalimat yang lengkap

untuk mengutarakan satu pikiran

d) Menyimpulkan pokok-pokok pikiran yang penting

Jumlah Skor

Nilai = Skor yang diperoleh x 100 Skor maksimal

Skor maksimal = 100; Kriteria penilaian sebagai berikut:

1) Jika siswa memperoleh skor 100 – 91 ditetapkan sangat kompeten 2) Jika siswa memperoleh skor 90 – 83 ditetapkan kompeten

3) Jika siswa memperoleh skor 82 – 75 ditetapkan cukup kompeten 4) Jika siswa memperoleh skor 76 – 69 ditetapkan kurang kompeten


(56)

2. Penilaian Sikap

Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan.

Sikap terdiri atas tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap.

Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut.

a. Sikap terhadap materi pelajaran. Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap materi pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri siswa akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan.

b. Sikap terhadap guru/pengajar. Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap guru. Siswa yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan


(57)

demikian, siswa yang memiliki sikap negatif terhadap guru akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.

c. Sikap terhadap proses pembelajaran. Siswa juga perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.

d. Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Misalnya kasus atau masalah rendahnya minat baca, berkaitan dengan materi kebahasaan. Siswa juga perlu memiliki sikap yang tepat, yang dilandasi oleh nilai-nilai positif agar mempunyai kegemaran membaca.

3. Penilaian Tertulis

Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes Tertulis adalah tes dengan soal dan jawaban yang diberikan kepada siswa dalam bentuk tulisan. Tes memiliki reliabilitas bila menghasilkan hasil-hasil yang konsisten selama beberapa kali pengadministrasian atau disajikan dengan beberapa macam bentuk (Arends, 2008: 218). Dalam menjawab soal siswa tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam


(58)

bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lainnya. Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu:

a. Memilih jawaban, yang dibedakan menjadi:

Pilihan ganda; dua pilihan (benar-salah, ya-tidak); menjodohkan; sebab-akibat

b. Mensuplai jawaban, dibedakan menjadi:

Isian atau melengkapi; jawaban singkat atau pendek; uraian

Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, menjodohkan dan sebab akibat merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami dengan cakupan materi yang luas. Namun, pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu siswa tidak mengembangkan sendiri jawabannya bahkan jika siswa tidak mengetahui jawaban yang benar, maka akan menerka saja. Hal ini menimbulkan kecenderungan siswa tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Selain itu pilihan ganda kurang mampu memberikan informasi yang cukup untuk dijadikan umpan balik guna mendiagnosis atau memodifikasi pengalaman belajar. Karena itu kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas.

Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut siswa untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan


(59)

gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari. Siswa mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kompetensi, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas.

Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:

a. Karakteristik mata pelajaran dan keluasan ruang lingkup materi yang akan diuji;

b. Materi, misalnya kesesuian soal dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator pencapaian pada kurikulum; c. Konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan

tegas;

d. Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda.

4. Penilaian Proyek

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.

Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan


(60)

dan kemampuan menginformasikan pada mata pelajaran tertentu secara jelas.

Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

a. Kemampuan pengelolaan : kemampuan siswa dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.

b. Relevansi : kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.

c. Keaslian : proyek yang dilakukan siswa harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek siswa.

d. Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan desain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian.


(61)

PENILAIAN PROYEK

MENULIS KARYA TULIS SEDERHANA ( SMP )

KELOMPOK : ……….. / KELAS ……

Anggota: 1. ……… 4. ………..

2. ……… 5. ………..

3. ………

No. Tugas yang Harus Dikerjakan

Diselesaikan

tanggal Ket

Paraf Guru

1. Membagikan angket dan interview

2. Menganalisis hasil angket

3. Menyusun BAB I 4. Menyusun BAB II 5. Menyusun BAB III 6. Menyelesaikan laporan

Awal – daftar pustaka 7. Penyerahan hasil

5. Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya siswa dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai) atau bentuk informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran.

Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya siswa secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu priode, hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan siswa. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

siswa sudah mencapai KKM 70. Pada siklus II hasil penilaian

keterampilan berbicara sudah mencapai KKM 70 dan memperoleh

rata-rata 86,3 dengan demikian metode Debat dapat meningkatkan

keterampilan berbicara siswa. Pernyataan ini dibuktikan dengan hasil

observasi aktivitas guru, aktivitas siswa dan penilaian keterampilan

berbicara. Pada siklus I pertemuan pertama aktivitas guru terlaksana

88%. Sedangkan aktivitas siswa terlaksana 77%. Kemudian pada

siklus II aktivitas guru dan aktivitas siswa mengalami peningkatan

yaitu pada pertemuan keempat aktivitas guru terlaksana 96% dan

aktivitas siswa terlaksana 99%.

B. Saran

Dari kesimpulan yang telah dipaparkan maka penulis mengajukan

beberapa saran yang perlu disampaikan sebagai berikut:

1. Untuk siswa, Pembelajaran Bahasa Indonesia perlu ditingkatkan

khususnya dalam materi keterampilan berbicara dengan bahasa yang

baik dan benar.

2. Untuk guru, dengan adanya penelitian ini secara bertahap guru dapat

mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi dan meningkatkan

sistem pembelajaran di kelas.

3. Untuk Sekolah, khususnya MI Tarbiyatul Akhlaq Gresik, penelitian ini


(2)

Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara sehingga dapat


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. 2005. Perencanaan Pembelajaran. (Bandung: Remaja Rosdakarya).

Anas Sudijono. 2011. Pengantar Statistik Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Pers).

Anita Lie. 2005. Cooperative Learning. (Jakarta: PT Grasindo).

Asep Herry Hernawan, Asra, dan Laksmi Dewi. 2007. Belajar dan Pembelajaran

Aulia Lubis, http://aulialubies7.blogspot.co.id/. (Diakses pada tanggal 26 November 2015)

Bahrissalim&Abdul Haris. 2011. Modul Strategi dan Model-Model Paikem,

(Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Kementrian Agama RI).

Benny A. Pribadi. 2011. Model Assure untuk Mendesain Pembelajaran Sukses.

(Jakarta: Dian Rakyat).

Departemen Pendidikan Nasional.2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta:

Balai Pustaka).

Depdiknas. 2006. Model Penilaian Kelas (Jakarta: Depdiknas)

Djago Tarigan. 2005. Pendidikan Keterampilan Berbahas. (Jakarta: Universitas

Terbuka).

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka

Cipta)

Etin Solihatin. 2008. Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS.

(Jakarta: PT. Bumi Aksara)

Eveline Siregar dan Hartini Nara.2011. Teori Belajr dan Pembelajaran. (Ciawi:

Ghalia Indonesia)

Fitria,

http://fitria507.blogspot.co.id/2011/12/kelebihan-dan-kekurangan-metode.html. (Diakses pada tanggal 26 November 2015)

Guntur Henry. 1989. Pengajaran Kompetensi Bahasa Indonesia. (Bandung:


(4)

Hartati, Tatat. 2006. Pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas Rendah. (Bandung:

UPI)

Henry Guntur Tarigan. 1990. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

(Bandung: Angkasa)

Henry Guntur Tarigan. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

(Bandung: Angkasa)

Isah Cahyani dan Hodijah. 2009. Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah

Dasar. (Bandung: UPI PRESS)

Isah Cahyani. 2009. Bahasa Indonesia. (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam)

Isjoni, dkk. 2007. Pembelajaran Visioner Perpaduan Indonesia-Malaysia.

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar)

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa,

(Bandung: Rosda)

Jauharoti Alfin, Muhammad Thohri, Sri Wahyuni. 2008. Bahasa Indonesia

(Surabaya: LAPIS PGMI)

Kamdhi. 1995. Diskusi yang Efektif. (Bandung: Kanisius)

Khasanah, Nur. 2014. Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode

Inisiasi Debat Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri 01 Bolon Tahun Pelajaran 2013/2014. Other thesis, Universitas Sebelas Maret.

Kunandar. 2010 Peningkatan Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada)

Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet. 2012. Meningkatkan Keterampilan

Berbahasa Indonesia. (Bandung: Karya Putra Darwati)

Mackey, W.F. Analisis Bahasa. (Surabaya: Usaha Nasional)

Masitoh dan Laksmi Dewi. 2009. Strategi Pembelajaran. (Jakarta: Direktorat

Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI)

Melvin L. Siberman. 1996. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif.

(Bandung: Nuansa Cendekia).

Mentawai Island,

http://kalius-sabakalek.blogspot.co.id/2013/03/tujuan-pembelajaran-bahasa-indonesia.html. Diakses pada tanggal 5 Desember 2015


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Mulani, Casila. 2014. Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Implementasi

Strategi Debat Aktif Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 1 Belang Wetan, Klaten 2013/2014. Skripsi thesis, Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Muslimin Ibrahim, dkk. 2001. Pembelajaran Kooperatif. (Surabaya: University

Press)

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa Indonesia dan

Sastra Indonesia. (Yogyakarta: BPFE)

Pupuh Fatuhurrohman dan M. Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar

Melalui Konsep Umum dan Konsep Islam, (Bandung: Refika Aditama)

Rachmad Widodo. “Penilaian Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Berbasis

Kelas”, diakses dari https://wyw1d.wordpress.com/2009/12/25/penilaian-mata-pelajaran-bahasa-indonesia-berbasis-kelas/ , pada tanggal 10 Juni 2016 pukul 21.33

Samsu Somadayo. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. (Yogyakarta: Graha Ilmu)

Santoso, Kusno Budi. 1990. Problematika Bahasa Indonesia. (Bandung:

Angkasa) SD. (Bandung: UPI).

Siti Sahara, dkk. 2009. Keterampilan Berbahasa Indonesia. (Jakarta: FITK)

Sri Wahyuni dan Abd. Syukur Ibrahim. 2012. Asesmen Pembelajaran Bahasa.

(Bandung : Refika Aditama)

Supriyadi, dkk. 2005. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. (Jakarta: Depdikbud).

Susilawati, dkk. 2014. Penigkatan Keterampilan Berbicara Hasil Belajar Melalui

Penerapan Model Kooperatif Tipe Debat Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas VA SD Negeri 20 Kota Bengkulu. Undergraduated thesis, Universitas Bengkulu

Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran, (Bandung:

Rosdakarya).

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar.


(6)

Tarigan, H.G. 1986. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa.

(Bandung: Angkasa).

Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. (Jakarta: IKIP

Muhammadiyah Jakarta Press)

Wibowo Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. (Jakarta: Gramedia)

Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas

(Jakarta: PT)

Wina Sanjaya. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi (Jakarta: Kencana)

Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan

(Jakarta: Prenada)

Yatim Rianto. 2012. Paradigma Baru Pembelajaran sebagai Referensi bagi

GuruPendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas (Jakarta:Kencana)


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI IMPLEMENTASI STRATEGI DEBAT AKTIF PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Implementasi Strategi Debat Aktif Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 1 Belang

0 1 18

NASKAH PUBLIKASI PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI IMPLEMENTASI Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Implementasi Strategi Debat Aktif Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 1 Belang Wetan, Klaten 2013/2014.

0 2 16

PENINGKATAN KEAKTIFAN BERBICARA SISWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI METODE SMART BRAIN KELAS V SDN Peningkatan Keaktifan Berbicara Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Metode Smart Brain Kelas V SDN Gedong 01 Karanganyar Tah

0 2 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V MELALUI Peningkatan Keterampilan Berbicara Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V Melalui Metode Sosiodrama Di SDN Kateguhan 02 Tawangsari Sukoharjo Tahun Ajaran 2012/

0 2 16

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V MELALUI Peningkatan Keterampilan Berbicara Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V Melalui Metode Sosiodrama Di SDN Kateguhan 02 Tawangsari Sukoharjo Tahun Ajaran 2012/

0 1 11

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DEBAT AKTIF PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Debat Aktif pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri 3 Purwantoro Ke

0 0 16

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE INISIASI DEBAT PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD NEGERI 01 BOLON TAHUN PELAJARAN 2013/2014.

0 0 21

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI MENGOMENTARI PERSOALAN FAKTUAL MENGGUNAKAN METODE TIME TOKEN SISWA KELAS V MI TARBIYATUL AKHLAQ TAMAN SIDOARJO.

0 0 88

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN METODE IMAGE STREAMING MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI MEMERANKAN DRAMA PADA SISWA KELAS V A MI AL-ITTIHAD JOMBANG.

13 62 106

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE INISIASI DEBAT PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA | Mulyono | Jurnal Pendidikan Indonesia 8991 19027 1 PB

0 0 5