s 03064 pb 2013 sistematika metodologi penulisan kfr
SISTEMATIKA DAN METODOLOGI
PENULISAN
KAJIAN FISKAL REGIONAL
KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN
KATA PENGANTARParagraf 1: Ucapan rasa syukur kepada Tuhan YME atas selesainya penulisan Kajian Fiskal
Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan ….
Paragraf 2: Maksud dan tujuan penulisan Kajian Ekonomi Regional Ditjen Perbendaharaan
Paragraf 3: Masukan dan saran terhadap penulisan Kajian Ekonomi Regional Ditjen
Perbendaharaan
(2)
DAFTAR ISI
Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar gambar
Ringkasan Eksekutif ... Bab I Pendahuluan ... A. Latar Belakang ... B. Tujuan dan Manfaat... C. Metodologi penyusunan... Bab II Perkembangan Ekonomi Regional ... A. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi... B. Perkembangan Indikator Demografis... C. Perkembangan Indikator Sektoral Terpilih ... Bab III Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Pusat ... A. I-AccountTingkat Propinsi ... B. Pendapatan Pemerintah Pusat ... C. Belanja Pemerintah Pusat ... Bab IV Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Daerah... A. Profil APBD Provinsi/Kabupaten/Kota... B. Alokasi Dana Transfer ... C. Alokasi Dana Dekonsentrasi, Tugas Pembatuan dan Urusan Bersama... Bab V Perkembangan Pengelolaan BLU dan Manajemen Investasi ... A. Pengelolaan Badan Layanan Umum ... B. Manajemen Investasi... Bab VI Analisis Fiskal Regional... A. Pendapatan Pusat dan Daerah... B. Belanja Pusat dan Daerah ... C. Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah ... D. Rasio Belanja Sektoral ... E. SILPA dan Pembiayaan... Bab VII Penutup ... A. Kesimpulan... B. Rekomendasi ... Lampiran
Daftar Pustaka
(3)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Perkembangan Inflasi... Gambar 1.2 Perkembangan PDRB ... Gambar 1.3 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Propinsi ... Gambar 2.1 I-accountTingkat propinsi ... Gambar 2.2 Perkembangan Penerimaan Pajak di Propinsi... Gambar 2.3 Perkembangan Penerimaan PNBP di Propinsi ... Gambar 3.1 I-accountPemda Propinsi ... Gambar 3.2 Alokasi Belanja Daerah menurut Fungsi... Gambar 3.3 Alokasi Belanja Daerah menurut Urusan ... Gambar 4.1 Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP, RM BLU Pusat ... Gambar 4.2 Tingkat Kemandirian BLU Pusat...
(4)
RINGKASAN EKSEKUTIF
Paragraf 1: Latar belakang, tujuan dan metodologi penyusunan
Paragraf 2: Profil Makro Ekonomi Provinsi
Paragraf 3: - Perkembangan pelaksanaan anggaran Pusat
- Perkembangan pelaksanaan anggaran Daerah
- Perkembangan pengelolaan BLU dan investasi
Paragraf 4: Hasil analisis fiskal regional
(5)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Paragraf 1: Definisi dan tujuan kebijakan fiskal
Paragraf 2: Jenis dan pengaruh kebijakan fiskal
Paragraf 3: Keberhasilan dan kegagalan penerapan kebijakan fiskal
Paragraf 4: Perlunya kajian fiskal regional
B. Tujuan dan Manfaat
Paragraf 1: Tujuan pembuatan kajian fiskal regional
Paragraf 2: Manfaat pembuatan kajian fiskal regional
C. Metodologi Penyusunan
Paragraf 1: Gambaran umum kajian
Paragraf 2: Tempat dan rentang waktu kajian
Paragraf 3: Jenis data yang diteliti
Paragraf 4: Teknik pengumpulan data
(6)
BAB II
PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL A. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi
1. Inflasi
Inflasi merupakan variabel penting dalam penyusunan kebijakan fiskal daerah yang tercermin dalam APBD, maupun pengaruhnya terhadap realisasi anggaran pemerintah daerah. Data inflasi dapat disajikan dalam bentuk grafik atau diagram batang untuk mengilustrasikan :
- Perkembangan inflasi tahunan (yoy) atau bulanan (mtm) pada suatu provinsi
dibandingkan tingkat inflasi secara nasional.
- Perbandingan tingkat inflasi antar kabupaten/kota atau dengan tingkat inflasi provinsi
Sumber: BPS, BI
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kebijakan fiskal pemerintah daerah yang dituangkan dalam APBD maupun alokasi dana APBN di daerah (DIPA kewenangan kantor pusat K/L, dana dekonsentrasi, tugas pembantuan dan urusan bersama) merupakan salah satu variabel pendorong pertumbuhan ekonomi daerah, disamping konsumsi dan investasi. Data pertumbuhan ekonomi (PDRB) dapat disajikan dalam bentuk nominal PDRB, laju pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita. Data yang disajikan meliputi PDRB berdasarkan harga konstan dan harga berlaku.
(7)
3. Gini Ratio
Salah satu tujuan dari kebijakan fiskal yang pro poor dan pro job adalah meningkatkan
pendapatan masyarakat menengah kebawah yang akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif dan merata. Gini ratio mencerminkan ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat. Nilai gini ratio adalah 0 < GR < 1. Semakin besar gini ratio maka distribusi pendapatan makin tidak seimbang, dengan kata lain jumlah penduduk dengan pendapatan yang tinggi sangat kecil dan jumlah penduduk yang berpendapatan rendah sangat besar.
Sumber: BPS
B. Perkembangan Indikator Demografis
Dampak atau outcome dari suatu kebijakan fiskal melalui alokasi anggaran (pemerintah pusat
dan daerah) pada suatu wilayah antara lain adalah memperbaiki kualitas kesejahteraan yang umumnya terrefleksikan pada indikator-indikator demografis wilayah tersebut. Beberapa indikator yang dapat dijadikan acuan antara lain:
1. Indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI)
HDI merupakan indeks komposit yang mencerminkan tingkat harapan hidup, pendidikan dan pendapatan masyarakat suatu wilayah.
Human Development IndexPropinsi ….
Sumber: bps.go.id 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
A B C D E F G
KAB/KOTA PROV NASIONAL
55 60 65 70 75 1 9 9 6 1 9 9 9 2 0 0 2 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1
HDI Propinsi . HDI Indonesia
(8)
2. Laju pertumbuhan penduduk
Laju pertumbuhan penduduk merupakan angka yang menunjukan tingkat pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai persentase dari penduduk dasar.
Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi….
Sumber: bps.go.id
3. Ketenagakerjaan
Angkatan kerja adalah penduduk yang sudah memasuki usia kerja. Baik yang sudah bekerja maupun belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Pertumbuhan Angkatan Kerja Propinsi…. (dalam ribuan orang)
Sumber: bps.go.id
4. Kesejahteraan
Tingkat kesejahteraan suatu daerah dapat diukur dari presentase penduduk miskin di daerah tersebut.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Laju Pertumbuhan Penduduk 1990-2000
Propinsi . Indonesia
3650 3700 3750 3800 3850 3900 3950
Pertumbuhan Angkatan Kerja di Propinsi
Agustus 2011 Februari 2012
(9)
Perkembangan Penduduk Miskin Propinsi … (dalam ribuan orang)
Sumber: bps.go.id
C. Perkembangan indikator sektoral terpilih.
Berikut ini adalah beberapa contoh indikator yang dapat disajikan:
1. Kesehatan
Salah satu indikator penting dalam rangka mengukur perkembangan suatu daerah adalah indikator di sektor kesehatan. Semakin banyak fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang tersedia di daerah tersebut maka akses terhadap fasilitas kesehatan akan semakin mudah.
Rasio Puskesmas di Sumsel (per 100.000 penduduk) Tahun 2012
Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi
0 500 1000 1500
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Penduduk Miski Propinsi
Penduduk Miski Propinsi
(10)
Jenis Rumah Sakit di Sumsel
Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi
Rasio Dokter di Sumsel (per 100.000 penduduk)
Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi
Rasio Perawat di Sumsel (per 100.000 penduduk)
Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi
0 5 10 15 20 25 30 35
Jenis Rumah Sakit
RSU RSJ RSKO RS Kusta RSTP RS Mata RSIA
(11)
2. Pendidikan
Indikator lain yang juga penting dalam rangka mengukur perkembangan suatu daerah adalah indikator di sector pendidkan. Semakin banyak fasilitas dan tenaga pendidikan yang tersedia di daerah tersebut maka akses terhadap fasilitas pendidikan akan semakin mudah. Kemudahan akses terhadap fasilitas pendidikan tersebut dapat dilihat dari angka partisipasi sekolah dan presentase penduduk buta huruf.di daerah tersebut.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Propinsi…
Sumber: bps.go.id
Persentase Penduduk Buta Huruf di Propinsi….
Sumber: bps.go.id
3. Pertanian
Sebagai negara agraris tentunya tidak akan terlepas dari sektor pertanian. Kemajuan sektor pertanian akan berdampak positif terhadap penyediaan pangan bagi masyarakat di daerah tersebut. Kemajuan sektor pertanian tentunya akan ditandai dengan meningkatnya indeks nilai tukar petani.
0 20 40 60 80 100 120 2003
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Umur 19-24 Umur 16-18 Umur 7-15 Umur 7-12
0 5 10 15
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Umur 45+ Umur 15-44 Umur 15+
(12)
Perkembangan Nilai Tukar Petani di Sumsel
Sumber: bps.go.id
4. Transportasi
Sektor transportasi juga merupakan indikator tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Semakin banyak jalan yang dibangun untuk menghubungkan antar lokasi kegiatan ekonomi maka akan memperlancar kegiatan ekonomi masyarakat. Selain itu juga dapat dilihat seberapa banyak jalan yang dibangun untuk menghubungkan daerah satu dengan daerah lain sehingga pertukaran komoditi antar daerah penghasil akan semakin lancar.
Panjang Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota (km)
Sumber: web BPS Propinsi dan Kab/Kota
5. Konstruksi
Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat juga melalui pembangunan gedung, mal, waduk, sarana olah raga seperti stadion, jembatan serta bangunan lainnya. Selain itu indikator ini dapat dilihat juga dari semakin banyaknya jumlah perusahaan konstruksi serta banyaknya tenaga kerja yang terserap di sektor konstruksi.
130 135 140 145 150 155
Januari Februari Maret
Indeks Nilai Tukar Petani
Indeks Nilai Tukar Petani
0 500 1000 1500
Kab. A Kab. B Kab. C Kab. D Kab E
Jalan Kab/Kota Jalan Propinsi Jalan Nasional
(13)
Nilai Konstruksi Yang Diselesaikan di Sumsel (triliun rupiah)
Sumber: bps.go.id
Jumlah Perusahaan Konstruksi di Sumsel
Sumber: bps.go.id
0 2000 4000 6000 8000 10000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nilai Konstruksi yang diselesaikan
Nilai Konstruksi yang diselesai
0 1000 2000 3000 4000 5000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah Perusahaan Konstruksi
Jumlah Perusahaan Konstruksi
(14)
BAB III
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT A. I –accountTingkat Provinsi
I-account propinsi merupakan potret kondisi keuangan di propinsi tersebut. Dari I-account
tersebut dapat dilihat juga kebijakan fiskal yang diberikan kepada daerah tersebut
I –accountProvinsi….(dalam triliun rupiah)
Uraian Pagu
APBN Realisasi
Pendapatan Negara 1.529,7 ….
Pendapatan Perpajakan 1.192,9 ….
Pendapatan Bukan Pajak 332,2 ….
Hibah 4,5 ….
Belanja Negara 1.683,01 ….
Belanja Pemerintah Pusat 1.154,4 ….
Transfer ke Daerah 528,6 ….
Surplus/(Defisit) (153,3) ….
Pembiayaan 153,3 ….
Pembiayaan Dalam negeri 172,8 ….
Pembiayaan Luar Negeri (19,4 ….
Sumber: Data LKPP UAPPAW
B. Pendapatan Pemerintah Pusat
Pendapatan pemerintah pusat terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak
1. Penerimaan Perpajakan
Salah satu sumber penerimaan negara terbesar adalah pajak. Penerimaan pajak terdiri dari pajak dan bea masuk.
Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat di Propinsi …
Sumber: Data LKPP UAPPAW, Data Kanwil DJP, Data Kanwil DJBC
0 1000 2000 3000 4000
Januari s.d Februari s.d Maret s.d April
Penerimaan Pajak
Penerimaan Bea Masuk
(15)
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat
Selain dari sektor pajak, penerimaan negara bukan pajak saat ini juga telah mulai diperhitungkan untuk dijadikan andalan dalam memaksimalkan penerimaan negara.
a. Perkembangan PNBP per Jenis PNBP
Penerimaan negara bukan pajak dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu: penerimaan Sumber Daya Alam, Bagian Pemerintah atas Laba BUMN, Penerimaan Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU.
Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat per Jenis PNBP di Propinsi … (dalam miliar rupiah)
Sumber: Data LKPP UAPPAW
b. Perkembangan PNBP FungsionalKementerian/Lembaga
Penerimaan negara bukan pajak juga dapat dibedakan sesuai dengan
fungsi/kementerian/lembaga. Beberapa lembaga memiliki PNBP sesuai dengan layanan yang dilakukan seperti Biaya pembuatan SIM dan denda tilang di Polri, ijin HPH di Kementerian Kehutanan, Biaya Persidangan/Perkara di Mahkamah Agung, Biaya Nikah Talak Rujuk dan Cerai (NTCR) di Kementerian Agama.
Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Menurut FungsionalKementerian/Lembaga di Propinsi …(dalam juta rupiah)
Sumber: Data LKPP UAPPAW
0 2 4 6 8
Januari s.d Februari s.d Maret s.d April
Penerimaan SDA
Bagian Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan Bukan Pajak Lainnya Pendapatan BLU
0 100 200 300 400 500 600
Januari s.d Februari s.d Maret
Ijin HPH NTCR SIM
(16)
C. Belanja Pemerintah Pusat
Belanja pemerintah merupakan salah satu alat bagi pemerintah untuk melakukan stimulus fiskal. Salah satunya yang populer pada saat krisis ekonomi adalah instrumen ekonomi berupa stimulus fiskal. Secara garis besar, komposisi dari stimulus fiskal adalah berupa pengurangan
beban pajak dan tambahan belanja pemerintah (increased spending).
1. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Bagian
Anggaran/Kementerian/Lembaga
Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan menjadi …. Kementerian/lembaga
Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Bagian Anggaran/Kementerian/Lembaga di Propinsi …(dalam miliar rupiah)
Sumber: Data LKPP UAPPAW
2. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja
Menurut jenisnya belanja pemerintah pusat terdiri dari 8 jenis belanja yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, belanja bantuan social dan belanja lain-lain.
Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan berdasarkan Jenis Belanja di Propinsi …(dalam miliar rupiah)
Sumber: Data LKPP UAPPAW
0 10 20 30 40 50 60 70 B P K M A K e ja k sa a n A g u n g K e m d a g ri K e m e n h a n K e m e n ku m h a m K e m e n ke u K e m e n ta n K e m e n in d u st ri K e m e n E S D M K e m e h u b K e m e n d ik n a s K e m e n ke s K e m e n a g K K P K e m e n a ke rt ra n s K e m e n so s K e m e n h u t K e m e n P U B P S P o lr i B P N K P U B a w a slu Pagu 2012 Realisasi 2012 Pagu 2013 Realisasi 2013 0 20 40 60 80 100 120 140 Pagu 2012 Realisasi 2012 Pagu 2013 Realisasi 2013
(17)
3. Perkembangan pagu dan realisasi berdasarkan Fungsi dan Program
Belanja pemerintah pusat juga dapat dibagi menjadi 11 fungsi serta …program. Fungsi-fungsi tersebut antara lain Fungsi-fungsi pelayanan umum, Fungsi-fungsi pertahanan, Fungsi-fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan dan fungsi perlindungan social.
Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan berdasarkan Fungsi di Propinsi …(dalam miliar rupiah)
Sumber: Data LKPP UAPPAW
Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan berdasarkan Program di Propinsi …(dalam miliar rupiah)
Sumber: Data LKPP UAPPAW
0 20 40 60 80 100 120 140
Pagu 2012 Realisasi 2012 Pagu 2013 Realisasi 2013
0 20 40 60 80 100 120 140 Program A
Program B Program C Program D Program E Program F Program G Program H Program I Program J Program K
Realisasi Pagu
(18)
4. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Kewenangan
Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan menjadi 4 jenis menurut kewenangannya yaitu urusan bersama, tugas pembantuan, dekonsentrasi dan kantor pusat.
Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan berdasarkan Kewenangan di Propinsi …(dalam miliar rupiah)
Sumber: Data LKPP UAPPAW
0 20 40 60 80 100 120 140
Kantor Pusat Dekonsentrasi Tugas Pembatuan
Urusan Bersama
Pagu 2012 Realisasi 2012 Pagu 2013 Realisasi 2013
(19)
BAB IV
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN DAERAH A. Profil APBD Provinsi/Kabupaten Kota
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, APBD juga sebagai alat pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri.
1. Berdasarkan klasifikasi ekonomi (i account)
Arah kebijakan fiskal suatu daerah dapat dilihat dari I-account-nya.
Profil APBD Propinsi….
Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam miliar rupiah)
Pendapatan 41,525
PAD 26,670
Dana Perimbangan 9,248
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 5,605
Belanja 45,576
Belanja Tidak Langsung 30,993
Belanja Langsung 14,582
Pembiayaan Netto 4,051
Penerimaan Pembiayaan 8,454
Pengeluaran Pembiayaan (4,403)
Sumber: Pemda
2. Berdasarkan klasifikasi fungsi
Terdapat 10 fungsi dalam APBD suatu daerah. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pelayanan umum, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan dan fungsi perlindungan sosial.
(20)
Profil APBD
Berdasarkan Klasifikasi Fungsi di Propinsi…. (dalam miliar rupiah)
Sumber: Pemda
3. Berdasarkan klasifikasi urusan
APBD diklasifikasikan menjadi 35 urusan daerah antara lain: transmigrasi, perindustrian, perdagangan, pariwisata, ESDM, pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dsb.
Profil APBD
Berdasarkan Klasifikasi Urusan di Propinsi….. (dalam miliar rupiah)
Sumber: Pemda
0 50 100 150
Fungsi Pelayanan Umum Fungsi Ekonomi Fungsi Perumahan dan Fungsi Pariwisata dan Fungsi Pendidikan
Alokasi APBD Propinsi..
Alokasi APBD Propinsi..
0 50 100 150
Pendidikan Kesehatan Pekerjaan Umum Perumahan Penataan Ruang Perencanaan Pembangunan Perhubungan Lingkungan Hidup Pertanahan Kependudukan dan Catatan Sipil Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Sosial Tenaga Kerja Koperasi dan UKM Penanaman Modal Kebudayaan Pemuda dan Olah raga Kesatuan Bangsa dan Politik dalam Negeri Pemerintahan Umum Kepegawaian Pemberdayaan Masyarakat Desa Statistik Kearsipan Kominfo Ketahanan Pangan Perpustakaan Pertanian Kehutanan ESDM Pariwisata Kelautan dan Perikanan Perdagangan Perindustrian Transmigrasi
Alokasi APBD Propinsi
(21)
B. Alokasi Dana Transfer
Dana transfer merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.
1. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
2. Dana Alokasi Khusus (DAK) per bidang
Dana Alokasi Khusus adalah alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.Dana Bagi Hasil per jenis bagi hasil pendapatan.
3. Dana Bagi Hasil per jenis bagi hasil pendapatan
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Sedangkan Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu.
Alokasi Dana Transfer di Propinsi…. (dalam miliar rupiah)
Sumber: Pemda, Data DJPK (web)
0 50 100 150
DAU DAK Bidang A DAK Bidang B DBH Pajak DBH SDA DBH Tembakau Dana Otsus Dana Penyesuaian
Alokasi Dana Transfer di Propinsi
(22)
C. Alokasi dana DK, TP dan UB
Selain berdasarkan klasifikasi ekonomi dan dana transfer, APBD dapat diklasifikasikan sesuai dengan kewenangannya yaitu dana dekonsentrasi, tugas pembantuan dan urusan bersama.
1. Dana Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepala instansi vertikal di wilayah tertentu.
2. Tugas Pembantuan
Tugas Pembantuan (TP) adalah penugasan dari pemerintah kepada pemerintah daerah dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
3. Urusan Bersama
Dana Urusan Bersama yang selanjutnya disingkat DUB, adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, indeks fiskal dan kemiskinan daerah, serta indikator teknis.
Alokasi dana DK, TP dan UB di Propinsi …(dalam miliar rupiah)
Sumber: Data LKPP UAPPAW
0 20 40 60 80 100 120 140
Alokasi DK, TP, UB
DK TP UB
(23)
BAB V
PERKEMBANGAN PENGELOLAAN BLU DAN MANAJEMEN INVESTASI A. Pengelolaan BLU
Definisi Badan Layanan Umum adalah Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
1. BLU Pusat
a. Profil dan jenis layanan satker BLU pusat
Terdapat … BLU di wilayah kerja Kanwil Ditjen Perbendaharaan ….. Sekian BLU di sektor ….., sekian BLU di sektor ….
Profil dan Jenis Layanan BLU Pusat di Propinsi… No Jenis Layanan Satker
BLU
Nilai Aset Pagu PNBP
Pagu RM Jumlah Pagu
Sumber: Data Kanwil
b. Perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM BLU pusat
Selama dua tahun terakhir BLU di sektor …… telah mengalami banyak perkembangan. Hal ini terlihat dari peningkatan aset sebesar ….% atau dari Rp… menjadi Rp…..Selain itu terdapat peningkatan persentase pagu PNBP sebesar ….% dari total pagu.
Perkembangan Pengelolaan Aset satker BLU di Propinsi ….. Triwulan I (dalam miliar rupiah)
Sumber: Data Kanwil, Data Satker BLU
Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM satker BLU di Propinsi ….. Triwulan I (dalam miliar rupiah)
Sumber: Data Kanwil, Data Satker BLU
0 5 10 15
Januari s.d Februari s.d Maret
Sektor Kesehatan Sektor Pendidikan
0 5 10
Sektor Kesehatan Sektor Pendidikan
PNBP 2012 PNBP 2013 RM 2012 RM 2013
(24)
c. Kemandirian BLU
Salah tujuan diberikannya status BLU kepada satuan kerja adalah untuk
mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government). Oleh karena itu satker BLU
didorong untuk menciptakan kemandirian terhadap dirinya sendiri. Kemandirian tersebut dapat dilihat dari berkurangnya porsi alokasi pagu rupiah murni (RM). Di wilayah kerja Kanwil Ditjen Perbendaharaan ….. terdapat …..BLU yang telah memilki porsi pagu PNBP diatas 65% dari total pagunya.
Tingkat Kemandirian BLU Pusat di Propinsi… No Jenis
Layanan
Satker BLU
Nilai Aset
Tahun X-n Tahun X Pagu
PNBP
% Pagu RM
% Pagu PNBP
% Pagu RM
%
Sumber: Data Kanwil
Tingkat Kemandirian BLU Pusat di Propinsi…
Sumber: Data Kanwil
d. Profil dan jenis layanan satker PNBP
Terdapat …. satuan kerja yang mengelola dana PNBP akan tetapi belum menjadi satker BLU
Profil dan Jenis Layanan Satker Pengelola PNBP di Propinsi… No Jenis Layanan Satker
PNBP
Nilai Aset Pagu PNBP
Pagu RM Jumlah Pagu
Sumber: Data Kanwil
8.2, 72% 3.2, 28%
Pagu BLU
PNBP RM
(25)
e. Potensi satker PNBP menjadi satker BLU
Dari sekian satker pengelola PNBP terdapat … satker yang berpotensi untuk menjadi satker BLU. Satker …. mengalami peningkatan aset sebesar …% atau dari Rp… menjadi Rp…..Selain itu terdapat peningkatan persentase pagu PNBP sebesar ….% dari total pagu. Satker … juga mengalami peningkatan aset sebesar …% atau dari Rp… menjadi Rp…..Dari sisi pagu terdapat peningkatan persentase pagu PNBP sebesar ….% dari total pagu.
Perkembangan Pengelolaan Aset Satker PNBP di Propinsi ….. Triwulan I (dalam miliar rupiah)
Sumber: Data Kanwil, Data Satker BLU
Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM Satker PNBP di Propinsi ….. Triwulan I (dalam miliar rupiah)
Sumber: Data Kanwil, Data Satker BLU
2. BLU Daerah
a. Profil dan jenis layanan satker BLU daerah
Terdapat … BLUD di wilayah kerja Kanwil Ditjen Perbendaharaan ….. Sekian BLUD di sektor ….., sekian BLUD di sektor ….
Profil dan Jenis Layanan BLU Daerah di Propinsi… No Jenis Layanan Satker
BLUD
Nilai Aset Pagu PNBP
Pagu RM Jumlah Pagu
Sumber: Data Pemda, BLUD
0 5 10 15
Januari s.d Februari s.d Maret
Sektor Kesehatan Sektor Pendidikan
0 5 10
Sektor Kesehatan Sektor Pendidikan
PNBP 2012 PNBP 2013 RM 2012 RM 2013
(26)
b. Perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM BLU Daerah
Selama dua tahun terakhir BLUD di sektor …… telah mengalami banyak perkembangan. Hal ini terlihat dari peningkatan aset sebesar ….% atau dari Rp… menjadi Rp…..Selain itu terdapat peningkatan persentase pagu PNBP sebesar ….% dari total pagu.
Perkembangan Pengelolaan Aset satker BLU Daerah di Propinsi ….. Triwulan I (dalam triliun rupiah)
Sumber: Data Pemda, BLUD
Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM satker BLUD di Propinsi ….. Triwulan I (dalam triliun rupiah)
Sumber: Data Pemda, BLUD
c. Analisis legal
Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah terdapat beberapa peraturan yang mengatur bahkan sampai ke tingkat bupati/walikota. Peraturan-peraturan tersebut telah sinkron/masih bertentangan dengan peraturan induk pengelolaan BLU yaitu PP nomor 23/2005 jo PP nomor 74/2012 tentang Pengelolaan BLU dan Permendagri nomor 61/2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD.
Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah di Propinsi …..
No. Aspek PP nomor
23/2005 jo PP nomor 74/2012
Permendagri nomor 61/2007
Peraturan Gubernur
Peraturan Bupati/Walikota
1. Kelembagaan
2. Tata kelola
3. SDM
4. Pengendalian
Sumber: Data Pemda, BLUD
0 5 10 15
Januari s.d Februari s.d Maret
Sektor Kesehatan Sektor Pendidikan
0 5 10
Sektor Kesehatan Sektor Pendidikan
PNBP 2012 PNBP 2013 RM 2012 RM 2013
(27)
B. Manajemen Investasi
Selain pengelolaan Badan Layanan Umum, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinisi… juga
menatausahakan investasi pemerintah khususnya penerusan pinjaman (Subsidiary Loan
Agreement), kredit program, dan investasi lainya
1. Penerusan pinjaman
Salah satu investasi yang ditatausahakan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi…
adalah penerusan pinjaman pemerintah pusat (Subsidiary Loan Agreement) kepada
pemerintah daerah/BUMD. Terdapat sekitar Rp……. penerusan pinjaman yang ditatausahakan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi…..
Profil Penerusan Pinjaman Provinsi ……….
No. Nomor SLA Nama SLA Penerima SLA Jumlah SLA Tingkat Bunga
Sumber: Data Kanwil, Data Pemda/BUMN/BUMD Penerima SLA
Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok SLA di Propinsi …… Triwulan I (dalam jutaan rupiah)
Sumber: Data Kanwil, Data Pemda/BUMN/BUMD Penerima SLA
Perkembangan Pembayaran Bunga dan Denda SLA di Propinsi …… Triwulan I (dalam jutaan rupiah)
Sumber: Data Kanwil, Data Pemda/BUMN/BUMD Penerima SLA
0 100 200 300 400 500 600 700
Januari s.d Februari s.d Maret
SLA A SLA B SLA C
5 7 9 11 13 15 17
Januari s.d Februari s.d Maret
SLA A SLA B SLA C
(28)
2. Kredit program
Selain SLA, juga terdapat skema subsidi kredit program. Terdapat ….jenis kredit program antara lain Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), Subsidi Resi Gudang (SRG), Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD-Nias) Korban Bencana Alam Gempa dan Tsunami.
Profil Kredit Program Provinsi ……….
No. Nomor Kredit Program
Jenis Kredit Program
Penerima Kredit Program
Jumlah Kredit Program
Tingkat Bunga Subsidi Bunga
Sumber: Data Kanwil, Data Perbankan
Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok Kredit Program di Propinsi….. Triwulan I (dalam jutaan rupiah)
Sumber: Data Kanwil, Data Perbankan
Perkembangan Pembayaran Bunga Kredit Program di Propinsi….. Triwulan I (dalam jutaan rupiah)
Sumber: Data Kanwil, Data Perbankan
0 5 10 15 20
Januari s.d Februari s.d Maret
Kredit Program A Kredit Program B Kredit Program C
0 2 4 6 8 10
Januari s.d Februari s.d Maret
Kredit Program A Kredit Program B Kredit Program C
(29)
BAB VI
ANALISIS FISKAL REGIONAL A. Pendapatan Pusat dan Daerah
1. Rasio pendapatan terhadap PDRB, mencerminkan kontribusi perekonomian kepada kemampuan fiskal pemerintah melalui penerimaan negara/daerah.
=
=
=
2. Rasio pendapatan per kapita, mencerminkan kontribusi populasi/penduduk terhadap pendapatan negara/daerah.
=
=
=
B. Belanja Pusat dan Daerah
1. Rasio belanja APBN, indikator ini digunakan untuk membandingkan proporsi dana APBN yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan belanja pada APBD.
= + +
2. Rasio total belanja terhadap populasi, indikator ini cenderung berfungsi sebagai perbandingan spasial antar wilayah, untuk mendapatkan proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin dari APBD dengan indikator demografis (populasi). Sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih fair besaran anggaran pada suatu wilayah.
(30)
3. Rasio belanja pegawai, rasio ini untuk mengetahui seberapa besar proporsi APBD yang digunakan untuk membayar belanja pegawai.
=
4. Rasio belanja modal pemerintah pusat, indikator ini dimaksudkan untuk membandingkan belanja modal yang bersumber dari APBN dan APBD yang merupakan motor pertumbuhan regional.
=
5. Rasio belanja modal, rasio ini untuk mengetahui tingkat fokus pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui alokasi belanja modal, yang tercermin dari proporsi alokasi belanja modal dari belanja pada APBD
=
C. Ruang fiskal dan kemandirian daerah
1. Ruang fiskal, pendapatan dikurangi dana alokasi earmarked (DAK) dan belanja wajib (belanja pegawai dan belanja barang yang mengikat). Mencerminkan ketersediaan ruang yang cukup pada anggaran pemda tanpa mengganggu solvabilitas fiskal (membiayai belanja wajib).
RuangFiskal= (total pendapatan – DAK) – (belanja pegawai tak langsung)
2. Rasio kemandirian daerah, Rasio PAD terhadap total pendapatan dan rasiodana transfer terhadap total pendapatan. Apabila rasio PAD lebih besar daripada rasio dana transfer berarti semakin mandiri dan sebaliknya semakin besar rasio dana transfer berarti tingkat ketergantungan tinggi.
=
=
D. Rasio Belanja Sektoral
1. Rasio belanja sektoral, rasio-rasio yang digunakan pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran mengenai fokus/prioritas bidang pemerintah daerah pada bidang-bidang tertentu.
(31)
Melalui perbandingan rasio antar wilayah (provinsi/ kabupaten/kota) dapat diketahui perbedaan priortas bidang diantara wilayah tersebut.
Disamping itu, juga disajikan rasio-rasio yang bertujuan mendapatkan perbandingan (secara intuitif) dampak dari pertumbuhan belanja pemerintah daerah pada tiap bidang kepada pertumbuhan beberapa indikator sosial-ekonomi terkait.
a. Belanja bidang pelayanan publik dan birokrasi =
=
b. Belanja bidang infrastruktur =
=
=
c. Belanja bidang kesehatan =
=
.
=
d. Belanja bidang pendidikan =
=
(32)
=
=
e. Belanja bidang kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan =
=
=
=
f. Belanja bidang pertanian =
=
=
=
E. SILPA dan Pembiayaan
1. Perkembangan surplus/defisit APBD
a. Rasio surplus/defisit terhadap aggregat pendapatan, rasio ini untuk mengetahui proporsi adanya surplus/deficit anggaran terhadap pendapatan, yang menunjukkan performa fiskal pemerintah daerah dalam menghimpun pendapatan untuk mengcover belanja, atau penghematan belanja dengan kondisi pendapatan tertentu.
(33)
b. Rasio surplus/defisit terhadap PDRB,indikator ini menggambarkan kesehatan ekonomi regional, semakin kecil rasionya berarti daerah tersebut mampu memproduksi barang dan jasa yang cukup baik untuk membiaya hutang akibat defisit anggaran pemerintah daerah.
/ = /
c. Rasio SILPA terhadap alokasi belanja, rasio ini menceriminkan proporsi belanja atau kegiatan yang tidak digunakan dengan efektif oleh pemerintah daerah
=
2. Perkembangan pembiayaan
a. Rasio pinjaman daerah terhadap total pembiayaan,rasio ini untuk mengetahui proporsi pencairan pinjaman yang dilakukan daerah untuk membiayai defisit APBD.
=
b. Rasio keseimbangan primer, rasio ini mencerminkan indikasi likuiditas. Semakin besar surplus keseimbangan primer, maka semakin baik kemampuan untuk membiayai defisit
(34)
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan
Paragraf 1: Kondis perkembangan daerah
Paragraf 2: Kondisi belanja pusat dan daerah di propinsi tersebut
Paragraf 3: Analisis fiskal regional
B. Rekomendasi
Paragraf 1: Rekomendasi kebijakan belanja pusat di propinsi tersebut
(35)
DAFTAR PUSTAKA Satu Pengarang
Nasoetion, Andi Hakim.Metode Statstika.Yakarta: Penerbit PT Gramedia, 1980
Dua Pengarang
Kennedy, Ralph Dale dan Stewart Y. McMullen.Financial Statement: Form, Análisis and Interpretation. Petaling Jaya: Irwin Book Company, 1973
Tiga Pengarang
Heidirachman R., Sukanto R., dan Irawan.Pengantar Ekonomi Preusan.Yogyakarta: Bagian Penerbitan Facultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, 1980.
Lebih Dari Tiga Pengarang
Selltiz, Claire,et al. Research Methods in Social Relations. New Cork: Holt, Rinehart & Winston, 1959
Pengarang Sama
Newman, William H.The Process of Management.London: Prentice Hall. Inc., 1961. ________________.Administratif Action. London: Prentice Hall. Inc., 1963.
Buku Terjemahan/Saduran/Suntingan
Conant, James B.Teori dan Soal-Soal Ekonomi Makro. Terjemahan Faried Wijaya. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, 1978.
Surat Kabar:
Salim, Emil. “Forest Sustainability Management”,The Jakarta Post. Februari 6, 1977.
Jurnal/Peberbitan Berkala:
Rahardjo, M. Dawam. “Dunia Bisnis di Persimpangan Jalan”,Prisma. Juli 1983, 7, hal. 1-12.
Hasil Penelitian:
Kasryno, Faisal,et al. Perkembangan Institusi dan Pengaruhnya Terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja: Kasus di Empat Desa di Jawa Barat.Bogor: Studi Dinamika Pedesaan, 1981
Internet:
Spiszer, John M.Leadership and Combat Motivation: The Critical Task.1999.
http://www.cgsc.army.mil/milrev/english/MayJun99/Spiszer.htm. (Diakses tanggal 12 September 1999).
(36)
KEANGGOTAAN TIM PENYUSUN
Penanggungjawab:
Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi DR. .
Ketua Tim:
Kabid .. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi ., MPA
Editor:
., M.Bus Dibantu oleh: Pelaksana 1 Pelaksana 2
Anggota:
Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 Anggota 4
(1)
Melalui perbandingan rasio antar wilayah (provinsi/ kabupaten/kota) dapat diketahui perbedaan priortas bidang diantara wilayah tersebut.
Disamping itu, juga disajikan rasio-rasio yang bertujuan mendapatkan perbandingan (secara intuitif) dampak dari pertumbuhan belanja pemerintah daerah pada tiap bidang kepada pertumbuhan beberapa indikator sosial-ekonomi terkait.
a. Belanja bidang pelayanan publik dan birokrasi =
=
b. Belanja bidang infrastruktur =
=
=
c. Belanja bidang kesehatan =
=
.
=
d. Belanja bidang pendidikan =
=
(2)
=
=
e. Belanja bidang kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan =
=
=
=
f. Belanja bidang pertanian =
=
=
=
E. SILPA dan Pembiayaan
1. Perkembangan surplus/defisit APBD
a. Rasio surplus/defisit terhadap aggregat pendapatan, rasio ini untuk mengetahui proporsi adanya surplus/deficit anggaran terhadap pendapatan, yang menunjukkan performa fiskal pemerintah daerah dalam menghimpun pendapatan untuk mengcover belanja, atau penghematan belanja dengan kondisi pendapatan tertentu.
(3)
b. Rasio surplus/defisit terhadap PDRB,indikator ini menggambarkan kesehatan ekonomi regional, semakin kecil rasionya berarti daerah tersebut mampu memproduksi barang dan jasa yang cukup baik untuk membiaya hutang akibat defisit anggaran pemerintah daerah.
/ = /
c. Rasio SILPA terhadap alokasi belanja, rasio ini menceriminkan proporsi belanja atau kegiatan yang tidak digunakan dengan efektif oleh pemerintah daerah
=
2. Perkembangan pembiayaan
a. Rasio pinjaman daerah terhadap total pembiayaan,rasio ini untuk mengetahui proporsi pencairan pinjaman yang dilakukan daerah untuk membiayai defisit APBD.
=
b. Rasio keseimbangan primer, rasio ini mencerminkan indikasi likuiditas. Semakin besar surplus keseimbangan primer, maka semakin baik kemampuan untuk membiayai defisit
(4)
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan
Paragraf 1: Kondis perkembangan daerah
Paragraf 2: Kondisi belanja pusat dan daerah di propinsi tersebut Paragraf 3: Analisis fiskal regional
B. Rekomendasi
Paragraf 1: Rekomendasi kebijakan belanja pusat di propinsi tersebut Paragraf 2: Rekomendasi kebijakan belanja daerah
(5)
DAFTAR PUSTAKA Satu Pengarang
Nasoetion, Andi Hakim.Metode Statstika.Yakarta: Penerbit PT Gramedia, 1980 Dua Pengarang
Kennedy, Ralph Dale dan Stewart Y. McMullen.Financial Statement: Form, Análisis and Interpretation. Petaling Jaya: Irwin Book Company, 1973
Tiga Pengarang
Heidirachman R., Sukanto R., dan Irawan.Pengantar Ekonomi Preusan.Yogyakarta: Bagian Penerbitan Facultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, 1980.
Lebih Dari Tiga Pengarang
Selltiz, Claire,et al. Research Methods in Social Relations. New Cork: Holt, Rinehart & Winston, 1959 Pengarang Sama
Newman, William H.The Process of Management.London: Prentice Hall. Inc., 1961. ________________.Administratif Action. London: Prentice Hall. Inc., 1963.
Buku Terjemahan/Saduran/Suntingan
Conant, James B.Teori dan Soal-Soal Ekonomi Makro. Terjemahan Faried Wijaya. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, 1978.
Surat Kabar:
Salim, Emil. “Forest Sustainability Management”,The Jakarta Post. Februari 6, 1977. Jurnal/Peberbitan Berkala:
Rahardjo, M. Dawam. “Dunia Bisnis di Persimpangan Jalan”,Prisma. Juli 1983, 7, hal. 1-12. Hasil Penelitian:
Kasryno, Faisal,et al. Perkembangan Institusi dan Pengaruhnya Terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja: Kasus di Empat Desa di Jawa Barat.Bogor: Studi Dinamika Pedesaan, 1981
Internet:
Spiszer, John M.Leadership and Combat Motivation: The Critical Task.1999.
http://www.cgsc.army.mil/milrev/english/MayJun99/Spiszer.htm. (Diakses tanggal 12 September 1999).
(6)
KEANGGOTAAN TIM PENYUSUN
Penanggungjawab:
Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi DR. .
Ketua Tim:
Kabid .. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Propinsi ., MPA
Editor: ., M.Bus Dibantu oleh: Pelaksana 1 Pelaksana 2 Anggota: Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 Anggota 4